Peran Fungi Mikoriza Arbuskula Dan Asam Humat Terhadap Pertumbuhan Balsa (Ochroma Bicolor Rowlee.) Pada Tanah Terkontaminasi Timbal

PERAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN ASAM
HUMAT TERHADAP PERTUMBUHAN BALSA (Ochroma
bicolor Rowlee.) PADA TANAH TERKONTAMINASI TIMBAL

FATIMAH NUR ISTIQOMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Fungi Mikoriza
Arbuskula dan Asam Humat terhadap Pertumbuhan Balsa (Ochroma bicolor
Rowle.) pada Tanah Terkontaminasi Timbal adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Fatimah Nur Istiqomah
NIM E451150186

RINGKASAN
FATIMAH NUR ISTIQOMAH. Peran Fungi Mikoriza Arbuskula dan Asam
Humat terhadap Pertumbuhan Balsa (Ochroma bicolor Rowlee.) pada Tanah
Terkontaminasi Timbal. Dibimbing oleh SRI WILARSO BUDI R dan ARUM
SEKAR WULANDARI.
Logam berat timbal (Pb) di dalam tanah pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan toksik bagi tanaman. Fitoremediasi diperlukan untuk
menghilangkan Pb dari dalam tanah menggunakan tanaman balsa (Ochroma
bicolor Rowlee.). Fungi mikoriza arbuskula (FMA) dan asam humat ditambahkan
ke dalam tanah yang terkontaminasi Pb untuk mendukung pertumbuhan balsa.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peran FMA dan asam humat
terhadap pertumbuhan semai balsa (O. bicolor) pada tanah terkontaminasi Pb,
serta mengetahui akumulasi Pb pada semai balsa. Penelitian ini menggunakan
rancangan split split plot. Petak utama adalah FMA dengan 5 taraf; tanpa FMA
(A0), FMA dari hutan sekunder (A1), FMA dari karet hutan alam (A2), FMA dari

perkebunan kelapa sawit (A3), dan FMA dari perkebunan karet (A4). Anak petak
adalah asam humat dengan 2 taraf; tanpa asam humat (B0) dan asam humat 100
mL (B1). Anak anak petak adalah Pb dengan 3 taraf; Pb 0 ppm (C0), Pb 500 ppm
(C1), dan Pb 750 ppm (C2). Pengamatan semai balsa di rumah kaca dilakukan
sampai umur 22 minggu setelah tanam di rumah kaca.
Peran FMA dan asam humat terhadap pertumbuhan semai balsa lebih efektif
pada media tanpa Pb daripada media Pb 500 ppm dan 750 ppm. FMA dari hutan
alam karet alam efektif untuk meningkatkan diameter, berat kering akar dan berat
kering pucuk semai balsa. FMA asal hutan sekunder paling infektif dalam
mengkolonisasi semai balsa. Perlakuan tunggal asam humat mampu
meningkatkan pertumbuhan tinggi 22.87% dan diameter 24.86% lebih baik
daripada tanpa asam humat. Akumulasi Pb pada seluruh jaringan tanaman lebih
dari 1000 ppm, hal itu membuat 54.66% pertumbuhan semai balsa menjadi
terhambat dan 16% tanaman mati. Balsa (O. bicolor) bukan tergolong sebagai
tanaman hiperakumulator Pb.
Keyword: asam humat, balsa, fitoremediasi, fungi mikoriza arbuskula, Pb

SUMMARY
FATIMAH NUR ISTIQOMAH. The Role of Arbuscular Mycorrhizal Fungi and
Humid Acid Toward Balsa (Ochroma bicolor Rowlee.) Growth on Soil

Contaminated by Lead. Supervised by SRI WILARSO BUDI R and ARUM
SEKAR WULANDARI.
Lead (Pb) is heavy metal which at high concentration causes toxic in plants.
Phytoremediation is needed to eliminate Pb from the soil using balsa (Ochroma
bicolor Rowlee.). Arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and humic acid were
added to soil that contaminated by Pb to support the growth of balsa. The aims of
this research were to analyze the role of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and
humid acid toward balsa (O. bicolor) growth on soil contaminated by lead and to
analyze Pb accumulation in balsa. This study used a split split plot design. The
main plot was AMF with 5 levels; without AMF (A0), AMF from secondary
forest (A1), AMF from rubber natural forest (A2), AMF from oil palm plantations
(A3), and AMF from rubber plantations (A4). The subplot was humic acid with 2
levels; no humic acid (B0) and 100 mL humic acid (B1). The sub subplot was Pb
with 3 levels; 0 ppm Pb (C0), 500 ppm Pb (C1), and 750 ppm Pb (C2).
Observations of balsa seedlings was done until age of 22 weeks after planting in
the greenhouse.
The role of AMF and humic acid to growth of balsa seedlings was more
effective on the soil without Pb than at 500 ppm and 750 ppm of Pb. AMF from
rubber natural forest was the most effective AMF to increase diameter, root and
shoot dry weight of balsa seedling. AMF from secondary forest was the most

infective AMF to colonize balsa seedling. Single treatment of humic acid was able
to increase the height growth of 22.87% and diameter of 24.87% better than no
humic acid treatment. Pb accumulation in the entire plant tissue was more than
1000 ppm. It inhibited growth of balsa seedlings 54.66% and causing dead in 16%
plant. Balsa (O. bicolor) is not classified as a hyperaccumulator plant for Pb.
Keywords: arbuscular mycorrhizal fungi, balsa, humid acid, Pb, phytoremediation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN ASAM
HUMAT TERHADAP PERTUMBUHAN BALSA (Ochroma
bicolor Rowlee.) PADA TANAH TERKONTAMINASI TIMBAL


FATIMAH NUR ISTIQOMAH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Istomo, MSi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tesis dengan
judul “Peran Fungi Mikoriza Arbuskula dan Asam Humat terhadap Pertumbuhan

Balsa (Ochroma bicolor Rowlee.) pada Tanah Terkontaminasi Timbal”
merupakan syarat memperoleh gelar Magister Sains pada program studi
Silvikultur Tropika Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Ir Sri Wilarso Budi R,
MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Arum Sekar Wulandari, MS
selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan
selama pra-penelitian, penelitian, dan penulisan karya ilmiah ini. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu selama
penelitian (Hanif Fataroh, Nur Chasanah, Rizki Widyatmoko, Nofika Sanjaya,
Aditya Wardani, Nilasari Dewi, Saifurohman Wahid, Tria Nuraini, Hutami Indah,
dan Singgih Hidayat) dan selama penyusunan Tesis (Muh. Iqbal dan Nining
Nurfatma). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah dan Ibu (Sigit
Raharjo - Eni Siswanti), keluarga besar Narto Sarjono dan Cipto Diharjo yang
selalu memberikan semangat serta doa, kepada teman-teman Sinergi 2015,
Silvikultur Tropika, Laboratorium Mikoriza, dan seluruh staf Departemen
Silvikultur IPB atas bantuan, dukungan, dan kebersamaan selama perkuliahan.
Penulis menghargai segala bentuk kritik dan saran yang membangun dalam
penyusunan tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2017

Fatimah Nur Istiqomah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis

Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3
3

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian

3
3
4
4

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik media
Pertumbuhan semai balsa
Kolonisasi akar
Akumulasi dan efisiensi serapan Pb

7
7
8
20
23

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

26
26
26

DAFTAR PUSTAKA


27

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1 Hasil analisis sifat kimia tanah podsolik merah kuning Jasinga
2 Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan semai balsa umur 22 MST
3 Pengaruh tunggal asam humat dan Pb terhadap pertumbuhan tinggi
semai balsa umur 22 MST
4 Pengaruh interaksi FMA dan Pb terhadap pertumbuhan diameter
semai balsa umur 16 MST
5 Pengaruh asam humat, FMA, dan Pb terhadap pertumbuhan diameter
semai balsa umur 22 MST

6 Pengaruh interaksi asam humat dan FMA dengan Pb terhadap berat
kering pucuk semai balsa umur 22 MST
7 Pengaruh tunggal penambahan Pb terhadap berat kering pucuk semai
balsa umur 22 MST
8 Pengaruh interaksi asam humat dan FMA dengan Pb terhadap berat
kering akar semai balsa umur 22 MST
9 Pengaruh tunggal FMA dan Pb terhadap berat kering akar semai
balsa umur 22 MST
10 Pengaruh FMA dan Pb terhadap nisbah pucuk akar semai balsa umur
22 MST
11 Pengaruh FMA dan Pb terhadap kolonisasi akar semai balsa 22 MST
12 Akumulasi dan efisiensi penyerapan Pb semai balsa umur 22 MST

8
9
10
13
14
15
16
17
18
19
21
24

DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh interaksi perlakuan asam humat, FMA, dan Pb terhadap
pertumbuhan tinggi semai balsa 22MST
2 Pertumbuhan semai balsa umur 22 MST yang diberi perlakuan asam
humat dan FMA pada media (a) Pb 0 ppm, (b) Pb 500 ppm, dan (c)
Pb 750 ppm.
3 Biomassa semai balsa 22 MST hasil interaksi asam humat, Pb, serta
FMA asal hutan karet alam (A2) dan tanpa FMA (A0).
4 Interaksi asam humat, FMA, dan Pb terhadap nisbah pucuk akar
semai balsa umur 22 MST
5 Persen kolonisasi akar semai balsa umur 22 MST terhadap interaksi
perlakuan asam humat, FMA, dan Pb
6 Infeksi FMA pada semai balsa (a) vasikula, (b) arbuskula, dan (c)
hifa

11

12
18
20
22
23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis sifat kimia tanah podsolik merah kuning Jasinga, Bogor
2 Hasil analisis logam berat Pb pada tanaman balsa (Ochroma bicolor)

32
33

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Logam timbal (Pb) merupakan salah satu logam berat yang berbahaya bagi
kesehatan manusia dan organisme lainnya. Logam berat Pb dihasilkan oleh
kendaraan bermotor (Rangkuti 2004), limbah cair industri (Haryati et al. 2012),
dan paling banyak terdapat di lahan pasca tambang (Setyaningsih 2007). Menurut
Widaningrum et al. (2007) akumulasi Pb di dalam tubuh manusia dalam jangka
lama dapat menyebabkan gangguan sistem peredaran darah, urat syaraf, dan ginjal.
Logam berat Pb di dalam tanah mengakibatkan toksik pada tanaman, sehingga
mengganggu fotosintesis dan menghambat pertumbuhan, sebagai contoh Avicenia
marina pada sedimen yang mengandung Pb 13.15 ppm mengalami kerusakan
jaringan buah dan daun (Arisandy et al. 2012) dan Mindi (Melia azedarach Linn.)
pada media tailing yang mengandung Pb 172 ppm mengakibatkan penurunan
tinggi sebesar 28.4% dibandingkan kontrol (Setyaningsih 2007).
Pb akan menjadi toksik jika konsentrasinya tinggi. Batas normal Pb pada
tanah adalah 2 – 300 ppm dan pada tanaman 0.2 – 20 ppm (Balai penelitian tanah
2009). Tingkat pencemaran Pb di Indonesia masih di bawah ambang batas
pencemaran, namun harus tetap diwaspadai. Kayu manis (Cinnamomum burmani)
di sisi kiri tol Jagorawi mengakumulasi Pb rata-rata 7.95 ppm pada daun dan
19.59 ppm pada kulit batang (Rangkuti 2004). Kandungan Pb pada tanah nontambang di berbagai lokasi berkisar antara 0.39 – 1.21 ppm (Suhariyono dan
Menry 2005), sementara itu pada tanah bekas tambang emas 172 ppm
(Setyaningsih 2007), limbah batu bara 54.26 ppm (Noviardi 2013), dan tanah
bekas tambang timah 7.7 ppm (Gedoan et al. 2011). Upaya untuk menghilangkan
Pb dari tanah salah satunya dengan fitoremediasi. Menurut Prijambada (2006),
fitoremediasi merupakan upaya untuk menghilangkan, menstabilkan atau
menghancurkan bahan pencemar baik berupa senyawa organik maupun anorganik
menggunakan tumbuhan. Dasar dari fitoremediasi adalah adanya kemampuan
tumbuhan mengakumulasi logam atau senyawa organik (fitoakumulasi) sesuai
dengan karakteristik tumbuhan yang digunakan.
Beberapa jenis tumbuhan yang mampu mengakumulasi logam berat Pb
umumnya berupa tumbuhan bawah dan tanaman hias, seperti sambang dara
(Excoecaria cochinensis), hanjuang (Cordyline fruicosa), dan Aglaonema
(Haryanti et al. 2013). Penggunaan balsa sebagai akumulator logam berat Pb
belum pernah diuji. Balsa (Ochroma bicolor Rowlee.) dikenal sebagai fast
growing spesies dan tergolong tanaman reboisasi. Pohon balsa menghasilkan kayu
gabus dengan berat jenis 0.14 – 0.16. Kayu balsa dimanfaatkan untuk pelampung
kapal, sebagai isolator, dan bahan pembuatan pulp. Selama 5 – 6 tahun balsa
mampu mencapai tinggi 20 meter dengan diameter 40 cm (Alrasyid 1996).
Menurut Bissonnette et al. (2010), tanaman cepat tumbuh cocok digunakan
sebagai fitoremediasi logam berat karena memiliki biomassa dan transpirasi
tinggi, serta sistem perakaran yang luas.
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan simbiosis mutualisme antara
fungi dengan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Menurut Arisusanti dan Purwani
(2013), FMA dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap logam berat Pb,

2
serta meningkatkan akumulasi Pb di akar dan menghambat akumulasi Pb pada
batang dan daun. Asam humat merupakan bio-organik hasil dari proses
humufikasi hewan dan tumbuhan yang berfungsi sebagai pembenah tanah.
Manfaat asam humat menurut Karti dan Setiadi (2011) antara lain: (1) melarutkan
mineral yang tidak tersedia; (2) meningkatkan penyerapan unsur hara; (3)
memperbaiki kesuburan tanah; serta (4) memperbaiki pertumbuhan, kesehatan,
dan kualitas dari tanaman. FMA dan asam humat ditambahkan pada media tanah
yang tercemar logam berat Pb untuk menunjang pertumbuhan semai balsa.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran FMA dan asam humat
terhadap pertumbuhan semai balsa pada tanah terkontaminasi Pb, serta
menganalisis akumulasi Pb pada semai balsa.

Perumusan Masalah
Logam berat timbal (Pb) di dalam tanah pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan toksik pada tanaman. Hal tersebut dapat menurunkan pertumbuhan
tanaman dan bahkan menyebabkan tanaman mati. Keberadaan logam berat Pb
paling banyak ditemukan di lahan pasca tambang. Hal tersebut dapat mengganggu
kegiatan reklamasi atau restorasi lahan pasca tambang. Salah satu upaya untuk
menghilangkan logam berat Pb dari dalam tanah adalah dengan fitoremediasi
menggunakan tumbuhan. Dasar fitoremediasi adalah adanya kemampuan
tumbuhan dalam mengakumulasi logam atau senyawa organik (fitoakumulasi)
sesuai dengan karakteristik tumbuhan yang digunakan. Jenis tumbuhan yang biasa
digunakan untuk fitoremediasi logam berat umumnya adalah tumbuhan bawah
dan tanaman hias. Penggunaan tanaman kehutanan masih jarang digunakan,
termasuk balsa (O. bicolor).
Sebagai penunjang pertumbuhan balsa pada tanah terkontaminasi Pb, media
tanah ditambahkan asam humat dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).
Penambahan asam humat mampu memperbaiki kesuburan tanah, memperbaiki
pertumbuhan, kesehatan, dan kualitas dari tanaman. FMA berperan meningkatkan
toleransi tanaman terhadap logam berat Pb, serta meningkatkan akumulasi Pb di
akar dan menghambat akumulasi Pb pada batang dan daun. Penelitian ini
menggabungkan inokulasi FMA yang berasal dari empat ekosistem berbeda asal
Bukit Duabelas Jambi dan penambahan asam humat pada semai balsa di tanah
yang mengandung Pb. Penelitian diharapkan mampu menjawab pertanyaan sebagi
berikut:
1. Bagaimana peran FMA dan asam humat terhadap pertumbuhan semai
balsa (O. bicolor) pada tanah terkontaminasi Pb?
2. Apakah semai balsa (O. bicolor) mampu mengakumulasi Pb?
3. Apakah ada perbedaan efektivitas FMA asal empat ekosistem dari Bukit
Duabelas Jambi dalam mengkolonisasi semai balsa (O. bicolor) pada tanah
yang mengandung asam humat dan Pb?

3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis peran FMA dan asam humat terhadap pertumbuhan semai
balsa (O. bicolor) pada tanah terkontaminasi Pb.
2. Menganalisis kemampuan semai balsa (O. bicolor) dalam mengakumulasi
Pb.
3. Menganalisis perbedaan efektivitas FMA asal empat ekosistem dari Bukit
Duabelas Jambi dalam mengkolonisasi serta meningkatkan pertumbuhan
semai balsa (O. bicolor) pada tanah yang mengandung asam humat dan Pb.

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Respon pertumbuhan semai balsa (O. bicolor) hasil inokulasi FMA dan
penambahan asam humat pada tanah terkontaminasi Pb menunjukkan
respon yang beragam.
2. Semai balsa (O. bicolor) mampu mengakumulasi Pb pada seluruh jaringan
tanaman.
3. FMA asal empat ekosistem dari Bukit Duabelas Jambi menunjukkan
efektivitas yang berbeda-beda dalam meningkatkan pertumbuhan semai
balsa (O. bicolor) dan mengakumulasi Pb.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai peran
FMA dan asam humat dalam meningkatkan pertumbuhan semai balsa (O. bicolor)
pada tanah terkontaminasi logam berat Pb dan mengetahui kemampuan semai
balsa (O. bicolor) dalam mengakumulasi Pb, sehingga dapat dijadikan
rekomendasi dalam rehabilitasi tanah yang mengandung logam berat Pb.

2 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 10 bulan dari bulan Oktober 2015 sampai
Juli 2016. Tanah diambil dari Haurbentes, Jasinga, Bogor. Penanaman balsa
dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur IPB. Isolasi spora dan
pengamatan parameter setelah panen dilakukan di Laboratorium Teknologi
Mikoriza dan Peningkatan Kualitas Bibit Departemen Silvikultur. Analisis tanah
dan logam berat Pb dilakukan di Laboratorium Tanah Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan IPB.

4
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah Podsolik Merah
Kuning Jasinga, zeolit, pasir, benih balsa (O. bicolor Rowlee.), benih sorgum,
inokulum FMA jenis Acaulospora, asam humat, (PbNO3)2, pupuk NPK, alkohol,
aquades, H2O2, KOH 20%, HCL 0.1 M, trypan blue, gliserin, dan lautan Melzer.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, saringan tanah, karung,
plastik anti panas, mikroskop stereo, oven, autoklaf, neraca analitik, kaliper, botol
kaca, botol film, polibag (15x10) cm, gembor, rak trapping, kulkas, cawan petri,
saringan bertingkat berukuran 250 µm, 125 µm, dan 63 µm, mikro pipet, gelas
ukur, sudip, pinset, kaca preparat, dan cover glass.

Prosedur Penelitian
1. Penangkaran FMA (Trapping)
Teknik penangkaran FMA yang dilakukan mengikuti metode Brundrett et
al. (1996). Tanaman inang yang digunakan adalah sorgum dengan media
zeolit. Tanah dari empat ekosistem asal Taman Nasional Bukit Duabelas
Jambi dari ekosistem hutan sekunder, hutan alam karet, kebun kelapa sawit,
dan hutan tanaman karet masing-masing ditimbang sebanyak 50 gram,
kemudian dimasukkan dalam pot-pot kecil dengan susunan zeolit-tanah-zeolit.
Benih sorgum sebelumnya disemai menggunakan media zeolit selama 2
minggu, kemudian disapih pada media tanah dan zeolit untuk trapping.
Tanaman disiram setiap hari dan dilakukan pemupukan dengan pupuk cair (1
gram pupuk NPK dalam 1 liter air) sebanyak 10 mL/tanaman/2 minggu. FMA
hasil trapping dipanen setelah 3 bulan untuk kemudian dilakukan isolasi spora.
2. Isolasi spora berdasarkan genus
Pemisahan spora hasil trapping selanjutnya mengikuti metode Brundrett et
al. (1996). Campuran tanah dan zeolit hasil trapping FMA ditimbang
sebanyak 10 gram, selanjutnya dimasukan dalam gelas ukur berisi air,
kemudian diaduk sambil dituang ke dalam saringan bertingkat dengan
diameter 250 µm, 125 µm, dan 63 µm di bawah air kran mengalir. Spora yang
tersaring pada saringan berukuran 125 µm dan 63 µm dimasukkan dalam
cawan petri untuk diamati di bawah mikroskop. Spora kemudian dihitung
jumlahnya dan dipisahkan berdasarkan genus yang dominan (Acaulospora)
sebanyak 30 spora/botol yang berisi aquades. Spora yang telah dipisahkan
dimasukkan ke dalam lemari es sampai siap diinokulasi pada semai balsa.
3. Sterilisasi tanah, penambahan (PbNO3)2 dan asam humat
Tanah podsolik merah kuning diambil pada kedalaman 1 - 40 cm. Tanah
kemudian dikeringanginkan selama 7 hari, selanjutnya diayak menggunakan
saringan tanah berukuran 5 mm. Tanah disterilkan menggunakan autoklaf
pada suhu 121 0C selama 15 menit. Setiap 1 kg tanah steril dicampur dengan
(PbNO3)2 dengan dosis C1 (500 ppm), dan C2 (750 ppm), kemudian
didiamkan selama 24 jam sebelum diberi asam humat. Asam humat dicairkan
terlebih dahulu dengan cara menambahkan 25 mL asam humat dalam 1000

5
mL air untuk konsentrasi 2.5% (v/v). Asam humat disiramkan pada polibag
dengan dosis 100 mL/polibag (B1).
4. Pengecambahan balsa (O. bicolor)
Benih balsa berasal dari pohon induk balsa di Bogor yang diperoleh dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Gunung Batu, Bogor. Benih
tersebut kemudian direndam dalam air panas suhu 80 0C selama ±12 jam
(Charomaini dan Windiasih 2015), kemudian ditaburkan di atas media pasir
dan tanah dengan perbandingan 1:1 (v/v) (Burhaman et al. 2011). Benih
disiram setiap hari sampai siap disapih.
5. Penyapihan dan inokulasi FMA
Semai balsa yang telah berkecambah dengan tinggi rata-rata 2 cm, disapih
pada polibag yang berisi tanah podsolik merah kuning. Penyapihan dilakukan
dengan cara memindahkan semai dalam bak kecambah ke polibag dan
dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghidari stres pada tanaman.
Tanaman kemudian dibiarkan beradaptasi dalam rumah kaca kurang lebih
selama 3 minggu. Setelah kondisinya stabil, dilakukan inokulasi FMA
sebanyak 30 spora/polibag. Inokulasi dilakukan dengan cara melubangi tanah
sampai terlihat akar utama, kemudian spora dimasukkan ke dalam lubang
tersebut dekat dengan akar tanaman.
6. Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari, menyiangi
rumput yang tumbuh pada polibag, dan menghilangkan hama pengganggu
pada tanaman.
7. Pengambilan data
a. Tinggi dan diameter
Pengukuran tinggi dan diameter dilakukan setiap 2 minggu sampai bibit
berumur 22 minggu (± 6 bulan) di rumah kaca. Pengukuran tinggi dilakukan
menggunakan penggaris. Semai diukur mulai dari pangkal batang sampai titik
tumbuh pucuk semai. Pengukuran diameter dilakukan menggunakan kaliper.
Semai diukur pada ketinggian sekitar 1 cm di atas pangkal batang semai.
b. Berat kering pucuk dan akar
Pengukuran berat kering pucuk dan akar dilakukan pada akhir pengamatan
dengan memotong bagian pucuk dan akar dari sampel tanaman. Masingmasing bagian tanaman dimasukkan ke dalam kertas dan diberi label. Setelah
itu sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC selama 72 jam sampai
tercapai bobot kering konstan. Sampel kemudian ditimbang menggunakan
timbangan. Berat kering total diperoleh dengan menjumlahkan berat kering
akar dan pucuk.
c. Nisbah pucuk akar (NPA)
Nisbah pucuk akar merupakan hasil perhitungan yang membandingkan
antara berat kering pucuk dengan berat kering akar tanaman.
d. Persentase kolonisasi akar
Persentase kolonisasi akar merupakan data yang digunakan untuk melihat
efektivitas inokulum FMA dalam menginfeksi akar. Sebelumnya akar diberi

6
perlakuan pewarnaan akar agar mudah diamati di mikroskop. Pewarnaan akar
menggunakan metode Clapp et al. (1996). Akar dicuci sampai bersih,
kemudian direndam dalam larutan KOH 20% selama 1 – 3 hari sampai akar
terlihat putih. Akar dicuci di bawah air mengalir kemudian direndam dalam
larutan HCL 0.1 M tanpa pencucian setelahnya. Akar direndam dalam larutan
trypan blue selama 1 – 3 hari. Akar dicuci dari larutan trypan blue dan
terakhir direndam dalam larutan destaining selama 24 jam. Akar kemudian
dipotong kurang lebih 1 cm dan diletakkan berjajar pada gelas objek. Setiap 5
potong akar ditutup dengan sebuah cover glass. Infeksi akar dapat dilihat
melalui adanya vasikula, arbuskula, dan hifa, yang menginfeksi akar.
Persentase kolonisasi akar dihitung menggunakan rumus (Giovanenetti dan
Moose 1980).
Kolonisasi akar (%) =

e.

Total akar terinfeksi (%)
Total bidang pandang yang diamati

X 100%

Akumulasi Pb dan efisiensi serapan
Pengujian kadar Pb dalam tanaman dianalisis menggunakan SSA
(spektofotometer serapan atom). Potensi tanaman sebagai remidiator
dilakukan dengan menghitung akumulasi logam Pb pada seluruh jaringan
tanaman dan menghitung kandungan logam Pb dalam tanah menggunakan
rumus sebagai berikut (Hardiani 2009).
Akumulasi Pb =

Logam berat pada tanaman
Berat kering total

Efesiensi penyerapan Pb =

mg/kg

Berat logam berat pada tanaman
Berat logam dalam tanah

X

100

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan rancangan petak
petak terbagi atau split split plot design. Petak utama adalah FMA dengan 5 taraf,
yaitu: tanpa FMA (A0), FMA genus Acaulospora asal hutan sekunder Bukit
Duabelas (A1), FMA genus Acaulospora asal hutan karet alam Bukit Duabelas
(A2), FMA genus Acaulospora asal kebun kelapa sawit Bukit Duabelas (A3), dan
FMA genus Acaulospora asal hutan tanaman karet Bukit Duabelas (A4). Anak
petak adalah asam humat dengan 2 taraf, yaitu: tanpa asam humat (B0) dan asam
humat 2.5 % (B1). Anak anak petak adalah Pb dengan 3 taraf, yaitu: Pb 0 ppm
(C0), Pb 500 ppm (C1), dan Pb 750 ppm (C2). Berdasarkan ketiga faktor tersebut
diperoleh 30 kombinasi perlakuan dengan 5 ulangan, sehingga terdapat 150
tanaman balsa.
Model linier aditif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Mattjik dan
Sumertajaya 2013):
Yijk = μ + Kl + Ai + Yil + Bj + (AB)ij + εijl + Ck + (AC)ik + (BC)jk + (ABC)ijk + εijkl

7
Keterangan :
Yijkl
= Pengamatan pada satuan percobaan ke-l yang memperoleh
kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor A (FMA), taraf ke-j
dari faktor B (asam humat), dan taraf ke-k dari faktor C (Pb)
μ
= Rataan umum
Kl
= Pengaruh aditif dari kelompok ke-l
Ai
= Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A (FMA)
Yil
= Pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-i
dari faktor A (FMA) dalam kelompok ke-l (Galat petak utama
atau galat A)
Bj
= Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B (asam humat)
(AB)ij
= Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A (FMA) dan taraf ke-j
dari faktor B (asam humat)
=
Pengaruh acak dari satuan percobaan ke-l yang memperoleh
εijl
kombinasi perlakuan ij (Galat anak petak atau galat B)
Ck
= Pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor C (Pb)
(AC)ik
= Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A (FMA) dan taraf ke-k
dari faktor C (Pb)
(BC)jk
= Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B (asam humat), dan taraf
ke-k dari faktor C (Pb)
(ABC)ijk = Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A (FMA), taraf ke-j dari
faktor B (asam humat), dan taraf ke-k dari faktor C (Pb)
εijk
= Pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ijk (Galat anak anak petak atau galat C)
i
= Petak utama atau faktor A yaitu FMA (A0, A1, A2, A3, A4)
j
= Anak petak atau faktor B yaitu asam humat (B0, B1)
k
= Anak anak petak atau faktor C yaitu Pb (C0, C1, C2)
l
= Ulangan 1, 2, 3, 4, 5
Data hasil pengukuran dianalisis dengan sidik ragam pada taraf nyata 5%
untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Data diolah menggunakan software
SAS 9.1, jika: P-value >0.05 (α), maka perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap parameter yang diamati. P-value 200 ppm (Balai Penelitian Tanah 2009).

Pertumbuhan semai balsa
Pertumbuhan tinggi, pertumbuhan diameter, berat kering pucuk (BKP),
berat kering akar (BKA), dan nisbah pucuk akar (NPA) merupakan parameter
yang dapat digunakan untuk mengetahui kualitas semai. Persen kolonisasi akar
merupakan parameter untuk mengetahui kesesuaian tanaman inang dengan jenis
FMA yang diinokulasikan. Hasil pada Tabel 2 menjelaskan interaksi ketiga faktor
dan interaksi antara FMA dan asam humat tidak berpengaruh terhadap semua
parameter pengamatan, kecuali persen kolonisasi akar. Interaksi FMA dan Pb
berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan diameter umur 10 – 16 minggu
setelah tanam, BKP, BKA, dan kolonisasi akar. Interaksi asam humat dan Pb
berpengaruh nyata terhadap BKP dan BKA semai balsa. Perlakuan tunggal FMA
berpengaruh nyata terhadap diameter, BKA, NPA, dan kolonisasi akar. Perlakuan
tunggal asam humat berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tinggi dan

9
diameter semai balsa. Perlakuan tunggal Pb berpengaruh negatif sangat nyata pada
seluruh parameter pengamatan. Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan semai
balsa umur 22 minggu setelah tanam (MST) terhadap faktor tunggal maupun
interaksi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan semai balsa umur 22 MST
Parameter
Pertumbuhan
tinggi (cm)
10 MST
12 MST
14 MST
16 MST
18 MST
20 MST
22 MST
Pertumbuhan
diameter (mm)
10 MST
12 MST
14 MST
16 MST
18 MST
20 MST
22 MST
BK pucuk (g)
BK akar (g)
Nisbah pucuk akar
Indeks mutu bibit
Kolonisasi akar (%)

A

B

C

AxB

AxC

BxC

AxBxC

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

*
**
**
**
**
*
*

**
**
**
**
**
**
**

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
*
*
*
tn
tn
*
tn
*
*
tn
**

**
**
**
**
**
**
**
tn
tn
tn
tn
tn

**
**
**
**
**
**
**
**
**
*
**
**

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**

**
**
**
**
tn
tn
tn
*
**
tn
**
**

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*
tn
*
**

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**

A= FMA, B= asam humat, C=Pb, **= berpengaruh sangat nyata pada (P≤0.01), *= berpengaruh
nyata pada (0.010.05).

Pertumbuhan tinggi
Pemberian asam humat memberikan respon pertumbuhan positif dan
pemberian Pb memberikan respon pertumbuhan negatif terhadap tinggi semai
balsa umur 22 MST. Tabel 3 menunjukkan bahwa asam humat 2.5% sebanyak
100 mL/polibag mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi semai balsa 22.87%
lebih baik daripada tanpa asam humat. Pertumbuhan tinggi media yang diberi Pb
500 ppm dan 750 ppm tidak berbeda nyata, namun keduanya sangat berbeda nyata
dengan media tanpa Pb. Media yang diberi Pb dengan dosis 500 ppm
mengakibatkan penurunan tinggi semai balsa sebesar 86.51% dan dosis 750 ppm
sebesar 88.42% dibandingkan media tanpa Pb. Pengaruh asam humat dan Pb
dapat dilihat pada Tabel 3.

10
Tabel 3 Pengaruh tunggal asam humat dan Pb terhadap pertumbuhan tinggi semai
balsa umur 22 MST
Perlakuan
Asam humat (mL)
0
100
Pb (ppm)
0
500
750

Tinggi (cm)

Peningkatan (%)

1.05b
1.13a

00.00
22.87

1.46a
0.93b
0.89b

00.00
-86.51
-88.42

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%.

Pemberian asam humat mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi semai
balsa dibandingkan tanpa asam humat (Tabel 3). Hasil yang sama ditemukan pada
tanaman legum (Utama dan Yahya 2003), serta tanaman jagung dan legum pada
tanah tailing dan latosol (Karti et al. 2008). Menurut Tisdale et al. (1990), asam
humat merupakan pembenah tanah yang mampu mengkhelat Al dan logam berat,
sehingga meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Asam humat mampu
menjerap unsur hara yang kemudian akan dilepaskan secara simultan saat terjadi
pertukaran unsur hara dengan tanaman.
Sementara itu, penelitian penggunaan asam humat untuk tanaman kehutanan
masih terbatas, beberapa penelitian menyebutkan bahwa asam humat tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi dan diameter. Perlakuan asam humat maupun
interaksi asam humat dan kompos tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi dan
diameter laban (Vitex pinnata) umur 8 bulan di lahan pascatambang batubara
(Widuri dan Yassir 2013). Iqbal et al. (2016) menyatakan hal sama, interaksi asam
humat dan kompos tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi dan diameter sengon
(Paraserianthes falcataria) pada lahan pasca tambang nikel.
Semai balsa pada media yang mengandung Pb 500 ppm dan 750 ppm
mengalami penurunan tinggi dibandingkan media tanpa Pb (Tabel 3). Logam
berat Pb yang sangat tinggi membuat toksik pada semai balsa, hal tersebut dapat
mengganggu penyerapan hara serta proses fisiologis di dalam jaringan tanaman,
sehingga menghambat pertumbuhan tinggi. Hasil yang sama ditemukan pada
semai mindi (M. azedarach) yang mengalami penurunan tinggi sebesar 28.4% di
media tailing yang mengandung Pb 172 ppm (Setyaningsih 2007).
Interaksi ketiga faktor tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi (Tabel 2),
namun bila dilihat pada Gambar 1 interaksi perlakuan FMA asal hutan karet alam
dengan penambahan asam humat pada media Pb 0 ppm (A2B1C0) memberikan
pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan tinggi semai balsa umur 22 MST
dengan nilai 6.5 cm. Pemberian asam humat mampu meningkatkan pertumbuhan
tinggi tanaman pada media Pb 0 ppm dan pada sebagian media yang diberi
perlakuan Pb. Rata-rata pertambahan tinggi pada media tanpa Pb adalah 5 cm,
sedangkan semai balsa yang mengandung Pb 500 ppm dan 750 ppm menunjukan
pertambahan tinggi yang sangat lambat dengan rata-rata pertambahan tinggi hanya
0.63 cm selama 22 minggu. Pengaruh Pb tersebut menyebabkan beberapa tanaman
balsa mati dan sisanya masih hidup, namun pertumbuhannya kerdil. Perbedaan

11

Pertumbuhan tinggi (cm)

tinggi semai balsa pada media yang diberi Pb dengan media tanpa Pb akan terlihat
jelas pada Gambar 1.
8.00
7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
C0
C1
C2
C0
C1
C2
C0
C1
C2
C0
C1
C2
C0
C1
C2
C0
C1
C2
C0
C1
C2
C0
C1
C2
C0
C1
C2
C0
C1
C2

0.00
B0

B1
A0

B0

B1
A1

B0

B1
A2

B0

B1
A3

B0

B1
A4

Perlakuan
Gambar 1 Pengaruh interaksi perlakuan asam humat, FMA, dan Pb terhadap
pertumbuhan tinggi semai balsa 22MST (A0= tanpa FMA, A1= FMA asal
hutan sekunder, A2= FMA asal hutan karet alam, A3= FMA asal kebun kelapa sawit,
A4= FMA asal hutan tanaman karet, B0= tanpa asam humat, B1= asam humat 2.5%
100 mL, C0= tanpa Pb, C1= Pb 500 ppm, C2= Pb 750 ppm).

Semai balsa dengan media Pb 0 ppm tumbuh normal meskipun tingginya
masih di bawah 30 cm, sedangkan semai balsa pada media yang mengandung Pb
500 dan 750 ppm tumbuh tidak normal (daun menguning kemudian mengering
dan rontok, akar pendek, serta pertumbuhannya kerdil) dan sebagian mati. Jumlah
semai balsa yang ditanam adalah 150 polybag, semai balsa yang tumbuh normal
29.33%, semai balsa yang abnornal sebanyak 54.66%, dan yang mati sebanyak
16%. Pb membuat daun semai balsa berwarna kuning sampai kecoklatan,
kemudian rontok dan perakaran menjadi pendek karena akar semai balsa tidak
berkembang dengan baik. Haryati et al. (2012) menjelaskan Pb termasuk logam
berat yang dapat mengganggu aktivitas enzim, sehingga reaksi kimia di dalam sel
terganggu. Hal tersebut menyebabkan kerusakan jaringan epidermis, spons, dan
palisade yang ditandai dengan nekrosis dan klorosis pada tanaman.
Respon setiap tanaman pada media yang mengandung logam berat
berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi logam berat,
serta kandungan hara atau pupuk yang ditambahkan di dalam tanah. Penelitian
Dharmawan dan Siregar (2014) menggunakan tanaman jamuju (Podocarpus
imbricatus Blume.) memberikan respon pertumbuhan yang baik pada media
tailing:kotoran kerbau (v/v) yang mengandung Pb 95.1 ppm. Semai balsa pada
media tanpa Pb tumbuh normal dan pertumbuhannya cenderung lebih baik dengan
penambahan FMA dan asam humat. Sementara itu pada media Pb 500 ppm dan
750 ppm, semai balsa menunjukkan pertambahan tinggi sangat lambat, tanaman
menjadi kerdil dan sebagian mati. Hal ini menunjukkan bahwa FMA dan asam

12
humat belum berperan dalam meningkatkan pertumbuhan semai balsa pada media
yang mengandung Pb 500 ppm dan 750 ppm. Visualisasi semai balsa umur 22
MST dapat dilihat pada Gambar 2.

a

b

c
Gambar 2 Pertumbuhan semai balsa umur 22 MST yang diberi perlakuan asam
humat dan FMA pada media (a) Pb 0 ppm, (b) Pb 500 ppm, dan (c) Pb
750 ppm.
Pertumbuhan diameter
Interaksi antara FMA dan Pb berpengaruh sangat nyata terhadap
pertumbuhan diameter semai balsa umur 10 – 16 MST (Tabel 2). Hasil uji duncan
pada Tabel 4 menunjukkan pertumbuhan diameter semai balsa pada interaksi
FMA dengan media yang mengandung Pb 500 ppm dan 750 ppm lebih rendah
daripada media tanpa Pb pada umur 16 MST. Perlakuan FMA asal hutan karet
alam dengan media tanpa Pb memberikan pengaruh paling baik terhadap
pertumbuhan diameter semai balsa 30.37% lebih baik dibandingkan kontrol.
Interaksi perlakuan FMA asal kebun kelapa sawit dengan media yang
mengandung Pb 750 ppm memberikan pengaruh paling buruk terhadap
pertumbuhan diameter semai balsa dengan penurunan 86.23% dibandingkan
dengan kontrol. Media yang mengandung Pb 500 ppm dan 750 ppm dapat
menurunkan pertumbuhan diameter semai balsa sebesar 67.08% sampai 86.23%,

13
walaupun sudah diberi FMA. Pengaruh interaksi FMA dan Pb terhadap diameter
semai balsa dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh interaksi FMA dan Pb terhadap pertumbuhan diameter semai
balsa umur 16 MST
FMA

Pb
Peningkatan
C2
(%)
-80.95
0.96def

A0

1.22abc

Peningkatan
(%)
00.00

A1
A2

1.11abcd
1.29a

-21.19
30.37

1.03cedf
0.98def

-54.78
-67.08

0.91def
0.88ef

-75.19
-80.37

A3

1.08bcde

-29.98

0.97def

-68.55

0.83f

-86.23

A4

1.26ab

16.21

0.89ef

-80.66

0.85f

-79.68

C0

C1
0.88ef

Peningkatan
(%)
-69.62

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5% (A0= tanpa FMA, A1= FMA asal hutan
sekunder, A2= FMA asal hutan karet alam, A3= FMA asal kebun kelapa sawit, A4= FMA asal
hutan tanaman karet, C0= tanpa Pb, C1= Pb 500 ppm, C2= Pb 750 ppm).

Penelitian mengenai interaksi FMA dan Pb terhadap pertumbuhan diameter
tanaman kehutanan belum banyak dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan
Nadeak et al. (2015) menunjukkan bahwa interaksi FMA dan Pb pada sengon (P.
falcataria) tidak berbeda nyata, namun tanaman yang mengandung Pb cenderung
memiliki diameter lebih besar yaitu 0.717 cm dibandingkan dengan tanaman yang
tidak diberi Pb yaitu 0.694 cm. Hal tersebut dikarenakan dosis Pb sebanyak 400
ppm/3 kg tanah masih di bawah ambang batas pencemaran Pb di dalam tanah,
sehingga tanaman sengon belum menunjukkan gejala kerusakan. Pada penelitian
ini interaksi FMA dan Pb belum bekerja secara sinergis. Pemberian FMA
sebanyak 30 spora/kg tanah belum mampu menekan logam berat Pb, sehingga
pertumbuhan tanaman pada media yang mengandung Pb masih terhambat.
Faktor FMA, asam humat, dan Pb berpengaruh terhadap pertumbuhan
diameter semai balsa umur 22 MST (Tabel 2). Tabel 5 menunjukkan bahwa jenis
FMA yang terbaik bagi pertumbuhan diameter semai balsa adalah FMA yang
berasal dari hutan karet alam dengan peningkatan 19.82% lebih baik daripada
tanpa FMA. FMA yang berasal dari hutan sekunder meningkatkan pertumbuhan
diameter semai balsa dengan nilai peningkatan 7.74%, tidak berbeda nyata dengan
FMA asal hutan tanaman karet dan kontrol. Jenis FMA yang berasal dari kebun
kelapa sawit memberikan pengaruh paling rendah terhadap pertumbuhan diameter
semai balsa umur 22 MST. Faktor tunggal asam humat mampu meningkatkan
pertumbuhan diameter semai balsa 24.86% lebih baik dibandingkan dengan tanpa
asam humat. Pemberian Pb 500 ppm dan 750 ppm tidak berbeda nyata, keduanya
menurunkan pertumbuhan diameter semai balsa masing-masing 72.55% dan
77.63% dibandingkan tanpa Pb. Pengaruh FMA, asam humat, dan Pb terhadap
diameter semai balsa dapat dilihat pada Tabel 5.

14
Tabel 5 Pengaruh asam humat, FMA, dan Pb terhadap pertumbuhan diameter
semai balsa umur 22 MST
Perlakuan
FMA
Tanpa FMA
Hutan sekunder
Hutan karet alam
Kebun kelapa sawit
Hutan tanaman karet
Asam humat (mL)
0
100
Pb (ppm)
0
500
750

Diameter (mm)

Peningkatan (%)

1.05ab
1.06ab
1.08a
1.00b
1.01ab

0.00
7.74
19.82
-24.11
-8.71

1.01b
1.07a

0.00
24.86

1.24a
0.96b
0.91b

0.00
-72.55
-77.63

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%.

FMA dari hutan karet alam merupakan jenis FMA terbaik yang mampu
meningkatkan pertumbuhan diameter semai balsa (Tabel 5), hal tersebut diduga
karena ekosistem hutan karet alam kondisinya masih alami dan belum banyak
mendapatkan gangguan manusia. Selain itu FMA yang digunakan merupakan
genus Acaulospora yang di dalam genus tersebut belum diketahui jenis spesiesnya,
diduga spora genus Acaulospora FMA asal hutan karet alam terdapat spesies
FMA yang paling efektif meningkatkan pertumbuhan semai balsa, namun belum
diketahui jenisnya.
Asam humat 100 mL (25 mL asam humat dalam 1000 mL air) mampu
meningkatkan pertumbuhan diameter semai balsa dibandingkan tanpa asam humat
(Tabel 5). Utama dan Yahya (2003) menyebutkan bahwa asam humat mampu: (1)
meningkatkan aerasi tanah akibat dari bertambahnya pori tanah (porositas) akibat
pembentukan agregat sehingga tersedia gas-gas yang penting bagi pernafasan
mikroorganisme tanah dan akar tanaman; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation
(KTK) sehingga menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara;
(3) membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur tersebut
dari pencucian oleh air hujan, (4) meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk
kimia, mengikat logam berat kemudian mengendapkan sehinggga mengurangi
keracunan tanah; dan (5) menurunkan kadar Fe dan Al, meningkatkan pH tanah
masam, mengikat Al dan Fe yang sebelumnya terikat dengan unsur P sehingga
unsur P dapat diserap secara maksimal oleh tanaman.
Semai balsa menunjukkan penurunan diameter pada media yang
mengandung Pb 500 ppm dan 750 ppm (Tabel 5). Hal yang sama ditemukan pada
semai mindi (M. azedarach) di tanah tailing yang mengandung Pb 172 ppm
mengalami penurunan diameter sebesar 9.7% dibandingkan media tanah kontrol.
Pemberian FMA jenis NPI 126 dan mycofer pada media tanah kontrol, tailing
murni, dan campuran tanah+tailing baik dengan penambahan kompos maupun
tanpa kompos tidak berbeda nyata dengan semai mindi tanpa inokulasi FMA.

15
Pertumbuhan tinggi dan diameter pada media tailing murni tidak meningkat
secara signifikan, namun pertumbuhan semai mindi pada media dengan
penambahan kompos cenderung lebih baik (Setyaningsih 2007).

Berat Kering Pucuk (BKP)
Interaksi asam humat dan FMA dengan Pb berpengaruh nyata terhadap berat
kering pucuk semai balsa umur 22 MST (Tabel 2). Pengaruh interaksi asam humat
dan FMA dengan Pb terhadap berat kering pucuk semai balsa dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Pengaruh interaksi asam humat dan FMA dengan Pb terhadap berat
kering pucuk semai balsa umur 22 MST
Perlakuan
FMA
A0
A1
A2
A3
A4
Asam humat
B0
B1

Pb (ppm)
Peningkatan
C1
(%)

C0

Peningkatan
(%)

0.94ab
0.70c
1.05a
0.68c
0.90abc

00.00
-90.50
54.18
-86.25
22.90

0.70c
0.87abc
0.77bc
0.89abc
0.69c

-91.06
-31.84
-74.30
-94.41
-93.29

0.72c
0.69c
0.68c
0.68c
0.75bc

-85.47
-91.62
-94.97
-94.41
-72.06

0.94a
0.96a

00.00
10.05

0.70b
0.69b

-91.06
-92.17

0.72b
0.73b

-85.47
-83.24

C2

Peningkatan
(%)

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5% (A0= tanpa FMA, A1= FMA asal hutan
sekunder, A2= FMA asal hutan karet alam, A3= FMA asal kebun kelapa sawit, A4= FMA asal
hutan tanaman karet, B0= tanpa asam humat, B1= asam humat 2.5% 100 mL, C0= tanpa Pb, C1=
Pb 500 ppm, C2= Pb 750 ppm).

Tabel 6 menunjukkan perlakuan FMA asal hutan karet alam pada media
tanpa Pb memberikan respon terbaik terhadap berat kering pucuk semai balsa
yaitu sebesar 54.18% dibandingkan kontrol. Interaksi FMA dengan Pb 500 ppm
cenderung berbeda nyata dan perlakuan terbaik adalah interaksi FMA asal hutan
sekunder dan Pb 500 ppm dibandingkan interaksi lain dengan penurunan paling
kecil yaitu 31.84%. Interaksi FMA dengan Pb 750 ppm hampir semuanya tidak
berbeda nyata dan dapat menurunkan berat kering pucuk 85.47% sampai 94.41%
dibandingkan kontrol. Pemberian FMA 30 spora/lubang tanam belum mampu
meningkatkan berat kering pucuk semai balsa pada media mengandung Pb dosis
tinggi. Hal ini berbeda dengan Nadeak et al. (2015), bahwa FMA dosis 25 g dan
50 g mampu meningkatkan berat kering pucuk sengon (P. falcataria) pada media
mengandung Pb 400 ppm.
Interaksi asam humat dengan media yang diberi Pb baik 500 ppm maupun
750 ppm tidak berbeda nyata, namun keduanya lebih rendah dibandingkan media
tanpa Pb. Pemberian Asam humat 2.5% dengan dosis 100 mL/polibag maupun
tanpa asam humat juga tidak berbeda nyata terhadap berat kering pucuk semai
balsa (Tabel 6). Hasil yang sama ditemukan pada rumput Chloris gayana dan

16
Setaria splendida umur 2 bulan, pemberian asam humat kosentrasi 60 ppm, 100
ppm, dan 180 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering pucuk (Karti
dan Setiadi 2011), berbeda dengan Iqbal (2016) bahwa penambahan asam humat
(0.5 – 1 mL/ lubang tanam berukuran 0.5 m x 0.5 m) dan kompos memberikan
pengaruh nyata dalam meningkatkan biomassa sengon (P. falcataria) umur 9
minggu di lahan pascatambang nikel. Dosis dan konsentrasi asam humat serta
tambahan pupuk seperti kompos sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
biomassa tanaman.
Berat kering pucuk merupakan gabungan berat kering batang dan daun.
Perlakuan tunggal Pb berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering pucuk
semai balsa umur 22 MST (Tabel 2). Tabel 7 menunjukkan bahwa pemberian Pb
dosis 500 ppm dan 750 ppm tidak berbeda nyata, namun sangat berbeda nyata
dengan media tanpa Pb. Media yang mengandung Pb 500 ppm menurunkan berat
kering pucuk sebesar 87.28% dan Pb 750 ppm sebesar 90.43% dbandingkan
dengan media tanpa Pb. Berat kering pucuk semai balsa tanpa Pb rata-rata 0.71 g
dan semai balsa yang terkontaminasi Pb hanya 0.06 g untuk konsentasi 500 ppm
dan 0.09 g untuk konsentasi 750 ppm. Pengaruh Pb terhadap berat kering pucuk
semai balsa dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Pengaruh tunggal penambahan Pb terhadap berat kering pucuk semai
balsa umur 22 MST
Konsentrasi Pb (ppm)
0
500
750

BKP (g)
0.95a
0.71b
0.70b

Peningkatan (%)
00.00
-87.28
-90.43

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5%.

Berat kering pucuk semai balsa yang mengandung Pb cenderung lebih
rendah daripada tanpa Pb (Tabel 7). Hal tersebut dikarenakan daun semai balsa
pada media mengandung Pb 500 ppm dan 750 ppm menunjukkan gejala klorosis
yaitu kegagalan dalam pembentukan klorofil sehingga daun tampak menguning
dan gejala nekrosis yaitu terjadi kematian jaringan tumbuhan sehingga daun
berwarna kecoklatan, mengering, dan kemudia rontok. Daun yang tersisa pada
semai balsa tinggal sedikit, sehingga menyebabkan kecilnya berat kering pucuk.
Arysandi et al. (2012) menyebutkan bahwa jaringan daun (A. marina) pada
sedimen yang mengandung Pb 13.15 ppm terjadi kerusakan jaringan xylem, floem,
dan epidermis bawah yang ditandai dengan adanya bercak hitam pada bagian
tersebut berdasarkan hasil mikroskopis penampang melintang daun.

Berat Kering Akar (BKA)
Interaksi asam humat dan FMA dengan Pb berpengaruh terhadap berat
kering akar (Tabel 2). Tabel 8 menunjukan pemberian FMA pada media tanpa Pb
dapat meningkatkan berat bering akar (kecuali FMA asal hutan sekunder dan
kebun kelapa sawit), namun interaksi FMA dengan media yang mengandung Pb

17
500 ppm dan 750 ppm dapat menurunkan berat kering akar semai balsa
dibandingkan kontrol. Interaksi asam humat maupun tanpa asam humat pada
media tanpa Pb tidak berbeda nyata, begitupun dengan interaksinya pada media
Pb 500 ppm dan 750 ppm. Pengaruh interaksi asam humat dan FMA dengan Pb
terhadap berat kering akar semai balsa dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Pengaruh interaksi asam humat dan FMA dengan Pb terhadap berat
kering akar semai balsa umur 22 MST
Perlakuan
FMA
A0
A1
A2
A3
A4
Asam humat
B0
B1

C0

Peningkatan
(%)

C1

Pb
Peningkatan
(%)

C2

Peningkatan
(%)

0.87c
0.69cd
1.05a
0.85bcd
0.88b

00.00
-88.57
165.71
-1.90
53.33

0.72bcd
0.83bcd
0.81bcd
0.68d
0.69bcd

-74.28
-10.47
-23.80
-91.42
-87.61

0.70bcd
0.69bcd
0.67d
0.67d
0.74bcd

-81.90
-86.66
-93.33
-92.38
-62.85

0.87a
0.85a

00.00
-17.14

0.72b
0.69b

-74.28
-85.71

0.70b
0.70b

-81.90
-84.76

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf α 5% (A0= tanpa FMA, A1= FMA asal hutan
sekunder, A2= FMA asal hutan karet alam, A3= FMA asal kebun kelapa sawit, A4= FMA asal
hutan tanaman karet, B0= tanpa asam humat, B1= asam humat 2.5% 100 mL, C0= tanpa Pb, C1=
Pb 500 ppm, C2= Pb 750 ppm).

Perlakuan FMA asal hutan karet alam pada media tanpa Pb mampu
meningkatkan berat kering akar semai balsa 165.71% lebih baik baik
dibandingkan dengan kontrol, namun interaksi FMA dengan media y

Dokumen yang terkait

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach ) pada Tanah Ultisol

0 43 56

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach ) pada Tanah Ultisol

2 72 56

Pengaruh Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Terhadap Kandungan Logam Timbal (Pb) Pada Tanaman Sengon (Paraserianthes Falcataria)

2 98 48

Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Asam Humik Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona serene Merr) Pada Tanah Bekas Tambang Emas

1 41 53

Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat (Studi Kasus Pada Hutan Pegunungan Sinabung Kabupaten Karo)

2 49 52

Pemanfaatan Zeolit dan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merrill) di Tanah Salin

0 34 80

Evaluasi Keberadaan Mikoriza Dari Residu Aplikasi Mikoriza Dan Kompos Jerami Serta Efektivitasnya Pada Tanaman Kedelai (Glycine Max) Pada Tanah Ultisol

1 16 44

EFEKTIVITAS FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN ASAM HUMAT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT TAHAP PRE NURSERI SKALA KOMERSIAL

0 13 21

Pengaruh pengawetan dengan wood injector terhadap sifat fisis dan kekuatan kayu pada kayu Balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan Akasia (Acacia mangium Willd.)

1 7 73

Pengaruh pengawetan dengan wood injector terhadap sifat fisis dan kekuatan kayu pada kayu balsa (Ochroma bicolor Rowlee) dan akasia (Acacia mangium Willd.)

0 12 73