Bioekologi, Etnobotani Dan Konservasi Ketimunan/Timonius Timon (Spreng.) Merr. Pada Masyarakat Lokal Suku Kanume Di Taman Nasional Wasur Papua.

BIOEKOLOGI, ETNOBOTANI DAN KONSERVASI KETIMUNAN/
Timonius timon (Spreng.) Merr. PADA MASYARAKAT LOKAL
SUKU KANUME DI TAMAN NASIONAL WASUR PAPUA

Y. AGUNG WIDYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Bioekologi, Etnobotani
dan Konservasi Ketimunan/Timonius timon (Spreng.) Merr. pada Masyarakat
Lokal Suku Kanume di Taman Nasional Wasur Papua“ adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Desember 2015

Y. Agung Widya
NIM. E351130081

2

RINGKASAN
Y.
AGUNG
WIDYA.
Bioekologi,
Etnobotani
dan
Konservasi

Ketimunan/Timonius timon (Spreng.) Merr. pada Masyarakat Lokal Suku Kanume
di Taman Nasional Wasur Papua. dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan AGUS
PRIYONO KARTONO.
Ketimunan/Timonius timon (Spreng.) Merr. merupakan salah satu spesies
tumbuhan pada famili Rubiaceae yang sangat berguna bagi masyarakat lokal Suku
Kanume sebagai tumbuhan obat tradisional. Data dan informasi tentang
bioekologi, etnobotani maupun konservasinya ketimunan belum tersedia dan
terdokumentasi. Habitatnya pada kawasan hutan jarang Melaleuca mengalami
gangguan sebagai akibat adanya kegiatan perambahan kawasan, pengambilan
kayu bakar dan pembakaran yang berdampak pada ketersediaannya di alam,
mengingat tumbuhan ini termasuk dalam katagori langka dan pohon yang
dilindungi. Pemanfaatan bahan baku tumbuhan ini masih diambil dari alam dan
sampai saat ini belum ada kegiatan pembudidayaan dan konservasi oleh
masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi bioekologi
tumbuhan ketimunan, meliputi kondisi struktur dan komposisi vegetasi habitat
ketimunan, tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan, asosiasi ketimunan dengan
jenis yang lain, menyajikan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
keberadaan ketimunan. Mengidentifikasi pengetahuan dan pemanfaatan
ketimunan pada masyarakat lokal Suku Kanume serta merumuskan upaya-upaya
konservasi yang dilakukan pada tumbuhan ini.

Pengumpulan data dilakukan dari bulan Desember 2014 s/d Pebruari 2015
di Kampung Yanggandur Resort Sota SPTN Wilayah III Wasur TN Wasur.
Metode pengukuran vegetasi dilakukan dengan metode kombinasi antara jalur dan
garis berpetak. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat lokal Suku
Kanume, dengan jumlah responden 40 orang, dibedakan atas perbedaan jenis
kelamin dan kelas umur. Metode pengumpulan data responden dilakukan dengan
wawancara dengan kuisioner. Analisis struktur dan komposisi vegetasi dilakukan
perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) masing-masing tingkat pertumbuhan
vegetasi. Indeks keanekaragaman spesies digunakan pendekatan indeks
keragaman (Shannon-Wiener), indeks kekayaan jenis (Margalef) dan indeks
kemerataan (Pielou). Asosiasi antara spesies tumbuhan menggunakan tabel
kontigensi dengan uji persamaan uji Chi-Square dan indeks Jaccard. Analisis data
persepsi masyarakat menggunakan distribusi frekuensi dan uji Chi-Square.
Ketimunan merupakan spesies tumbuhan yang hidup pada dataran rendah
dan menyukai tempat-tempat terbuka. Hasil menunjukkan bahwa struktur dan
komposisi vegetasi habitat ketimunan teridentifikasi sebanyak 27 spesies dengan
13 famili pada tingkat pertumbuhan semai, pancang teridentifikasi sebanyak 24
spesies dan 11 famili, tiang teridentifikasi sebanyak 30 spesies dan 14 famili serta
pohon teridentifikasi sebanyak 34 spesies dan 16 famili. Spesies bush putih
(Melaleuca cajuputi) dan famili Myrtaceae mendominasi sebagian besar tingkat

pertumbuhan pada habitat hutan jarang Melaleuca di TN Wasur. Identifikasi
tingkat keragaman spesies pada hutan jarang Melaleuca termasuk dalam kategori
sedang untuk semua tingkat pertumbuhan dengan nilai indeks berkisar antara

3
2.3503–2.4730. Identifikasi nilai indeks kekayaan spesies termasuk katagori
sedang pada tingkat pertumbuhan tiang sejumlah 3.8146 dan pohon sejumlah
4.1011 dan nilai indeks kekayaan rendah terdapat pada tingkat pertumbuhan semai
sejumlah 3.1919 dan pancang sejumlah 3.0076. Identifikasi nilai indeks
kemerataan termasuk tertinggi pada semua tingkat pertumbuhan dengan nilai
kisaran indeks sejumlah 0.6871–0.7631. Hasil identifikasi menunjukkan adanya
asosiasi ketimunan dengan beberapa spesies lain pada semua tingkat
pertumbuhan, dengan kekuatan asosiasinya sangat rendah ( 10% berdasarkan tingkat pertumbuhan pancang
INP > 10% berdasarkan tingkat pertumbuhan tiang
INP > 10% berdasarkan tingkat pertumbuhan pohon
INP ketimunan berdasarkan tingkat pertumbuhan
Keanekaragaman spesies tumbuhan
Asosiasi ketimunan dengan spesies lain pada tingkat pertumbuhan tiang
Asosiasi ketimunan dengan spesies lain pada tingkat pertumbuhan
pohon

Nilai eigenvalue dan nilai faktor masing-masing variabel lingkungan
tempat tumbuh ketimunan
Responden yang mengetahui dan memanfaatkan ketimunan sebagai
tumbuhan obat berdasarkan jenis kelas umur
Responden yang mengetahui dan memanfaatkan ketimunan sebagai
tumbuhan obat berdasarkan jenis kelamin
Responden yang mengetahui dan memanfaatkan ketimunan untuk
kegunaan lain berdasarkan kelas umur
Responden yang mengetahui dan memanfaatkan ketimunan untuk
kegunaan lain berdasarkan jenis kelamin
Komposisi dan pemanfaatan ketimunan
Responden yang mengetahui dan melakukan kegiatan budidaya
ketimunan berdasarkan kelas umur
Responden yang mengetahui dan melakukan kegiatan budidaya
ketimunan berdasarkan jenis kelamin
Responden yang mengetahui dan melakukan kegiatan konservasi
ketimunan berdasarkan kelas umur
Responden yang mengetahui dan melakukan kegiatan konservasi
ketimunan berdasarkan jenis kelamin


9
12
14
17
19
19
20
22
23
23
23
24
29
31
32
34
37
37
40
40

43
45
46
48
49

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kerangka pemikiran penelitian
Kawasan TN Wasur
Petak ukur garis berpetak
Profil tanah vertisol di TN Wasur
Tutupan vegetasi diatas permukaan tanah vertisol
Daun ketimunan


7
8
10
18
18
21

5
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18
19
20
21

Bunga ketimunan
Buah ketimunan
Batang ketimunan
Kerapatan ketimunan berdasarakan tingkat pertumbuhan
Famili berdasarkan tingkat pertumbuhan
Persebaran anakkan spesies bush butih (Melaleuca cajuputi) di savana
Persebaran spesies bush putih (Melaleuca cajuputi) yang mendominasi
hutan jarang
Hasil analisis komponen utama terhadap variabel lingkungan tempat
tumbuh ketimunan di TN Wasur
Dusun sebagai tempat interaksi antara anggota suku maupun suku lain
Dusun sebagai tempat pengumpulan bahan makanan
Kulit ketimunan
Pemanfaatan ketimunan oleh Suku Kanume
Anakkan ketimunan

Hutan yang disakralkan
Sasi yang dilakukan masyarakat

21
21
21
25
26
27
27
35
39
39
41
44
47
50
50

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6

INP berdasarkan tingkat pertumbuhan semai
INP berdasarkan tingkat pertumbuhan pancang
INP berdasarkan tingkat pertumbuhan tiang
INP berdasarkan tingkat pertumbuhan pohon
Asosiasi ketimunan dengan spesies lain pada tingkat pertumbuhan tiang
Asosiasi ketimunan dengan spesies lain pada tingkat pertumbuhan
pohon
7 Hasil analisis regresi linier berganda KU dan variabel lingkungan

63
64
65
66
67
68
69

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keanekaragaman tumbuhan obat yang terhimpun dalam berbagai tipe
ekosistem hutan merupakan kekayaan alam yang belum dimanfaatkan secara
optimal. Di hutan tropika Indonesia tumbuh sekitar 30,000 spesies tumbuhan
berbunga dan diperkirakan sekitar 3,689 spesies diantaranya merupakan tumbuhan
obat (Djauhariya dan Hernani 2004). Menurut Zuhud dan Haryanto (1990),
pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku obat, terutama obat tradisional
mencapai lebih dari 1,000 spesies, 74% diantaranya merupakan tumbuhan liar
yang hidup di hutan. Zuhud et al. (2011) menyatakan bahwa hutan tropika
Indonesia yang terdiri dari berbagai tipe ekosistem merupakan gudang
keanekaragaman hayati yang memiliki lebih dari 2,039 spesies tumbuhan obat
yang berguna bagi kesehatan dan mengobati berbagai macam penyakit. Sebagai
sumber daya alam, hutan mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan,
diantaranya sebagai mata pencaharian masyarakat dan memenuhi kehidupan
manusia. Menurut Soendjoto dan Wahyu (2007), sumberdaya alam yang ada saat
ini merupakan modal potensial bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
perlu dikelola dengan baik agar bermanfaat secara optimal.
Spesies ketimunan/Timonius timon (Spreng.) Merr. dari famili Rubiaceae
(suku kopi-kopian) merupakan suatu spesies tumbuhan yang menarik untuk
diteliti dan dipelajari. Hal tersebut dikarenakan spesies tumbuhan ini mempunyai
peranan penting sebagai sumber obat tradisional bagi masyarakat, yaitu obat sakit
perut, obat deman (malaria) dan lain-lain. Secara ekologis ketimunan berfungsi
sebagai habitat beberapa spesies satwa seperti burung dan kelelawar. Ketimunan
juga berfungsi sebagai pengatur suhu karena dengan tajuknya yang lebar mampu
menciptakan iklim mikro yang berada disekitarnya.
Permasalahan saat ini, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu di Indonesia
dirasakan masih sangat kurang dikarenakan masih minimnya informasi dan data
sehingga diperlukan suatu langkah dan usaha penggalian informasi yang ada di
masyarakat mengenai sumberdaya yang digunakan. Dewasa ini etnobotani
mendapat perhatian yang khusus dikarenakan penelitian-penelitian ini sangat
kurang ditambah dengan cepatnya laju erosi sumberdaya. Banyak sumberdaya
tumbuhan belum diketahui manfaatnya sehingga belum dianggap bernilai
ekonomi. Selain itu pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan oleh sukusuku tertentu sudah mulai hilang sebelum informasi itu dicatat dan diketahui serta
dimanfaatkan secara luas. Setiap suku (etnis) memiliki pengetahuan lokal serta
tradisional dalam memanfaatkan tumbuhan obat, yaitu mulai dari spesies
tumbuhannnya, bagian yang digunakan, cara pengobatan, sampai penyakit yang
dapat disembuhkan. Sebagian besar merupakan kekayaan pengetahuan yang
diwariskan secara turun temurun (Muktiningsih et al. 2001).
Salah satu kelompok masyarakat yang menarik untuk dikaji berkaitan
dengan penelitian ini adalah masyarakat Suku Kanume yang ada di dalam
kawasan TN Wasur. Sejak dahulu masyarakat Suku Kanume terbiasa
menggunakan ketimunan sebagai bahan obat dan kegunaan lain. Sampai saat ini,
data dan informasi tentang pemanfaaatan dan pengetahuan ketimunan oleh Suku

2
Kanume belum tersedia dan terdokumentasi. Masyarakat umumnya menurunkan
pengetahuan dari mulut ke mulut atau tradisi lisan (oral tradition). Hal ini
mendatangkan kekhawatiran akan punahnya pengetahuan tradisional dalam
pemanfaatan tumbuhan. Setyowati (2010) menyatakan bahwa erosi pengetahuan
tradisional terjadi karena kurangnya kesadaran akan pentingnya aset karya
intelektual, sehingga kebanyakan informasi pengetahuan tradisional belum
terdokumentasi dengan baik. Perubahan zaman yang menyebabkan tergerusnya
nilai-nilai budaya kearifan masyarakat telah menyebabkan kurangnya
perhatian/pengetahuan generasi saat ini terhadap alam lingkungan yang menjadi
tumpuan kehidupan nenek moyang dahulu. Penelitian dan informasi mengenai
potensi, penyebaran, bio-ekologi dan teknik penangkaran tumbuhan obat masih
sangat terbatas. Di lain pihak publikasi dan informasi mengenai hal ini sangat
diperlukan guna mendasari upaya pelestarian pemanfaatan dan pengembangan
usaha pemanfaatan tumbuhan obat (Zuhud dan Haryanto 1990).
Ketersediaan data dan informasi potensi dan habitat dari tumbuhan
ketimunan masih terbatas. Menurut Zuhud dan Haryanto (1994), lemahnya
penelitian aspek ekologi menyebabkan rendahnya perhatian terhadap kelestarian
tumbuhan obat. Tentu saja jika hal ini dibiarkan akan berimplikasi kepada
kepunahan potensi dari tumbuhan ini. Habitat ketimunan di Taman Nasional
Wasur juga mengalami gangguan sebagai akibat adanya kegiatan perambahan
kawasan, pengambilan kayu bakar dan pembakaran yang secara tidak langsung
akan mengancam keberadaan spesies yang ada di dalamnya termasuk tumbuhan
ketimunan ini. Meningkatnya kebutuhan manusia telah mengarahkan tingkat
kepedulian mereka terhadap lingkungan yang semakin terbatas dan akan
mendorong terjadinya perambahan dan perusakan hutan (Krismawati dan Sabran
2004). Menurut Rifai (1986) dalam Hamid et al. (1990), gangguan habitat yang
disebabkan oleh eksploitasi hutan, intensifikasi pertanian, perluasan pemukiman
dan sebagainya secara langsung dan tidak langsung telah ikut berperan dalam
memerosotkan keanekaragaman plasma nutfah tumbuhan obat. Kegiatan
eksplorasi hutan, konversi hutan dan pemanfaatan lahan hutan oleh masyarakat
dan keperluan pembangunan serta pengambilan tumbuhan obat yang tidak
mempertimbangkan aspek kelestariannnya dapat dipandang sebagai faktor-faktor
yang mempengaruhi kelestarian populasi tumbuhan obat.
Konservasi merupakan salah satu cara dan solusi dalam pengelolaan dan
pemanfaatan ketimunan secara berkelanjutan. Keanekaragaman hayati perlu
dilestarikan karena di dalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan
mentah perakitan varietas-varietas unggul. Keanekaragaman hayati yang tinggi ini
apabila dikelola dengan baik tentunya dapat memberikan manfaat yang sangat
besar bagi kehidupan masyarakat. Menurut UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, strategi yang
digunakan untuk mewujudkan tujuan konservasi adalah perlindungan sistem
peyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa
liar beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya. Memanfaatkan, mempelajari dan menyelamatkan merupakan
upaya dalam strategi konservasi (Wilson 1992). Oleh karena itu, dibutuhkan peran
aktif masyarakat tidak hanya pemerintah sebagai subyek pengelolaan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penting kiranya untuk dapat menjelaskan
bagaimana kondisi populasi habitat ketimunan, pengetahuan dan pemanfaatan

3
ketimunan oleh masyarakat lokal Suku Kanume dengan kearifannya. Informasi
yang diperoleh nantinya dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
pertimbangan didalam pengambilan keputusan dan upaya konservasi tumbuhan
ketimunan di masa yang akan datang.
Perumusan Masalah
Salah satu spesies tumbuhan yang memerlukan upaya pelestarian dan
pengembangan adalah ketimunan. Sebaran dari tumbuhan ini sangat terbatas,
salah satunya terdapat di PNG termasuk wilayah Papua bagian selatan, Australia
bagian utara, kepulauan Timor dan Solomon. Tumbuhan ketimunan merupakan
salah satu spesies tumbuhan yang mempunyai peranan yang cukup potensial bagi
masyarakat lokal Suku Kanume karena manfaat yang dirasakan dari tumbuhan ini
dalam kehidupan keseharian masyarakat.
Data dan informasi pengetahuan dan pemanfaatan masyarakat Suku
Kanume mengenai sumber daya alam hayati khususnya tumbuhan obat ketimunan
belum tersedia dan terdokumentasi. Kelestarian pengetahuan dan pemanfaatan
tumbuhan obat ini mengalami penurunan sebagai akibat dari minimalnya
pengetahuan tradisional masyarakat Suku Kanume dalam memanfaatkan
tumbuhan obat tersebut. Menurut Walujo (1990), terjadinya pergeseran nilai dan
menipisnya pengetahuan tentang tumbuhan obat oleh suku-suku di luar pulau
jawa memang tak terhindarkan lagi sebagai akibat majunya teknologi komunikasi
dan pembangunan jalur-jalur transportasi. Dalam kondisi semacam ini pola
berpikir sedikit demi sedikit mengalami perubahan tidak terkecuali sikap dan
budaya mereka dalam memanfaatkan tumbuhan obat. Pengetahuan lokal
masyarakat tentang tumbuhan obat semakin terancam punah dengan adanya
proses modernisasi yang menyebabkan maraknya penggunaan obat-obatan sintetik
sehingga masyarakat beralih pada pengobatan modern (Takoy et al. 2013).
Sampai saat ini sebagian besar masyarakat lokal Suku Kanume yang ada di
Taman Nasional Wasur mengambil sumber kebutuhan bahan baku ketimunan dari
alam. Menurut Karmawati et al. (1995) dalam Sitepu et al. (1996), sampai saat ini
sebagian besar bahan baku obat yang berasal dari tumbuhan dipanen secara
langsung dari alam/hutan alam, hanya sebagian kecil saja yang diperoleh dari
hasil budidaya. Pemanenan langsung dari alam secara berlebihan, yaitu
pemanenan yang melampui batas kemampuan regenerasinya di alam merupakan
salah satu faktor penting yang mengancam kelestarian tanaman obat. Menurut
Didin dan Satijati (1990), yang menyebabkan penyusutan populasi tumbuhan obat
adalah kurangnya perhatian terhadap pembudidayaannya. Dengan demikian tentu
saja berdampak pada ketersediaan spesies tumbuhan ini di masa yang akan
datang. Menurut Zuhud dan Haryanto (1990), apabila upaya pelestarian
pemanfaatan tumbuhan obat tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi
kekurangan suplai bahan baku dikemudian hari dan bahkan terjadi kepunahan
spesies tumbuhan obat tertentu. Kondisi ketimunan saat ini menunjukkan sigyal
permasalahan konservasi/upaya pelestarian di Indonesia saat ini yaitu
keberlanjutan pengetahuan lokal masyarakat. Pengalaman-pengalaman atau
kearifan tradisional yang diterapkan oleh nenek moyang terdahulu, perlahan sudah
mulai terkikis.

4
Keberadaan habitat ketimunan di Taman Nasional Wasur juga mengalami
gangguan sebagai akibat adanya kegiatan perambahan kawasan, pengambilan
kayu bakar dan pembakaran yang secara tidak langsung akan mengancam
keberadaan spesies yang ada di dalamnya termasuk tumbuhan ketimunan ini.
Adanya peningkatan laju populasi manusia dan konsumsi sumber daya alam yang
tidak berkelanjutan telah mengarahkan tingkat kepedulian terhadap lingkungan
yang semakin diabaikan dan mendorong terjadinya perambahan dan perusakan
hutan. Dengan demikian secara langsung dan tidak langsung telah ikut berperan
dalam memerosotkan bahkan menghilangkan keanekaragaman plasma nutfah
tumbuhan obat. Hal ini jika dibiarkan terus tampa adanya suatu perhatian yang
berarti akan berdampak pada ketersediaannya di alam (struktur dan
komposisinya).
Kegiatan pelestarian atau konservasi biodiversitas mutlak membutuhkan
peran serta masyarakat. Pelibatan dan peran serta masyarakat akan hanya terwujud
jika ada kerelaan dan kepedulian masyarakat untuk melakukan pelestariannya.
Kondisi bioekologi dan manfaat (pangan, obat, kegunaan lainnya dan lain-lain)
menjadi modal dalam membangun kepedulian masyarakat Kabupaten Merauke
terhadap ketimunan ini. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka secara umum
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kondisi struktur dan komposisi vegetasi habitat ketimunan di Taman
Nasional Wasur belum diketahui. Adanya gangguan pada habitatnya
memberikan pengaruh terhadap keberadaan vegetasi didalamnya. Bagaimana
kondisi struktur dan komposisi vegetasi habitat ketimunan?
2. Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan di Taman Nasional Wasur belum
diketahui, mengingat peranannya yang sangat penting dalam suatu komunitas.
Variasi nilai indeks keanekaragaman pada berbagai tingkatan spesies
tumbuhan (semai, pancang, tiang, pohon) yang terjadi merupakan sesuatu
yang berhubungan dengan karakteristik tempat tumbuh dan aktivitas yang
berhubungan di dalam komunitas. Bagimana tingkat keanekaragaman spesies
tumbuhan pada berbagai tingkat pertumbuhan?
3. Asosiasi ketimunan dengan spesies yang lain di Taman Nasional Wasur
belum diketahui. Apakah dua spesies memilih atau menghindari habitat yang
sama, mempunyai daya penolakan atau tarik bahkan tidak berinteraksi?
4. Data faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan ketimunan di
Taman Nasional Wasur belum tersedia. Perubahan dan variasi kondisi
lingkungan tertentu akan memberikan dampak bagi struktur dan komposisi
spesies tumbuhan. Faktor-faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi
keberadaan ketimunan?
5. Pengetahuan dan pemanfaatan ketimunan yang dilakukan oleh masyarakat
lokal Suku Kanume di Taman Nasional Wasur belum banyak diketahui dan
didokumentasikan. Sampai saat ini, kajian etnobotani ketimunan oleh Suku
Kanume di TN Wasur belum dilakukan. Bagaimana pengetahuan dan
pemanfaatan ketimunan oleh Suku Kanume?
6. Adanya ancaman dan gangguan yang terjadi terhadap ketimunan memberikan
dampak terhadap ketersediaannya pada masa yang akan datang.
Bagaimanakah upaya-upaya konservasi yang dilakukan terhadap ketimunan
agar kelestariannya dapat terjaga?

5
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengidentifikasi kondisi struktur dan komposisi vegetasi habitat ketimunan
di Taman Nasional Wasur.
Mengidentifikasi tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan menjadi habitat
di Taman Nasional Wasur.
Mengidentifikasi asosiasi ketimunan dengan spesies yang lain di Taman
Nasional Wasur.
Menyajikan faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan ketimunan di
Taman Nasional Wasur
Mengidentifikasi pengetahuan dan pemanfaatan tentang ketimunan pada
masyarakat Suku Kanume.
Merumuskan upaya-upaya konservasi ketimunan yang ada di TN Wasur.
Manfaat

Manfaat dilakukan penelitian ini diharapkan menjadi sarana publikasi dan
sosialisasi serta penyadartahuan pada semua pihak tentang pentingnya serta upaya
konservasi tumbuhan khususnya ketimunan. Selain itu, dengan penelitian ini
diharapkan menjadi acuan untuk membangun upaya konservasi spesies-spesies
tumbuhan terancam punah lainnya yang ada di Indonesia.
Kerangka Pemikiran
Ketimunan merupakan salah satu spesies tumbuhan yang penyebarannya
sangat terbatas, secara geografi tumbuhan ini terdapat di daerah tropis asia
tenggara. Menurut Simsons (2011), tumbuhan ini terdapat pada beberapa lokasi,
diantaranya Australia bagian utara, New Guinea, beberapa pulau-pulau terdekat
termasuk Timor dan kepulauan Solomon. Potensi dari tumbuhan ini memberikan
banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh banyak orang. Hal ini dapat
ditunjukkan dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, baik masyarakat
lokal (etnik) yang berada di Indonesia tetapi juga masyarakat lokal negara-negara
lain di dunia.
Ketimunan bagi masyarakat lokal Suku Kanume memberikan arti penting
bagi masyarakat karena manfaat yang dirasakan dari spesies tumbuhan ini, tidak
hanya sebagai tumbuhan obat berkhasiat namun dapat digunakan untuk keperluan
yang lain. Salah satunya adalah tumbuhan ini digunakan untuk menyebuhkan obat
sakit peut (diare), demam (malaria), bahan pengganti pinang dan lain-lain. Bagi
masyarakat lokal Aborigin di Australia, tumbuhan ini digunakan oleh masyarakat
lokal asli sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit mata, pilek dan demam
(Webb 1969). Begitu pula tumbuhan ini digunakan oleh beberapa masyarakat
lokal yang berada di PNG.
Banyak diantara kelompok masyarakat, nenek moyang terdahulu
menggunakan tumbuhan ini dalam kehidupan keseharian mereka. Penggunaan
sebagai bahan obat, bahan makan, bahan minuman dan fungsi-fungsi lainnya di

6
berbagai lokasi yang berbeda. Pemanfaatan ketimunan oleh kelompok masyarakat
lokal tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia menunjukkan adanya hubungan
kearifan lokal masyarakat (budaya) yang erat kaitannya terhadap sumberdaya
nabati lingkungannya (Ashar 1994). Setiap masyarakat lokal mempunyai kearifan
lokal tersendiri didalam memanfaatkan sumber daya alam, baik spesies
tumbuhannnya, bagian yang digunakan, cara pengolahan dan manfaat yang
dirasakan dari tumbuhan tersebut untuk menyembuhkan beberapa penyakit.
Keberadaan ketimunan di Indonesia termasuk tumbuhan langka (Mogea et
al. 2001) dan persebarannya terbatas. Dengan demikian, populasi tumbuhan ini di
alam terus mengalami pengurangan sehingga rentan terhadap kepunahan. Data
keberadaannya di alam juga belum diketahui, tentu saja memberikan perhatian
bagi kita bagaimana untuk dapat menyelamatkan, mempelajari dan memanfaatkan
tumbuhan ini agar tetap terjaga kelestariannya. Sampai saat ini, data informasi
mengenai ketimunan ini masih terbatas. Belum lagi ditambah dengan adanya
gangguan-gangguan yang terjadi pada habitatnya di alam akan berdampak pada
kondisi dan ketersediaan populasi di dalamnya. Tampa adanya kepedulian dan
perhatian yang cukup berarti terhadap keberadaan ketimunan di alam, potensi
sumber daya alam hayati akan terus mengalami penurunan yang tidak hanya
berakibat kepada punahnya atau hilangnya potensi sumber daya alam spesies
tetapi juga kearifan lokal masyarakat didalam memanfaatkan sumberdaya alam
ketimunan ini.
Kondisi bioekologi, etnobotani dan konservasi dari tumbuhan ketimunan
masih banyak belum banyak diketahui, dipublikasikan dan disebarluaskan.
Menggunakan ketimunan sebagai sarana dalam upaya mengkonservasi tumbuhan,
akan memberikan perhatian kepada masyarakat untuk dapat peduli didalam
menjaga dan menyelamatkan spesies ini sehingga kelestariannya dapat terjaga.
Dengan mengetahui kondisi bioekologi, etnobotani dan konservasi sumber daya
alam khususnya ketimunan, menjadi salah satu modal yang besar di dalam
membangun sikap masyarakat secara luas khususnya masyarakat yang ada di
Kabupaten Merauke untuk dapat mengkonservasi ketimunan agar kelestariannya
dapat terjaga.
Perubahan yang terjadi diharapkan memberikan kelestarian sumberdaya
alam hayati terrmasuk tumbuhan ketimunan ini, melainkan juga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada didalamnya. Kajian
bioekologi, etnobotani dan konservasi ketimunan diharapkan tidak hanya menjadi
sebuah informasi dan dokumentasi potensi, pengetahuan tradisional dalam
pemanfaatan tumbuhan untuk generasi-generasi berikutnya, tetapi juga sebagai
salah satu modal dalam pengembangan dan kelestarian sumberdaya alam hayati.
Informasi ini juga menjadi sangat penting untuk dapat digunakan sebagai bahan
masukan dan pertimbangan bagi pengelola atau pihak-pihak yang berkepentingan
di dalam pengambilan keputusan atau kebijakan pelestarian tumbuhan ketimunan
ini. Dengan demikian, kajian yang dilakukan dari penelitian ini diharapkan akan
memberikan manfaat dan nilai tambah baik secara ekonomi maupun emosional
bagi masyarakat. Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini ditunjukkan pada
Gambar 1.

7

Ancaman:
Data dan informasi
ketimunan belum
tersedia
Belum terdokumentasi
pengetahuan lokal
masyarakat
Gangguan terhadap
habitat, perambahan
kawasan dll

Potensi
Tumbuhan
Ketimunan
Kegunaan dan
manfaat ketimunan:
Sebagai tumbuhan
obat sakit perut
(diare) dan lainlain
Pengganti pinang

Upaya
Pemanfaatan
Kajian
bioekologi

Kajian
etnobotani

Observasi

Wawancara

Deskripsi
kualitatif
pengetahuan
lokal
masyarakat

Struktur dan
komposisi
vegetasi

Tingkat
keanekaragaman
spesies

Tingkat
asosiasi
ketimunan
dengan
spesies lain

Karakteristik
habitat:
faktor
iklim,
biotik dan edafis

Konservasi
Ketimunan

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

2 METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kampung Yanggandur Resort Sota SPTN
Wilayah III Wasur Taman Nasional Wasur (TNW) Kabupaten Merauke Propinsi
Papua (Gambar 2). Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Desember 2014
sampai dengan Pebruari 2015.

8

Gambar 2 Kawasan TN Wasur Merauke Papua
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Pengambilan data: kamera, alat tulis, GPS, pita meter, kuisioner, tally sheet,
tape recorder, termohigrograf dan soil tester.
b. Pembuatan herbarium: alkohol 70%, label nama, benang, pisau, sampel
herbarium dan kertas koran.
c. Identifikasi tumbuhan: buku identifikasi tumbuhan
Jenis Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibedakan menjadi beberapa
bagian, diantaranya bioekologi (morfologi dan penyebaran ketimunan, struktur
dan komposisi vegetasi habitat ketimunan, keanekaragaman spesies tumbuhan,
asosiasi antar dua spesies serta faktor lingkungan habitat ketimunan), etnobotani
(pengetahuan dan pemanfaatan ketimunan oleh masyarakat) dan konservasi
ketimunan (aturan perundang-undangan dan kearifan masyarakat lokal, tehnik
budaya serta praktek konservasi) yang ditunjukkan pada Tabel 1.

9
Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data
Jenis Data
Data yang
Sumber Data
Metode
dikumpulkan
Bioekologi :
Morfologi dan
Hutan jarang
Observasi
Spesies
penyebaran, kondisi
Melaleuca
lapangan dan
Diameter
struktur dan
Taman
pengukuran
Jumlah
komposisi vegetasi
Nasional
serta kajian
serta tingkat
Wasur
pustaka
keanekaragamannya
Asosiasi antar dua
Hutan jarang
Observasi
Spesies
spesies
Melaleuca
lapangan dan
Jumlah
Taman
pengukuran
Nasional
Wasur
Faktor lingkungan
Hutan jarang
Observasi
Suhu udara
keberadaan
Melaleuca
lapangan dan
Kelembaban
ketimunan
Taman
pengukuran
udara
Nasional
dengan alat
Kerapatan total
Wasur
semai
Kerapatan total
pancang
Kerapatan total
tiang
Kerapatan total
pohon
Suhu tanah
pH Tanah
Kesuburan tanah
(N, P, K)
Etnobotani :
Pengetahuan dan
Masyarakat
Observasi
Jenis
Pemanfaatan
lapangan dan
pemanfaatan dan lokal Suku
ketimunan
Kanume
wawancara
tingkat
semi terbuka
pengetahuan
ketimunan
Bagian yang
digunakan
Cara pengolahan
Konservasi :
Masyarakat
Observasi
Aturan
lokal
Suku
lapangan dan
perundangKanume dan
kajian
undang
studi
literatur
pustaka
Praktek
konservasi
(kearifan lokal)
Tehnik budidaya

10
Metode Pengumpulan Data
Struktur dan komposisi vegetasi
Penentuan sampel wilayah studi untuk kajian keadaan populasi ketimunan
dan aspek ekologisnya, didasarkan pada kondisi habitat dari tumbuhan ketimunan
yaitu pada hutan jarang Melaleuca yang merupakan tempat tumbuh dari spesies
tumbuhan ini.
Adapun luas hutan jarang Melaleuca berdasarkan hasil pemetaan di lokasi
penelitian seluas 156.47 ha. Intensitas sampling (IS) yang digunakan sebesar
20%. Plot contoh yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 1 ha berbentuk
empat persegi panjang dengan ukuran lebar 20 m dan panjang 500 m
menggunakan metode kombinasi antara jalur dan garis berpetak. Menurut Boon
dan Tideman (1950) dalam Soerianegara dan Indrawan (1998), di Indonesia
digunakan jalur-jalur yang lebarnya 10 m atau 20 m, dengan panjang antara 200 m
– 1,000 m. Pengambilan sampling dilakukan sebanyak 31 jalur, dengan jarak antar
jalur sebesar 100 m. Plot contoh dibuat tegak lurus terhadap sungai, selokan atau
saluran drainase alam lainnya agar jalur contoh tersebut dapat mencakup
perubahan komposisi vegetasi mulai dari sungai sampai pedalaman (Kusmana
1997). Penentuan plot contoh pertama diletakkan dimana diketemukannya
ketimunan dan selanjutnya dilakukan secara sistematik.
Untuk memudahkan perisalahan pohon dan tegakannnya, jalur tersebut
dapat dibagi menjadi petak-petak kontinyu berukuran 20 m x 20 m dengan metode
garis berpetak. Adapun yang diamati pada petak kontinyu ini adalah pengamatan
tingkat semai (A = 2 m x 2 m), pancang (B = 5 m x 5 m), tiang (C = 10 m x 10 m)
dan pohon (D = 20 m x 20 m). Adapun tingkat pertumbuhan yang diukur adalah:
a) Semai: anakan pohon dengan tinggi 1.5 m diameter 20 cm (Kusmana 1997).

20 m

C

D

10 m
B
A

20 m
A

Arah
rintis

B

C

D

Gambar 3 Petak ukur kombinasi antara jalur dan garis berpetak

10 m

11
Faktor lingkungan
Karakteristik habitat yang diukur di lapangan meliputi faktor topografis,
klimatik, edafis dan biotis. Data klimatik (iklim) yang dicatat meliputi
kelembaban udara dan suhu udara menggunakan termohigrograf. Faktor edafis
yang dicatat suhu tanah dan pH tanah menggunakan soil tester dan faktor biotis
yang diukur menggunakan hasil pengukuran vegetasi. Pengukuran faktor klimatik
dan edafis dilakukan pada pagi hari jam 07.00 dan sore hari jam 16.00 pada setiap
petak ukur dimana diketemukannya ketimunan. Pengukuran kesuburan tanah,
contoh tanah yang diambil merupakan contoh tanah komposit yaitu contoh tanah
campuran dari contoh-contoh tanah individu sebanyak 15 contoh tanah individu
yang dipilih secara acak dimana diketemukan ketimunan.
Pembuatan herbarium
Pembuatan herbarium dilakukan untuk mempermudah proses identifikasi
spesies tumbuhan yang belum diketahui spesiesnya. Herbarium merupakan
koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting
lengkap dengan daun dan kuncup yang utuh, serta lebih baik jika ada bunga dan
buahnya).
Tahapan dalam pembuatan herbarium antara lain:
a. Pengambilan sampel herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan
daunnya, serta bunga dan buahnya jika ada.
b. Sampel herbarium dipotong dengan panjang sekitar 40 cm.
c. Sampel herbarium diberi label gantung berukuran 3 cm x 5 cm. Label gantung
berisi keterangan nomor koleksi, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal
dan lokasi spesimen, serta nama pengumpul/kolektor.
d. Sampel herbarium yang telah diberi label gantung kemudian dirapikan dan
dimasukkan kedalam lipatan kertas koran yang dilipat dua. Satu lipatan kertas
koran, untuk satu spesimen.
e. Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dalam
kantong plastik bening berukuran 40 cm x 60 cm.
f. Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian
tumpukan tersiram rata, selanjutnya kantong plastik ditutup rata agar cairan
alkohol tidak menguap.
g. Tumpukan contoh herbarium dipress dalam sasak, kemudian dikeringkan
dalam oven.
h. Setelah kering, sampel herbarium diidentifikasi nama ilmiahnya.
Identifikasi data dilakukan untuk mengetahui nama ilmiah spesies tumbuhan
hasil pengamatan lapang. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium
Bogoriense LIPI di Cibinong.
Pengetahuan etnobotani
Masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah masyarakat
lokal Suku Kanume yang ada di Kampung Yanggandur. Suku Kanume
merupakan masyarakat lokal di dalam kawasan Taman Nasional Wasur yang
masih memanfaatkan dan menggunakan tumbuhan ketimunan ini dalam
kehidupan keseharian mereka. Penentuan responden dilakukan dengan quota
sampling dengan jumlah responden 40 orang. Pemilihan responden dilakukan
dengan metode purposive, dimana pemilihan tersebut atas pertimbangan pribadi

12
peneliti (Purwanto 2007). Pengetahuan dan pemanfaatan ketimunan oleh
responden dalam penelitian ini dibedakan atas perbedaan jenis kelamin dan kelas
umur, yaitu umur 10-24 tahun, umur 25-39 tahun, umur 40-54 tahun, umur 55-69
tahun dan 70-84 tahun. Penilaian kelas umur didasarkan pada sebagian besar
pengetahuan khusus atau kemampuan untuk melakukan keterampilan subsisten
sepenuhnya dilakukan oleh remaja akhir atau awal masa dewasa. Oleh karena itu
sampel diambil dari fraksi penduduk lokal yang telah mencapai dewasa (15
tahun). Fraksi dibagi dalam kelompok umur 15 tahun masing-masing sehingga
menghasilkan empat atau lima kelas umur (Zent 2009). Jumlah responden
berdasarkan jenis kelamin dan interval kelas umur disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis kelamin dan kelas umur
Jenis
Kelamin
Laki-laki
Perempuan

Kelas Umur
10-24
4
4

25–39
40-54
4
4
4
4
Jumlah

55-69
4
4

70-84
4
4

Jumlah
20
20
40

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara dengan kuisioner. Wawancara dilakukan sebagai salah satu cara untuk
mempelajari kajian pemanfaatan dan pengetahuan masyarakat lokal Suku Kanume
terhadap ketimunan di Taman Nasional Wasur. Selain menanyakan langsung
kepada responden tentang hal-hal yang berkaitan dengan etnobotani ketimunan,
juga diberikan kuisioner yang dapat diisi untuk menerangkan bagaimanan
pemanfaatan dan pengetahuan masyarakat selama ini tentang ketimunan.
Dalam wawancara ini, informasi yang dikumpulkan terutama yang berkaitan
dengan etnobotani tumbuhan ketimunan sebagai berikut:
a. Pengetahuan dan pemanfaatan ketimunan oleh masyarakat sebagai tumbuhan
obat.
b. Penggunaan lain dari tumbuhan ketimuan oleh masyarakat.
c. Bagian yang digunakan dari tumbuhan ini, misalnya batang akar dan daunnya.
d. Cara pengolahan tumbuhan ketimunan dan penyimpanannya.
e. Budidaya tumbuhan ini oleh masyarakat.
f. Praktek konservasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap tumbuhan ini.
Pengolahan dan Analisis Data
Struktur dan komposisi vegetasi
Menurut Gopal dan Bhardwaj (1979) dalam Indriyanto (2006), untuk
kepentingan deskripsi suatu komunitas tumbuhan diperlukan minimal tiga macam
parameter kuantitatif antara lain: densitas, frekuensi dan dominansi. Untuk
mengetahui struktur dan komposisi spesies pada tipe habitat yang mencakup
kerapatan, frekuensi dan tingkat dominansinya, maka data hasil pengamatan di
lapangan dianalisis dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
(Soerianegara dan Indrawan 1998):

13

Kerapatan suatu spesies (K)

=

Jumlah individu suatu spesies
Luas petak contoh

Kerapatan relatif suatu spesies
(KR)

=

Kerapatan suatu spesies
X 100%
Kerapatan seluruh spesies

Frekuensi suatu spesies (F)

=

Frekuensi relatif suatu spesies (FR) =

Jumlah sub-petak ditemukan suatu spesies
Total seluruh sub-petak contoh
Frekuensi suatu spesies
X 100%
Total frekuensi seluruh spesies

Dominansi suatu spesies (D)

=

Luas bidang dasar suatu spesies
Luas petak contoh

Dominansi relatif suatu spesies
(DR)

=

Dominansi suatu spesies
Dominansi seluruh spesies

x 100%

Luas bidang dasar (lbds) suatu spesies merupakan total luas bidang dasar setiap
individu spesies tertentu yang dihitung dengan menggunakan persamaan:
Lbds =

1
.D 2
4

atau Ldbs =

K2
4

Keterangan: D = diameter, K = keliling
Indeks nilai penting (INP) dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
INP untuk tingkat tiang dan pohon = KR + FR + DR
INP untuk tingkat semai dan pancang = KR + FR
Keanekaragaman spesies tumbuhan
Untuk menentukan ukuran keanekaragaman spesies tumbuhan pada habitat
ketimunan, digunakan pendekatan indeks keragaman, indeks kekayaan spesies
dan indeks kemerataan (Evenness).
Kekayaan spesies (species richness)
Untuk mengukur kekayaan spesies dalam unit pengamatan, pendekatan
yang digunakan adalah indeks Margalef (1958) dalam Ludwig dan Reynold
(1988):
Dmg = S-1 / ln (N)
Keterangan: Dmg = Indeks kekayaan Margalef, S = Jumlah spesies, dan N =
Jumlah individu.

14
Keragaman spesies
Untuk mengukur keragaman spesies di areal plot pengamatan digunakan
indeks keragaman Shannon-Wiener (Ludwig dan Reynold 1988) yang dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut:
H‟ = - Σ pi. ln pi
Keterangan: pi = Proporsi jumlah individu ke-i (n/N), dan H‟ = Indeks Diversitas
Shannon
Indeks kemerataan (evennes)
Untuk mengukur derajat kemerataan kelimpahan individu antara setiap
spesies digunakan indeks kemerataan spesies tumbuhan pada habitat ketimunan
dihitung menggunakan persamaan (Pielou 1975) dalam Ludwig dan Reynold
(1988):
E = H‟ / ln (S)
Keterangan: E = Nilai evenness, H‟ = Keanekaragaman spesies, dan ln S =
logaritma natural jumlah spesies.
Asosiasi antar dua spesies
Adapun asosiasi antara spesies tumbuhan ketimunan dengan spesies lain
dilakukan secara berpasangan untuk setiap tingkat pertumbuhan dengan
menggunakan kontigensi untuk setiap pasangan spesies ditunjukkan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Kontigensi berpasangan 2 x 2 untuk asosiasi spesies
Spesies A
Ada
Tidak ada
Spesies
Ada
a
b
m=a+b
Ketimunan
Tidak ada
c
d
n =c+d
r=a+c
s=b+d
Keterangan: a = Jumlah plot pengamatan ditemukannya spesies ketimunan dan
spesies A, b = Jumlah plot pengamatan ditemukannya spesies ketimunan, namun
tidak spesies A, c = Jumlah plot pengamatan ditemukannya spesies A, namun
tidak spesies ketimunan, dan d = Jumlah plot pengamatan tidak ditemukannya
kedua spesies
Hipotesis uji yang digunakan untuk menguji asosiasi antara spesies
tumbuhan ketimunan dengan spesies A adalah:
H0 = keberadaan spesies tumbuhan ketimunan dengan spesies A adalah saling
bebas
H1 = terdapat asosiasi antara spesies tumbuhan ketimunan dengan spesies A
Hipotesa tersebut diuji dengan menggunakan persamaan uji Chi-Square (Ludwig
dan Reynolds 1988) yaitu:

15
X2 hitung =
Keterangan : Oi = Nilai pengamatan, Ei = Nilai harapan
Nilai X² hitung dibandingkan nilai X² tabel pada selang kepercayaan 95%.
Jika X² hitung < X²0.05 pada selang kepercayaan 95%, maka kesimpulannya terima
H0, artinya tidak terdapat asosiasi antara spesies tumbuhan ketimunan dengan
spesies A. Jika X² hitung > X²0.05 maka kesimpulannya terima H1, artinya terdapat
asosiasi antara spesies tumbuhan ketimunan dengan spesies A.
Selanjutnya tingkat asosiasinya dapat diukur dengan menggunakan Indeks
Jaccard (Ludwig dan Reynold 1988).

Keterangan: a = kedua spesies yang diketemukan ada (ketimunan dan A), b =
spesies ketimunan tidak diketemukan dan spesies A diketemukan, dan c = spesies
ketimunan diketemukan dan spesies A tidak diketemukan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan ketimunan
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor ekologis terhadap
keberadaan ketimunan. Faktor ekologis yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah suhu udara, kelembaban udara, suhu tanah, pH tanah, kerapatan total
semai, kerapatan total pancang, kearapatan total tiang, kerapatan total pohon dan
unsur hara NPK. Data dianalisis menggunakan PCA (Principal Componen
Analysis) atau analisis komponen utama dengan menggunakan software Minitab
16. Analisis PCA merupakan salah satu analisis multivariate yang bertujuan
mengkaji struktur matriks ragam-peragam melalui linier variable-variabel, dengan
tujuan untuk mengubah dari sebagian besar variabel asli yang digunakan yang
saling berkorelasi dengan yang lainnya menjadi satu set variabel yang lebih kecil
dan saling bebas.
Analisis regresi linier berganda dilakukan dengan menggunakan prosedur
regresi Stepwise. Hal ini dilakukan untuk mengetahui variabel bebas yang