Dinamika Daerah Penangkapan Ikan, Kaitannya Dengan Aktivitas Pertambangan Nikel Kabupaten Halmahera Timur

DINAMIKA DAERAH PENANGKAPAN IKAN, KAITANNYA
DENGAN AKTIVITAS PERTAMBANGAN NIKEL
KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

DENI SARIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dinamika Daerah
Penangkapan Ikan, Kaitannya dengan Aktivitas Pertambangan Nikel Kabupaten
Halmahera Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016

Deni Sarianto….
NIM C451140041

RINGKASAN
DENI SARIANTO. Dinamika Daerah Penangkapan Ikan, Kaitannya dengan
Aktivitas Pertambangan Nikel Kabupaten Halmahera Timur. Dibimbing oleh
DOMU SIMBOLON dan BUDY WIRYAWAN.
Kabupaten Halmahera Timur merupakan salah satu pusat kawasan
pertambangan Nikel (Ni) di Maluku Utara. Pertambangan ini memiliki dampak
besar terhadap perubahan kualitas perairan. Tujuan penelitian ini adalah
menentukan kualitas perairan kawasan pertambangan, radius berapa jauh daerah
penangkapan ikan (DPI) bebas dari pengaruh nikel, dan dinamika DPI pada
kawasan pertambangan.
Penelitian menunjukkan muatan padatan tersuspensi (MPT) di perairan
Halmahera Timur telah memberikan pengaruh bagi kepentingan perikanan. Ratarata kandungan MPT berada diatas 25 mg/l terkecuali Wasile. Kandungan Ni di
perairan diketahui berada dibawah 0.05 mg/l, tetapi telah mendekati nilai ambang
batas, dimana Ni telah berdampak terhadap perairan. Perubahan kualitas perairan

telah memberi dampak pada terdegradasinya ikan di perairan, dimana ikan yang
tertangkap dengan menggunakan alat tangkap bagan memiliki ukuran illegal size
(IS) lebih dominan, dimana ikan teri memiliki ukuran IS mencapai 62%, dan
cumi-cumi mencapaii IS 67%. Besarnya IS pada ikan teri dan cumi-cumi
disebabkan oleh pengoperasian bagan yang berada dekat dengan kawasan pesisir
dimana, daerah ini telah mengalami tekanan oleh aktivitas pertambangan. Purse
seine dan gillnet berada sebaliknya dimana ukuran legal size (LS) lebih dominan.
Ikan layang memiliki ukuran LS 96% dan ikan kembung memiliki ukuran LS
90%. Tingginya ukuran LS disebabkan alat tangkap tersebut melakukan
penangkapan jauh dari daerah pantai. Nilai variabelitas klorofil-a di perairan
Halmahera Timur berada diatas 15%. Keadaan ini menunjukkan sebaran klorofil-a
dipengaruhi oleh kekeruhan perairan. Selain menyebabkan penurunan ukuran
tangkapan dan kepadatan klorofil-a di perairan pertambangan menyebabkan
kerusakan daerah penangkapan ikan dimana DPI yang berjarak kurang dari 1 mil
tidak potensial bagi perikanan tangkap.

Kata kunci: klorofil-a, muatan padatan tersuspensi, nikel, dan panjang pertama
kali matang gonad.

SUMMARY

DENI SARIANTO. Fishing Ground Dinamics Related to Nickel Mining Activity
in Eastern Halmahera District. Supervised by DOMU SIMBOLON and BUDY
WIRYAWAN.
Eastern Halmahera District is one of the nickel mining areas centre in
North Moluccas. The mining has major effects on the water quality change. The
aims of this study were to determine the quality of the waters near mining area;
determine the fishing ground (FG) radius free from nickel mining effects; and to
determine the dinamics of (FG) around mining area.
The study results showed that the levels of suspended particulate metter
(SPM) in Eastern Halmahera waters has given effect to the interests of the fishery.
The average of SPM values in Easten Halmahera were above 25 mg/l, except for
the water of Wasile. Suspended nickel Values in the waters almost reach the 0,05
m/l, indicating that suspended nickel has already affecting the waters’ quality.
Changes in waters’ quality had large impacts on the degradation of fish catch in
the waters, where the percentage of illegal size (IS) captued by liftnet were larger.
Percentage of IS were 62% for Stolephorus spp. and 67% for Loligo spp. The
large percentage of undersize Stolephorus spp. and Loligo spp. was caused by the
close position of liftnet operation to the shore, which subjected to the pressure by
mining activities. In contrary, purse seine and gillnet catch were dominated by
legal size fish. Percentage of legal size (LS) were 96% for Decapterus spp, and

90% for Rastrelliger spp. The large percentage of LS for purse seine and gillnet
was due to the long distance of the fishing gears operation from the shore.
Variability value of chlorophyll-a in Eastern Halmahera water was above 15%.
Those indicating that chlorophyll-a distribution was affected by water’s turbidity.
Not only causing the decrease of fish size and the density of chlorophyll-a, the
mining activities also causing damage on FG located less than 1 mile from the
shore, creating un potential FG for fishing activities.

Keywords: chlorophyll-a, length at first maturity (Lm), nickel, and suspended
particulate matter (SPM).

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


DINAMIKA DAERAH PENANGKAPAN IKAN, KAITANYA
DENGAN AKTIVITAS PERTAMBANGAN NIKEL
KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

DENI SARIANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Perikanan Laut

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tesis:

Dr Ir Diniah, MSi


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas
segala karunia-Nya sehinggaTesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul
“Dinamika Daerah Penangkapan Ikan, Kaitannya dengan Aktivitas Pertambangan
Nikel Kabupaten Halmahera Timur”.
Penulis menyadari penyelesaian penelitian melibatkan banyak pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan motivasi dan do’a yang
ikhlas;
2. Prof Dr Ir Domu Simbolon, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
dengan sabar dan bijak selalu memberikan motivasi kepada penulis untuk
menyelesaikan studi di IPB;
3. Dr Ir Budy Wiryawan, MSc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
mengarahkan, membimbing dan memberikan motivasi pada penulis selama
penelitian hingga selesai;
4. Dr Ir Diniah, MSi selaku penguji luar komisi;
5. Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh – LAPAN beserta staf
yang telah membantu penulis dalam mengolah data;
6. Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur, Perusahaan Pertambangan Nikel di

Halmahera Timur, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Maluku Utara, dan
nelayan yang sudah menerima penulis dengan ramah saat melakukan
penelitian;
7. Teman-teman dari Maluku Utara, dan teman-teman seperjuangan mayor TPL
yang sedang menempuh pendidikan di Program Pascasarjana IPB yang selalu
memberi masukan, nasehat dan do’a;
8. Sahabat dan sanak saudara serta pihak lain yang tidak dapat penulis ucapkan
satu demi satu.
Penulis sangat mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dari
pembaca untuk perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca
khususnya dan dunia perikanan umumnya.

Bogor, Agustus 2016

Deni Sarianto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii


DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

DAFTAR ISTILAH

xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Kerangka Pemikiran


1
1
4
5
5
5

2 METODE
7
Waktu dan Tempat Penelitian
7
Alat dan Bahan
7
Pengumpulan Data
8
Analisis Data
9
Kualitas Perairan ....................................................................................... 9
Kondisi Daerah Penangkapan Ikan ......................................................... 10
Sebaran Daerah penangkapan Ikan ......................................................... 11

Dinamika Daerah penangkapan Ikan ...................................................... 11
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
12
Kualitas Perairan
12
Kandungan Ni ......................................................................................... 12
Kandungan MPT ..................................................................................... 14
Kondisi Daerah Penangkapan Ikan
18
Klorofil-a................................................................................................. 19
Hasil Tangkapan ..................................................................................... 21
Sebaran Daerah Penangkapan Ikan
24
Dinamika Daerah Penangkapan Ikan
26
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

28

28
28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

36

RIWAYAT HIDUP

59

DAFTAR TABEL
1
2
3

Penilaian DPI melalui indikator ukuran panjang ikan yang dominan
tertangkap
Jumlah hasil tangkapan dan jumlah alat tangkap untuk berbagai
jenis ikan
Peluang degradasi DPI

11
21
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Diagram alir rumusan masalah penelitian
Lokasi penelitian dan kawasan pertambangan
Kandungan Ni hasil pengamatan lapangan, November - Desember
2015
Laporan pengukuran nilai rata-rata Ni perusahan antara 20132015
Peta sebaran nilai MPT tahun 2013 Landsat 8 TM
Peta sebaran nilai MPT tahun 2014 Landsat 8 TM
Peta sebaran nilai MPT tahun 2015 Landsat 8 TM
Nilai MPT tahun 2015 Landsat 8 TM
Laporan nilai rata-rata MPT perusahan antara tahun 2013-2015
Fluktuasi nilai minimum konsentrasi klorofil-a pada tahun 20132015
Sebaran klorofil-a di perairan Halmahera Timur tahun 2013-2015
Sebaran ukuran panjang ikan layang (Decaptrus spp) yang
tertangkap Purse seine
Sebaran ukuran panjang teri (Stolephorus spp) yang tertangkap
dengan bagan
Sebaran ukuran panjang cumi-cumi (Loligo spp) yang tertangkap
dengan bagan
Sebaran ukuran panjang ikan kembung (Rastrilliger spp) yang
tertangkap dengan Gillnet
Persentase ukuran ikan layak tangkap dan tidak layak tangkap
Peta sebaran potensi DPI

6
7
13
13
15
16
17
17
18
19
20
22
23
23
24
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Analisis kandungan nikel pada perairan
Perhitungan standar deviasi dan varian klorofil-a tahun 2013-2015
Peta sebaran klorofi-a tahun 2013-2015
Kusioner Responden
Foto Dokumentasi

37
39
42
54
57

DAFTAR ISTILAH
APHA
CPUE
Degradasi

Daerah Penangkapan Ikan

Eutrofikasi

Ikan Pelagis Kecil

Land clearing
Landsat 7 EMT
Landsat 8 TM
Length at first maturity (Lm)
NAB
Modis

MPT
MSY
Muatan padatan tersuspensi

Musim barat
Musim peralihan barat

Musim timur
Musim peralihan timur barat

: American Public Health Association
: Catch per unit effort (hasil tangkapan per
upaya tangkap)
: Kerusakan sebagai akibat pengambilan dan
pemanfaatan sumber daya alam secara
berlebihan di luar ambang batas.
: Wilayah perairan dimana alat tangkap dapat
dioperasikan
secara
sempurna
untuk
mengeksploitasi sumberdaya ikan yang ada di
dalamnya (Simbolon et al. 2009).
: Pencemaran (fosfat/PO3-) air yang disebabkan
oleh munculnya nutrient yang berlebihan
kedalam ekosistem air
: Kelompok ikan yang sebagian besar hidupnya
berada pada lapisan permukaan dan berukuran
kurang dari 50 cm pada saat dewasa (Simbolon
2011)
: Proses pembersihan lahan sebelum aktivitas
penambangan dimulai
: Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper
: Landsat 8 Thematic Mapper
: Panjang saat pertama kali ikan matang gonad
: Nilai Ambang Batas
satu
instrument
utama
yang
: Salah
dibawa Earth Observing System (EOS) Terra
satellite digunakan untuk mengamati, meneliti
dan menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi
dan interaksi di dalamnya
: Muatan Padatan Tersuspensi
: Maxsimum Sustainable Yield (hasil tangkapan
maksimum lestari)
: Partikel yang melayang-layang dalam air
terdiri dari komponen biotik dan komponen
abiotik
: Musim yang didominasi angin dari arah barat,
biasa terjadi antara Desember dan Februari
: Musim yang merupakan transisi dari musim
barat ke musim timur, dengan arah kecepatan
angin yang berubah-ubah, terjadi pada bulan
Maret-Mei
: Musim yang didominasi angin dari arah timur,
biasa terjadi antara Juni dan Agustus
Musim yang merupakan transisi dari musim
timur ke musim barat, dengan arah kecepatan

Ore

:

Overburden

:

Purifikasi

:

Rencana pengelolaan
lingkungan (RKL)

:

Pencana pemantauan
lingkungan (RPL)
Toksinitas

:

Top soiling

:

WPP

:

:

angina yang berubah-ubah, terjadi pada bulan
Septerber-November
Kumpulan dari satu mineral (simple ore) atau
beberapa mineral (complex ore) yang dari
padanya dapat ekstraksi satu atau lebih logam
secara menguntungkan
Lapisan tanah penutup (lapisan yang menutupi
bahan galian) yang biasanya terdiri dari top
soil, sub soil, dan lapisan tanah inti.
Kemampuan dari perairan untuk melakukan
pembersiahan perairan dari pencemar yang
masuk.
Dokumen yang memuat upaya-upaya untuk
mencegah, mengendalikan dan menanggulangi
dampak penting lingkungan hidup yang
bersifat negatif serta memaksimalkan dampak
positif yang terjadi akibat rencana suatu
kegiatan
Upaya pemantauan untuk melihat kinerja
upaya pengelolaan yang dilakukan
Tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan
terhadap organisme
Lapisan tanah teratas yg biasanya mengandung
bahan
organik
&
berwarna
gelap
dan subur setebal sampai 25 cm yg sering
disebut lapisan olah tanah
Wilayah Pengelolaan Perikanan

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan usaha perikanan di Maluku Utara, merupakan salah satu
kegiatan ekonomi yang sangat strategis setelah diberlakukanya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dimana daerah diberi
kewenangan untuk mengatur kebijakan pembangunan sesuai karakteristik daerah
masing-masing. Provinsi Maluku Utara adalah Provinsi Kepulauan (archipelagic
province) yang dikelilingi oleh lautan, secara geografis berada pada posisi 030 LU
- 030 LS dan 1240 - 1290 BT dengan luas wilayah sebesar 145 801 km2 yang
terdiri dari 32 004.57 km2 (21.95%) daratan dan 113 796.4 km2 (78.05%) lautan.
Secara administrasi Provinsi Maluku Utara terdiri dari delapan Kabupaten dan dua
Kota, yaitu Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten
Halmahera Timur, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Sula, Kabupaten
Taliabu, Kepulauan Morotai, Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan (BPS 2015).
Wilayah Provinsi Maluku Utara secara geografis bagian utara berbatasan
dengan Samudera pasifik, bagian selatan dengan Luat Seram dan Laut Banda,
bagian barat dengan Laut Maluku dan bagian timur dengan Laut Halmahera.
Perairan Laut Maluku dan Laut Halmahera berhubungan dengan Samudra Pasifik
cukup memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis, baik ikan pelagis kecil maupun
ikan pelagis besar. Wilayah perairan Provinsi Maluku Utara berada dalam wilayah
pengelolaan perikanan (WPP) 8 atau 715 (Laut Maluku, Teluk Tomini, dan Laut
Seram) dan WPP 9 atau 716 (Laut Sulawesi dan laut Halmahera) dengan jumlah
potensi sumberdaya ikan (standing stock) yang diperkirakan mencapai 1 035 230
ton, jumlah potensi lestari (maximum stock yield (MSY)) yang dapat dimanfaatkan
sebesar 828 180 ton/tahun, terdiri dari ikan pelagis sebesar 621 135 ton/tahun dan
ikan demersal 207 045 ton pertahun (DKP dalam Karman 2015).
Kabupaten Halmahera Timur merupakan salah satu bagian dari Provinsi
Maluku Utara, dimana daerah ini menjadi pusat pertambangan nikel (Ni) terbesar
di Provinsi Maluku Utara. Secara tektonik Pulau Halmahera terbagi atas dua
mandala utama geologi, keduanya memiliki karakteristik yang berbeda yaitu
mandala lengan timur terdiri atas batuan tua ultrabasa dan serpih merah diduga
berumur kapur, mandala lengan barat merupakan busur magmatik relatif lebih
muda dari formasi bacan berumur Oligo-Miosen (Supriatna 1980). Pertambangan
ini memanjang mulai dari Wasile sampai ke Maba dapat dikatakan juga sepanjang
pesisir Kabupaten Halmahera Timur.
Data yang diperoleh dari hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM 2004
menunjukkan bahwa ternyata Kabupaten Halmahera Timur mempunyai hamparan
mangrove yang terluas jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di
Provinsi Maluku Utara yaitu seluas 22.500 hektar. Hasil interpretasi citra Landsat
7 ETM 2004 menunjukkan Kabupaten Halmahera Timur mempunyai hamparan
terumbu karang yang cukup luas dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain
di Maluku Utara yaitu seluas 47.008 hektar (Bappeda 2015).
Trip operasi penangkapan ikan yang dilakukan nelayan di perairan
Halmahera Timur dewasa ini cenderung lebih lama sejalan dengan beroperasinya
pertambangan nikel. Nelayan umumnya lebih sulit menemukan ikan di sekitar

2

kawasan pertambangan jika dibandingkan pada kawasan di luar pertambangan.
Kondisi ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh penurunan kualitas perairan
sehingga ikan tidak mampu beradaptasi dan akibatnya ikan bermigrasi ke tempat
lain. Hal ini berarti bahwa daerah penangkapan telah terdegradasi akibat aktivitas
pertambangan Ni. Alat tangkap yang dominan digunakan nelayan di perairan
Wasile adalah bagan, hand-line, dan gillnet, sedangkan untuk wilayah Maba
selain ketiga alat tangkap tersebut, terdapat juga purse seine (DKP 2014).
Pertambangan Ni di Kabupaten Halmahera Timur merupakan suatu kegiatan
pertambangan terbuka dimana pengambilan biji Ni dilakukan dengan membuka
lapisan tanah untuk memperoleh biji Ni. Proses pertambangan ini berlangsung
sangat panjang mulai proses land clearing, top soiling, pengupasan dan
pengangkutan tanah penutup (overburden), pengupasan dan penganguktan bijih
nikel, penimbunan, dan pengangkutan/pengapalan. Ni merupakan satu dari jenis
logam berat yang memiliki sifat toksik. Logam ini dapat meracuni darah,
menganggu sistem pernapasan, merusak jaringan, selaput lendir, dan mengubah
sistem sel organisme perairan. Pengaruh logam berat terhadap perubahan tingkah
laku dan penyimpangan fisiologis tubuh organisme telah lama diketahui.
Perubahan pola tingkah laku diekspresikan sebagai respon stres dan
penyimpangan fisiologis akan menyebabkan fungsi jaringan tubuh terganggu dan
komponen-komponen darah berubah. Oleh karena itu sejak tahun 2006,
masyarakat Uni Eropa telah mengusulkan ke WTO untuk menetapkan nikel
sebagai dangerous subtances (Abraham 2009).
Sementara itu, berkaitan dengan sifat toksik nikel, pemerintah Indonesia
melalui Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 09 tahun
2006, kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 03 tahun 2010 telah menetapkan baku mutu konsentrasi nikel di perairan
pada kegiatan industri pertambangan nikel. Biji Ni umumnya berasosiasi dengan
logam berat lainnya seperti tembaga (Cu), arsenik (As), besi (Fe), dan platina (Pt).
Limbah logam berat ini berpeluang besar masuk ke perairan di sekitar kawasan
pertambangan melaluli aliran sungai. Palar (1994) menyatakan bahwa logam berat
dapat membentuk ikatan dan masuk ke dalam tubuh organisme laut dan bersifat
racun. Selain itu, logam berat dapat menyebabkan muatan padatan tersuspensi
(MPT) meningkat di perairan yang menyebabkan penurunan kualitas perairan.
Hubungan suatu bahan kimia dengan organisme di peraian dapat terjadi
melalui 3 proses, yaitu: (1) Proses biokonsentrasi, yaitu proses dimana suatu
bahan kimia dari air masuk ke dalam ikan melalui insang atau jaringan epitheliat
dan terakumulasi, (2) Proses bioakumulasi, yaitu meliputi biokonsentrasi akan
tetapi juga akumulasi bahan kimia melalui makanan yang dikonsumsi, dan (3)
Proses biomagnifikasi, yaitu meliputi biokonsentrasi dan bioakumulasi dimana
konsentrasi bahan kimia yang terakumulasi meningkat dalam jaringan sesuai
dengan tingkatan tropik level organisme-organisme yang hidup di perairan
tersebut (Oremland et al.1995; Rand & Petrocelli 1985).
Laut Halmahera khususnya di daerah Halmahera Timur merupakan suatu
perairan tempat bermuaranya sungai-sungai baik sungai berukuran besar maupun
kecil yang melalui kawasan tambang. Sungai-sungai tersebut membawa banyak
sekali material baik organik maupun anorganik yang kemudian terakumulasi di
Laut Halmahera, sehingga mengakibatkan kualitas perairan Laut Halmahera

3

mengalami degradasi dan eutrofikasi. Gabungan material organik dan anorganik
yang disebut MPT dapat digunakan sebagai indikator perubahan kualitas perairan
di wilayah pesisir.
Muatan padatan tersuspensi di suatu perairan, baik yang organik
(fitoplankton, zooplankton dan biodegradasinya) maupun yang anorganik
(sedimen, tanah atau lempung merah dan mineral) membuat tingkat kekeruhan
perairan semakin tinggi. Yuwono (2012) menyatakan dampak yang dapat dilihat
langsung akibat kegiatan pertambangan adalah meningkatnya kekeruhan perairan
pesisir di sekitar daerah penambangan. Peningkatan kekeruhan ini selanjutnya
dapat mempengaruhi habitat ikan dan daerah penangkapan ikan. Manengkey
(2010) menyatakan bahwa bahan organik yang terkandung dalam sedimen lebih
banyak disebabkan oleh aktivitas di darat. Tarigan (2003) juga menyatakan bahwa
kualitas perairan laut dapat dipengaruhi oleh masukan limbah yang berasal dari
darat melalui aliran sungai.
Penelitian tentang penurunan kualitas perairan yang dilakukan oleh Suoth
(2014) menyatakan pertambangan batu bara di Kalimantan Timur membuat
kandungan MPT di perairan berada diatas nilai ambang batas. Agus et al. (2014)
menyatakan kandungan merkuri di sungai Jendi kecamtan Selogiri Kabupaten
Wonogiri telah melebihi NAB. Penelitian Johan (2012), menyatakan dampak yang
terjadi akibat pertambangan emas di Singgi Provinsi Riau mengakibatkan kondisi
ekosistim sungai Singgi menjadi labil serta perairan sungai Singgi telah tercemar
ringan sampai berat.
Pengamatan MPT dan fitoplankton di perairan dapat dilakukan dengan
mengggunakan dua cara yaitu pengamatan langsung (in situ) dan pengamatan
tidak langsung (ex situ). Pengamatan secara ex situ pada saat ini relatif lebih
mudah dan efektif. Perkembangan teknologi penginderaan jarak jauh dapat
digunakan untuk menduga daerah penangkapan ikan melalui analisis kandungan
klorofil-a yang terdapat pada suatu perairan serta MPT perairan tersebut.
Uraian diatas menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan Ni di perairan
Halmahera Timur dapat mempengaruhi kualitas perairan. Kualitas perairan yang
semakin menurun selanjutnya mempengaruhi keberadaan ikan di daerah
penangkapan dan akhirnya berpengaruh terhadap jumlah dan kualitas ikan
tangkapan nelayan. Oleh karena itu, pengamatan terhadap padatan tersuspensi, Ni,
dalam kaitanya dengan komposisi hasil tangkapan nelayan perlu dievaluasi untuk
selanjutnya digunakan untuk mengevaluasi tingkat degradasi daerah penangkapan
ikan disekitar kawasan penambangan Ni.
Selain faktor kualitas perairan, keberadaan ikan di perairan juga turut
dipengaruhi oleh ketersediaan makanan. Klorofil-a merupakan komponen utama
yang dikandung fitoplankton dan tumbuhan air yang mana merupakan sumber
makanan alami bagi ikan. Klorofil-a adalah suatu pigmen aktif dalam sel
tumbuhan yang mempunyai peran penting terhadap berlangsungnya proses
fotosintesis (Prezelin 1981). Klorofil-a yang berada di suatu perairan dapat
digunakan sebagai ukuran produktivitas primer fitoplankton, karena pada
umumya dapat dijumpai pada semua jenis fitoplankton (Goldman & Horne
1983). Pertumbuhan fitoplankton merupakan fungsi dari suhu, cahaya dan
nutrient, sedangkan proses fotosintesa tergantung pada ketersediaan cahaya, CO2
dan nutrient (Ji 2008). Fitoplankton mempunyai fungsi sebagai produsen primer

4

yang mampu mengubah bahan anorganik menjadi bahan organik melalui proses
fotosintesis dalam rantai makanan di perairan.
Keberadaan fitoplankton di perairan akan menarik konsumen tingkat I
(pemakan fitoplankton) datang ke perairan tersebut untuk memakannya.
Selanjutnya, konsumen tingkat I menarik konsumen tingkat II untuk memangsa
konsumen tingkat I, begitu seterusnya sampai tingkat konsumen paling atas.
Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa produsen primer di suatu perairan
menarik organisme-organisme air lainnya untuk mendekat ke perairan tersebut.
Fitoplankton membutuhkan energi dari cahaya matahari dalam proses produksi
makanan (Nontji 2005). Fitoplankton banyak tersebar pada kolom perairan yang masih
mendapatkan cahaya optimum. Keberadaan fitoplankton tersebut memungkinkan
kumpulan ikan berkumpul untuk memanfaatkannya. Peneliti dibeberapa negara
dunia seperti USA, Kanada, Belgia dan Nigeria, telah banyakmelakukan penelitian
tentang uji toksisitas logam berat nikel terhadap organisme perairan. Tetapi,
dinamika daerah penangkapan ikan, kaitanya dengan aktivitas pertambangan nikel
masih kurang atau belum pernah dilakukan
Rumusan Masalah
Aktivitas pertambangan di Kabupaten Halmahera Timur yang dilakukan
oleh beberapa perusahaan pertambangan nikel berada pada wilayah perbukitan
sekitar pesisir. Pertambangan nikel ini berdampingan dengan aktivitas masyarakat
nelayan, keramba jaring apung, tambak, budidaya teripang dan budidaya rumput
laut. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, pada saat hujan biasanya air yang
melalui sungai-sungai berwarna pekat kemerah-merahan. Hasil pemantauan
Google Earth menunjukan bahwa keadaan tersebut terjadi di laut, dan bahkan
mencapai radius 2-5 km sejajar pantai dan radius ± 700 meter tegak lurus terhadap
garis pantai. Kuat dugaan bahwa material yang terbawa bersama air berasal dari
sisa aktivitas penambangan dan masuk ke perairan pesisir melalui sungai dan air
limpasan permukaan di sekitar lokasi pertambangan. Adanya input overburden
sebagai akibat eksploitasi lahan tentu akan direspon oleh perairan sesuai dengan
kemampuan purifikasinya.
Limbah-limbah yang mengandung zat-zat berbahaya yang telah
terakumulasi sehingga melewati nilai ambang batas (NAB) perairan, dapat
mempengaruhi dan membahayakan organisme-organisme perairan. Kondisi ini
bukan hanya dapat merusak lingkungan, tetapi menurunkan pendapatan
masyarakat terutama bagi masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan
tradisional.
Toksisitas ditandai dengan melemahnya gerak ikan selanjutnya diikuti
dengan gerak vertikal karena hilang keseimbangan (Little et al.1993).Ghatak dan
Konar (1990) menyatakan toksisitas menyebabkan gerakan operculum yang tidak
beraturan sehingga hilangnya keseimbangan pada ikan. Rose et al. (1993)
menyebutkan aktivitas renang merupakan indikator sensitif bagi ikan ketika
hadirnya senyawa beracun di perairan. Toksisitas yang tinggi membuat gerakan
ikan kacau balau dan akhirnya mati. Berdasarkan kondisi yang digambarkan di
atas, maka untuk terarahnya penelitian ini perlu dirumuskan masalah yang akan
menjadi obyek kajian yaitu:

5

1) Bagaimana hubungan kualitas perairan dan konsentrasi MPT di sekitar
kawasan pertambangan Ni?
2) Bagaimana kualitas perairan dan penurunan kandungan klorofil-a pengarunya
terhadap dinamika daerah penangkapan ikan?
Tujuan
Penelitian bertujuan untuk:
1. Menentukan kualitas perairan di sekitar kawasan pertambangan
2. Menentukan jarak daerah penangkapan ikan yang terpengaruh oleh aktivitas
pertambangan.
3. Menentukan dinamika daerah penangkapan ikan pada kawasan pertambangan
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan yaitu:
1. Sebagai bahan informasi dan acuan bagi pemerintah dalam menyusun
kebijakan pengelolaan sumberdaya perikan pelagis kecil guna pembangunan
ekonomi daerah
2. Sebagai bahan informasi bagi nelayan mengenai daerah potensial penangkapan
ikan pelagis kecil di perairan Halmahera Timur.
3. Penelitian ini akan memperkaya pengetahuan, teori dan pendekatan tentang
interaksi aktivitas pertambangan nikel terhadap dinamika DPI.
Kerangka Pemikiran
Pembangunan perikanan dan kelautan perlu dikembangkan dan digalakkan
baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Aspek penting yang harus
diperhatikana adalah peningkatan kualitas perairan, daya dukung lingkungan serta
potensi lestari, sehingga pembangunan perikanan dan kelautan dapat berlangsung.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan diupayakan untuk dapat memenuhi
kebutuhan konsumsi protein hewani, karena itu kelestarian dan kualitas
lingkungan menjadi perhatian semua pihak.
Kerangka penelitian disusun berdasarkan tiga komponen utama yang
mendukung penelitian ini diantaranya sumber daya ikan, pencemaran, dan
degradasi daerah penangkapan. Gambar 1 terlihat bahwa perairan pesisir memiliki
sumber daya hayati, non hayati serta jasa lingkungan yang mempengaruhi
dinamika aktivitas ekonomi. Keberadaan tiga komponen ini menjadi faktor
munculnya aktivitas sosial-ekonomi di bidang perikanan, pertambangan, dan
bidang lain yang memiliki interaksi dengan DPI. Kondisi ini dapat menimbulkan
perubahan lingkungan dan berintegrasi terhadap DPI akibat aktivitas perikanan
dan pertambangan yang terjadi di perairan. Aktivitas perikanan akan membuat
hasil tangkapan potesial atau tidak potensial. Sedangkan aktivitas pertambangan
mempengaruhi kualitas perairan berada diatas nilai ambang batas (NAB) atau
dibawah NAB. Peningkatan Ni dan MPT ini diduga menjadi pemicu hilangnya

6

klorofil-a yang berdampak pada penurunan kesuburan perairan, bahkan
menyebabkan dinamika DPI.

Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah penelitian

7

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama berupa penelitian
lapang dan tahap kedua penelitian laboratorium. Penelitian lapang berlangsung
antara bulan Oktober sampai Desember 2015 di perairan Halmahera Timur, yaitu
Kecamatan Wasile, Wasile Selatan, Maba, dan Kota Maba (Gambar 2). Penelitian
laboratorium dilaksanakan pada bulan Januari 2016 di Laboratorium Daerah
Penangkapan Ikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, dan di
Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (Proling), Departemen
Menajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.

Gambar 2 Lokasi penelitian dan kawasan pertambangan
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kammerer water
sampler untuk mengambil sampel air, global positioning system (GPS) untuk
menentukan posisi stasiun pengamatan, botol sampel untuk menyimpan sampel
air, kertas label yang digunakan untuk memberi tanda sampel air dan ikan, cool
box sebagai tempat menyimpan sampel air sebelum dilakukan uji laboratorium, es
digunakan untuk menjaga ikan dan sampel air agar tidak rusak/membusuk, dan
perahu motor untuk transportasi pengambilan sampel air. Dalam penelitian ini

8

juga dibutuhkan mistar, kantong plastik, notebook, keranjang, kuesioner dan lainlain.
Pengumpulan Data
Data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
meliputi kandungan Ni, hasil tangkapan dan lokasi penangkapan ikan yang
diperoleh saat survei (pengamatan langsung) dilokasi penelitian. Data sekunder
meliputi kandungan Ni yang bersumber dari usaha penambangan Ni yang berupa
(RKL, RPL, dan laporan evaluasi triwulan). Data sekunder lain yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah MPT yang bersumber dari hasil deteksi satelit landsat
8 TM, dan dari usaha pertambangan yang beroperasi di sekitar lokasi penelitian.
Selain MPT data sekunder yang digunakan adalah data klorofil-a yang bersumber
dari hasil deteksi satelit MODIS didapatkan dari situs Ocean calor.
Pengumpulan hasil tangkapan ikan dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut: (1) Menentukan kapal sampel secara sengaja (purposive sampling)
dengan pertimbangan bahwa kapal yang bersangkutan beroperasi di lokasi studi,
dan layak operasi, (2) Mencatat jumlah dan jenis ikan yang tertangkap, (3)
Mengukur panjang ikan yang dominan tertangkap di masing-masing lokasi
penangkapan, (4) Ikan yang dominan tertangkap di setiap lokasi penangkapan
diambil secara acak, kemudian diukur panjangnya (total length).
Pengambilan data Ni di perairan dilakukan pada beberapa stasiun
pengamatan secara sengaja (purposive sampling) dengan mempertimbangakan
bahwa perairan tersebut merupakan muara sungai yang berasal dari kawasan
penambangan Ni. Penetapan stasiun pengamatan juga didasarkan atas kandungan
MPT yang terdeteksi Google Earth. Stasiun pengamatan terdapat di perairan
Wasile Selatan (stasiun 1), Wasile (stasiun 2), Buli (stasiun 3), Mabapura (stasiun
4), Tj Bornopo (stasiun 5), dan Kota Maba (stasiun 6). Ulangan dilakukan 5 kali
pada setiap stasiun. Sampel air hasil cuplikan pada kedalaman 2 meter dan pada
kedalaman mendekati dasar perairan selanjutnya dimasukkan ke dalam botol
polyethylene (PE). Sampel dalam botol dibungkus dengan kantung plastik warna
hitam. Sampel air kemudian dimasukkan ke dalam cool box yang diberi es balok
sebagai pengawet.
Pengambilan data MPT diperoleh dari hasil diteksi satelit Landsat 8 TM
pada priode waktu Januari 2013 - Desember 2015. Data MPT diunduh melalui
situs http://earthexplorer.usgs.gov.
Pengambilan data klorofil-a diperoleh dari hasil diteksi satelit MODIS pada
periode waktu Januari 2013 - Desember 2015. Klorofil-a diunduh dari situs
http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov selanjutnya dianalisis menggunakan
software SeaDas 7.0 dengan resolusi spasial 4 km. Kemudian dilakukan croping
hasil klorofil yang telah diunduh menggunakan SeaDAS sehingga diperoleh hasil
dalam format ASCII.

9

Analisis Data
Kualitas Perairan
Kandungan Ni dianalisis dengan metode American Public Health
Association. (APHA) 2012, 3111-C. Nilai indeks pencemaran (IP) berdasarkan
kandungan Ni dihitung dengan formula berikut (Sabilu 2010):


Keterangan:
= konsentrasi parameter lingkungan yang diukur di lapangan
= konsentrasi parameter lingkungan yang ditentukan oleh standar
baku mutu
(Ci/Li)R
= rata-rata rasio Ci/Li
(Ci/Li)M
= nilai maksimum rasio Ci/Li

Ci
Li

Nilai IP yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria yang ditetapkan
berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 tahun 2010.
Dalam keputusan tersebut bahwa kadar Ni dalam air tidak boleh lebih dari 0.05
mg/l.
Data MPT yang bersumber dari hasil deteksi satelit selanjutnya dianalisis
menggunakan software ER Mapper 7.0 dengan koreksi geometrik, radiometrik,
dan atmosferik. Selain data deteksi satelit, data MPT juga diperoleh dari laporan
perusahaan pertambangan nikel di lokasi penelitian ini. Data deteksi satelit
disajikan dalam bentuk peta tematik, yang kandungannya sudah terkoreksi
atmosfer dihitung dengan formula berikut (Parwati et al. 2008):

Nilai MPT yang diperoleh dari laporan perusahaan pertambangan
dianalisis dengan metode APHA 2005 - 2540-D, dan selanjutnya dibandingkan
dengan nilai MPT yang diperoleh dari citra satelit. Perbandingan ini hanya sebatas
nilai tanpa mengikut sertakan lokasi dan tempat. Hal ini disebabkan oleh karena
data yang bersumber dari perusahaan tidak dilengkapi dengan koordinat
pengambilan sampel dan waktu akusisi data. Status pencemaran perairan
berdasarkan kandungan MPT ini ditentukan dengan kriteria berikut (Alabaster dan
Lioyd dalam Efendi 2003):
1) Nilai MPT lebih kecil dari 25 mg/l, mengindikasikan perairan tidak
berpengaruh bagi kepentingan perikanan
2) Nilai MPT berkisar 25 mg/l – 80 mg/l, mengindikasikan sedikit
berpengaruh bagi kepentingan perikanan
3) Nilai MPT berkisar 81mg/l – 400 mg/l, mengidikasikan kurang baik bagi
kepentingan perikanan

10

4) Nilai MPT lebih besar dari 400 mg/l, mengindikasikan tidak baik bagi
kepentingan perikanan.
Konsentrasi klorofil-a dari data satelit diestimasi dengan menggunakan
algoritma OC4v4. Algoritma OC4v4 menggunakan nilai tertinggi dari rasio
kanal 443 nm, 490 nm dan 510 nm dengan kanal 555 nm untuk menentukan
nilai konsentrasi klorofil-a dengan persamaan sebagai berikut (O’Reilly et al.
2000):

Dengan:

Ca
R
Rrs

=
=
=

Konsentrasi klorofil-a (mg/l3 )
Rasio reflektansi
Sensing reflectance

Setelah diperoleh data dalam format ASCII analisis data dilanjutkan dengan
menggunakan Microsoft Excel 2007 sebelum diolah lanjut dengan ArcGis.Nilai
klorofil-a yang diperoleh selanjutnya dihitung variabelitas atau keragaman data
(samplel klorofil-a) dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sugiono 2011 ):


Keterangan:
S2 =

ragam contoh

̄



̅

S = simpangan baku
xi = data ke-i
x = rata-rata
V = koefisien keragaman
Jika nilai V ≤ 15% maka data dikatakan seragam
Jika nilai V > 15% maka data dikatakan menyebar
Kondisi Daerah Penangkapan Ikan
Indikator yang digunakan dalam penentuan DPI oleh Zen et al. (2005)
antara lain hasil tangkapan, panjang ikan, salinitas, dan suhu permukaan laut.
Evaluasi daerah penangkapan ikan dalam penelitian ini didasarkan pada dua
indikator, yaitu, rata–rata ukuran panjang ikan yang tertangkap, dan kandungan
klorofil-a.

11

Data ukuran panjang ikan yang diperoleh dibandingkan dengan ukuran
panjang ikan pada saat ikan pertama kali matang gonad atau length at first
maturity (Lm). Menurut Wujdi et al. (2015), ikan layak tangkap didefenisikan
sebagai ikan yang memiliki panjang rata-rata lebih besar dari panjang pertama kali
ikan matang gonad. Apabila panjang ikan yang tertangkap lebih kecil dari atau
sama dengan Lm, maka daerah penangkapan ikan dikategorikan tidak potensial
oleh karena itu, jika ukuran ikan tertangkap ≥ Lm diberi bobot 1, dan perairan
dikategorikan sebagai daerah penangkapan ikan potensial. Sebaliknya jika ukuran
ikan tertangkap ≤ Lm diberi bobot 0, dan perairan dapat dikatakan sebagai daerah
penangkapan ikan tidak potensial (Simbolon 2009).
Tabel 1 Penilaian DPI melalui indikator ukuran panjang ikan yang dominan
tertangkap
Kategori Ukuran Panjang
Kriteria
Kategori DPI
Besar
Panjang ikan > Lm
Potensial
Kecil
Panjang ikan ≤ Lm
Tidak potensial
Sumber: Simbolon dan Girsang (2009)
Sebaran Daerah penangkapan Ikan
Tahapan analisis dalam menentukan jarak DPI yang terkena dampak
aktivitas pertambangan yaitu sebagai berikut:
1. Menentukan DPI potensial/tidak potensial berdasarkan hasil wawancara
dengan nelayan.
2. Menampilkan penyebaran DPI dalam bentuk peta tematik daerah
penangkapan ikan.
3. Overlay data posisi DPI pada butir 2 terhadap posisi DPI hasil dugaan
yang mengunakan parameter Lm, hasil tangkapan, dan klorofil-a.
4. Menghitung jarak DPI yang tercemar terhadap garis pantai terdekat
dengan kawasan pertambangan dengan mengunakan “measure” yang
terdapat pada soffware ArcGis.
Dinamika Daerah penangkapan Ikan
Dinamika DPI ditentukan berdasarkan indikator ikan hasil tangkapan,
klorofil-a, dan tingkat pencemaran. Daerah penangkapan ikan dikategorikan
terdegradasi apabila ukuran ikan yang tertangkap lebih kecil dari ukuran ikan
pertama kali matang gonad atau Lm, maka perairan tersebut dinyatakan tidak
potensial.
Suatu perairan yang telah tercemar akan mempengaruhi kelimpahan ikan
di perairan tersebut. Perairan yang sudah tercemar menyebabkan penurunan
kelimpahan ikan karena ikan bermigrasi ke tempat lain. Hal ini menyebabkan
jumlah tangkapan nelayan berkurang secara drakstis. Berkurangnya hasil
tangkapan nelayan akibat degradasi perairan menunjukan dimanika DPI.

12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Perairan
Perkembangan pembangunan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan
dengan segala aktivitasnya termasuk pertambangan dapat menekan kualitas
perairan. Kualitas perairan terganggu apabila terjadi perubahan keseimbangan
unsur-unsur yang terkandung di dalam perairan tersebut. Gangguan dapat berupa
masuknya unsur-unsur lain kedalam perairan baik secara alamiah maupun dampak
dari pembangunan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan. Hal ini bukan
berarti wilayah pesisir dan lautan tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia, akan tetapi lebih cenderung untuk melakukan penyelarasan fungsi-fungsi
perairan dengan pemanfaatannya.
Kualitas perairan sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan.
Kualitas perairan yang bagus mendukung kehidupan organisme di laut, namun
apabila kualitas perairan tidak bagus dikhawatirkan dapat mengganggu kehidupan
organisme, dampaknya yaitu turunnya hasil tangkapan. Kualitas perairan dalam
penelitian ini berdasarkan kandungan Ni dan MPT
Kandungan Ni
Sebaran kandungan Ni hasil pengamatan lapangan di perairan Kabupaten
Halmahera Timur pada bulan November sampai Desember 2015 disajikan pada
Gambar 3. Nilai rata-rata Ni di perairan berkisar antara 0.005 – 0.0354 mg/l.
Dari gambar tersebut terlihat nilai rata-rata Ni di perairan Wasile Selatan 0.027
mg/l, Wasile 0.005 mg/l, Buli 0.013 mg/l, Mabapura 0.013 mg/l, Tj Bornopo
0.034 mg/l, dan Kota Maba 0.035 mg/l. Tingginya nilai kandungan rata-rata Ni
di Wasile Selatan, Tanjung Bornopo, dan Kota Maba disebabkan tidak adanya
petugas bagian lingkungan dari perusahan untuk mengontrol bekas lokasi
pertambangan dan tumpukan Ni (ore) yang berada di tempat penampungan akhir
yang berada di dekat pantai. Akibatnya tanggul-tanggul penahan erosi tidak
berfungsi dengan baik. Meskipun sudah ada larangan untuk penghentian aktivitas
pertambangan sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 4 tahun 2009, bahwa
perusahaan pertambang yang tidak memiliki pabrik pemurnian tidak
diperbolehkan beroperasi.
Sebaran spasial yang diperoleh dari laporan perusahaan menunjukkan
bahwa nilai Ni cederung mengalami penurunan dari tahun 2013 sampai tahun
2015, kecuali di Mabapura yang mengalami kenaikan dari tahun 2013 sampai
tahun 2014. Kenaikan nilai rata-rata Ni di Mabapura dipicu oleh pengaruh
aktivitas produksi yang masih berlangsung oleh PT. Antam yang melakukan
pengiriman Ni ke unit smelter Pemala. Sebagaimana yang di tunjukan pada
Gambar 4.
Penurunan kandungan Ni secara umum terlihat jelas di lokasi studi pada
periode 2013-2015. Penurunan ini berkaitan erat dengan pemberlakuan UndangUndang nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(Minerba). Undang-Undang ini secara konsisten baru diterapkan di Halmahera

13

Timur semenjak tanggal 12 Januari 2014, yang mana seluruh perusahan yang
tidak memiliki pabrik pemurnian tidak dapat melakukan aktivitas produksi.

Gambar 3 Kandungan Ni hasil pengamatan lapangan, November - Desember 2015

Gambar 4 Laporan pengukuran nilai rata-rata Ni perusahan antara 2013-2015
Parameter kualitas perairan yang diamati di daerah penangkapan ikan dalam
penelitian meliputi variabel Ni dan MPT. Kedua variabel ini digunakan sebagai
indikator dalam menentukan tingkat kualitas perairan. Perairan yang telah
tercemar (terdegradasi) pada akhirnya secara langsung ataupun tidak langsung
akan berpengaruh terhadap siklus hidup biota perairan. Blaber et al. (1995),
menyatakan kekeruhan masih dapat ditolerir oleh biota perairan. Biota perairan
memegang peranan penting terhadap distribusi ikan di suatu perairan. Kekeruhan
dapat ditoleransi oleh biota perairan, namun dapat menurunkan tingkat efektivitas
penglihatan ikan. Menurut Kneib (1987), kekeruhan yang terjadi di suatu perairan
dapat mengakibatkan menurunnya jangkauan jarak penglihatan ikan yang ada di
wilayah tersebut. Kekeruhan di perairan akan meningkat pada saat musim
penghujan dan diikuti oleh peningkatan Ni. Najamuddin et al. (2016) menyatakan
konsentasi logam berat dalam air akan meningkat ketika terjadi musim hujan.
Kadar Ni di perairan Halmahera Timur berdasarkan lokasi sudah disajikan
pada Gambar 3 dan Gambar 4. Nilai Ni berdasarkan pengamatan di perairan

14

Wasile, Buli, Mabapura, dan Tj Bornopo berada dibawah nilai NAB kecuali di
Wasile Selatan yang sudah berada diatas NAB. Berdasarkan informasi yang
diperoleh dari laporan perusahaan, kandungan Ni berada diatas NAB terdapat di
Kota Maba. Nilai Ni yang mendekati NAB, diyakini dapat mempengaruhi
penurunan kualitas perairan, bahkan dapat mempengaruhi keberadaan sumberdaya
ikan, biodiversitas apabila aktivitas tambang terus berlangsung dalam waktu yang
lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cotton and Wilkinson (1989), menyatakan
bahwa Ni merupakan logam berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras
dan mulur, tergolong dalam logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena
udara, tahan terhadap oksidasi dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya
dibawah suhu yang ekstrim. Everaarts (1989), menyatakan bahwa perairan dapat
terkontaminasi oleh Ni meskipun kandunganya belum mencapai NAB. Darmono
(2001) menyatakan logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh biota perairan
melalui beberapa jalan, yaitu: saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi
melalui kulit. Logam di dalam tubuh hewan di absorpsi darah, berikatan dengan
protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Akumulasi logam yang tertinggi biasanya terdapat dalam ginjal (ekskresi).
Kualitas perairan Halmahera Timur sebagai kawasan pertambangan Ni masih
relatif lebih baik dibandingkan dengan kawasan pertambangan di lokasi lain.
Penelitian tentang kandungan logam berat dalam tubuh ikan telah sering dilakukan.
Febrianto dan kurniawan (2014) menyatakan pencemaran logam berat timbal pada
pertambangan timah di Pulau Bangka telah melebihi NAB dan mempengaruhi
kelangsungan hidup perikanan cumi-cumi. Mustaruddin (2012), menyatakan
pencemaran logam berat selain mengancam komunitas ikan juga mencemari produk
perikanan. Penelitian Ahmad (2009), menunjukkan bahwa kawasan pertambangan Ni
di Pulau Muna, Kabaena, dan Buton memiliki nilai Ni dalam sedimen relatif tinggi
dan berada diatas NAB dalam arti tidak aman untuk kehidupan biota perairan laut.
Marasabessy et al. (2010), menyatakan bahwa kadar logam berat khususnya Cu
dan Ni relatif tinggi dan telah melebihi NAB untuk sedimen di perairan Pulau
Bacan. Asrianiet al. (2013), menyatakan bahwa kegiatan pertambangan di sekitar
pelabuhan bongkar muat Ni menyebabkan rendahnya kepadatan dan
keanekaragaman organisme makrozoobentos.
Kandungan MPT
Sebaran spasial kandungan MPT yang berasal dari deteksi satelit Landsat 8
TM disajikan pada Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7. Nilai MPT cenderung
menurun dari tahun 2013, tahun 2014, dan tahun 2015. Nilai MPT di perairan
Wasile Selatan, Buli, Mabapura, tahun 2014 sampai tahun 2015 masih tinggi
meskipun aktifitas perusahaan sudah berhenti semenjak tanggal 12 Januari 2014.
Nilai MPT terendah terdapat di Wasile.
Sebaran MPT berdasarkan laporan perusahaan disajikan pada Gambar 9
tidak berbanding lurus jika dibandingkan dengan sebaran MPT hasil deteksi satelit
landsat 8 TM Gambar 5, Gambar 6, dan Gambar 7. Hal ini disebabkan karena
tempat dan waktu pengamatan tidak sama. Hasil deteksi satelit landsat 8 TM tidak
bisa disajikan secara kontinu setiap bulan karena adanya tutupan awan pada bulan
tertentu. Kandungan MPT yang berasal dari perusahaan kontinu sepanjang tahun.
Namun posisi lintang dan bujur data yang berasal dari perusahaan tidak lengkap

15

seperti halnya data yang dideteksi melalui satelit. Kondisi perolehan data ini
kemungkinan besar berpengaruh terhadap perbedaan pola sebaran.

Gambar 5 Peta sebaran nilai MPT tahun 2013 Landsat 8 TM
Sebaran spasial Gambar 5 menunjukkan konsentasi MPT tahun 2013 berada
pada daerah Wasile dan daerah Buli. Tingginya nilai MPT ini disebabkan perairan
tersebut memiliki banyak sungai dan anak sungai yang aliranya melalui kawasan
pertambangan serta teluk yang lebih luas sehingga arus laut kurang memberi
kontribusi untuk mengencerkan material sedimen yang terbawa oleh aliran air
sungai. Namun dengan tingginya konsentrasi memberikan pengaruh pada perairan
di sekitarnya. Adibrata (2007) menyatakan bahwa faktor lokal dapat
mempengaruhi pasut seperti topografi dasar laut, lebar dan bentuk teluk. Satriadi
et al. (2004), menyatakan pasang tinggi dapat membawa MPT jauh sampai ke
hulu sehingga mempengaruhi besar konsentrasi MPT didaerah tersebut proses ini
berpengaruh pada peningkatan kekeruhan disuatu perairan. Hal yang senada juga
dikatakan Tarigan (2003), menyatakan pengadukan di wilayah perairan sekitar
muara dipengaruhi oleh pasang surut, gelombang dan arus sepanjang pantai yang
menyebabkan meningkatnya tingkat kekeruhan perairan.
Sebaran spasial yang terlihat pada Gambar 6 menunjukkan konsentasi MPT
pada tahun 2014 masih berda pada daerah Wasile dan daerah Buli. Nilai MPT di
tahun 2014 sudah tidak setinggi tahun 2013. Begitu juga untuk pengaruh yang di
berikan pada perairan sekitar mengalami penurunan di banding tahun sebelumnya.

16

Hal ini disebabkan telah berlakunya UU Minerba. Berlakunya UU minerba
memberi pengaruh pada penurunan MPT di perairan. Di sisi lain berlakunya UU
minerba tidak langsung memberikan penurunan sedimen di pantai yang terjadi
akibat aktivitas pertambangan. Energi pasang dari laut berkurang sebanding
dengan berkurangnya kedalaman, hal ini disebabkan pengaruh gesekan dasar
perairan yang memicu timbulnya pengadukan atau turbulensi (Danial 2008).

Gambar 6 Peta sebaran nilai MPT tahun 2014 Landsat 8 TM
Hal yang sama masih terjadi di tahun 2015 (Gambar 7) menunjukkan
bahwa konsentasi MPT masih berpusat pada daerah Wasile dan daerah Buli. Nilai
MPT di tahun ini memperlihatkan penurunan yang cukup jauh jika dibandingkan
dengan tahun 2014 dan 2013. Keadaan ini membuktikan bahwa pengaruh aktifitas
pertambangan nikel sangat berpengaruh pada kekeruhan perairan.
Adanya nilai MPT di bebarapa lokasi di luar penelitian yang
memperlihatkan nilai tinggi berdasarkan bacaan citra landsat 8 TM disebabkan
pengaruh aliran sungai dan karang dangkal yang terbaca oleh citra tanpa
dilakukan penutupan atau diubah menjadi wilayah tutupan awan. Penelitian
Arief (2012), menyatakan bahwa konsentrasi MPT di Teluk Semangka yang
teridentifikasi tinggi terdapat pada aliran sungai ataupun kegiatan tambak/cekdam dan
daerah yang mempunyai MPT tinggi sampai menyebar pada tengah perairan.

17

Gambar 7 Peta sebaran nilai MPT tahun 2015 Landsat 8 TM

Gambar 8 Nilai MPT tahun 2015 Landsat 8 TM
Hasil pengukuran kadar MPT di perairan Halmahera Timur berdasarkan
lokasi disajikan pada Gambar 8. Terlihat nilai MPT yang berasal dari hasil analisis
data dekteksi Landsat 8 TM untuk wilayah Wasile Selatan dan Kota Maba berada
dibawah NAB. Wilayah Buli, dan Mabapura berada diatas NAB. Buli untuk tahun
2013 dan tahun 2014 berada diatas NAB selanjutnya mengalami penurunan dan

18

berada dibawah NAB pada tahun 2015. Wilayah Tanjung Bornopo mengalami
fluktuasi walau di tahun 2014 sempat berada diatas NAB.

Gambar 9 Laporan nil