Analisis Fundamental Integrasi Ekonomi ASEAN

ANALISIS FUNDAMENTAL INTEGRASI EKONOMI ASEAN

FATIMAH ZACHRA FAUZIAH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Fundamental
Integrasi Ekonomi ASEAN adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Fatimah Zachra Fauziah
NIM H14100084

ABSTRAK
FATIMAH ZACHRA FAUZIAH. Analisis Fundamental Integrasi Ekonomi
ASEAN. Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO.
ASEAN Economy Community bertujuan untuk membentuk kawasan yang
memiliki kestabilan ekonomi, berdaya saing tinggi dan mengurangi kesenjangan
ekonomi antar anggota. Konvergensi fundamental ekonomi kawasan ASEAN
diperlukan agar terjadi kesetaraan perekonomian antar negara anggota sehingga
siap terintegrasi baik ekonomi maupun moneter. Penelitian ini menganalisis
konvergensi menggunakan kriteria konvergensi Maastricht Treaty dan analisis
konvergensi absolut maupun konvergensi kondisional pada pendapatan dan inflasi
di ASEAN pada periode 2005 hingga 2012 dengan pendekatan Generalized
Method of Moment (GMM). Hasil dari penelitian ini menunjukan belum semua
kriteria Maastricht Treaty dipenuhi oleh semua negara anggota, kecuali Brunei
dan Thailand. Berdasarkan estimasi konvergensi absolut terjadi konvergensi pada
pendapatan, namun belum terjadi konvergensi inflasi di ASEAN. Berdasarkan
estimasi konvergensi kondisional terjadi konvergensi pendapatan dan inflasi di
ASEAN. Tingkat konvergensi pendapatan di ASEAN sebesar 8.4% per tahun

persen dan tingkat konvergensi inflasi sebesar 28.06% per tahun.
Kata kunci : GMM, inflasi, integrasi, konvergensi, pendapatan,

ABSTRACT
FATIMAH ZACHRA FAUZIAH.
Analysis of Fundamental Economy
Integration in ASEAN. Supervised by NUNUNG NURYARTONO
ASEAN Economy Community aims to form a region which has economic
stability, high competitiveness and reduce the economic gap among the members.
The convergence of economic fundamentals in ASEAN is needed in order to the
economic equality among the members. This study analyzes the convergence of
income and inflation in ASEAN in the period of 2005 to 2012 using the
Maastricht Treaty convergence criteria, unconditional
convergence and
conditional convergence analysis with Generalized Method of Moment (GMM).
The results of this study indicate that Maastricht Treaty criteria are not wholly met
by all the members, except for Brunei Darussalam and Thailand. Based on the
unconditional convergence analysis, an income convergence occurs in ASEAN,
but the inflation convergence has not occurred. While based on conditional
convergence analysis, there is an income and inflation convergence in ASEAN.

The rate of income convergence in ASEAN is 8.4% per year and the rate of
inflation convergence in ASEAN is 28.06% per year .
Keywords: conditional
convergence, GMM, income, inflation, integration,
uncoditional convergence,

ANALISIS FUNDAMENTAL INTEGRASI EKONOMI ASEAN

FATIMAH ZACHRA FAUZIAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi : Analisis Fundamental Integrasi Ekonomi ASEAN
Nama
: Fatimah Zachra Fauziah
NIM
: H14100084

Disetujui oleh

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan
skripsi dengan judul “Analisis Fundamental Integrasi Ekonomi ASEAN” ini
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen
Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini. Beberapa pihak tersebut diantaranya :
1. Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si selaku pembimbing skripsi
yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam
penulisan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P, M.Si selaku dosen penguji utama
dan Ibu Widyastutik, M.Si selaku dosen penguji dari komisi
pendidikan atas kritik dan saran untuk perbaikan skripsi ini.
3. Kedua orang tua penulis, yakni Bambang Hermani dan Nina Siti
Maemunah serta kedua adik penulis Muthia Tesla dan Shoofi Afiaah
atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan.
4. Sahabat satu bimbingan skripsi Nana Rodiana, Masyitoh Al Kausar,
Luqman Azis, Mirsad Awawin, Andri Sukrudin, dan Ahmad Azhari
Pohan atas perhatian, masukan, semangat dan bantuan selama penulisan

5. Sahabat penulis Tiko Permatasari, Kusuma Hani, Dara Ayu Lestari,
Annisa Ramadanti, Silvia Sari dan Elly Fitria yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
6. Sahabat Kost Chatralaya Ayu, Desi, Lufi, Wida dan Ria.
7. Keluarga Ilmu Ekonomi 48 dan 47
8. Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan skripsi
ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan sehingga saran dan kritik penulis harapkan untuk perbaikan
skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Fatimah Zachra Fauziah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian


4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Integrasi Ekonomi

5

Teori Konvergensi Maastricht Treaty


6

Teori Optimum Currency Area

6

Penelitian Terdahulu

7

Kerangka Pemikiran

8

Hipotesis Penelitian

9

METODE PENELITIAN


10

Jenis dan Sumber Data

10

Metode Analisis dan Pengolahan Data

11

Analisis Data Panel Dinamis

11

Analisis Kriteria Maastricht Treaty

16

Analisis Konvergensi


16

Model Analisis Konvergensi Pendapatan

17

Model Analisis Konvergensi Inflasi

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

18

Gambaran Umum

18

Analisis Deskriptif Kriteria Konvergensi Maastricht Treaty

25

Model Konvergensi Absolut Pendapatan

26

Model Konvergensi Kondisional Pendapatan

27

Model Konvergensi Absolut Inflasi

30

Model Konvergensi Kondisional Inflasi
SIMPULAN DAN SARAN

32
34

Simpulan

34

Saran

34

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

13

RIWAYAT HIDUP

15

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Tahapan integrasi ekonomi Balassa
Jenis dan sumber data konvergensi pendapatan
Jenis dan sumber data konvergensi inflasi
Konvergensi ASEAN berdasarkan kriteria Maastricht Treaty tahun
2005-2012
Hasil Estimasi konvergensi absolut pendapatan di ASEAN dengan FD
GMM
Perbandingan estimasi konvergensi pendapatan antara model PLS, FE,
dan FD-GMM
Hasil estimasi konvergensi absolut inflasi di ASEAN dengan SYS
GMM
Perbandingan estimasi konvergensi inflasi antara model PLS, FE, dan
FD-GMM

5
10
10
25
26
28
30
32

DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan GDP riil negara anggota ASEAN tahun 1995-2012
(persen)
2 Laju inflasi negara anggota ASEAN tahun 1995-2012 (persen)
3 Kerangka pemikiran penelitian
4 Total perdagangan terhadap GDP di negara anggota ASEAN tahun
2005-2012 (persen)
5 Rata-rata pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi negara anggota
ASEAN tahun 2005- 2012 (persen)
6 Rata-rata pertumbuhan impor dan ekspor ASEAN tahun 2005-2012
(persen)
7 Nilai Net Foreign Direct Investment (FDI) di ASEAN tahun 20052012 (Milyar USD)
8 Tingkat pertumbuhan nilai tambah industri negara-negara ASEAN
9 Perkembangan pengeluaran konsumsi rumah tangga di negara
anggota ASEAN tahun 2005-2012 (juta USD)
10 Perkembangan pertumbuhan sektor pertanian di negara anggota
ASEAN tahun 2005-2012 (persen)

1
2
9
19
19
20
21
21
22
22

11 Real Effective Exchange Rate Negara-Negara ASEAN Tahun 20052012
12 Perkembangan general total government expenditure di negara
anggota ASEAN tahun 2005-2012 (persen)
13 Perkembangan pembentukan kapital di negara anggota ASEAN tahun
2005-2012 (Milyar USD)
14
Perkembangan jumlah uang beredar (M2) negara anggota ASEAN
15 Sebaran laju GDP per Capita at Purchasing Power Parity negara
anggota ASEAN tahun 2005 - 2012 (diolah)
16
Sebaran laju inflasi negara anggota ASEAN tahun 2005 – 2012
(diolah)

23
23
24
24
27
31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi
pendapatan dengan FD GMM
Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi
pendapatan dengan Pooled Least Square
Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi
pendapatan dengan Fixed Effect
Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi
pendapatan dengan FD GMM
Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi
pendapatan dengan Pooled Least Square
Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi
pendapatan dengan Fixed Effect
Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi
inflasi dengan SYS GMM
Hasil pengolahan estimasi konvergensi absolut pada konvergensi
inflasi dengan Pooled Least Square
Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi
inflasi dengan FD GMM
Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi
inflasi dengan Pooled Least Square
Hasil pengolahan estimasi konvergensi kondisional pada konvergensi
inflasi dengan Fixed Effect

37
37
38
38
39
39
40
40
41
42
42

PENDAHULUAN

Latar Belakang

20

Brunei Darussalam

15

Cambodia

10

Indonesia

5

Lao P.D.R.

0

Malaysia

-5

1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Pertumbuhan GDP (%)

ASEAN merupakan salah satu kawasan yang memiliki kekuatan ekonomi di
dunia. Saat ini ASEAN bersama dengan Cina dan India termasuk dalam negara
kekuatan ekonomi baru. Ekonomi ASEAN mampu bertahan dari krisis, ketika
Amerika dilanda krisis tahun 2008 dan krisis Uni Eropa tahun 2010. Pada
Gambar 1 terlihat kawasan ASEAN secara umum memiliki pertumbuhan ekonomi
yang relatif tinggi, rata-rata pertumbuhan ASEAN mulai tahun 2005 hingga 2012
mencapai 5% hingga 7% . Faktor yang menjadi pendorong ekonomi ASEAN,
yaitu konsumsi domestik dan investasi (ADB 2013).

Philippines

-10
-15

Myanmar

Singapore
Tahun

Thailand

Sumber : IMF Economy Outlook, 2013

Gambar 1 Pertumbuhan GDP riil negara anggota ASEAN tahun 1995-2012
(persen)
Upaya kesepakatan pembentukan ASEAN Community semakin kuat dengan
ditandatanganinya Deklarasi Cebu mengenai Percepatan Pembentukan Komunitas
ASEAN pada tahun 2015 dalam KTT ASEAN ke-12 tahun 2007. Tiga pilar cetak
biru yang menjadi landasan ASEAN Community 2015, yaitu ASEAN PoliticalSecurity, ASEAN Economy Community dan ASEAN Socio-Cutural Community.
Pembentukan ASEAN Economy Community (AEC) bertujuan untuk menciptakan
suatu kawasan yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi dengan pertumbuhan
ekonomi yang berimbang serta berkurangnya kemiskinan dan kesenjangan sosial
ekonomi. Pergerakan barang, jasa, modal, investasi dan tenaga kerja akan
bergerak bebas antar negara anggota ASEAN.
Pembentukan AEC akan mendorong terjadinya integrasi secara menyuluruh
menuju pembentukan integrasi Optimum Currency Area (OCA). Secara umum
kriteria pembentukan OCA dalam suatu kawasan diantaranya terjadi
interdependensi perdagangan, shock yang simetris, mobilitas faktor dan tenaga
kerja, serta konvergensi kebijakan makroekonomi. Uni Eropa merupakan kawasan
yang berhasil membentuk suatu integrasi ekonomi dan moneter. Pada awalnya
terdapat pesimisme pembentukan integrasi Uni Eropa yang memenuhi kriteria

2

140

Brunei Darussalam

120

Cambodia

100

Indonesia

80

Lao P.D.R.

60

Malaysia

40

Myanmar

20

Philippines

0

Singapore

-20

1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Tingkat Inflasi (%)

teori OCA, sehingga dibentuk Maastrich Treaty yang melandasi monetary union
di kawasan Eropa. Maastrich Treaty merinci sejumlah kriteria konvergensi
makroekonomi bagi negara-negara Uni Eropa yang ingin menjadi anggota
European Monetary Union (EMU). Krisis Eropa tahun 2010 merupakan dampak
sistemik dari krisis Yunani menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di
kawasan Eropa. Indikator makroekonomi Yunani, yaitu defisit anggaran belanja
pemerintah dan pinjaman luar negeri telah melanggar kriteria Maastrich Treaty.
Krisis ekonomi yang dialami ASEAN tahun 1997 akibat dari contagion
effect krisis keuangan di Thailand telah menyebabkan volatilitas kurs yang tajam,
peningkatan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini menjadi alasan
pembentukan kerjasama sektor keuangan di ASEAN. Gambar 2 menunjukan
bahwa fluktuasi tingkat inflasi yang tinggi di ASEAN pada tahun 1998 hingga
1999 karena krisis.

Tahun

Thailand
Vietnam

Sumber : IMF Economy Outlook, 2013

Gambar 2 Laju inflasi negara anggota ASEAN tahun 1995-2012 (persen)
Berdasarkan pengalaman Eropa, fundamental makroekonomi menjadi
landasan penting dalam pembentukan suatu integrasi ekonomi dan moneter.
Fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
laju inflasi terkendali, tingkat pengangguran relatif rendah, neraca pembayaran
secara keseluruhan masih surplus meskipun defisit neraca berjalan cenderung
membesar namun jumlahnya masih terkendali, cadangan devisa masih cukup
besar, realisasi anggaran pemerintah masih menunjukan sedikit surplus (Tarmidi
1999). Kondisi ekonomi di kawasan ASEAN cenderung kurang merata, masih
terdapat ketimpangan pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) dan fluktuasi
inflasi yang masih sensitif dengan kondisi perekonomian dunia. Kesenjangan
tingkat pendapatan di ASEAN yang beragam akan menyebabkan langkah
integrasi yang lebih intensif tidak mudah. Hal tersebut dikarenakan dapat terjadi
kemungkinan manfaat positif AEC hanya dinikmati oleh negara tertentu saja.
Inflasi merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menjadi salah satu
acuan dalam membuat kebijakan ekonomi karena dampaknya memengaruhi
kesejahteraan. Di masa datang, tidak menutup kemungkinan bahwa ASEAN akan
menerapkan single currency. Dalam mencapai hal tersebut, konvergensi nominal

3
dan konvergensi riil diperlukan untuk meminimalkan resiko biaya dari
pembentukan single currency yang lebih besar dari manfaatnya.
Menurut Liu, et al. (2002) keterbukaan ekonomi mendorong pengaruh
perdagangan internasional dan investasi asing sebagai katalisator pertumbuhan
ekonomi. Egert (2010) menyatakan keterbukaan ekonomi menyebabkan pengaruh
eksternal akan rentan terhadap fluktuasi perekonomian, seperti harga minyak
dunia, harga bahan pangan, sektor distribusi, kebijakan moneter dan fluktuasi nilai
tukar. Selain kebijakan moneter, kebijakan fiskal pun dapat memengaruhi sebagai
dampak dari tingginya frekuensi harga pembangunan (Rother 2004). Proses
integrasi ekonomi AEC diharapkan dapat mendorong terjadinya konvergensi
makroekonomi. Penelitian ini menganalisis integrasi ekonomi ASEAN
berdasarkan kriteria Maastricht Treaty dan kriteria OCA. Kriteria OCA yang
dinilai berdasarkan syarat konvergensi makroekonomi, yaitu konvergensi
pendapatan dan inflasi di ASEAN.

Perumusan Masalah
Integrasi ekonomi kawasan ASEAN melalui ASEAN Economy Community
bertujuan untuk membentuk kawasan yang memiliki kestabilan ekonomi, berdaya
saing tinggi dan mengurangi kesenjangan ekonomi antar anggota. Integrasi
ekonomi AEC masih berbentuk common market akan mendorong terjadinya
integrasi moneter di masa depan. Untuk menjadi kawasan yang terintegrasi
moneter terdapat kriteria yang perlu dipenuhi dalam teori Optimum Currency
Area dan kriteria konvergensi Maastrich Treaty. Indikator kriteria OCA, yaitu
interdependensi perdagangan, shock yang simetris, mobilitas faktor dan tenaga
kerja, serta konvergensi kebijakan makroekonomi. Sedangkan indikator ekonomi
kriteria Maastrich Treaty, yaitu tingkat inflasi, suku bunga, debt to GDP ratio dan
goverment deficit to GDP ratio.
Kelayakan kawasan ASEAN dalam mencapai integrasi ekonomi yang lebih
intensif, yaitu membentuk suatu monetary union baik berdasarkan kriteria
Maastrich Treaty maupun OCA perlu dikaji. Pada satu sisi, integrasi ekonomi
merupakan salah satu pilihan untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan
mengurangi hambatan perdagangan yang semakin intensif. Pembentukan
monetary union penting karena ketidak-menentuan kurs sama halnya dengan
berbagai macam hambatan perdagangan (barang dan jasa) serta mobilitas faktor
produksi (modal, teknologi dan tenaga kerja) sehingga dapat menjadi penyebab
perdagangan tidak sampai pada taraf optimal (Krugman 2004). Namun, pada sisi
lain kondisi fundamental ekonomi negara kawasan ASEAN belum layak menuju
integrasi ekonomi yang lebih intensif. Kondisi fundamental ekonomi kawasan
ASEAN cenderung kurang merata dan masih terdapat ketimpangan. Akibat
kesenjangan tersebut dapat terjadi kemungkinan manfaat positif AEC hanya
dinikmati oleh negara tertentu saja. Kovergensi fundamental ekonomi kawasan
ASEAN diperlukan agar terjadi kesetaraan perekonomian antar negara anggota
sehingga siap terintegrasi. Fundamental ekonomi tersebut diantaranya, pendapatan
dan inflasi.

4
Selain kebijakan fiskal dan moneter di dalam negeri, keterbukaan ekonomi
dalam AEC membuat intensitas perdagangan, mobilitas kapital dan faktor
produksi dapat memengaruhi perekonomian setiap negara. Berdasarkan uraian
tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti, yaitu :
1. Bagaimana peluang terjadinya integrasi ekonomi ASEAN berdasarkan
kriteria konvergensi Maastrich Treaty?
2. Apakah terjadi konvergensi pendapatan dan inflasi di kawasan ASEAN?
3. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi konvergensi pendapatan dan
inflasi di ASEAN?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Menganalisis peluang terjadinya integrasi ekonomi berdasarkan kriteria
konvergensi Maastrich Treaty.
2. Menganalisis terjadinya konvergensi pendapatan dan inflasi di ASEAN.
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi konvergensi pendapatan
dan inflasi di ASEAN.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi pihak-pihak berkepentingan, antara lain :
1. Bagi pemerintah atau intansi terkait, penelitian ini bermanfaat untuk
melihat peluang terjadi integrasi ekonomi serta konvergensi
pendapatan dan inflasi di kawasan ASEAN
2. Bagi akademisi, diharapkan penelitian ini memberikan sumbangan
pengetahuan pada penelitian lainnya yang ingin menganalisis tentang
integrasi ekonomi serta konvergensi pendapatan dan inflasi di ASEAN.
3. Bagi penulis, diharapkan penelitian ini memberikan wawasan baru dan
pemahaman mengenai integrasi ekonomi serta konvergensi pendapatan
dan inflasi di kawasan ASEAN.

Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini cakupan data yang diteliti meliputi sembilan negara
anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina,
Vietnam, Laos, Kamboja dan Brunei Darussalam. Data merupakan data tahunan
dari tahun 2005 hingga 2012. Fokus penelitian ini adalah menganalisis terjadinya
integrasi ekonomi berdasarkan kriteria Maastricht Treaty dan kriteria Optimum
Currency Area. Pada kriteria konvergensi Maastricht Treaty data yang digunakan
yaitu tingkat inflasi, suku bunga nominal, debt to GDP ratio dan goverment deficit
to GDP ratio.
Integrasi ekonomi berdasarkan kriteria OCA fokus pada kriteria konvergensi
makroekonomi. Indikator konvergensi makroekonomi yang digunakan yaitu
pendapatan dan inflasi. Untuk konvergensi pendapataan digunakan data constant
2005 GDP per capita at Purchasing Power Parity serta analisis faktor-faktor

5
yang memengaruhinya menggunakan data total trade, net FDI inflow, growth
industry value added, growth agriculture value added dan household final
consumption expenditure. Untuk konvergensi inflasi digunakan data constant
2005 Consumer Price Index (CPI), serta analisis faktor-faktor yang
memengaruhinya menggunakan data real effective exchage rate, jumlah uang
beredar (M2), total pengeluaran pemerintah dan pembentukan kapital.
Berdasarkan keterbatasan ketersediaan data negara Laos, hanya delapan negara
ASEAN yang diteliti dalam penelitian konvergensi inflasi.

TINJAUAN PUSTAKA
Integrasi Ekonomi
Proses integrasi di suatu kawasan menunjukan bahwa terdapat keterbukaan
perekonomian antar negara dalam kawasan tersebut. Integrasi ekonomi mengacu
pada suatu kebijakan komersial atau kebijakan perdagangan yang secara
diskriminatif menurunkan atau menghapus hambatan-hambatan perdagangan
hanya diantara negara-negara yang sepakat membentuk integrasi ekonomi terbatas
(Salvatore 1996). Suatu kawasan yang melakukan integrasi ekonomi melewati
beberapa tahap hingga terbentuk integrasi ekonomi dengan derajat integrasi tinggi.
Secara ringkas tahap integrasi Balassa dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 Tahapan integrasi ekonomi Balassa
Tahapan
Keterangan
Preferential Trading Kawasan yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan
perdagangan yang langsung diantara negara anggota, dan
Area (PTA)
keistimewaan pengurangan tarif pada produk tertentu
(tidak menghilangkan)
Free Trade Area Kawasan tersebut sepakat menghapuskan hambatan
perdagangan baik tarif dan non-tarif antar negara-negara
(FTA)
anggota, namun masih berhak memberlakukan hambatan
tersebut ke negara yang bukan anggota.
Kawasan yang menyeragamkan kebijakan perdagangan
Custom Union
antar negara terhadap negara bukan anggota, serta
mempertahankan atau menghilangkan semua hambatan
mobilitas komoditi antar negara.
Mobilitas barang, jasa dan faktor produksi menjadi
Common Market
bebas, terdapat kesamaan harga faktor-faktor produksi
sehingga dapat menghasilkan alokasi sumberdaya yang
efisien
Harmonisasi atau persamaan kebijakan ekonomi
Economic Union
nasional, seperti peraturan dalam bidang perpajakan,
tenaga kerja, jaminan sosial dan lain-lain.
Harmonisasi atau penyatuan mata uang dan kebijakan
Monetary Union
moneter, fiskal dan kebijakan sosial.
Sumber : Balassa, 1976

6

Konsep integrasi menurut Jovanovic (2006), merupakan sebuah proses
dimana sejumlah negara berusaha untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya
Menurut Krieger-Boden dan Soltwedel (2010), integrasi ekonomi dipahami
sebagai proses yang terdiri dari tiga unsur konstitutif, yaitu kekuatan pendorong
integrasi ekonomi, saluran transmisi melalui mana integrasi ekonomi
memengaruhi perekonomian negara-negara anggota dan konsekuensi dari
integrasi ekonomi.
Teori Konvergensi Maastricht Treaty
Traktat Maastricht diratifikasi oleh negara-negara Uni Eropa pada tahun
1992. Traktat ini merupakan cetak biru pelaksanaan European Monetary Unit
(EMU) yang dilaksanakan pada awal 1999. Traktat ini merinci sejumlah kriteria
konvergensi makroekonomi bagi negara-negara Uni Eropa yang ingin menjadi
anggota EMU. Kriteria tersebut antara lain :
1. Tingkat inflasi negara tidak boleh melebihi 1.5% di atas rata-rata inflasi
tiga negara yang memiliki inflasi rendah.
2. Nilai tukar mata uang negara harus stabil.
3. Tingkat suku bunga tidak melebihi 2% di atas rata-rata suku bunga tiap
negara anggota dengan inflasi terendah.
4. Defisit sektor publik (anggaran pemerintah) tidak melebihi 3% GDP,
kecuali dalam situasi khusus yang bersifat sementara.
5. Utang publik negara harus lebih rendah atau menunjukan kecenderungan
terus turun sehingga mendekati pagu 60% GDP.
Melalui kriteria ini, kebijakan ekonomi negara anggota yang akan
bergabung dalam EMU diharapkan mencapai tingkat konvergensi yang telah
ditetapkan. Negara yang telah bergabung dalam EMU harus merelakan kebjakan
moneter dan nilai tukar negaranya kepada komisi Eropa.
Teori Optimum Currency Area
Secara umum pembentukan OCA memiliki kriteria terdiri dari
interdependensi perdagangan, shock yang simetris, mobilitas faktor dan tenaga
kerja, serta konvergensi kebijakan makroekonomi. Teori OCA pertama kali
dikemukakan oleh Robert Mundel. Teori Mundel (1961) mendefinisikan OCA
sebagai suatu wilayah geografis yang mempunyai guncangan supply dan demand
yang simetris dan memenuhi kriteria tertentu. Kriteria tersebut diantaranya tingkat
inflasi yang sama, harga dan upah yang fleksibel, mobilitas faktor produksi dan
tenaga kerja, integrasi pasar keuangan, tingkat keterbukaan ekonomi, diversifikasi
produksi dan konsumsi, integrasi fiskal dan integrasi politik.
Krugman dan Obsterfeld (2000), menyatakan proses suatu kawasan dalam
membentuk OCA harus didahului dengan integrasi di sektor perdagangan. Setiap
negara dalam kawasan
harus menyiapkan pra-kondisinya, yaitu adanya
keterkaitan dalam perdagangan barang, jasa dan faktor produksi. Keberhasilan
monetary union akan terjadi jika tingkat output dan intensitas perdagangan antar
negara tinggi. Semakin bebas hubungan perdagangan dan perpindahan faktor
produksi akan semakin besar keuntungan yang dihasilkan oleh sistem nilai tukar
baku dalam monetary union.

7
Menurut Sin (2010), terdapat isu teori baru mengenai pembentukan OCA
yang menekankan pada kriteria efektivitas kebijakan moneter, kredibilitas
kebijakan moneter, endogenitas vs spesialisasi, korelasi dan variasi guncangan,
karakter guncangan, efektivitas penyesuaian nilai tukar, pasar tenaga kerja,
sinkronisasi siklus bisnis dan faktor-faktor politik.
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai konvergensi pendapatan telah
dilakukan di beberapa kawasan ekonomi. Badinger, Muller dan Tondl (2002),
melakukan penelitian konvergensi pendapatan spasial 194 negara menggunakan
variabel gross value added per capita, invesment ratio pertumbuhan populasi,
pertumbuhan kemajuan teknologi dan rasio depresiasi kapital dari tahun 1985
hingga 1999. Penelitian ini membandingkan metode panel statis yang terdiri dari
Pooled Least Square, Fixed Effect dan Random Effect dengan metode panel
dinamis FD-GMM dan SYS-GMM. Model terbaik yang dipilih yaitu SYS-GMM
dengan hasil terjadi konvergensi.
Vojinovic dan Oplotnik (2008), melakukan penelitian konvergensi GDP
negara anggota baru EU-10 menggunakan variabel GDP-PPP tahun 1996 hingga
2006. Penelitian ini menggunakan metode Pooled Least Square untuk
menganalisis and unconditional per capita income convergence. Hasil dari
penelitian ini, yaitu terjadi proses integrasi yang efektif pada anggota baru EU
dengan convergence rate sebesar 3.23%.
Cieslik dan Tarsalewska (2009) menganalisis pengaruh perdagangan dan
FDI terhadap konvergensi pertumbuhan ekonomi di Kawasan Eropa Tengah.
Analisis menggunakan data GDP per kapita, FDI stock, dan rasio volume
perdagangan dari tahun 1993-2006 menggunakan panel statis dan FD GMM.
Penelitian menunjukan terjadi konvergensi pertumbuhan ekonomi di Eropa
Tengah.
Penelitian terdahulu mengenai konvergensi inflasi diantaranya dilakukan
oleh Koncenda dan Pappel (1997) yang menganalisis konvergensi inflasi yang
fokus pada faktor mekanisme nilai tukar di kawasan Eropa tahun 1954 hingga
1992 dengan panel dinamis, menyatakan bahwa terdapat konvergensi inflasi di
Uni Eropa karena dipengaruhi oleh faktor mekanisme nilai tukar. Negara yang
mengikuti mekanisme nilai tukar bersama memiliki nilai konvergensi inflasi yang
lebih tinggi.
Lopez dan Papell (2011) menganalisis konvergensi inflasi di Eropa
sebelum dan sesudah diberlakukannya kriteria Maastricht Treaty dan pasca krisis
Eropa menggunakan Panel unit root test dalam periode 1982 hingga 2010. Hasil
penelitian menunjukan terjadi konvergensi inflasi setelah diberlakukan Maastrict
Treaty dan setelah krisis Eropa, sebagian besar inflasi negara-negara Eropa berada
pada ketetapan European Central Bank, namun Yunani tercatat masih memiliki
inflasi yang tinggi.
Solihin (2011), menganalisis konvergensi inflasi dan faktor-faktor yang
memengaruhinya di ASEAN+6 dengan time series 2000-2009 dan cross section
11 negara menggunakan metode panel dinamis SYS-GMM dan FD-GMM. Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa terjadi konvergensi kondisional inflasi pada

8
tahun 2000-2009 serta variabel suku bunga nominal dan nilai tukar efektif
nominal berpengaruh terhadap pembentukan konvergensi inflasi di ASEAN+6.
Salah satu penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang memengaruhi
pendapatan dilakukan oleh Liu, Burridge dan Sinclair (2002) yang menganalisis
tentang hubungan pertumbuhan ekonomi, FDI dan perdagangan di Cina dengan
menggunakan metode Vector Autoregressive Error Correction (VECM).
Penelitian ini menggunakan data kuartalan ekspor, impor, net inflow FDI dan
GDP deflator dari tahun 1981 hingga 1997. Hasilnya terdapat hubungan
kausalitas antara pertumbuhan ekonomi, ekspor dan FDI di Cina. Penelitian
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi inflasi diantaranya dilakukan oleh
Berument dan Gunay (2004) yang menganalisis tentang pengaruh kebijakan fiskal
dan moneter terhadap inflasi di Turki tahun 1958 hingga 1913 menggunakan
pooled least square. Hasil penelitian ini menunjukan pada periode tersebut
ekspansi fiskal lebih berpengaruh terhadap inflasi daripada ekspansi moneter.

Kerangka Pemikiran
ASEAN mengadakan integrasi ekonomi yang lebih intensif dalam ASEAN
Economy Community pada tahun 2015. Pembentukan AEC ini tidak menutup
kemungkinan mendorong pembentukan integrasi moneter berdasarkan kriteria
Maastricht Treaty dan Optimum Currency Area. Kriteria Maastricht Treaty
dibentuk untuk mengukur kinerja ekonomi negara-negara dalam kawasan Eropa
untuk bergabung dalam monetary union. Keberhasilan Eropa dalam membentuk
integrasi moneter memunculkan isu untuk membentuk integrasi moneter juga di
kawasan ASEAN, namun kegagalan integrasi Eropa dampaknya terasa saat krisis
Eropa pada tahun 2010. Saat itu Yunani yang merupakan salah satu negara
anggota Uni Eropa melanggar kriteria Maastricht Treaty. Berdasarkan
pengalaman Uni Eropa ini terlihat bahwa fundamental ekonomi menjadi hal yang
penting untuk dipersiapkan ASEAN jika ingin membentuk integrasi yang lebih
intensif lagi.
Kriteria Optimum Currency Area merinci persyaratan prakondisi yang harus
dipenuhi negara anggota dalam suatu kawasan untuk membentuk single currency
area. Salah satu dari kriteria OCA diantaranya konvergensi makroekonomi. Pada
penelitian ini fokus utama yang menjadi perhatian yaitu konvergensi pendapatan
dan inflasi. Pendapatan merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur
kinerja ekonomi negara. Kesenjangan tingkat pendapatan di ASEAN yang
beragam akan menyebabkan langkah integrasi yang lebih intesif tidak mudah.
Hal tersebut dikarenakan dapat terjadi kemungkinan manfaat positif AEC hanya
dinikmati oleh negara tertentu saja. Inflasi merupakan salah satu indikator
makroekonomi yang menjadi salah satu acuan dalam membuat kebijakan ekonomi
karena dampaknya mempengaruhi kesejahteraan.
Penelitian ini menganalisis kinerja integrasi ekonomi ASEAN yang
dianalisis dengan dua kriteria, yaitu Maastricht Treaty dan Optimum Currency
Area yang fokus pada konvergensi pendapatan dan inflasi. Tingkat konvergensi
ini akan dianalisis berdasarkan konvergensi absolut dan konvergensi kondisional.
Konsep konvergensi absolut, yaitu analisis terjadinya konvergensi dengan asumsi

9
faktor-faktor lain konstan dan konsep konvergensi kondisional, yaitu analisis
konvergensi yang menganalisis terjadinya konvergensi dengan faktor-faktor yang
memengaruhinya.

INTEGRASI ASEAN

Kriteria Oprtimum
Currency Area

Kriteria Konvergensi
Maastricht Treathty

1.
2.
3.
4.

Tingkat inflasi
Suku bunga
Debt to GDP ratio
Deficit to GDP ratio

Interpedensi
Perdagangan

Konvergensi
Absolut

Konvergensi
Kondisional

1.
2.
3.
4.
5.

Mobilitas
faktor
Produksi

Uji Konvergensi
Inflasi

Uji Konvergensi
Pendapatan

Konvergensi
Absolut

Shock yang
simetris

Konvergensi
Makroekonomi

Faktor – Faktor yang
memengaruhi :
Total Trade
Net FDI
Industry Value Added
Agriculture Value Added
Household Final
Consumption Expenditure

Konvergensi
Kondisional

1.
2.
3.
4.

Faktor – Faktor yang
memeengaruhi :
Real effective exchage rate
Jumlah uang beredar (M2)
General
Total
Goverment
Expenditure
Gross Capital Formation

Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian terdahulu, maka hipotesis
dari permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Belum semua kriteria konvergensi Maastricht Treaty dipenuhi oleh
semua negara anggota.
2. Konvergensi pendapatan dan inflasi terjadi di kawasan ASEAN namun
tingkat konvergensinya masih kecil.
3. Faktor perdagangan, FDI, nilai tambah industri, nilai tambah pertanian
dan konsumsi rumah tangga berpengaruh positif terhadap pendapatan.

10
4. Faktor real effective exchange rate, berpengaruh negatif terhadap inflasi
di ASEAN sedangkan jumlah uang beredar (M2), pengeluaran
pemerintah dan pembentukan kapital berpengaruh positif terhadap
inflasi di ASEAN.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini meliputi panel data cross section
sembilan negara anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia,
Filipina, Vietnam, Laos, Kamboja dan Brunei Darussalam. Data merupakan data
annual time series dari tahun 2005 hingga 2012 bersumber dari World Bank,
Asian Development Bank (ADB), International Monetary Finance (IMF), dan
Bruegel. Data yang digunakan untuk kriteria Maastricht Treaty yaitu tingkat
inflasi, suku bunga nominal, debt to GDP ratio dan goverment deficit to GDP
ratio. Konvergensi pendapatan menggunakan data Constant 2005 GDP per capita
at purchasing power parity serta analisis faktor-faktor yang memengaruhinya
menggunakan data total trade, net FDI, growth industry value added, growth
agriculture value added dan household final consumption expenditure.
Konvergensi inflasi menggunakan constant 2005 Consumer Price Index (CPI)
serta faktor-faktor yang memengaruhinya menggunakan data real effective
exchage rate, jumlah uang beredar (M2), total pengeluaran pemerintah dan
pembentukan kapital. Berdasarkan keterbasan ketersediaan data negara Laos,
hanya delapan negara ASEAN yang diteliti dalam penelitian konvergensi inflasi.
Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007, Minitab 16 dan STATA
v11.0 . Berikut ringkasan data yang digunakan dalam penelitian ini :
.
Tabel 2 Jenis dan sumber data konvergensi pendapatan
Kategori
GDP Per Capita PPP 2005
Lag GDP
Total Trade to GDP
Net FDI inflow to GDP
Growth of Industry Value
Added
Growth Agriculture Value
Added
Household Final
Consumption Expenditure

Variabel
GDP PPP
GDP PPP t-1
Trade
FDI
Industry

Satuan
USD
USD
persen
persen
persen

Sumber
World Bank

Agr

persen

World Bank

HH

USD

World Bank

World Bank
World Bank
World Bank

Tabel 3 Jenis dan sumber data konvergensi inflasi
Kategori
Consumer Price Index 2005

Variabel
INF

Satuan
indeks

Sumber
World Bank

11
Lag CPI
Real Effective Exchange Rate
Money Suply
General Total Government
Expenditure
Gross Capital Formation

INF t-1
REER
M2
Fiscal

indeks
indeks
persen
persen

Bruegel
World Bank
IMF

Capital

USD

World Bank

Metode Analisis dan Pengolahan Data
Analisis Data Panel Dinamis
Dalam penelitian ini digunakan metode panel dinamis, dengan data time
series dari tahun 2005 hingga 2012 serta data cross section sejumlah sembilan
negara untuk konvergensi pendapatan dan konvergensi inflasi delapan negara.
Variabel yang digunakan pada panel data memiliki analisis antarindividu dan
antarwaktu dengan menggunakan indeks i untuk individu (i = 1,.., N), sedangkan
untuk periode waktu menggunakan indeks t (t= 1,.., N). Kelebihan data panel
menurut Baltagi (2005), yaitu dapat mengontrol heterogenitas antarindividu,
memberikan informasi data yang lebih banyak, meningkatkan derajat bebas,
mengurangi kolinearitas antar variabel sehingga lebih efisien.
Analisis observasi penyesuaian dinamis (dynamic adjusment) lebih baik
menggunakan data panel. Adanya hubungan dinamis terjadi ketika ada lag
variabel dependen. Analisis model regresi yang tidak hanya dipengaruhi periode
sekarang tetapi juga dipengaruhi oleh periode sebelumnya dari variabel
independen dinamakan distributed-lag model. Jika suatu model terdapat satu atau
lebih nilai lag pada variabel dependen disebut autoregressive model atau model
dinamis (Gujarati 2003). Model data panel dapat memasukan lag dari variabel
dependen menjadi panel dinamis. Model data panel dinamis ditunjukan sebagai
berikut :
; i = 1,.., N ; t= 1, 2, ..., N .......................... (3.1)
Dimana merupakan skalar dan merupakan matriks berukuraan 1 x K dan
merupakan matriks berukuran k x 1. Diasumsikan
mengikutin model one way
error component sebagai berikut :
....................................................................................... (3.2)
Dengan adalah efek individu yang diasumsikan
(
) dan
adalah
error term yang diasumsikan
, dimana dan
saling bebas
satu sama lain.
Model data panel yang memasukan lag dari variabel dependen sebagai
regressor dalam regresi akan mengakibatkan masalah endogenity. Menurut Baltagi
(2005), walaupun error term tidak berkorelasi, jika terdapat lag variabel dependen
pada model Pooled Least Square (PLS), Fixed Effects (FE) dan Random Effect
(RE) akan menghasilkan estimator yang bias dan tidak konsisten. Koefisien lag
variabel dependen yang dihasilkan oleh PLS akan bias ke atas, sedangkan
koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan dari FE akan bias ke bawah
(Badinger, et all 2002). Pendekatan method of moments atau Generalized Method

12
of Moment (GMM) digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Terdapat dua
prosedur estimasi dalam kerangka GMM, yaitu :
1. First Difference GMM (FD-GMM)
Untuk mendapatkan estimasi yang konsisten dimana
dengan
T tertentu, menggunakan transformasi first difference untuk pendekatan variabel
instrumen dengan mengeliminasi pengaruh individual
sebagai berikut :
(
)
(
)
............ (3.3)

Penduga dengan metode least square akan menghasilkan penduga yang
tidak konsisten karena
dan
berdasarkan definisi berkorelasi bahkan
bias
. Untuk itu, transformasi dengan menggunakan first difference dapat
menggunakan suatu pendekatan variabel instrumen. Sebagai contoh,
akan
digunakan sebagai instrumen. Disini
berkorelasi dengan (
)
tetapi tidak berkorelasi dengan
dan
tidak berkorelasi serial. Disini,
penduga varibel instrumen bagi disajikan sebagai berikut :


(
)
̂
........................................................... (3.4)




(

)

syarat perlu agar penduga ini konsisten adalah




(

)

......................... (3.5)

Penduga (3.5) merupakan penduga alternatif dimana
digunakan
sebagai instrumen. Penduga variabel instrumen bagi , yaitu :


(
)(
)
̂
....................................... (3.6)




)(

(

)

syarat perlu agar penduga tersebut konsisten, yaitu




(

)(

)

......... (3.7)

Penduga variabel instrumen diatas memerlukan tambahan lag variabel
untuk membentuk instrumen, sehingga jumlah amatan efektif yang digunakan
untuk melakukan pendugaan menjadi berkurang (satu periode sampel “hilang”).
Dalam hal ini pendekatan metode momen dapat menyatukan penduga dan
mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran sampel. Langkah pertama dari
pendekatan metode ini mencatat, bahwa :
(

) ∑ ∑(

)

[(

)

.................. (3.8)

yang merupakan kondisi momen. Dengan cara yang sama dapat diperoleh :
∑ ∑ (
)(
)
[(
)(

)]

]

............................................................ (3.9)

13
yang juga merupakan kondisi momen. Kedua estimator (IV dan IV(2)) selanjutnya
dikenakan kondisi momen dalam pendugaan. Sebagaimana diketahui penggunaan
kondisi momen yang lebih banyak meningkatkan efisiensi dari penduga. Arrelano
dan Bond (1991) dalam Verbeek (2000) menyatakan bahwa daftar instrumen
dapat dikembangkan dengan cara menambah kondisi momen dan membiarkan
jumlahnya bervariasi berdasarkan t. Untuk itu, mereka mempertahankan T tetap.
Sebagai contoh, ketika T = 4 diperoleh
untuk t = 2
untuk t = 3
dan
untuk t = 4
dan
Semua kondisi momen dapat diperluas ke dalam GMM. Selanjutnya,
untuk memperkenalkan penduga GMM, misalkan didefinisikan ukuran sampel
yang lebih umum sebanyak T, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut :
[

] .................................................................. (3.10)

sebagai vektor transformasi error, dan
[ ]
]
[
[

........................... (3.11)
[

]]

sebagai matriks instrumen. Setiap baris pada matriks Zi berisi instrumen yang
valid untuk setiap periode yang diberikan. Konsekuensinya, himpunan seluruh
kondisi momen dapat dituliskan secara ringkas sebagai berikut :
]

[

............................................................................. (3.12)

yang merupakan kondisi bagi 1 + 2 + ... + T-1. Untuk menurunkan GMM,
persamaan (3.12) dituliskan sebagai
[

(

)]

.......................................................... (3.13)

Karena jumlah kondisi momen umumnya akan melebihi jumlah koefisien yang
belum diketahui, akan diduga dengan meminimumkan kuadrat momen sampel
yang bersesuaian, yakni
[ ⁄ ∑

]

[ ⁄ ∑

] ............ (3.14)

dengan WN adalah matriks penimbang definit positif yang simetris. Dengan
mendiferensiasikan persamaan di atas terhadap akan diperoleh penduga GMM
sebagai berikut :
̂

(∑

)

(∑

)

(∑

)



............ (3.15)

14
Sifat dari penduga GMM pada persamaan (3.15) bergantung pada pemilihan WN
yang konsisten selama WN definit positif, misalnya WN = I yang merupakan
matriks identitas.
Matriks penimbang optimal (optimal weighting matrix) akan memberikan
penduga yang paling efisien karena menghasilkan matriks kovarian asimtotik
terkecil bagi ̂
. Sebagaimana dalam teori umum GMM (Verbeek 2000),
diketahui bahwa matriks penimbang optimal proporsional terhadap matriks
kovarian invers dari momen sampel. Dalam hal ini matriks penimbang optimal
seharusnya memenuhi
[

[

]

]

................................ (3.16)

Dalam kasus biasa, dimana tidak ada restriksi yang dikarenakan terhada matriks
kovarian , matriks penimbang optimal dapat di estimasai menggunakan firststep consisten estimator bagi dan mengganti operator ekspektasi dengan ratarata sampel yakni two step estimator
̂

[ ⁄ ∑

̂

]

[

̂

] ................................................... (3.17)

Dengan ̂ menyatakan vektor residual yang diperoleh dari first-step consisten
estimator.
Pendekatan GMM secara umum tidak menekankan bawa
pada
seluruh individu dan waktu, dan matriks penimbang optimal kemudian diestimasi
tanpa mengenakan retriksi. Ketidakberadaan autokorelasi dibutuhkan untuk
menjamin validitas kondisi momen. Oleh karena pendugaan matriks penimbang
optimal tidak terestriksi, maka dimungkinkan (sangat dianjurkan bagi sampel
berukuran kecil) menekankan ketidakberadaan autokorelasi pada
dan juga
dikombinasikan dengan asumsi homoskedastis. Dengan catatan di bawah
restriksi :

[

] ................................. (3.18)

matriks penimbang optimal dapat ditentukan sebagai (one step estimator)
̂

[ ⁄ ∑

]

........................... ................................. (3.19)

Sebagai catatan bahwa persamaan (3.19) tidak mengandung parameter yang tidak
diketahui, sehingga penduga GMM yang optimal dapat dihitung dalam satu
langkah bila error
diasumsikan homoskedastis dan tidak mengandung
autokorelasi.
Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus, maka
persamaan (3.1) dapat ditulis kembali menjadi
....................................................... (3.20)

15
Parameter persamaan tersebut juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi
variabel instrumen atau pendekatan GMM. Bergantung pada asumsi yang dibuat
terhadap
, sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Bila
strictly exogenus dalam arti
tidak berkorelasi dengan sembarang error
,
akan diperoleh sebagai berikut :
[

]

; untuk setiap t ....................................................... (3.21)

[

]

; untuk setiap t

[

]

Sehingga
dapat ditambah ke dalam daftar instrumen untuk persamaan
first difference setiap periode. Hal ini akan membuat jumlah baris pada menjadi
besar. Selanjutnya, dengan menggunakan kondisi momen
..................................................... (3.22)

Matriks instrumen dapat dituliskan sebagai
]

[
[

.................. (3.23)
[

]

]

Bila variabel
tidak strickly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus
dimana
dan lag
tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan
diperoleh [
]
, untuk s ≥ t. Dalam kasus
instrumen yang
valid bagi persamaan first difference pada periode t, kondisi momen dapat
dikenakan sebagai
[
]
.............................................. (3.24)
Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan
predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Zi kemudian dapat
disesuaikan.

2. System GMM (SYS-GMM)
Inti dari metode System GMM yaitu pengestimasian sistem persamaan baik
pada first difference maupun level. Instrumen yang digunakan pada level.
Instrumen yang digunakan pada level adalah lag first difference. Asumsi
, untuk i =1, ... , N.
tambahan pada metode SYS GMM adalah
Adapun matriks instrumen bagi SYS GMM adalah (Firdaus 2011)
[

[

]

................................................... (3.25)
[

]]

Himpunan kondisi momen dapat dituliskan sebagai :
[

]

.................................................................................. (3.26)

16
.................................................. (3.27)
Maka System GMM memiliki kombinasi instrumen berupa level pada persamaan
first difference dan instrumen berupa first difference pada persamaan level.
Blundell dan Bond (1998) mendapatkan bahawa estimasi SYS GMM merupakan
salah satu cara untuk mengatasi masalah bias pada sampel yang sedikit dan
kekurangan yang ada pada FD GMM ketika T yang digunakan kecil.
Pemilihan model GMM terbaik menggunakan beberapa kriteria, yaitu
(Firdaus 2011) :
1. Tidak bias, jika estimator berada diantara estimator PLS dan FE.
Koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan oleh PLS akan bias ke
atas, sedangkan koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan dari FE
akan bias ke bawah
2. Instrumen valid, jika uji Sargan menunjukan penolakan hiotesis nol.
Apabila hasil metode FD GMM menunjukan instrumen yang digunakan
tidak valid, maka digunakan metode SYS GMM. Uji sargan digunakan
untuk overidentifiying restriction untuk menguji masalah validitas pada
instrumen yang digunakan. Jika instrumen valid maka tidak ada korelasi
antara instrumen dengan komponen error.
3. Konsisten, jika pada uji Arellano-Bond statistik m1 menunjukan
hipotesis nol ditolak dan m2 menunjukan hipotesis tidak tolak hipotesis
nol. Uji Arellano-Bond merupakan uji autokorelasi pada pendekatan
GMM untuk mengetahui konsistensi estimasi.
Analisis Kriteria Maastricht Treaty
Analisis ini membandingkan empat kriteria Maastricht Treaty antar negara
di ASEAN. Analisis dilakukan dengan membandingkan kinerja ekonomi ASEAN
yang diukur sebagai berikut :
1. Tingkat inflasi negara tidak boleh melebihi 1.5% di atas rata-rata inflasi
tiga negara yang memiliki inflasi rendah.


2. Tingkat suku bunga tidak melebihi 2% di atas rata-rata suku bunga tiap
negara anggota denga inflasi terendah.


3. Defisit sektor publik memiliki reference value tidak melebihi 3% GDP.
4. Utang publik negara memiliki reference value harus lebih rendah atau
mendekati pagu 60% GDP
Analisis Konvergensi
Konvergensi dapat dilihat dari kecenderungan pergerakan satu atau lebih
variabel menuju suatu titik yang sama. Terdapat dua jenis konvergensi, yaitu
konvergensi riil dan nominal. Variabel konvergensi riil pada penelitian ini, yaitu
GDP per kapita PPP dan variabel konvergensi nominal yaitu CPI. Penelitian ini
menggunakan konsep konvergensi absolut, yaitu analisis terjadinya konvergensi
dengan asumsi faktor-faktor lain konstan dan konsep konvergensi kondisional,

17
yaitu analisis konvergensi yang menganalisis terjadinya konvergensi dengan
faktor-faktor yang memengaruhinya. Dalam menutupi kesenjangan antar negara
akan memerlukan waktu untuk mencapai konvergensi. Menurut Jan dan A.R
Chaudhary (2011), nilai half life convergence (H) atau waktu yang diperlukan
untuk menutup setengah kesenjangan awal dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :

Model Analisis Konvergensi Pendapatan
Konvergensi
pada konvergensi pendapatan terjadi jika negara yang
kurang berkembang dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara yang
lebih maju. Model konvergensi absolut pendapatan dalam Vojinovic dan Oplotnik
(2008), yaitu
......................................... (3.28)
Dimana
merupakan GDP per capita at PPP pada negara i saat waktu t,
adalah konstan dan merupakan error term. Dalam Mutaqin dan Ichihashi (2012),
untuk mendapatkan tingkat konvergensi persamaan tersebut dapat diestimasi ke
dalam bentuk :
....................................................... (3.29)
........................................................ (3.30)
............................................................. (3.31)
Jika nilai
berada diantara 0 dan -1 maka telah terjadi konvergensi.
Menurut Romer (2006), nilai
sama dengan -1 maka terjadi konvergensi
sempurna, nilai yang negatif menandakan negara yang memiliki pendapatan
tinggi mempunyai pertumbuhan yang kecil.
Penelitian ini model acuan untuk konvergensi kondisional yang digunakan
dari Cieslik dan Tarsalewska (2009) yang menganalisis pengaruh perdagangan
dan FDI terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menambahkan faktor investasi
domestik, yaitu nilai tambah industri dan nilai tambah manufaktur. Model
penelitian tersebut, yaitu :

yit
yi,t-1
Trade
FDI
Industry
Agr

:
: GDP per kapita PPP tahun dasar 2005 negara i tahun t (USD)
: GDP per kapita PPP tahun dasar 2005 negara i pada tahun
sebelumnya (USD)
: Total perdagangan (persen)
: Foreign Direct Investment (persen)
: Pertumbuhan nilai tambah industri (persen)
: Pertumbuhan nilai tambah pertanian (persen)

18
HH
i
t

: Pengeluaran konsumsi rumah tangga (USD)
: error term
: negara yang diamati
: periode penelitian
: koefisien regresi

dimana
, jika
kuran