Pengaruh Pengaruh Pola Asuh Disiplin Dan Spiritual, Serta Kecerdasan Spiritual Ibu Terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar Di Perdesaan
PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN SPIRITUAL,
SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN
RETY PUSPITASARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Pola Asuh
Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak
Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” adalah benar karya saya. Karya ini berdasarkan
arahan dari komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari
hasil karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis yang saya buat kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Rety Puspitasari
NIM I251130011
RINGKASAN
RETY PUSPITASARI. Pengaruh Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual,
serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di
Perdesaan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan TIN HERAWATI.
Perkembangan moral individu tidak terlepas dari karakter yang
dimilikinya. Individu dapat dikatakan berkarakter apabila individu mengetahui
moral, merasakan moral, dan melakukan moral, sehingga individu dapat
melakukan kebaikan berdasarkan moral. Kondisi karakter anak Indonesia
mengalami penurunan, hal tersebut dapat terlihat dari anak usia sekolah dasar
yang melakukan tindakan-tindakan yang buruk, seperti tawuran, bullying,
kriminalitas, pencabulan, pemerkosaan, dan perilaku lainnya. Perilaku tersebut
merupakan tindakan yang tidak berkarakter. Ini terjadi kemungkinan dampak dari
kondisi lingkungan yang diterima oleh anak baik lingkungan keluarga maupun
lingkungan lainnya. Karakter penting dibentuk oleh keluarga sebagai pengasuh
utama anak usia sekolah dasar. Anak usia sekolah dasar masih mengalami
perkembangan moral pada tahap berikutnya sehingga penting pengasuhan
karakter dilakukan pada usia ini, karena akan berdampak dalam jangka panjang
sampai anak menjadi dewasa. Orangtua melalui perannya membentuk karakter
anak usia sekolah dasar melalui proses pengasuhan yang positif. Proses
pengasuhan positif dapat dilihat dari pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual,
serta dapat dilihat melalui kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual
ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar di perdesaan.
Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun
2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan
Berbasis Family and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti,
M.Sc. dan anggotanya Alfiasari SP., M.Si. Pemilihan tempat dilakukan secara
purposive di perdesaan wilayah Kabupaten Bogor. Penarikan contoh pada
penelitian dengan menggunakan proportional random sampling dengan jumlah
125 responden. Pengambilan data dilakukan melalui teknik wawancara dengan
bantuan kuesioner. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, uji independent ttest, dan uji regresi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari pola asuh
disiplin dan spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Terdapat
perbedaan yang signifikan antara karakter anak laki-laki dengan anak perempuan.
Tidak terdapat perbedaan kecerdasan spiritual ibu pada anak lak-laki dan anak
perempuan. Karakter anak perempuan lebih baik dari anak laki-laki. Hasil analisis
regresi menunjukkan bahwa pendapatan, pola asuh disiplin induktif, pola asuh
spiritual, kecerdasan spiritual ibu berpengaruh terhadap karakter anak.
Kata kunci : pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual ibu,
karakter anak.
SUMMARY
RETI PUSPITASARI. The Effect of Discipline and Spiritual Parenting Pattern,
and Mother Spiritual Quotient on Character of School-Age Children In Rural
Area. Supervised by DWI HASTUTI and TIN HERAWATI.
Moral development of individual is inseparable from the character. It is
said that individual with good character is one with good moral knowing, moral
feeling, and moral acting. The condition of children character in Indonesia has
decreased, it can be seen from the children in elementary school who conducted
bad things such as fights, bullying, crime, sexual abuse, rape, and other bad
behaviors. This could be happens because they have bad experience from their
environment as in family environment. Character is formed by the family as the
primary caretaker of the child. Children in elementary school are still in the
process of moral development, so it‟s important to help children to have good
characters. Parents can help children to have good characters through positive
parenting. Positive parenting can be seen from discipline and spiritual parenting
pattern, and spiritual quotient from mothers. The purpose of this study was to
analyze the effect of discipline and spiritual parenting pattern, and parent spiritual
quotient on character of school age children in rural area.
This study was part of a grant research of " Character Education Model of
Children in Rural Family with Family and School - Based Partnership" chaired by
Dr. Ir. Dwi Hastuti, Msc. and Alfiasari SP, MSc. as a member. This study was
conducted in Ciasihan and Ciasmara, Pamijahan, Bogor. The sample consisted of
125 respondents and selected by using proportional random sampling method.
Data were collected through interview with questionnaire as research tool. Data
were analyzed with descriptive analysis, independent t-test and regression test.
There were no significant differences of discipline and spiritual parenting pattern
based on child‟s gender. There were significant differences of character based on
child‟s gender. There were no significant differences of mother‟s spiritual quotient
based on child‟s gender.This study found that girls have better character than
boys. Regression analysis showed that family income, parenting pattern of
inductive discipline, parenting pattern of spiritual, and mother spiritual quotient
were affecting child‟s character.
Keywords: child‟s character, parenting pattern of discipline, parenting pattern of
spiritual, mother spiritual quotient
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN SPIRITUAL,
SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala
karunia-Nya sehingga penulisan usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pola
Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter
Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” telah diselesaikan dengan baik. Penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu penulis sejak menjadi mahasiswa pascasarjana hingga dapat
menyelesaikan studi, yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin
Herawati, S.P., M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan wawasan pengetahuan yang amat
bermanfaat bagi tersusunnya tesis ini.
2. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model
Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and
School Partnership” yakni, kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., Alfiasari SP,
M.Si., yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut,
sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis.
3. Tak ada kata yang dapat mengambarkan rasa terima kasih pada suami
tercinta, Kakanda Mochamad Ade Nugraha, SP., ME. atas doa, dukungan,
cinta, dan kasih sayangnya yang tak terhingga. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua anak-anak tersayang Mohammad Arsyad Izzadin
dan Mohammad Akmal Nasrullah atas semangat dan dukungannya.
4. Keluarga Bapak dan Ibu RT, Pemerintah Desa dan masyarakat di Desa
Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
5. Saudari Leni Novitasari, S.Si, Zervina Rubyn Devi Situmorang, S.Si, dan
teman-teman tim HIKOM sebagai enumerator dalam penelitian.
6. Teman-teman PS IKA angkatan 2013 dan staf administrasi PS IKA atas
dukunganya selama penyelesaian tesis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin Ya Allah.
Bogor, Januari 2016
Rety Puspitasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
2
3
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner
Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Pola Asuh Dispilin
Pola Asuh Spiritual
Kecerdasan Spiritual
Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
4
4
5
5
6
7
3. KERANGKA PEMIKIRAN
11
4. METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Prosedur Pengambilan Contoh
Cara Pengumpulan Data
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
13
13
13
14
15
16
5. KARAKTERISTIK KELUARGA DAN
KARAKTERISTIK ANAK
18
6. PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN
POLA ASUH SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
23
24
26
32
35
35
7. PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL
IBU TERHADAP KARAKTER ANAK
USIA SEKOLAH DASAR
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
38
41
42
46
49
49
8. PEMBAHASAN UMUM
52
9. SIMPULAN DAN SARAN
55
10. DAFTAR PUSTAKA
57
LAMPIRAN
62
DAFTAR TABEL
4.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6.1 Sebaran contoh berdasarkan kategori,
nilai rata-rata dan standar deviasi, dan
koefisien uji beda variabel pola asuh
disiplin antara anak laki-laki dan anak perempuan
6.2 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata
dan standar deviasi, dan koefisien uji beda
variabel pola asuh spiritual antara anak
laki-laki dan anak perempuan
6.3 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata
dan standar deviasi, dan koefisien uji beda
variabel karakter antara anak laki-laki
dan anak perempuan
6.4 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan
anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh
spiritual yang berpengaruh terhadap karakter
6.5 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, pola
asuh disiplin, dan pola asuh spiritual yang berpengaruh
terhadap karakter
7.1 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori,
nilai rata-rata, dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.2 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori,
nilai rata-rata pada indikator kecerdasan spiritual
dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.3 Sebaran contoh karakter anak berdasarkan kategori
perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.4 Sebaran contoh karakter anak perdimensi
berdasarkan kategori, nilai rata-rata,
dan standar deviasi perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.5 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik
keluarga dan anak, kecerdasan spiritual ibu dengan
karakter anak laki-laki dan anak perempuan
7.6 Koefisien regresi karakteristik keluarga
dan anak, kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter
anak usia sekolah dasar
14
26
28
29
30
31
42
43
44
44
45
46
DAFTAR GAMBAR
2.1 Komponen karakter baik Thomas Lickona
3.1 Kerangka berpikir
8
12
4.1 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian
13
DAFTAR LAMPIRAN
1. Koefisien korelasi karakteristik keluarga
2. Koefisien korelasi karakteristik keluarga
dan karakteristik anak dengan pola asuh
disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter
3. Koefisien korelasi anatara kecerdasan spiritual
dengan pola asuh spiritual
4. Koefisien korelasi karakteristik keluarga
dan karakteristik anakkecerdasan spiritual
dengan karakter
5. Skor hasil pernyataan persepsi anak
5.1 Pola asuh disiplin
6. Skor hasil pernyataan
6.1 Pola asuh spiritual
7. Skor pernyataan hasil kecerdasan spiritual ibu
8. Skor pernyataan hasil Karakter anak
9. Sumber acuan jurnal
10. Riwayat Hidup
63
63
63
64
64
66
68
71
75
78
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nilai moral sudah seharusnya diberikan orangtua kepada anak karena
dapat menjadi budi pekerti dan watak batiniah yang digunakan dalam menghadapi
situasi atau keadaan dengan cara yang bermoral (Lickona, 2013). Nilai moral
membentuk karakter, yang menjadi fondasi penting dalam terbentuknya
masyarakat beradab dan sejahtera (Megawangi, 2009). Anak adalah sebagai
generasi penerus bangsa, sehingga anak harus tumbuh dan berkembang dengan
baik dan matang secara moral. Anak yang matang secara moral akan mampu
menilai sesuatu yang baik atau buruk dalam menghadapi setiap keadaan, sehingga
terhindar dari perilaku tidak bermoral. Anak yang berperilaku sesuai moral adalah
anak yang berkarakter. Lickona (2013) mengatakan sesorang yang berkarakter
adalah yang mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan
kebaikan.
Anak yang berkarakter adalah anak yang matang secara emosi dan
spiritual (Megawangi, 2009). Kematangan emosi dan spiritual seorang anak
didapat melalui pengalaman bersama keluarga. Orangtua selalu dihadapkan pada
perilaku anak dalam menegakkan aturan sehingga orangtua perlu melakukan
disiplin. Disiplin dapat mempengaruhi nilai-nilai pada anak dan sering muncul
ketika anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar
moral yang berlaku. Orang tua yang berulang kali menggunakan cara tertentu dari
disiplin akan membantu anak dalam mengembangkan emosi, yang diperlukan
dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain dalam berperilaku moral
Hoffman (2000).
Kebutuhan dasar setiap individu adalah ditanamkannya moral dan spiritual
karena sebagai landasan penting dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (Hastuti, 2015). Secara alami anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan
(Megawangi, 2009), maka melalui pola asuh spiritual, orangtua membimbing
anak agar berperilaku baik. Kebaikan didorong dan dirangsang oleh orangtua
secara terus-menerus melalui pelukan, kehangatan, dan kasih sayang agar
kebaikan itu akan terus berkembang menjadi perilaku. Melalui medan energi,
memori yang dimiliki manusia apabila diulang terus-menerus akan terbentuk pola
dan kebiasaan yang akhirnya akan menjadi karakter (Sheldrake, 1987).
Peran ibu dalam mengasuh anak terlihat dari kuantitas dan kualitas yang
diberikan kepada anak (Hastuti, 2015). Ibu memberikan kualitasnya melalui
interaksi bersama anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Ibu akan menghadapi berbagai perilaku anak, terutama perilaku yang melanggar
aturan moral. Ibu harus dapat menangani dan memperbaiki perilaku anak yang
melanggar melalui interaksi. Kondisi ibu harus dalam keadaan stabil dapat
mengatasi situasi tanpa menyakiti anak. Terutama saat ibu menghadapi periode
anak usia sekolah dasar yang merupakan masa anak mengadopsi standar moral
orangtua sehingga anak ingin mendapatkan penilaian baik dari orangtuanya.
Lickona (1983) mengatakan anak usia sekolah dasar adalah fase balas membalas,
yaitu anak akan menyukai seseorang yang baik kepadanya dan akan membenci
2
orang yang tidak baik kepadanya. Karena itu, kecerdasan spiritual ibu menjadi
penting dalam membentuk pemahaman nilai-nilai pada anak. Menurut Iglesias
(2010) agama dan spiritual orang tua memiliki pengaruh terhadap pemahaman
nilai-nilai anak. Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang dibutuhkan dalam
memfungsikan kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual secara efektif.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa (Zohar dan Marshall, 2001). Ibu akan
lebih arif dan menyadari tentang nilai-nilai dan kreatif menemukan nilai-nilai
baru. Menurut penelitian, spiritual dapat memberikan pengaruh pada pola asuh
orangtua (Arca, 2007).
Berdasarkan pemaparan, penanaman nilai moral anak melalui pola asuh
disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu sudah seharusnya anak
berperilaku sesuai moral. Namun kenyataannya, masih banyak perilaku anak yang
yang bertentangan dengan moral. Menurut data Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Januari 2011- Maret 2015 menunjukkan jumlah kasus anak setiap
tahunnya mengalami kenaikan. Beberapa kasus di antaranya, 1797 kasus pada
bidang pendidikan (tawuran pelajar, bullying, pungli), 991 kasus bidang
pornografi dan cybercrime (kejahatan seksual online, pornografi dan media
sosial), dan 5901 kasus anak yang berhadapan dengan hukum (kekerasan fisik,
pembunuhan, pencurian, kecelakaan lalu lintas, penculikan, aborsi, dan
kepemilikan senjata tajam). Perilaku buruk yang dilakukan oleh anak dikarenakan
rendahnya kesadaran moral (Lickona, 2001). Karena itu, perlunya orangtua
melakukan penanaman karakter pada anak, karakter yang berkualitas dibentuk
sejak kecil, agar anak terhindar dari pribadi yang bermasalah saat dewasa
(Megawangi, 2009).
Masalah Penelitian
Pola asuh disiplin merupakan teknik atau cara yang dilakukan oleh
orangtua dalam mendorong anak untuk berperilaku baik (Hastuti, 2015). Patrick et
al.(2012) menyatakan bahwa pola asuh disiplin orangtua berhubungan dengan
meningkatnya identitas moral. Identitas moral merupakan komitmen individu
terhadap moral, sehingga sesuatu yang dilanggar komitmen moral individu akan
merasa terancam integritas dirinya (Santrock, 2012). Multiple Indicator Cluster
Survey (MICS) pada program UNICEF di kabupaten terpilih di salah satu
Propinsi di Indonesia melakukan survei dengan sampel 6000 rumah tangga (1000
setiap kabupaten) dan ibu atau pengasuh dari anak usia 2-14 tahun menemukan
bahwa ibu masih menggunakan pola asuh disiplin penegasan dan jumlahnya di
atas 80 persen di setiap kabupaten.
Karakter merupakan perilaku yang baik dalam melakukan tindakantindakan yang benar berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain
(Lickona, 2013). Saat ini, kondisi karakter anak usia sekolah dasar di Indonesia
cukup memprihatinkan, hal itu dapat terlihat dari beberapa kasus yang sudah
dilaporkan kepada kepolisian. Di Kabupaten Bogor misalnya, ada kasus tindak
pidana yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar setiap tahun di antaranya
pencabulan, persetubuhan, dan perkosaan (data Polres Kabupaten Bogor 20102014). Hasil penelitian mengenai karakter terhadap 100 sampel anak di kabupaten
3
dan kota Bogor menemukan bahwa karakter anak di perdesaan lebih rendah
dibandingkan di perkotaan (Dewanggi, 2014).
Spiritual merupakan hal dasar yang dibutuhkan oleh setiap individu karena
keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi spiritual yang baik dapat
membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai yang baik. Hasil studi Herawati
(2012) terhadap keluarga di Kabupaten Bogor menemukan bahwa tidak
sepenuhnya orangtua memberikan spiritual terhadap anak karena orangtuanya
sendiri masih jarang melakukan spiritual keagamaan.
Hasil pemaparan yang dijelaskan, maka permasalahan yang ingin dijawab
dalam penelitian yaitu (1) manakah dimensi pola asuh disiplin yang paling
berpengaruh terhadap karakter, (2) manakah di antara pola asuh disiplin atau pola
asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter, (3) apakah terdapat hubungan
antara pola asuh spiritual dengan kecerdasan spiritual ibu, (3) apakah terdapat
perbedaan antara pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual pada anak laki-laki
dan perempuan (4) serta adakah pengaruh kecerdasan spiritual ibu terhadap
karakter.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah menganalisis pengaruh pola asuh disiplin
dan spiritual, serta kecerdasan spiritual Ibu terhadap karakter anak usia sekolah
dasar di perdesaan. Tujuan khusus penelitian adalah :
1. mengidentifikasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin dan
spiritual, kecerdasan spiritual ibu, dan karakter anak,
2. menganalisis perbedaan pola asuh disiplin dan spiritual ibu, kecerdasan
spiritual ibu, dan karakter antara anak laki-laki dan perempuan,
3. menganalisis hubungan pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan
spiritual ibu dengan karakter anak,
4. menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual ibu, serta
kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu orangtua dalam pembentukan
karakter anak, terutama dalam keterampilan mengasuh anak melalui pola asuh
disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini
memberikan informasi tentang pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan
kecerdasan spiritual yang dilakukan ibu di perdesaan. Bagi pemerintah, penelitian
dapat dimanfaatkan untuk menjadi sebuah acuan di dalam pembuatan kebijakan
pendidikan karakter dan meningkatkan sumber daya manusia sebagai aset negara.
Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat menjadi sumber acuan untuk
melakukan penelitian yang lebih dalam lagi mengenai karakter, khususnya
penelitian dalam bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner
Keluarga adalah tempat pertama anak untuk dididik dan dibesarkan
(Megawangi, 2009). Oleh karenanya, keluarga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak. Anak melakukan interaksi bersama keluarga
serta lingkungan masyarakat di sekelilingnya. Teori yang mendasari penelitian ini
adalah teori ekologi Bronfenbrenner. Teori ekologi mengedepankan faktor
lingkungan, dengan pengaruh sistem lingkungan terhadap perkembangan
(Santrock, 2012). Sistem ini diidentifikasi dalam lima sistem lingkungan, yaitu
mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Hastuti,
2015).
Pertama, lingkungan mikro tempat anak tinggal yaitu keluarga, teman
sebaya, sekolah, dan tetangga. Anak berinteraksi langsung dengan orang tua, guru,
teman seusia, dan orang lain. Di lingkungan ini, anak paling banyak berinteraksi
untuk berkembang membentuk pola dan kebiasaan hidup sehari-hari. Kedua
mesosistem adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan
pengalaman di sekolah, keluarga dan teman sebaya. Ketiga eksosistem terjadi saat
pengalaman dikaitkan dengan lingkungan sosial dan individu tidak memiliki peran
aktif dalam konteks individu itu sendiri. Keempat makrosistem adalah budaya
tempat individu tinggal. Kelima, kronosistem adalah peristiwa lingkungan dan
transisi dari rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris (Santrock, 2012;
Puspitawati, 2012; Hastuti, 2015).
Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Kohlberg (1977) berpandangan bahwa pada dasarnya setiap orang
bermoral, yang perkembangannya dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut.
Pra konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu heteronom (anak bersikap egosentris
sehingga mereka beranggapan bahwa perasaannya dapat dimengerti oleh orang
lain. Perilaku moral dihubungkan dengan hukuman, apapun yang dihargai
merupakan perbuatan yang baik, dan apapun yang dihukum merupakan perbuatan
yang buruk) dan individual (kondisi anak mulai paham bahwa orang lain memiliki
kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Perilaku dinilai baik apabila dapat
memenuhi kepentingan individu. Timbal balik merupakan suatu kebutuhan).
Konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu interpersonal comformity
(ekspektasi-ekspetasi antarpribadi timbal balik, keselarasan hubungan dan
antarpribadi. Rasa percaya diri, kasih sayang dan kesetiaan dihargai dan
dipandang sebagai dasar dari penilaian moral. Moral baik menurut anak jika
mereka disukai oleh orang lain) dan law and order (moral dikatakan baik apabila
ditetapkan sesuai hukum (sah dan legal) yang berlaku di masyarakat. Hukum atau
aturan harus dipatuhi, walaupun tidak adil. Hukum atau aturan harus dipatuhi
karena untuk menjaga tatanan sosial di masyarakat).
Pasca konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu kontrak sosial dan hak
individual (validitas hukum harus diubah apabila tidak dapat mempertahankan dan
5
melindungi hak dan nilai dasar dari manusia) dan prinsip-prinsip etika universal
(individu mengembangkan kode moral internal yang berdasarkan nilai-nilai
universal dan hak-hak manusia yang mendahului aturan dan hukum sosial.
Dihadapkan pada konflik antara hukum dan hati nurani, maka nurani yang akan
diikuti walaupun berisiko).
Pola Asuh Disiplin
Secara persuasif orangtua melakukan pengasuhan melalui gaya dan
strategi disiplin (Wilson dan Morgan, 2004). Hoffman (2000) menemukan adanya
pengaruh pengasuhan disiplin orangtua terhadap nilai-nilai pada anak. Orangtua
menghadapi perilaku anak yang tidak dapat diduga setiap harinya terutama ketika
anak sudah berada di lingkungan sosial. Oleh karena itu, orangtua penting
melakukan pendisiplinan kepada anak. Pendisiplinan yang dilakukan orangtua
merupakan interaksi bersama anak yang dilakukan melalui beberapa teknik
disiplin dengan mengasuh dan mengajarkan anak mengenai perilaku. Orangtua
menegakkan aturan ketika anak melakukan kesalahan sehingga cara yang
diberikan harus tepat.
Anak-anak membutuhkan banyak pelatihan dalam menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan moral. Orang tua cukup membutuhkan waktu dalam
memberikan instruksi moral pada anak-anak. Ada tiga teknik utama yang
digunakan oleh orang tua dalam menyampaikan aturan-aturan moral yang
melibatkan emosi (Hoffman 2000), yaitu induktif (penjelasan), power assertion
(penegasan), dan love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal).
Induktif adalah teknik yang dilakukan dengan cara berkomunikasi dan
penalaran yang jelas dalam menetapkan standar anak taat. Strategi ini bentuknya
lebih demokrasi. Secara luas, disiplin induktif adalah penawaran yang diberikan
orangtua dengan alasan mengapa anak perlu mengubah tingkah lakunya. Hoffman
(2000) berpendapat bahwa orientasi induktif adalah dengan cara orangtua
menunjukkan implikasi dari tindakan anak terhadap orang lain, terutama
pentingnya dalam meningkatkan internalisasi nilai-nilai.
Powerassertive (penegasan) adalah teknik yang digunakan secara tegas
dalam mengubah anak ketika anak melakukan kenakalan, meliputi ancaman
secara fisik, kontrol pada anak berupa material yang berupa hukuman,
penghapusan hak istimewa sehingga anak dapat mengubah perilakunya. Cara
disiplin ini biasanya menggunakan fisik, seperti memukul, menendang, mencubit,
menampar, mendorong, dan lainnya.
Love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal) adalah
metode atau cara yang dilakukan dengan mengabaikan, mengisolasi, atau
menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak sehingga anak akan membawa
perubahan perilaku.
Pola Asuh Spiritual
Anak penting untuk diberikan penanaman spiritual oleh orangtua karena
spiritual merupakan kebutuhan yang mendasar bagi individu dalam keyakinannya
6
terhadap Tuhan. Anak akan memiliki landasan yang penting dalam menjalankan
kehidupannya. Dengan demikian, pola asuh spiritual orangtua akan membimbing
dan mengarahkan anak untuk berperilaku baik dalam kondisi dan tempat anak
berada (Hastuti, 2015).
Ada faktor alami dan lingkungan yang mempengaruhi seorang anak
(Megawangi, 2009). Ibu yang kondisinya baik saat mengandung dan setelah
melahirkan akan menghasilkan hormon yang berpengaruh pada otak. Hormon ini
akan menentukan perilaku pengasuhan pada ibu, hormon ini akan memprogram
sistem metabolisme pada anak, yang nantinya akan mempengaruhi anak setelah
dewasa, terutama pada anak perempuan. Melalui sosok seorang ibu, seorang anak
mendapatkan energi baru dalam mengarungi dan mengeksplorasi kehidupannya
(Megawangi, 2014). Secara alami anak telah memiliki kebaikan, apabila kebaikan
itu didorong melalui pola asuh spiritual yang baik, kemungkinan perilaku anak
akan dipengaruhi. Ahli biologi Sheldrake (1987) mengatakan kesadaran kita
terhubung ke bidang kolektif yang disebut bidang morfik. Setiap anggota
kelompok dapat memberikan kontribusi terhadap bidang morfik kolektif sehingga
kesadaran bidang morfik ini dapat diterima oleh setiap individu. Sheldrake (1987)
mempercayai bahwa bidang morfik berisi informasi untuk rencana pembangunan
sebuah organisme hidup.
Sheldrake (1987) mengatakan bahwa semua organisme mempunyai bentuk
resonansi sendiri, sebuah medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme
itu, yang memberinya informasi dan bentuk yang disebut morphogenetic.
Morphogenetic melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat dengan
medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka dengan
akumulasi ingatan pengalaman masa lalu dari spesies tersebut. Tetapi medan ini
menjadi lebih spesifik, membentuk medan di dalam medan, dengan setiap pikiran
bahkan setiap organ tubuh mempunyai resonansi dan sejarah uniknya sendiri,
menstabilkan kehidupan tersebut dengan gambaran dari pengalaman masa
lampau.
Kecerdasan Spiritual
Spiritual asalnya dari bahasa latin spiritus, artinya sesuatu yang dapat
memberikan kehidupan dan vitalitas pada sebuah sistem. Spiritual didefinisikan
sebagai pemberian makna, nilai-nilai, dan berbagai niat yang mendasari apa yang
kita lakukan. Spiritual dapat dipandang sebagai peningkatan yang dimiliki
seseorang tentang kehidupan, dengan melakukan pertanyaan pada diri sendiri,
mengapa kita melakukan dan mencari cara untuk melakukannya sehingga
menjadi lebih baik. Spiritual ini harus dapat menimba makna, nilai, tujuan, dan
motivasi, dan itu semua dapat dijangkau melalui kecerdasan spiritual.
Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, cerdas
menempatkan perilaku pada kehidupan dalam kontek makna yang lebih luas,
kecerdasan dalam menilai bahwa tindakan seseorang akan bermakna
dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spriritual adalah dasar dan fungsi
yang efektif yang diperlukan dalam kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan
emosi (EQ). Kecerdasan spiritual akan memberikan kemampuan dalam
7
membedakan mana perilaku yang baik dan buruk. Kecerdasan spiritual
mengarahkan manusia untuk lebih kreatif dan menyatukan dalam mengatasi
kesenjangan diri dengan yang lainnya.
Tanda-tanda kecerdasan spiritual yang baik menurut Zohar dan Marshall
(2001) sebagai berikut.
a. Kemampuan bersikap fleksibel (beradaptasi spontan dan aktif), dapat
beradaptasi dalam situasi atau keadaan dimana pun berada, dengan tidak
terkungkung pada paradigma yang telah ditetapkan, dengan memahami
paradigma tersebut dengan membuat suatu perubahan.
b. Kemampuan memiliki kesadaran yang tinggi, menyadari masalah itu,
menyadari betapa sedikitnya yang saya ketahui tentang saya, sehingga saya
harus bertekad untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang sederhana dan dapat
meningkatkan komunikasi saya dengan diri saya sendiri.
c. Kemampuan menghadapi dan mengatasi permasalahan, memanfaatkan
spontanitas yang mendalam yang merupakan karunia kecerdasan spiritual
bawaan, sehingga menghadapi secara jujur dengan mengambil tanggung jawab
atas peranan saya di dalamnya.
d. Kemampuan untuk hidup berkualitas memiliki visi dan nilai, visi utama terlihat
nyata dengan mengilhami apa yang dilakukan, sedangkan nilai yang mendalam
adalah menyelamatkan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup, dan
seterusnya.
e. Kemampuan untuk tidak melakukan yang dapat merugikan, kita menyadari diri
kita yang dalam pusat pribadi, yang berakar pada pusat eksistensi itu sendiri,
sehingga seseorang yang spiritualnya cerdas akan mengetahui ketika dia
menyakiti orang lain berarti dia menyakiti dirinya sendiri.
f. Kemampuan menghubungkan setiap bagian dalam mencapai keberhasilan
(holistik).
g. Kemampuan untuk selalu bertanya dalam mendapatkan jawaban yang paling
dasar.
h. Kemampuan independensi terhadap lingkungan sanggup untuk berbeda dan
bertahan dengan keyakinan sendiri, mampu menentang orang banyak,
berpegang pada pendapat yang tidak populer, jika itu memang benar-benar
diyakininya.dapat
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang dapat
dipakai untuk mengambil makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi
sehingga dapat menggunakannya dalam proses berfikir, membuat keputusan dan
segala sesuatu yang patut dilakukan. Kecerdasan spiritual memiliki kemampuan
untuk mengintegrasikan semua kecerdasan baik intelektual dan emosi, sehingga
kecerdasan spiritual mampu menjadikan makhluk yang benar-benar utuh secara
intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan
internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumbernya inti alam semesta sendiri.
Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
Orangtua harus mengajarkan nilai-nilai sebagai dasar dalam pembentukan
karakter (Lickona, 2008). Karakter merupakan sebuah gerak dialektis dalam
proses konsolidasi individu yang dinamis sehingga hasilnya karakter kepribadian
8
stabil. Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian yaitu ciri, karakteristik,
atau sifat yang khas dari seseorang yang merupakan bentukan dari lingkungan
yang diterimanya (Koesoema, 2007).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perasaan Moral
Hati nurani
Harga diri
Empati
Mencintai hal yang
baik
5. Kendali diri
6. Kerendahan hati
1.
2.
3.
4.
Pengetahuan Moral
Kesadaran moral
Pengetahuan nilai moral
Penentuan perspektif
Pemikiran moral
Pengambilan keputusan
Pengetahuan pribadi
Tindakan Moral
1. Kompeten
2. Keinginan
3. Kebiasaan
Gambar 1
Komponen Karakter Baik Thomas Lickona
Lickona (2012) memberikan pemikiran bahwa karakter memiliki tiga
bagian yang saling berhubungan satu sama lainnya yaitu pengetahuan moral,
perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik adalah mengetahui halhal yang baik, menginginkan hal-hal yang baik, dan melakukan tindakan yang
baik. Ketiga hal tersebut akan mewakili karakter yang kita inginkan sesuai dengan
moral.
Pengetahuan moral, memiliki enam aspek sebagai tujuan pendidikan
karakter, yaitu kesadaran moral, menggunakan pemikiran untuk melihat situasi
yang memerlukan penilaian moral dan memahami informasi dari permasalahan,
mengetahui nilai moral berarti mengetahui sebuah nilai dalam memahami cara
dalam menerapkan nilai dalam berbagai situasi, penentuan perspektif,
kemampuan dan mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi, dengan
membayangkan apa yang harus dilakukan dengan bereaksi, berpikir, dan
merasakan permasalahan, pemikiran moral melibatkan pemikiran moral yang
melibatkan pemahaman apa artinya moral, pengambilan keputusan, mampu
berpikir dalam melakukan tindakan melalui permasalahan moral sehingga ahli
dalam mengambil keputusan, pengetahuan pribadi, mengetahui tentang diri
sendiri adalah jenis pengetahuan moral yang sulit untuk diperoleh sehingga
diperlukannya pengembangan karakter.
Perasaan moral, merupakan sisi emosional dari karakter, terdiri dari hati
nurani memiliki sisi, yaitu kognitif (mengetahui yang benar), emosional
(melakukan yang benar), harga diri, menilai diri dan menghargai diri sendiri,
9
dengan tidak terpengaruh oleh orang lain, empati, identifikasi atau pengalaman
yang seolah-olah dialami oleh diri sendiri dengan masuk dalam diri orang lain,
mencintai hal baik, mengikutsertakan pada sifat yang benar-benar tertarik pada
sesuatu yang baik, kendali diri, menahan diri agar tidak mengikuti apa yang ingin
diri lakukan, kerendahan hati, sisi afektif pengetahuan individu.
Tindakan moral, merupakan hasil dari dua bagian karakter, terdiri dari
kompetensi, kemampuan mengubah penilaian dan perasaan moral dalam tindakan
yang moral yang efektif, keinginan, tindakan untuk melakukan yang baik karena
gerakan energi moral dalam melakukan yang kita pikirkan, kebiasaan,
pengalaman yang diulangi dalam melakukan kebaikan dilakukan secara berulangulang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Nilai-nilai moral menurut Lickona (2012) adalah sebagai berikut. Rasa
hormat yaitu menunjukkan penghargaan terhadap diri orang lain selain diri kita
sendiri. Tiga hal yang menjadi pokoknya adalah menghormati diri sendiri,
menghormati orang lain, dan menghormati apapun bentuk kehidupan dan
lingkungan dengan saling menjaga. Menghormati diri sendiri, yaitu
memperlakukan diri sendiri sebagai manusia yang memiliki nilai sehingga kita
akan menjaga diri untuk tidak dirusak oleh sesuatu yang berbahaya, misalnya
narkoba, merokok, dan lainnya. Menghormati orang lain, yaitu memperlakukan
orang lain dengan baik sebagaimana memperlakukan diri sendiri dengan baik
karena orang lain memiliki hak dan nilai yang tinggi sama dengan diri kita sendiri.
Tanggung jawab merupakan bentuk lanjutan dari penghormatan kita
terhadap orang lain. Memberikan respon kepada orang lain dengan memberikan
perhatian terhadap apa yang orang lain inginkan sehingga ada tanggung jawab
yang positif untuk saling menjaga.Tanggung jawab merupakan sikap saling
membutuhkan dengan tidak mengacuhkan orang lain yang ditimpa kesulitan.
Kejujuran berhubungan dengan manusia agar tidak merugikan orang lain
dengan berbuat kecurangan, penipuan, dan pencurian. Toleransi merupakan sikap
dalam memiliki kesetaraan dan tujuan untuk mereka yang memiliki pemikiran,
ras, dan keyakinan berbeda-beda. Kebijaksanaan merupakan hal-hal yang
dilakukan dalam menghindari sesuatu yang membahayakan diri baik secara fisik
maupun moral.
Disiplin diri membentuk kita untuk tidak merasa puas dengan sesuatu yang
kita dapatkan dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dan bekerja
keras dalam menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan diri
sendiri. Tolong menolong, sikap peduli sesama, kerja sama merupakan hal yang
membantu kita dalam melakukan tanggung jawab yang membimbing kita untuk
berbuat kebaikan dengan hati.
Keberanian merupakan sikap yang membentuk kita untuk menghormati
hak orang lain saat kita berhadapan dalam tekanan yang memaksa untuk
bergabung dengan orang lain dalam ketidakadilan. Sikap ini membentuk kita
untuk bersikap tegas dan positif terhadap orang lain.
Demokratis merupakan nilai yang mendidik kita untuk memahami dan
menghargai nilai-nilai demokrasi.
Manusia memiliki kesadaran hidup sehingga dengan kesadaran yang
dimilikinya akan memudahkan manusia untuk hidup lebih baik dalam berperilaku.
Perilaku akan mengantarkan manusia pada kehidupan berkarakter. Setiap orang
memiliki kesadaran moral dan rasa yang terbentuk dari interaksi yang mereka
10
bawa sejak awal bersama pengalaman dengan keluarganya. Hal ini untuk
membedakan derajatnya dengan orang lain. Moral akan membentuk perilaku
manusia dan membuat penilaian dari perilaku orang lain. Simpati, Tanggung
Jawab, dan Wewenang merupakan perasaan sentimen tentang kemanusiaan, kita
akan merasakan penderitaan yang terjadi. Kita akan merasa bertanggung jawab
akan hal itu. Tapi kita tidak merasakan penderitaan orang lain, kita merasa tidak
bertanggung jawab akan hal yang terjadi. Jika kita menganggap simpati dan
keadilan penting, kita akan berkorban untuk membantu dengan berbuat baik demi
kepentingan yang diperlukan. Simpati dan keadilan dianggap penting, kita akan
selalu berbuat baik, walaupun disakiti (Wilson, 1993).
Keadilan didefinisikan sebagai pembagian sama dalam meminimalkan
konflik, sehingga mendapat keuntungan yang sama. Aturan tentang keadilan
muncul pada sebagian besar dari keinginan mementingkan diri sendiri: untuk
mendapatkan perhatian, mendorong kerjasama, atau menyelesaikan perbedaan
pendapat (Wilson, 1993). Rasa keadilan pada manusia diwujudkan pada tiga
konsep, yaitu ekuitas, orang memiliki kontribusi yang sama terhadap hasil, timbal
balik orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain berhak untuk
mendapatkan kembali, ketidakberpihakan orang menghakimi orang lain harus
dapat adil dan jeli terhadap aturan yang telah disepakati di awal.
Setiap orang berusaha untuk menahan diri dan mengontrol dirinya untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kontrol diri merupakan kemampuan
seseorang secara berhati-hati mengejar kepentingannya sendiri. Pengendalian diri
merupakan permasalahan seseorang yang dihadapkan pada pilihan antara
kesenangan sesaat dan nilai yang didapat dalam jangka panjang. Menjadi saleh
tidaklah cukup bagi seseorang untuk mengontrol diri. Perlunya usaha yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan nilai/kebajikan dalam jangka panjang.
Kontrol diri merupakan moral yang dilakukan sebagai simpati dan keadilan.
Kewajiban adalah sifat untuk menghargai walaupun tanpa imbalan dengan
resiko ketakutan terhadap hukuman. Menjadi orang yang bermoral bukan hanya
dengan menghormati kewajiban tetapi dengan menghormati alasan kepentingan
untuk melakukan hal itu. Motivasi kita untuk menghargai kewajiban dengan
melibatkan sesuatu hal yang benar disebut kesetiaan. Kewajiban merupakan
kesediaan orang untuk menghargai kewajibannya tanpa adanya imbalan sosial
untuk melakukannya. Membantu merupakan suatu kewajiban tanpa melihat latar
belakang yang dibantunya, walaupun yang dibantunya membuat marah. Semua
yang dilakukan berdasarkan hati nurani.
Hati nurani merupakan pemahaman terhadap kewajiban moral, dari sisi
kognitif untuk mengetahui apa yang benar, dan sisi emosional merasa wajib untuk
melakukan apa yang benar
11
3. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian menggunakan pendekatan teori ekologi Bronfenbrenner (1994),
yaitu anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat
yang membentuk pola kebiasaannya dalam sehari-hari ketika anak berinteraksi
dengan lingkungan di rumah, sekolah, dan teman sebayanya. Aplikasi teori ada
pada pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu kepada anak.
Penelitian ini pun menggunakan pendekatan teori pola asuh disiplin Hoffman,
teori morphic field, teori kecerdasan spiritual Danah dan Zohar untuk melihat
pengaruh keluarga terhadap karakter anak.
Anak berada di dalam lingkungan keluarga yang merupakan kelompok
sosial dan bagian dari lingkungan masyarakat yang mempengaruhi orangtua
dalam melakukan tugas-tugasnya. Hal ini seperti yang digambarkan
Brofenbrenner (1994) bahwa anak mendapatkan pengalaman dan melewati masa
perkembangan melalui interaksi dengan orang dan lingkungan yang ada di
sekitarnya. Karena itu, keluarga memiliki peran penting memberikan pengasuhan
dalam mengajarkan nilai-nilai agar anak berkarakter. Karakter pada anak penting
untuk diteliti terutama pada masa anak usia sekolah dasar karena masa ini anak
sudah memasuki masa sekolah dimana anak akan berinteraksi selain keluarganya
yaitu bersama teman sebayanya (Santrock, 2012). Pada masa ini, tahapan anak
akan menyukai orang lain yang baik kepadanya, dan membenci kepada orang
yang tidak baik kepadanya (Hastuti, 2015).
Sebagai individu, orangtua harus memiliki kecerdasan spiritual karena
dapat menggambarkan kualitas hidup individu. Kecerdasan spiritual akan
membantu manusia menjalani hidup dalam tingkatan makna yang lebih dalam
(Zohar dan Marshall, 2001). Kondisi spiritual yang baik diperlukan dalam
keluarga karena akan mampu membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai
yang baik (Sinaga, 2007 dalam Herawati, 2012). Sebagaimana pada karakteristik
keluarga kecerdasan spiritual berhubungan dengan usia, penelitian menemukan
semakin tinggi usia individu maka kecerdasan spiritualnya akan lebih baik. Tidak
berbeda dengan jenis kelamin yang memiliki hubungan dengan kecerdasan
spiritual (Singh dan Sinha, 2013). Kemampuan keluarga dalam pengasuhan tidak
terlepas dari keadaan ekonomi dan merupakan faktor yang berhubungan dengan
kemampuan spiritual ibu dalam melakukan praktik pengasuhan (Bert, 2011).
Spiritual memiliki hubungan dengan harga diri individu, sehingga orangtua
sebagai individu dengan harga diri akan lebih optimis dalam menghadapi
kehidupan (Tabitha, 2014). Orangtua dengan spiritual yang baik akan
menjalankan agamanya ketika berhubungan dengan perilaku anak (Bert, 2011).
Kecerdasan spiritual yang tinggi berhubungan dengan ciri orangtua yang
mengasuh dengan penuh kasih sayang (Zohar dan Marshall, 2001). Spiritual atau
agama yang orangtua miliki akan mempengaruhi praktik pengasuhan (Syakarani,
2004; Arca, 2007), sehingga pola asuh spiritual itu akan berpengaruh terhadap
nilai-nilai moral pada anak (Iglesias, 2010).
Ada beberapa pola dalam pengasuhan yang menunjukkan pada aspek
tertentu sehingga kebutuhan anak secara fisik dan nonfisik terpenuhi (Hastuti,
2015). Salah satunya adalah pola asuh disiplin, Hoffman membagi pola asuh
disiplin menjadi tiga cara, yaitu induktif (penjelasan), penegasan
(powerassertion), dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal
12
(lovewithdrawl). Pola asuh disiplin ini berhubungan dengan karakter anak
terutama dengan harga diri (Renk et al., 2005). Harga diri merupakan sisi
emosional dari karakter (Lickona, 2013). Karakteristik keluarga yang
berhubungan dengan pola asuh disiplin adalah pendapatan dan pendidikan
(Helpenny et al., 2009). Karakteristik anak yang mempengaruhi pola asuh disiplin
orangtua adalah jenis kelamin (Winskell et al., 2014).
Secara alami seorang anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan, maka
melalui pola asuh spiritual ibu, kecintaan kebaikan itu diharapkan akan terus ada
dan tidak berubah sehingga anak berkarakter. Ibu merupakan energi baru untuk
anak dalam mengarungi kehidupannya (Megawangi, 2009). Sheldrake (1987)
mengatakan bahwa semua organisme memiliki bentuk resonansi sendiri, sebuah
medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme itu, yang memberinya
informasi dan bentuk yang melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat
dengan medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka
dengan akumulasi ingatan pengalaman masa lalu. Karakteristik keluarga yang
berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah pendapatan. Karakteristik anak
yang berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah jenis kelamin.
Dalam pola asuh, ditemukan hubungan antara pola asuh disiplin dengan
perilaku anak (Johnson, 1994; Renk et al., 2005 ; Mc Kinney, 2011; Patrick dan
Gibbs, 2012; Winskell, 2014). Hoffman (2000) dalam penelitiannnya menemukan
bahwa disiplin induktif berhubungan dengan perilaku empati.
Budaya
Kecerdasan Spiritual
Ibu
a. Fleksibel
b. Kesadaran tinggi
c. Bijaksana
d. Adaptasi
e. Visi dan nilai
f. Bermanfaat
g. Holistik
h. Rasa ingin tahu
i. Teguh pendirian
Karakteristik
keluarga
a. Pendidikan
b. Pendapatan
c. Besar Keluarga
d. Usia
Pola Asuh Spiritual
a. Tuhan
b. Personal
c. Sosial
Pola Asuh Disiplin
a. Induktif
(penjelasan)
b. Penegasan
(powerassertion)
c. Mengabaikan/
menyudutkan
dengan kata verbal
(lovewithdrawl)
Karakter Anak
a. Pengetahuan
moral
b. Perasaan
moral
c. Tindakan
moral
Karakteristik anak
a. Usia
b. Jenis Kelamin
Gambar 2 Kerangka Berpikir Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta
Kecerdasan Spiritual terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
13
4. METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor yang diwakili oleh Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di perdesaan dengan alasan hasil penelitian
terdahulu menemukan bahwa karakter anak di perdesaan memerlukan perhatian
yang lebih. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015.
Prosedur Pemilihan Contoh
Populasi penelitian ini adalah anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas
4 dan 5 yang tinggal bersama kedua orangtuanya di dua desa yang terpilih. Total
populasi berjumlah 357 dari dua desa yang terpilih yaitu 142 di Desa Ciasihan dan
215 di Desa Ciasmara. Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan
proportional random sampling, sehingga didapat 50 sampel di desa Ciasihan, dan
75 sampel di desa Ciasmara, total keseluruhan sampel yakni 125 responden.
Kerangka penarikan contoh pada penelitian disajikan dalam Gambar 5.
Kabupaten Bogor
Purposive
Kecamatan Pamijahan
Purposive
Desa Ciasihan
Desa Ciasmara
Purposive
SD Negeri Ciasihan Kelas 4-5
SD Negeri Ciasmara Kelas 4-5
Purposive
N = 142
N = 215
50
75
Proportional
random
sampling
Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian
Cara Pengumpulan Data
Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang
dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in
time) dan merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan
judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Pedesaan Berbasis Family
14
and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc. dan
anggotanya Alfiasari, SP., MSi.
Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapat melalui
wawancara meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh disiplin,
pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter anak. Jenis dan cara
pengumpulan data disajikan lengkap dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Variabel
Skala data
Karakteristik keluarga
Usia Ayah
Usia Ibu
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Jumlah Anggota Keluarga
Karakteristik anak
Jenis kelamin
Usia
Pola Asuh disiplin
Induktif
Penegasan
(powerassertion)
Mengabaikan/menyudutk
an dengan kata verbal
(lovewithdrawl)
Pola asuh spiritual
Tuhan
Personal
Sosial
Jumlah
pertanyaan
dan Skala
Konsep
Instrumen
Rasio
Rasio
Rasio
Nominal
Rasio
Rasio
Nominal
Rasio
Ordinal
14 butir
15 butir
mengembangkan DDI (The
Dimension of Discipline
Inventory) (Straus, Murray A,
2011)
12 butir (Skala
likert 1-4)
Ordinal
Kecerdasan Spiritual
Ordinal
Karakter Anak
Pengetahuan moral
Perasaan moral
Tindakan moral
Ordinal
16 butir
27 butir
9 butir (Skala
likert 1-4)
56 butir(Skala
likert 1-4)
22 butir
19 butir
16 butir (Skala
likert 1-4)
mengembangkan Brief
Multidimensional Measure of
Religiousness/Spirituality
(Idler, 1999)
mengembangkan Brief
Multidimensional Measure of
Religiousness/Spirituality
(Idler, 1999)
mengembangkan instrumen dari
Values in action Youth oleh
Peter & Seligman (2004)
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
Karakteristik keluarga yang diukur meliputi usia ayah dan ibu, lama
pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Usia ayah
SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN
RETY PUSPITASARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengaruh Pola Asuh
Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak
Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” adalah benar karya saya. Karya ini berdasarkan
arahan dari komisi pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari
hasil karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis yang saya buat kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Rety Puspitasari
NIM I251130011
RINGKASAN
RETY PUSPITASARI. Pengaruh Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual,
serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar di
Perdesaan. Dibimbing oleh DWI HASTUTI dan TIN HERAWATI.
Perkembangan moral individu tidak terlepas dari karakter yang
dimilikinya. Individu dapat dikatakan berkarakter apabila individu mengetahui
moral, merasakan moral, dan melakukan moral, sehingga individu dapat
melakukan kebaikan berdasarkan moral. Kondisi karakter anak Indonesia
mengalami penurunan, hal tersebut dapat terlihat dari anak usia sekolah dasar
yang melakukan tindakan-tindakan yang buruk, seperti tawuran, bullying,
kriminalitas, pencabulan, pemerkosaan, dan perilaku lainnya. Perilaku tersebut
merupakan tindakan yang tidak berkarakter. Ini terjadi kemungkinan dampak dari
kondisi lingkungan yang diterima oleh anak baik lingkungan keluarga maupun
lingkungan lainnya. Karakter penting dibentuk oleh keluarga sebagai pengasuh
utama anak usia sekolah dasar. Anak usia sekolah dasar masih mengalami
perkembangan moral pada tahap berikutnya sehingga penting pengasuhan
karakter dilakukan pada usia ini, karena akan berdampak dalam jangka panjang
sampai anak menjadi dewasa. Orangtua melalui perannya membentuk karakter
anak usia sekolah dasar melalui proses pengasuhan yang positif. Proses
pengasuhan positif dapat dilihat dari pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual,
serta dapat dilihat melalui kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual
ibu terhadap karakter anak usia sekolah dasar di perdesaan.
Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun
2015 dengan judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan
Berbasis Family and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti,
M.Sc. dan anggotanya Alfiasari SP., M.Si. Pemilihan tempat dilakukan secara
purposive di perdesaan wilayah Kabupaten Bogor. Penarikan contoh pada
penelitian dengan menggunakan proportional random sampling dengan jumlah
125 responden. Pengambilan data dilakukan melalui teknik wawancara dengan
bantuan kuesioner. Data dianalisis dengan analisis deskriptif, uji independent ttest, dan uji regresi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari pola asuh
disiplin dan spiritual ibu antara anak laki-laki dan anak perempuan. Terdapat
perbedaan yang signifikan antara karakter anak laki-laki dengan anak perempuan.
Tidak terdapat perbedaan kecerdasan spiritual ibu pada anak lak-laki dan anak
perempuan. Karakter anak perempuan lebih baik dari anak laki-laki. Hasil analisis
regresi menunjukkan bahwa pendapatan, pola asuh disiplin induktif, pola asuh
spiritual, kecerdasan spiritual ibu berpengaruh terhadap karakter anak.
Kata kunci : pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual ibu,
karakter anak.
SUMMARY
RETI PUSPITASARI. The Effect of Discipline and Spiritual Parenting Pattern,
and Mother Spiritual Quotient on Character of School-Age Children In Rural
Area. Supervised by DWI HASTUTI and TIN HERAWATI.
Moral development of individual is inseparable from the character. It is
said that individual with good character is one with good moral knowing, moral
feeling, and moral acting. The condition of children character in Indonesia has
decreased, it can be seen from the children in elementary school who conducted
bad things such as fights, bullying, crime, sexual abuse, rape, and other bad
behaviors. This could be happens because they have bad experience from their
environment as in family environment. Character is formed by the family as the
primary caretaker of the child. Children in elementary school are still in the
process of moral development, so it‟s important to help children to have good
characters. Parents can help children to have good characters through positive
parenting. Positive parenting can be seen from discipline and spiritual parenting
pattern, and spiritual quotient from mothers. The purpose of this study was to
analyze the effect of discipline and spiritual parenting pattern, and parent spiritual
quotient on character of school age children in rural area.
This study was part of a grant research of " Character Education Model of
Children in Rural Family with Family and School - Based Partnership" chaired by
Dr. Ir. Dwi Hastuti, Msc. and Alfiasari SP, MSc. as a member. This study was
conducted in Ciasihan and Ciasmara, Pamijahan, Bogor. The sample consisted of
125 respondents and selected by using proportional random sampling method.
Data were collected through interview with questionnaire as research tool. Data
were analyzed with descriptive analysis, independent t-test and regression test.
There were no significant differences of discipline and spiritual parenting pattern
based on child‟s gender. There were significant differences of character based on
child‟s gender. There were no significant differences of mother‟s spiritual quotient
based on child‟s gender.This study found that girls have better character than
boys. Regression analysis showed that family income, parenting pattern of
inductive discipline, parenting pattern of spiritual, and mother spiritual quotient
were affecting child‟s character.
Keywords: child‟s character, parenting pattern of discipline, parenting pattern of
spiritual, mother spiritual quotient
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN SPIRITUAL,
SERTA KECERDASAN SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PERDESAAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc.
PRAKATA
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala
karunia-Nya sehingga penulisan usulan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pola
Asuh Disiplin dan Spiritual, serta Kecerdasan Spiritual Ibu terhadap Karakter
Anak Usia Sekolah Dasar di Perdesaan” telah diselesaikan dengan baik. Penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu penulis sejak menjadi mahasiswa pascasarjana hingga dapat
menyelesaikan studi, yaitu kepada:
1. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Tin
Herawati, S.P., M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan wawasan pengetahuan yang amat
bermanfaat bagi tersusunnya tesis ini.
2. Tim Penelitian Hibah Kompetensi tahun 2015 dengan judul “Model
Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Perdesaan Berbasis Family and
School Partnership” yakni, kepada Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc., Alfiasari SP,
M.Si., yang telah mengikutsertakan penulis dalam penelitian tersebut,
sehingga mampu mengumpulkan data penelitian tesis.
3. Tak ada kata yang dapat mengambarkan rasa terima kasih pada suami
tercinta, Kakanda Mochamad Ade Nugraha, SP., ME. atas doa, dukungan,
cinta, dan kasih sayangnya yang tak terhingga. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada kedua anak-anak tersayang Mohammad Arsyad Izzadin
dan Mohammad Akmal Nasrullah atas semangat dan dukungannya.
4. Keluarga Bapak dan Ibu RT, Pemerintah Desa dan masyarakat di Desa
Ciasihan dan Ciasmara, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
5. Saudari Leni Novitasari, S.Si, Zervina Rubyn Devi Situmorang, S.Si, dan
teman-teman tim HIKOM sebagai enumerator dalam penelitian.
6. Teman-teman PS IKA angkatan 2013 dan staf administrasi PS IKA atas
dukunganya selama penyelesaian tesis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Aamiin Ya Allah.
Bogor, Januari 2016
Rety Puspitasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
2
3
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner
Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Pola Asuh Dispilin
Pola Asuh Spiritual
Kecerdasan Spiritual
Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
4
4
5
5
6
7
3. KERANGKA PEMIKIRAN
11
4. METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Prosedur Pengambilan Contoh
Cara Pengumpulan Data
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
13
13
13
14
15
16
5. KARAKTERISTIK KELUARGA DAN
KARAKTERISTIK ANAK
18
6. PENGARUH POLA ASUH DISIPLIN DAN
POLA ASUH SPIRITUAL IBU TERHADAP
KARAKTER ANAK USIA SEKOLAH DASAR
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
23
24
26
32
35
35
7. PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL
IBU TERHADAP KARAKTER ANAK
USIA SEKOLAH DASAR
Pendahuluan
Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
38
41
42
46
49
49
8. PEMBAHASAN UMUM
52
9. SIMPULAN DAN SARAN
55
10. DAFTAR PUSTAKA
57
LAMPIRAN
62
DAFTAR TABEL
4.1 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6.1 Sebaran contoh berdasarkan kategori,
nilai rata-rata dan standar deviasi, dan
koefisien uji beda variabel pola asuh
disiplin antara anak laki-laki dan anak perempuan
6.2 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata
dan standar deviasi, dan koefisien uji beda
variabel pola asuh spiritual antara anak
laki-laki dan anak perempuan
6.3 Sebaran contoh berdasarkan kategori, nilai rata-rata
dan standar deviasi, dan koefisien uji beda
variabel karakter antara anak laki-laki
dan anak perempuan
6.4 Koefisien korelasi karakteristik keluarga dan
anak, pola asuh disiplin, dan pola asuh
spiritual yang berpengaruh terhadap karakter
6.5 Koefisien regresi karakteristik keluarga dan anak, pola
asuh disiplin, dan pola asuh spiritual yang berpengaruh
terhadap karakter
7.1 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori,
nilai rata-rata, dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.2 Sebaran kecerdasan spiritual ibu berdasarkan kategori,
nilai rata-rata pada indikator kecerdasan spiritual
dan perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.3 Sebaran contoh karakter anak berdasarkan kategori
perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.4 Sebaran contoh karakter anak perdimensi
berdasarkan kategori, nilai rata-rata,
dan standar deviasi perbedaan antara anak laki-laki dan anak
perempuan
7.5 Nilai koefisien korelasi antara karakteristik
keluarga dan anak, kecerdasan spiritual ibu dengan
karakter anak laki-laki dan anak perempuan
7.6 Koefisien regresi karakteristik keluarga
dan anak, kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter
anak usia sekolah dasar
14
26
28
29
30
31
42
43
44
44
45
46
DAFTAR GAMBAR
2.1 Komponen karakter baik Thomas Lickona
3.1 Kerangka berpikir
8
12
4.1 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian
13
DAFTAR LAMPIRAN
1. Koefisien korelasi karakteristik keluarga
2. Koefisien korelasi karakteristik keluarga
dan karakteristik anak dengan pola asuh
disiplin dan spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter
3. Koefisien korelasi anatara kecerdasan spiritual
dengan pola asuh spiritual
4. Koefisien korelasi karakteristik keluarga
dan karakteristik anakkecerdasan spiritual
dengan karakter
5. Skor hasil pernyataan persepsi anak
5.1 Pola asuh disiplin
6. Skor hasil pernyataan
6.1 Pola asuh spiritual
7. Skor pernyataan hasil kecerdasan spiritual ibu
8. Skor pernyataan hasil Karakter anak
9. Sumber acuan jurnal
10. Riwayat Hidup
63
63
63
64
64
66
68
71
75
78
1
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nilai moral sudah seharusnya diberikan orangtua kepada anak karena
dapat menjadi budi pekerti dan watak batiniah yang digunakan dalam menghadapi
situasi atau keadaan dengan cara yang bermoral (Lickona, 2013). Nilai moral
membentuk karakter, yang menjadi fondasi penting dalam terbentuknya
masyarakat beradab dan sejahtera (Megawangi, 2009). Anak adalah sebagai
generasi penerus bangsa, sehingga anak harus tumbuh dan berkembang dengan
baik dan matang secara moral. Anak yang matang secara moral akan mampu
menilai sesuatu yang baik atau buruk dalam menghadapi setiap keadaan, sehingga
terhindar dari perilaku tidak bermoral. Anak yang berperilaku sesuai moral adalah
anak yang berkarakter. Lickona (2013) mengatakan sesorang yang berkarakter
adalah yang mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan
kebaikan.
Anak yang berkarakter adalah anak yang matang secara emosi dan
spiritual (Megawangi, 2009). Kematangan emosi dan spiritual seorang anak
didapat melalui pengalaman bersama keluarga. Orangtua selalu dihadapkan pada
perilaku anak dalam menegakkan aturan sehingga orangtua perlu melakukan
disiplin. Disiplin dapat mempengaruhi nilai-nilai pada anak dan sering muncul
ketika anak-anak menghadapi konflik antara keinginan mereka sendiri dan standar
moral yang berlaku. Orang tua yang berulang kali menggunakan cara tertentu dari
disiplin akan membantu anak dalam mengembangkan emosi, yang diperlukan
dalam menyeimbangkan keinginan anak dan orang lain dalam berperilaku moral
Hoffman (2000).
Kebutuhan dasar setiap individu adalah ditanamkannya moral dan spiritual
karena sebagai landasan penting dalam keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha
Esa (Hastuti, 2015). Secara alami anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan
(Megawangi, 2009), maka melalui pola asuh spiritual, orangtua membimbing
anak agar berperilaku baik. Kebaikan didorong dan dirangsang oleh orangtua
secara terus-menerus melalui pelukan, kehangatan, dan kasih sayang agar
kebaikan itu akan terus berkembang menjadi perilaku. Melalui medan energi,
memori yang dimiliki manusia apabila diulang terus-menerus akan terbentuk pola
dan kebiasaan yang akhirnya akan menjadi karakter (Sheldrake, 1987).
Peran ibu dalam mengasuh anak terlihat dari kuantitas dan kualitas yang
diberikan kepada anak (Hastuti, 2015). Ibu memberikan kualitasnya melalui
interaksi bersama anak sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
Ibu akan menghadapi berbagai perilaku anak, terutama perilaku yang melanggar
aturan moral. Ibu harus dapat menangani dan memperbaiki perilaku anak yang
melanggar melalui interaksi. Kondisi ibu harus dalam keadaan stabil dapat
mengatasi situasi tanpa menyakiti anak. Terutama saat ibu menghadapi periode
anak usia sekolah dasar yang merupakan masa anak mengadopsi standar moral
orangtua sehingga anak ingin mendapatkan penilaian baik dari orangtuanya.
Lickona (1983) mengatakan anak usia sekolah dasar adalah fase balas membalas,
yaitu anak akan menyukai seseorang yang baik kepadanya dan akan membenci
2
orang yang tidak baik kepadanya. Karena itu, kecerdasan spiritual ibu menjadi
penting dalam membentuk pemahaman nilai-nilai pada anak. Menurut Iglesias
(2010) agama dan spiritual orang tua memiliki pengaruh terhadap pemahaman
nilai-nilai anak. Kecerdasan spiritual merupakan landasan yang dibutuhkan dalam
memfungsikan kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual secara efektif.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa (Zohar dan Marshall, 2001). Ibu akan
lebih arif dan menyadari tentang nilai-nilai dan kreatif menemukan nilai-nilai
baru. Menurut penelitian, spiritual dapat memberikan pengaruh pada pola asuh
orangtua (Arca, 2007).
Berdasarkan pemaparan, penanaman nilai moral anak melalui pola asuh
disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu sudah seharusnya anak
berperilaku sesuai moral. Namun kenyataannya, masih banyak perilaku anak yang
yang bertentangan dengan moral. Menurut data Komisi Perlindungan Anak
Indonesia Januari 2011- Maret 2015 menunjukkan jumlah kasus anak setiap
tahunnya mengalami kenaikan. Beberapa kasus di antaranya, 1797 kasus pada
bidang pendidikan (tawuran pelajar, bullying, pungli), 991 kasus bidang
pornografi dan cybercrime (kejahatan seksual online, pornografi dan media
sosial), dan 5901 kasus anak yang berhadapan dengan hukum (kekerasan fisik,
pembunuhan, pencurian, kecelakaan lalu lintas, penculikan, aborsi, dan
kepemilikan senjata tajam). Perilaku buruk yang dilakukan oleh anak dikarenakan
rendahnya kesadaran moral (Lickona, 2001). Karena itu, perlunya orangtua
melakukan penanaman karakter pada anak, karakter yang berkualitas dibentuk
sejak kecil, agar anak terhindar dari pribadi yang bermasalah saat dewasa
(Megawangi, 2009).
Masalah Penelitian
Pola asuh disiplin merupakan teknik atau cara yang dilakukan oleh
orangtua dalam mendorong anak untuk berperilaku baik (Hastuti, 2015). Patrick et
al.(2012) menyatakan bahwa pola asuh disiplin orangtua berhubungan dengan
meningkatnya identitas moral. Identitas moral merupakan komitmen individu
terhadap moral, sehingga sesuatu yang dilanggar komitmen moral individu akan
merasa terancam integritas dirinya (Santrock, 2012). Multiple Indicator Cluster
Survey (MICS) pada program UNICEF di kabupaten terpilih di salah satu
Propinsi di Indonesia melakukan survei dengan sampel 6000 rumah tangga (1000
setiap kabupaten) dan ibu atau pengasuh dari anak usia 2-14 tahun menemukan
bahwa ibu masih menggunakan pola asuh disiplin penegasan dan jumlahnya di
atas 80 persen di setiap kabupaten.
Karakter merupakan perilaku yang baik dalam melakukan tindakantindakan yang benar berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain
(Lickona, 2013). Saat ini, kondisi karakter anak usia sekolah dasar di Indonesia
cukup memprihatinkan, hal itu dapat terlihat dari beberapa kasus yang sudah
dilaporkan kepada kepolisian. Di Kabupaten Bogor misalnya, ada kasus tindak
pidana yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar setiap tahun di antaranya
pencabulan, persetubuhan, dan perkosaan (data Polres Kabupaten Bogor 20102014). Hasil penelitian mengenai karakter terhadap 100 sampel anak di kabupaten
3
dan kota Bogor menemukan bahwa karakter anak di perdesaan lebih rendah
dibandingkan di perkotaan (Dewanggi, 2014).
Spiritual merupakan hal dasar yang dibutuhkan oleh setiap individu karena
keyakinannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kondisi spiritual yang baik dapat
membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai yang baik. Hasil studi Herawati
(2012) terhadap keluarga di Kabupaten Bogor menemukan bahwa tidak
sepenuhnya orangtua memberikan spiritual terhadap anak karena orangtuanya
sendiri masih jarang melakukan spiritual keagamaan.
Hasil pemaparan yang dijelaskan, maka permasalahan yang ingin dijawab
dalam penelitian yaitu (1) manakah dimensi pola asuh disiplin yang paling
berpengaruh terhadap karakter, (2) manakah di antara pola asuh disiplin atau pola
asuh spiritual yang berpengaruh terhadap karakter, (3) apakah terdapat hubungan
antara pola asuh spiritual dengan kecerdasan spiritual ibu, (3) apakah terdapat
perbedaan antara pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual pada anak laki-laki
dan perempuan (4) serta adakah pengaruh kecerdasan spiritual ibu terhadap
karakter.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah menganalisis pengaruh pola asuh disiplin
dan spiritual, serta kecerdasan spiritual Ibu terhadap karakter anak usia sekolah
dasar di perdesaan. Tujuan khusus penelitian adalah :
1. mengidentifikasi karakteristik keluarga dan anak, pola asuh disiplin dan
spiritual, kecerdasan spiritual ibu, dan karakter anak,
2. menganalisis perbedaan pola asuh disiplin dan spiritual ibu, kecerdasan
spiritual ibu, dan karakter antara anak laki-laki dan perempuan,
3. menganalisis hubungan pola asuh disiplin dan spiritual, kecerdasan
spiritual ibu dengan karakter anak,
4. menganalisis pengaruh pola asuh disiplin dan pola asuh spiritual ibu, serta
kecerdasan spiritual ibu terhadap karakter anak.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu orangtua dalam pembentukan
karakter anak, terutama dalam keterampilan mengasuh anak melalui pola asuh
disiplin, pola asuh spiritual, dan kecerdasan spiritual ibu. Penelitian ini
memberikan informasi tentang pola asuh disiplin, pola asuh spiritual, dan
kecerdasan spiritual yang dilakukan ibu di perdesaan. Bagi pemerintah, penelitian
dapat dimanfaatkan untuk menjadi sebuah acuan di dalam pembuatan kebijakan
pendidikan karakter dan meningkatkan sumber daya manusia sebagai aset negara.
Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat menjadi sumber acuan untuk
melakukan penelitian yang lebih dalam lagi mengenai karakter, khususnya
penelitian dalam bidang ilmu keluarga dan perkembangan anak.
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
Teori Ekologi Bronfenbrenner
Keluarga adalah tempat pertama anak untuk dididik dan dibesarkan
(Megawangi, 2009). Oleh karenanya, keluarga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak. Anak melakukan interaksi bersama keluarga
serta lingkungan masyarakat di sekelilingnya. Teori yang mendasari penelitian ini
adalah teori ekologi Bronfenbrenner. Teori ekologi mengedepankan faktor
lingkungan, dengan pengaruh sistem lingkungan terhadap perkembangan
(Santrock, 2012). Sistem ini diidentifikasi dalam lima sistem lingkungan, yaitu
mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem (Hastuti,
2015).
Pertama, lingkungan mikro tempat anak tinggal yaitu keluarga, teman
sebaya, sekolah, dan tetangga. Anak berinteraksi langsung dengan orang tua, guru,
teman seusia, dan orang lain. Di lingkungan ini, anak paling banyak berinteraksi
untuk berkembang membentuk pola dan kebiasaan hidup sehari-hari. Kedua
mesosistem adalah hubungan antara pengalaman dalam keluarga dengan
pengalaman di sekolah, keluarga dan teman sebaya. Ketiga eksosistem terjadi saat
pengalaman dikaitkan dengan lingkungan sosial dan individu tidak memiliki peran
aktif dalam konteks individu itu sendiri. Keempat makrosistem adalah budaya
tempat individu tinggal. Kelima, kronosistem adalah peristiwa lingkungan dan
transisi dari rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris (Santrock, 2012;
Puspitawati, 2012; Hastuti, 2015).
Teori Perkembangan Moral Kohlberg
Kohlberg (1977) berpandangan bahwa pada dasarnya setiap orang
bermoral, yang perkembangannya dibagi dalam beberapa tahap sebagai berikut.
Pra konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu heteronom (anak bersikap egosentris
sehingga mereka beranggapan bahwa perasaannya dapat dimengerti oleh orang
lain. Perilaku moral dihubungkan dengan hukuman, apapun yang dihargai
merupakan perbuatan yang baik, dan apapun yang dihukum merupakan perbuatan
yang buruk) dan individual (kondisi anak mulai paham bahwa orang lain memiliki
kebutuhan dan cara pandang yang berbeda. Perilaku dinilai baik apabila dapat
memenuhi kepentingan individu. Timbal balik merupakan suatu kebutuhan).
Konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu interpersonal comformity
(ekspektasi-ekspetasi antarpribadi timbal balik, keselarasan hubungan dan
antarpribadi. Rasa percaya diri, kasih sayang dan kesetiaan dihargai dan
dipandang sebagai dasar dari penilaian moral. Moral baik menurut anak jika
mereka disukai oleh orang lain) dan law and order (moral dikatakan baik apabila
ditetapkan sesuai hukum (sah dan legal) yang berlaku di masyarakat. Hukum atau
aturan harus dipatuhi, walaupun tidak adil. Hukum atau aturan harus dipatuhi
karena untuk menjaga tatanan sosial di masyarakat).
Pasca konvensional terdiri dari dua tahap, yaitu kontrak sosial dan hak
individual (validitas hukum harus diubah apabila tidak dapat mempertahankan dan
5
melindungi hak dan nilai dasar dari manusia) dan prinsip-prinsip etika universal
(individu mengembangkan kode moral internal yang berdasarkan nilai-nilai
universal dan hak-hak manusia yang mendahului aturan dan hukum sosial.
Dihadapkan pada konflik antara hukum dan hati nurani, maka nurani yang akan
diikuti walaupun berisiko).
Pola Asuh Disiplin
Secara persuasif orangtua melakukan pengasuhan melalui gaya dan
strategi disiplin (Wilson dan Morgan, 2004). Hoffman (2000) menemukan adanya
pengaruh pengasuhan disiplin orangtua terhadap nilai-nilai pada anak. Orangtua
menghadapi perilaku anak yang tidak dapat diduga setiap harinya terutama ketika
anak sudah berada di lingkungan sosial. Oleh karena itu, orangtua penting
melakukan pendisiplinan kepada anak. Pendisiplinan yang dilakukan orangtua
merupakan interaksi bersama anak yang dilakukan melalui beberapa teknik
disiplin dengan mengasuh dan mengajarkan anak mengenai perilaku. Orangtua
menegakkan aturan ketika anak melakukan kesalahan sehingga cara yang
diberikan harus tepat.
Anak-anak membutuhkan banyak pelatihan dalam menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan moral. Orang tua cukup membutuhkan waktu dalam
memberikan instruksi moral pada anak-anak. Ada tiga teknik utama yang
digunakan oleh orang tua dalam menyampaikan aturan-aturan moral yang
melibatkan emosi (Hoffman 2000), yaitu induktif (penjelasan), power assertion
(penegasan), dan love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal).
Induktif adalah teknik yang dilakukan dengan cara berkomunikasi dan
penalaran yang jelas dalam menetapkan standar anak taat. Strategi ini bentuknya
lebih demokrasi. Secara luas, disiplin induktif adalah penawaran yang diberikan
orangtua dengan alasan mengapa anak perlu mengubah tingkah lakunya. Hoffman
(2000) berpendapat bahwa orientasi induktif adalah dengan cara orangtua
menunjukkan implikasi dari tindakan anak terhadap orang lain, terutama
pentingnya dalam meningkatkan internalisasi nilai-nilai.
Powerassertive (penegasan) adalah teknik yang digunakan secara tegas
dalam mengubah anak ketika anak melakukan kenakalan, meliputi ancaman
secara fisik, kontrol pada anak berupa material yang berupa hukuman,
penghapusan hak istimewa sehingga anak dapat mengubah perilakunya. Cara
disiplin ini biasanya menggunakan fisik, seperti memukul, menendang, mencubit,
menampar, mendorong, dan lainnya.
Love withdrawl (mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal) adalah
metode atau cara yang dilakukan dengan mengabaikan, mengisolasi, atau
menyatakan ketidaksukaan langsung pada anak sehingga anak akan membawa
perubahan perilaku.
Pola Asuh Spiritual
Anak penting untuk diberikan penanaman spiritual oleh orangtua karena
spiritual merupakan kebutuhan yang mendasar bagi individu dalam keyakinannya
6
terhadap Tuhan. Anak akan memiliki landasan yang penting dalam menjalankan
kehidupannya. Dengan demikian, pola asuh spiritual orangtua akan membimbing
dan mengarahkan anak untuk berperilaku baik dalam kondisi dan tempat anak
berada (Hastuti, 2015).
Ada faktor alami dan lingkungan yang mempengaruhi seorang anak
(Megawangi, 2009). Ibu yang kondisinya baik saat mengandung dan setelah
melahirkan akan menghasilkan hormon yang berpengaruh pada otak. Hormon ini
akan menentukan perilaku pengasuhan pada ibu, hormon ini akan memprogram
sistem metabolisme pada anak, yang nantinya akan mempengaruhi anak setelah
dewasa, terutama pada anak perempuan. Melalui sosok seorang ibu, seorang anak
mendapatkan energi baru dalam mengarungi dan mengeksplorasi kehidupannya
(Megawangi, 2014). Secara alami anak telah memiliki kebaikan, apabila kebaikan
itu didorong melalui pola asuh spiritual yang baik, kemungkinan perilaku anak
akan dipengaruhi. Ahli biologi Sheldrake (1987) mengatakan kesadaran kita
terhubung ke bidang kolektif yang disebut bidang morfik. Setiap anggota
kelompok dapat memberikan kontribusi terhadap bidang morfik kolektif sehingga
kesadaran bidang morfik ini dapat diterima oleh setiap individu. Sheldrake (1987)
mempercayai bahwa bidang morfik berisi informasi untuk rencana pembangunan
sebuah organisme hidup.
Sheldrake (1987) mengatakan bahwa semua organisme mempunyai bentuk
resonansi sendiri, sebuah medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme
itu, yang memberinya informasi dan bentuk yang disebut morphogenetic.
Morphogenetic melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat dengan
medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka dengan
akumulasi ingatan pengalaman masa lalu dari spesies tersebut. Tetapi medan ini
menjadi lebih spesifik, membentuk medan di dalam medan, dengan setiap pikiran
bahkan setiap organ tubuh mempunyai resonansi dan sejarah uniknya sendiri,
menstabilkan kehidupan tersebut dengan gambaran dari pengalaman masa
lampau.
Kecerdasan Spiritual
Spiritual asalnya dari bahasa latin spiritus, artinya sesuatu yang dapat
memberikan kehidupan dan vitalitas pada sebuah sistem. Spiritual didefinisikan
sebagai pemberian makna, nilai-nilai, dan berbagai niat yang mendasari apa yang
kita lakukan. Spiritual dapat dipandang sebagai peningkatan yang dimiliki
seseorang tentang kehidupan, dengan melakukan pertanyaan pada diri sendiri,
mengapa kita melakukan dan mencari cara untuk melakukannya sehingga
menjadi lebih baik. Spiritual ini harus dapat menimba makna, nilai, tujuan, dan
motivasi, dan itu semua dapat dijangkau melalui kecerdasan spiritual.
Zohar dan Marshall (2001) mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, cerdas
menempatkan perilaku pada kehidupan dalam kontek makna yang lebih luas,
kecerdasan dalam menilai bahwa tindakan seseorang akan bermakna
dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spriritual adalah dasar dan fungsi
yang efektif yang diperlukan dalam kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan
emosi (EQ). Kecerdasan spiritual akan memberikan kemampuan dalam
7
membedakan mana perilaku yang baik dan buruk. Kecerdasan spiritual
mengarahkan manusia untuk lebih kreatif dan menyatukan dalam mengatasi
kesenjangan diri dengan yang lainnya.
Tanda-tanda kecerdasan spiritual yang baik menurut Zohar dan Marshall
(2001) sebagai berikut.
a. Kemampuan bersikap fleksibel (beradaptasi spontan dan aktif), dapat
beradaptasi dalam situasi atau keadaan dimana pun berada, dengan tidak
terkungkung pada paradigma yang telah ditetapkan, dengan memahami
paradigma tersebut dengan membuat suatu perubahan.
b. Kemampuan memiliki kesadaran yang tinggi, menyadari masalah itu,
menyadari betapa sedikitnya yang saya ketahui tentang saya, sehingga saya
harus bertekad untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang sederhana dan dapat
meningkatkan komunikasi saya dengan diri saya sendiri.
c. Kemampuan menghadapi dan mengatasi permasalahan, memanfaatkan
spontanitas yang mendalam yang merupakan karunia kecerdasan spiritual
bawaan, sehingga menghadapi secara jujur dengan mengambil tanggung jawab
atas peranan saya di dalamnya.
d. Kemampuan untuk hidup berkualitas memiliki visi dan nilai, visi utama terlihat
nyata dengan mengilhami apa yang dilakukan, sedangkan nilai yang mendalam
adalah menyelamatkan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup, dan
seterusnya.
e. Kemampuan untuk tidak melakukan yang dapat merugikan, kita menyadari diri
kita yang dalam pusat pribadi, yang berakar pada pusat eksistensi itu sendiri,
sehingga seseorang yang spiritualnya cerdas akan mengetahui ketika dia
menyakiti orang lain berarti dia menyakiti dirinya sendiri.
f. Kemampuan menghubungkan setiap bagian dalam mencapai keberhasilan
(holistik).
g. Kemampuan untuk selalu bertanya dalam mendapatkan jawaban yang paling
dasar.
h. Kemampuan independensi terhadap lingkungan sanggup untuk berbeda dan
bertahan dengan keyakinan sendiri, mampu menentang orang banyak,
berpegang pada pendapat yang tidak populer, jika itu memang benar-benar
diyakininya.dapat
Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi manusia yang dapat
dipakai untuk mengambil makna, nilai, tujuan terdalam dan motivasi tertinggi
sehingga dapat menggunakannya dalam proses berfikir, membuat keputusan dan
segala sesuatu yang patut dilakukan. Kecerdasan spiritual memiliki kemampuan
untuk mengintegrasikan semua kecerdasan baik intelektual dan emosi, sehingga
kecerdasan spiritual mampu menjadikan makhluk yang benar-benar utuh secara
intelektual, emosional dan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah kemampuan
internal bawaan otak dan jiwa manusia yang sumbernya inti alam semesta sendiri.
Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
Orangtua harus mengajarkan nilai-nilai sebagai dasar dalam pembentukan
karakter (Lickona, 2008). Karakter merupakan sebuah gerak dialektis dalam
proses konsolidasi individu yang dinamis sehingga hasilnya karakter kepribadian
8
stabil. Istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian yaitu ciri, karakteristik,
atau sifat yang khas dari seseorang yang merupakan bentukan dari lingkungan
yang diterimanya (Koesoema, 2007).
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perasaan Moral
Hati nurani
Harga diri
Empati
Mencintai hal yang
baik
5. Kendali diri
6. Kerendahan hati
1.
2.
3.
4.
Pengetahuan Moral
Kesadaran moral
Pengetahuan nilai moral
Penentuan perspektif
Pemikiran moral
Pengambilan keputusan
Pengetahuan pribadi
Tindakan Moral
1. Kompeten
2. Keinginan
3. Kebiasaan
Gambar 1
Komponen Karakter Baik Thomas Lickona
Lickona (2012) memberikan pemikiran bahwa karakter memiliki tiga
bagian yang saling berhubungan satu sama lainnya yaitu pengetahuan moral,
perasaan moral, dan perilaku moral. Karakter yang baik adalah mengetahui halhal yang baik, menginginkan hal-hal yang baik, dan melakukan tindakan yang
baik. Ketiga hal tersebut akan mewakili karakter yang kita inginkan sesuai dengan
moral.
Pengetahuan moral, memiliki enam aspek sebagai tujuan pendidikan
karakter, yaitu kesadaran moral, menggunakan pemikiran untuk melihat situasi
yang memerlukan penilaian moral dan memahami informasi dari permasalahan,
mengetahui nilai moral berarti mengetahui sebuah nilai dalam memahami cara
dalam menerapkan nilai dalam berbagai situasi, penentuan perspektif,
kemampuan dan mengambil sudut pandang orang lain, melihat situasi, dengan
membayangkan apa yang harus dilakukan dengan bereaksi, berpikir, dan
merasakan permasalahan, pemikiran moral melibatkan pemikiran moral yang
melibatkan pemahaman apa artinya moral, pengambilan keputusan, mampu
berpikir dalam melakukan tindakan melalui permasalahan moral sehingga ahli
dalam mengambil keputusan, pengetahuan pribadi, mengetahui tentang diri
sendiri adalah jenis pengetahuan moral yang sulit untuk diperoleh sehingga
diperlukannya pengembangan karakter.
Perasaan moral, merupakan sisi emosional dari karakter, terdiri dari hati
nurani memiliki sisi, yaitu kognitif (mengetahui yang benar), emosional
(melakukan yang benar), harga diri, menilai diri dan menghargai diri sendiri,
9
dengan tidak terpengaruh oleh orang lain, empati, identifikasi atau pengalaman
yang seolah-olah dialami oleh diri sendiri dengan masuk dalam diri orang lain,
mencintai hal baik, mengikutsertakan pada sifat yang benar-benar tertarik pada
sesuatu yang baik, kendali diri, menahan diri agar tidak mengikuti apa yang ingin
diri lakukan, kerendahan hati, sisi afektif pengetahuan individu.
Tindakan moral, merupakan hasil dari dua bagian karakter, terdiri dari
kompetensi, kemampuan mengubah penilaian dan perasaan moral dalam tindakan
yang moral yang efektif, keinginan, tindakan untuk melakukan yang baik karena
gerakan energi moral dalam melakukan yang kita pikirkan, kebiasaan,
pengalaman yang diulangi dalam melakukan kebaikan dilakukan secara berulangulang sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Nilai-nilai moral menurut Lickona (2012) adalah sebagai berikut. Rasa
hormat yaitu menunjukkan penghargaan terhadap diri orang lain selain diri kita
sendiri. Tiga hal yang menjadi pokoknya adalah menghormati diri sendiri,
menghormati orang lain, dan menghormati apapun bentuk kehidupan dan
lingkungan dengan saling menjaga. Menghormati diri sendiri, yaitu
memperlakukan diri sendiri sebagai manusia yang memiliki nilai sehingga kita
akan menjaga diri untuk tidak dirusak oleh sesuatu yang berbahaya, misalnya
narkoba, merokok, dan lainnya. Menghormati orang lain, yaitu memperlakukan
orang lain dengan baik sebagaimana memperlakukan diri sendiri dengan baik
karena orang lain memiliki hak dan nilai yang tinggi sama dengan diri kita sendiri.
Tanggung jawab merupakan bentuk lanjutan dari penghormatan kita
terhadap orang lain. Memberikan respon kepada orang lain dengan memberikan
perhatian terhadap apa yang orang lain inginkan sehingga ada tanggung jawab
yang positif untuk saling menjaga.Tanggung jawab merupakan sikap saling
membutuhkan dengan tidak mengacuhkan orang lain yang ditimpa kesulitan.
Kejujuran berhubungan dengan manusia agar tidak merugikan orang lain
dengan berbuat kecurangan, penipuan, dan pencurian. Toleransi merupakan sikap
dalam memiliki kesetaraan dan tujuan untuk mereka yang memiliki pemikiran,
ras, dan keyakinan berbeda-beda. Kebijaksanaan merupakan hal-hal yang
dilakukan dalam menghindari sesuatu yang membahayakan diri baik secara fisik
maupun moral.
Disiplin diri membentuk kita untuk tidak merasa puas dengan sesuatu yang
kita dapatkan dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dan bekerja
keras dalam menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain dan diri
sendiri. Tolong menolong, sikap peduli sesama, kerja sama merupakan hal yang
membantu kita dalam melakukan tanggung jawab yang membimbing kita untuk
berbuat kebaikan dengan hati.
Keberanian merupakan sikap yang membentuk kita untuk menghormati
hak orang lain saat kita berhadapan dalam tekanan yang memaksa untuk
bergabung dengan orang lain dalam ketidakadilan. Sikap ini membentuk kita
untuk bersikap tegas dan positif terhadap orang lain.
Demokratis merupakan nilai yang mendidik kita untuk memahami dan
menghargai nilai-nilai demokrasi.
Manusia memiliki kesadaran hidup sehingga dengan kesadaran yang
dimilikinya akan memudahkan manusia untuk hidup lebih baik dalam berperilaku.
Perilaku akan mengantarkan manusia pada kehidupan berkarakter. Setiap orang
memiliki kesadaran moral dan rasa yang terbentuk dari interaksi yang mereka
10
bawa sejak awal bersama pengalaman dengan keluarganya. Hal ini untuk
membedakan derajatnya dengan orang lain. Moral akan membentuk perilaku
manusia dan membuat penilaian dari perilaku orang lain. Simpati, Tanggung
Jawab, dan Wewenang merupakan perasaan sentimen tentang kemanusiaan, kita
akan merasakan penderitaan yang terjadi. Kita akan merasa bertanggung jawab
akan hal itu. Tapi kita tidak merasakan penderitaan orang lain, kita merasa tidak
bertanggung jawab akan hal yang terjadi. Jika kita menganggap simpati dan
keadilan penting, kita akan berkorban untuk membantu dengan berbuat baik demi
kepentingan yang diperlukan. Simpati dan keadilan dianggap penting, kita akan
selalu berbuat baik, walaupun disakiti (Wilson, 1993).
Keadilan didefinisikan sebagai pembagian sama dalam meminimalkan
konflik, sehingga mendapat keuntungan yang sama. Aturan tentang keadilan
muncul pada sebagian besar dari keinginan mementingkan diri sendiri: untuk
mendapatkan perhatian, mendorong kerjasama, atau menyelesaikan perbedaan
pendapat (Wilson, 1993). Rasa keadilan pada manusia diwujudkan pada tiga
konsep, yaitu ekuitas, orang memiliki kontribusi yang sama terhadap hasil, timbal
balik orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain berhak untuk
mendapatkan kembali, ketidakberpihakan orang menghakimi orang lain harus
dapat adil dan jeli terhadap aturan yang telah disepakati di awal.
Setiap orang berusaha untuk menahan diri dan mengontrol dirinya untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kontrol diri merupakan kemampuan
seseorang secara berhati-hati mengejar kepentingannya sendiri. Pengendalian diri
merupakan permasalahan seseorang yang dihadapkan pada pilihan antara
kesenangan sesaat dan nilai yang didapat dalam jangka panjang. Menjadi saleh
tidaklah cukup bagi seseorang untuk mengontrol diri. Perlunya usaha yang
dilakukan seseorang untuk mendapatkan nilai/kebajikan dalam jangka panjang.
Kontrol diri merupakan moral yang dilakukan sebagai simpati dan keadilan.
Kewajiban adalah sifat untuk menghargai walaupun tanpa imbalan dengan
resiko ketakutan terhadap hukuman. Menjadi orang yang bermoral bukan hanya
dengan menghormati kewajiban tetapi dengan menghormati alasan kepentingan
untuk melakukan hal itu. Motivasi kita untuk menghargai kewajiban dengan
melibatkan sesuatu hal yang benar disebut kesetiaan. Kewajiban merupakan
kesediaan orang untuk menghargai kewajibannya tanpa adanya imbalan sosial
untuk melakukannya. Membantu merupakan suatu kewajiban tanpa melihat latar
belakang yang dibantunya, walaupun yang dibantunya membuat marah. Semua
yang dilakukan berdasarkan hati nurani.
Hati nurani merupakan pemahaman terhadap kewajiban moral, dari sisi
kognitif untuk mengetahui apa yang benar, dan sisi emosional merasa wajib untuk
melakukan apa yang benar
11
3. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian menggunakan pendekatan teori ekologi Bronfenbrenner (1994),
yaitu anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga sebagai lingkungan terdekat
yang membentuk pola kebiasaannya dalam sehari-hari ketika anak berinteraksi
dengan lingkungan di rumah, sekolah, dan teman sebayanya. Aplikasi teori ada
pada pola asuh disiplin dan spiritual, serta kecerdasan spiritual ibu kepada anak.
Penelitian ini pun menggunakan pendekatan teori pola asuh disiplin Hoffman,
teori morphic field, teori kecerdasan spiritual Danah dan Zohar untuk melihat
pengaruh keluarga terhadap karakter anak.
Anak berada di dalam lingkungan keluarga yang merupakan kelompok
sosial dan bagian dari lingkungan masyarakat yang mempengaruhi orangtua
dalam melakukan tugas-tugasnya. Hal ini seperti yang digambarkan
Brofenbrenner (1994) bahwa anak mendapatkan pengalaman dan melewati masa
perkembangan melalui interaksi dengan orang dan lingkungan yang ada di
sekitarnya. Karena itu, keluarga memiliki peran penting memberikan pengasuhan
dalam mengajarkan nilai-nilai agar anak berkarakter. Karakter pada anak penting
untuk diteliti terutama pada masa anak usia sekolah dasar karena masa ini anak
sudah memasuki masa sekolah dimana anak akan berinteraksi selain keluarganya
yaitu bersama teman sebayanya (Santrock, 2012). Pada masa ini, tahapan anak
akan menyukai orang lain yang baik kepadanya, dan membenci kepada orang
yang tidak baik kepadanya (Hastuti, 2015).
Sebagai individu, orangtua harus memiliki kecerdasan spiritual karena
dapat menggambarkan kualitas hidup individu. Kecerdasan spiritual akan
membantu manusia menjalani hidup dalam tingkatan makna yang lebih dalam
(Zohar dan Marshall, 2001). Kondisi spiritual yang baik diperlukan dalam
keluarga karena akan mampu membantu keluarga dalam menerapkan nilai-nilai
yang baik (Sinaga, 2007 dalam Herawati, 2012). Sebagaimana pada karakteristik
keluarga kecerdasan spiritual berhubungan dengan usia, penelitian menemukan
semakin tinggi usia individu maka kecerdasan spiritualnya akan lebih baik. Tidak
berbeda dengan jenis kelamin yang memiliki hubungan dengan kecerdasan
spiritual (Singh dan Sinha, 2013). Kemampuan keluarga dalam pengasuhan tidak
terlepas dari keadaan ekonomi dan merupakan faktor yang berhubungan dengan
kemampuan spiritual ibu dalam melakukan praktik pengasuhan (Bert, 2011).
Spiritual memiliki hubungan dengan harga diri individu, sehingga orangtua
sebagai individu dengan harga diri akan lebih optimis dalam menghadapi
kehidupan (Tabitha, 2014). Orangtua dengan spiritual yang baik akan
menjalankan agamanya ketika berhubungan dengan perilaku anak (Bert, 2011).
Kecerdasan spiritual yang tinggi berhubungan dengan ciri orangtua yang
mengasuh dengan penuh kasih sayang (Zohar dan Marshall, 2001). Spiritual atau
agama yang orangtua miliki akan mempengaruhi praktik pengasuhan (Syakarani,
2004; Arca, 2007), sehingga pola asuh spiritual itu akan berpengaruh terhadap
nilai-nilai moral pada anak (Iglesias, 2010).
Ada beberapa pola dalam pengasuhan yang menunjukkan pada aspek
tertentu sehingga kebutuhan anak secara fisik dan nonfisik terpenuhi (Hastuti,
2015). Salah satunya adalah pola asuh disiplin, Hoffman membagi pola asuh
disiplin menjadi tiga cara, yaitu induktif (penjelasan), penegasan
(powerassertion), dan mengabaikan/menyudutkan dengan kata verbal
12
(lovewithdrawl). Pola asuh disiplin ini berhubungan dengan karakter anak
terutama dengan harga diri (Renk et al., 2005). Harga diri merupakan sisi
emosional dari karakter (Lickona, 2013). Karakteristik keluarga yang
berhubungan dengan pola asuh disiplin adalah pendapatan dan pendidikan
(Helpenny et al., 2009). Karakteristik anak yang mempengaruhi pola asuh disiplin
orangtua adalah jenis kelamin (Winskell et al., 2014).
Secara alami seorang anak memiliki kecintaan terhadap kebaikan, maka
melalui pola asuh spiritual ibu, kecintaan kebaikan itu diharapkan akan terus ada
dan tidak berubah sehingga anak berkarakter. Ibu merupakan energi baru untuk
anak dalam mengarungi kehidupannya (Megawangi, 2009). Sheldrake (1987)
mengatakan bahwa semua organisme memiliki bentuk resonansi sendiri, sebuah
medan yang eksis baik di dalam dan sekitar organisme itu, yang memberinya
informasi dan bentuk yang melihat bahwa makhluk hidup berinteraksi secara erat
dengan medan yang berhubungan dengan mereka, menghubungkan mereka
dengan akumulasi ingatan pengalaman masa lalu. Karakteristik keluarga yang
berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah pendapatan. Karakteristik anak
yang berhubungan dengan pola asuh spiritual adalah jenis kelamin.
Dalam pola asuh, ditemukan hubungan antara pola asuh disiplin dengan
perilaku anak (Johnson, 1994; Renk et al., 2005 ; Mc Kinney, 2011; Patrick dan
Gibbs, 2012; Winskell, 2014). Hoffman (2000) dalam penelitiannnya menemukan
bahwa disiplin induktif berhubungan dengan perilaku empati.
Budaya
Kecerdasan Spiritual
Ibu
a. Fleksibel
b. Kesadaran tinggi
c. Bijaksana
d. Adaptasi
e. Visi dan nilai
f. Bermanfaat
g. Holistik
h. Rasa ingin tahu
i. Teguh pendirian
Karakteristik
keluarga
a. Pendidikan
b. Pendapatan
c. Besar Keluarga
d. Usia
Pola Asuh Spiritual
a. Tuhan
b. Personal
c. Sosial
Pola Asuh Disiplin
a. Induktif
(penjelasan)
b. Penegasan
(powerassertion)
c. Mengabaikan/
menyudutkan
dengan kata verbal
(lovewithdrawl)
Karakter Anak
a. Pengetahuan
moral
b. Perasaan
moral
c. Tindakan
moral
Karakteristik anak
a. Usia
b. Jenis Kelamin
Gambar 2 Kerangka Berpikir Pengaruh Pola Asuh Disiplin dan Spiritual, serta
Kecerdasan Spiritual terhadap Karakter Anak Usia Sekolah Dasar
13
4. METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Pemilihan tempat dilakukan secara purposive di Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor yang diwakili oleh Desa Ciasihan dan Desa Ciasmara.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di perdesaan dengan alasan hasil penelitian
terdahulu menemukan bahwa karakter anak di perdesaan memerlukan perhatian
yang lebih. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Mei-Juni 2015.
Prosedur Pemilihan Contoh
Populasi penelitian ini adalah anak usia sekolah dasar yang duduk di kelas
4 dan 5 yang tinggal bersama kedua orangtuanya di dua desa yang terpilih. Total
populasi berjumlah 357 dari dua desa yang terpilih yaitu 142 di Desa Ciasihan dan
215 di Desa Ciasmara. Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan
proportional random sampling, sehingga didapat 50 sampel di desa Ciasihan, dan
75 sampel di desa Ciasmara, total keseluruhan sampel yakni 125 responden.
Kerangka penarikan contoh pada penelitian disajikan dalam Gambar 5.
Kabupaten Bogor
Purposive
Kecamatan Pamijahan
Purposive
Desa Ciasihan
Desa Ciasmara
Purposive
SD Negeri Ciasihan Kelas 4-5
SD Negeri Ciasmara Kelas 4-5
Purposive
N = 142
N = 215
50
75
Proportional
random
sampling
Gambar 3 Kerangka pengambilan contoh dalam penelitian
Cara Pengumpulan Data
Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang
dilakukan hanya pada satu waktu tertentu dan tidak berkelanjutan (single period in
time) dan merupakan bagian dari Penelitian hibah kompetensi tahun 2015 dengan
judul “Model Pendidikan Karakter Anak pada Keluarga Pedesaan Berbasis Family
14
and School Partnership” yang diketuai oleh Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc. dan
anggotanya Alfiasari, SP., MSi.
Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapat melalui
wawancara meliputi karakteristik keluarga, karakteristik anak, pola asuh disiplin,
pola asuh spiritual, kecerdasan spiritual, dan karakter anak. Jenis dan cara
pengumpulan data disajikan lengkap dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Variabel
Skala data
Karakteristik keluarga
Usia Ayah
Usia Ibu
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Jumlah Anggota Keluarga
Karakteristik anak
Jenis kelamin
Usia
Pola Asuh disiplin
Induktif
Penegasan
(powerassertion)
Mengabaikan/menyudutk
an dengan kata verbal
(lovewithdrawl)
Pola asuh spiritual
Tuhan
Personal
Sosial
Jumlah
pertanyaan
dan Skala
Konsep
Instrumen
Rasio
Rasio
Rasio
Nominal
Rasio
Rasio
Nominal
Rasio
Ordinal
14 butir
15 butir
mengembangkan DDI (The
Dimension of Discipline
Inventory) (Straus, Murray A,
2011)
12 butir (Skala
likert 1-4)
Ordinal
Kecerdasan Spiritual
Ordinal
Karakter Anak
Pengetahuan moral
Perasaan moral
Tindakan moral
Ordinal
16 butir
27 butir
9 butir (Skala
likert 1-4)
56 butir(Skala
likert 1-4)
22 butir
19 butir
16 butir (Skala
likert 1-4)
mengembangkan Brief
Multidimensional Measure of
Religiousness/Spirituality
(Idler, 1999)
mengembangkan Brief
Multidimensional Measure of
Religiousness/Spirituality
(Idler, 1999)
mengembangkan instrumen dari
Values in action Youth oleh
Peter & Seligman (2004)
Pengukuran dan Penilaian Variabel Penelitian
Karakteristik keluarga yang diukur meliputi usia ayah dan ibu, lama
pendidikan ayah dan ibu, pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Usia ayah