Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng

Gambar 9. Bagian- bagian jenjang

Sumber: Singgih, 2012

Gambar 10. Bagian-bagian Lereng pada Tambang Terbuka

Lebar jenjang untuk rancangan rekomendasi geometri lereng dari kondisi geometri longsoran sesuai dengan jarak yang dibutuhkan oleh alat mekanis dalam beroperasi, dalam hal ini alat gali/muat dan alat angkut. Untuk perhitungan lebar jenjang yang sangat dipengaruhi oleh alat-alat mekanis yang digunakan, metode yang dipakai untuk penentuan dimensi Lebar jenjang untuk rancangan rekomendasi geometri lereng dari kondisi geometri longsoran sesuai dengan jarak yang dibutuhkan oleh alat mekanis dalam beroperasi, dalam hal ini alat gali/muat dan alat angkut. Untuk perhitungan lebar jenjang yang sangat dipengaruhi oleh alat-alat mekanis yang digunakan, metode yang dipakai untuk penentuan dimensi

W min =P m +P a + JA

Dimana : W min = Lebar minimum bench (meter), P m = Panjang alat gali/muat (meter), P a = Panjang alat angkut (meter), JA= Jarak aman dari pinggir bench (biasanya diambil 3 meter). Lebar jenjang minimum untuk single slope dihitung dengan persamaan Call (1992) dalam (edi, 2016:125). Minimum bench width (m) = 0.2 x bench height (m) + 4.5 m, persamaan ini merupakan persamaan empiris dari beberapa masalah kelongsoran, yaitu hubungan lebar bidang tangkapan dengan kemungkinan kelongsoran yang diteliti dan dikembangkan oleh Call dan Nicholas Inc.

• Struktur Batuan

Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan bidang-bidang lemah dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.

• Sifat fisik dan mekanik batuan

Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah bobot isi (density), porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik batuan antara lain kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan juga sudut geser dalam batuan.

- Bobot isi Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang longsor. Sehingga semakin besar bobot isi suatu batuan, maka gaya penggerak yang menyebabkan lereng longsor juga semakin besar. Dengan demikian kestabilan lereng semakin berkurang.

- Porositas Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga memperkecil kestabilan lereng.

- Kandungan air Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat geser batuannya menjadi semakin kecil, sehingga kestabilannya berkurang.

- Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined and unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength ) dan kuat geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser besar akan lebih stabil (tidak mudah longsor).

- Kohesi dan sudut geser dalam Dalam analisis ini parameter yang dibutuhkan adalah nilai kohesi dan sudut geser dalam, dimana semakin besar nilainya maka kekuatan geser batuan akan semakin besar juga.

Sudut gesek dalam (angle of internal friction) adalah sudut tercuram dimana gesekan antar partikel dapat mencegah pergerakan yang ditentukan oleh ukuran, bentuk, susunan, dan mineralogi dari partikel. Kohesi (cohesion) adalah gaya tarik antar partikel berbutir halus yang tinggi untuk partikel lempung yang mungkin memiliki muatan elektrik.

• Gaya dari luar

Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi atau mengurangi kestabilan suatu lereng adalah: - Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian alat-

alat mekanis yang berat didekat lereng. - Pemotongan dasar (toe) lereng. - Penebangan pohon-pohon pelindung lereng.

• Iklim

Iklim berpengaruh pada perubahan temperatur. Temperatur yang cepat sekali berubah akan mempercepat proses pelapukan dan mengakibatkan lereng mudah longsor.

4. Macam-Macam Longsoran yang Sering Terjadi pada Lereng Tambang

Istilah yang paling bayak digunakan untuk gerakan tanah dan batuan yang terjadi pada lereng-lereng alamiah adalah longsoran dalam arti luas. Agar pengertian longsoran dapat diperjelas, menurut Coates (1970) dan Hansen (1984) dalam (Irwandi, 2016:16) membuat daftar beberapa faktor penting yang telah disetujui di antara 28 penulis yang telah menyumbangkan pikirannya untuk subjek ini. Daftar ini sangat menarik saat kita mencoba memutuskan elemen apa yang menyusun longsoran dan gerakan mana yang dapat atau tidak dapat didefinisikan ke dalam kategori longsoran. Daftar tersebut dalah sebagai berikut: - Longsoran mewakili satu kategori dan suatu fenomena yang termasuk di

dalamnya arah umum dari pergerakan tanah dan batuan. - Grafitasi adalah gaya utama yang terlibat. - Gerakan harus cukup cepat karena rayapan (creep) begitu lambat untuk

dikategorikan sebagai longsoran. - Gerakan dapat berupa keruntuhan (falling), longsoran/luncuran (sliding), dan aliran (flow). - Bidang atau gerakan tidak sama dengan patahan. - Gerakan akan mengarah ke bawah dan menghasilkan bidang bebas, jadi

subsidence tidak masuk - Material yang tetap ditempat mempunyai batas yang jelas dan biasanya melibatkan hanya bagian terbatas dari punggung lereng.

- Material yang tetap di tempat dapat meliputi sebagian dari regolith dan/atau bedrock. - Fenomena tanah beku (frozen ground) biasanya tidak termasuk kategori ini.

Menurut Irwandi (2016:24-27) macam-macam longsoran yang sering terjadi pada lereng tambang adalah:

a. Longsoran Busur ( Circular Failure)

Longsoran jenis ini banyak terjadi pada lereng tanah dan batuan lapuk atau sangat terkekarkan dan di lereng-lereng timbunan. Bentuk bidang gelincir pada longsoran busur, sesuai dengan namanya akan menyerupai busur bila digambarkan pada penampang melintang. Hancuran batuan yang terdapat pada daerah penimbunan dengan dimensi besar juga memiliki kecenderungan longsor dalam bentuk ini (Hoek & Bray, 1981). Penjelasan Irwandi (2000:V-10) longsoran busur terjadi pada massa tanah, urugan, atau batuan dengan sistem yang rapat, mempunyai jumlah keluarga kekar dengan orientasi acak.

Sumber: Hoek & Bray, 1981

Gambar 11. Skema Longsoran Busur ( Circular Failure) Gambar 11. Skema Longsoran Busur ( Circular Failure)

Longsoran bidang relatif jarang terjadi. Namun, jika ada kondisi yang menunjang terjadinya longsoran bidang, longsorang yang terjadi mungkin akan lebih besar (secara volume) dari pada longsoran lain. Longsoran ini disebabkan oleh adanya struktur geologi yang berkemabang, seperti kekar (joint) ataupun patahan yang menjadi bidang luncur. Menurut Karyono (2004:3) Longsoran bidang merupakan suatu longsoran yang terjadi sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa sesar, rekahan (joint), maupun bidang perlapisan batuan.

Untuk longsoran kasus bidang dengan bidang gelincir tunggal, persayatan berikut ini harus terpenuhi (Wyllie & Mah, 2004:129):

1) Bidang gelincir mempunyai strike sejajar atau hampir sejajar (maksimal 20 o ) dengan strike lereng.

2) Kemiringan bidang gelincir harus lebih kecil dari pada kemiringan

bidang permukaan lereng ( ᴪ p< ᴪ f ).

3) Kemiringan bidang gelincir harus lebih besar daripada sudut geser

dalam ( ᴪ p < ɸ ).

4) Terdapat bidang rilis (release surfaces) yang menjadi pembatas di kanan dan kiri blok yang menggelincir

Sumber: Hoek dan Bray, 1981

Gambar 12. Geometri Longsoran Bidang ( Plane Failure)

Keterangan: ᴪ o p = sudut kemiringan lereng (.. ) ᴪ o

f = sudut kemiringan bidang lemah (.. ) ɸ = sudut gesek dalam (.. o )

c. Longsoran Baji ( Wedge Failure)

Longsoran baji merupakan jenis longsoran yang sering terjadi di lapangan. Sama halnya dengan longsoran bidang, longsoran baji juga diakibatkan oleh adanya struktur geologi yang berkembang. Perbedaan pada longsoran baji adalah dua struktur geologi yang berkembang dan saling berpotongan.

Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan apabila terdapat lebih dari satu bidang lemah yang saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut geser dalam batuannya tetapi lebih kecil dari kemiringan lereng (Karyono, 2004:4).

Persyartan yang harus terpenuhi untuk terjadinya longsoran baji adalah bila sudut yang dibentuk geris potong kedua bidang lemah tersebut dengan bidang horizontal lebih kecil dari sudut lerengnya (ᴪ i <ᴪ f ) dan sudut garis potong kedua bidang lemah tersebut lebih besar dari pada sudut gesek dalamnya (ᴪ i > ɸ ) (Irwandi, 2016:122).

Dalam Wyllie & Mah (2004:154-155) kondisi yang diperlukan untuk terjadinya longsoran baji adalah sebagai berikut:

1) Dua bidang diskontinu berpotongan pada satu garis membentuk baji terhadap lereng.

2) Kemiringan lereng lebih besar dari kemiringan garis potong bidang diskontinu dan lebih kecil daripada sudut geser dalamnya (ᴪ fi >ᴪ i > ɸ ).

3) Kemiringan garis potong bidang diskontinu mengarah keluar muka lereng.

Sumber: Wyllie & Mah, 2004

Gambar 13. Longsoran Baji ( Wedge Failure)

d. Longsoran Guling ( Toppling Failure)

Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan yang keras, dimana struktur bidang lemahnya berbentuk Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan yang keras, dimana struktur bidang lemahnya berbentuk

Sumber: Goodman dan Bray, 1976

Gambar 14. Bentuk umum dari longsoran guling: (a) block toppling; (b) flexural toppling; (c) block- flexural toppling

Dalam Edi (2016:29-30) Longsoran guling pada blok fleksibel terjadi jika:

1) β > 90 o + ɸ - α, dimana β = kemiringan bidang lemah, ɸ = sudut geser dalam dan α = kemiringan lereng.

2) Perbedaan maksimal jurus (strike) dari kekar (joint) dengan jurus lereng (slope) adalah 30 o .

Sumber: Hoek & Bray, 1981

Gambar 15. Longsoran Guling ( Toppling Failure)

5. Analisis Kestabilan Lereng

Berdasarkan material pembentuknya, lereng dapat dibedakan atas lereng batuan dan lereng tanah. Disebut batuan apabila material pembentuk lereng tersebut mempunyai kuat tekan lebih besar dari 1 Mpa sedangkan dikatakan tanah apabila material pembentuk lereng tersebut mempunyai kuat tekan lebih kecil dari 1 Mpa. Dari perbedaan tersebut maka pendekatan penyelesaian masalah analisa kestabilan lereng batuan berbeda dengan penyelesaian terhadap lereng tanah atau material lepas.

a. Kuat Geser Tanah

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis daya dukung tanah, dan tegangan dorong untuk dinding penahan. Mohr (1900) dalam Das (1973:205) memberikan teori mengenai kondisi keruntuhan suatu bahan. Teorinya adalah bahwa keruntuhan suatu bahan dapat terjadi oleh akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Selanjutnya, hubungan fungsi antara tegangan normal dan tegangan geser pada bidang runtuhnya, dinyatakan menurut persamaan:

τ f = f(σ) .................................................................................................. (3) dimana: 2 τ

f = tegangan geser pada saat terjadi keruntuhan (kN/m ) f(σ) 2 = tegangan normal pada saat terjadi keruntuhan (kN/m )

Dalam Hardiyatmo (1992:169-170) kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan. Dengan dasar pengertian ini, bila tanah mengalami pembebanan akan ditahan oleh: - Kohesi tanah yang tergantung pada jenis tanah dan kepadatannya, tetapi

tidak tergantung dari tagangan vertikal yang bekerja pada bidang gesernya.

- Gesekan antara butir-butir tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan vertical pada bidang gesernya. Coulomb (1776) mendefenisikan fungsi f(σ) dari persamaan kriteria keruntuhan atau kegagalan Morh-Coulomb sebagai:

Sumber: Hary Christady Hardiyantmo, 1992

Gambar 16. Kriteria kegagalan Mohr–Coulomb

Kriteria keruntuhan / kegagalan Mohr-Coulomb digambarkan dalam Kriteria keruntuhan / kegagalan Mohr-Coulomb digambarkan dalam

Tegangan-tegangan efektif yang terjadi di dalam tanah dipengaruhi oleh tekanan air pori. Terzaghi (1925) mengubah persamaan Coulomb dalam bentuk tegangan efektif. Nilai kuat geser batuan pada kondisi kering: τ = c + σ tg ø........................................................................................... (4) Nilai kuat geser batuan pada kondisi jenuh: τ = c + (σ - u) tg ø................................................................................... (5) τ = kuat geser batuan (ton/m2)

c = kohesi (ton/m2) σ = tegangan normal (ton/m2) u = tekanan air pori (ton/m2) ø = sudut geser dalam (derajat)

Konsep tegangan efektif pertama kali dikemukakan oleh Karl Terzaghi pada tahun 1920. Tegangan efektif dirumuskan sebagai: σ’ = σ – u ................................................................................................. (6) σ’ = Tegangan normal efektif σ = Tegangan normal total u = Tekanan air pori

Dalam Edi (2016:35) Tegangan normal total dan tekanan air pori dapat dihitung atau diperkirakan dari berat satuan dan tebal lapisan Dalam Edi (2016:35) Tegangan normal total dan tekanan air pori dapat dihitung atau diperkirakan dari berat satuan dan tebal lapisan

Sumber: Mekanika Tanah, Braja M. Das

Gambar 17. Tegangan total (σ), tegangan efektif (σ’) dan tekanan air pori ( u)

b. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Kesetimbangan Batas

1) Prinsip Dasar Metode Irisan

Dalam Saifuddin (2008:1) Semua metode irisan menyatakan kondisi kestabilan suatu lereng dinyatakan dalam suatu indeks yang disebut faktor keamanan (F). Faktor keamanan pada metode kesetimbangan batas (Limit Equilibrium Methods) didefinisikan sebagai perbandingan antara total gaya penahan longsor dengan gaya penyebab longsoran dan dapat dituliskan sebagai berikut:

s Total ⋅ gaya ⋅ penahan ⋅ lonsoran

F = = τ ................................... (7) Total ⋅ gaya ⋅ penyebab ⋅ longsoran

Faktor keamanan diasumsikan mempunyai nilai yang sama untuk setiap irisan. Kekuatan geser material yang tersedia untuk

Janbu yang disederhanakan, dan metode Corps of Engineer, (2) Metode yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya dan momen, antara lain yaitu Metode Spencer, Metode Morgenstern-Price dan Metode Kesetimbangan Batas Umum.

Menurut Saifuddin Arief (2008:8-14) diantara beberapa metode irisan yang populer digunakan dalam analisis kestabilan beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Metode Bishop Yang Disederhanakan (Simplified Bishop Method)

Diantara metode irisan lainnya, metode Bishop yang disederhanakan (Bishop, 1955) merupakan metode yang paling populer dalam analisis kestabilan lereng. Asumsi yang digunakan dalam metode ini yaitu besarnya gaya geser antar-irisan sama dengan nol (X=0) dan bidang runtuh berbentuk sebuah busur lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini adalah kesetimbangan gaya dalam arah vertical untuk setiap irisan dan kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua irisan, sedangkan kesetimbangan gaya dalam arah horisontal tidak dapat dipenuhi.

Gambar 19. Gaya-gaya yang bekerja pada irisan metode bishop

Kesetimbangan gaya dalam arah vertikal menghasilkan persamaan sebagai berikut:

…………………………………… (11) Substitusi persamaan (10) ke persamaan (11) akan menghasilkan persamaan untuk gaya normal total (N) sebagai berikut:

Dengan merujuk pada Gambar 19 kesetimbangan momen pada pusat lingkaran runtuh untuk semua irisan adalah sebagai berikut : .....................................................................................................(13)

dimana h c adalah tinggi pusat massa irisan dari titik tengah pada dasar irisan. Gaya geser antar-irisan dihilangkan dari persamaan di atas karena resultan momen dari gayagaya tersebut saling menghilangkan.

Dengan mensubstitusikan persamaan (10) ke dalam persamaan di atas akan menghasilkan persamaan untuk menghitung faktor keamanan (F) sebagai berikut:

dimana N dihitung menggunakan persamaan (12).

Pada persamaan (12) variabel faktor keamanan (F) terdapat pada kedua sisi persamaan sehingga perhitungan nilai F tidak dapat dilakukan secara langsung dan harus dihitung dengan menggunakan aproksimasi berulang (iterasi). Aproksimasi berulang dilakukan beberapa kali sampai nilai perbedaan dari F pada kedua sisi persamaan lebih kecil dari nilai toleransi yang diberikan. Toleransi yang digunakan umumnya 0,005.

Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang Metode Bishop yang disederhanakan merupakan metode sangat populer dalam analisis kestabilan lereng dikarenakan perhitungannya yang sederhana, cepat dan memberikan hasil perhitungan faktor keamanan yang cukup teliti. Kesalahan metode ini apabila dibandingkan dengan metode lainnya yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan seperti Metode Spencer atau Metode Kesetimbangan Batas Umum, jarang lebih besar dari 5%. Metode ini sangat cocok digunakan untuk pencarian secara otomatis bidang

b) Metode Janbu yang disederhanakan ( simplified janbu method)

Metode Janbu yang disederhanakan (Janbu, 1954, 1973) juga termasuk salah satu metode yang populer dan sering digunakan dalam analisis kestabilan lereng. Asumsi yang digunakan dalam metode ini yaitu gaya geser antar irisan sama dengan nol. Metode ini memenuhi kesetimbangan gaya dalam arah vertikal untuk setiap irisan dan kesetimbangan gaya dalam arah horisontal untuk semua irisan, namun kesetimbangan momen tidak dapat dipenuhi. Sembarang bentuk bidang runtuh dapat dianalisis dengan metode ini. Metode simplified Janbu dapat digunakan untuk menganalisis bidang runtuh circular maupun non circular (Sharma, 2002: 358).

Gambar 20. Kesetimbangan gaya dalam arah vertikal

Kesetimbangan gaya dalam arah vertikal dan gaya normal total (N) sama halnya dengan simplified bishop method, yakni: cos α + S sin α − W = 0 ..................................................... (15)

Dengan mensubstitusikan persamaan (10) ke dalam persamaan (15) akan dihasilkan persamaan untuk gaya normal total (N) sebagai berikut:

N=

Kesetimbangan gaya dalam arah horizontal untuk semua irisan dirumuskan sebagai berikut: ∑ (E − E ) − ∑ (N sin α − S cos α + kW) = 0 .....(17)

Berdasarkan prinsip aksi reaksi bahwa resultan gaya-gaya normal antar irisan akan saling menghilangkan, maka:

E [j − 1] = E [j]........................................................................ (18) Dimana j adalah nomor irisan. Syarat batas untuk gaya normal antar irisan pada sisi kiri irisan ke-1 dan pada sisi kanan irisan ke-n adalah sebagai berikut:

E [1] = 0 .................................................................................... (19)

E [n] = A .................................................................................... (20) Menggunakan persamaan (18), (19), dan (20) maka persamaan (21) dapat ditulis sebagai berikut: −A − ∑ (N sin α − S cos α + kW) = 0 ...........................(21)

Dengan mensubtitusikan persamaan (9) ke dalam persamaan di atas maka diperoleh persamaan untuk menghitung FK sebagai berikut:

FK = ∅)

Faktor keamanan (FK) terdapat pada kedua sisi dari persamaan di atas sehingga perhitungannya harus dilakukan dengan menggunakan aproksimasi berulang, sampai diperoleh nilai perbedaan dari F pada sisi kiri dan kanan lebih kecil dari nilai toleransi yang diberikan.

Nilai FK dihitung dengan iterasi hingga perbedaan nilai FK sisi kiri dan kanan persamaan lebih kecil dari nilai toleransi. Nilai FK tersebut kemudian dikalikan dengan f 0 sebagai koreksi dari pengabaian gaya geser antar irisan. FK

= x FK........................................................................ (23)

=1+t − 1,4 ........................................................... (24) Besarnya nilai t bervariasi sesuai dengan jenis tanah, yaitu:

• t = 0,69 untuk tanah dengan c ≠ 0 dan ɸ = 0. • t = 0,31 untuk tanah dengan c = 0 dan ɸ ≠ 0. • t = 0,50 untuk tanah dengan c ≠ 0 dan ɸ ≠ 0.

Sumber: Sharma, 2002

3) Analisis Probabilistik Monte Carlo dalam Metode Kesetimbangan Batas

Fungsi distribusi probabilitas menggambarkan penyebaran suatu variable acak yang digunakan untuk memperkirakan nilai probabilitas kemunculan suatu parameter. Fungsi distribusi probabilitas memiliki sifat-sifat penyebaran yang khas dan unik yang menjadikan fungsi yang satu akan berada dengan fungsi ditribusi yang lain. Tapi hal ini menutup kemungkinan bahwa suatu fungsi distribusi merupakan turunan dari fungsi yang lainya. Dalam metode kesetimbangan batas dapat menunjukan beberapa nilai yaitu SF (Safety Factor), PF (Probability Failure), dan RI ((reliability Index). (Gianan, 44:2015)

Simulasi Monte Carlo dikategorikan sebagai metode sampling karena parameter masukan acak dihasilkan dari distribusi probabilitas untuk mensimulasikan proses pengambilan sampel dari populasi yang sebenarnya (Wittwer, J., 2004 dalam edi, 61:2016).

• PF (Probability Failure) Probabilitas Kelongsoran (PK) didefinisikan sebagai rasio

antara jumlah lereng longsor hasil analisis (FK<1) dengan jumlah total analisis (sampel atau simulasi) yang dinyatakan dalam persen (Rocscience, 2016).

• RI (reliability Index) Cara lain menilai keamanan lereng dalam analisis probabilitas

adalah dengan menghitung nilai indeks reliabilitasnya. RI adalah dengan menghitung nilai indeks reliabilitasnya. RI

- Untuk tingkat keyakinan yang baik RI harus lebih besar atau sama dengan tiga (RI = 3). - RI = 0 menunjukkan nilai rata-rata faktor keamanan sama dengan satu (FK mean =1). - RI negatif menunjukkan rata-rata nilai FK kurang dari satu (FK mean <1).

6. Metode Perhitungan Cadangan

Agus Haris dalam Modul Responsi Metode Perhitungan Cadangan (2005:8-17) beberapa metode perhitungan sumberdaya dengan menggunakan anlisis statistik (analisis statistik univarian), matode kalisik (metode cross section , metode poligon), metode model blok (grid).

Perhitungan sumberdaya atau cadangan dari metode konvensional yang terbagi menjadi dua, yaitu metode penampang vertikal (dengan menggunakan rumus mean area , kerucut terpancung, obelisk) dan penampang horizontal (metode isoline metode poligon, metode triangle, dan metode Circular USGS 1983), selain itu dapat pula dilakukan dengan metode geostatistik dan metode blok (Ayu, 2015:25).

Adapun metoda yang akan di gunakan adalah Metode Cross Section (Metode Penampang Vertikal). Metode ini adalah salah satu metode Adapun metoda yang akan di gunakan adalah Metode Cross Section (Metode Penampang Vertikal). Metode ini adalah salah satu metode

Sumber: Constantine C. Popoff, 1965

Gambar 22. metoda cross section. (a) rule of gradual changes, (b) rule of nearest points

Metode Cross Section terdiri dari Pedoman Rule Of Gradual Changes dan rule of nearest points. Pedoman yang akan digunakan yaitu Rule Of Gradual Changes yang merupakan salah satu metode perhitungan sumberdaya secara konvensional. Mengikuti Pedoman Rule of Gradual Changes (berpindah secara bertahap dari satu sayatan ke sayatan lain) dengan menghubungkan titik antar pengamatan terluar.

Sumber: Isaaks dkk,1989

Gambar 23. Metode Cross Section Pedoman Rule Of Gradual Changes

Perhitungan volume dengan menggunakan persamaan mean area. Persamaan ini di gunakan apabila terdapat 2 buah penampang dengan luas penampang dengan luas penampang P1 dan penampang P2 relatif sama atau (P1/P2) lebih besar 0,5 sampai mendekati 1.

Untuk perhitungan volume overburden menggunakan rumus sebagai berikut:

V= x L .......................................................................................(25)

Keterangan:

V 3 = Volume Overburden (m )

P1 = Luas sayatan penampang 1 (m 2 )

P2 2) = Luas sayatan Penampang 2 (m L1,2 = Jarak antar sayatan penampang 1 dan penampang 2 (m)

Jumlah tonase batubara yang terdapat di daerah penelitian dengan rumus berikut :

T= x L1,2 x ρ (Ton) ...................................................................(26)

Keterangan: T

= Tonase batubara (ton) P1 2 = Luas sayatan penampang 1 (m )

P2 2 = Luas sayatan Penampang 2 (m ) L1,2 = Jarak antar sayatan penampang 1 dan penampang 2 (m)

ρ 3 = Berat jenis (ton/m )

7. Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)

Nisbah pengupasan (stripping ratio) adalah perbandingan antara volume lapisan tanah penutup yang akan digali dengan jumlah tonase batubara yang akan diambil. Ini dilakukan untuk dapat menentukan pada elevasi berapakah nisbah pengupasan yang paling menguntungkan untuk ditambang dengan cara tambang terbuka.

Perhitungan nisbah pengupasan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kelayakan keekonomisan dalam pengambilan batubara. Semakin besar nisbah pengupasannya, berarti semakin banyak overburden yang harus digali untuk mengambil endapan batubara. Semakin kecil nisbah pengupasannya, semakin sedikit overburden yang harus digali. Di tambang batubara sering dipakai m3 waste/ton batubara.

Nilai nisbah pengupasan (stripping ratio) merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan ekonomis tidaknya suatu sumberdaya batubara, karena sebagai penentu sampai elevasi berapakah sumberdaya batubara tersebut masih bernilai ekonomis untuk dilakukan penggalian. Nilai nisbah pengupasan yang semakin besar maka akan banyak pula overburden yang harus digali untuk mendapatkan batubaranya, apabila semakin banyak overburden yang harus digali maka semakin besar pula biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan batubara (Ayu, 2015:32).

Untuk rumus perhitungan yang sering di pakai di lapangan adalah sebagai berikut (Ayu, 2015:33-34):

Stripping Ratio =

a) Stripping Ratio by Volume Stripping Ratio by volume adalah perbandingan antar volume tanah

penutup atau overburden yang akan digali (m 3 ) dengan jumlah volume batubara yang akan diambil (ton) dijadikan dalam m 3 .

b) Stripping Ratio by Area Stripping Ratio by area adalah perbandingan antara luasan

2 lapisan tanah penutup (m 2 ) dengan luasan batubara (m ) pada suatu sayatan.

C. Penelitian yang Relevan

Penelitian-penelitian yang relevan terkait permasalahan yang akan diteliti disusun berdasarkan judul penelitian sebagai berikut:

1. Hasil penelitian Budi Santoso/112970088 dari Teknik Pertambangan Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta di PT. Kitadin Embalut, Kalimantan Timur, dengan judul penelitian Analisis kestabilan lereng jenjang akhir penambangan

seam 22 dan seam 23 pada penambangan batubara PT. Kitadin

Embalut, Kalimantan Timur. Dimana Pembentukan jenjang dari akhir penambangan pada seam 22 dan seam 23 tidak teratur karena mengikuti penyebaran batubara yang relative sejajar. Terbentuknya rekahan-rekahan pada badan lereng akibat permukaan air tanah dan curah hujan yang tidak menentu. Dilakuan analisis geometri lereng dari data bor, data geomekanika tanah, data curah hujan dengan menggunakan softwer Galena versi

3.10 serta dengan metoda Bishop’s untuk mengetahui faktor kemanan lereng yang diamati.

2. Hasil penelitian Agem Hartias Putra/16533 dari Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang. Tempat penelitian PT. Madhani Talatah Nusantara dengan judul penelitian Analisis

kestabilan lereng untuk menentukan faktor keamanan di Pit eagle 1 Panel 10 PT. Madhani Talatah Nusantara site PT. Internasional

Prima Coal Kalimantan Timur. Dimana terdapat retakan pada puncak lereng lowwall panel 10 pit eagel 1, dimana pada tahun 2014 pernah terjadi Prima Coal Kalimantan Timur. Dimana terdapat retakan pada puncak lereng lowwall panel 10 pit eagel 1, dimana pada tahun 2014 pernah terjadi

3. Hasil penelitian Ginan Ginanjar Kosim dari Prodi Pertambangan, Fakultas Tenik, Universitas Islam Bandung. Tempat penelitian di PT. Beringin

Jaya Abadi dengan judul “Analisis Balik Longsoran Lowwall Pit B3 Tambang Batubara PT BJA Menggunakan Probabilistik Monte

Carlo”. dimana penelitian yang dilakukan hasilnya menunjukan data awal dari nilai parameter kekuatan batuan untuk dianalisis balik tidak sama dengan nilai paremeter kekuatan batuan yang dianalisis dengan menggunakan probabilitas monte carlo. Sehingga direkomendasikan

geometri overall slope angle 20 o -25 dan tinggi lereng keseluruhan ± 47 m.

D. Kerangka Konseptual

Proses penelitian mengikuti tahapan input-process-output sebagai berikut:

1. Input

Data input dapat dibagi atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyelidikan lapangan dan hasil pengujian laboratorium, sedangkan data sekunder merupakan data-data yang Data input dapat dibagi atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil penyelidikan lapangan dan hasil pengujian laboratorium, sedangkan data sekunder merupakan data-data yang

a. Jenis dan kondisi perlapisan lereng (stratigrafi)

b. Geometri lereng yang digunaan saat penelitian (Tinggi Lereng, Kemiringan Lereng dan Lebar Bench)

c. Tinggi muka air tanah (peisometrik)

d. Sifat fisik dan mekanik tanah dan batuan

e. Peta topografi

f. Cross section

2. Process

Proses yang dilakukan pada kegiatan ini adalah dengan tahapan kegiatan dimulai dari:

a. Penyelidikan di lapangan.

b. Melakukan pemodelan cross section dari perlapisan berdasarkan stratigrafi penyusun lereng

c. Pembuatan model geometri lereng berdasarkan nilai uji sifat fisik dan mekanik batuan yang didapat dari uji labolatorium.

d. Analisis tingkat kestabilan lereng dan pengolahan data dengan bantuan perangkat lunak (software) dalam perhitungan nilai faktor keamnan menggunakan metode janbu yang disederhanakan (simplified Janbu method).

e. Perhitungan Nilai stripping Ratio dengan metoda cross section dengan pedoman rule of gradual changes.

3. Output

Ouput atau hasil dari kegiatan penelitian ini yaitu mendapatkan model geometri lereng optimum (stabil) serta layak untuk dilakukan penambangan (ekonomis).

- Data geologi

- Geometri (Stratifigrafi

- Pemodelan

Lereng yang lereng)

Geometri Lereng

Optimal - Data Geometri

berdasarkan nilai

- Faktor Lereng (Tinggi

yang didapat dari uji

Keamanan Lereng,

labolatorium

- Stripping Ratio Kemiringan

- Perhitungan Nilai

Factor Keamanan

Lereng dan Lebar

Lereng dengan

Bench )

- Perhitungan Nilai

- Topografi EOM

stripping Ratio

maret

dengan Metoda

- Data Peisometrik

Cross Section

- Data Sifat Fisik dan Mekanik Batuan

Gambar 24. Diagram Kerangka Konseptual

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian mengenai analisis balik kestabilan lereng pada daerah lowwall Panel 10 dan Panel 15 Blok III-S Pit Warute di PT. Antang Gunung Meratus, Site Ida Manggala, desa Ida Manggala, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi Kalimantan Selatan. Kegiatan ini di laksanakan pada bulan April - Mei 2016. Adapun kegiatan penelitian meliputi, orientasi lapangan, pengumpulan refrensi dan data, pengolahan data, konsultasi dan bimbingan, penyusunan laporan dan pengumpulan draft penelitian.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini lebih terarah ke penelitian terapan (Applied Research), yaitu salah satu jenis penelitian yang bertujuan untuk mengaplikasikan teori yang didapat dibangku perkuliahan terhadap kondisi aktual dilapangan.

Di dalam melaksanakan penelitian permasalahan ini, penulis menggabungkan antara teori dengan data-data lapangan, sehingga dari keduanya diperoleh pendekatan penyelesaian masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu :

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas di lapangan melalui bahan-bahan pustaka yang dapat menunjang diperoleh dari: Studi literatur dilakukan dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas di lapangan melalui bahan-bahan pustaka yang dapat menunjang diperoleh dari:

b. Perpustakaan dan brosur-brosur

c. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya berupa skripsi dan laporan perusahaan, serta sumber-sumber dari beberapa pencarian mengenai perhitungan cadangan di internet.

d. Data penunjang yang dihimpun dari PT. Antang Gunung Meratus.

2. Pengamatan lapangan

Dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung dan seksama dilapangan untuk mengetahui masalah yang akan dibahas, khususnya di daerah Blok III-S Pit Warute Area Lowwall Panel 10 dan Panel 15. Peninjauan lapangan untuk melakukan pengamatan langsung terhadap topografi daerah dan data-data penunjang lainnya dari masalah yang akan dibahas. Kegiatan yang dilakukan selama penelitian yaitu menganilisis dan mengumpulkan data-data sebagai berikut:

a. Kondisi geologi Data-data yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah:

1) Peta topografi

2) Tinggi permukaan air tanah.

3) Litologi atau stratigrafi tanah dan batuan pembentuk material

lereng.

b. Struktur batuan Struktur batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah adanya bidang-bidang lemah, yaitu bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan.

c. Geometri lereng Data data yang dibutuhkan pada saat pengamatan geometeri lereng yang diambil adalah:

1) Tinggi lereng baik jenjang tunggal maupun total.

2) kemiringan lereng baik jenjang tunggal maupun total.

3) Lebar jenjang (berm).

3. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan setelah studi literatur dan penelitian kondisi lapangan selesai dilaksanakan. Adapun data yang akan diambil yang berkaitan dengan penelitian antara lain geometri lereng, struktur batuan serta sifat fisik dan sifat mekanik batuan. Namun karena beberapa alasan dan pertimbangan maka untuk melakukan pengambilan data dilapangan tidak bisa dilakukan sepenuhnya. Data yang diambil berupa data primer dan data sekunder.

a. Data primer adalah data yang diambil langsung dari pengukuran atau pengamatan lapangan seperti pengambilan data geometri lereng serta, nilai permukaan air tanah, serta stratigrafi lerang area lowwall yang akan dianalisis kestabilan lerengnya.

b. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan berdasarkan literatur

dari bebagai referensi dan arsip-arsip laporan perusahaan, seperti:

1) Peta lokasi dan kesampaian daerah,

2) Peta topografi

3) Peta geologi

4) Pengeboran geoteknik atau pengambilan core sampling (sifat fisik dan mekanik tanah dan batuan dari uji sifat fisik dasar, uji kuat tarik langsung, uniaxial comoressive strength test, uji triaxial, uji geser langsung, uji point load strength index, uji kecepatan rambat gelombang ultrasonik) (ISRM, 1981)

5) data curah hujan,

6) data peisometrik (muka air tanah)

7) dan lain sebagainya.

4. Pengolahan Data

a. Pembuatan model lapisan penyusun lereng Pengolahan data dilakukan dengan pembuatan stratigrafi lapisan penyusun lereng Model perlapisan dibuat dalam dua dimensi mengacu pada cross section. Dalam pembuatan model perlapisan, digunakan asumsi bahwa kemiringan lapisan untuk setiap jenis material sama dengan rata-rata kemiringan lapisan batubara. Lapisan material penyusun lereng untuk Panel 10 dan Panel 15 diasumsikan sama atau sejenis.

b. Uji labolatorium

Pengujian labolatorium ini dilakukan untuk mendapatkan:

1) Data sifat fisik batuan Data yang didapatkan dari pengujian sifat fisik adalah Bobot isi asli (natural density), Bobot isi kering (dry density), Bobot isi jenuh (saturated density), Kadar air asli (natural water content), Saturated water content (absorption), Derajat kejenuhan (degree of saturation ), Porositas (n), serta Void ratio (e)

2) Data sifat mekanik batuan Sifat mekanik batuan, seperti kuat tekan, kuat Tarik, kuat geser, modulus elastisitas, dan nisbah poisson. Untuk penentuan sifat mekanik di laboratorium biasanya dilakukan dengan:

• Uji kuat tekan uniaksial (unconfined compressive strength test) • Uji kuat Tarik langsung (indirect tensile strength test) • Uji geser langsung (direct shear strength test)

5. Analisis Pengolahan Data

Analisis pada kedua area Blok III-S Pit Warute area Lowwall Panel

10 dan Panel 15 dengan menggunakan 2 (dua) konsep pendekatan analisis kemantapan lereng bukaan tambang. Konsep pertama, yaitu pemodelan dan analisis untuk mendapatkan optimal pit slope design berdasarkan faktor stabilitas lereng (SF=1.30) dan strpping ratio (SR=3) untuk 10 dan Panel 15 dengan menggunakan 2 (dua) konsep pendekatan analisis kemantapan lereng bukaan tambang. Konsep pertama, yaitu pemodelan dan analisis untuk mendapatkan optimal pit slope design berdasarkan faktor stabilitas lereng (SF=1.30) dan strpping ratio (SR=3) untuk

a. Analisa pemodelan kestabilan lereng Analisa kestabilan lereng dilakukan dengan menggunakan metode kesetimbangan batas yaitu metode janbu yang disederhanakan dimana penggambaran disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Serta penyelesaian perhitungan dibantu dengan menggunakan perangkat lunak (software). Nilai faktor keamanan (FK) = 1.3 digunakan sebagai kriteria untuk menilai stabilitas model lereng keseluruhan (overall pit slope ) yang dapat diterima. Jika FK < 1.3 maka model lereng dianggap belum cukup stabil.

Gambar 25. Penggunaan Metode Janbu

Untuk analisa data sifat mekanik batuan menggunakan kriteria kekuatan Morh-Coulomb, dimana data yang diperlukan berupa kohesi

(cohesion) dan sudut gesek dalam (internal friction angle) dapat dilahat pada gambar berikut.

Gambar 26. Tahap pendefinisian kriteria Morh-Coulomb

b. Analisa nilai stripping ratio Perhitungan nilai stripping ratio menggunakan metoda cross section dengan Pedoman Rule Of Gradual Changes. Sehingga didapatkan desain nilai Faktor Keamanan lereng optimal dan aman untuk dilakukan kegiatan penambangan.

6. Kesimpulan

Kesimpulan diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengamatan di lapangan, pengolahan data dan analisis permasalahan yang diteliti untuk memberikan alternatif pada lereng yang kritis dan tidak stabil dengan faktor kemanana yang sesuai dengan SR yang diharapkan dalam kegiatan penambangan selanjutnya.

C. Diagram Penelitian

Studi Literatur

Observasi Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer Data Sekunder • Data geologi

• Data Uji Sifat Fisik dan (Stratifigrafi Batuan)

mekanik batuan • Data Geometri Lereng

• Peta Topografi (Tinggi Lereng,

• Lubang Bor Daerah Kemiringan Lereng

Penelitian dan Lebar Bench)

• Data Curah Hujan • Cross Section

• Data Peisometrik

Pengolahan Data • Geometri Lereng

• Analisis Kestabilan lerang (Faktor Keamanan)

• Perhitugan Stripping Ratio

Analisis Data dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Gambar 27. Bagan Alir Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Geologi Daerah Penelitian

Secara regional daerah penyelidikan termasuk di dalam Cekungan Barito yang merupakan suatu sistem fisiografi Pegunungan Meratus terbentang dengan arah Baratdaya–Timurlaut dan termasuk dalam peta geologi Lembar Amuntai (Heryanto dan Sanyoto, 1987).

Batuan dasar Cekungan Barito adalah batuan Pra-Tersier, yang terdiri dari batuan beku bersifat granitik dan andesitik serta batuan malihan terdiri dari perselingan batulanau dengan batupasir halus sampai kasar dengan sisipan konglomerat dan breksi (formasi pitap). Diatas batuan Pra-Tersier ini diendapkan batuan sedimen Tersier yang terdiri dari tua ke muda yaitu Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin, Formasi Dahor dan Endapan Kuarter (Aluvium).

Kontak antara batuan Pra-Tersier dan batuan sedimen Tersier ialah kontak ketidakselarasan umur, tetapi di beberapa tempat tertentu terdapat kontak ketidakselarasan tektonik. Umur dari batuan sedimen Tersier adalah Eosen sampai Pleistosen. Formasi pembawa bitumen padat dalam Lembar Amuntai adalah Formasi Tanjung yang berumur Eosen dan Formasi Warukin yang berumur Miosen Awal-Miosen Tengah.

Struktur geologi yang berkembang di daerah Lembar Amuntai berupa lipatan dan sesar. Sumbu lipatan umumnya berarah Baratdaya-Timurlaut, Struktur geologi yang berkembang di daerah Lembar Amuntai berupa lipatan dan sesar. Sumbu lipatan umumnya berarah Baratdaya-Timurlaut,

Batuan tertua adalah batuan malihan yang tersesarkan oleh kegiatan tektonik yang terjadi pada Pra-Tersier Awal (Supriatna dkk., 1982). Kemudian pada Kapur Awal terjadilah kegiatan magma yang membentuk bat granit. Batuan malihan dan batuan granit tersebut merupakan alas dari Formasi Pitap yang diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Pengendapan ini disertai dengan kegiatan gunung api.

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 28. Cekungan Tersier di Kalimantan Selatan

Pada akhir kapur terjadi kegiatan tektonik yang besar, akibatnya batuan Mesozoikum terangkat yang kemudian diikuti oleh proses pendataran. Pada Awal Eosen terendapkan Formasi Tanjung dalam lingkungan paralik, dan pada kala Oligosen terjadi genang laut yang membentuk Formasi Warukin dan diendapkan dalam lingkungan paralik. Gerakan tektonik terakhir terjadi pada Akhir Miosen yang mengangkat batuan tua ke atas dan membentuk tinggian Meratus dan melipatkan batuan sedimen Tersier yang disertai dengan sesar normal. Setelah itu terjadi proses erosi dan pendataran kembali yang diikuti oleh pengendapan Formasi Dahor pada kala Pliosen sampai Plestosen dalam lingkungan paralik, sedangkan pengendapan terakhir terbentuknya endapan Kuarter.

1. Stratigrafi Regional

Secara regional daerah penyelidikan termasuk kedalam Cekungan Barito yang merupakan satu sistem fisiografi Pegunungan Meratus yang terbentang dengan arah Baratdaya-Timurlaut. Batuan dasar dari Cekungan Barito adalah batuan Pra-Tersier, sedangkan batuan Tersier pengisi Cekungan Barito ini terdiri dari Formasi Tanjung, Formasi Berai, Formasi Warukin, Formasi Dahor dan Endapan Kuarter (Aluvium). Stratigrafi daerah penyelidikan berada pada pada Formasi Tanjung dan Formasi Warukin. Ketebalan batubara di Formasi Tanjung pada kisaran 0,2m s/d

0 6,70m dengan dip pada kisaran 20 0 s/d 40 ke arah barat, sedangkan pada Formasi Warukin ketebalan batubara pada kisaran 1,0m s/d 28m dengan

0 dip pada kisaran 40 0 s/d 80 .

a) Formasi Tanjung Di daerah penyelidikan, Formasi Tanjung nampak tersingkap dengan baik di sepanjang jalan yang menghubungkan antara desa Malutu dan desa Muara Pipi’i, serta pada daerah-daerah bekas penambangan batubara. Litologi singkapan terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dan sisipan batubara dan bitumen padat. Pada tempat-tempat tertentu tersingkap konglomerat yang diduga berupa channel .

b) Formasi Warukin Formasi ini tersingkap di sebelah Baratlaut daerah penyelidikan yang sebarannya memanjang hampir Timurlaut-Baratdaya. Batuan penyusunnya terdiri dari batulempung yang berselang– seling dengan lapisan-lapisan tipis batupasir dan batulanau, sedangkan batubara dan bitumen padat terdapat sebagai sisipan.

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 29. Kolom Stratigrafi Lembar Amuntai

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 30. Seam Batubara Formasi Tanjung

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 31. Seam Batubara Formasi Warukin

2. Geologi Struktur Pola struktur di daerah penyelidikan mempunyai arah Baratlaut– Tenggara. Struktur geologi yang berkembang dengan baik adalah berupa sesar geser dan sesar normal, terutama pada batuan yang berumur Pra- Tersier, sedangkan pada batuan Tersier hanya berupa sesar-sesar kecil yang merupakan pergeseran lapisan batuan sedimen (offset), efek perlipatan (drag fold) atau dari kemiringan lapisan yang bervariasi.

B. Penyelidikan Geoteknik

Penyelidikan geoteknik dilakukan oleh konsultan independen gdesuratha, dkk yang merupakan konsultan geoteknik PT. Antang Gunung Meratus, dalam studi ini meliputi 3 kegiatan utama, yaitu pemetaan geoteknik permukaan, pengeboran geoteknik, dan pengujian laboratorium.

1. Pemetaan Geoteknik Permukaan Pemetaan geoteknik permukaan dilakukan di area rencana tambang (pit) PT. Antang Gunung Meratus. Pemetaan dilakukan pada area tambang yang telah terbuka, yaitu penyelidikan kekuatan massa batuan pada setiap lapisan yang nampak dan terjangkau pada singkapan. Pemetaan geoteknik permukaan bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi tentang kondisi massa batuan yang akan digunakan untuk mendukung proses karakterisasi massa batuan.

Sebelum karakterisasi, massa batuan diklasifikasikan untuk mengetahui kualitas dari masing-masing lapisan (kelompok) massa batuan. Salah satu system klasifikasi yang aplikasinya cukup luas adalah Rock Mass Rating (RMR) system. Sistem RMR adalah system pengelompokan kualitas massa batuan dengan cara memberi bobot atau rating pada parameter-parameter dasar batuan yang diamati. Terdapat 5 (lima) parameter utama yang harus dikumpulkan untuk mendukung klasifikasi sistem ini, yaitu:

a) Strength of Intact Rock (Kekuatan batuan utuh)

b) RQD (Rock Quality Designation) b) RQD (Rock Quality Designation)

d) Condition of Discontinuities (Kondisi joint)

e) Groundwater Condition (Kondisi air tanah) Tabel 5. Data hasil Pemetaan Geoteknik Permukaan

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

2. Pengeboran Geoteknik Deskripsi geoteknik terhadap inti bor (core drill) dilakukan bersamaan dengan kegiatan sampling geoteknik. Kegiatan sampling bertujuan untuk mendapatkan contoh batuan asli (undisturbed sample) yang kemudian akan diuji di laboratorium geoteknik untuk mendapatkan data sifat fisik dan mekanik batuan. Untuk mendapatkan sampel yang representatif, dalam pengeboran geoteknik ini kami menganut dan menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Sampel diambil pada kedalaman yang dapat mewakili rencana bukaan a) Sampel diambil pada kedalaman yang dapat mewakili rencana bukaan

c) Sampel diusahakan tidak banyak kontak dengan udara luar selama packing di lokasi pengeboran dan handling di laboratorium,

d) Sampel dikemas dengan baik untuk menjaga kondisi alamiahnya tidak berubah, terlindung dari guncangan selama handling dan pengiriman ke laboratorium.

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 32. Kegiatan Pengeboran Geoteknik

Dari data hasil pengamatan kualitatif yang dilakukan pihak perusahaan terhadap batuan inti bor menunjukan bahwa secara umum batuan mempunyai kekuatan dengan kategori ekstrem lemah sampai sedang (Klas V - IV).

3. Pengujian Sampel Geoteknik Pengujian contoh geoteknik di Laboratorium Geomekanika Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara di Bandung mencakup uji: 3. Pengujian Sampel Geoteknik Pengujian contoh geoteknik di Laboratorium Geomekanika Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara di Bandung mencakup uji:

b) Sifat mekanik batuan, meliputi kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas, nisbah Poisson, kohesi dan sudut gesek dalam.

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 33. Pengujian Sampel Batuan

Tabel 6. Resume data hasil uji sifat fisk dan mekanik batuan

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

C. Pemodelan Lapisan Penyusun Lereng

Pembuatan stratigrafi lapisan penyusun lereng dibuat berdasarkan pengamatan langsung pada badan lereng, dimana strike dan dip lapisan

penyusun lereng rata-rata adalah N 224 o E/41 .

Gambar 34. Pengambilan Data Strike dan Dip Lapisan Penyusun Lereng

Top penyusunan stratigrafi penyusun lereng pada lapisan batuabara seam L6 dan bottom pada lapisan batubara seam L10, dimana batuan yang mendominasi penyusun lereng adalah lempung, lanau, dan pasir.

Gambar 35. Pengambilan Data Stratigrafi Lapisan Penyusun

Lereng

Model perlapisan dibuat dalam dua dimensi mengacu pada cross section. Dalam pembuatan model perlapisan, digunakan asumsi bahwa kemiringan lapisan untuk setiap jenis material sama dengan rata-rata kemiringan lapisan batubara.

Gambar 37. Contoh permodelan lapisan penyusun lereng

D. Kondisi Lereng

Lokasi penelitian terletak di area lowwall Panel 10 dan Panel 15 pada koordinat antara 9679538 N, 305592 E sampai 9679113 N, 306145 E dan 9680300 N, 305422 E sampai 9679500 N, 306450 E yang terletak pada elevasi 120 mdpl sampai dengan -100 mdpl. Secara umum penyebaran bentuk lapisan batuan penyusun lereng relatif sejajar dengan lapisan batubara yang mempunyai kemiringan berkisar 41 o .

Tabel 7. Koordinat penampang melintang No.

Elevasi (mdpl)

1 Panel 10 (A)

2 Panel 10 (A)

3 Panel 10 (A’)

4 Panel 10 (A’)

5 Panel 15 (B)

9680300 305422

120

6 Panel 10 (B)

9680300 305422

100

7 Panel 10 (B’)

9679500 306450

120

8 Panel 10 (B’)

9679500 306450

100

Dalam analisa kestabilan lereng dilakukan pada 2 buah penampang model statika. Posisi garis penampang dan Gambar 38 adalah salah satu contoh model sistem statika penampang.

P15

P10

Gambar 38. Posisi Garis Penampang Lereng

Material penyusun lereng terdiri dari batulempung (claystone), batu pasir (sandstone) batu lanau (Siltstone) dan batubara (coal). Dari pengamatan dilapangan struktur kekar yang ada sudah sangat sulit untuk dikenali, hal ini dikarenakan hampir seluruh batuan yang ada telah mengalami pelapukan dan menjadi material lepas (tanah), serta telah terjadinya longsoran pada salah satu penampang yang akan dianalisis.

Gambar 39. Kondisi Geometri Lereng Area Lowwall

1. Kondisi Lereng Lowwall Panel 10

Pada area lowwall panel 10 telah terjadi kelongsoran pada tahun 2015 yang diakibatkan ketidakstabilan lereng yang dibentuk, serta dikarenakan kondisi overall lowwall yang tidak mengikuti rekomendasi kajian geoteknik

yang telah dilakukan sebelumnya. Dimana kemiringan lereng sekitar 36 o dengan tinggi lereng ± 54 m. jenis longsoran yang terjadi menurut

perusahaan adalah longsoran bidang, kerena longsoran mengikuti kemiringan perlapisan batuan. Longsoran yang terjadi jelas telah merugikan pihak perusahaan, maka untuk menghindari terulangnya kejadian tersebut dilakukan evaluasi terhadap geometri lereng yang ada dengan melakukan analisa kestabilan lereng.

Gambar 40. Longsoran pada Lowwall Panel 10

2. Kondisi Lereng Panel 15

Pada area lowwall panel 15 bulan Maret saat peneliti melakukan penelitian kondisi lereng tidak terjadi kelongsoran. Dimana kemiringan

lereng sekitar 17 o dengan tinggi lereng ± 134 m, serta penggalian batubara baru dilakukan sampai pada elevasi -38 mdpl. Kondisi lereng pada Panel ini

telah mengikuti rekomendasi kajian geotek yang pernah dilakukan sebelumnya.

Gambar 41. Kondisi lereng lowwall Panel 15

E. Pemodelan Lereng

Pemodelan lereng adalah representasi alamiah lereng bukaan tambang yang akan dianalisis dengan memasukkan faktor-faktor geometri, jenis batuan, batas dan bidang diskontinuitas, sifat fisik dan mekanik batuan, tegangan insitu, pembebanan dan kondisi batas, sehingga dapat menggambarkan dan mewakili keadaan lereng bukaan tambang mendekati keadaan sebenarnya di lapangan.

Geometri model bukaan tambang meliputi kedalaman dan kemiringan lereng keseluruhan (overall) yang akan menentukan banyaknya cadangan batubara tertambang (mineable reserves) yang bisa diperoleh dan waste yang harus digali, ini dikenal dengan istilah waste-coal ratio atau stripping ratio (SR).

Dalam penelitian ini, pemodelan dan analisis kemantapan lereng akan menggunakan pemodelan metode Kesetimbangan Batas (Limit Equilibrium Method ). Pemodelan dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak (software).

Analisis kemantapan lereng bertujuan untuk mengetahui kondisi stabilitas dari lereng bukaan tambang yang akan terbentuk sesuai dengan rencana penambangan (pit plan) yang dibuat. Stabil-tidaknya suatu lereng atau kemantapan suatu lereng bukaan tambang dapat dikatakan tergantung dari lima faktor utama yaitu, geometri lereng yang meliputi kedalaman dan kemiringan sudut lereng (overall pit slope), kekuatan massa batuan lereng, orientasi umum (arah & kemiringan) dari struktur bidang lemah (diskontinuitas) massa batuan lereng terhadap arah & kemiringan lereng bukaan tambang, kondisi air tanah (terutama tinggi level air) di dalam massa batuan lereng, dan adanya beban luar yang berkerja pada model lereng, baik berupa beban statik maupun beban dinamik terutama getaran akibat gempa bumi (Gde Suharta,1990).

Gambar 42. Contoh pemodelan lereng

1. Data hasil Uji Laboratorium Hasil uji Laboratorium dan hasil pengamatan/pemetaan dari kegiatan geoteknik yang dilakukan pihak perusahaan pada April 2013 bertujuan untuk mendapatkan sampel yang tidak terganggu. Data dari hasil uji laboraturium sebelumnya digunakan untuk pemodelan dan analisis awal masing-masing untuk section pada Panel 10 dan Panel 15. Parameter geoteknik yang digunakan sebagai meliputi: = Bobot isi alami, ϕ = Sudut geser dalam, dan C = Kohesi. Tabel 8. Data parameter hasil uji laboratorium untuk analisis balik

kestabilan lereng Sudut Geser

Bobot Isi

Kohesi

Dalam

Material (KN/m 3 )

(Degree) Kering Basah

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

2. Muka Air Tanah Kondisi muka air tanah (MAT) yang telah dilakukan dari pengukuran piezometer oleh pihak perusahaan pada Januari 2013 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9. Daftar pengukuran piesometer

Depth Surface Date

Depth

Water

Drilling Elv 23-Nov-12 3GT-C1B

Hole ID

Water

Elv

70 67.614 30-Nov-12 3GT-C1B

70 67.614 8-Dec-12 3GT-C1B

5-Jan-13 3GT-C1B

70 67.614 9-Jan-13 3GT-C1B

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Dikerenakan kondisi pengambilan data yang dilakukan pada tahun 2013 sudah lama, di dalam melakukan analisa peneliti mengasumsikan kondisi lereng dalam keadaan jenuh. Asumsi ini digunakan untuk mengatasi kondisi lereng yang jenuh karena hujan dengan intensitas tinggi.

3. Beban Dinamis Dalam studi pemodelan ini, beban yang bekerja dianggap hanya beban karena gaya gravitasi bumi saja. Tidak ada beban statik dari luar sistem, sedangkan beban dinamik berupa getaran dianggap berasal dari kemungkinan adanya gempa bumi, yang pada area studi tambang di daerah Tapin ini termasuk daerah dengan faktor kegempaan f = 0.10 g.

Dalam analisis pemodelan ini, tidak ada input tegangan insitu yang diberikan oleh karena semua tegangan yang terjadi di dalam model dianggap hanya berasal dari tegangan akibat berat material itu sendiri karena gaya gravitasi.

F. Analisis Kemantapan Lereng Lowwall

Analisa geoteknik dilakukan melalui dua tahap uatama yaitu back analysis untuk mengetahui parameter batuan katika longsor terjadi dan forward analysis untuk memodelkan kembali kestabilan leeng dengan parameter yang diperoleh dari analisa back analysis.

Analisa kestabilan lereng dilakukan dengan menggunakan metode kesetimbangan batas yaitu metode janbu yang disederhanakan dimana penggambaran disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Serta penyelesaian perhitungan dibantu dengan menggunakan perangkat lunak (software). Nilai faktor keamanan (FK) = 1.3 digunakan sebagai kriteria untuk menilai stabilitas model lereng keseluruhan (overall pit slope) yang dapat diterima. Jika FK <

1.3 maka model lereng dianggap belum cukup stabil.

1. Analisis Kemantapan Lereng Lowwall Panel 10

a. Back Analysis

Back analysis adalah analisa balik dengan memodelkan lereng pada kondisi longsor untuk memperoleh nilai parameter batuan (David, 2011:451). Back analysis dilakukan terhadap kondisi aktual awal saat longsor terjadi pada tahun 2015.

Probabilistik Monte Carlo digunakan dalam analisis balik guna mengetahui nilai parameter geoteknik batuan pada saat longsor. Pemodelan dan analisis balik ini bertujuan untuk menentukan dan memverifikasi parameter geoteknik input yang mewakili dari suatu lereng bukaan tambang dengan cara memanfaatkan suatu kasus kelongsoran yang pernah terjadi pada area lowwall Panel 10. Analisis proabilistik ini dilakukan dengan 1000 sampel data untuk setiap parameter geoteknik (kohesi, bobot isi, dan sudut geser dalam) yang dicari dengan data awal seperti pada tabel 10.

Tabel 10. Data analisis awal Probabilistik

Gambar 43. Kondisi lereng sebelum terjadi longsor

Analisis kondisi geometri lereng area lowwall Panel 10 sebelum terjadi kelongsoran memiliki tinggi 54 m dengan kemiringan lereng 36 o

dengan nilai faktor keamanan (FK) sebesar 0.804. Penggalian batubara pada seam L6 yang berada pada top 85.9 mdpl serta bottom pada 20 mdpl dapat dilihat pada gambar 43.

Kelongsoran yang terjadi pada overall lowwall Panel 10 dikerenakan kondisi lereng sebelumnya tidak stabil sehingga membuat lereng mencari kondisi stabil dengan kesetimbangan baru pada

kemiringan lereng yang semula 36 o menjadi 24 dimana ketinggian lereng longsoran sama pada kondisi lereng sebelum longsor. Nilai

faktor keamanan (FK) overall slope lowwall Panel 10 menjadi sebesar 0.966 lebih tinggi dari kondisi lereng sebelum terjadi kelongsoran . Artinya apabila dibulatkan nilai FK adalah 1, dimana menurut Hoek dan Bray lereng dalam keadaan seimbang. Namun menurut Irwandi (2016:6) nilai FK = 1 tidak dikehendaki, karena apabila terjadi pengurangan gaya penahan atau penambahan gaya penggerak sekecil apapun lereng akan menjadi tidak mantap dan longsoran segera terjadi. Penggalian batubara pada seam L6 yang berada pada top 85.9 mdpl serta bottom pada 20 mdpl.

Tabel 11. Data hasil analisis balik Panel 10

Friction Unit FS-Janbu FS-Bishop Cohesion Weight simplified simplified

Angle

(kN/m 2

Material (deg) (kN/m 3 )

Kelongsoran yang terjadi selain dikarenakan kondisi lereng tidak stabil juga karena adanya bidang perlapisan yang lemah pada lereng yaitu lapisan batuan siltstone yang bersifat softrock. Nilai dari sudut

geser dalam siltstone adalah 8.07 o , berada pada belakang seam L7 dan seam L8.

Gambar 45. Kondisi terjadinya longsoran bidang

Longsoran yang terjadi merupakan longsoran bidang dikarenakan kondisi longsoran mengikuti bidang perlapisan dimana bidang gelincir sejajar dengan strike lereng. Kemringan bidang gelincir lebih kecil dari Longsoran yang terjadi merupakan longsoran bidang dikarenakan kondisi longsoran mengikuti bidang perlapisan dimana bidang gelincir sejajar dengan strike lereng. Kemringan bidang gelincir lebih kecil dari

besar daripada sudut gesek dalam 36 o > 28.7 . Adanya bidang release yang menjadi pembatas dikanan dan kiri blok yang menggelincir.

120 m

Release Surfaces

Gambar 46. Longsoran Lowwall pada Panel 10

b. Forward Analysis

Forward analysis dilakukan berdasarkan parameter material yang diperoleh dari data back analysis pada tabel 11.

1) Analisis kestabilan lereng tunggal Panel 10 Pemilihan tinggi lereng utamanya dipengaruhi oleh kemampuan alat gali yang akan digunakan. Untuk tambang terbuka skala besar, tinggi lereng yang umum dipilih adalah 10–18 m, dengan tinggi paling umum 15 m (Read & Stacey, 2009: 239, Hustrulid et al. 2001:27).

Sudut lereng yang aman untuk tinggi lereng tertentu dipengaruhi oleh karakteristik material penyusun lereng. Lereng di lapangan biasa tersusun oleh lebih dari satu jenis material, opsi yang kemudian disarankan adalah menggunakan rekomendasi sudut dari hasil analisis material yang paling mayoritas dan yang terlemah. Tabel 12. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Claystone

No Slope Height (m) Slope Angle ( o ) FK- Janbu FK- Bishop

Tabel 13. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Sandstone No o Slope Height (m) Slope Angle ( ) FK- Janbu FK- Bishop

Tabel 14. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Siltstone No o Slope Height (m) Slope Angle ( ) FK- Janbu FK- Bishop

Sebagai rekomendasi geometri lereng tunggal pada penelitian ini nilai faktor kemamanan yang dipilih adalah 1.3, dimana tinggi lereng untuk claystone, siltstone, dan sandstone masing-masing adalah 10 meter dan 15 meter. untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran 5.

Grafik FK vs Kemiringan Lereng Claystone

n a n 1.2 a

Tinggi 10 K 0.8 r 0.6

to tinggi 15 m a k 0.4 F

tinggi 20 m 0.2

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 Kemiringan Lereng

Gambar 47. Hubungan antara FK dengan kemiringan pada

lereng tunggal claystone

Grafik FK vs Kemiringan Lereng SandStone

n 2 a a n 1.5

m e a 1 tinggi 10 m

0.5 k to

tinggi 15 m F a 0 tinggi 20

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 Kemiringan Lereng

Gambar 48. Hubungan antara FK dengan kemiringan pada

lereng tunggal sandstone

Grafik FK vs Kemiringan Lereng Siltstone

1.5 a n 1.25 n

K e 0.75 tinggi 10 m r

0.5 tinggi15 m k to F a 0.25

tinggi 20

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 Kemiringan Lereng

Gambar 49. Hubungan antara FK dengan kemiringan pada

Dari grafik hubungan antara nilai faktor keamanan dan sudut kemiringan lereng dapat dilihat bahwa, semakin besar angka sudut kemiringan lereng maka nilai faktor keamanan akan semakin kecil.

Opsi yang disarankan untuk sudut dan kemiringan lereng tunggal adalah berdasarkan rekomendasi sudut dari hasil analisis material yang mayoritas dan yang terlemah yaitu claystone dengan tinggi 10 dan kemiringan lereng 27 o .

Gambar 50. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Claystone Tinggi 10 m dengan Sudut Kemiringan 27 o

2) Rekomendasi lereng lowwall Panel 10 Rekomendasi untuk keseluruhan lereng berdasarkan analisis lereng tunggal yaitu dengan tinggi 10 m kemiringan 27 o . Penentuan

lebar jenjang akan dipengaruhi oleh laju produksi yang diinginkan, dimensi serta jumlah alat angkut dan alat muat, aktifitas pengeboran-peledakan dan kondisi geologi di sekitar pit. Lebar lebar jenjang akan dipengaruhi oleh laju produksi yang diinginkan, dimensi serta jumlah alat angkut dan alat muat, aktifitas pengeboran-peledakan dan kondisi geologi di sekitar pit. Lebar

alat angkut (P a ) 4.5 m, jarak aman dari pinggir bench (JA) 3 m. Hasil analisis rekomendasi model awal menjadi patokan bagi pembuatan dan analisis selanjutnya. Apabila lereng belum stabil untuk tinggi tertentu maka dilakukan perubahan sudut overall dengan memperbesar bench width. Tabel 15. Hasil analisis rekomendasi sebelum kelongsoran overall

slope lowwall Panel 10 Overall

Elevasi Tinggi lereng

Bench

Sudut

slope FK SR (mdpl)

(m)

width (m)

20 (10x5)+(4x1)=54

10 (10x6)+(4x1)=64

0 (10x7)+(4x1)=74

(10x8)+(4x1)=84

(10x9)+(4x1)=94

*(10x9) + (4x1) = 94: kombinasi lereng tunggal, lereng keseluruhan dianalisis sebagai 9 lereng tunggal tinggi 10 m dan 1 lereng tunggal tinggi 4 m.

Berdasarkan hasil data analisis diatas dapat disimpulkan rekomendasi geometri lereng overall lowwall sebelum terjadi kelongsoran pada Panel 10 yang aman serta ekonomis untuk

memproduksi batubara rata-rata adalah pada overall slope 21 o memproduksi batubara rata-rata adalah pada overall slope 21 o

lowwall Panel 10 Elevasi

-20 mdpl Tinggi lereng (m)

20 mdpl

(10x9)+(4x1)=94 Bench width (m)

(10x5)+(4x1)=54

6.5, 6.6 & 5.5 Sudut ( o )

27 &30 Overall slope o ( )

22 21 Faktor Keamanan

1.28 1.28 Volume Longsoran

615,605.28 (bcm)

Volume OB (bcm)

240,037.66 Coal Tertinggal

150,594.98 (ton)

Stripping Ratio

Gambar 51. Analisis Rekomendasi Kestabilan Lereng Lowwall Panel 10 Tinggi 94 m

Perhitungan stripping ratio antara lereng setelah terjadi kelongsoran dengan rekomendasi geometri lereng yang telah dianalisis pada overall lowwall Panel 10 adalah pada elevasi -20

mdpl dengan tinggi 94 m dan overall slope 21 o , dimana nilai stripping ratio 1:5.68.

2. Analisa kemantapan lereng overall lowwall Panel 15

a. Back Analysis

Analisis geometri lereng aktual daerah lowwall panel 15 pada akhir bulan Februari 2016 adalah sebagai berikut: - Elevasi lantai tambang

: - 37 mdpl

- Ketinggian lereng lowwall : 133 m - Kemiringan lereng lowwall : 17 o

- Faktor keamanan

Gambar 52. Hasil Analisis Kondisi Lereng Lowwall Panel 15

Analisis geometri lereng aktual daerah lowwall panel 15 pada Akhir bulan Maret 2016 adalah sebagai berikut: - Elevasi lantai tambang

: - 50 mdpl

- Ketinggian lereng lowwall : 145 m - Kemiringan lereng lowwall : 17 o

- Faktor keamanan

Gambar 53. Hasil Analisis Kondisi Lereng Lowwall Panel 15 Akhir Maret 2016

Dari analisis yang telah dilakukan nilai faktor keamanan pada area lowwall panel 15 pada akhir bulan Februari adalah 1.31, kondisi ini berada dalam keadaan stabil (Irwandi, 2016:6). Namun, penggalian yang terus dilakukan sampai akhir bulan Maret 2016 mempengaruhi nilai faktor keamanan menjadi 1.249, dimana kondisi ini stabil menurut Irwandi (2016:6). Namun menurut Bowles J.E (1984) Dari analisis yang telah dilakukan nilai faktor keamanan pada area lowwall panel 15 pada akhir bulan Februari adalah 1.31, kondisi ini berada dalam keadaan stabil (Irwandi, 2016:6). Namun, penggalian yang terus dilakukan sampai akhir bulan Maret 2016 mempengaruhi nilai faktor keamanan menjadi 1.249, dimana kondisi ini stabil menurut Irwandi (2016:6). Namun menurut Bowles J.E (1984)

Tabel 17. Data hasil analisis balik menggunakan Probabilistik panel

Friction Unit

Cohesion

Angle Weight (kN/m Material 2 ) simplified simplified

Bishop

Janbu

(deg) (kN/m 3 )

Claystone 1.24951 1.16888 22.4318 25.3253 18.7981 Siltstone

1.24951 1.16888 28.6313 8.11894 24.1188 Sandstone 1.24951 1.16888 27.3311 29.1606 18.3598 coal

1.24951 1.16888

40 28.7 13.2

Analisis balik nilai parameter geoteknik batuan pada lowwall Panel

15 saat peneliti melakukan penelitian dapat dilihat pada tabel 17. Dari data tersebut siltstone merupakan batuan softrock yang sangat berpengaruh dalam menentukan geometri lereng, dimana nilai dari

sudut gesek dalam siltstone adalah 8.11 o .

Gambar 54. Kondisi Lapangan Lowwall Panel 15

b. Stripping ratio

Stripping ratio Geometri lereng pada end of Februari dan end of Maret dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 18. Stripping ratio Geometri lereng end of Februari dan end of

Maret Volume Batubara (ton)

36,882.72 Volume Overburden (bcm)

87,220.27 Stripping Ratio

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisa yang dilakukan pada lokasi penelitian area lowwall pada Panel 10 dan Panel 15 di Pertambangan PT. Antang Gunung Meratus, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya yaitu:

1. Hasil Analisis Balik Kondisi Lereng Lowwall Panel 10 Berdasarkan kondisi geometri lereng sebelum terjadi kelongsoran pada area lowwall Panel 10 tidak stabil, dimana nilai faktor keamanan

0.804, kemiringan 36 o , dan tinggi 54 m. Hasil analisis balik longsoran panel 10 pada elevasi 20 mdpl

merupakan longsoran bidang yang diakibatkan karena kondisi lereng tidak stabil serta adanya bidang perlapisan yang lemah pada lereng yang yaitu Siltstone . Dimana nilai faktor keamanan longsoran adalah 0.966, overall

slope o 24 , tinggi 54 m, artinya masih berpotensi terjadi kelongsoran. Nilai parameter geoteknik berdasarkan analisis balik longsoran Panel

10 adalah sebagai berikut batuan claystone: kohesi 21.26 kN/m 2 dan sudut

gesek dalam 28.16 2 ; siltstone: kohesi 29.58 kN/m dan sudut gesek dalam

8.07 o ; sandstone: kohesi 27.66 kN/m 2 dan sudut gesek dalam 29.73 o .

2. Hasil Analisis Kondisi Lereng Lowwall Panel 15 Hasil analisis faktor keamanan lereng lowwall Panel 15 Pada akhir bulan Februari 2016 adalah 1.31, artinya lereng dalam keadaan stabil. Pada 2. Hasil Analisis Kondisi Lereng Lowwall Panel 15 Hasil analisis faktor keamanan lereng lowwall Panel 15 Pada akhir bulan Februari 2016 adalah 1.31, artinya lereng dalam keadaan stabil. Pada

Nilai parameter geoteknik berdasarkan analisis balik geometri lowwall Panel 15 bulan Maret 2016 adalah sebagai berikut batuan claystone: kohesi

22.43 kN/m 2 dan sudut gesek dalam 25.32 ; siltstone: kohesi 28.63 kN/m

dan sudut gesek dalam 8.11 2 ; sandstone: kohesi 27.33 kN/m dan sudut gesek dalam 29.16 o .

3. Rekomendasi geometri lereng dan nilai stripping ratio penambangan Rekomendasi lereng tunggal lowwall Panel 10 menggunakan material yang mayoritas dan terlemah yaitu claystone dengan tinggi 10 m dan kemiringan 27 o , sedangkan rekomendasi overall lowwall Panel 10 pada eleveasi -20 mdpl, overall slope 21 o , dan ketinggian lereng 94 m, dimana

nilai stripping ratio untuk rekomendasi ini adalah 1:5.68. Pada Panel 15 menghentikan penggalian batubara sampai pada elevasi -50 mdpl dengan overall slope 17 o , dimana nilai stripping ratio untuk

rekomendasi ini adalah 1:2.36.

B. SARAN

Dari hasil kesimpulan diatas diketahui bahwa kondisi lereng lowwall Panel 10 merupakan lereng yang sangat kritis dibandingkan dengan lereng Panel 15, maka dari itu perlu dilakukan beberapa tindakan perbaikan terhadap kajian lereng tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai tindakan atau saran perbaikan adalah sebagai berikut:

1. Perubahan Geometri lereng Hal ini dilakukan dengan memperbaiki geometri lereng yang ada menjadi lebih sesuai dengan karakteristik material lereng dan tetap memperhatikan kondisi air tanah.

2. Pada lereng lowwall Panel 15 sebaiknya tidak lagi melakukan penggalian batubara yang lebih dalam, kerena akan mempengaruhi faktor-faktor penahan dan penggerak pada lereng sehingga akan memeperkecil nilai faktor kemanan lereng.

3. Usaha pengendalian air permukaan maupun muka air tanah. Perlunya pengendalian air permukaan dilakukan untuk mengurangi pengaruh erosi dan pelapukan pada permukaan badan lereng dengan pembuatan saluran air pada lereng dan pengendalian muka air tanah dengan membentuk sumur Piesometer.

4. Pengamatan lereng Pengamatan lereng secara berkala perlu dilakukan, untuk mengetahui adanya pergerakan badan lereng, dengan alat pemantau lereng, alarm longsor, dan crackmeter.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Saifuddin. 2008. “Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Irisan”. Buku kompilasi tidak diterbitkan .

Arif, Irwansi. 2000. “TA 427-Tambang Terbuka”. Buku Ajar. Departemen Teknik Pertambangan Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral, Bandung:ITB.

Arif, Irwandi. 2016. Geoteknik Tambang. Jakarta:Gramedia. Azizi, Masagus A., dkk.. 2012. “Analisis Risiko Kestabilan Lereng Tambang

Terbuka (Studi Kasus Tambang Mineral X)”. Paper. Prosiding Simposium dan Seminar Geomekanika Ke-1 2012.

Das, Braja M. (2007). Fundamentals of Geotechnical Engineering (Second Edition) . California State Uiversity:Sacramento.

Das, Braja M. (1988). Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jakarta : Penerbit Erlangga.

Hakam, Abdul. 2010. Stabilitas Lereng dan Dinding Penahan Tanah. Padang: Ferila.

Hardiyanto, Hary Christady. 1992. Mekanika Tanah 1. Jakarta: Gamedia. Kosim Ginanjar, Ginan., Maryanto & Dono Guntoro. 2015. “Analisis Balik

Longsoran Lowwall Pit B3 di Tambang Batubara PT. BJA menggunakan Metode Probabilistik Monte Carlo”. Jurnal. Prosiding Penelitian Sivitas Akademuka Unisba. ISSN:2460-6499. Hlm. 42-50.

Karyono. 2004. “Kemantapan Lereng Batuan”. Hand out. Diktat Perencanaan Tambang Terbuka, Bandung : UNISBA.

Korah Thyac., dan Turangan A,E (2014). “ Analisis Ketsabilan Lereng dengan Metode Janbu (Studi Kasus: Kawasan Citraland).” Jurnal Sipil Statik Vol.2 No.1. Hlm 22-28.

Maulana, Hamzah dan Atiyya Inayatillah.____., Analisis Kestabilan Lereng Dengan Software Rocsience Slide #1. Geotech : Civil for Future.

Ontosari, David., Sindu UMBORO & Wandi. (2011). “Kajian Geoteknik Untuk Penanganan Kelongsoran di Lowwall Pit T1 Site Sambarata, PT. Berau Coal, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.” Paper. Prosiding TPT XX PERHAPI 2011. Hlm 451-460.

Popoff, Costatine C. 1966. Computing Reserves of Mineral Deposit: Principles and Conventional Methods. Washington: U.S Dept. Of The Interior, Bureau of Mines.

P.R, Cherianto, Octovian., Turangan A,E & Sartje Monintja. (2014). “ Analisis Ketsabilan Lereng dengan Metode Bishop (Studi Kasus: Kawasan Citraland sta. 1000m).” Jurnal Sipil Statik Vol.2 No.3. Hlm 140-147.

Read, John & Peter Stacey. 2009. Guidelines For Open Pit Slope Design. Australia: CSIRO Publishing.

Rocscience Slide. “Webhelp Rocscience Slide”. www.rocscience.com/help/slide, diakses pada 2 September 2016.

Rai, M.A., dan, Kramadibrata, S. (1990). Mekanika Batuan, Jurusan Teknik Pertambangan, Bandung : ITB.

Sharma, Sunil. 2002. Slope Stability Concepts (Chap. 6). New York: John Wiley & Sons.

Suharta, Gde., Dkk. (2013). Geotechnical Study For Supporirting The Development of Open Pit Coal Mine Design at Blok 3 Warukin, Sungai Raya, Tapin Residence South Kalimantan . Banjarmasin: PT. AGM.

Syaeful, Heri. (2012). “Potensi dan Bentuk Runtuhan pada Lereng Tambang Terbuka.” Jurnal Geologi Nuklir ISBN 978-979-9941-5-6. Hlm 99- 120.

Yadi, Zulkifhi. (2015). “Kestabilan Geometri Lereng Bukaan Tambang Batubara di PT. Pasifik Global Uatama Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.” Prosiding Teknik Pertambangan UNISBA ISSN 2460-6499. Hlm 1-8.

Zakaria, Zufialdi. (2009). Analisis Kestabilan Lereng Tanah, Laboratorium Geologi Teknik, Teknik Geologi, Bandung : UNPAD.

Wyllie, Duncan C., & Christopher W. Mah. 2004. Rock Slope Engineering: Civil and Mining . 4rd. (ed). New York: Spoon Press.

Lampiran 1

Lokasi Kesampaian Daerah, Jaringan Jalan dan PKP2B 2016, Sebaran Titik

Pisometer

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 55. Lokasi Kesampaian Daerah Penelitian PT. Antang Gunung Meratus

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 56. Jaringan Jalan dan PKP2B 2016

117

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Gambar 57. Sebaran Titik Pisometer

Lampiran 2 Data Log Bor

PT.ANTANG GUNUNG MERATUS

COAL DRILLING DATA Coordinate

Drill Hole No :

Drill Rig&Hole Size : RIG.1/ NQ

Easting : a

Northing : b

Location : Blok 3 Warute Elevation : c Drill Master : Pieth Date

Hole Type : Touch Core Geologist : Ziadi

: 29 Januari 2010

Scale 1 : 100

Total Depth : 100.37

Logged Depth : 100.00

Gamma Depth Lithology o Thick

Sample

Ray (M) Symbol re

0.00, 4.50 Soil: Yellowish, Brown, Weathered 1

5 4.50, 7.50 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

8 7.50, 8.70 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

9 8.70, 8.90 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

subchoncoidal, fresh

10 8.90, 9.10 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

subchoncoidal, fresh

9.10, 9.50 Core lose: Core lose

12 9.50, 9.60 Shally coal: Dark, soft, coally, plastis 13

9.60, 9.90 Core lose: Core lose 9.90, 9.98 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh

14 9.98, 11.00 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh, 15

Soft, Quartoze

11.00, 11.40 Core lose: Core lose

16 11.40, 16.50 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh, 17

Soft, Quartoze

PT.ANTANG GUNUNG MERATUS

COAL DRILLING DATA Coordinate

Drill Hole No :

Drill Rig&Hole Size : RIG.1/ NQ

Easting : a

Northing : b

Location : Blok 3 Warute Elevation : c Drill Master : Pieth Date

Hole Type : Touch Core Geologist : Ziadi

: 29 Januari 2010

Scale 1 : 100

Total Depth : 100.37

Logged Depth : 100.00

Gamma Depth Lithology o Thick

Sample

Ray (M) Symbol re

20 19.50, 28.00 Siltstone: Grey, soft, Fresh

28 28.00, 28.50 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

subchoncoidal, fresh 28.50, 29.40 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

subchoncoidal, fresh

29.40, 29.50 Core lose: Core lose

31 29.50, 30.90 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard, 32

subchoncoidal, fresh

30.90, 31.00 Core lose: Core lose

33 31.00, 31.50 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

subchoncoidal, fresh 31.50, 32.05 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

subchoncoidal, fresh

32.05, 32.10 Core lose: Core lose

36 32.10, 32.50 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

PT.ANTANG GUNUNG MERATUS

COAL DRILLING DATA Coordinate

Drill Hole No : Drill Rig&Hole Size : Easting : a RIG.1/ NQ

Northing : b

Location : Blok 3 Warute Elevation : c Drill Master : Pieth Date

Hole Type : Touch Core Geologist : Ziadi

: 29 Januari 2010

Scale 1 : 100

Total Depth : 100.37

Logged Depth : 100.00

Gamma Depth Lithology o Thick

Sample

Ray (M) Symbol re

SSD

ID ID Description

33.35, 33.85 Core lose: Core lose

33.85, 34.90 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard, 40

subchoncoidal, fresh 34.90, 34.95 Shally coal: Dark, soft, coally, plastis

34.95, 35.05 Core lose: Core lose

35.05, 35.35 Core lose: Core lose

43 35.35, 35.50 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh

35.50, 35.85 Core lose: Core lose 35.85, 36.05 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh

45 36.05, 36.10 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

subchoncoidal, fresh

46 36.10, 36.55 Core lose: Dark, soft, coally, plastis 47

36.55, 38.15 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh 48

38.15, 44.15 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh

49 44.15, 46.15 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

50 46.15, 52.15 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh

52 52.15, 76.15 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh

PT.ANTANG GUNUNG MERATUS

COAL DRILLING DATA Coordinate

Drill Hole No :

a Easting : Drill Rig&Hole Size : RIG.1/ NQ

Northing : b

Location : Blok 3 Warute Elevation : c Drill Master : Pieth Date

Hole Type : Touch Core Geologist : Ziadi

: 29 Januari 2010

Scale 1 : 100

Total Depth : 100.37

Logged Depth : 100.00

Gamma Depth Lithology o Thick

Ray (M) Symbol

(M)

ID ID

PT.ANTANG GUNUNG MERATUS

COAL DRILLING DATA Coordinate

Drill Hole No :

Drill Rig&Hole Size : RIG.1/ NQ

Easting : a

Northing : b

Location : Blok 3 Warute Elevation : c Drill Master : Pieth Date

Hole Type : Touch Core Geologist : Ziadi

: 29 Januari 2010

Scale 1 : 100

Total Depth : 100.37

Logged Depth : 100.00

Gamma Depth Lithology o Thick

Sample Seam

re

SSD

ID ID Description

Ray (M) Symbol

(M)

78 78.15, 83.65 Siltstone: Grey, soft, Fresh

84 83.65, 90.15 Siltstone: Grey, soft, Fresh

90 90.15, 100.37 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh

PT.ANTANG GUNUNG MERATUS

COAL DRILLING DATA Coordinate

Drill Hole No : Drill Rig&Hole Size : Easting : a RIG.1/ NQ

Northing : b

Location : Blok 3 Warute Elevation : c Drill Master : Pieth Date

Hole Type : Touch Core Geologist : Ziadi

: 29 Januari 2010

Scale 1 : 100

Total Depth : 100.37

Logged Depth : 100.00

Gamma Depth Lithology o Thick

Sample Seam

Ray (M) Symbol re

SSD

Description

(M)

ID ID

PT.ANTANG GUNUNG MERATUS

COAL DRILLING DATA Coordinate

Drill Hole No : Easting : a Drill Rig & Hole Size : RIG.1/ NQ

Northing : b

Location : Blok 3 Warute Elevation : c Drill Master : Tandung Date

Hole Type : Touch Core Geologist : ziadi

: 29-Nov-09

Scale 1 : 100

Total Depth : 100.94

Logged Depth : 99.60

Gamma Depth Lithology o Thick SSD Sample Seam Ray

(M) Symbol re

ID ID Description

(M)

0.00, 10.50 Soil: Yellowish, Brown, Weathered 1

11 10.50, 11.22 Soil: Yellowish, Brown, Weathered 11.22, 11.42 Coal: Black, Dull with minor bright, moderately hard,

subchoncoidal, fresh

13 11.42, 12.22 Claystone: Grey, Soft, Plastis, Stickly, Fresh

12.22, 20.22 Siltstone: Grey, soft, Fresh 14

Soft, Quartoze

27 27.22, 32.22 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

32 32.22, 51.72 Siltstone: Grey, soft, Fresh

52 51.72, 61.72 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

62 61.72, 64.72 Siltstone: Grey, soft, Fresh 63

64

65 64.72, 85.72 Siltstone: Grey, soft, Fresh 66

67

68

69

70

71

72

73

86 85.72, 95.22 Siltstone: Grey, soft, Fresh 87

95 95.22, 100.94 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded,

fresh, Soft, Quartoze

PT.ANTANG GUNUNG MERATUS

COAL DRILLING DATA Coordinate

Drill Hole No : Easting : a Drill Rig & Hole Size : RIG.1/ NQ

Northing : b

Location : Blok 3 Warute Elevation : c Drill Master : Pieth Date

Hole Type : Touch Core Geologist : ziadi

: 4-Dec-09

Scale 1 : 100

Total Depth : 103.00 m Logged Depth : 99.60

Gamma Depth Lithology o Thick SSD Sample Seam Ray

(M) Symbol re

0.00, 8.00 Soil: Yellowish, Brown, Weathered 1

8 8.00, 16.50 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

17 16.50, 24.00 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

24 24.00, 26.00 Siltstone: Grey, soft, Fresh

26 26.00, 33.00 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

33 33.00, 42.00 Siltstone: Grey, soft, Fresh

42 42.00, 45.00 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

53 53.00, 71.50 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

72 71.50, 79.00 Siltstone: Grey, soft, Fresh

77

78

79 79.00, 96.00 Sandstone: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded, fresh,

Soft, Quartoze

96 96.00, 100.30 SANDSTONE: Grey, Fine Grain, Well sorted, Well rounded,

fresh, Soft, Quartoze

97

98

99

100

LAMPIRAN 3 Cros Section Lowwall Panel 10 dan Panel 15

Gambar 58. Cros Section Lowwall Panel 10 Sebelum Longsor

Gambar 59. Cros Section Longsoran Lowwall Panel 10

Gambar 60. Perbandingan Cross Section Aktual, Longsoran, dan Rekomend asi Panel 10

: Kondisi

: Kondisi Aktual

: Kondisi

Longsor

Rekomendasi

Gambar 61. Cros Section Lowwall Panel 15 Akhir Bulan Februari

Gambar 62. Cros Section Lowwall Panel 15 Akhir Bulan Maret

: Kondisi Februari

: Kondisi Maret

Gambar 63. Perbandingan Cross Section Bulan Februari dan Bulan Maret 2016 Panel 15

LAMPIRAN 4

Hasil Uji Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Penyusun Lereng Lowwall

Tabel 19. Resume hasil Uji Sifat Fisik dan Mekanik Batuan

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Tabel 20. Parameter Kekuatan Batuan

Friction Friction Cohesi Cohesion Lapisan

Unit

Young.s Pisson.s

UCS

Tensile

Residu Peak Residu (MN/m3)

(Degree) (Degree) (Mpa) (Mpa)

1.85 0.37 30 15 0.0275 0.0137 Seam M4

0.27 0.06 20 10 0.0213 0.0107 seam M2

1.05 0.21 31.8 15.9 0.0074 0.0037 seam M1

0.79 0.16 25 12.5 0.0263 0.0132 seam M0

9 0.18 30 15 0.0326 0.0163 seam L1

0.21 0.04 8.13 4.07 0.0288 0.0144 Seam L3

0.0209 28.4 0.27 0.21 0.04 14.56 12.28 0.0074 0.0037 Seam L5B

0.0132 19.36 0.27 0.55 0.11 28.7 14.35 0.04 0.02 Claystone

0.0229 93.9 0.28 2.05 0.41 34 17 0.04 0.02 Seam L5A

0.0132 19.36 0.27 0.55 0.11 28.7 14.35 0.04 0.02 Claystone

0.33 3.27 0.66 32 16 0.035 0.0175 seam L6

0.0132 19.36 0.27 0.55 0.11 28.7 14.35 0.04 0.02 Claystone

0.26 0.05 13.47 6.74 0.0074 0.0037 seam L8

0.0211 9.1 0.26 0.18 0.04 18.79 9.39 0.0032 0.0016 seam L9

30.48 15.24 0.0078 0.0039 seam L10

0.0217 20.6 0.25 0.47 0.09 30 15 0.0211 0.0105 Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

Tabel 21. Hasil Pemetaan Geoteknik Permukaan

Sumber: PT. Antang Gunung Meratus

LAMPIRAN 5 Analisis Lereng Tunggal

Gambar 64. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Claystone Tinggi 10 m dengan Sudut Kemiringan 27 o

Tabel 22. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Claystone Tinggi 10 m No

Slope Height

Slope Angle

FK - Janbu FK- Bishop

1 10 60 0.583

0.684

2 10 40 1.014

1.108

3 10 30 1.223

1.379

4 10 28 1.279

1.443

5 10 27 1.308

1.475

6 10 25 1.386

1.556

Gambar 65. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Claystone Tinggi 15 m dengan Sudut Kemiringan 21 o

Tabel 23. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Claystone Tinggi 15 m No

Slope Height

Slope Angle

FK -Bishop FK- Janbu

1 15 60 0.351

0.467

2 15 40 0.738

0.846

3 15 30 0.987

1.098

4 15 25 1.133

1.269

5 15 22 1.251

1.399

6 15 21 1.299

1.455

7 15 20 1.346

1.501

Gambar 66. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Claystone Tinggi 20 m dengan Sudut Kemiringan 18.5 o

Tabel 24. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Claystone Tinggi 20 m No

Slope Height

Slope Angle

FK -Janbu FK- Bishop

1 20 60 0.286

0.347

2 20 30 0.843

0.948

3 20 20 1.211

1.341

4 20 19 1.265

1.397

5 20 18.5 1.292

1.426

6 20 18 1.322

1.459

Gambar 67. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Sandstone Tinggi 10 m dengan Sudut Kemiringan 38 o

Tabel 25. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Sandstone Tinggi 10 m No

Slope Height

Slope Angle

FK-Bishop FK-Janbu

1 10 60 0.882 0.744

2 10 50 1.132 0.953

3 10 40 1.376 1.258

1.3

4 10 38 1.431

Gambar 68. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Sandstone Tinggi 15 m dengan Sudut Kemiringan 24 o

Tabel 26. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Sandstone Tinggi 15 m No

Slope Height

Slope Angle FK -Janbu

FK- Bishop

1 15 60 0.459

0.606

2 15 50 0.727

0.795

3 15 40 0.896

1.021

4 15 30 1.135

1.282

5 15 25 1.29 1.462

6 15 24 1.327

1.511

Gambar 69. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Sandstone Tinggi 20 m dengan Sudut Kemiringan 20 o

Tabel 27. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Sandstone Tinggi 20 m No

Slope Height

Slope Angle

FK -Janbu FK- Bishop

1 20 60 0.308

0.435

2 20 30 0.949

1.092

3 20 21 1.269

1.429

4 20 20 1.32 1.485

Gambar 70. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Siltstone Tinggi 10 m dengan Sudut Kemiringan 13 o

Tabel 28. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Siltstone Tinggi 10 m No

Slope Height

Slope Angle

FK -bishop

FK -janbu

1 10 60 0.765

0.744

2 10 40 0.974

0.954

3 10 20 1.255

1.126

4 10 15 1.393

1.239

1.27

5 10 14 1.431

6 10 13 1.472

1.306

Gambar 71. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Siltstone Tinggi 15 m dengan Sudut Kemiringan 8.5 o

Tabel 29. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Siltstone Tinggi 15 m No

Slope Height

Slope Angle

FK -bishop

FK -janbu

1 15 60 0.518

0.493

2 15 30 0.804

0.742

3 15 20 0.955

0.851

4 15 10 1.313

1.164

1.24

5 15 9 1.398

6 15 8.5 1.468

1.302

7 15 8 1.563

1.384

Gambar 72. Anlasis Kestabilan Lereng Tunggal Siltstone Tinggi 20 m dengan Sudut Kemiringan 6.5 o

Tabel 30. Hasil Analisis Kestabilan Lereng Tunggal Siltstone Tinggi 20 m No

Slope Height

Slope Angle

FK -bishop

FK -janbu

LAMPIRAN 6

Analisis Kestabilan Lereng Overall Slope Lowwall Panel 10

Gambar 73. Analisis Kestabilan Aktual Lereng Lowwall Panel 10

Gambar 74. Analisis Kestabilan Lereng Longsoran Lowwall Panel 10

Tabel 31. Rekapitulasi Analisis Rekomendasi Overall Slope Lowwall Panel 10 Sebelum Terjadi Kelongsoran

Elevasi

SR (mdpl)

Tinggi lereng (m) o Bench width (m) Sudut ( ) Overall slope ( )

FK

20 (10x5)+(4x1)=54

10 (10x6)+(4x1)=64

0 (10x7)+(4x1)=74

(10x8)+(4x1)=84

(10x9)+(4x1)=94

Gambar 75. Analisis Rekomendasi Kestabilan Lereng Lowwall Panel 10 Tinggi 54 m Kemiringan 28 o

Gambar 76. Analisis Rekomendasi Kestabilan Lereng o Lowwall Panel 10 Tinggi 64 m Kemiringan 21

Gambar 77. Analisis Rekomendasi Kestabilan Lereng o Lowwall Panel 10 Tinggi 74 m Kemiringan 21

Gambar 78. Analisis Rekomendasi Kestabilan Lereng Lowwall Panel 10 Tinggi 84 m Kemiringan 21 o

Gambar 79. Analisis Rekomendasi Kestabilan Lereng o Lowwall Panel 10 Tinggi 94 m Kemiringan 26

163

Gambar 80. Analisis Rekomendasi Geometri Lereng Setelah Longsor Area Lowwall Panel 10 Tinggi 54 m Kemiringan 22 o

LAMPIRAN 7

Analisis Kestabilan Lereng Overall Slope Lowwall Panel 15

Gambar 81. Analisis Kestabilan Aktual Lereng Lowwall Panel 15 Akhri Bulan Maret 2016

Gambar 82. Analisis Kestabilan Aktual Lereng Lowwall Panel 15 Akhri Bulan Februari 2016