Laporan Akhir Master Plan Drainase Kota

(1)

ii

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

I

I

S

S

I

I

KATA PENGANTAR ___________________________________________ i

DAFTAR ISI _________________________________________________ ii

DAFTAR TABEL ______________________________________________ iv

DAFTAR GAMBAR ____________________________________________ v

DAFTAR PETA _______________________________________________ vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang _____________________________________________ 1 1.2 Tujuan dan Sasaran ________________________________________ 3 1.3 Deskripsi Pekerjaan _________________________________________ 5 1.4 Hasil Yang Diharapkan _______________________________________ 7 1.5 Sistematika Pembahasan ____________________________________ 7

BAB II TINJAUAN KEBIJAKSANAAN DAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH

2.1 Kebijaksanaan Umum Perencanaan Tata Ruang ________________ 9 2.1.1 Fungsi dan Peran Wilayah ______________________________ 9 2.1.2 Keseimbangan Ekologi Kota_____________________________ 10 2.1.3 Kebijaksanaan Optimasi Pemanfaatan Ruang Kota __________ 12 2.2 Rencana Struktur Tata Ruang _______________________________ 13 2.2.1 Rencana Fungsional Kota Blitar _________________________ 13 2.2.2 Rencana Struktur Pusat Pelayanan _______________________ 14 2.3 Rencana Pemanfaatan Ruang Kota ___________________________ 15 2.4 Rencana Sistem Transportasi ________________________________ 20 2.5 Rencana Sistem Utama Jaringan Utilitas Drainase________________ 25

BAB III DESKRIPSI WILAYAH STUDI

3.1 Kondisi Sistem Drainase _____________________________________ 26 3.2 Kondisi Saluran Drainase _____________________________________ 30


(2)

iii

3.2.1 Sistem Drainase Eksisting Kota____________________________ 30 3.2.2 Tipe Saluran __________________________________________ 33 3.2.3 Tipe Konstruksi ________________________________________ 33 3.2.4 Dimensi Saluran _______________________________________ 42 3.3 Kondisi Hidrologi____________________________________________ 43 3.3.1 Curah Hujan Rata-rata __________________________________ 43 3.4 Daerah Genangan Air ________________________________________ 46

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI SALURAN DRAINASE

4.1 Analisa Hidrologi____________________________________________ 50 4.1.1 Curah Hujan Rata-rata (R) _______________________________ 51 4.1.2 Perhitungan Curah Hujan Rancangan_______________________ 51 4.1.3 Time Concentration Analysis (Tc)__________________________ 52 4.1.4 Penentuan Intensitas Curah Hujan (I) ______________________ 53 4.1.5 Prakiraan Debit Banjir (Qt) ______________________________ 53 4.2 Analisa Hidrolika ____________________________________________ 64 4.2.6 Kapasitas Maksimum Saluran Drainase (Q) __________________ 64 4.2.7 Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase _______________________ 74 4.3 Penanggulangan Masalah_____________________________________ 83

BAB V KESIMPULAN DAN ARAHAN PENANGANAN

5.1 Umum ____________________________________________________ 92 5.2 Arahan Penanganan Saluran __________________________________ 93 5.3 Alternatif Penanganan Tambahan ______________________________ 106 5.4 Pelestarian Hutan Kota_______________________________________ 109 5.5 Master Plan Drainase Kota Blitar _______________________________ 110 5.5.1 Rencana Sistem Drainase Kota Blitar ______________________ 110 5.5.2 Rekomendasi _________________________________________ 111 5.5.3 Tahapan Pelaksanaan __________________________________ 112


(3)

iv

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

T

T

A

A

B

B

E

E

L

L

Tabel 3.1 Panjang, Lebar dan Keadaan Saluran Drainase Kota Blitar _____ 30 Tabel 3.2 Kondisi Permasalahan Saluran Drainase Kota Blitar __________ 34 Tabel 3.3 Data Curah Hujan Rata-rata Per Tahun ____________________ 44 Tabel 3.4 Daerah Genangan Air __________________________________ 48 Tabel 4.1 Perkiraan Jumlah Penduduk Kota Blitar ____________________ 55 Tabel 4.2 Perkiraan Kepadatan Penduduk Kota Blitar _________________ 56 Tabel 4.3 Debit Air Hujan dan Air Buangan Rumah Tangga ____________ 58 Tabel 4.4 Nilai Kapasitas Maksimum Saluran Drainase ________________ 65 Tabel 4.5a Evaluasi Kapasitas Saluran Terhadap Debit Banjir Rencana

(Saluran Sebelah Kiri) _________________________________ 75 Tabel 4.5b Evaluasi Kapasitas Saluran Terhadap Debit Banjir Rencana

(Saluran Sebelah Kanan) ______________________________ 79 Tabel 5.1 Arahan Penanganan Pembuatan Saluran Drainase Baru ______ 94 Tabel 5.2 Arahan Penanganan Perubahan Dimensi Saluran ____________ 95 Tabel 5.3 Arahan Penanganan Normalisasi Saluran __________________ 100 Tabel 5.4 Arahan Penanganan Pembuatan Saluran Pintas _____________ 101 Tabel 5.5 Arahan Penanganan Pembuatan Bangunan Penunjang _______ 101 Tabel 5.4 Arahan Perubahan Fungsi Saluran Drainase ________________ 102


(4)

v

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

G

G

A

A

M

M

B

B

A

A

R

R

Gambar 1 : Jl. Melati – Jl. Sedap Malam ____________________________ 84 Gambar 2 : Jl. Merdeka – Jl. Anggrek – Jl. Mastrip ____________________ 85 Gambar 3 : Jl. Jati – Jl. Widuri – Jl. Delima __________________________ 86 Gambar 4 : Terminal Bus - Jl. Palem ______________________________ 87 Gambar 5 : Jl. A. Yani – Jl. Enggano _______________________________ 88 Gambar 6 : Jl. Madura – Jl. Kalimantan ______________________________ 89 Gambar 7 : Jl. Letjen Suprapto – Jl. Palem____________________________ 90 Gambar 8 : Jl. Wahidin – Jl. Kartini – Jl. Anjasmoro ____________________ 91


(5)

vi

D

D

A

A

F

F

T

T

A

A

R

R

P

P

E

E

T

T

A

A

Peta Wilayah Perencanaan ______________________________________ 6 Peta Jaringan Jalan Eksisting ____________________________________ 24 Peta Jaringan Drainase Eksisting _________________________________ 29 Peta Stasiun Amatan ___________________________________________ 45 Peta Daerah Genangan__________________________________________ 49 Peta Penyebaran Catchment Area _________________________________ 113 Peta Rencana Sistem Drainase____________________________________ 114


(6)

vii

B

B

A

A

B

B

1

1

P

P

E

E

N

N

D

D

A

A

H

H

U

U

L

L

U

U

A

A

N

N

Latar Belakang Tujuan dan Sasaran Deskripsi Pekerjaan Hasil Yang Diharapkan

Sistematika Pembahasan

1.1 LATAR BELAKANG

Dengan semakin berkurangnya daerah terbuka di kawasan perkotaan yang dapat difungsikan sebagai lahan peresapan air dan didukung pula oleh menurunnya kondisi saluran drainase baik kapasitas, sistem operasi maupun pengelolaannya telah menyebabkan timbulnya berbagai masalah di sektor drainase. Apalagi dengan penurunan permukaan tanah secara tidak langsung akan menimbulkan penambahan beban pada sektor drainase.

Demikian halnya dengan kondisi di Kota Blitar dalam beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan


(7)

viii

dinamika masyarakatnya dan kewenangan yang diberikan pada pemerintah Kota Blitar untuk membangun kotanya secara mandiri. Perkembangan dan pertumbuhan Kota Blitar membawa dampak ke seluruh kota, sehingga diperlukan penataan dan perencanaan secara menyeluruh bahkan agar diperoleh kondisi kota yang optimal maka diperlukan rencana terperinci, dan salah satunya adalah penyusunan Master Plan Drainase Kota Blitar.

Kebutuhan akan prasarana wilayah di Kota Blitar yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang sampai tahun 2003 mencapai± 128,216 jiwa yang berdampak pada berkurangnya lahan kosong/resapan air sebagai lahan terbangun, pada dasarnya sangat

membutuhkan penanganan yang lebih intensif dari pihak pemerintah kota. Bentuk penanganan tidak hanya dalam bentuk penanganan konstruksi bangunan namun lebih dari itu, salah satunya adalah faktor perencanaan dimana faktor perencanaan merupakan faktor urgensi dan mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkat keberhasilan system

prasarana yang akan diterapkan. Seperti halnya berbagai problema yang sering dialami oleh kota-kota besar di Indonesia, terjadinya banjir dan longsor menunjukkan kekurangcermatan proses perencanaan yang dilakukan.


(8)

ix

Kota Blitar mempunyai luas 3.257,83 Ha dengan letak geografis pada ketinggian 150 - 200 mdpl dan berada pada lokasi hulu, mempunyai resiko yang besar dalam menimbulkan banjir/genangan air bagi kota-kota yang berada disekitarnya maupun pada daerah-daerah yang mempunyai relief cekungan di Kota Blitar. Apalagi kondisi klimatologi Kota Blitar yang cenderung bercurah hujan tinggi (mencapai 1226,86 mm/th)

menyebabkan Kota Blitar harus mempunyai system saluran pembuangan air (drainase) yang memadai.

Selain kondisi diatas yang melatarbelakangi perlunya disusun Master Plan Drainase, ada beberapa hal yang secara spesifik menyebabkan disusunnya master plan ini yaitu :

- Masih kurang jelasnya komponen-komponen system drainase yang ada

sebagai konsekuensi pengalihan fungsi system irigasi;

- Kurang atau tidak layaknya dimensi saluran drainase saat ini;

- Kurangnya perawatan / perbaikan komponen system drainase yang

ada;

- Kurangnya sumber daya manusia untuk perawatan.

1.2 TUJUAN DAN SASARAN

Penyusunan Master Plan Drainase Kota Blitar bertujuan untuk memberikan landasan dan pedoman bagi pembangunan dan pengembangan jaringan


(9)

x

drainase yang terpadu serta sebagai landasan bagi proses analisa penyusunan master plan secara lebih sempurna baik dalam tahap pengumpulan data, pengolahan data maupun pemanfaatan data.

Sedangkan sasaran yang harus dilaksanakan untuk menyusun master plan drainase sebagaimana yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Peninjauan kembali terhadap kebijakan dan rencana pembangunan Kota Blitar yang terkait dengan pengembangan dan pembangunan saluran pembuangan air (drainase);

2. Pengidentifikasian kondisi wilayah perencanaan terhadap aspek fisik dan sosial dengan menekankan proses identifikasi terhadap kondisi prasarana drainase (up dating data).

3. Penentuan konsep-konsep pelaksanaan studi mulai dari pendekatan yang digunakan, variabel amatan yang akan dikaji, metodologi yang akan dipakai sampai pada proses aplikasi metode untuk menganalisis variable amatan.

4. Penyusunan rencana tindak terkait dengan penentuan tim pelaksana studi, jadwal pelaksanaan studi, sistem pelaksanaan kerja tim dan urutan prioritas penyusunan master plan.

5. Pengumpulan beberapa dokumen awal berupa data-data primer yang berguna sebagai petunjuk proses pelaksanaan survey baik primer maupun sekunder.


(10)

xi 1.3 DESKRIPSI PEKERJAAN

Pelaksanaan kegiatan penyusunan Master Plan Drainase Kota Blitar tetap mengacu pada TOR yang yang ada. Studi tersebut dilaksanakan di Kota Blitar dengan batas-batas administratif adalah:

Sebelah Utara : Kec. Nglegok dan Kec. Garum, Kabupaten Blitar Sebelah Selatan : Kec. Sanankulon, Kabupaten Blitar

Sebelah Barat : Kec. Sanankulon dan Kec. Nglegok, Kabupaten Blitar Sebelah Timur : Kec. Kanigoro, Kabupaten Blitar

Orientasi wilayah perencanaan dapat dilihat pada peta berikut.

Pelaksanaan studi dititikberatkan pada penanganan masalah sistem drainase dan pengembangan jaringan drainase terpadu. Adapun kawasan yang menjadi orientasi utama yaitu pada:

a. Kawasan banjir/genangan air

b. Kawasan buangan air domestik dan non domestik c. Kawasan strategis

Untuk mengatasi permasalahan di tersebut, laporan akhir yang merupakan tahap perencanaan akan membahas tentang: (1) kajian terhadap kebijakan, karakteristik wilayah studi, dan hasil analisa; (2) perencanaan dan pengembangan saluran; (3) penentuan bentuk dan tipikal saluran yang tepat.


(11)

xii


(12)

xiii 1.4 HASIL YANG DIHARAPKAN

1. Penentuan alternative penanganan terhadap saluran yang bermasalah. Penentuan alternative penanganan ditekankan terhadap lokasi genangan dan saluran yang mempunyai debit dibawah kapasitas maksimum.

2. Perencanaan Sistem Drainase.

Perencanaan system saluran merupakian perencanaan terhadap rute dan tata letak saluran sesuai dengan kondisi topografi/kontur daerah setempat.

1.5 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Laporan AkhirPenyusunan Master Plan Drainase Kota Blitardisusun dengan sistematika sebagai berikut :

1. Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang diperlukannya penyusunan master plan, tujuan dan sasaran penyusunan, deskripsi kegiatan yang akan


(13)

xiv 2. Tinjauan Kebijaksanaan dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Merupakan tinjauan terhadap kebijakan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Blitar terkait dengan arahan pembangunan jaringan drainase di Kota Blitar.

3. Deskripsi Wilayah Studi

Berisi tentang kondisi dan permasalahan sistem drainase pada wilayah studi, sistem pengaliran dan saluran drainase

4. Analisa dan Evaluasi Saluran Drainase

Berisi tentang analisis kebutuhan sistem drainase, analisis teknis terkait dengan analisa hidrologi dan hidrolika, evaluasi kapasitas saluran, dan penyelesaian masalah terjadinya genangan air.

5. Kesimpulan dan Arahan Penanganan

Berisi tentang kesimpulan dari analisa dan evaluasi data-data serta arahan penanganan permasalahan saluran drainase dibawah kapasitas maksimum, arahan penanganan pada lokasi genangan serta rencana sistem drainase Kota Blitar.


(14)

xv

Berisi tentang arahan penanganan permasalahan saluran drainase dibawah kapasitas maksimum, arahan penanganan pada lokasi genangan serta rencana pengembangan saluran termasuk penentuan tipikal/model saluran yang ideal.

6. Rencana Pengembangan Sistem Drainase

Berisi tentang rencana pengembangan system drainase Kota Blitar meliputi rencana pengambangan saluran termasuk penentuan tipikal/model saluran yang ideal.


(15)

xvi

B

B

A

A

B

B

2

2

TINJAUAN KEBIJAKSANAAN DAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH

Kebijaksanaan Umum Perencanaan Tata Ruang Rencana Struktur Tata Ruang

Rencana Pemanfaatan Ruang Kota Rencana Sistem Transportasi

Rencana Sistem Utama Utilitas Drainase

2.1 KEBIJAKSANAAN UMUM PERENCANAAN TATA RUANG

Dalam rangka penyusunan Master Plan Drainase Kota Blitar, maka pelaksanaan studi ini diupayakan agar dapat mempertimbangkan beberapa aspek kebijaksanaan yang terkait dengan fungsi dan peran wilayah, khususnya keseimbangan ekologi dan optimasi ruang yang meliputi :

2.1.1 Fungsi dan Peran Wilayah

Kota Blitar yang terletak pada Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Kediri dan sekitarnya ditujukan pada kegiatan perdagangan (koleksi dan distribusi), jasa komersil, keuangan, industri pengolahan dan pelayanan umum lainnya. Kota Blitar mempunyai peran penting bagi Jawa Timur, hal ini dapat dilihat dari sumbengan yang diberikan terhadap Produk Domestik


(16)

xvii

Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur, yaitu sebesar 0,43 % pada periode Tahun 1993 – 1997. Kedudukan seperti ini sangat memberikan keuntungan yang besar bagi Kota Blitar dalam lingkup regional serta adanya potensi-potensi yang dimiliki menyebabkan peran Kota Blitar akan semakin penting bagi Jawa Timur, terutama dalam sektor industri, perhubungan dan perdagangan, hotel dan restoran.

2.1.2 Keseimbangan Ekologi Kota

Kota Blitar yang berperan dalam skala regional maupun nasional mempunyai tingkat perkembangan kota yang sangat tinggi dengan terjadinya berbagai perubahan guna lahan dari kawasan non terbangun ke kawasan terbangun. Bila hal ini berlangsung secara terus menerus maka akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan lahan non terbangun dan akan berdampak pada terganggunya keseimbangan ekologis serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Kebijaksanaan yang dilakukakan dalam upaya menjaga keseimbangan ekologi Kota Blitar adalah dengan memantapkan fungsi kawasan perlindungan yang telah ditetapkan, baik yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan setempat, kawasan lindung perlindungan bawahannya dan kawasan rawan bencana. Dengan menjaga keserasian antara pengembangan secara optimal kawasan budidaya dengan memperhatikan fungsi lindung serta mendasarkan pola pembangunan yang berpedoman pada prinsip Lestari, Optimal, Serasi dan


(17)

xviii

Seimbang (LOSS). Untuk itu diharapkan pembangunan berkembang sesuai dengan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Maka arahan pengendalian pembangunan yang perlu dilakukan antara lain :

1. Pengendalian akan kemungkinan adanya dampak pengembangan kawasan industri terhadap pengembangan kawasan budidaya dan non budidaya.

2. Pengendalian kegiatan industri yang dapat mengundang pemusatan pemukiman baru.

3. Pengendalian kegiatan pemukiman yang dapat mengundang pemusatan pemukiman baru di sekitar kawasan pengembangan jalan arteri.

4. Pengendalian terhadap penggunaan lahan pertanian ke non pertanian. 5. Kawasan yang mempunyai fungsi sebagai kawasan lindung harus

dikembangkan sebagai jalur hijau kota, kawasan penyangga, penyedia oksigen dan sebagai kawasan pembatas lahan konservasi.

6. Kawasan dengan topografi beragam diperlukan kebijaksanaan perencanaan sebagai berikut:

a. Pada kawasan terbangun kota, harus disediakan ruang terbuka hijau (RTH) dengan ketentuan:

· Kawasan berkepadatan tinggi minimum disediakan area 10%;

· Kawasan berkepadatan sedang minimum disediakan area 15%;


(18)

xix

b. Harus mempertimbangkan besaran koefisien dasar bangunan (KDB) dan koefisien lantai bangunan (KLB) sesuai dengan sifat dan penggunaan tanah.

c. Menyediakan sumur resapan air untuk menampung buangan air hujan dari saluran darinase.

7. Ruang terbuka hijau diluar kawasan terbangun harus dicadangkan minimum 30% dari luas total wilayah.

8. Untuk kawasan industri, harus disediakan RTH dengan ketentuan KDB maksimal 50% dan sisanya untuk sirkulasi dan RTH dengan jenis tanaman yang mampu berfungsi sebagai zona penyangga.

2.1.3 Kebijaksanaan Optimasi Pemanfaatan Ruang Kota

Sesuai dengan karakteristik Kota Blitar, maka kegiatan di kawasan perkotaan cenderung lebih intensif dibandingkan dengan kawasan disekitarnya, sehingga diperlukan kebijaksanaan optimasi pemanfaatan lahan kota di Kota Blitar adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan lahan untuk kegiatan permukiman, industri dan perdagangan tidak diarahkan pada lahan-lahan produktif/subur khususnya lahan pertanian.

2. Pengendalian peruntukan lahan pada kawasan pusat-pusat kota, terutama disepanjang jalan arteri/kolektor primer dan kota-kota kecil yang sedang tumbuh pesat.


(19)

xx

3. Kebijaksanaan pemanfaatan lahan perkotaan berpedoman kepada arahan kebijaksanaan Rencana Tata Ruang yang telah disusun.

2.2 RENCANA STRUKTUR TATA RUANG

Peninjauan terhadap rencana struktur Kota Blitar bertujuan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan kota secara efektif, efisien, serasi dan merata agar nantinya penetapan rencana pembangunan dan pengembangan sistem drainase di Kota Blitar dapat sesuai dengan karakteristik wilayah dan pola kegiatan yang ada.

2.2.1 Rencana struktur fungsional Kota Blitar

Rencana struktur fungsional Kota Blitar sangat berhubungan erat dengan peran dan fungsi Kota Blitar yang akan dikembangkan secara umum mempunyai fungsi utama sebagai berikut :

· Sebagai pusat kegiatan yang membentuk suatu wilayah pelayanan tertentu

· Sebagai simpul jasa perhubungan yang mencakup kegiatan pengumpulan, produksi maupun pemasaran

· Sebagai tempat fungsi tertentu yang didasarkan pada suatu kegiatan dominan.


(20)

xxi 2.2.2 Rencana Struktur Pusat Pelayanan

Struktur pelayanan di Kota Blitar direncanakan sesuai dengan penempatan kegiatan-kegiatan fugsional kota dengan menetapkan pusat kota dan BWK, meliputi :

1. BWK I

Merupakan kawasan pusat kota dengan kegiatan utamanya pada bidang perumahan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa, perkantoran, terminal lokal, Stasiun KA, jalur hijau.

2. BWK II

Kegiatan utamanya pada bidang perumahan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa, perkantoran, konservasi.

3. BWK III

Kegiatan utamanya pada bidang perumahan, pendidikan, peribadatan, perdagangan dan jasa, terminal, olah raga, industri kecil, konservasi. 4. BWK IV

Kegiatan utamanya pada bidang perumahan, pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa, konservasi.


(21)

xxii 2.3 RENCANA PEMANFAATAN RUANG KOTA

Pembahasan mengenai pemanfaatan ruang kota pada perencanaan drainase di Kota Blitar digunakan untuk menentukan sistem, jenis, dan design konstruksi secara tepat agar dapat sesuai dengan peruntukan lahan dan arahan pengembangan Kota Blitar dimasa yang akan datang.

Dalam hal ini tinjauan terhadap rencana pemanfaatan ruang kota diorientasikan pada sektor-sektor strategis dan potensial untuk mendukung percepatan pembangunan. Sektor-sektor tersebut terdiri dari pengembangan sektor kawasan lindung, pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, pariwisata, permukiman, perindustrian, perdagangan dan jasa, fasilitas umum dan utilitas umum serta sektor khusus.

a. Kawasan Lindung

Secara umum pengembangan kawasan lindung adalah untuk mencegah timbulnya berbagai kerusakan fungsi lingkungan hidup serta mengamankan dari kemungkinan terjadinya intervensi penggunaan ke bukan kawasan lindung. Sasaran penetapan kawasan lindung di Kota Blitar adalah meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air dan iklim (fungsi hidrologis). Kawasan-kawasan yang termasuk kawasan lindung adalah kawasan yang memberikan perlindungan kawasan


(22)

xxiii

bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan cagar budaya dan kawasan rawan bencana.

b. Kawasan Pertanian Tanaman Pangan

Penggunaan tanah untuk pertanian tanaman pangan di Kota Blitar selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,28 % per tahun dari luas lahan yang ada. Dalam buku Repelitada target luas lahan sawah irigasi teknis sampai tahun 2000 sebesar 986 Ha. c. Kawasan Perikanan

Kawasan ini dialih fungsikan ke lahan terbangun maka pengembangannya perlu diarahkan secara ketat dan terkendali. Sehingga kawasan ini tidak diperluas lagi tapi pengembangannya dioptimalkan ke arah luas lahan yang ada dengan tetap menjaga fungsi perlindungan terhadap keberadaan daerah tersebut sebagai daerah resapan air dan sumber air bersih.

d. Kawasan Peternakan

Pengembangan kawasan peternakan diarahkan pada areal peternakan yang telah berkembang saat ini, yaitu di kawasan Selatan wilayah Kota Blitar.

e. Kawasan Pariwisata

Terkait dengan penanganan sistem drainase, Kota Blitar yang diarahkan pengembangannya sebagai kota wisata harus didukung oleh penyediaan prasarana sistem drainase yang sangat memadai. Upaya


(23)

xxiv

ini didasarkan atas pertimbangan berbagai konsep dalam mempertahankan citra kota sebagai kota yang bebas banjir.

Beberapa lokasi yang menjadi arahan pengembangan pariwisata yang harus mendapatkan perhatian khusus adalah:

· Kawasan wisata makam Bung Karno yang terletak di Kelurahan Bondogerit Kecamatan Sanan Wetan, telah mempunyai lingkup pelayanan regional.

· Kawasan wisata Tirtojati sebagai wisata alam yang terletak di Kelurahan Bendo Kecamatan Kepanjen Kidul.

· Kawasan wisata lainnya sebagai fasilitas perkotaan seperti kolam renang, taman-taman, dsb.

f. Kawasan Permukiman

Penyediaan perumahan di Kota Blitar termasuk di dalamnya sarana/prasarana sosial ekonomi, bagi penduduk dengan kegiatan usaha non pertanian (pemerintahan, perdagangan dan jasa lainnya). Kriteria yang digunakan dalam penetapan kawasan permukiman perkotaan adalah :

§ Dominasi penggunaan lahan adalah permukiman perkotaan.

§ Memperhitungkan kecenderungan perkembangan pembangunan kelompok permukiman baru.

§ Memperhitungkan daya tampung perkembangan penduduk dan sarana/prasarana yang dibutuhkan


(24)

xxv

§ Menghindari sawah irigasi teknis.

Prioritas pengembangan lahan permukiman pada lahan dengan produktivitas rendah. Penataan ruang dan pengendalian selanjutnya disesuaikan dengan arahan rencana tata ruang kota yang ada. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah penyediaan sarana/prasarana kota melalui P3KT, KIP, dsb. Program intensifikasi permukiman perkotaan dengan penyelenggaraan Land Re-adjustment (penataan ruang permukiman), peremajaan pemukiman melalui pemugaran pemukiman.

g. Kawasan Perindustrian

Pengembangan kawasan industri di Kota Blitar diarahkan pada pengembangan atau pembentukan zona industri serta pengembangan sentra-sentra kegiatan industri kecil di setiap wilayah kecamatan di Kota Blitar.

h. Kawasan Perdagangan & Jasa

Pengembangan kawasan perdagangan berdasarkan skala pelayanan masing-masing kegiatan :

1. Pengaturan letak kegiatan usaha perdagangan dengan skala pelayanan regional terletak di jaringan jalan yang mempunyai fungsi primer atau mengelompok pada satu lokasi pusat perdagangan/grosir.


(25)

xxvi

2. Untuk Kegiatan perdagangan dengan skala pelayanan sub regional terletak pada sisi jaringan jalan sekunder dengan memperhatikan sempadan dan fungsi pemanfaatan ruang yang ditetapkan pada peta rencana kawasan budidaya dan non budidaya.

3. Kegiatan perdagangan dengan skala pelayanan lokal terletak di kawasan permukiman memperhatikan sempadan bangunan agar tidak mengambil badan jalan ataupun mengganggu aksesibilitas masyarakat.

Pengembangan fasilitas jasa berada pada kawasan yang mempunyai kemudahan untuk di akses oleh masyarakat yang kecenderungannya berada pada kawasan yang terkonsentrasi kegiatan perdagangan. Pada kawasan tertentu dan kawasan permukiman pada umumnya menyatu dengan kawasan untuk kegiatan perdagangan dan jasa serta permukiman.

i. Fasilitas dan Utilitas Umum

Pengembangan fasilitas dan utilitas umum berkembang menurut skala pelayanan, dengan anggapan bahwa titik penilaian kebutuhan pada keadaan atau jumlah penduduk yang akan dilayani serta memperhatikan jangkauan pelayanan dan aksesbilitas dalam penempatan fasilitas dan utilitas umum.


(26)

xxvii

j. Kawasan Khusus

Pengembangan kawasan khusus yang dimaksud adalah pada kawasan terminal regional dan sekitarnya. Dimana pada sekitar kawasan terminal nantinya akan berkembang kegiatan perdagangan dan jasa sehingga perlu pengaturan lebih lanjut. Aksesbilitas ke lokasi ataupun keluar dari lokasi terminal diupayakan dalam radius 200 meter agar kegiatan lainnya tidak sampai terganggu dan diharuskan mempunyai lahan parkir tersendiri.

2.4 RENCANA SISTEM TRANSPORTASI

Berdasarkan rencana struktur tata ruang Kota Blitar, rencana pemanfaatan ruang, dan PP No. 26 Tahun 1985 tentang jalan, serta Undang-undang No. 13 Tahun 1980 tentang Jalan maka arahan sistem jaringan jalan Kota Blitar adalah:

1. Jaringan Jalan Primer yaitu jaringan jalan yang fungsi utamanya :

· Menghubungkan simpul jasa distribusi fungsi primer.

· Melayani transportasi antar regional dan nasional.

· Menghubungkan secara menerus kota-kota Orde I, II, III dan kota orde dibawahnya.

· Menghubungkan kota orde I antar satuan wilayah pembangunan (SWP).


(27)

xxviii

· Memiliki ROW (Right of Way) : 40 meter.

Berdasarkan fungsi utama rencana struktur ruang Kota Blitar terutama pada pusat pelayanan kota yaitu :

a. Kolektor Primer yang menghubungkan ibukota Kota Blitar dengan IKK lainnya di Kota Blitar.

b. Jalan Lokal Primer yang menghubungkan kota-kota IKK dengan pusat desa.

2. Jaringan Jalan Sekunder yaitu jaringan jalan yang mempunyai fungsi :

· Menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, sekunder I, sekunder II, sekunder III dan seterusnya sampai perumahan.

· Melayani jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota.

· Memiliki ROW : 10 – 15 meter.

Berdasarkan rencana struktur ruang Kota Blitar terutama pada pusat pelayanan kota yaitu :

a. Jalan Arteri Sekunder melayani jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota sebagai perpanjangan dari jalan arteri primer.

b. Jalan Kolektor Sekunder yaitu melayani jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota IKK sebagai jalan kolektor primer.

c. Jalan Lokal Sekunder ditetapkan untuk melayani jasa distribusi untuk masyarakat di dalam kota IKKI maupun desa.


(28)

xxix

Untuk rencana dimensi jalan yang meliputi Damaja, Damija, dan Dawasja pada setiap ruas jalan di Kota Blitar didasarkan pada rencana sistim jaringan jalan atau fungsi jalan-jalan yang telah ditetapkan. Adapun pengertian dan daerah yang termasuk Damaja, Damija, Dawasja, pada setiap ruas jalan di Kota Blitar berdasarkan PP No. 26 Tahun 1985 adalah sebagai berikut :

· Damaja (Daerah Manfaat Jalan) yaitu merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebas tertentu yang ditetapkan oleh pembina jalan. Dan yang termasuk ruang Damaja ini meliputi perkerasan jalan jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian gorong, perlengkapan jalan dan bangunan pelengkap lainnya.

· Damija (Daerah Milik Jalan) yaitu merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ruang Damija ini termasuk ruang Damaja, dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalulintas dikemudian serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.

· Dawasja (Daerah Pengawasan Jalan) yaitu merupakan ruang sepanjang jalan diluar Damija yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh pembina jalan dan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan kontruksi jalan.


(29)

xxx

Secara operasional pengembangan dimensi jalan di Kota Blitar ini lebih ditekankan pada daerah milik jalan (Damija) untuk mengantisipasi pelebaran jalan dimasa mendatang.

Adapun peta jaringan jalan eksisting Kota Blitar dapat dilihat pada peta berikut ini.


(30)

xxxi

2.5 RENCANA SISTEM UTAMA UTILITAS DRAINASE

Fungsi utama jaringan drainase adalah bangunan pengumpul air baik dari air hujan serta limpahan hasil kegiatan penduduk sehari-hari dan berakhir di laut. Jaringan drainase dalam penamaannya dibedakan atas jaringan dengan fungsi primer berupa jaringan sungai sebagai obyek pembawa ke laut, sedangkan drainase sekunder adalah bangunan dengan bantaran ataupun draianse alam yang mempunyai fungsi utama sebagai penampung limpahan air hujan dan kegiatan penduduk.

Pengembangan sistem drainase meliputi saluran sistem pembuangan air hujan dan rumah tangga. Saluran utama yang digunakan adalah sungai beserta anak sungai yang ada, baik untuk pembuangan air hujan maupun buangan rumah tangga non limbah.

Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program pengembangan sistem drainase adalah :

· Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara kebersihan yang berakibat pada terganggunya pengelolaan saluran.

· Masih adanya ketidak jelasan status saluran drainase di berbagai lokasi.


(31)

xxxii

B

B

A

A

B

B

3

3

DESKRIPSI WILAYAH STUDI

Kondisi Sistem Drainase Kondisi Saluran Drainase Kondisi Hidrologi Daerah Genangan Air

3.1 KONDISI SISTEM DRAINASE

Secara umum sistem drainase di Kota Blitar masih menggunakan sistem drainase gabungan (mix drain) dimana pembuangan air limbah/air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran. Hal tersebut disebabkan karena terbatasnya lahan untuk saluran drainase. Sistem drainase gabungan memiliki beberapa kekurangan, yaitu dalam perencanaannya menggunakan debit maksimum antara air limbah domestik dan air hujan maka seringkali dalam musim kemarau dimana intensitas hujan sangat kecil maka air limbah saja yang melintas saluran. Sehingga dengan debit yang rendah ini tentu saja saluran drainase rata-rata cukup landai, mengingat keadaan topografi Kota Blitar datar. Maka hal tersebut memungkinkan terjadi sedimentasi pada dasar saluran, dimana hal tersebut sangat mempengaruhi kapasitas saluran pembuangan.


(32)

xxxiii

Pembagian daerah peresapan air (catchment area) sistem drainase nantinya akan mengikuti pembagian daerah berdasarkan atas : (i) daerah pengaliran sungai (DPS) dan (ii) batas wilayah administratif. Pembagian daerah berdasarkan wilayah DPS memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibanding dengan batas wilayah administratif, karena perencanaan sistem aliran air akan mengalami kesulitan jika pendekatan yang digunakan adalah pendekatan batas administratif.

Saat ini Kota Blitar memiliki tiga DPS, yaitu DPS Lahar, DPS Cari dan DPS Sumber Nanas. Dasar penentuan tiap DPS berdasarkan pada topografi dimana DPS diambil dari daerah tertinggi serta luas pengaliran yang ada memungkinkan aliran dari saluran induk masuk ke sungai terdekat.

Sesuai dengan keadaan topografi Kota Blitar yang terletak pada daerah pegunungan/dataran tinggi dengan ketinggian rata-rata 150 - 200 mdpl serta kemiringan medan yang bervariasi antara 0-2%, secara tidak langsung akan mempengaruhi penanganan sistem drainase di Kota Blitar dan sekitarnya.

Ditinjau dari kondisi fisik kota yang merupakan dataran rendah dengan aliran utama berupa sungai, maka saluran yang terdapat di Kota Blitar dapat dibagi menjadi 2 (dua) saluran yaitu drainase makro dan drainase mikro.


(33)

xxxiv

Wilayah drainase makro meliputi:

- Daerah pengaliran Sungai Lahar yang melayani tangkapan air hujan di Blitar Utara, Blitar Tengah dan Blitar Barat;

- Daerah pengaliran Sungai Cari yang melayani tangkapan air hujan di Blitar Utara, Tengah dan Blitar Selatan.

- Daerah pengaliran Sungai Nanas yang melayani tangkapan air hujan di Blitar Utara dan Blitar Timur.

- Saluran irigasi primer yang melayani tangkapan air hujan di Blitar Utara dan Blitar Barat.

Sedangkan sistem drainase mikro berkembang dengan dua pola yaitu saluran drainase tertutup dan saluran drainase terbuka. Jaringan drainase Kota Blitar dapat digambarkan dalam peta jaringan drainase berikut ini.


(34)

xxxv


(35)

xxxvi 3.2 KONDISI SALURAN DRAINASE

3.2.1 SISTEM DRAINASE EKSISTING KOTA BLITAR

Drainase merupakan saluran yang berada pada sisi kiri maupun kanan badan jalan yang berfungsi untuk mengalirkan air dari hulu ke hilir dan juga untuk mengurangi genangan air akibat air hujan yang berada pada jalan.

Tabel berikut menunjukkan panjang, lebar, dan keadaan saluran drainase yang terdapat di Kota Blitar.

Tabel 3.1

Panjang, Lebar, dan Keadaan Saluran Drainase Kota Blitar

Lebar Saluran Keadaan Saluran No Nama Jalan PanjangSaluran

(m) Kanan (m)

Kiri (m)

Tertutup Terbuka

1 Anjasmoro 960 0,7 0,7 960 -2 Anggrek 986 0,7 0,7 986 -3 Arum Dalu 140 0,6 - 140 -4 Akhmad Khasan 500 0,7 - - 500 5 AMD Manunggal II 170 0,7 - - 170 6 Akasia 292 0,7 - - 292 7 Bali 2.900 0,6 0,6 2900 -8 Bali Gg I dan II 586 0,4 0,4 - 586 9 Borobudur 1.200 0,6 0,6 400 800 10 Bakung 1.560 0,6 0,6 - 1.560 11 Bungur 318 0,3 0,3 - 318 12 Bengawan Solo 600 0,7 0,7 - 600 13 Barito 796 0,6 0,6 796 -14 Bromo 180 - 1 - 180 15 Brigjen Katamso 1.600 0,7 0,7 - 1.600 16 Brantas 680 0,6 0,6 680 -17 Bogowonto 720 0,6 - - 720 18 Beringin 324 0,3 - - 324 19 Ciliwung 2.500 0,7 0,7 2.500 -20 Cemara 2.506 0,7 0,7 1.900 606 21 Cemara Gg I 574 0,3 0,3 - 574 22 Cemara Gg II 700 0,3 0,3 - 700 23 Cemara Gg III 280 0,3 0,3 - 280 24 Cemara Gg IV 700 0,3 0,3 - 700 25 Cemara Gg V 584 0,3 0,3 - 584


(36)

xxxvii

Lebar Saluran Keadaan Saluran No Nama Jalan PanjangSaluran

(m) Kanan (m) Kiri (m)

Tertutup Terbuka

26 Cemara Gg VI 600 0,3 0,3 - 600 27 Cemara Gg VII 1.022 0,3 0,3 - 1.022 28 Cemara Gg VIII 1.570 0,3 0,3 - 1.570 29 Cemara Gg XI 402 0,3 0,3 - 402 30 Cemara Gg X 300 0,3 0,3 - 300 31 Cokroaminoto 394 0,7 0,7 394 -32 Cepaka 770 0,7 0,7 770 -33 Citarum 900 0,7 0,7 600 300 34 Dr.Cipto 644 0,7 0,7 644 -35 Dahlia 200 0,3 0,3 200 -36 Diponegoro 1.266 1 0,6 966 300 37 Dr.Ismail 268 0,6 0,6 - 286 38 Dr.Sutomo 1.900 0,7 0,7 1990 -39 Dr.Wahidin 2.304 1 0,7 2.104 200 40 Dieng 920 0,6 0,6 - 920 41 Delima 1.450 0,7 - - 1450 42 Durian 700 0,6 - - 700 43 Dimora 825 0,7 - - 825 44 Enggano 350 0,3 - - 350 45 Gebang Gg I 320 - 0,3 - 320 46 Halir 400 0,6 - - 400 47 Hasanuddin 1.058 0,3 0,7 658 400 48 Imam Bonjol 2.400 0,7 0,7 2.400 -49 Irian 450 - 0,3 - 450 50 Jawa / TGP 1.078 0,7 0,7 1.078 -51 Jend. A.Yani 3.000 0,7 0,7 3.000 -52 Jend. A.Yani Gg.II 90 - 0,3 - 90 53 JakGung Suprapto 500 0,7 1 500 -54 Jend. Sudirman 418 0,7 0,7 418 -55 Jati 2.886 0,7 0,7 - 2886 56 Kelud 1.460 0,7 0,7 1.460 -57 Kalimantan 3.060 0,7 0,7 3.060 -58 Kenari 4.466 1 0,7 - -59 Kerantil 684 0,6 0,6 684 -60 Kenanga 414 0,6 0,6 414 -61 Kiprah 1.280 0,7 0,7 - 1.280 62 Kacapiring 1.736 1 0,6 868 868 63 Kemuning 200 0,6 - - 200 64 Kawi 476 0,3 0,3 - 476 65 Kalimas 1.600 - 0,7 - 1.600 66 Kali Porong 1.840 0,6 - - 1.840 67 Klampis 460 - 0,6 - 460 68 Kalicari 450 1 - - 450 69 Kasan Subari 500 0,6 - - 500 70 Kyai Suradin 500 0,5 - - 500 71 Kapuas 1.666 0,6 1 - 1.666 72 Lawu 950 0,6 0,6 950 -73 Slamet Riyadi 3.500 0,7 0,7 1.750 1.750 74 Letjen Suparman 2.500 0,7 0,7 2.500 -75 Letjen Suprapto 3.000 0,7 0,7 500 2.500 76 Mawar 1.050 0,7 0,7 1.050 -77 Mayang 658 0,6 0,6 658 -78 Masjid 954 0,6 0,6 954 -79 Mayjen Sungkono 1.350 0,7 0,7 1.350 -80 Merdeka 2.336 0,7 0,7 2.336 -81 Merdeka Gg.I 71 - 0,3 - 71 82 Merapi 400 - 0,7 400


(37)

-xxxviii

Lebar Saluran Keadaan Saluran No Nama Jalan PanjangSaluran

(m) Kanan (m) Kiri (m)

Tertutup Terbuka

83 Menur 144 0,6 0,6 144 -84 Melati 2.002 0,7 0,7 2.002 -85 Mastrip 1.682 0,7 0,7 1.200 482 86 Musi 560 0,6 0,6 560 -87 Muradi 950 0,6 0,6 - 950 88 Mojopahit 1.600 0,6 0,6 - 1.600 89 DI.Panjaitan 1.700 0,7 - - 1.700 90 Madura 390 0,6 - - 390 91 MT.Haryono 1.100 0,6 0,6 300 800 92 Mujari 500 0,6 - - 500 93 Mendut 251 0,6 0,6 - 251 94 Mendut Barat 189 0,6 0,6 - 189 95 Nias 1.640 0,6 0,6 - 1.640 96 Pahlawan 1.850 0,7 0,7 1.850 -97 Pramuka 269 0,7 0,7 - 269 98 Pemandian 2.100 0,7 0,7 2.100 -99 Patitmura 720 0,7 0,7 - 720 100 Prambanan 770 0,3 0,3 - 770 101 Palem 1.154 2 0,6 8454 300 102 Pandan 400 0,6 0,6 - 400 103 Pamenang 910 0,6 0,6 - 910 104 RA.Kartini 976 0,7 0,7 976 -105 Raung 202 - 0,7 202 -106 Riau 300 0,6 0,6 - 300 107 Sedap Malam 160 - 1 - 160 108 Semeru 280 0,6 0,6 280 -109 Sudanco Supriyadi 930 0,7 0,7 930 -110 Seruni 544 0,7 0,7 544 -111 Sumatra 1.400 2 0,6 300 1.100 112 Sulawesi / TGP 738 0,7 0,7 738 -113 Sultan agung 1.500 0,6 0,6 1.500 -114 Sri Gading 682 0,3 0,3 - 682 115 Sumba 1.200 0,6 0,6 - 1.200 116 Serayu 640 0,7 0,7 - 640 117 Smtri Brojonegoro 220 0,3 0,3 - 220 118 Sunanto 370 0,3 0,3 - 370 119 Simpang Mawar 276 - 0,5 276 -120 Sawunggaling 750 0,6 - - 750 121 Suryat 1.065 0,6 0,6 - 1.065 122 Sudarmo 250 - 0,5 - 250 123 Tanjung 2.400 0,7 0,7 2.400 -124 Timor 1.888 0,6 0,6 - 1.888 125 Teuku Umar 408 0,3 0,3 - 408 126 Tidar 384 0,6 0,6 - 384 127 Terate 308 0,7 0,7 308 -128 Tengger 300 0,7 0,7 - 300 129 Turi 2.054 0,7 0,6 500 -130 Turi Gg.I 278 0,3 0,3 - 278 131 Turi Gg.II 260 0,3 0,3 - 260 132 Turi Gg.III 990 0,3 0,3 - 990 133 Veteran 2.080 0,7 0,7 2.080 -134 WR.Supratman 1.804 0,6 0,6 1.804 -135 Wilis 530 0,7 0,7 - 530 136 Widuri 1.500 0,7 0,7 - 1.500 137 Lekso 165 0,35 0,35 - 165 138 Singolodro 460 0,35 0,35 - 460 Sumber : Hasil Survey “Master Plan Drainase Kota Blitar Tahun 2003”


(38)

xxxix 3.2.2 Tipe Saluran

Tipe saluran yang ada terdiri dari saluran tertutup dan terbuka. Secara umum kondisi drainase di Kota Blitar terutama pada saluran drainase tertutup, sebagian besar sudah cukup tua. Kondisi bangunannya banyak mengalami penurunan kualitas seperti terjadinya penyumbatan dan tidak berfungsinya manhole sebagai street inlet. Keadaan ini sangat

mengkhawatirkan bagi penduduk dan pengguna jalan apabila terjadi genangan air akibat peningkatan intensitas curah hujan.

Saluran drainase tertutup umumnya merupakan terdapat pada kawasan perumahan dan pusat kota. Sedangkan drainase terbuka yang sebagian besar merupakan upaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota bersama dengan masyarakat setempat, telah tersedia di sisi kanan kiri jalan, walaupun beberapa ruas jalan masih ada yang belum dilengkapi dengan saluran.

3.2.3 Tipe Konstruksi

Konstruksi saluran drainase di Kota Blitar menggunakan konstruksi beton buis , batu kali dan batu bata. Dari hasil survey pada masing-masing saluran drainase diketahui sebagian besar konstruksi saluran drainase


(39)

xl

menggunakan beton buis dan batu kali. Adapun kondisi saluran drainase dan permasalahannya dapat dilihat pada tabel 3.2.


(40)

xli 3.2.4 Dimensi Saluran

Dimensi saluran yang telah dibangun sangat beraneka ragam. Mulai dari bentuk silinder (lingkaran), persegi empat, trapesium, sampai pada bentuk setengah lingkaran.

1. Bentuk Trapesium

Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran yang terbuat dari tanah dan pasangan (semen). Saluran ini membutuhkan ruang yang cukup dan berfungsi untuk pengaliran air hujan, limbah rumah tangga maupun irigasi.

2. Bentuk Empat Persegi Panjang

Saluran drainase berbentuk empat persegi panjang tidak banyak membutuhkan ruang. Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini, saluran harus dari pasangan atau dari beton. Bentuk saluran ini sedemikian hingga berfungsi sebagai saluran air hujan, limbah rumah tangga dan air irigasi

3. Bentuk Setengah Lingkaran

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran yang terbuat dari pasangan atau kombinasi pasangan dan pipa beton. Bentuk dasar saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan atau limbah. Bentuk saluran setengah lingkaran merupakan penampang hidrolis yang paling baik dibandingkan penampang saluran lainnya. Bentuk saluran ini


(41)

xlii

berfungsi sebagai saluran air hujan, limbah rumah tangga dan memudahkan kelancaran pengaliran air buangan.

4. Bentuk Lingkaran atau Silinder

Saluran drainase bentuk ini berupa saluran yang terbuat dari beton (buis), saluran ini biasa dipakai untuk gorong-gorong. Bentuk dasar yang bulat akan memudahkan pengaliran dan berfungsi untuk meneruskan air buangan yang melintas di bawah jalan raya, trotoar dan lain sebagainya.

3.3 KONDISI HIDROLOGI

3.3.1 Curah Hujan Rata-rata

Stasiun pengamatan curah hujan di Kota Blitar terdapat pada empat wilayah, yaitu Stasiun Rembang, Ngadirejo, Kepanjen Lor dan Stasiun Bendogerit. Dari data-data masing stasiun dapat diketahui curah hujan rata-rata tahunan di Kota Blitar selama tahun 1987 – 2002 sebesar 15,4 mm/tahun. Curah hujan rata-rata tertinggi terjadi pada tahun 1999 sebesar 19,9 mm/th dan terendah pada tahun 1997 sebesar 8,2 mm/th. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.3 dan peta Daerah Stasiun Amatan berikut.


(42)

xliii


(43)

xliv 3.4 DAERAH GENANGAN AIR

Timbulnya genangan air merupakan masalah yang sering dihadapi pada waktu musim hujan. Meskipun sifatnya hanya sesaat antara 10-30 menit, masalah genangan air mempunyai dampak yang sangat besar bagi kelangsungan aktivitas kota.

Lokasi timbulnya genangan di Kota Blitar berdasarkan pengamatan dapat dilihat pada tabel 3.4.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa beberapa daerah yang dulu tercatat sebagai daerah genangan sekarang sudah tidak terjadi genangan lagi, akan tetapi beberapa daerah masih mengalami genangan dan ada pula daerah baru yang menderita genangan. Pada tabel 3.4 dapat dilihat permasalahan genangan dan stabilitas pada ruas jalan.

Dari survey pengamatan yang telah dilakukan diguga penyebab genangan adalah :

- Dimensi saluran yang tidak mencukupi.

- Sistem drainase yang kurang bagus.

- Letak saluran atau tanggul saluran lebih tinggi dari bahu jalan.


(44)

xlv - Sedimentasi dari material-material yang terbawa air seperti

pasir,tanah dan lumpur yang mengakibatkan penyumbatan.

- Adanya sistem drainase yang digunakan pula untuk pembagian air

atau untuk irigasi.

- Berada pada daerah cekungan yang mengakibatkan air tidak dapat

mengalir.

Jadi dapat disimpulkan bahwa genangan eksisting yang terjadi disebabkan oleh hal-hal tersebut diatas.


(45)

xlvi

B

B

A

A

B

B

4

4

A

A

N

N

A

A

L

L

I

I

S

S

A

A

D

D

A

A

N

N

E

E

V

V

A

A

L

L

U

U

A

A

S

S

I

I

S

S

A

A

L

L

U

U

R

R

A

A

N

N

D

D

R

R

A

A

I

I

N

N

A

A

S

S

E

E

Analisa Hidrologi Analisa Hidrolika Penanggulangan Masalah

4.1 ANALISA HIDROLOGI

Proses analisa hidrologi pada dasarnya merupakan proses pengolahan data curah hujan, data luas dan bentuk daerah pengaliran(catchment area), data

kemiringan lahan/beda tinggi, dan data tata guna lahan yang kesemuanya mempunyai arahan untuk mengetahui besarnya curah hujan rata-rata, koefisien pengaliran, waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, dan debit banjir rencana. Sehingga melalui analisis ini dapat dilakukan juga proses evaluasi terhadap saluran drainase yang ada.

4.1.1 Curah Hujan Rata-rata (R)

Curah hujan yang diperlukan untuk mengetahui besarnya debit banjir di Kota Blitar adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang


(46)

xlvii

bersangkutan yang dinyatakan dalam satuan mm. Perhitungan curah hujan rata-rata dilakukan dengan menggunakan cara Poligon Thiessen, hal ini disebabkan penyebaran stasiun penakar hujan yang menyebar sehingga dengan cara ini diharapkan dapat memberikan hasil analisis yang lebih baik apabila terjadi kesalahan pendataan curah hujan.

Penentuan curah hujan rata-rata daerah mengambil data dari stasiun pengamatan hujan yang tersebar pada 4 (empat) stasiun pengamatan, yiatu : Rembang, Ngadirejo, Kepanjen Lor dan Bondogerit dengan periode pengamatan selama 16 (enam belas) tahun dari tahun 1987 sampai 2002. Selama kurun waktu 16 tahun, Kota Blitar memiliki curah hujan rata-rata pertahun sebesar 15,4 mm/th. Tabel dan grafik curah hujan rata-rata dapat dilihat pada tabel 3.3 pada bab 3.

4.1.2 Perhitungan Curah Hujan Rancangan

Dalam perhitungan curah hujan rancangan menggunakan Rata-rata Aljabar untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan pencatatan curah hujan akibat lokasi stsiun yang penakar hujan yang terletak menyebar merata. Rumus yang digunakan adalah :


(47)

xlviii

Dimana :

Log X = Logaritma curah hujan rancangan Log X = Logaritma rerata curah hujan

G = Konstanta

S = Standart deviasi

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Rata-rata Aljabar dapat diketahui curah hujan rata-rata rancangan sampai 5 tahun mendatang sebesar 18,39 mm/th.

4.1.3 Time Concentration Analysis (Tc)

Penentuan waktu konsentrasi dipengaruhi oleh faktor-faktor: a. Luas daerah pengaliran (A)

b. Panjang saluran (L) c. Kemiringan dasar saluran (S) d. Debit dan kecepatan aliran (V)

Rumus yang digunakan untuk menentukan Tc adalah:

Tc = 0,0195 (

S L

)0,77(menit) Tc = Waktu konsentrasi

L = Panjang saluran

V = Kecepatan perambatan (kecepatan aliran yang diijinkan sesuai jenis bahan pembentuk saluran)


(48)

xlix


(49)

l

4.1.4 Penentuan Intensitas Curah Hujan (I)

Intensitas curah hujan merupakan jumlah hujan yang dinyatakan dalam tingginya kapasitas/volume air hujan tiap satuan waktu. Besarnya intensitas hujan berubah-ubah tergantung lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.

Penentuan nilai intensitas curah hujan (I) menggunakan rumus:

I =

3 / 2

24 24 ÷ø

ö ç è æ tc R …..mm/jam dimana :

R = curah hujan rancangan setempat (mm) Tc = time of concentration (jam)

I = intensitas hujan (mm/jam)

Hasil yang diperoleh per kawasan genangan air dapat dilihat pada tabel 4.3.

4.1.5 Prakiraan Debit Banjir (Qs)

Perhitungan debit saluran drainase merupakan gabungan dari debit air hujan dan debit domestik. Penggunaan kedua debit ini dikarenakan guna lahan yang sangat padat yang secara tidak langsung akan menambah volume air buangan pada drainase kota.


(50)

li

A. Perhitungan Debit Air Hujan (Qa)

Debit air hujan didasarkan pada limpasan air hujan yang terjadi dan tingkat aliran puncak dengan variable amatan yang diorientasikan pada intensitas hujan selama waktu konsentrasi dan luas daerah pengaliran. Rumus yang digunakan untuk menentukan debit air hujan adalah:

Qa = 0,278 . C . I . A

Dimana:

Qa = debit air hujan maks. (m3/dtk)

C = koefisien run off

I = intensitas curah hujan (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (Km2)

Perhitungan Debit Air Hujan dapat dilihat pada Tabel 4.3.

B. Perhitungan Debit Domestik (Qd)

Perhitungan Pertambahan Penduduk

Perhitungan pertumbuhan penduduk digunakan untuk menghitung beberapa besar jumlah air buangan yang akan ditampung masing-masing saluran. Penghitungan pertumbuhan penduduk digunakan untuk menghitung resapan jumlah air buangan yang akan ditampung masing-masing saluran. Untuk lingkungan daerah studi perhitungan jumlah


(51)

lii

penduduk diproyeksikan pendekatan perhitungan Metode Pertumbuhan Eksponensial.

Perhitungan proyeksi jumlah penduduk dan kepadatan jumlah penduduk Kota Blitar sampai 10 tahun mendatang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.1

Perkiraan Jumlah Penduduk Kota Blitar Tahun 2003 – 2013

No Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 128.216 130.804 133.443 136.136 138.883 141.686 144.545 147.462 150.437 153.473 156.570


(52)

liii

Tabel 4.2

Perkiraan Kepadatan Penduduk Kota Blitar Tahun 2003 – 2013

No Tahun Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 39 40 41 42 43 43 44 45 46 47 48

Sumber : Hasil Analisa

Debit Domestik

Debit air kotor yang merupakan aliran buangan rumah tangga dianalisa dengan menggunakan rumus:


(53)

liv

Perhitungan Debit Domestik pada kawasan-kawasan genangan dapat dilihat pada tabel 4.3.

Debit banjir (Qs) yang diperoleh merupakan hasil dari penjumlahan debit

air hujan (Qa) dengan debit domestik (Qd). Perhitungan debit banjir hasil


(54)

lv

4.2 ANALISA HIDROLIKA

4.2.1 Kapasitas Maksimum Saluran Drainase (Qp)

Asumsi yang digunakan untuk perhitungan kapasitas maksimum saluran menggunakan rumus manning yang kemudian dimasukkkan kedalam rumus debit. Sehingga kapasitas maksimum saluran drainase dihitung berdasarkan data dimensi saluran yang diambil secara langsung (data primer) maupun data sekunder.

Hasil Perhitungan kapasitas maksimum saluran drainase per kawasan jalan dapat dilihat pada Tabel 4.4.


(55)

lvi

4.2.2 Evaluasi Kapasitas Saluran Drainase

Evaluasi kapasitas saluran drainase dilakukan dengan cara

membandingkan/mencari selisih antara kapasitas saluran eksisting dengan besarnya debit rancangan untuk mengetahui besarnya kemampuan

saluran dalam menampung air buangan yang masuk. Selain itu dapat juga digunakan sebagai pedoman perencanaan dan pembangunan saluran drainase dimasa yang akan datang.

Hasil perhitungan evaluasi kapasitas saluran dapat dilihat pada tabel 4.5a dan tabel 4.5b.


(56)

lvii

4.3 PENANGGULANGAN MASALAH

Timbulnya masalah genangan air yang terdapat di kawasan Kota Blitar pada umumnya disebabkan oleh konsentrasi arah aliran yang terpusat, kapasitas saluran yang tidak memenuhi, sedimentasi lumpur dan sampah. Untuk menanggulangi permasalahan genangan tersebut secara teknis dilakukan pendekatan alternatif penanganan antara lain :

1. Pembuatan saluran baru 2. Perubahan dimensi saluran 3. Perubahan kemiringan saluran 4. Normalisasi saluran

5. Pembuatan sudetan / saluran pintas 6. Penataan kembali arah aliran

7. Penataan kembali sistem jaringan drainase

Berdasarkan hasil survey dengan melakukan pengamatan pada waktu hujan sampai selesai hujan, ditemukan 8 (delapan) titik spot rawan genangan seperti yang terlihat pada gambar 1 sampai dengan gambar 8 berikut ini.


(57)

lviii

B

B

A

A

B

B

5

5

K

K

E

E

S

S

I

I

M

M

P

P

U

U

L

L

A

A

N

N

D

D

A

A

N

N

A

A

R

R

A

A

H

H

A

A

N

N

P

P

E

E

N

N

A

A

N

N

G

G

A

A

N

N

A

A

N

N

Umum

Arahan Penanganan Saluran Drainase Alternatif Penanganan Tambahan Pelestarian Hutan Kota

Master Plan Drainase Kota Blitar

5.1 UMUM

Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana yang dilandaskan pada konsep

pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, yang prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih meresap kedalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan, antara lain dengan membuat bangunan resapan buatan, penataan lansekap dan pelestarian hutan kota.


(58)

lix

5.2 Arahan Penanganan Saluran Drainase

Dari hasil perhitungan evaluasi debit banjir dan kapasitas saluran drainase Kota Blitar bahwa sebagian saluran drainase tidak mampu menampung debit rencana dengan kala ulang 5 (lima) tahun. Dengan keadaan yang demikian, sistem drainase yang ada sekarang perlu diadakan penanganan perbaikan yang memadai agar genangan yang lebih parah lagi dapat dicegah. Adapun penanganannya secara teknis dan non teknis.

Di dalam rencana penanganan perbaikan, prinsip dasar yang dipakai adalah mempertahankan saluran-saluran drainase yang sudah ada dengan jalan mengevaluasi kapasitas saluran. Jika tidak memungkinkan, alternatif penanganan diarahkan dengan jalan merubah dimensi atau ukuran

saluran drainase yang sudah ada sesuai dengan debit rencana, pembuatan bangunan penunjang saluran drainase dan pembuatan sudetan. Sedangkan pada ruas jalan yang dibangun saluran baru sebaiknya menggunakan tipe saluran terbuka, agar memudahkan pemeliharaan saluran.

Dari alternatif-alternatif diatas, alternatif terbaik yang setidaknya dapat dilaksanakan adalah melalui proses pengkajian terhadap kondisi saluran drainase terkait dengan aspek teknik dan aspek non teknis. Arahan


(59)

lx

penanganan permasalahan saluran drainase di Kota Blitar dapat dilihat pada tabel 5.1 – 5.6.


(60)

lxi ALTERNATIF PENANGANAN TAMBAHAN

Disamping penanganan–penanganan di atas, dapat juga perlu dipertimbangkan alternatif lain yang mungkin dapat dilaksanakan. Alternatif tersebut memang tidak langsung mengatasi genangan teoritis maupun genangan eksisting yang terjadi, tetapi untuk jangka panjang dapat mengurangi limpasan yang terjadi. Alternatif-alternatif ini sebagai arahan penanganan pemecahan masalah yang memerlukan penelitian lebih lanjut untuk memperoleh alternatif mana yang sesuai dengan kondisi permasalahan pada setiap kawasan.

Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan, seperti :

1

1.. PPeemmbbuuaattaannSSuummuurrRReessaappaann

Semakin banyak lahan kota yang digunakan sebagai perumahan, perkantoran dan faslitas umum, memungkinkan air limpasan permukaan semakin tinggi dan saluran-saluran drainase tidak mencukupi.

Dengan adanya sumur resapan dapat mengurangi limpasan permukaan yang ada dan mengakibatkan berkurangnya debit yang akan ditampung saluran drainase. Selain itu sumur resapan juga dapat meninggikan permukaan air tanah. sehingga ditinjau dari kandungan air tanah adalah sangat menguntungkan jika daerah Kota Blitar yang


(61)

lxii

relatif mempunyai tinggi permukaan air tanah relatif dalam menggunakan sumur resapan.

Terdapat beberapa macam peresapan air hujan, yaitu :

· Genangan Terbuka

Metode ini dilakukan dengan mengalirkan air hujan ke suatu kolam buatan pada kawasan pemukiman. Karena metode ini menggunakan suatu kolam terbuka, maka kurang sesuai dengan kondisi Kota Blitar, hal ini disebabkan selain memerlukan lahan yang luas juga resiko pencemaran akibat sampah.

· Resapan Tertutup

Prinsipnya adalah dengan menampung air hujan ke suatu reservoir tertutup. Terdapat dua macam resapan tertutup, yaitu pipa porus dan selokan tetutup. Metode pipa porus pada prinsipnya mengalirkan air hujan ke suatu pipa porus yang ditanam secara horizontal di halaman. Sedangkan selokan tertutup prinsipnya sama dengan pipa porus hanya penampang melintangnya yang berbeda, kalau pipa porus berbentuk bulat, sedangkan selokan tertutup berbentuk segiempat atau trapesium. Untuk lebih jelasnya gambar kedua metode tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(62)

lxiii

Gambar

Pipa Porus dan Selokan Tertutup

· Sumur Resapan

Sumur resapan adalah sumur gali yang berfungsi untuk menampung air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah agar dapat meresap ke dalam tanah. Penerapan sumur gali pada daerah pemukiman dapat dilakukan secara individu atau kolektif, tergantung dari segi teknis dan ekonomis.

Konstruksi yang digunakan sumur resapan, pada prinsipnya adalah direncanakan agar mampu untuk menampung dan meresapkan debit air hujan yang diperhitungkan. Oleh karena itu, keliling tebing sumur diberi perlindungan pasangan batu bata, batu kosong atau tanpa diberi pelindung yang perlu diperhatikan dalam penempatan sumur resapan adalah jarak antar sumur, karena akan saling mempengaruhi ketinggian permukaan air di dalam sumur.

Permukaan Tanah

m.a.t

Pipa Porus


(63)

lxiv

G Gaammbbaarr S

SuummuurrRReessaappaann

5.3 PELESTARIAN HUTAN KOTA

Air yang jatuh di permukaan bumi, selain dialirkan sebagai limpasan permukaan juga meresap ke dalam tanah. Jumlah peresapan dan limpasan yang terjadi terutama tergantung dari jenis lapisan permukaan. Sehubungan dengan konsep tersebut, kondisi daerah studi yang terus mengalami perkembangan mempunyai kecenderungan peningkatan lahan terbangun yang sangat pesat. Sehingga dapat mengakibatkan besarnya limpasan permukaan.

H Buis Beton

Peluap Talang


(64)

lxv

Dengan adanya hutan kota, hujan yang turun sebagian besar ditahan oleh tajuk daun. Secara umum luasan ideal yang diperlukan untuk hutan kota ini adalah 30 % dari luas wilayah.

Pada saat ini Kota Blitar hanya memiliki satu hutan kota yang terletak di kawasan pusat kota wilayah Kecamatan Kepanjen Kidul. Jadi untuk mengantisipasi

masalah banjir pada masa mendatang perlu dikembangkan kawasan hutan kota sebagai kawasan resapan air. Untuk itu perlu diadakan studi khusus mengenai hutan kota terkait dengan rencana tata guna lahan kota dan kemampuan resapan air suatu kawasan.

5.4 MASTER PLAN DRAINASE KOTA BLITAR

5.4.1 Rencana Sistem Drainase Kota Blitar

Seperti yang telah dijabarkan dalam pembahasan sebelum ini, maka hasil-hasil rencana tersebut diintepretasikan ke dalam peta-peta berikut ini :

1. Peta Rencana Penyebaran Catchment Area; 2. Peta Rencana Jaringan Drainase meliputi :

a. Arah Aliran dan Fungsi Saluran; b. Pembangunan Saluran Baru; c. Perubahan Dimensi Saluran; d. Normalisasi Saluran;


(65)

lxvi

f. Pembangunan Inlet Datar, Tegak dan Bak Kontrol.

Peta-peta tersebut dapat dilihat pada bagian akhir bab ini.

5.4.2 Rekomendasi

Berdasarkan survey lapangan (primer), fakta dan analisa (sekunder ), maka dapat direkomendasikan :

1. Pada saluran drainase dan irigasi terjadi perubahan pola arah aliran, sehingga tidak terjadi fokus atau konsentrasi aliran pada saluran tertentu, pola arah aliran mengikuti aliran alamiah atau saluran kolektor

2. Penataan kembali sistem jaringan irigasi yang melintasi Kota Blitar, diantaranya di perempatan Jl. Wahidin – Jl. Anjasmoro – Jl. RA Kartini, Jl. Kalicari, Jl. Madura dan Jl. Tanjung.

3. Penambahan dan penempatan bangunan penunjang / utilitas drainase (inlet tegak – datar, manhole, bak control, trashrack, bangunan terjunan, gorong-gorong / sudetan dan grill).

4. Sistem air buangan terpisah dengan sistem irigasi.

5. Pendimensian ulang pada saluran yang mengalami overflow dan saluran baru (khususnya pada daerah yang mengalami perubahan tata guna lahan).

6. Pengerukan sedimentasi, sampah dan normalisasi saluran drainase. 7. Merubah sistem jaringan drainase eksisting.


(66)

lxvii

8. Mempertahankan kawasan hutan kota yang ada sebagai kawasan resapan air.

5.4.3 Tahapan Pelaksanaan

Penyusunan tahapan penanganan sistem drainase Kota Blitar berdasarkan hasil analisa dan penentuan prioritas penanganan sistem drainase. Urutan prioritas penanganan sistem drainase Kota Blitar sebaiknya dimulai dari daerah hulu (Blitar Utara) yang mengarah ke wilayah tengah dan selatan.

Adapun pentahapan yang dimaksud sesuai dengan prioritas penanganannya adalah :

1. Pemisahan fungsi saluran pembuangan (drainase) dengan saluran irigasi, khususnya saluran irigasi yang melintasi Kota Blitar;

2. Pembuatan bangunan penunjang;

3. Pembuatan sudetan atau saluran pintas; 4. Normalisasi saluran;

5. Perubahan dimensi dan kemiringan saluran;

6. Pembuatan saluran baru pada ruas jalan yang belum terdapat saluran drainase.


(1)

relatif mempunyai tinggi permukaan air tanah relatif dalam menggunakan sumur resapan.

Terdapat beberapa macam peresapan air hujan, yaitu : · Genangan Terbuka

Metode ini dilakukan dengan mengalirkan air hujan ke suatu kolam buatan pada kawasan pemukiman. Karena metode ini menggunakan suatu kolam terbuka, maka kurang sesuai dengan kondisi Kota Blitar, hal ini disebabkan selain memerlukan lahan yang luas juga resiko pencemaran akibat sampah.

· Resapan Tertutup

Prinsipnya adalah dengan menampung air hujan ke suatu reservoir tertutup. Terdapat dua macam resapan tertutup, yaitu pipa porus dan selokan tetutup. Metode pipa porus pada prinsipnya mengalirkan air hujan ke suatu pipa porus yang ditanam secara horizontal di halaman. Sedangkan selokan tertutup prinsipnya sama dengan pipa porus hanya penampang melintangnya yang berbeda, kalau pipa porus berbentuk bulat, sedangkan selokan tertutup berbentuk segiempat atau trapesium. Untuk lebih jelasnya gambar kedua metode tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(2)

Gambar

Pipa Porus dan Selokan Tertutup

· Sumur Resapan

Sumur resapan adalah sumur gali yang berfungsi untuk menampung air hujan yang jatuh di atas permukaan tanah agar dapat meresap ke dalam tanah. Penerapan sumur gali pada daerah pemukiman dapat dilakukan secara individu atau kolektif, tergantung dari segi teknis dan ekonomis.

Konstruksi yang digunakan sumur resapan, pada prinsipnya adalah direncanakan agar mampu untuk menampung dan meresapkan debit air hujan yang diperhitungkan. Oleh karena itu, keliling tebing sumur diberi perlindungan pasangan batu bata, batu kosong atau tanpa diberi pelindung yang perlu diperhatikan dalam penempatan sumur resapan adalah jarak antar sumur, karena akan saling mempengaruhi ketinggian permukaan air di dalam sumur.

Permukaan Tanah

m.a.t Pipa Porus


(3)

G Gaammbbaarr S

Suummuurr ReRessaappaann

5.3 PELESTARIAN HUTAN KOTA

Air yang jatuh di permukaan bumi, selain dialirkan sebagai limpasan permukaan juga meresap ke dalam tanah. Jumlah peresapan dan limpasan yang terjadi terutama tergantung dari jenis lapisan permukaan. Sehubungan dengan konsep tersebut, kondisi daerah studi yang terus mengalami perkembangan mempunyai kecenderungan peningkatan lahan terbangun yang sangat pesat. Sehingga dapat mengakibatkan besarnya limpasan permukaan.

H Buis Beton

Peluap Talang


(4)

Dengan adanya hutan kota, hujan yang turun sebagian besar ditahan oleh tajuk daun. Secara umum luasan ideal yang diperlukan untuk hutan kota ini adalah 30 % dari luas wilayah.

Pada saat ini Kota Blitar hanya memiliki satu hutan kota yang terletak di kawasan pusat kota wilayah Kecamatan Kepanjen Kidul. Jadi untuk mengantisipasi

masalah banjir pada masa mendatang perlu dikembangkan kawasan hutan kota sebagai kawasan resapan air. Untuk itu perlu diadakan studi khusus mengenai hutan kota terkait dengan rencana tata guna lahan kota dan kemampuan resapan air suatu kawasan.

5.4 MASTER PLAN DRAINASE KOTA BLITAR 5.4.1 Rencana Sistem Drainase Kota Blitar

Seperti yang telah dijabarkan dalam pembahasan sebelum ini, maka hasil-hasil rencana tersebut diintepretasikan ke dalam peta-peta berikut ini :

1. Peta Rencana Penyebaran Catchment Area; 2. Peta Rencana Jaringan Drainase meliputi :

a. Arah Aliran dan Fungsi Saluran; b. Pembangunan Saluran Baru; c. Perubahan Dimensi Saluran; d. Normalisasi Saluran;


(5)

f. Pembangunan Inlet Datar, Tegak dan Bak Kontrol.

Peta-peta tersebut dapat dilihat pada bagian akhir bab ini.

5.4.2 Rekomendasi

Berdasarkan survey lapangan (primer), fakta dan analisa (sekunder ), maka dapat direkomendasikan :

1. Pada saluran drainase dan irigasi terjadi perubahan pola arah aliran, sehingga tidak terjadi fokus atau konsentrasi aliran pada saluran tertentu, pola arah aliran mengikuti aliran alamiah atau saluran kolektor

2. Penataan kembali sistem jaringan irigasi yang melintasi Kota Blitar, diantaranya di perempatan Jl. Wahidin – Jl. Anjasmoro – Jl. RA Kartini, Jl. Kalicari, Jl. Madura dan Jl. Tanjung.

3. Penambahan dan penempatan bangunan penunjang / utilitas drainase (inlet tegak – datar, manhole, bak control, trashrack, bangunan terjunan, gorong-gorong / sudetan dan grill).

4. Sistem air buangan terpisah dengan sistem irigasi.

5. Pendimensian ulang pada saluran yang mengalami overflow dan saluran baru (khususnya pada daerah yang mengalami perubahan tata guna lahan).

6. Pengerukan sedimentasi, sampah dan normalisasi saluran drainase. 7. Merubah sistem jaringan drainase eksisting.


(6)

8. Mempertahankan kawasan hutan kota yang ada sebagai kawasan resapan air.

5.4.3 Tahapan Pelaksanaan

Penyusunan tahapan penanganan sistem drainase Kota Blitar berdasarkan hasil analisa dan penentuan prioritas penanganan sistem drainase. Urutan prioritas penanganan sistem drainase Kota Blitar sebaiknya dimulai dari daerah hulu (Blitar Utara) yang mengarah ke wilayah tengah dan selatan.

Adapun pentahapan yang dimaksud sesuai dengan prioritas penanganannya adalah :

1. Pemisahan fungsi saluran pembuangan (drainase) dengan saluran irigasi, khususnya saluran irigasi yang melintasi Kota Blitar;

2. Pembuatan bangunan penunjang;

3. Pembuatan sudetan atau saluran pintas; 4. Normalisasi saluran;

5. Perubahan dimensi dan kemiringan saluran;

6. Pembuatan saluran baru pada ruas jalan yang belum terdapat saluran drainase.