Muhammad Ikhwan Anas

Muhammad Ikhwan Anas

Pendahuluan

Fiksi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), memiliki arti: bagian dari sastra yang berupa cerita rekaan atau tidak berdasar- kan kenyataan, sedangkan mini memiliki arti: kecil, sedikit. Apabila kedua kata tersebut digabung, pengertian baru akan terbentuk, yaitu fiksi mini. Fiksi mini adalah kisah fiksi yang hanya terdiri beberapa kalimat saja, tidak lebih dari satu paragraf, tetapi sudah memiliki isi cerita.

Fiksi mini memiliki sejarah sangat panjang. Sejauh yang telah diketahui, dimulai oleh kisah fabel yang ditulis oleh Aesop (620-- 560 SM) yang berbentuk cerita mini, tetapi sudah mampu bercerita dalam kependekannya. Timur Tengah, terutama kisah-kisah sufi memiliki cerita mini yang tak kalah populer, berbentuk anekdot- anekdot, seperti Narsuddin ataupun Abunawas. Tiongkok me- miliki fiksi mini Zen yang sering dianggap lebih menggugah dari- pada tuturan panjang yang sudah ada. Pada tahun 1920, seorang penulis Amerika, Ernest Hemingway menantang temannya bahwa dia bisa menulis cerita utuh hanya dalam enam kata, dan dia me- nyatakan bahwa tulisan tersebut adalah karya terbaiknya.

Fiksi mini berkembang di semua negara, dalam bahasa Inggris kita mengenalnya sebagai flash fiction, sudden fiction ataupun micro fiction , bahkan Sean Borgstrom melontarkan istilah lainnya, yaitu nanofiction . Dalam bahasa Perancis dikenal sebagai nouvelles, orang Jepang menyebutnya “cerita telapak tangan” hal ini tidak lain dise- babkan karena fiksi mini cukup apabila dituliskan pada telapak

Burung-Burung Kertas Burung-Burung Kertas

Fiksi mini bisa dibilang layaknya kalimat iklan: padat, singkat dan memiliki “efek” yang seringkali melebihi karya sastra yang lebih panjang. Seperti dikutip dari Cortazar, perbandingan novel, cerpen, dan fiksi mini bisa diumpamakan: novel seperti pertan- dingan tinju dua belas ronde, cerpen seperti pertandingan tinju dengan jumlah ronde lebih sedikit dan berakhir KO atau TKO, sedangkan fiksi mini bisa digambarkan sebagai pukulan telak yang langsung menyebabkan lawan KO pada kesempatan pertama.

Sebegitu hebatkah fiksi mini? Apakah fiksi mini bisa disebut sebagai kisah fiksi? Apakah fiksi mini bisa diaplikasikan di sekolah? Berapa batasan fiksi mini? Adakah wadah untuk penulis fiksi mini di Indonesia? Bersumber dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, esai ini akan menguraikan “fiksi mini” lebih jelas.

A. Fiksi Mini sebagai Kisah Fiksi

Fiksi mini memang hanya terdiri atas beberapa kalimat, bahkan tidak sedikit yang cukup terdiri dari beberapa kata. Lalu, apakah fiksi mini bisa dikategorikan sebagai kisah fiksi?

Anggapan yang sudah terlanjur berkembang di masyarakat selama ini berpendapat bahwa yang disebut kisah fiksi adalah selalu berbentuk cerpen maupun novel yang hal tersebut terdiri atas satu halaman atau lebih. Padahal secara dasar, kisah fiksi tidak pernah dibatasi oleh berapa jumlah kata, asalkan memenuhi syarat memiliki ide serta penyampaian yang jelas.

Dalam berbagai kesempatan, seperti halnya pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dan juga dunia penerbitan, selalu ditekankan bahwa tulisan dengan panjang sekitar 1000 kata disebut cerpen, sekitar 7500 kata disebut novelet, kemudian lebih dari 50000 kata disebut novel.

Pakem tersebut sudah ditanamkan semenjak siswa duduk di bangku pendidikan dasar, bahkan diulang kembali di pendidikan menengah pertama dan menengah atas. Melengkapi dasar di atas, ditambah pula syarat bahwa sebuah cerita fiksi lengkap memiliki

Burung-Burung Kertas Burung-Burung Kertas

Ernest Hemingway yang disebut sebagai pembangkit fiksi mini modern pernah mengungkapkan, “Cerita fiksi itu cuma enam kata. Selebihnya hanya imajinasi.” Hemingway menyatakan bahwa hal itu tidak lain karena didasarkan pada karyanya yang lahir berkat sikapnya menantang temannya bahwa dia bisa menciptakan sebuah karya fiksi utuh hanya dengan beberapa kata saja. Mari kita simak fiksi mini yang dimaksud:

FOR SALE: Baby shoes, never worn.

(DIJUAL: sepatu bayi, tidak pernah dipakai) Fiksi mini di atas yang ditulis pada tahun 1920 menunjukkan

tulisan yang sangat singkat, tetapi memberi gambaran dan me- maksa pembacanya untuk memikirkan apa kelanjutan dari cerita tersebut, penulis memberikan ruang sangat terbuka karena meng- izinkan pembaca untuk melontarkan imajinasi mereka tanpa ditun- tun olehnya. Kenyataannya, Julius Caesar juga pernah melontarkan sebuah kalimat yang juga bisa kita sebut sebagai sebuah fiksi mini meskipun dahulu tidak dimaksudkan untuk itu. Kita pasti mengenal kalimat ini:

Vini, Vidi, Vici.

(Aku datang, aku lihat, aku menang.) Sekali lagi, contoh di atas memang hanya berupa tiga kata

yang sangat singkat, meskipun begitu, kalimat ini memiliki ide dan penyampaian yang jelas sehingga mampu menggambarkan sesuatu sehingga bisa disebut sebagai sebuah fiksi mini.

B. Fiksi Mini sebagai Sastra Kritik

Jika kita sering membaca fiksi mini, tentunya tidak akan jauh dari satu topik paling khas, yaitu kritikan. Meskipun ada yang tidak dimaksudkan untuk mengritik, fiksi mini pada akhirnya akan berujung pada kritik untuk suatu hal. Dengan kesederhanaan

Burung-Burung Kertas Burung-Burung Kertas

Mari kita simak dua fiksi mini yang di-tweet oleh akun twitter @sandiskanok dan @rkzvberikut ini:

UDIN

“Bu, si Udin mau dikubur kapan?” “Setelah UN-nya selesai, Pak Haji.” Oleh @sandiskanok

DI KANTOR POLISI

“Saya mau lapor kehilangan, Pak.” “Kehilangan apa, Mas?” “Kepercayaan!”

Oleh @rkzv Apa yang dirasakan setelah membaca fiksi mini berbentuk

dialog sederhana di atas? Tersindir? Miris? Sedih? Setuju? Berma- cam-macam emosi bisa terbentuk sesaat setelah membaca per- cakapan di atas. Coba kita kupas kemungkinan maksud dari fiksi mini tersebut.

Fiksi mini pertama merupakan sindiran pada masyarakat luas bahwa masalah UN pun masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian kalangan sehingga urusan pemakaman jenazah pun kalah penting dibanding UN.

Fiksi mini kedua menyinggung masalah sensitif yang saat ini sangat sering dibicarakan, yaitu kepercayaan. Digambarkan, be- tapa sangat susahnya mencari rasa kepercayaan pada banyak hal, sampai-sampai masalah ini pun perlu dilaporkan sebagai sebuah berita kehilangan. Akun twitter@rkzv memilih menanggapi berbagai berita negatif yang setiap hari dilihat ataupun didengar di ling- kungan atau media massa dengan menulis sebuah dialog lugu di atas.

Sebenarnya, bentuk sastra kritik bisa berupa novel atau cer- pen, bahkan puisi. Namun, tidak semua orang bisa kerasan duduk lebih lama untuk membaca beberapa halaman penuh tulisan. Dengan membaca fiksi mini yang hanya tersusun dari beberapa kalimat, orang bisa merasakan sensasi yang sama seperti yang mereka baca berlembar-lembar cerita dengan inti yang serupa.

Burung-Burung Kertas

Lalu, tema apa yang sering dituliskan? Masalah kritik kepe- mimpinan dan ketidakadilan sampai sekarang masih menjadi salah satu topik terlaris untuk ditulis dalam bentuk fiksi mini. Berikut ini beberapa fiksi mini yang menggunakan tema tersebut:

MALAM DITIADAKAN

“Supaya presiden kalian cepat ketemu,” kata Tuhan. Oleh: @sepertihidup_

MENCARI PRESIDEN DALAM TUMPUKAN JERAMI

“Ketemu?” “Tidak. Ini, hanya ada janji-janjinya saja.” Oleh: @penenun_kata

BIAYA SEKOLAH NAIK, BENDERA TURUN SETENGAH TIANG

“Satu lagi teman kita yang harus putus sekolah,” kata ketua kelasku.

Oleh: @puspabr

MENGINAP DI RUMAH TEMAN

“Keren, di langit-langit kamarnya ada bulan dan bintang.”

Oleh: @sibangor

C. Membaca Fiksi Mini sebagai Sastra Digital

Dalam perkembangannya dewasa ini, fiksi mini lebih dikenal masyarakat luas bukan dari teks cetak, melainkan berkat adanya media online, seperti blog, twitter, ataupun forum dan jejaring sosial. Oleh karena itu, muncul istilah baru untuk menyebut fiksi mini, yaitu sebagai

sastra digital, terlebih ketika twitter mulai naik Fiksimini Indonesia daun.

Gambar 1 Logo

Kenapa twitter? Hal ini tidak lain disebabkan karena situs ini memiliki batasan 140 karakter untuk setiap tweet yang dibuat, maka dari itu, fiksi mini sangat sesuai jika ditulis di jejaring ini.

Fiksi mini di Indonesia pun berkembang dengan pesat berkat adanya media twitter ini, yaitu munculnya akun @fiksimini dibuat

Burung-Burung Kertas Burung-Burung Kertas

Salah satu pencapaian terbesar @fiksimini adalah berhasil menggaet lebih dari 132 ribu followers, di mana jumlah fantastis tersebut termasuk sangat jarang dimiliki akun yang berfokus pada sastra. Fiksi mini di Indonesia ini rutin melempar topik baru untuk kemudian ditanggapi pengikutnya dengan menggunakan tweet ber- isi fiksi mini. Contoh kicauan tentang usulan topik sebagai berikut.

@fiksimini: Hai fiksiminier, presidennya sudah ditemukan? Mungkin dia ada di balik imajinasimu. Ayo temukan.

Mengapa fiksi mini dewasa ini mudah sekali berkembang di Indonesia khususnya di dunia maya? Setidaknya ada tiga alasan yang mendasari fenomena di atas. Pertama, jumlah pengguna twitter di Indonesia termasuk dalam lima besar negara yang teraktif berkicau. Alasan kedua, disadari ataupun tidak, Indonesia sudah sangat condong pada era digitali- sasi yang masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu membaca artikel di internet daripada di media cetak. Ketiga, untuk berparti- sipasi dalam @fiksimini tidak mengenal latar belakang, semua pengguna bisa mengirimkan fiksi mini mereka bahkan hanya seba- gai pembaca alias tidak ikut memberi kicauan pun bisa. Hal ini kian meneguhkan bahwa fiksi mini pantas disebut sebagai sastra digital. “Ternyata booming, sampai sekarang dan ternyata selain para penulis banyak banget orang biasa yang bisa nulis, juga ikutan gabung dan menulis juga di @fiksimini,” jelas Oddie.

Akun ini juga rajin mengadakan temu anggota (gathering) dan juga telah menghasilkan beberapa buku fiksi mini. Salah satunya adalah buku Dunia dalam Mata (2013).

Burung-Burung Kertas

Gambar 2 dan 3. Gathering @fiksimini

Penutup

Sebagai bagian dari sastra dan juga memiliki fungsi media penyampai pesan, fiksi mini berhasil bertahan dan semakin ber- kembang. Fiksi mini bisa ditulis dan dinikmati siapa saja, apa pun latar belakang sosial, profesi, ataupun umurnya. “Hampir di semua kota-kota besar ada komunitas fiksiminiers, termasuk di Bandung. Tak hanya yang aktif mengirim tulisan ke @fiksimini saja, tetapi penikmat (yang hanya sekadar membaca timeline fiksimini-red) saja juga bisa ikutan,” ujar Michan, salah satu anggota aktif @FmersBdg.

Selain keaktifan di dunia maya, fiksi mini juga telah banyak merambah dunia cetak. Ini tentu saja memberi napas segar bagi sastra Indonesia dan dunia karena bisa lebih mengenalkan pada masyarakat yang belum terbiasa dengan bentuk sastra yang satu ini sehingga khalayak luas mengetahui bahwa bentuk sastra po- puler yang ada tidak hanya puisi, novel, dan cerpen, tetapi fiksi mini juga dapat mengambil peran. Di sekolah pun, guru bisa ber- inisiatif memasukkan fiksi mini ke dalam materi pelajaran.

Tidak semua orang mampu menulis panjang dan menyelesai- kan naskah cerita, tetapi semua orang bisa menulis fiksi mini. Pen- dapat ini sejalan dengan Agus Noor, pencetus @fiksimini yang per- nah menuliskan 14+1 Diktum Fiksimini pada tahun 2010:

Diktum Fiksimini 1: Menceritakan seluas mungkin dunia, dengan seminim mungkin kata. Diktum Fiksimini 2: Ibarat dalam tinju, fiksimini serupa satu pukulan yang telak dan menohok. Diktum Fiksimini 3: Kisahnya ibarat lubang kun- ci, yang justru membuat kita bisa “mengintip” dunia secara berbeda. Diktum Fiksimini 4: Bila novel membangun du-

Burung-Burung Kertas Burung-Burung Kertas

Daftar Bacaan

Tim Penyusun Kamus. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Biodata Penulis

Muhammad Ikhwan Anas. Tinggal di Dhuri, RT 05/20, Tirtomartani, Kalasan, Sleman. Saat ini Muhammad Ikhwan Anas kuliah di Universitas Gadjah Mada, Jurusan Ilmu Komunikasi. Jika ingin berkorespondensi dengan Muhammad Ikhwan Anas dapat menghubungi HP: 081904008875.-

Burung-Burung Kertas