TEUNGKU HAJI ABDULLAH UJONG RIMBA

3. TEUNGKU HAJI ABDULLAH UJONG RIMBA

Teungku Haji Abdullah Ujongrimba dilahirkan di Kampung Ujongrimba Kabupaten Pidie pada tahun 1900. Orang tuanya bernama Teungku Haji Hasyim masih keturunan Uleebalang Peusangan Aceh Utara. Seperti umumnya pada masyarakat Aceh pendidikan dasar yang diperoleh seorang anak dalam keluarga adalah diberikan dari orang tua mereka, terutama yang berhubungan dengan pendidikan agama dan akhlak. Karenannya Teungku Hasyim memilih lembaga pendidikan dayah sebagai alternatif pendidikan bagi Abdullah Ujong Rimba. Dayah yang pertama dilalui oleh Teungku Haji Abdullah Ujongrimba adalah Dayah Ie leubeu, selanjutnya ke Dayah Lamsi pimpinan Teungku Panglima Polem Muhammad Daud di Kabupaten Aceh Besar. Di Dayah ini beliau

memperdalam ilmu hadis, tafsir dan fikih. 66 Pada tahun 1924 (1344 Hijriah) Teungku Haji

Abdullah Ujongrimba berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan melakukan studi. Beliau bermukim di Mekkah selama tiga tahun dan selama berada di sana ia memperdalam ilmu tafsir,

66 Ibid. hlm. 14.

fikih, sejarah, mantik, ilmu kalam dan juga berguru pada mursyid Tarekat Al Haddadiyah.

Sekembalinya dari tanah Suci beliau mendirikan sebuah pusat pendidikan Islam yang diberi nama Dayah Ujongrimba. Di Dayah inilah ia mengembangkan ilmunya. Bahkan bersama dengan Teungku Muhammad Daud Beureu-eh beliau merubah pola pendidikan Islam di Aceh yang semula berbentuk Dayah-Dayah tradisional menjadi madrasah-madrasah, serta menambah kurikulum dengan ilmu bahasa Inggris dan Belanda.

Meskipun Teungku Haji Abdullah Ujongrimba adalah seorang yang menganut tharikat Haddadiyah namun ia tidak dapat membenarkan aliran-aliran kebatinan yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Ia melarang praktek-praktek tharikat yang bertujuan untuk mencari uang dengan mengkultuskan diri sendiri supaya dianggap orang sebagai ”ulama keramat”. Untuk memberantas aliran-aliran kebatinan dan praktek-praktek tharikat yang salah maka ia mengarang tiga buah buku yaitu:

1. Kitab Salek Buta yang bertujuan memberantas aliran- aliran kebatinan yang berasal dari paham Wahdatul Wujud.

2. Kitab Ilmu Tharekat yang bertujuan memberi keterangan tentang tarekat yang benar dan tarekat yang salah.

3. Kitab Hakikat Islam yang bertujuan menjelaskan ajaran Islam yang sebenarnya.

Dari karya tulis ketiganya dapat dijelaskan bahwa meskipun Teungku Haji Abdullah Ujongrimba menganut tarekat Al Haddadiyah namun beliau sama sekali tidak dapat membenarkan aliran-aliran kebatinan yang telah menyeleweng dari ajaran agama Islam. Beliau menentang tarekat-tarekat yang bertujuan mencari uang dengan mengkultuskan diri sendiri supaya dianggap sebagai ulama keramat.

Kiprah Teungku Haji Abdullah Ujongrimba dalam organisasi dan politik diantaranya; beliau bergerak dalam organisasi PUSA. Atas kegelisahannya dengan kondisi negara Republik Indonesia, maka beliau bersama-sama dengan Teungku Muhammad Daud Beureueh bersama ulama-ulama lainnya mendirikan Negara Islam yang dinamakan Darul Islam dengan tentaranya yang bernama Tentara Islam Indoneisa (TII). Akan tetapi pada tahun 1956 beliau kembali ke pangkuan RI .

Kiprahnya di dunia pemerintahan juga tercatat pada masa Jepang beliau menjadi anggota Atjeh Syu Syuko Hoin (Mahkamah Tinggi Agama Daerah Aceh), Tahun 1946 menjadi ketua Mahkamah Syariah Kabupaten Pidie di Sigli, dan pada tahun 1960 menjadi ketua Syariah Daerah Istimewa Aceh di Banda Aceh hingga pensiun. Pada tahun 1968 beliau diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dalam satu periode dan karenanya mendapat bintang Mahaputra kelas III. Dalam Pemilihan Umum tahun 1977 dan 1982 Teungku Haji Abdullah Ujongrimba terdaftar menjadi calon anggota DPR dalam daftar Golkar dan beliau terpilih, tetapi Kiprahnya di dunia pemerintahan juga tercatat pada masa Jepang beliau menjadi anggota Atjeh Syu Syuko Hoin (Mahkamah Tinggi Agama Daerah Aceh), Tahun 1946 menjadi ketua Mahkamah Syariah Kabupaten Pidie di Sigli, dan pada tahun 1960 menjadi ketua Syariah Daerah Istimewa Aceh di Banda Aceh hingga pensiun. Pada tahun 1968 beliau diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dalam satu periode dan karenanya mendapat bintang Mahaputra kelas III. Dalam Pemilihan Umum tahun 1977 dan 1982 Teungku Haji Abdullah Ujongrimba terdaftar menjadi calon anggota DPR dalam daftar Golkar dan beliau terpilih, tetapi

Teungku Haji Abdullah Ujongrimba adalah orang yang eksis dalam menentang ajaran komunis. Pada saat beliau menjabat sebagai ketua Mahkamah Syariah/ Pengadilan Agama Daerah Istimewa Aceh, Panglima Kodam I Iskandar Muda selaku Penguasa Perang Daerah Istimewa Aceh meminta pendapat mengenai G 30 S PKI dalam pandangan hukum Islam, salah satunya kepada Teungku Haji Abdullah Ujongrimba. Pada saat itu juga sedang berlangsung musyawarah Alim Ulama se Daerah Istimewa Aceh pada tanggal 17--18 Desember 1965 yang dihadiri sebanyak 56 alim ulama terkemuka di seluruh Aceh. Musyawarah tersebut dipimpin oleh Teungku Haji Abdullah Ujongrimba yang menghasilkan keputusan- keputusan penting yaitu Komunisme Kufur/haram hukumnya, penganutnya yang sadar adalah kafir, pelaku G

30 S PKI adalah kafir harbi yang wajib ditumpas, pembubaran PKI wajib hukumnya. Sebagai hasil pembicaraan tersebut diambil kesimpulan bahwa peristiwa

G 30 S PKI adalah masalah penting dan perlu ditangani sesegera mungkin. Sehingga pada tanggal 19 Desember 1965 Panglima Kodam I Iskandar Muda mengumumkan pembubaran Partai Komunis Indonesia dan organisasi- organisasi bawahannya di Daerah Istimewa Aceh. Selain itu musyawarah memutuskan untuk mendirikan sebuah organisasi ulama yang diberi nama Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh (MUI) sekarang menjadi Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) dan sebagai ketua pertama terpilih Teungku Haji Abdullah Ujongrimba.

Sejak terpilih sebagai ketua Majelis Ulama beliau terus menerus menjadi ketua. Namun karena kondisi kesehatannya mulai menurun, tidak memungkinkan lagi untuk memimpin organisasi tersebut. Akhirnya pada tahun 1982 terjadi perubahan pengurus, kedudukan ketua Majelis Ulama digantikan oleh Ali Hasjmy sedangakan Teungku Haji Abdullah Ujongrimba mendapat kedudukan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Daerah Istimewa Aceh. Pada tanggal 11 September 1983 Teungku Haji Abdullah Ujongrimba berpulang ke rahmatullah, maka Aceh kehilangan satu lagi ulama besar.