R. LEAVIS : PEMIKIRAN KESUSASTERAAN-SOSIAL DAN KOMUNITAS ORGANIK

F.R. LEAVIS : PEMIKIRAN KESUSASTERAAN-SOSIAL DAN KOMUNITAS ORGANIK

F.R. Leavis menulis pada tahun 1930 dalam suatu pamflet yang berjudul ‘Mass Civilization and Minority Culture’ (‘Peradaban Massa dan Budaya Minoritas’) yang sering dikutip untuk memperlihatkan posisi pemikirannya mengenai budaya sebagai berikut :

Dalam periode apapun, budaya tergantung pada sekelompok kecil minoritas yang mengapresiasikan seni dan kesusasteraan secara kritis. Hanya sedikit saja orang (terpisah dari kasus yang sederhana dan familiar) yang mempunyai kemampuan memberi penilaian yang orisinil dan tidak tergesa-gesa. Mereka tetaplah kelompok minoritas kecil, tetapi justru menjadi mayoritas dalam kemampuan memberikan penilaian pertama melalui respon personal yang orisinil…kelompok minoritas ini bukan hanya mampu mengapresiasi Dante, Shakespeare, Baudelaire, Hardy (sebagai contoh yang besar) tapi juga mengakui bahwa warisan-warisan mereka yang terakhir mengandung kesadarasan ras (atau percabangannya) pada waktu tertentu. Pada kelompok minoritas inilah, kita menggantungkan kekuatan untuk memperoleh manfaat atas pengalaman hidup terbaik di masa lalu; mereka tetap mempertahankan bagian-bagian tradisi yang paling halus dan tidak dapat dimusnahkan. Di dalamnya tergantung standar-standar yang secara implisit mengatur kehidupan yang lebih baik pada suatu masa, dengan suatu alasan bahwa hidup haruslah lebih baik daripada yang ada sekarang, dan karenanya menjadi arah yang harus dicapai. Dalam mempertahankan tradisi itu…terdapat bahasa, Dalam periode apapun, budaya tergantung pada sekelompok kecil minoritas yang mengapresiasikan seni dan kesusasteraan secara kritis. Hanya sedikit saja orang (terpisah dari kasus yang sederhana dan familiar) yang mempunyai kemampuan memberi penilaian yang orisinil dan tidak tergesa-gesa. Mereka tetaplah kelompok minoritas kecil, tetapi justru menjadi mayoritas dalam kemampuan memberikan penilaian pertama melalui respon personal yang orisinil…kelompok minoritas ini bukan hanya mampu mengapresiasi Dante, Shakespeare, Baudelaire, Hardy (sebagai contoh yang besar) tapi juga mengakui bahwa warisan-warisan mereka yang terakhir mengandung kesadarasan ras (atau percabangannya) pada waktu tertentu. Pada kelompok minoritas inilah, kita menggantungkan kekuatan untuk memperoleh manfaat atas pengalaman hidup terbaik di masa lalu; mereka tetap mempertahankan bagian-bagian tradisi yang paling halus dan tidak dapat dimusnahkan. Di dalamnya tergantung standar-standar yang secara implisit mengatur kehidupan yang lebih baik pada suatu masa, dengan suatu alasan bahwa hidup haruslah lebih baik daripada yang ada sekarang, dan karenanya menjadi arah yang harus dicapai. Dalam mempertahankan tradisi itu…terdapat bahasa,

penggunaan bahasa semacam itu dimaksutkan. 7

Leavis merupakan sosok terkemuka dalam dunia akademik Inggris, dimana orang belajar kepadanya tentang bahasa Inggris dan kritik kesusasteraan yang dihargai sebagai arah menuju kehidupan yang lebih baik. Pencerahan merupakan intisari semua hal yang bersifat murni dan berharga untuk kondisi manusia, serta menjadi obat yang bersifat universal (panacea) bagi kondisi yang tersia-siakan dan mengganggu masyarakat secara keseluruhan. Seorang profesor sastra Inggris pernah mengatakan bahwa :

Inggris sakit, dan…. kesusastraan Inggris harus menyelamatkannya. Gereja-gereja (sebagaimana yang saya pahami) telah gagal dan pengobatan sosial berjalan sangat lambat, kesusastraan Inggris kini memiliki tiga fungsi sekaligus : yang pertama masih seperti yang saya kira, untuk menghibur dan mengatur diri kita, tapi juga di atas segalanya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan

memperbaiki negara. 8

Tetapi Leavis bukan sosok yang eksentrik, misterius dan hidup di dunia lain. Idenya lebih banyak bersumberkan dari semangat untuk mengikuti perubahan zaman. Mengikuti jalur pemikiran Arnold dan yang lainnya dalam sastra Romantis seperti yang kita bahas di bab

1, dimana ada keluh-kesah dan keresahan di kalangan intelektual yang secara radikal menentang kerusakan yang disebarkan melalui kemajuan yang disebut sebagai industrialisasi. Kerusakan ini semakin diperburuk pada awal abad ke-20 melalui kejadian mengerikan selama empat tahun dan sampah-sampah ‘rasional’ dan ‘mekanis’ yang dihasilkan oleh Perang Dunia Pertama.

Minimalisasi yang bersifat monumental serta kepedihan dalam proporsi yang secara langsung menyertai akhir suatu zaman (fin de siecle), telah melahirkan optimisme sejarah secara terbalik. Sementara itu, retorika konvensional pasca-pencerahan (post- enlightment) sepertinya menjalankan apa yang justru tidak dapat menjadi yang terbaik, dan karena itu kita harus mengantisipasinya dan mempercepat tahapan berikutnya dalam evolusi budaya kita. Apa yang sekarang berproses merupakan suatu hasrat besar di masa lalu. Ketika semua pernyataan terbuka tentang ‘hal-hal yang baik di masa lalu’, keadaan historis yang sesungguhnya jauh sekali dari kenyataaan dan lebih dapat disepakati sebagai instrospeksi ketimbang hambatan perubahan yang bersifat aktual. ‘Komunitas organik’ dalam fantasi Leavis dan memori-memori merupakan hal yang tidak spesifik pada abad ke-17 di Inggris ketika peradaban secara jelas telah mencapai puncaknya dalam sebuah integrasi antara kepala (pikiran/kognisi) dan hati (emosi/afeksi), mata dan pikiran, serta alam dan budaya.

Adalah tradisi kesusasteraan dimana tanggung-jawab memelihara keberlanjutan harus diletakkan…. Apa yang kita rasakan hilang adalah komunitas organik dimana budaya yang hidup direpresentasikan. Lagu rakyat, tarian rakyat, peternakan domba (Cotswold cottages) dan produk kerajinan tangan merupakan Adalah tradisi kesusasteraan dimana tanggung-jawab memelihara keberlanjutan harus diletakkan…. Apa yang kita rasakan hilang adalah komunitas organik dimana budaya yang hidup direpresentasikan. Lagu rakyat, tarian rakyat, peternakan domba (Cotswold cottages) dan produk kerajinan tangan merupakan

untuk mencegah pertumbuhan hal-hal baru. 9

Dalam banyak hal, narasi singkat ini tidak dapat ditangkap kembali oleh kebanyakan orang, yang akhirnya hanya menjadi takdir dan tujuan segelintir orang saja.

Selama hampir 1 dekade, Leavis terkunci dalam suatu perdebatan dengan C.P. Snow 10 yang tesisnya mengatakan bahwa, jauh dari apa yang menjadi inti budaya dimana

modernitas disamarkan, kenyataannya ada dua inti budaya yaitu sastra-artistik dan sastra- ilmiah, dimana karya sastra ilmiah-lah yang menjadi kejayaan khusus modernitas. Dua ruang pengetahuan ini meski berbeda tetapi sejajar dan integral bagi konsumsi orang- orang terpelajar, misalnya mengabaikan fisika kontemporer sebanding dengan mengabaikan Shakespeare. Lepas dari kenyataan bahwa secara analitis pandangan Leavis yang menantang ini menekankan bahwa suatu budaya bersama didapati dalam bahasa bersama, dimana ‘suatu bahasa adalah suatu kehidupan’. Snow mempunyai suatu pilihan implisit untuk budaya ilmiah dan populis yang mendukung vocasionalisme (suatu pandangan tentang kualifikasi) baru. Perdebatan ini secara ekstrem bersifat antagonis dan terbagi atas enam bentuk landasan ‘estetika’ yang membedakan diri dari ilmuwan ‘barbar’ (liar) yang mewarisi bumi dan nyaris menghancurkannya. Meskipun pandangan ini halus dan menarik, pada level tertentu, tidak ditangkap adanya bahaya dalam memahami pesan Leavis yang rumit melalui detil interpretasi dan ironi. Baik secara demonstratif maupun secara sengaja, kehidupan sosial tidak lagi dihargai sebagai suatu pengalaman yang serupa bagi semua orang. Orang ditandai karena intelektulitas mereka dan kemampuan mereka untuk membedakan penilaian, mereka dibedakan berdasarkan ukuran-ukuran ini, dan kelompok yang layak adalah yang berada dalam kaitan dengan tanda-tanda penting perbedaan ini. ‘Dunia ketiga’ bagi Leavis merupakan dunia kemasyarakatan, yakni ‘yang secara kolaboratif menciptakan dunia bagi manusia’. Suatu dunia yang bukan publik ataupun personal (bersifat pribadi)’, atau sebuah dunia yang berkembang dari ruang budaya yang umum ke budaya milik kelompok minoritas yang terpisahkan oleh modernitas tetapi secara potensial dimediasikan melalui bahasa, seni dan sastra, serta kritik, dan semuanya terikat pada tradisi kekusasteraan ‘dimana tradisi semacam itu menjadi representasi kesadaran ras yang terbaik…dan memberikan pertukaran bagi kehidupan yang lebih baik’, disini tradisi budaya berada ‘dalam semua standar yang melampaui tingkatan manusia biasa’. Kecerdasaan umum yang secara bebas tidak terspesialisasi harus mampu melampaui waktu, mayoritas, dan ditempatkan di dalam tradisi sebagai yang terbaik. Pusat superioritas harus berpegang pada ‘kebaikan untuk semua orang’ dan elit yang mengawasi akan tersebar di dalam pusat tersebut. Status keistimewaan (privelege) mensyaratkan kelemahan yang dalam oposisi biner, sebagaimana halnya budaya minoritas memperoleh statusnya yang berbeda sebagai oposisi yang berlawanan dengan budaya kebanyakan. Literatur yang hebat mencakup elemen-elemen esensial pengalaman manusia, manifestasi individual pengarangnya, dan modernitas disamarkan, kenyataannya ada dua inti budaya yaitu sastra-artistik dan sastra- ilmiah, dimana karya sastra ilmiah-lah yang menjadi kejayaan khusus modernitas. Dua ruang pengetahuan ini meski berbeda tetapi sejajar dan integral bagi konsumsi orang- orang terpelajar, misalnya mengabaikan fisika kontemporer sebanding dengan mengabaikan Shakespeare. Lepas dari kenyataan bahwa secara analitis pandangan Leavis yang menantang ini menekankan bahwa suatu budaya bersama didapati dalam bahasa bersama, dimana ‘suatu bahasa adalah suatu kehidupan’. Snow mempunyai suatu pilihan implisit untuk budaya ilmiah dan populis yang mendukung vocasionalisme (suatu pandangan tentang kualifikasi) baru. Perdebatan ini secara ekstrem bersifat antagonis dan terbagi atas enam bentuk landasan ‘estetika’ yang membedakan diri dari ilmuwan ‘barbar’ (liar) yang mewarisi bumi dan nyaris menghancurkannya. Meskipun pandangan ini halus dan menarik, pada level tertentu, tidak ditangkap adanya bahaya dalam memahami pesan Leavis yang rumit melalui detil interpretasi dan ironi. Baik secara demonstratif maupun secara sengaja, kehidupan sosial tidak lagi dihargai sebagai suatu pengalaman yang serupa bagi semua orang. Orang ditandai karena intelektulitas mereka dan kemampuan mereka untuk membedakan penilaian, mereka dibedakan berdasarkan ukuran-ukuran ini, dan kelompok yang layak adalah yang berada dalam kaitan dengan tanda-tanda penting perbedaan ini. ‘Dunia ketiga’ bagi Leavis merupakan dunia kemasyarakatan, yakni ‘yang secara kolaboratif menciptakan dunia bagi manusia’. Suatu dunia yang bukan publik ataupun personal (bersifat pribadi)’, atau sebuah dunia yang berkembang dari ruang budaya yang umum ke budaya milik kelompok minoritas yang terpisahkan oleh modernitas tetapi secara potensial dimediasikan melalui bahasa, seni dan sastra, serta kritik, dan semuanya terikat pada tradisi kekusasteraan ‘dimana tradisi semacam itu menjadi representasi kesadaran ras yang terbaik…dan memberikan pertukaran bagi kehidupan yang lebih baik’, disini tradisi budaya berada ‘dalam semua standar yang melampaui tingkatan manusia biasa’. Kecerdasaan umum yang secara bebas tidak terspesialisasi harus mampu melampaui waktu, mayoritas, dan ditempatkan di dalam tradisi sebagai yang terbaik. Pusat superioritas harus berpegang pada ‘kebaikan untuk semua orang’ dan elit yang mengawasi akan tersebar di dalam pusat tersebut. Status keistimewaan (privelege) mensyaratkan kelemahan yang dalam oposisi biner, sebagaimana halnya budaya minoritas memperoleh statusnya yang berbeda sebagai oposisi yang berlawanan dengan budaya kebanyakan. Literatur yang hebat mencakup elemen-elemen esensial pengalaman manusia, manifestasi individual pengarangnya, dan

Penyatuan masyarakat melalui budaya, sebagaimana yang direkomendasikan Leavis, akan terjadi melalui program pendidikan liberal. Program semacam ini akan memungkinkan publik yang sangat terpelajar menuntut kembali contoh-contoh yang paling vital dalam kehidupan sosial, politik dan moralitas.

Karena itu, publik secara total akan merepresentasikan perlunya mereka mempertimbangkan kompleksitas kehidupan dikarenakan perubahan waktu yang cepat, untuk memastikan bahwa pencapaian, spritual dan manusiawi, merupakan pencapaian kreatif yang paling mendasar dari peradaban kita, yang seharusnya

menjadi keuntungan permanen dan terpelihara dalam warisan budaya. 11

Gagasan Leavis, tersebar melalui tulisannya banyak, serta ajaran dan formulasinya untuk perdebatan kritis melalui jurnal Scruinity (Pengawasan), yang mempunyai dampak yang patut dipertimbangkaan pada kritik budaya, baik selama masa kehidupannya ataupun sesudahnya. Sebagaimana juga pemikir kontemporer yang berasal dari Cambridge, T.S. Elliot.