4. Model Komunikasi Shannon & Weaver (1949)

Gambar 4.4. Model Komunikasi Shannon & Weaver (1949)

Sumber: Hill et al. (2007)

Model komunikasi Shannon dan Weaver terinspirasi dari bentuk komunikasi yang terjadi via telepon yang bersifat linier. Gambar di atas menunjukkan pelaku komunikasi beserta proses yang dijalankannya. Sumber komunikasi adalah komunikator atau pengirim pesan. Pesan diteruskan melalui proses transmisi (dengan telepon sebagai alat) dan diterima oleh orang yang dituju atau disebut sebagai tujuan pesan (melalui alat penerima pada telepon). Gangguan komunikasi (noise) adalah bagian yang penting dalam model Shannon dan Weaver. Gangguan, mengacu pada Hill (2007) dapat diaplikasikan dalam komunikasi tatap muka, seperti halnya pada komunikasi dengan menggunakan alat atau medium. Ada tiga jenis gangguan dalam transmisi pesan seperti diindentifikasi oleh Shannon dan Weaver, yang juga relevan dalam konteks komunikasi tatap muka.

a. Gangguan Teknis

Pada tingkatan pertama disebut gangguan teknis. Gangguan teknis pada komunikasi tatap muka dapat terjadi melalui kelebihan-kelebihan (redundancy) yang terekspresikan dalam bahasa yang digunakan. Seringkali komunikator melakukan pengulangan yang tidak efisien, menggunakan frasa-frasa atau ungkapan-ungkapan yang tidak terlalu Pada tingkatan pertama disebut gangguan teknis. Gangguan teknis pada komunikasi tatap muka dapat terjadi melalui kelebihan-kelebihan (redundancy) yang terekspresikan dalam bahasa yang digunakan. Seringkali komunikator melakukan pengulangan yang tidak efisien, menggunakan frasa-frasa atau ungkapan-ungkapan yang tidak terlalu

b. Gangguan semantis

Tingkatan kedua pada kategori gangguan komunikasi disebut gangguan semantis. Gangguan semantis muncul ketika pesan atau konten yang disampaikan disalahartikan, dimaknakan dengan cara yang salah atau karena bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang berkomunikasi. Gangguan ini dapat terjadi karena aksen atau dialek yang berbeda antara komunikator dengan orang yang mendengarkan, karena kecepatan berbicara atau karena perbedaan penggunaan kata.

c. Gangguan dalam efektivitas komunikasi

Tingkatan ketiga berkaitan dengan efektivitas komunikasi, diukur dari orang yang menjadi tujuan komunikasi (pendengar/penerima pesan). Bila seorang komunikator menggunakan cara komunikasi yang sama tanpa memperhatikan cara komunikasi yang dapat diterima oleh pendengarnya, maka hal ini dapat menjadi gangguan. Inilah yang menyebabkan seorang pembicara yang dianggap seorang pembicara yang baik dalam sebuah budaya atau pada sebuah konteks (tempat dan waktu) tertentu tidak dapat diterima oleh budaya lain atau di tempat dan waktu yang berbeda. Bila pembicara tersebut menggunakan metode yang sama untuk menyampaikan pesan pada semua pendengar atau audiens, maka kemungkinan besar audiens tidak akan menangkap pesan secara efektif. Pertimbangan ini sangat penting bila seseorang akan berbicara di depan audiens yang luar dengan latar belakang yang beragam.

Berbeda dengan Pratt, Hirst dan Peters (1970) mendefinisikan konsep Berbeda dengan Pratt, Hirst dan Peters (1970) mendefinisikan konsep

Sejalan dengan konsep pengajaran tersebut, aspek komunikasi dapat dikatakan sebagai tulang punggung sebuah proses pengajaran efektif. Bila guru atau pengajar berposisi sebagai komunikator atau pembicata sementara peserta didik atau siswa berposisi sebagai komunikan atau audiens. Sementara itu, konten atau materi yang diberikan untuk peserta didik ekuivalen dengan apa yang dinamakan komunikasi sebagai pesan. Dalam konteks ini, peserta didik bukan sekedar pihak yang menerima konten pengajaran yang ditransmisikan. Alih-alih sebagai agen transmisi pesan, komunikator dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator, sementara peserta didik memainkan fungsi interpretatif dalam memaknakan dan memahami materi yang disampaikan sebagai proses belajar. Hubungan antara ketiga aspek tersebut—guru sebagai komunikator, materi pembelajaran sebagai pesan serta peserta didik sebagai audiens yang memaknakan materi— dalam sebuah sistem komunikasi terrefleksikan lewat model yang dikemukakan oleh Osgood dan Schramm (1956) seperti tergambar di bawah ini:

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52