22
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha
sektor formal. d.
Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung serta usaha makro.
e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor rill
masyarakat banyak. f.
Sistem mobilisasi dan pemberdayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti zakat.
g.
Dampak sosial negatif dari program penyesuaian
struktural structural adjusment program.
h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana.
j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.
k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin Siagian, 2012 :
114-116
2.2 Modal Sosial
sosial capital
Menurut Robert Putnam, 1993 bahwa modal sosial adalah modal fisik dan modal manusia yang mengacu pada organisasi sosial dengan jaringan sosial, norma-norma, dan kepercayaan
sosial yang dapat menjembatani terciptanya kerjasama dalam komunitas sehingga terjalin kerjasama yang saling menguntungkan Haryanto, 2011. Menurut Pierre Bourdieu, 1998 bahwa
Modal sosial adalah agregat dari sumber-sumber yang aktual atau potensial yang dikaitkan
Universitas Sumatera Utara
23
dengan pemilikan jaringan yang tahan dari hubungan yang bersifat institusional dalam hal kepemilikan dan rekognesi yang timbal balik Haryanto, 2011.
Menurut Schaft dan Brown, 2002 dalam Malaudi modal sosial adalah norma dan jaringan yang melancarkan interaksi sosial sehingga segala urusan bersama masyarakat dapat
diselenggarakan dengan mudah menurut Fukuyama, 1999 dalam Malaudi bahwa modal sosial adalah serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu
kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerja sama diantaramereka. Menurut Winter, 2000 dalam Malaudi menjelaskan bahwa modal sosial merupakan wujud nyata dari suatu institusi
kelompok yang merupakan jaringan koneksi yang bersifat dinamis bukan alami. Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa modal sosial adalah modal yang dimiliki individu
manusia yang mengacu pada perilaku yang kooperatif yang mengacu pada organisasi sosial dengan jaringan sosial, norma-norma, kepercayaan sosial yang dapat menjembatani terciptanya
kerjasama yang menguntungkan untuk mendorong pada adannya keteraturan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
1. Kepercayaan Sebagai Modal Sosial
Fukuyama 2002 berpendapat bahwa unsur terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan yang merupakan perekat bagi langgengnya kerjasama dalam kelompok masyarakat.
Dengan kepercayaan orang-orang akan bisa bekerjasama secara lebih efektif. Sebagaimana menurut James Coleman Jousairi, 2006 menyatakan sistem yang terbentuk dari rasa saling
percaya merupakan komponen modal sosial sebagai basis dari kewajiban kewajiban dan harapan masa depan, yang oleh Putnam 1993 lebih jauh mengemukakan bahwa kepercayaan atau
perasaan saling mempercayai merupakan sumber kekuatan modal sosial yang dapat
Universitas Sumatera Utara
24
memepertahankan keberlangsungan perekonomian yang dinamis dan kinerja pemerintahan yang efektif.
Dalam bukunya, Fukuyama 1995 rasa saling percaya dan saling mempercayai menentukan kemampuan suatu bangsa untuk membangun kemajuan masyarakat dan institusi-
institusi di dalamnya guna mencapai kemajuan, rasa saling percaya juga akan mempengaruhi semangat dan kemampuan berkompetisi secara sehat di tengah masyarakat. Rasa percaya itu
tumbuh dan berakar dari nilai-nilai yang melekat pada budaya kelompok. Fukuyama membahas tentang modal sosial di negara-negara yang kehidupan sosial dan ekonominya sudah modern dan
kompleks. Elemen modal sosial yang menjadi pusat kajian Fukuyama adalah kepercayaan karena menurutnya sangat erat kaitannya antara modal sosial dengan kepercayaan. Fukuyama mengurai
secara mendalam tentang bagaimana kondisi kepercayaan dalam komunitas di beberapa negara, dan mencoba mencari korelasinya dengan tingkat kehidupan ekonomi negara bersangkutan.
2. Jaringan Sosial
Jaringan sosial terjadi berkat adanya keterkaitan antara individu dan komunitas. Keterkaitan mewujud didalam beragam tipe kelompok pada tingkat lokal maupun di tingkat lebih
tinggi. Jaringan sosial yang kuat antara sesama anggota dalam kelompok mutlak diperlukan dalam menjaga sinergi dan kekompakan. Apalagi jika kelompok sosial kapital itu bentuknya
kelompok formal. Adanya jaringan-jaringan hubungan sosial antar individu dalam modal sosial memberikan manfaat dalam konteks pengelolaan sumberdaya milik bersama, karena ia
mempermudah koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan yang bersifat timbal balik, itulah yang dikatakan Putnam 1995 tentang jaringan sosial sebagai salah satu elemen dari modal
sosial. Sebagaimana dikutip dari Badaruddin dalam buku Nasution 2005, dengan pelibatan warga dalam jaringan sosial yang akan menjadi satuan sosialorganisasi lokal, maka terciptalah
Universitas Sumatera Utara
25
apa yang disebut Putnam 1995 dengan kemampuan warga kolektif mengalihkan kepentingan saya menjadi kita terbangunlah kekompakan dan solidaritas antar warga.
Jaringan sosial terdiri dari lima unsur yang meliputi: adanya partisipasi, pertukaran timbal balik, solidaritas, kerjasama, dan keadilan Lubis, 2001. Konsep partisipasi menurut
Mikkelsen Susiana, 2002 dapat diartikan sebagai alat untuk mengembangkan diri sekaligus tujuan akhir. Keduanya merupakan satu kesatuan dan dalam kenyataan sering hadir pada saat
yang sama meskipun status, strategi serta pendekatan metodologinya berbeda. Partisipasi akan menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan
penting yang menyangkut masyarakat banyak. Partisipasi juga menghasilkan pemberdayaan, di mana setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut kehidupannya. Dalam jaringan sosial, partisipasi memegang peranan yang cukup penting, karena
kerjasama yang ada dalam komunitas dapat terjadi karena adanya partisipasi individu-individu. Solidaritas adalah faktor utama dalam merekatkan hubungan sosial dalam sebuah komunitas.
Karena rasa solidaritas masyarakat bisa menyatukan persepsinya tentang hal yang ingin mereka perjuangkan. Merujuk pada teori
Emile Durkheim Ritzer, 2003, solidaritas itu terdiri dari dua jenis, yaitu
mechanical solidarity
dan
organic solidarity
. Apa yang membedakan kedua jenis solidaritas ini adalah sumber dari solidaritas mereka, atau hal apa yang telah menyatukan mereka. Kuncinya adalah
pembagian kerja. Pada solidaritas organisasi kondisi masyarakat cenderung sudah sangat kompleks, masing-masing orang memiliki spesialisasi pekerjaan yang banyak jumlahnya, modal
sosial muncul bukan karena kesamaan pekerjaanpenghidupan, tetapi lebih pada tujuan lain misalnya perjuangan memperoleh pendidikan yang layak.
Universitas Sumatera Utara
26
Pada solidaritas mekanis, pekerjaan masyarakat cenderung sama dan modal sosial muncul karena tujuan-tujuan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, misalnya pada masyarakat
petani atau nelayan.
Collective Conscience
adalah argumen yang dipakai Durkheim dalam mempertegas perbedaan antara solidaritas mekanis dan solidaritas organis.
Collective conscience
adalah kesadaran kolektif dari anggota masyarakat bahwa mereka adalah bagian dari kelompok, suku atau bangsa. Apa yang menyatukan mereka adalah perasaan bahwa pengetahuan dan ide
orang perorang tidak akan menghasilkan manfaat yang signifikan, berangkat dari hal tersebut mereka menyatukan diri bersama, dengan asumsi bahwa kekuatan pikiran dan ide-ide bersama
akan lebih bermanfaat dan mempunyai tekanan yang lebih efektif daripada secara individual. Unsur lainnya dalam jaringan sosial adalah kerjasama. Kerjasama adalah jaringan suatu
usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Hampir pada semua kelompok manusia dapat ditemui adanya pola-
pola kerjasama. Kerjasama timbul karena individu memiliki orientasi terhadap kelompoknya atau terhadap kelompok lain. Charles H. Cooley Soekanto, 1997 menggambarkan kerjasama
sebagai: Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan- kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan
penggendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan
fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna.
3. Norma Sosial
Norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nila-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang komunitas. Norma dapat
bersumber dari agama, panduan moral maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik
Universitas Sumatera Utara
27
profesional. Norma-norma dibangun dan diterapkan untuk mendukung iklim kerja sama Putnam, 2002. Norma-norma merupakan prakondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.
Norma mengacu kepada adanya suatu aturan yang mengatur kegiatan dan prilaku anggota di dalamnya, bahwa norma terbentuk dalam bentuk kewajiban soaial karena adanya pertukaran
yang terjadi berulang-ulang dengan memegang prinsip saling menguntungkan. Setelah itu norma membentuk suatu hak dan kewajiban bersifat resiprokal antara kedua belah pihak yang terlibat
dalam pertukaran. Pranata sosial merupakan salah satu elemen penting dan modal sosial selain dari kepercayaan dan jaringan sosial. Pranata terdiri dari nilai-nilai yang dimiliki bersama,
norma-norma dan sanksi-sanksi, dan aturan-aturan Lubis, 2001.
Pranata atau lembaga adalah sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi Soekanto, 1997: 7. Di dalam
pranata warga masyarakat dapat berinteraksi satu sama lain tetapi sudah diikat oleh aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Pranata sosial ini sangat bermacam ragam bentuknya, mulai dari
yang tradisional seperti masyarakat adat, sampai pada pranata yang modern seperti partai politik, koperasi, perusahaan, perguruan tinggi dan lain-lain. Menurut Koentjaraningrat 1990 ada
delapan tipe dari pranata sosial, yaitu: 1.
Pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan · 2.
Pranata-pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan manusia untuk mata pencaharian hidupnya.
3. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan pendidikan.
4. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan ilmiah manusia.
Universitas Sumatera Utara
28
5. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk menghayatkan rasa
keindahan. 6.
Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk berbakti kepada Tuhan. 7.
Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan manusia untuk mengatur keseimbangan kekuasaan dalam masyarakat.
8. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan fisik dan kenyamanan hidup manusia.
9. Pranata muncul disebabkan adanya keperluan dan kebutuhan manusia yang tidak dapat
dipenuhi sendiri, maka muncullah lembaga-lembaga masyarakat untuk memenuhi hal tersebut, dan lembaga ini muncul dengan norma-norma masingmasing.
Tentang pranata ini Soekanto 1997 menyebutnya sebagailembaga kemasyarakatan, yang didefinisikan sebagai: lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan norma-norma segala
tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat. Sosiolog bernama Sumner Soekanto, 1997 mengartikan pranata ini sebagai perbuatan, cita-cita, sikap
dan perlengkapan kebudayaan bersifat kekal serta bertujuan untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan masyarakat. Sosiolog tersebut menyebutkan bahwa ada tiga fungsi dari pranata ini,
yaitu: 1.
Memberikan pedoman pada anggota masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam mnghadapi masalah-masalah dalam masyarakat terutama
menyangkut kebutuhan-kebutuhan. 2.
Menjaga keutuhan masyarakat. 3.
Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial. Di dalam suatu pranata supaya dapat tercipta kerjasama, maka harus ada norma-norma
yang mengatur. Norma-norma yang ada pada sebuah pranata dapat terbentuk secara sengaja
Universitas Sumatera Utara
29
maupun secara tidak sengaja. Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda, ada yang lemah dan ada pula yang kuat ikatannya Soekanto,
1997. Norma-norma tersebut di atas akan mengalami suatu proses seiring dengan pedajanan waktu. Dan pada akhirnya norma-norma itu akan menjadi bagian tertentu dan pranata sosial.
Soekanto 1997 mengatakan proses itu disebut proses pelembagaan, yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah saitu pranata sosial.
Pranata sosial dianggap sebagai peraturan apabila norma- norma tersebut membatasi serta mengatur perilaku orang-orang di dalam lingkungan pranata itu berada Soekanto, 1997. Proses
pelembagaan sebenarnya tidak berhenti demikian saja, akan tetapi dapat berlanjut lebih jauh lagi hingga suatu norma kemasyarakatan tidak hanya melembaga saja dalam kehidupan masyarakat,
namun telah menginternalisasi di dalam kehidupannya. Norma hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban den
ketenteraman. Gillin dan Gillin Soekanto, 1997 menguraikan beberapa ciri umum pranata sosial, yaitu:
1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola
prilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasilhasilnya. 2.
Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan, kebiasaan serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung tergabung
dalam satu unit yang fungsional. 3.
Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian
lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama. Misalnya, suatu
Universitas Sumatera Utara
30
sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya setelah mengalami suatu masa percobaan.
4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin
tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang bersangkutan, apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan. Pembedaan
antara tujuan dengan fungsi sangat penting oleh karena tujuan suatu lembaga adalah tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat bersangkutan
pasti akan berpegang teguh padanya. 5.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin dan lain
sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
6. Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas dari lembaga kemasyarakatan.
Lambang-lambaing tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
2.3
Moral Ekonomi Petani
J.C. Scott 2004 menyatakan bahwa moral ekonomi petani di dasarkan atas norma subsistensi dan norma resiprositas. Di mana ketika seorang petani mengalami suatu keadaan yang
menurut mereka petani-red dapat merugikan kelangsungan hidupnya, maka mereka akan menjual dan menggadai harta benda mereka. Hal ini disebabkan oleh norma subsistensi.
Sedangkan resiprositas akan timbul apabila ada sebagian dari anggota masyarakat menghendaki adanya bantuan dari anggota masyarakat yang lain. Hal ini akan menyebabkan berbagai etika dan
perilaku dari para petani.
Universitas Sumatera Utara
31
James C. Scott menambahkan bahwa para petani adalah manusia yang terikat sangat statis dan aktivitas ekonominya. Mereka petani-red dalam aktivitasnya sangat tergantung pada
norma-norma yang ada. Penekanan utama adalah pada moral ekonomi petani yang dikemukakan oleh James C.Scott yang menekankan bahwa petani cendrung menghindari resiko dan
rasionalitas petani yang dikemukakan Samuel L.Popkin yang menjelaskan bahwa petani adalah rasional mereka tidak menghindari resiko.Dalam Moral Ekonomi Petani: Pergerakan dan
Subsistensi di Asia Tenggara, Scott mengemukakan pertama kali teorinya tentang bagaimana “etika subsistensi” etika untuk bertahan hidup dalam kondisi minimal melandasi segala perilaku
kaum tani dalam hubungan sosial mereka di pedesaan, termasuk pembangkangan mereka terhadap inovasi yang datang dari penguasa mereka.
Itulah yang disebut sebagai “moral ekonomi”, yang membimbing mereka sebagai warga desa dalam mengelola kelanjutan kehidupan kolektif dan hubungan sosial resiprokal saat
menghadapi tekanan-tekanan struktural dari hubungan kekuasaan baru yang mencengkam. Tekanan struktural dari pasar kapitalistik, pengorganisasian negara kolonial dan paskakolonial,
dan proses modernisasi di Asia Tenggara mengacaukan “moral ekonomi” itu dan menyebabkan kaum tani berontak.
2.4
Stratifikasi Sosial Masyarakat Petani
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai adanya ketidaksamaan . dari buku Mosca dalam Arnold Jayendra, 2012 bahwa di dalam masyarakat dijumpai adanya
ketidaksamaan dibidang kekuasaan, dimana sebagian masyarakat mempunyai kekuasaan, sedangkan sisanya dikuasai.
Ada beberapa stratifikasi dalam masyarakat yaitu:
Universitas Sumatera Utara
32
1. Startifikasi berdasarkan jenis kelamin
seks stratification
: Dimana laki-laki dan
perempuan mempunyai hak yang berbeda dalam masyarakat.
2. Stratifikasi berdasarkan Usia
age stratification
: Dimana anggota masyarakat yang berusia lebih muda mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda dengan anggota
masyarakat yang mempunyai usia lebih tua.
3. Stratifikasi berdasarkan faktor kekerabatan: Dimana adanya perolehan hak dan kewajiban
yang berbeda antara ayah, ibu dan anak.
Dalam penelitian ini sistem stratifikasi dilihat dari perbedaan masyarakat berdasarkan kepemilikan lahan tanah. Berdasarkan kepemilikan lahan tanah, masyarakat pertanian dapat
dibagi atas tiga lapisan yaitu: 1.
Lapisan tertinggi, yaitu kaum petani yang memiliki tanah pertanian dan rumah. 2.
Lapisan Menengah, yaitu kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian, namun memiliki tanah pekarangan dan rumah.
3. Lapisan terendah, yaitu kaum petani yang tidak memiliki tanah pertanian dan pekarangan
untuk rumah. Pelapisan sosial masyarakat pertanian berdasarkan kriteria ekonomi:
1. Lapisan pertama yang terdiri dari kaum elit desa yang memilki cadangan pangan dan
pengembangan usaha.
2.
Lapisan kedua yang terdiri dari orang yang hanya memiliki cadangan pangan saja
3. Lapisan ketiga yang terdiri dari orang yang tidak memilki cadangan pangan dan cadangan
usaha, dan mereka bekerja untuk memnuhi kebutuhan konsumsi perutnya agar tetap
hidup.
Universitas Sumatera Utara
33
Selain itu pada masyarakat pertanian pada umumnya masih menghargai peran pembuka tanahcikal bakal, yaitu orang yang pertama kali membuka hutan untuk dijadikan tempat tinggal
dan lahan pertanian. Cikal bakal dan keturunannya merupakan golongan elite di desanya. Biasanya mereka menjadi sesepuh atau golongan yang dituakan. Golongan kedua sesudah cikal
bakal diduduki oleh pemilik tanah atau orang kaya, tetapi bukan keturunan cikal bakal. Mereka dapat memilki banyak tanah dan kayak arena keuletan dan kemampuan lainnya. Kelompok kedua
ini disebut dengan kuli kenceng. Golongan ketiga adalah petani yang hanya memiliki tanah sedikit dan hanya cukup untuk
dikonsumsi sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan lainnya ia harus bekerja di sektor lain, seperti berdagang kecil-kecilan. Kelompok ini disebut dengan kuli kendo. Sedangkan golongan sector
keempat adalah orang yang tidak memiliki tanah, namun bekerja di sektor pertanian. Kelompok ini sering disebut buruh tani.
2.5
Konsep Strategi Bertahan
Manusia sama seperti dengan mahluk hidup lainnya, dimana manusia mempunya naluri untuk mempertahankan hidupnya untuk lebih lama lagi. Untuk meraih suatu tujuan seseorang
harus menerapkan banyak taktik untuk hidup, serta dimanifestasikan dalam suatu kesatuan sistematis. Oleh sebab itu seseorang harus benar-benar paham apa yang disebut dengan strategi.
Berdasarkan analisis kebijakan sosial, strategi adalah satu set pilihan dari alternatif-alternatif yang ada. Sebagai bagian dari teori pilihan rasional, analisis strategi tidak hanya digunakan
dalam kehidupan ekonomi, tetapi juga dalam politik, kekuasaan dan pembangunan. Strategi bertahan sebenarnya dibangun pada level individu, akan tetapi pada tujuannya
adalah untuk memperoleh ketahanan dan stabilitas bertahan hidup. Strategi bertahan dipandang
Universitas Sumatera Utara
34
bisa dipandang sebagai perpaduan antara kegiatan sosial dan ekonomi yang bertujuan menjaga eksistensi manusia. Termasuk didalamnya segala usaha yang dipersiapkan untuk menghadapi
situasi –situasi penting dan bertahan dalam keadaan sulit.
Snel dan Staring dalam Resmi Setia 2005:6 mengemukakan bahwa strategi bertahan adalah sebagai rangkaian tindakan yang dipilih secara standar oleh individu secara sosial
ekonomi. Melalui strategi ini seseorang bisa berusaha untuk menambah penghasilan lewat pemanfaatan sumber-sumber lain ataupun mengurangi pengeluaran lewat pengurangan kuantitas
dan kualitas barang dan jasa. Cara-cara indivvidu menyusun strategi dipegaruhi oleh posisi individu atau kelompok dalam struktur masyarakat, sistem kepercayaan dan jaringan sosial yang
dipilih, termasuk keahlian dalam memobilisasi sumber daya yang ada, tingkat keterampilan, kepemilikan asset, jenis pekerjaan, status gender dan motivasi pribadi. Nampak bahwa jaringan
sosial dan kemampuan memobilisasi sumber daya yang ada termasuk didalamnya mendapatkan kepercayaan dari orang lain membantu individu dalam menyusun strategi bertahan, kususnya
strategi dalam mempertahankan usaha tani. Dalam menyusun strategi, individu tidak hanya menjalankan satu jenis strategi saja,
sehingga kemudian muncul istilah multiple survival strategi atau strategi bertahan jamak. Selanjutnya Snel dan Staring mengartikan hal ini sebagai kecenderungan pelaku-pelaku untuk
memiliki pemasukan dari berbagai sumber daya yang berbeda, karena pemasukan tunggal terbukti tidak memadai untuk menyokong kebutuhan hidupnya. Strategi yang berbeda-beda ini
dijalankan secara bersamaan dan akan saling membantu ketika ada strategi yang tidak bisa berjalan dengan baik dalam jurnal Nur Hidayah, halaman 3-4.
Universitas Sumatera Utara
35
2.6
Strategi Adaptasi
Coping Strategi
Strategi adaptasi menurut edi suharto 2009 yaitu
Coping Strategi
. Secara umum strategi betahan
coping strategi
didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi hidupnya. Strategi
penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola segenap aset yang dimilikinya.
Selanjutnya Edi Suharto 2009 menyatakan bahwa strategi bertahan
Coping Strategi
yang dilakukan oleh keluarga atau rumah tangga dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori yaitu: 1.
Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk misalnya melakukan aktifitas sendiri , memperpanjang jam kerja , memanfaatkan sumber atau
tanaman liar dilingkungan sekitar dan diversifikasi taman. 2.
Strategi pasif: mengurangi pengeluaran keluarga misalnya biaya sandang, pangan, pendidikan dan sebagainya.
3. Strategi jaringan pengaman: menjalin relasi baik secara informal maupun formal
dilingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan misalnya meminjam uang tetangga, meminjam kewarung, memanfaatkan program anti kemiskinan, meminjam uang ke
rentenir, Bank dan gotong royong .
Universitas Sumatera Utara
36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian