Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Gambir Di Kabupaten Pakpak Bharat

(1)

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI GAMBIR

DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

TESIS

Oleh

A. MANAN

057024001/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI GAMBIR

DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan

dalam Program Studi Pembangunan Pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

A. MANAN

057024001/SP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis

:

Kehidupan Sosial Ekonomi Petani

Gambir di Kabupaten Pakpak Bharat

Nama Mahasiswa : A. Manan

Nomor Pokok : 057024001 Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui, Komisi Pembimbing:

Ketua,

(Prof.Dr.M.Arif Nasution,M.A)

Anggota,

(Drs. Lister Berutu, M.A)

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 26 Januari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr. M. Arif Nasution, M.A Anggota : 1. Drs. Lister Berutu, M.A

2. Drs. Zulkifli Lubis, MSi 3. Drs. Irfan MSi.


(5)

PERNYATAAN

KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI GAMBIR DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

TESIS

dengan ini saya mengatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 26 Januari 2008


(6)

Abstrak

Gambir merupakan tanaman yang banyak manfaatnya diantaranya untuk bahan obar-obatan, kosmetika dan bahan industri sehingga kebutuhan akan gambir selalu meningkat tidak mungkin menurun oleh karananya tanaman ini sebenarnya mempunyai prospek yang cukup cerah tinggal bagaimana petani dan pemerintah menyikapi hal tersebut apakah ingin memajukan pertanian gambir atau hanya ingin tetap berlalu sebagimana biasanya saja bahkan mungkin ingin berpaling kepada tanaman lain yang lebih menjanjikan dan mempunyai perhatian yang lebih misalnya saja tanaman sawit. Yang sudah dimulai dan terdapat di daerah penelitian.

Pengusahaan akan Gambir bagi petani tentu saja memang menghasilkan uang dan bisa menutupi untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari mereka namun mengingat Indonesia sebagai pemasok ekspor gambir terbesar di dunia memiliki kebanggaan tersendiri serta tentu saja nilai ekonomi yang tinggi dan penyerapan tenaga kerja yang banyak kiranya perlu tetap dipertahankan malah berusaha untuk ditingkatkan karena kebutuhan akan komoditi tersebut tadi tidak mungkin akan berkurang, Industri pasti akan bertambah, penduduk bertambah banyak yang pada akhirnya kebutuhan akan hasil industri yang berbahan baku dari pertanian gambir bertambah. Sehubungan dengan hal tersebut di atas penelitian ini difokuskan tentang kehidupan sosial ekonomi para petani gambir di Desa Mbinalun, Kecamatan Si Tellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat yang mencakup bagaimana : proses Produksi

dan Pemasaran, partisipasi Pemerintah dalam pertanian gambir dan pendapatan serta peningkatan taraf kehidupan sosial ekonomi petani.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dimana penelitian ini menggambarkan dan menganalisis tentang proses produksi dan pemasaran, partisipasi pemerintah dalam pertanian gambir dan pendapatan serta peningkatan taraf kehidupan sosial ekonomi petani.

Dari penelitian ini diperoleh hasil dan kesimpulan bahwa dari pertanian gambir, petani dapat memperoleh keuntungan walaupun rendah namun petani tetap mengusahakannya, oleh karena nya peningkatan perhatian pemerintah senantiasa diharapkan sehigga petani tidak berpaling ke tanaman lainnya mengingat gambir adalah salah satu komoditas ekspor pertanian unggulan khas Propinsi Sumatera Utara.


(7)

ABSTRACT

Betel nut is one of the useful plants. It is consumed as the ingredients of medicines, cosmetics, etc. The demand for the betel nut always inclines increase. This profit prospect has to be attended by farmers and government. They should develop this plant and not turn to the other plants. Which have much higher profit and is being cultivated by most of the farmers, such as palm oil. Really, from the betel nut, the farmers may get much money to th earn their daily life.Indonesia as the greatest explorer should mountain and develop it, because this business as high value of economy and can abserb a lot of workers. Be sure that the demand of betel nut will not decrease, together with the increase of population, economy and industry.

In connection that with that thing, this study focused about the social economics of the betel nut farmers livelihood in a Mbinalun Kecamatan Si Tellu tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat in include how : The Processing of production and marketing, government participation in a gambir agriculture and income as well as to increase a social economic farmers livelihood. This study using a descriptive methode with a qualitative in wich this study to describe and to analize the process of producing and marketing. Government participation in the betel nut agriculture and to increase the siosial economic farmers livelihood.

From this study, we get the conclusion. The farmer could achieved a profit although it just a few but the farmers still carrying a farm. Because of that the government could increase to show their interest as hope as possible in the result that farmers not turning their choice to the other plants. In the view of betel nut is the export commodity, exclusively from propinsi Sumatera Utara.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT , Tuhan Yang Maha Esa, yang maha pengasih lagi maha penyayang atas segala rahmat dan karunianya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Studi Pembangunan pada Program Magister Studi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, arahan dan masukan dari Dosen Pembimbing, karenanya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof.Dr.M. Arif Nasution, M.A sebagai pembimbing utama dan Bapak Drs. Lister Berutu, M.A sebagai pembimbing kedua atas kesediaann dan kesabarannya memberikan bimbingan, arahan dan masukan sejak awal hingga selesainya tesis ini.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin. P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Subhilhar, M.A, Ph.D dan Bapak Drs. Agus Suriadi, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Magister Studi Pembangunan Sekolah


(9)

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister Studi Pembangunan.

4. Bapak Drs. Zulkifli, Lubis, M.A dan Bapak Drs. Irfan, MSi sebagai Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan perbaikan sampai selesainya tesis ini.

5. Ibunda Hj. Aminah Sagala, Ibunda Hj Norhah Nasution (Alm) dan

Abanganda Mukmin A. Saraan, SH , Syafaruddin Saraan, SE, M.Si dan Adinda Salman Berutu, SH serta istri tercinta Rosnita Deliana Saragih beserta anak-anakku M. Arief Bukhari Saraan, M. Rasyad Ghazali Saraan dan M. Imanuddin Kandias Saraan yang telah memberikan dorongan, motivasi, semangat dan do’a selama mngikuti pendidikan sampai selesainya tesis ini. 6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Sekretariat program Magister Studi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Lahuddin Angkat sebagai Kepala Desa dan Informan di Desa

Mbinalun Kecamatan Si Tellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat.. 8.. Para rekan dan sahabat Angkatan VII Magister Studi Pembangunan serta

staf Perpustakaan USU dan rekan sejawat FISIP USU. Serta rekan-rekan yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis menyadari bahwa peulisan tesis ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangannya, namun demikiian harapan


(10)

penulis tesis ini dapat kiranya menambah khazanah ilmu dan bermanfaat bagi semua.

Medan, 26 Januari 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Tempat/Tanggal lahir : Sidikalang Tahun 1963 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Jl. Kemiri Raya I No. 14 A Perumnas Simalingkar

Medan

Telepon : (061) 8361737 Pekerjaan : PNS FISIP USU

Pendidikan Formal : 1982-1987 Fakultas Sastra USU

1977-1981 SMA Swasta Garuda Medan 1974-1977 SMP Negeri 8 Medan

1969-1972 SD Negeri Subulussalam NAD 1972-1974 SD Swasta Zending Islam Indonesia

Medan


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

………i

ABSTRTACT

……… . ii

KATA PENGANTAR

………. iii

RIWAYAT HIDUP

……… vi

DAFTAR ISI

……… . vii

DAFTAR TABEL

……….. ix

DAFTAR GAMBAR

……… x

DAFTAR LAMPIRAN

……… .xi

I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah……… 1

1.2.

Perumusan Masalah……….. 12

1.3.

TujuanPenelitian .………. 12

1.4.

Manfaat Penelitian ……… 13

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Pertanian .……….14

2.2. Jenis dan SistemPertanian ……… 15

2.3.

Gambir

………..

16

III

METODOLOGI

PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ………..…… 29

3.2. Kerangka Konsep ……… 29

3.3. Instrumen Penelitian ……… 30

3.4. Populasi dan Sampel/Informan ……… 30.

3.5. Lokasi Penelitian. ………. 30

3.6. Waktu Penelitian ………. 30

3.7. Teknik Pengumpulan Data … ……… . 32

IV

HASIL

DAN

PEMBAHASAN

4.1.

Sejarah

Singkat

Desa Mbinalun ………….. 34

4.2. Luas dan Letak Geografi ……….… 34


(13)

4.4. Sarana dan Prasarana ……… 38

4.5.

Sistem

Mata

Pecaharian ……… 41

4.6. Berbagai Tanaman Pilihan ………. 44

4.7. Sistem Produksi ………. 49

4.7.1 .Pembukaan Lahan ……… 49

4.7.2. Pembibitan ……… . 51

4.7.3. Penanman dan Pemeliharaan ..……… 52

4.7..4. Pemanenan ………..……… 55

4..7.5 .Pengolahan ……… …… 57

4.8 Pengelolaan Hasil ……… ………...59

4.9

Sistem Pemasaran ………..………… 61

4..10. Pendapatan dari Pertanian Gambir ………..…… 64

4.11. Mutu

Produksi

Gambir ………... 65

4.12 Intervensi Pemerintah Daerah ……… 67

4.13 Kebijakan Memajukan Industri Pengolahan …... 71

4.14 Kehidupan sehari-hari ………... 72

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……… 73

5.2. Saran ……….. 74

DAFTAR KEPUSTAKAAN ……… 75


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 : Luas dan Produksi Tanaman Gambir Menurut Kecamatan

di Kabupaten Pakpak Bharat ……….. 10

Tabel 2 : Jadwal Pelaksanaan Penel.itian ……….………… 31

Tabel 3 : Keadaan Penduduk Berdasarkan Etnis ……….. 36

Tabel 4 : Komposisi Penduduk Berdasrkan Agama ……… 36

Tabel 5 : Keadaan Penduduk Berdasarkan Usia ……….. 37

Tabel 6 : Keadaan Penduduk Menurut Pekerjaan ……… 37

Tabel 7 : Keadaan Penduduk Berdasarkan Pendidikan ……… 39

Tabel 8 : Penerimaan Rata-Rata Petani/Tahun Berdasarkan Kategori Lahan ……… 59

Tabel 9 : Jenis Lembaga Pemasaran, Jumlah dan Daerah Operasional 62 Tabel 10 : Harga Beli Gambir Pada Saluran Pemasaran ……… 63

Tabel 11 : Penerimaan, Biaya Produksi dan Pendapatan Bersih per Petan ………. 64


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Pendapatan Petani dari Produksi Gambir / Bulan ……….. 77 Lampiran 2 : Total Biaya Produksi Gambir Per Petani//Tahun ……….. 78


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian serta hampir 50 % dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja di sektor ini (Dillon, 2004:25)

Banyak peluang yang bisa ditangkap dari bidang pertanian, inilah potensi besar yang bisa dipakai untuk membangun negeri ini. Persoalannya, sadarkah bangsa ini akan potensi yang dimilikinya ?. Maukah mengakui bahwa dari pertanian akan bisa meraih kemajuan dan kesejahteraan..

Impian untuk membangun perekonomian seperti negara-negara Barat membuat negeri ini benar-benar melupakan pembangunan pertaniannya. Kebijakan di bidang moneter yang ditandai dengan liberalisasi perbankan membuat pembangunan pertanian seperti tidak lagi dipandang. Padahal pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa pertanian bukanlah bidang yang tidak terhormat. Dengan ditopang pembangunan pertaniannya, banyak negara bisa maju. dan bisa ikut terlibat menikmati pembangunan.


(18)

mengalami berbagai gejolak permasalahan. Penyebabnya adalah berbagai kebijakan yang justru menciptakan keadaan yang tidak menguntungkan bagi para petani , misalnya saja kebijakan pangan nasional. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah dan diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan pertanian malah bermuara pada permasalahan yang sangat kompleks. Kebijakan-kebijakan tersebut memberatkan para petani sebagai mayoritas pelaku di bidang pertanian. Upaya-upaya yang ditempuh dalam mensejahterakan kehidupan para petani dianggap belum berhasil, karena dalam mengambil keputusan, pemerintah kurang berpihak kepada kaum petani dan cenderung merugikan.

Realitas kehidupan sosial ekonomi petani di Indonesia hendaknya perlu dipikirkan sebagai wacana dalam mewujudkan suatu pola pembangunan yang berkeadilan dan bertanggung jawab. Kenyataan objektif yang senantiasa harus diperhatikan ialah:

1. Sekitar 70 % rakyat kita hidup di pedesaan.

2. Hamper 50 % dari total angkatan kerja nasional, rakyat kita menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian (Dillon, 2004:25)..

Proses-proses pembangunan hendaknya tidak mengabaikan realitas sosial ekonomi yang telah diuraikan di atas dalam menciptakan pemerataan pembangunan di semua wilayah. Paradigma yang mengandalkan tricle down effect telah terbukti gagal dalam mewujudkan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Hendaknya pembangunan ke depan diletakkan dalam bingkai growth through equality, yakni suatu pertumbuhan yang didahului oleh pemerataan.


(19)

Usaha-usaha pemerintah dalam meningkatkan pendapatan petani, seperti menaikkan harga dasar gabah (HDG) disambut pesimistis oleh para petani padi. Hal ini disebabkan oleh masalah klasik, setiap kenaikan HDG diikuti oleh lonjakan harga kebutuhan pokok petani, seperti pupuk dan sarana produksi lainnya. Di sinilah sesungguhnya salah satu akar penyebab terus merosotnya nilai tukar (term of trade) hasil pertanian Indonesia selama ini. Sudah banyak diketahui bahwa merosotnya pendapatan petani padi adalah karena kita menganut pola kebijakan pangan murah untuk mendukung industrialisasi tanpa akar yang kukuh. Desakan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membebaskan impor beras di Tanah Air yang semakin memperparah keadaan petani padi kita, sebenarnya mempunyai dua tujuan ganda. Pada satu sisi hal ini memungkinkan industrialis menekan upah riil. Di sisi lainnya, kebijakan ini akan membuka pasar bagi ekspor biji-bijian negara maju.

Sektor pertanian mempunyai 4 (empat) fungsi yang sangat fundamental bagi pembangunan suatu bangsa, yaitu :

1. Mencukupi pangan dalam negeri

2. Penyediaan lapangan kerja dan berusaha 3. Penyediaan bahan baku untuk industri, dan 4. Sebagai penghasil devisa bagi negara

Di samping hal tersebut pembangunan pertanian mengandung aspek mikro,

makro dan global. Aspek mikro pertanian diharapkan sebagai proses mewujudkan


(20)

pangan bagi masyarakat dan menyediakan input bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat secara berkesinambungan. Sedangkan dari aspek global pembangunan pertanian diharapkan dapat menghasilkan devisa negara dengan tetap menjaga stabilitas pangan dan kebutuhan produk pertanian lain di dalam negeri tanpa harus mengurangi kesejahteraan riil masyarakat tani.

Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh negara kita karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang pernah terjadi. Keadaan inilah yang menampakkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang handal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terbukti bahwa di tengah prahara krisis yang memporakporandakan perekonomian nasional, sektor ini masih memperelihatkan pertumbuhan yang positif, yaitu sebsar 0,26 %. Sementara sektor-sektor lainnya, seperti industri pengolahan, perdagangan dan jasa memperlihatkan pertumbuhan yang negatife masing-masing sebesar -12%,-24%, dan-5,7%. Angka sementara Sakernas mengungkapkan bahwa diantara Agustus 1997 hingga Agustus 1998 telah tercipta sekitar lima juta kesempatan kerja baru dalam sector pertanian. Hal ini diperkuat lagi dengan penelitian terhadap beberapa komoditas pertanian yang dilaksanakan oleh Asia Foundation pada tahun 1998 terhadap usaha tani produk perkebunan kopi di Lampung dan Lada di Bangka. Hasilnya memperlihatkan bahwa keuntungan usaha tani kedua komoditas ini mengalami kenaikan pada saat krisis dibandingkan sebelum krisis. Keuntungan total


(21)

rata-rata pertahun usaha tani kopi meningkat sebesar 2,658%, demikian pula halnya dengan lada, yaitu meningkat sekitar 1,134%. ( Dillon, 2004:27).

Kejayaan agribisnis di saat ini tidak hanya terlihat pada tingkat usaha tani. Keunggulan sektor pertanian sebagai peredam gejolak ekonomi dapat dilihat dari sumbangan sektor ini pada neraca perdagangan luar negeri. Di balik menurunnya nilai total ekspor kita, surplus perdagangan luar negeri Indonesia telah meningkat dari 6,22 miliar dollar AS pada tahun 1996 menjadi 10,64 miliar doillar AS pada tahun 1997. Meningkatnya surplus ini bersumber dari beberapa hal. Di satu pihak, defisit neraca perdagangan luar negeri sektor non agroindustri dan non-migas menurun dari 12,38 miliar dollar AS pada tahun 1996 menjadi 9,53 miliar dollar AS pada tahun 1997 (. Dillon: 2004:27).

Perkembangan yang baik ini hendaknya dapat kita manfaatkan dengan baik dalam membantu petani dan peningkatan produktivitas pertaniannya. Kita tidak ingin tergelincir untuk yang kedua kalinya sebagai akibat meninggalkan sebagian besar warga bangsa kita pada tingkat produktivitas yang demikian rendah. Untuk itu upaya membangun fondasi ekonomi yang kuat seharusnya dititikberatkan pada pemberdayaan petani dan buruh tani di pedesaan.

Tahapan-tahapan pembangunan pertanian yang selama ini dilakukan belum mengalami kemajuan yang pesat. Untuk itu dibutuhkan terobosan-terobosan baru serta keberanian untuk melakukan reformasi agraria (agrarian reform) dan bukan hanya reformasi lahan (Land reform). Di masa mendatang penghampiran (approach)


(22)

mewujudkan suatu pola pembangunan yang berkeadilan dan bertanggungjawab,artinya politik pembangunan nasional benar-benar berpijak pada realitas bangsa saat ini dengan melakukan perubahan seluruh tatanan menuju konsep people driven (menggerakkan orang) dengan cara membuat petani berminat untuk meningkatkan produktivitasnya. Hal ini terkait dengan bagaimana kita mengubah struktur insentif dan dukungan kepada petani. Apabila tahapan-tahapan pembangunan pertanian dilakukan dengan benar maka akan terjadi peningkatan dari hanya sekedar negara agraris menjadi negara yang dapat menyediakan jasa bernilai tinggi, dengan melewati tahapan manufacturing. Itu artinya semakin lama jumlah petani semakin sedikit, tetapi produktivitasnya semakin tinggi. Oleh karenanya, dengan menciptakan kesempatan kerja di luar sektor pertanian dapat menjadi mata pencaharian guna meningkatkan pendapatan petani dan upah buruh yang pada akhirnya akan terjadi peningkatan kesejahteraan petani. Dengan demikian, proses pembangunan benar-benar menjunjung tinggi dimensi keadilan, pemerataan dan kemanusiaan demi meningkatkan kemandirian , harkat, martabat dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara keseluruhan.

Krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia berdampak pada keadaan perekonomian yang semakin sulit. Tingginya laju inflasi serta kondisi ekonomi yang tidak menguntungkan itu akhirnya mendorong kenaikan tingkat bunga nominal dan mengimbus langsung terhadap kegiatan investasi di sektor pertanian. Investasi di sektor ini tentu kian sulit karena butuh waktu yang lama untuk menghasilkan produk yang bisa dijual, disamping adanya faktor ketidak pastian di


(23)

sektor ini yang senantiasa diterpa oleh iklim yang kurang bersahabat. Satu hal yang perlu dicatat, beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada saat kita dilanda krisis moneter, dan pada saat yang sama kita tidak mampu mengatasi dampak kekeringan telah memicu timbulnya dampak negatif terhadap kondisi ketahanan pangan nasional. Dalam pengadaan beras misalnya, untuk tahun 1998/1999 saja, pemerintah harus mengimpor beras sebanyak 2,85 juta ton. Itu belum termasuk kebutuhan kedelai dan bungkil kedelai yang mencapai 1,3 juta ton. Untuk pengadaan beras saja pemerintah harus mengeluarkan dana sebesar 912 juta dollar AS. Dapat dibayangkan seandainya pengadaan pangan impor ini dapat kita penuhi sendiri, setidaknya kita akan dapat menghemat devisa lebih dari 1 miliar dollar AS. Kondisi ini merupakan tantangan bagi kita untuk mencari jalan keluar yang dapat diandalkan guna memulihkan perekonomian kita (Dillon, 2004:29).

Beberapa langkah kebijakan yang perlu ditempuh segera adalah sebagai berikut : 1. Kebijakan peningkatan produksi pangan melalui pemberian subsisi input

produksi danjaminan harga outputnya.

2. Kebijakan stoknasional antara lain dilakukan dengan mengadakan stok pemerintah yang berasal dari pembelian dalam negeri dan impor.

3. Kebijakan stabilitas harga.

4. Kebijakan pengadaan dan penyaluran

5. Kebijakan impor dan perdagangan melalui sistem tarifikasi yang mempunyai dampak memperbaiki efisiensi produksi dalam negeri tanpa mengorbankan


(24)

6. Kebijakan yang benar-benar dapat menjamin peningkatan pendapatan manusia petani Indonesia.

Jika investasi di bidang agroindustri dilakukan, yang jelas akan membawa dampak positif ganda dalam perekonomian nasional. Pertama, peningkatan produk subtitusi impor . Pada saat pendapatan riil masyarakat menurun, mereka akan mengalihkan konsumsinya kepada barang-barang subsitusi yang harganya lebih murah dan terjangkau. Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengembangkan produk-produk subtitusi impor.

Pengembangan produk ini jelas akan meningkatkan produktivitas petani, sekaligus juga akan menghemat devisa, mendorong pertumbuhan yang merata, serta membantu pengendalian harga pangan dalam negeri. Kedua melalui peningkatan pangsa ekspor produk pertanian dan agroindustri, kita akan dapat meraih devisa dalam jumlah yang jauh lebih besar lagi.

Peluang pasar yang begitu besar, baik di dalam negerfi maupun di luar negeri, hendaknya dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi terutama di pedesaan. Sementara itu, peluang pasar internasional cukup besar untuk komoditas perkebunan, perikanan dan sebagian produk hortikultura.

Produk-produk agroindustri kita sejauh ini punya peluang cukup besar untuk memasuki kawasan Eropa, Amerika Serikat, Jepang. India dan sebagainya, salah satunya adalah produk gambir. Indonesia menjadi pemasok utama kebutuhan gambir dengan memasok sedikitnya 80 % dari total kebutuhan akan gambir dunia, dengan negara tujuan India, Bangladesh, Pakistan, Singapura, Malaysia, Jepang, Jerman dan


(25)

beberapa negara Eropa lainnya. Volume ekspor gambir Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.. Walaupun Indonesia merupakan eksportir gambir utama dunia , namun posisi tawar petani gambir di Indonesia masih lemah, harga gambir yang dinikmati petani jauh lebih kecil dari harga yang berlaku di pasaran dunia Internasional (BPEN, http//www.Nafid,go.id/berita/index.Php/artc=3243, 03/23/2006).

Sebagai pemasok utama, Indonesia berharap gambir menjadi komoditas andalan. Gambir juga merupakan komoditas ekspor tradisional spesifik Sumatera Utara. Permintaan terhadap gambir selalu meningkat sehingga dapat diperkirakan bahwa tanaman gambir mempunyai prospek masa depan yang cerah, namun pengusahaannya menemui kendala-kendala, diantaranya terjadi kendala dalam proses pemasaran di dalam negeri sebelum menjadi komoditas ekspor. Belum ada rantai distribusi yang jelas dari petani sampai industri berbahan baku gambir. Sementara itu, hasil panenan hanya ditampung oleh pedagang perantara saja yang nantinya akan memperdagangkan gambir keluar wilayah Kabupaten Pakpak Bharat..

Selanjutnya mengenai kendala produksi penyebab utamanya adalah sempitnya lahan yang dimiliki oleh para petani. Lahan pertanian di Pakpak Bharat jika dirata-ratakan hanya seluas 1hektar dan itupun ditanami dengan berbagai jenis tanaman, kemudian hanya dikerjakan sebagai usaha sampingan.

Di Pulau Sumatera hanya terdapat tiga daerah yang produksi gambirnya besar, yaitu :Kabupaten Lima Puluh Koto, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Dairi.


(26)

seluruh perkebunan gambir merupakan perkebunan rakyat, belum ada investor yang mencoba mengelola potensi ini.

Tanaman gambir merupakan bahan baku industri obat-obatan, cat, batik dan penyamakan kulit, obat luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, obat sakit kulit, bahan pewarna tekstil, selain itu tanaman gambir pada umunya digunakan untuk menyirih.

Kabupaten Pakpak Bharat merupakan pemekaran dari Kabupaten Dairi, sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 2003 dan diresmikan menjadi Kabupaten pada tanggal 28 Juli 2003 oleh Menteri Dalam Negeri R.I.. Luas keseluruhan Kabupaten Pakpak Bharat adalah 1.221,3 km2, ketinggian 700-1500 M diatas permukaan laut, kondisi geografis berbukit-bukit, tergolong beriklim sedang, suhu rata-rata 28 derjat celcius dengan curah hujan pertahun 337 mm

Tabel : 1

Luas dan Produksi Tanaman Gambir menurut kecamatan di Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2006..

N o

K ec

1 Salak 40,50 112,50

S.

3 Kerajaan 234,30 532,50

4 Pagindar 30 Tahap Penanaman

5 S. Tali Urang Julu 40 Tahap Penanaman

6 P..Getteng Sengkut 50 125

7 Tinada 30 85

8 Si Empat Rube 30 Tahap Penanaman

Jumlah/Total 826,80 1.680


(27)

Daerah Kabupaten Pakpak Bharat tergolong daerah agraris dimana sektor pertanian lebih dominan dari sektor lainnya, oleh karenanya kabupaten Pakpak Bharat menggenjot potensi sektor pertanian terutama gambir dan kemenyan sebagai pilar perekonomiannya. Kabupaten Pakpak Bharat termasuk dalam rencana pemerintah Sumatera Utara untuk pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi bukit barisan bekerja sama dengan delapan kabupaten di sekitar danau toba, diantaranya kabupaten Dairi, Karo, Humbang Hasundutan, Tapanuli Utara, Samosir dan Simalungun.

Daerah-daerah ini akan dikembangkan potensinya di bidang agropolitan sesuai dengan produk pertanian dan perkebunan masing-masing daerah. Untuk itu harus ditingkatkan sarana dan prasarana seperti infrastruktur jalan untuk distribusi hasil, saluran pengairan dan untuk pengolahan hasil.

Selain menghasilkan gambir dan kemenyan Pakpak Bharat juga punya potensi kopi arabica, karet, kelapa sawit dan kayu manis. Tanaman buah seperti nenas dan jeruk, juga tumbuh subur dan bisa dioptimalkan. Dengan ketinggian 250-1400 meter diatas permukaan laut dan didukung tanah subur rasanya tanaman apapun bisa tumbuh.

Potensi gambir sangat mungkin untuk dikembangkan karena gambir terdapat hampir di seluruh wilayah Pakpak Bharat.

Gambir bisa tumbuh di lahan kritis dan tak perlu perawatan khusus meski tak berarti bisa dibiarkan. Gambir hanya memerlukan pupuk kandang atau urea bagi


(28)

daunnya yang akan diambil sebagai bahan baku cat, pewarna pakaian dan obat sakit perut (diare).

Luas lahan gambir di Kabupaten Pakpak Bharat 646,8 hektar dengan produksi 1.470 ton tahun 2005, rata-rata petani punya satu hektar. Dua kali pengolahan dalam satu hari, cukup untuk kehidupan sehari-hari petani gambir.

Gambir dijual dalam bentuk kering dari endapatan daun gambir yang dimasak dan harganya Rp. 17.000 perkilogramnya dijual ke Sidikalang (Kabupaten Dairi) dan Medan. Sayang hasilnya belum maksimal, banyak petani masih menanam,memelihara dan mengolah hasil produksinya secara tradisional.

Petani gambir hanya mendapat setengah dari seharusnya. Kurangnya Petugas Penyuluh Lapangan dan kondisi tofogragis yang terjal membuat pendampingan petani tak intens. Penulis tertarik meneliti masalah pertanian gambir karena gambir

ini memiliki banyak kegunaan tentu saja mempunyai prospek yang cerah dimasa yang akan datang, kurangnya perhatian Pemerintah di sektor gambir sehingga penting untuk diteliti disamping itu masih langka yang menelitinya.

1.2. Perumusan Masalah :

Penelitian ini difokuskan tentang kondisi kehidupan sosial ekonomi para petani gambir di Kecamatan Si Tellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat yang mencakup :

1. Bagaimana proses produksi dan pemasaran


(29)

3. Bagaimana Pendapatan dan peningkatan taraf kehidupan sosial ekonomi petani.

1.3. Tujuan Penelitian :

Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan kontribusi dari usaha tani gambir bagi pendapatan rumah tangga petani, apakah usaha tani gambir tersebut menguntungkan atau malah rugi bila ditinjau dari segi ekonomi., karena adanya faktor-faktor produksi yang luput dari perhitungan mereka, misalnya saja faktor tenaga kerja. Upaya pendiskripsian itu dilakukan dengan berusaha mengumpulkan data dan informasi yang relevan mengenai hal tersebut..

1.4. Manfaat Penelitian :

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi dunia usaha, pemerintah dan para peneliti serta para petani gambir . Bagi dunia usaha diharapkan dapat termotivasi untuk menanamkan modal di bidang pertanian gambir karena prospeknya cukup cerah, bagi pemerintah yaitu untuk memberikan informasi tambahan berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dalam hal ini petani gambir. Sedangkan bagi peneliti, sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan bagi peneliti lainnya memberikan gambaran awal terhadap penelitian yang ingin mengkaji kehidupan sosial ekonomi masyarakat petani di pedesaan, sedangkan bagi petani memberikan motivasi bahwa gambir yang mereka hasilkan sebenarnya banyak manfaatnya , oleh karenanya perlu terus ditingkatkan kualitas dan produksi.nya.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pertanian.

Sebagian orang mengartikan pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanamnya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman semusim maupun tanaman tahunan dan tanaman pangan maupun tanaman non pangan serta digunakan untuk memelihara ternak maupun ikan. Pengertian tersebut sangat sederhana karena tidak dilengkapi dengan berbagai tujuan dan alasan mengapa lahan dibuka dan diusahakan oleh manusia.

Apabila pertanian dianggap sebagai sumber kehidupan dan lapangan kerja maka sebaiknya diperjelas arti pertanian itu sendiri. Pertanian dapat mengandung dua arti : (1) dalam arti sempit atau sehari-hari, diartikan sebagai kegiatan bercocok tanam dan (2) dalam arti luas, diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut proses produksi, menghasilkan bahan-bahan kebutuhan manusia yang dapat berasal dari tumbuhan maupun hewan yang disertai dengan usaha untuk memperbaharui, memperbanyak (reproduksi) dan mempertimbangkan faktor ekonomis.

Pertanian tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu lahan tertentu, dalam hubungan tertentu antara manusia dengan lahannya yang disertai berbagai pertimbangan tertentu pula (Suratiyah : 2006: 8).


(31)

2.2. Jenis dan Sistem Pertanian.

Jenis-jenis pertanian berkaitan dengan tanaman pokok apa yang menjadi sumber kehidupan dari suatu masyarakat desa/petani. Perbedaan jenis tanaman pokok akan juga menciptakan perbedaan dalam corak kehidupan masyarakatnya, misalnya antara petani berpindah dan petani menetap, antara sistem pertanian bersahaja yang akan menciptakan corak komunitas petani yang berbeda dengan sistem pertanian yang modern.

Bagaimana dengan jenis dan sistem pertanian di Indonesia ? sebagai negara yang memiliki ciri kebihinekaan dalam pelbagai aspeknya, Indonesia juga memiliki kebihinekaan dalam jenis dan sistem pertnaiannya. Disamping itu sebagai masyarakat yang sedang dalam proses modernisasi termasuk modernisasi pertanian, maka Indonesia memilki jenis dan sistem pertanian yang masih tradisional maupun yang modern. Dalam pelbagai keberagaman aspek itu keberagaman sekitaran dan kondisi alam di pelbagai daerah di Indonesia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan jenis dan sistem pertanian tersebut.

Sekitaran dan kondisi alam besar sekali pengaruhnya terhadap jenis dan sistem pertanian di Indonesia adalah berkaitan dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan daerah tropis, terdiri dari kepulauan yang sangat banyak jumlahnya serta tofografinya banyak bergunung-gunung . Sebagai daerah trofis, pertanian di Indonesia adalah merupakan pertanian tropika dengan tanaman-tanaman khas seperti


(32)

yakni di daerah-daerah pegunungan. Adanya dua musim yaitu musim hujan dan kemarau juga sangat menentukan jenis dan sistim pertanian di Indonesia, perbedaan karakteristik alam seperti jenis tanah, tingkat kesuburan, curah hujan, suhu dan lainnya juga mengakibatkan perbedaan dalam jenis dan sistem pertanian yang ada.

2.3. Dilema Petani

Kalau kita perhatian dengan cara menganalisis isi dari berbagai tulisan kepustakaan mengenai deskripsi kehidupan petani di pedesaan, pengungkapan yang telah dibuat para ahli sebagai berikut :

Pertama, Petani adalah juga pelaku ekonomi (economic agent) dan kepala

rumah tangga. Tanahnya adalah salah satu unit ekonomi dan rumah tangga (Eric R. Wolf, 1983:19)..

Kedua. Ahli ekonomi Rusia A.V. Chainov ( dalam Eric R. Wolf, 1983 : 20 )

berbicara tentang ekonomi petani pedesaan, mengatakan sebagai berikut :

Petani adalah merupakan suatu perekonomian keluarga (family economy), seluruh organisasinya .ditentukan oleh ukuran dan komposisi keluarga petani itu dan oleh koordinasi tuntutan-tuntutan konsumsinya dengan jumlah tangan yang bekerja. Itulah sebabnya mengapa pengertian tentang laba dalam perekonomian petani berbeda dari pengertian di dalam perekonomian kapitalis dan mengapa pengertian kapitalistik tentang laba tidak dapat diterapkan pada pengertian petani. Laba kapitalistik merupakan laba bersih yang diperoleh dengan jalan mengurangi penghasilan total dengan semua biaya produksi, cara menghitung laba seperti itu tidak dapat diterapkan pada perekonomian petani, oleh karena di dalam perekonomian petani


(33)

unsur-unsur biaya produksi dinyatakan dalam unit-unit yang tidak dapat diperbandingkan dengan apa yang terdapat dalam perekonomian kapitalis.

Di dalam perekonomian petani, seperti di dalam perekonomian kapitalis, penghasilan kotor dan pengeluaran-pengeluaran material dapat dinyatakan dalam rubel, akan tetapi tenaga kerja yang telah dikeluarkan tidak dapat dinyatakan atau diukur dengan banyaknya rubel yang dikeluarkan untuk membayar upah, melainkan hanya dengan jerih payah yang dilakukan oleh keluarga petani itu sendiri. Jerih payah itu tidak dapat dikurangkan dari atau ditambahkan kepada unit-unit uang, jerih payah itu hanya dapat dikonfrontasikan dengan rubel.

Usaha untuk memperbandingkan nilai jerih payah tertentu yang dilakukan oleh keluarga dengan nilai rubel adalah subyektif; hal itu akan tergantung kepada tingkat pemuasan kebutuhan-kebutuhan keluarga itu dan kepada pengorbanan-pengorbanan yang terlibat dalam jerih payah itu sendiri. Oleh karena tujuan utama perekonomian petani adalah untuk memenuhi anggaran konsumsi tahunan keluarga, maka fakta yang yang paling menarik perhatian bukanlah hasil yang diperoleh dari unit kerja (hari kerja), melainkan hasil yang diperolah dari seluruh tahun kerja.

2.4. Gambir.

Tanaman gambir termasuk salah satu jenis tanaman yang masuk dalam suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bogenvil, yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang sudah tua bisa mencapai


(34)

Menurut Satrapradja (1980) tanaman ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan di Sumatera, Kalimantan dan di semenanjung Malaysia. Disamping itu gambir juga ditanam di Jawa, Bali dan Maluku. Terdapat sekitar 34 spesies gambir

Gambir merupakan tanaman yang serba guna karena tidak hanya digunakan sebagai campuran pinang oleh sesorang penyirih tetapi digunakan juga pada industri seperti minuman, kosmetik, obat-obatan., batik dan lain-lain.

Gambir adalah ekstrak daun dari ranting tanaman gambir yang dikeringkan, tanaman ini umumnya tumbuh baik pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut.

Zat yang terkandung di dalam gambir diantaranya Katechine, tannin dan lain-lain. Zat Katechine sangat penting bagi pabrik pabrik obat-obatan. Kandungan zat tannin yang terdapat pada gambir berguna sekali sebagai bahan penyamak kulit, agar kulit tidak cepat busuk dan merubah kulit menjadi kenyal (tidak keras dan kaku). Pada industri batik, gambir digunakan sebagai bahan pembantu untuk pewarna coklat dan kemerah-merahan serta tahan terhadap pengaruh cahaya matahari. Sedangkan di Eropa digunakan sebagai bahan pewarna kain wol dan sutera (Nazir, 2000).

Tanaman gambir mulai bisa di panen pada saat tanaman berumur satu setengah tahun, maka tingkat pengembalian investasi usaha gambir ini tidak begitu lama dibandingkan dengan komoditi tanaman lain seperti cengkeh, kayu manis dan kemiri.


(35)

Disamping itu tanaman gambir memiliki sifat toleran terhadap tanah-tanah marginal dan berlereng, sehingga dengan memperhatikan teknologi pengelolaan lahan miring, maka tanaman gambir memiliki aspek konservasi yang baik

Gambir juga dapat bertahan lebih lama bila disimpan dan tidak cepat rusak dibandingkan dengan hasil-hasil tanaman hortikultura lainnya yang tidak bisa disimpan lebih lama. Faktor lainnya yang lebih penting adalah tanaman ini dapat dipanen secara berekelanjutan tergantung dari perawatan yang kita lakukan. Tanaman ini bias berumur puluhan tahun dan tetap bisa menghasilkan getah dengan baik.

Disamping itu perlu dilakukan penelitian-penelitian tentang diversifikaksi pemanfaatan gambir. Hal ini sangat prospektif mengingat sampai saat ini Indonesia, sebagai satu-satunya eksportir gambir dunia, masih mengekspor gambir dalam bentuk mentah. Kalau Indonesia mampu mengolah gambir menjadi bentuk produk-produk lain tentu nilai tambah yang akan dinikmati oleh Indonesia akan meningkat. Sementara negara pengimpor gambir sudah mendapatkan nilai tambah yang sangat besar dengan melakukan proses ulang atau pemanfaatan lainnya

Ditinjau dari aspek lingkungan tidak ada kompetisi penggunaan lahan antara gambir dengan tanaman lainnya. Tanaman gambir yang berbentuk perdu dengan sistem perakaran yang kuat dan daun yang menutup tersebut, akan dapat dipergunakan sebagai tanaman produktif di lahan marginal yang datar maupun lereng. Di samping itu, aspek lain dari kelayakan lingkungan adalah lingkungan sosial budaya. Tanaman gambir merupakan tanaman yang punya nilai sosial yang tinggi,


(36)

karena luas tanaman yang diusahakan masing-masing keluarga merupakan tingkat status sosial keluarga ditengah-tengah masyarakat.

a. Sejarah Tanaman Gambir

Gambir merupakan komoditas tradisional Indonesia yang telah diusahakan sejak sebelum Perang Dunia II terutama di luar Jawa seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Ekstrak gambir telah menjadi perhatian pedagang Eropah sejak awal abad ke 17 dan dalam perdagangannya gambir dikenal dengan berbagai nama seperti Batak adalah Sontang, Minangkabau adalah Gambie, Jawa adalah Gambir..

b. Budidaya Tanaman Gambir

Gambir dapat dibudidayakan di areal yang curah hujannya tinggi selama setahun . Gambir tidak memerlukan sifat tanah yang khusus, tetapi biasanya dibudidayakan pada tanah-tanah yang kaya akan lapisan humusnya atau tanah yang mengandung lempung (Hambali, dkk 2000).

Tanaman gambir memiliki sifat toleran terhadap tanah-tanah marginal dan berlereng, sehingga dengan memperhatikan teknologi pengelolaan lahan miring maka tanaman gambir memiliki aspek konservasi yang baik. Gambir juga dapat bertahan lebih lama bila disimpan dan juga tidak cepat rusak (Nazir, 2000).

Menurut Hambali (2000), perbanyakan tanaman gambir dilakukan secara generatif (biji) dan vegetatif (stek, rundukan dan cangkok). Perbanyakan generatif merupakan


(37)

cara yang banyak dilakukan oleh petani gambir. Langkah-langkah yang dilakukan oleh petani untuk penyemaian benih dari biji adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan benih.

2. Penjemuran benih dan pembersihan 3. Pembuatan tempat persemaian 4. Pelapisan dengan tanah liat 5. Pembuatan nauangan 6. Penaburan benih

7. Penyiraman dan pemeliharaan 8. Pengurangan naungan

9. Pemindahan bibit ke polybag 10. Pemindahan bibit ke lapangan

Biasanya petani gambir mengambil benih dari pohon gambir yang tumbuh dipinggir jalan atau di kebun sendiri. Benih diambil dari buah yang telah masak dan berwarna kuning. Pada benih gambir, karena ukuran bijinya sangat kecil maka sulit untuk membedakan biji yang normal dan yang cacat. Secara visual sekelompok biji yang normal berwarna coklat, sedangkan kelompok biji yang cacat berwarna hitam. Oleh karena itu untuk mendapatkan benih yang mempunyai daya kecambah yang tinggi, dapat dipilih sekumpulan benih yang berwarna coklat. Biasanya untuk penanaman seluas 1 ha diperlukan benih 1 kotak korek api dengan luas persemaian 7 m2 (Hambali, dkk, 2000).


(38)

Penaburan benih dilakukan dengan cara meletakkan benih pada telapak tangan, kemudian dihembuskan ke tempat persemaian. Dapat juga dilakukan dengan membuat adonan benih dan tanah liat, kemudian adonan tersebut dimasukkan ke dalam tempat persemaian (Hambali, dkk, 2000).

Cara penanam gambir agak unik, karena tidak tahan terhadap genangan air maupun kekeringan, gambir banyak ditanam pada tebing-tebing yang agak tegak dan dilapisi tanah liat di bagian atasnya. Penyiraman tanaman dan tebing-tebing diperlukn untuk meyalurkan kelebihan air hujan (Hambali, dkk 2000).

Penanaman gambir biasanya dilakukan pada awal musim hujan , bentuk lubang tanam seperti kerucut dengan lebar dan dalam 10 cm. Bibit yang ditanam dirapatkan ke tepi lubang dengan tujuan agar tanaman muda ini terlindung dari sengatan matahari yang berlebihan. Selaian itu dapat membuat akar tunggang tumbuh lurus ke bawah (Hambali, dkk, 2000).

Panen dilakukan setelah berumur 18 bulan, kadang dapat lebih cepat, tanaman gambir yang mendapat pemeliharaan layak dapat bertahan 15-20 tahun. Jumlah panen daun sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan untuk mengolahnya agar hasil panen tidak terlantar terlalu lama. Hasil panen harus segera diolah, sebab jika terlambat lebih dari 24 jam, kandungan getahnya akan menurun. Selain itu pemetikan daun sebaiknya tidak lebih dari ¾ jumlah daun seluruhnya (Hambali, dkk, 2000)


(39)

c. Manfaat Gambir.

Gambir adalah komoditas yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri farmasi, kosmetik, makanan, kulit dan tekstil. Komoditas gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industri berhubungan erat dengan zat yang dikandungnya.

Penggunaan Gambir Secara Tadisional

Secara tradisional gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan. Biasanya gambir digunakan untuk mengobati luka bakar, sakit kepala,.Rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan disentri serta obat kumur-kumur pada sakit tenggorokan. Gambir juga dapat digunakan untuk obat sakit sariawan, sakit kulit dan lain-lain (Nazir, 2000).

Gambir sebagai bahan baku dalam industri farmasi dan makanan.

Secara modern gambir dimanfaatkan oleh industri farmasi untuk penyakit hati, gambir juga dikembangkan sebagai permen pelega tenggorokan khusus untuk para perokok karena gambir mampu menetralisir nikotin.Gambir juga dikembangkan sebagai obat sakit perut (diare). Dan sakit gigi.

Gambir sebagai bahan baku industri kulit dan kosmetika.

Getah gambir dapat digunakan sebagai bahan atau zat penyamak kulit, agar kualitas kulit yang dihasilkan menjadi lemas/lembut, sehingga dengan penyamakan


(40)

Dalam industri kosmetika, gambir dapat digunakan untuk astringent yang berfungsi untuk melembutkan kulit dan menambah kelenturan serta daya regang kulit (Nazir, 2000).

Gambir sebagai bahan baku industri tekstil.

Dalam industri tekstil, gambir dapat digunakan sebagai zat pewarna yang tahan terhadap cahaya matahari, juga sebagai bahan pembantu untuk mendapatkan warna coklat dan kemerah-merahan pada kain batik. (Sutjipto, 2001)

d. Kondisi Tempat Tumbuh Gambir

Kesesuain tempat tumbuh tanaman gambir belum banyak diketahui, tetapi disebaran tanaman yang ada diperkirakan tanaman gambir dapat tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 200-800 meter di atas permukaan laut dengan berbagai bentuk tofografi terutama tofografi lereng dan berbukit, mempunyai pH antara 4,80 sampai 5,50, suhu 26 “ C sampai 28 “, kelembaban 70 % sampai 80 % dengan curah hujan 140 hari/tahun. Tanaman gambir merupakan tanaman yang tidak tahan pada kondisi tanah yang selalu tergenang, maka petani lebih memilih bertanam di tanah yang berlereng (Nazir, 2000)

e. Tipe Tanaman Gambir.

Tanaman gambir yang dikembangkan masyarkat pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) tipe, yaitu : tipe udang, tipe cubadak serta tipe Riau. Yang paling diminati dan dikembangkan masyarakat yaitu gambir tipe udang. Gambir tipe udang memiliki


(41)

produksi daun dan rendemen getah lebih tinggi dibandingkan dengan tipe gambir lainnya. Hal ini disebabkan karena jenis ini memiliki ukuran daun yang lebar/luas dibandingkan dengan tipe lainnya, sehingga bobot basanya lebih tinggi (Hasan, 2001).

f. Prospek Tanaman Gambir.

Peluang pasar internasional cukup besar untuk komoditas perkebunan, perikanan dan sebagian produk hortikultura Produk-produk agroindustri kita sejauh ini punya peluang cukup besar untuk memasuki kawasan Eropa, Amerika Serikat, Jepang. India dan sebagainya

Mengingat prospek pemasaran komoditi gambir cukup cerah yang ditandai dengan relatif stabilnya angka ekspor tahunan dan sejalan dengan berkembangnya jenis-jenis industri yang memerlukan bahan baku atau bahan penolong dari gambir dalam teknologi industri maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki teknik budidaya, pengolahan hasil, perbaikan mutu dan strategi pemasaran gambir. Perbaikan ini sangat penting dilakukan agar komoditi gambir memiliki keunggulan komparatif di dalam perdagangan internasional

Pengembangan tanaman gambir di Indonesia pada prinsipnya sangat prospektif, meningkatnya ekspor gambir tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemakaian gambir. Dengan berkembangnya jenis-jenis barang industri yang memerlukan bahan baku ataupun bahan penolong dari gambir, maka kebutuhan akan gambir dalam industri akan semakin meningkat. Pada umur 1,5 tahun gambir sudah


(42)

bila dibandingkan dengan komoditi tanaman tahunan lain seperti cengkeh, kayu manis, kemiri.

Faktor lain yang lebih penting adalah bahwa tanaman ini dapat dipanen secara berkelanjutan tergantung dari perawatan yang dilakukan. Tanaman ini bisa berumur puluhan tahun dan tetap bisa menghasilkan getah yang baik. Mengingat prospek pemasaran komoditi gambir cukup cerah, yang ditandai dengan relatif stabilnya angka ekspor tahunan dan sejalan dengan berkembang nya jenis-jenis industri yang memerlukan bahan baku atau bahan penolong dari gambir dalam teknologi industri, maka perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki teknik budi daya, pengolahan hasil, perbaikan mutu dan strategi pemasaran gambir.

Tingkat kehidupan ekonomi masyarakat didasari atas kebutuhan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi suatu barang dan jasa. Sehingga dengan kebutuhan tersebut memaksa masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Faktor-faktor produksi juga menjadi salah satu faktor penting untuk menunjang kehidupan ekonomi masyarakat. Faktor-faktor produksi adakalanya dinyatakan dengan istilah lain yaitu sumber daya.

Faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian dibedakan ke dalam 4 (empat) golongan yaitu :

- Tanah dan Sumber Alam.

Ini merupakan faktor produksi yang disediakan oleh alam, faktor- faktor ini meliputi tanah, hasil hutan dan lain-lain.


(43)

Tenaga Kerja bukan saja berarti jumlah buruh yang terdapat dalam perekonomian. Arti tenaga kerja meliputi juga keahlian dan keterampilan dalam mengelola dan memproduksi hasil yang baik dari gambir.

- Modal

Faktor produksi ini meliputi benda yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa yang diperlukan dalam menunjang produksi gambir.

- Keahlian Kewirausahaan.

Kemampuan dari pada produsen untuk menjual hasil gambir yang dihasilkan dengan harga yang sangat menunjang bagi kehidupan ekonomi masyarakat (Sukirno, 1997).

g. Cara Pengolahan Produk

Ada dua cara pengolahan gambir yaitu cara pribumi dan cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa. Pengolahan cara pribumi dilakukan oleh petani-petani pribumi, sedangkan pengolahan cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa dilakukan oleh orang-orang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia pada waktu dulu. Namun demikian pengolahan yang berkembang saat ini adalah pengolahan cara pribumi.

Adapun perbedaan antara ke dua cara pengolahan adalah : - Pengolahan cara Tradisional atau Pribumi.


(44)

diendapkan dan ditiriskan hingga membentuk pasta, kemudian pasta tersebut dicetak dengan cetakan bambu lalu dikeringkan.

- Pengolahan cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa Daun gambir dipisahkan dari rantingnya lalu dicuci terlebih dahuilu sebelum direbus. Lalu daun direbus selama setengah jam, selama perebusan daun diaduk dengan kayu. Ekstrak yang ada dipisahkan dan duan direbus kembali. Ekstrak yang diperoleh tersebut dipanaskan untuk menguapkan airnya, sehingga lebih kental. Ekstak kental tersebut disaring dengan kain halus, kemudian ditaruh ditempat teduh sampai suhunya turun menjadi sekitar 35 ‘ C

Peralatan yang dibutuhkan untuk pengolahan gambir yaitu (Nazir, 2000)

a) Pisau pemotong, yang digunakan untuk memotong ranting serta daun gambir. b) Keranjang, yang berguna sebagai alat pembawa daun dan ranting yang telah

dipetik.

c) Rajut (jala) berguna untuk mengumpulkan daun gambir yang akan direbus.. d) Kancah (kuali besar) sebagai tempat perebusan.

e) Keranjang bambu yang berguna untuk perebusan daun gambir. f) Ember, untuk membawa air serta cairan hasil pengolahan. g) Tali, untuk mengikat daun gambir setelah perebusan. h) Martil dari kayu, untuk penumbukan/pengempaan.


(45)

j) Kain penapis, untuk menapis getah gambir. k) Cetakan

l) Alat kempa

m) Samia, tempat penjemuran gambir.

Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Jenderal Kebudayaan, Museum Sumatera Barat Tahun 2000, untuk luas 1 Ha lahan gambir akan menghasilkan 1 ton gambir kering, panen dilakukan 1 kali dalam enam bulan dan lamanya memanen dua bulan, jadi dalam satu tahun dapat dilakukan 2 kali panen.. Untuk pengolahannya dilakukan di lingkungan keluarga tanpa melibatkan orang lain. Hal ini memungkinkan karena para petani tidak terikat pinjaman modal dari pedagang pengumpul.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar, Fakultas Pertanian USU 2004, tentang Pola Budidaya dan Pengusahaan Gambir, Studi Kasus Kabupaten Dairi menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sistem pola tanam tumpang sari.

Pada umumnya bentuk keluarga para petani adalah keluarga inti. Keluarga inti merupakan suatu unit sosial terkecil yang beranggotakan ayah, ibu dan anak-anaknya yang belum menikah (Koentjaraningrat, 1981 : 104). Setiap anggota keluarga disadari atau tidak, akan menempatkan dirinya secara pribadi pada suatu posisi atau status tertentu. Adanya kedudukan atau statusnya dalam keluarga membuat setiap anggota memiliki serangkaian hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan diwujudkan dalam


(46)

bentuk peranannya dalam berbagai kegiatan keluarganya. Sebagai keluarga yang ekonominya lemah atau miskin, keluarga petani mempunyai cara hidup atau kebudayaan yang berbeda dengan cara hidup atau kebudayaan keluarga yang kehidupan ekonominya menengah ataupun tinggi. Oscar Lewis (dalam Menno, 1994:60-61) yang melakukan penelitian terhadap masyarakat miskin diperkampungan kumuh Kota Mexico, mengemukakan beberapa ciri dari kebudayaan kemiskinan misalnya saja, tingkat pendidikan yang rendah, upah yang rendah dan keamanan kerja yang rendah, tingkat keterampilan kerja yang rendah, tidak memiliki tabungan dan sebagainya. Ciri-ciri tersebut ada dimiliki atau dijumpai dalam keluarga petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat.


(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan adalah deskriftif dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana menurut Nawawi (1990:64) bahwa metode deskriptif yaitu metode penelitian yang memusatkan perhatian pada masalah - masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat yang dilakukan langsung di lapangan kemudian didukung juga dengan penelitian pustaka.

3.2. Defenisi Konsep

Adapun yangmenjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :

1. Kehidupan sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur

secara sosial maupun ekonomi dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam stuktur soial masyarakat disertai dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh si pembawa status sosial tersebut ( Soekanto, 1987). Untuk melihat status sosial ekonomi seseorang maka perlu diperlihatkan beberapa faktor seperti : pekerjaan, pendapatan dan pendidikan (Koentjaraningrat, 1983). Dalam penelitian ini kehidupan sosial ekonomi yang akan diteliti antara adalah proses


(48)

produksi dan pemasaran, partisipasi pemerintah dalam pertanian gambir, pendapatan serta peningkatan taraf kehidupan sosial ekonomi petani..

2. Petani Gambir, adalah petani yang melakukan kegiatan pertanian gambir.

3.3. Instrumen Penelitian :

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis mempergunakan instrumen penelitian berupa petunjuk pertanyaan (interview guide) yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti..

3.4. Populasi dan sampel/Informan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga masyarakat Petani gambir yang bertempat tinggal di desa Mbinalun, Kecamatan Si Tellu Tali Urang Jehe Kabupatan Pakpak Bharat,. dan Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat.

Sampel /informan dibedakan menjadi beberapa kelompok yaitu kelompok masyarakat yang bergerak sebagai petani gambir , masyarakat yang bergerak sebagai pedagang gambir dan pihak pemerintah. khususnya Dinas Pertanian dan Kepala Desa.

3.5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada pada di desa Mbinalun Kecamatan Si Tellu Tari Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat. Alasan pemilihan desa ini antara lain

1. Desa Mbinalun merupakan desa penghasil gambir terbesar dii

Kabupaten Pakpak Bharat. Desa Mbinalun menghasilkan lebih kurang 30 ton gambir setiap bulannya.. Tanaman gambir


(49)

terbentang luas di kiri dan kanan perbukitan kala melintas di jalan antar Propinsi (Sumut-Aceh) dari Sidikalang menuju Subulussalam (Aceh). Demikian juga hasil olahan gambir di jemur penduduk disepanjang pinggiran jalan antar propinsi tersebut..

2. Desa Mbinalun merupakan jalur lalu lintas pantai Barat antar

Propinsi Sumut dan Aceh untuk sehingga memudahkan untuk mengadakan penelitian.

3. Kesedaian Bapak Kepala Desa untuk menemani peneliti pada saat mengadakan penelitian.

3.6 Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian di lapangan diperkirakan membutuhkan waktu sekitar empat bulan. Penulisan hasil penelitian ini dilakukan bersamaan ketika penelitian berlangsung. Uraian kegiatan penelitian scara jelas dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel : 2

Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Bulan Kegiatan

1 Bulan I Perencanaan

a. Studi Pustaka b. Pra Survey

c. Penulisan Proposal d. Seminar Proposal e. Penysusunan Instrumen

2 Bulan II Penelitian Lapangan:

a. Observasi lapangan b. Wawancara


(50)

3 Bulan III Pengolahan data dan Penulisan Laporan Awal:

a. Pengolahan data

b. Penulisan Laporan Awal

4 Bulan IV Seminar Hasil dan penulisan Laporan

Akhir :

a.Seminar Hasil Penelitian

b.Perbaikan dan Penulisan Laporan akhir

c. Penggandaan Laporan Penelitian

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian data yang diperlukan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder dari penelitian ini diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti kantor Dinas Pertanian, Kantor Kepala Desa, dan Studi Kepustakaan yang relevan.

Data primer merupakan data utama dalam penelitian ini. Data Primer diperoleh melalui:

a. Wawancara

Metode wawancara yang digunakan adalah metode yang bebas dan mendalam(Deph Interview). Wawancara dilakukan kepada informan. Informan yang diwawancarai dikelompokkan atas informan pangkal, informan pokok dan biasa. Informan pangkal ialah orang yang dianggap megetahui tentang keaadan desa dan hubunggannya dengan masalah yang diteliti. Informan pokok ialah orang atau penduduk setempat yang mempunyai pengetahuan yang luas tentang pertanian gambir. Informan biasa adalah informan untuk menguji keabsahan data dan memperkuat data dari informan pangkal dan pokok dan informan biasa ini tidak


(51)

dibatasi jumlahnya akan tetapi apabila peneliti telah yakin bahwa data-data yang diperoleh sudah dapat menjawab masalah maka jumlahnya akan terhenti dengan sendirinya. Dari metode ini akan diperoleh data-data yang dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang ada di dalam rumusan masalah itu. Implementasinya dengan menggunakan petunjuk pertanyaan (interview guide)

Jenis data yang diperoleh adalah : Pendapatan bersih para petani dalam pengusahaan gambir apakah memang menguntungkan atau malah merugi karena ada faktor-faktor produksi yang luput dari perkiraan seperti tenaga yang digunakan sehari-hari. Data lain yang diperoleh adalah luas lahan rata-rata petani , prose produksi, pemeliharaan tanaman, panen dan pengolahan hasil, proses pemasaran.

b. Observasi.

Metode observasi digunakan untuk melihat dan mengamati mengenai aktivitas masyarakat petani setempat yang berhubungan dengan masalah yang diteliti serta melihat etnografi desa di tempat penelitian, yaitu berusaha menggambarkan keadaan desa..

c. Studi Kepustakaan

Studi ini dimaksud untuk memperoleh data-data yang relevan yang dijadikan sebagai landasan berpikir dalam melihat masalah yang akan diteliti. Studi pustakaini dilakukan terhadap buku-buku, dan tulisan-tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Sejarah Singkat Desa Mbinalun.

Desa Mbinalun sebelumnya masuk ke dalam Desa Tanjung Mulia Kecamatan Si Tellu Tali Urang Jehe, Kabupaten Pakpak Bharat namun setelah pemekaran maka desa ini berdiri sendiri sejak pengesahan oleh DPRD Kabupaten Pakpak Bharat pada tanggal 06 September 2006 dan acara peresmian desa pada tanggal 25 Januari -2007 dan pelantikan Kepala Desa Perdana pada tanggal 12 Pebruari 2007.

Adapun dusun yang tergabung ke dalam desa Mbinalun, sebanyak 5 (lima) dusun, sebagai berikut :

1. Dusun Lae Ntomol 2. :Dusun Lae Rumbia 3. Dusun Gunung Angkat 4. Dusun Pernapa

5. Dusun Pelangki Raya

4.1.2. Luas dan Letak Geografis .

Penelitian ini dilakukan di Desa Mbinalun Kecamatan si Tellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Bharat, Propinsi Sumatera Utara. Daerah ini berada pada ketinggian rata-rata 600 meter diatas permukaan laut, bentuk tofografi bervariasi seperti datar, berombak, bergelombang, curam dan terjal. Adapun luas Kecamatan Si Tellu Tali Urang Jehe 473,62 Km.


(53)

Desa Mbinalun berjarak 12 km dari ibukota kecamatan dan 30. km dari ibukota kabupaten. Dari jarak tersebut dapat diasumsikan bahwa desa ini sudah cukup cepat dalam menerima arus informas dbari luardaerah yang akan berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan desa.

Adapun batas-batas desa penelitian adalah sebagai berikut : Sebelah Timur berbatasan dengan desa Perolihen

Sebelah Selatan berbatasan dengan desa Kaban Tengah Sebelah Barat berbatasan dengan desa Tanjung Mulia

Sebelah Utara berbatasan dengan desa Parongil Kec. Lae Parira, Kab. Dairi.

4.1.3. Gambaran Penduduk

Secara umum desa Mbinalun terdiri dari suku Pakpak dan sebagian kecil suku Tapanuli yang hidup rukun dan damai diikat oleh rasa kekeluargaan dan persaudaraan yang kokoh., tidak pernah terjadi gesekan antara etnis dari dulu hingga sekarang. Pada umumnya masyarakat desa Mbinalun menganut agama Islam 85 % dan Kristen Protestan 15 %.

Jumlah penduduk desa Mbinalun terdiri dari 996 jiwa (166 KK) dengan jumlah penduduk pria sebanyak 540 jiwa atau 54 % dan wanita 456 jiwa atau 46 %

4.1.3.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

Dari keseluruhan penduduk Desa Mbinalun yang berjumlah 996 jiwa tersebut jika dilihat berdasarkan etnis akan diperoleh gambaran sebagai berikut :


(54)

Tabel : 3

Keadaan Penduduk berdasarkan etnis .

No Suku Jumlah Persentasi

1 Pakpak 846 85 %

2 Tapanuli 140 14 %

3 Lain-lain 10 1 %

Jumlah 966 100 %

Sumber : Kepala Desa Mbinalun 2007

4.1.3.2. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Masyarakat Desa Mbinalun pada umumnya beragama Islam dan sebagian kecil menganut agama Kristen Protestan., Adapun jumlah penduduk yang beragama Islam sebanyak 846 jiwa, beragama Kristen Protestan sebanyak 140. Jiwa. Komposisi penduduk berdasarkan agama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini .

Tabel : 4

: Komposisi Penduduk berdasarkan Agama

No Agama Jumlah Persentasi

1 Islam 846 85 %

2 Kristen Protestan 150 15 %

Jumlah 996 100


(55)

4.1.3.4. Komposisi Penduduk berdasarkan kelompok Usia Tabel : 5 :

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

No Kelompok Usia Jumlah Persentasi

1 0-16 tahun 356 35.72

2 17 tahun ke atas 640 64.28

Jumlah 996 100

Sumber : Kepala Desa Mbinalun 2007

Pnmduduk usia dewasa lebih banyak yaitu 640. jiwa atau 64.28 % sedangkan usia balita sampai remaja sebesar 356 Jiwa atau 35.72 %.

4.1.3.5.Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Tabel : 6

Distribusi penduduk menurut pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah

org

Persentase (%)

1 Pelajar dan belum

sekolah

368 37

2 Pegawai Negeri Sipil 10 1

3 TNI/Polri 5 0,5

4 Pedagang 15 1,5

5 Petani 583 58,5

6 Buruh Tani 5 0,5

7 Pertukangan 5 0,5

8 Jasa-Jasa 5 0,5

Jumlah 996 100


(56)

4.2. Sarana dan Prasarana 4.2.1. Pendidikan

Proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan membutuhlkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan terampil, oleh karena itu pendidikan mempunyai pranan penting dalam mendukung proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang kehidupan masyarakat. Kualitas Sumber Daya Manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia merupakan kebutuhan mendesak untuk menghadapi tantangan era komputerisasi dan informasi yang canggih.

Dalam upaya meningkatkan kecerdasan dan keterampilan penduduk melalui proses pendidikan akan sangat tergantung pula kepada fasilitas atau sarana dan prasaran yang tersedia. Disamping itu juga dipengaruhi oleh kualitas tenaga pendidkik atau guru..

Secara umum pendidikan di desa Mbinalun masih lemah, Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) terdapat 1 (satu) buah untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi (SLTA) 1 (satu) buah yang baru dibangun pada dua tahun terakhir ini, sehingga untuk melanjutkn jenjang sekolah yang lebih tinggi masyarakat tidak perlu lagi menyekolahkan anaknya keluar dari desa Mbinalun, seperti sebelumnya. Adapun sarana pendidikan yang ada di desa Mbinalun yaitu :

1 unit SD Negeri di dusun Lae Ntomol 1 unit Madrasah Ibtidaiyah Swasta 1 unit SMP Negeri di dusun Lae Ntomol


(57)

1 unit SMA Negeri di dusun Lae Ntomol

Sebagian besar pendidikan masyarakat desa Mbinalun masih rendah yakni tamatan Sekolah Dasar (SD), ada juga yang sampai tamatan Sekolah Lanjutan tingkat Atas (SLTA) tetapi sebagian kecil saja. Sekarang ini sudah banyak anak mereka melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, seperti perguruan tinggi maupun akademi. Masyarakat sudah menyadari bahwa pendidikan itu penting untuk masa depan anak mereka.

Tabel : 7

Komposisi Penduduk berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Persentasi (%)

1 Belum Sekolah dan

Tidak Tamat Sekolah

97 10

2 SD 597 50

3 SLTP 299 30

4 SLTA 100 10

Jumlah 996 100

Sumber : Kepala Desa Mbinalun 2007

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 597 orang atau 60 % SLTP sebanyak 299 Orang atau 30 % dan SLTA 100 orang atau 10 %.

4.2.2. Sarana Kesehatan :

Sebagaimana sebuah kabupaten baru, Kabupaten Pakpak Bharat tidak terlepas dari sejumlah kekurangan yang harus diperhatikan secara serius untuk diperbaiki.


(58)

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat maka pemerintah hendaknya mampu membangun fasilitass atau sarana dan prasarana yang mendukung.

Kesehatan Masyarakat tidak terlepas dari bagaimana pelayanan pemerintah terhadap bidang kesehatan baik dalam sarana dan prasarana maupun tenaga ahli dalam kesehatan : Dokter, Bidan, Perawat dan tenaga ahli lain yang dapat menangani kesehatan masyarakat. Keadaan masyarakat di Pakpak Bharat masih sangat rendah Hal ini dapat terlihat dari fasilitas yang disediakan oleh pemerintah daerah masih terbatas dan sangat jauh dari harapan masyarakat Pakpak Bharat secara keseluruhan. Adapun sarana kesehatan yang tersedia di desa Mbinalun segai berikut :

1 unit Pustu di dusun Lae Ntomol

4.2.3. Kantor Pemerintahan

Pemrintahan daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD). Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan ekonomi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintah daerah baik potensi dan keanekaragaman. Administrasi Pemerintahan Kabupaten Pakpak Bharat pada tahun 2005 terdiri dari delapan Kecamatan dengan 47 desa .

Adapun Kantor Pemerintahan yang terdapat di desa Mbinalun, sampai dengan penelitian ini dilakukan adalah baru kantor kepala Desa


(59)

4.2.4. Sarana Ibadah

Di Desa Mbinalun terdapat dua buah Masjid sedangkan Gereja tidak ada, penduduk desa sebagian besar penganut agama Islam dan sebagian lagi penganut Kristen Protestan mereka hidup secara berdampingan satu sama lain dan saling hormat menghormati serta menghargai dalam menjalankan ibadah masing-masing.

4.2.5. Prasarana Jalan :

Jalan Protokol sepanjang 9 km

Jalan Desa sepanjang 4,5 km menuju dusun Pernapa Jalan desa yang diaspal belum ada

4.3. Sistem Mata Pencaharian

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa sebagian besar penduduk desa Mbinalun adalah orang-orang yang bermata pencaharian sebagai petani. Dalam mengelola dan memanfaatkan lahannya para peptani di Desa Mbinalun menggunakan pola dan model yang disesuaikan dengan karakteristik tanah yang mereka miliki. Beberapa penduduk ada yang memiliki tanah yang kemudian dimanfaatkan untuk persawahan. Hal ini terjadi karena lahan yang mereka miliki berdekatan dengan sumber mata air. Akan tetapi secara garis besar hampir semua penduduk desa ini mempraktekkan peerladangan di tanah kering.

Perladangan yang dilakukan penduduk didasarkan pada kemampuan tenaga manusia yang apa adanya mau tak mau akan menuntut mereka pada suatu kenyataan


(60)

untuk mengelola lahan yang dimiliki secara efektif. Hal ini dikarenakan pertanian di lahan kering sedikit banyak memerlukan tenaga ekstra terutama sekali bila lahan yang dimiliki tidak dalam kondisi yang datar melainkan miring karena berupa lereng bukit sebagaimana karakteristik sebagian besar lahan yang ada di desa Mbinalun.

Sebagai sebuah desa yang penduduknya menggantungkan perekonomian pada sektor pertanian, mau tidak mau pertanian di desa Mbinalun harus selalu mempertimbangkan perkembangan teknologi pertanian. Hal ini tampaknya telah terjadi ditandai dengan telah dikenalnya dan dipraktekkannya pertanian yang menggunakan obat-obatan pestisida buatan pabrik.

Secara garis besar, pertanian lahan kering yang dipraktekkan masyarakat juga dapat dibedakan atas beberapa pola :

- Lahan kering dengan tanaman umur panjang - Lahan kering dengan tanaman umur pendek - Lahan kering campuran

Beberapa pola tanam seperti itu mau tidak mau memeiliki keunggulan dan kerugian tersendiri. Resiko yang muncul dengan mempraktekkan salah satu model pertanian ini adalah .konsekwensi harus diambil oleh petani.

Pertanian pada lahan kering. dengan tanaman umur panjang adalah pola pertanian yang hanya menempatkan satu atau beberapa tanaman keras seperti kopi, kemiri, jeruk atau lainnya sebagai tanaman utama di sebuah lahan tertentu. Pola tanaman seperti ini kebanyakan dipraktekkan oleh mereka yang memiliki mata pencaharian lain di luar pertanian Selain dari pada itu, pola pertanian seperti ini


(61)

biasanya menjadi sebuah investasi yang hasilnya diharapkan untuk jangka waktu yang lama. Resiko yang diambil oleh para petani yang mempraktekkan pola ini adalah bahwa mereka tidak setiap waktu bisa memanen hasil ladangnya melainkan berjangka waktu.

Pertanian di lahan kering dengan menanam tanaman umur pendek adalah pola pertanian yang memanfaatkan lahannya secara lebih intensif dengan menempatkan tanaman umur pendek seperti sayur-sayuran, palawija dan padi sebagai tanaman utama. Umur yang pendek dari tanaman yang ditanam menjadikan seorang petani yang mempraktekkan pola ini bisa memanen dalam jangka waktu yang tidak lama. Kelemahan sistem ini adalah bahwa perhatian dan kerja keras yang lebih, harus diberikan dalam perawatan tanaman umur pendek yang biasanya rentan terhadap penyakit.

Sementara petani yang mengelola lahannya dengan tanaman campuran adalah petani yang menggunakan sistem tumpang sari . Sistem ini pada beberapa saat tertentu terutama pada tahun-tahun pertama penanaman tanaman keras menempatkan tanaman pendamping yang biasanya tanaman umur pendek sebagai tujuan utama. Setelah beberapa waktu dimana tanaman keras atau tanaman umur panjang mulai menghasilkan, maka tanaman umur pendek tidak lagi menjadi priritas utama. Pola pertanian seperti ini jauh lebih bersifat intensif dengan melakukan diversifikasi tanaman pada lahan terbatas yang dimiliki petani.


(62)

dengan kegiatan persiapan lahan baik itu pembukaan lahan bagi yang belum pernah dipakai atau persiapan lahan bagi lahan yang sudah sering ditanami. Setelah persiapan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan lain yang kemudian berakhir pada masa panen.

Memperhatikan bahwa kajian ini menempatkan gambir sebagai sentral utama pembahasan, mau tidak mau pola pertanian lahan kering dengan tanaman umur panjang merupakan fokus perhatian.

Selain gambir, tanaman pada lahan kering dengan tanaman umur panjang biasanya adalah jeruk, cengkeh ataupun kemiri, akan tetapi hal ini sangat jarang ditemukan di desa ini. Hasil-hasil pertanian dari desa Mbinalun secara garis besar adalah berupa padi (sawah/darat), sayur mayur, holtikultura dan kopi. Akan tetapi dari hasil produk-produk pertanian itu yang orientasinya pasar kebanyakan adalah gambir selebihnya adalah produk subsisten dan sambilan saja.

4.3.1 Berbagai Tanaman Pilihan

Dalam mengelola pertaniannya masyarakat desa Mbinalun mengenal berbagai komoditas tanaman pertanian yang kemudian menjadi tanaman-tanaman yang mereka budidayakan. Beberapa jenis tanaman yang ditanam oleh sebagian penduduk desa Mbinalun :

a. Padi sawah dan ladang

Sebagaimana diketahui bersama bahwa kondisi tofografi desa yang berbukit-bukit dan berada di dataran tinggi menjadikan pertanian desa ini tidak bisa atau


(63)

hanya sedikit sekali lahan yang bisa dikelola menjadi lahan pertanian basah. Kondisi ini dapat terlihat jelas dari keadaan pertanian desa yang sebagian besar merupakan lahan pertanian kering dan luas areal persawahan yang dapat ditemukan di wilayah ini hanya sekitar 10 hektar dari sekitar 650 ha luas keseluruhan desa . Oleh sebab itu di desa Mbinalun terdapat beberapa petani sawah yang pilihan utama tanamannya adalah padi sawah. Pengelollan sawah yang dilakukan oleh petani desa ini bisa dikatakan semi intensif. Ini dikarenakan oleh sebagian petani sawah, sawahnya akan bisa dipergunakan untuk dua kali masa tanam dalam setahun, akan tetapi jenis tanaman yang ditanam tidaklah sama untuk kedua musim tanam tersebut.

Selain ditanami padi, sawah yang dimiliki petani untuk beberapa saat juga akan ditanami dengan tanaman lain seperti jagung dan palawija..

Pola pengerjaan sawah di daerah ini masih sederhana yakni masih mengerjakan bajak kerbau dan tenaga manusia.. Padi yang ditanam di sawah biasanya jenis padi lokal dan jenis padi IR yang biasanya berumur 90-110 hari. Produksi padi biasanya hanya untuk konsumsi sendiri.

Penanaman padi yang dilakukan penduduk di desa ini umunya dilaksanakan dilahan kering, jenis padi yang ditanam di lahan kering dikenal dengan istilah padi ladang biasanya berupa padi gogo atau jenis padi darat lainnya. Tidak diketahui secara pasti berapa sesungguhnya luas lahan kering yang ada di desa ini yang ditanami dengan jenis padi darat. Kendala utama dalam hal pengeloaan hasil dari kedua tanaman padi ini adalah pada angkutan hasil dan penggilingan padi menjadi


(64)

Produksi padi setiap hektarnya dari kedua pola penanaman padi yang dilakukan masyarakat sangat bervariatif. Padi sawah , hasil perhektarnya bisa sekitar 1,7-3 ton gabah/ha. Kalau sudah digiling maka jumlah beras yang diperoleh sekitar 1,2-2,5 ton/ha. Hasil ini sedikit berbeda dengan padi ladang yakni satu hekter padi darat akan bisa diperoleh 1,4-2 ton gabah/ha..

b. Sayur Mayur

Sebagai sebuah desa yang terletakdi dataran tinggi dengan suhu yang dapat diglolongkan dingin, maka hal itu sangat mendukung kegiatan penanaman berbagai jenis sayur mayur yang dilakukan oleh masyarakat desa ini. Beberapa jenis sayur mayur yang menjadi pilihan oleh hampir sebagian petani untuk ditanam diantaranya adalah : Kol, berbagai jenis sawi, wortel, cabe, tomat dan lainnya. Mengingat bahwa umur tanaman jenis ini adalah pendek, maka dalam setahun seorang petani biasa melakukan dua kali masa tanam. Untuk jenis kol dan sawi-sawian, seorang petani hanya akan memanen untuk sekali musim tanam. Walaupun demikian, sering kali tunas-tunas kol yang tumbuh setelah sayur kol dipanen juga menjadi komoditas yang laku untuk dijual. Akan tetapi hal itu tidak menjadi tujuan utama petani.

Pertanian sayur mayur memang telah dikenal cukup lama oleh masyarakat desa ini secara turun temurun untuk beberapa generasi akan tetapi sampai saat ini hanya sedikit sekali petani di desa ini yang mengandalkan perolehan hasil dari ladang yang hanya ditanami dengan sayur mayur saja. Kenyataan ini muncul dikarenakan berbagai sebab yang diantaranya adalah ketersediaan benih yang yang tidak memadai,


(65)

harga pupuk dan obat-obatan yang sulit dijangkau serta tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani dalam memasarkan produk sayur-mayurnya. Tingginya biaya pemasaran sebagian besar dikarenakan sulitnya sarana transportasi dari ladang ke pasar setempat atau ke kota.

Resiko yang harus diambil seorang petani yang mengandalkan hasil ladangnya pada pertanian sayur-mayur mengharuskan petani tersebut memiliki mata pencaharian lain yang bisa menjamin terpenuhi kebutuhan si petani itu sendiri bila seandainya hasil pertaniannya tidak begitu berhasil. Hal inilah yang mungkin menjadi sebab kebanyakan petani sayur mayur yang ada di desa ini biasanya memiliki ladang lain lagi seperti tanaman tua seperti gambir maupun kopi. Bisa juga sipetani menjadikan tanaman sayuran sebagai tanaman yang ditumpang-sarikan dengan tanaman lain. Tindakan ini sebagai sebuah upaya untuk meminimalisasikan resiko kerugian yang besar. Bila pertanian sayur-mayur tidak menghasilkan hasil yang optimal, maka biaya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari akan bisa ditutupi dengan penjualan hasil tanaman lain yang juga ditanam. Demikian juga sebaliknya bila pertanian tanaman kopi dan gambir belum menghasilkan maka pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dapat digantungkan dari hasil penjualan sayur-mayur yang ditanam di sela-sela tanaman kopi dan gambir tersebut. Walaupun demikian, kesiapan untuk secara maksimal mengantisipasi agar tingkat kegagalan panen dapat diminimalisir harus selalu diupayakan.


(66)

jumlahnya sangat sedikit dan sebagain besar petani yang menanam palawija kebanyakan untuk tujuan diambil; hasilnya untuk kepentingan sendiri atau kalaupun dijual, proses penjualannya hanya di sekitar pasar (pekan) yang beroperasi seminggu sekali.

c. Sawit serta tanaman keras lainnya.

Disamping jenis-jenis tanaman di atas sesungguhnya tanaman utama petani di desa ini adalah gambir, oleh beberapa penduduk akhir-akhir ini sawit juga telah ditanami sebagai usaha pertanian.. Namaun secara garis besar, persentasi petani gambir memang masih lebih besar daripada petani sawit Dari sekitar 200 Ha lahan kering yang terdapat di desa ini sekitar 100 Ha dimanfaatkan untuk tanaman gambir, baik dengan pola penanaman gambir secara tunggal maupun secara tumpang sari.

4.4. Sistem Produksi 4.4.1. Pembukaan Lahan

Para petani di Desa Mbinalun ini mulai melakukan pertanian gambir dengan sistem pembudidayaan. Lahan yang ditanami gambir oleh para petani adalah lahan milik petani sendiri yang letaknya berada diatas lereng bukit, tanahnya kurang subur dan sedikit berbatu. Tetapi kondisi lahan seperti ini sangat sesuai dengan syarat tumbuh gambir menurut Zamarel dan Hadad EA (1991) yang menyatakan tanaman gambir dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur. Umumnya petani memilih tanah-tanah, hutan perawan yang letaknya miring dan mudah meresapkan air, karena tanaman ini tidak tahan terhadap air tergenang.


(67)

Proses pembukaan lahan baru di desa Mbinalun disebut dengan nama

Mertembak. Peralatan yang digunakan untuk membuka lahan baru adalah parang

dan kampak. Caranya yaitu dengan membabat semak dan pohon-pohon kecil di sekitar areal. Selanjutnya pohon-pohon yang besar ditebang dan ditumbangkan dengan menggunakan kampak. Setelah areal tersebut bersih, lahan dibiarkan selama satu bulan sampai semak-semaknya kering. Kemudian pada saat hari panas dilakukan kegiatan pembakaran. Setelah itu sisa-sisa pembakaran yang belum habis terbakar dikumpulkan pada satu tempat dengan maksud untuk dibakar kembali agar habis seluruhnya. Selanjutnya setelah proses pembakaran selesai lahan tersebut sudah dapat ditanami tanaman gambir. Proses pembukaan lahan gambir memerlukan waktu lebih kurang tiga bulan tergantung dari luas lahan yang dibuka oleh petani gambir. Adapun luas lahan gambir di desa Mbinalun bervariasi sekitar 0,5 sampai 2,5 hektar. Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk pembukaan lahan adalah dua bulan untuk luas lahan 0,5-1,0 hektar. Sementara untuk luas lahan 2 sampai 2,5 hektar sekitar tiga bulan.

Pembukaan lahan biasanya dilakukan pada bulan Januari sampai Juli. Untuk pembukaan lahan tersebut petani tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga, jadi umumnya petani melakukan pekerjaan pembukaan lahan menggunakan tenaga kerja keluarga inti, dan ini pun terbatas pada Bapak dan anak laki-laki yang telah berusia minimal 14 tahun., sedangkan ibu bertugas untuk menyediakan makan siang dan membuat minuman maupun makanan ringan. .


(68)

Kalaupun ada para petani yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga dalam hal pembukaan lahan inipun hanya menggunakan tenaga kerja laki –laki dan sistem pembayaran upah harian maupun borongan. Sedangkan bekerja dengan sistem gotong royong dalam pembukaan lahan sudah hampir punah kalaupun ada hanya sebatas pada keluarga dekat saja.

Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam suatu usaha pertanian tergantung dari jenis tanaman dan luasnya lahan yang diusahakan serta . dana yang tersedia untuk membiayai tenaga luar tersebut.

Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar antara lain adalah komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja).

Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Umumnya tenaga kerja yang digunakan dalam pertanian gambir di Kabupaten Pakpak Bharat adalah tenaga kerja keluarga. Kalaupun ada tenaga kerja luar adalah pada waktu pembukaan lahan dan pada waktu pemanenan dan khusus mengenai pemanenan upah yang diberikan adalah dengan sistem bagi hasil.

4.4.2. Pembibitan

Untuk proses pembibitan gambir menggunakan bibit yang dapat diperoleh dengan cara generatif (biji) dan vegetatif (batang) . Adapun bibit gambir yang digunakan dengan cara vegetatif (batang) adalah dengan mengambil bibit tanaman


(69)

gambir yang telah berusia sekitar 6 bulan dan berasal dari hutan-hutan yang ada di sekitar desa Mbinalun. Dengan ukuran panjang bibit adalah lebih kurang 0,5 meter. Pengambilan bibit dari hutan menggunakan pelepah pisang untuk membungkus bibit tersebut dan direndam dengan air ataupun dengan menempelkan tanah pada akar bibit gambir yang telah dikumpulkan tersebut.

Bibit gambir yang lainnya dapat diperoleh secara vegetatif yaitu dengan mengambil bagian tanaman gambir yang telah tua, yaitu berusia sekitar empat tahun. Tanaman gambir tersebut kemudian ditanam kembali pada lahan yang telah disediakan. Adapun bibit yang paling baik dan sering digunakan oleh petani gambir desa Mbinalun adalah bibit yang diperoleh dengan cara generatif. Hal ini disebabkan bibit tersebut kualitasnya lebih bagus karena umur bibit yang lebih muda dan lebih produktif.

Untuk melakukan penanaman masyarakat tidak pernah melakukannya dengan menanam bibit yang dibeli, tetapi masyarakat melakukannya dengan cara stek (mengambil dari tanaman yang bagus, dipotong dahan yang cukup tua, kemudian dilakukan penanaman langsung) pada musim hujan. Hal ini sudah turun temurun dilakukan masyarakat dan hasilnya cukup memuaskan, sehingga cara tersebut sudah menjadi darah daging bagi petani. Pada lokasi penelitian (desa Mbinalun) tidak ada yang membuat pembibitan untuk perbanyakan tanaman gambir, karena menurut mereka pembibitan memerlukan biaya besar dan waktu yang lama untuk membuatnya serta memerlukan keterampilan yang khusus agar hasil yang didapat cukup baik.


(1)

FOTO-FOTO DOKUMENTASI

Section 1.01

GAMBIR

STUDI KASUS DESA MBINALUN

KECAMATAN SITELLU TALI URANG JEHE

KABUPATEN PAKPAK BHARAT


(2)

Gambar 2: Peneliti sedang berada di dekat Tungku Perebusan

daun Gambir


(3)

Gambar 4: Peneliti sedang berbincang-bincang dengan pedagang

Pengumpul gambir.

Gambar 5 : Gambir yang telah siap untuk dipasarkan

Gambir ini dikenal dengan nama gambir kering bentuk

jambu.


(4)

Gambar 6: Peneliti sedang melakukan wawancara dengan

salah seorang petani gambir


(5)

Gambar 7. Peneliti sedang berada di depan plang nama bantuan

alat press yang diberikan oleh Dinas Pertanian


(6)

Keterangan: