BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan internasional merupakan suatu sistem hubungan antar negara yang berdaulat dalam pergaulan internasional yang menjadikan kegiatan
diplomasi sebagai suatu elemen utama bagi suatu negara sebagai faktor penentu eksistensi sebuah negara dalam hubungan internasional. Diplomasi merupakan
proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain.
1
Diplomasi kekinian juga tidak hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga menjadi suatu senjata
multi-dimensional yang digunakan dalam situasi dan lingkungan apapun dalam hubungan antar bangsa.
2
Sehingga dapat dikatakan, hubungan internasional saat
ini ditandai oleh aktivitas-aktivitas diplomasi yang sangat kompleks.
Dalam era globalisasi
3
ini, interaksi dan intensitas hubungan antar negara menjadi semakin meningkat yang antara lain ditandai dengan dicapainya berbagai
kesepakatan kerjasama baik yang bersifat regional, bilateral dan multirateral. Berbagai kesepakatan tersebut lazimnya dituangkan dalam bentuk perjanjian
internasional yang meliputi berbagai bidang, baik itu politik, ekonomi,
1
Sumaryo Suryokusumo,
Praktik Diplomasi
, STIH IBLAM : Jakarta, 2004, hlm.1.
2
Ibid.,
hlm. 3.
3
Globalisasi secara literal dapat dipahami sebagai suatu proses fenomena lokal atau regional menjadi satu tataran global. Sheila L Croucher menulis pemahaman globalisasi dalam
Globalization and Belonging : The Politics of Identity a Charging World, Rowman Littlefield
2004, Pages 10, sebagai “
a process of blending norm homogenization by which the people of the world are unified into a single society and function together. This process is a combination a
economic, technological, sociocultural and political forces
”.
Universitas Sumatera Utara
perdagangan, hukum, pertahanan, sosial budaya dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, perjanjian internasional sebagai suatu dokumen hukum telah menjadi bagian
dari keseharian kegiatan bangsa dan negara Indonesia. Sebagai catatan, berdasarkan data yang ada pada Treaty Room Kementerian Luar Negeri, saat ini
tercatat sekitar 3596 tiga ribu lima ratus sembilan puluh enam perjanjian internasional antara Indonesia dengan negara lain termasuk dengan subjek hukum
internasional lainnya.
4
Meskipun demikian, disadari bahwa sekalipun Indonesia telah menjadi pihak dalam ribuan perjanjian internasional dan telah memiliki seperangkat
perundang-undangan nasional yang mengatur atau merujuk pada dokumen perjanjian internasional, Indonesia masih belum memiliki politik dan sistem
hukum nasioanl yang jelas tentang perjanjian internasional. Dalam kaitan ini, terdapat tiga permasalahan yang menjadi faktor utama yaitu pertama, adalah
tentang pengertian atau definisi perjanjian internasional dalam perspektif hukum nasional yang masih belum baku. Kedua, adalah tentang status perjanjian
internasional dalam
hukum nasional.
Ketiga adalah
tentang konsep
ratifikasipengesahan yang berkembang dan yang dikenal dalam hukum nasional.
5
Masalah definisi perjanjian internasional dalam teori dan praktiknya menimbulkan ketidakseragaman konsepsional. Parameter untuk menentukan
apakah suatu dokumen adalah perjanjian internasional sering luput dari perhatian sehingga acapkali menimbulkan kerancuan baik di kalangan akademisi maupun
praktisi. Pandangan umum mengenai perjanjian internasional adalah seluruh
4
Eddy Pratomo,
Hukum Per janjian Internasional Pengertia n, Status Hukum dan Ratifikasi
, PT. Alumni, Bandung, 2011, hlm. 1.
5
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian yang bersifat lintas negara baik yang bersifat perjanjian publik maupun perjanjian perdata antar negara maupun antar perusahaan multinasional.
Black’s La w Dictiona ry
mendefinisikan kontrak sebagai
6
“An agreement between two or more pa rties crea ting obliga tions tha t a re enforcable or otherwise recogniza ble a t
la w ”.
7
Sehingga definisi ini cukup mengarahkan opini bahwa perjanjian internasional adalah identik dengan kontrak.
Globalisasi menjadi alasan dan faktor utama bagi berbagai negara di dunia untuk saling bekerja sama. Hal ini didasarkan pada saling bergantung dan saling
membutuhkannya tiap-tiap negara terhadap negara lain, baik itu dalam hal sumber daya alam, energi, informasi, teknologi maupun perdagangan. Hal ini kemudian
lambat laun membawa globalisasi semacam yang dinamakan dengan penyatuan, yang semakin dekat antara negara-negara dan masyarakat-masyarakat di dunia
yang disebabkan oleh pengurangan biaya transportasi dan komunikasi yang begitu besar, dan dapat meruntuhkan berbagai penghalang artifisial bagi arus barang,
jasa, modal, pengetahuan dan dalam jumlah yang sedikit orang-orang di perbatasan.
8
Proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang sedang berlangsung dewasa ini telah mendorong peningkatan intensitas komunikasi dan interaksi antar
6
Bryan A. Garner Editor. Black’s Law Dictionary Second Pocket Edition. West Group,
2011, hlm. 139.
7
Kontrak secara umum dapat juga diartikan sebagai :
an agreement which binds the parties concerned. In other words, a contract is an agreement which is enforceable by law. To
have an agreement, there must be an offer and an acceptance of that offer.
Baca : Catherine Tay Swee Kian-Tang See Chim,
Time Business : Contract Law, a lay
mans’s guide, Times Books International, Singapore-Kuala Lumpur, 2001, hlm. 19.
8
Stiglitz Joseph, 2003,
Globalisasi dan Kegagalan Lembaga -lembaga Keuangan Internasional
, PT. Ina Publikatama, Jakarta, hlm. 12. Dikutip oleh Jemmy Rumengan, “Perspektif
Hukum
dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah”, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No. 2, 2009, hlm. 237.
Universitas Sumatera Utara
bangsa, termasuk antar kotadaerah dan masyarakat di negara yang berbeda. Dalam hal ini hubungan persahabatan dan saling pengertian antar bangsa-bangsa
semakin dirasakan dalam mendukung kepentingan nasional. Keadaan tersebut sudah pasti memberi peluang yang baru dan luas kepada negara-negara yang
mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.
9
Melihat semakin meluasnya peran yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah untuk mendukung otonomi daerah, ini menjadikan daerah-daerah
di Indonesia berlomba-lomba untuk menjalin kerjasama antar kota di seluruh dunia. Undang-undang otonomi daerah merupakan dasar hukum pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia atau dapat juga disebut payung hukum pelaksanaannya terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai pelaksanaan otonomi daerah di bawah undang-undang otonomi daerah seperti, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan seterusnya.
Undang-undang otonomi daerah itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 UUD 1945 yang
menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam Pasal 18 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa :
“Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerinta han menurut a sa s otonomi da n tuga s
pemba ntua n. ”
9
Damos Dumoli Agusman, Makalah “
Kerjasama Sister CitySis
ter Province” Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya, Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional, Deplu, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, Undang-undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan Undang-undang Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undang- undang Dasar 1945 Pasal 18 ayat 7, bahwa
“Susunan dan tata cara penyelengga ra an pemerinta ha n da era h dia tur da la m unda ng-unda ng.
” Ketentuan
tersebut di
atas menjadi
payung hukum
bagi pembentukan undang-undang otonomi daerah di Indonesia, sementara undang-
undang otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hierarki atau tata urutan
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan
reformasi 1998, tepatnya pada tahun 1999. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya undang-undang ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata
laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.
10
Maka dari itu, Sister City merupakan implementasi dari perluasan hak yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengurus
sendiri urusan pemerintahannya dalam arti tetap mengacu pada undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang merupakan salah satu dari beberapa bentuk kerjasama yang dijalin pemerintah daerah di Indonesia dengan
10
Sumber : http:otonomidaerah.comuu-otonomi-daerah diakses pada 02 Februari 2015.
Universitas Sumatera Utara
kota-kota yang ada di luar negeri. Dalam konteks Perjanjian Internasional, kedua pihak harus membuat sesuatu yang dapat mengikat keduanya. Misalnya, adanya
Memora ndum of Understa nding MoU
11
yang dibuat kedua pihak dalam menjalin kerjasama antar kota atau Sister City.
Ada berbagai informasi dan hal-hal yang bisa dijadikan suatu pembelajaran bagi setiap orang untuk lebih memahami bagaimana cara melakukan
kerjasama internasional. Dengan melakukan diplomasi internasional seperti apakah suatu kerjasama Sister City ini dapat terjalin dan bagaimana cara
Pemerintah Daerah membuat kerjasama Sister City ini apakah sudah sesuai
dengan proses dan mekanisme yang ada di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penting untuk meneliti bentuk serta status perjanjian internasional yang dibuat dalam kerangka kerjasama Sister City
Kota Bersaudara antara pemerintah daerah dari negara yang berbeda.
B. Rumusan Masalah