sebagai pemilik suatu merek dan know-how, memberikan haknya kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis berdasarkan merek dan know-
how itu,
38
jadi pada dasarnya pola bisnis dengan keagenan, distributorship, dan Franchise mempunyai beberapa persamaan, yakni: ketiga pola ini
bergerak dalam pendistribusian barang clan atau jasa, serta hingga saat ini diatur secara umum berdasarkan Buku III KUH Perdata.
3. Dasar Hukum Perjanjian Waralaba Franchise
Secara khusus belum ada aturan yang mengaturnya, namun peraturan perundang-undangan yang memiliki hubungan dengan
frnnclaise adalah:
a. Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUHPerdata; b. Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
c. Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten; d. Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
e. Peraturan Pemeritah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba; f. Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 376kep XI1988 tentang
Kegiatan Perdagangan; g.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259MPPKEP71997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata
Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba;
4. Ruang Lingkup Perjanjian Waralaba Franchise
38
Ibid.
Dilihat dari ruang lingkup dan konsepnya, sebenarnya kontrak franchise berada di antara kontrak lisensi dan distributor. Adanya
pemberian izin oleh pemegang hak milik intelektual atau know-how lainnya kepada pihak lain untuk menggunakan merek ataupun prosedur
tertentu merupakan unsur perjanjian lisensi. Sedangkan di lain pihak juga ada quality control dari Franchisor terhadap produk-produk
pemegang lisensi yang harus sama dengan produk-produk lisensor, jadi seakan-akan pemegang franchise merupakan distributor Franchisor.
39
5. Obyek dan Subyek Perjanjian Waralaba Franchise
Objek dalam perjanjian franchise adalah lisensi. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Franchisor kepada franchisee. Berdasarkan kriteria
tersebut, maka lisensi dibagi menjadi tiga macam:
40
a. Licence exchange contract, yaitu perjanjian antara para pesaing yang bergerak dalam kegiatan yang sama atau memiliki hubungan yang erat,
sehingga disebabkan masalah-masalah teknis, mereka tidak dapat melakukan kegiatan tanpa adanya pelanggaran hak-hak termasuk hak
milik perindustrian dari pihak lain.
b. Return contract, artinya perjanjian ini tampak dari luarnya saja sebagai perjanjian lisensi, namun sebenarnya bukan perjanjian lisensi dalam arti
sebenarnya. Perjanjian tersebut dibuat semata-mata untuk tujuan penyelundupan pajak, dengan cara seolah-olah suatu cabang
perusahaan di suatu negara tertentu membayar royalti kepada perusahaan induknya di negara lain.
c. Perjanjian lisensi dalam arti sebenarnya, tanpa camouflaging effects sebagaimana diuraikan di atas.
Pemberian lisensi dalam franchise seyogianya digolongkan sebagai lisensi dalam arti yang sebenarnya. Waralaba diselenggarakan berdasarkan
39
Salim HS, Op. Cit. Hal. 166
40
Handri Raharjo,, Op. Cit, Hal. 135
perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memerhatikan hukum Indonesia.
Selanjutnya yang menjadi subjek hukum dalam perjanjian franchise, yaitu:
41
a. Franchisorpemberi waralaba, adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan danatau
menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba. Dengan kata lain, perusahaan yang memberikan lisensi, berupa paten,
merek perdagangan, merek jasa, maupun lainnya kepada franchisee.
b. Franchiseepenerima waralaba, adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk
memanfaatkan danatau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba. Dengan kata lain, perusahaan yang menerima lisensi dari
Franchisor.
c. Pihak-pihak yang kena dampaknya dari perjanjian franchise: 1 Franchisee lain dalam system franchise franchising system yang
sama. 2 Konsumen atau klien dari franchisee maupun masyarakat pada
umumnya.
6. Kriteria Sebuah Waralaba Franchise