Aplikasi Etephon untuk meningkatkan keserempakan masak buah.

18

II. Aplikasi Etephon untuk meningkatkan keserempakan masak buah.

II.A. Pengamatan Perkembangan Buah dan Biji Jarak Pagar Pengamatan perkembangan buah dan biji dilakukan untuk mengetahui perkembangan buah dan biji jarak pagar dari sejak penyerbukan terjadi sampai biji masak sehingga diketahui waktu tercapainya fase akumulasi cadangan makanan, yang ditandai dengan meningkatnya bobot kering biji. Pengamatan ini dilaksanakan di dua tempat yaitu di kebun koleksi jarak pagar IPB Leuwikopo September-November 2009 dan kebun jarak pagar PT Indocement Tbk di Cieuterup, Bogor Desember 2009-Februari 2010. Pengamatan di kebun koleksi jarak pagar IPB Leuwikopo dimulai dengan melakukan penyerbukan silang pada beberapa genotipe yang berasal dari Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, Sukabumi, Bogor, Banten, Makasar, Medan, Biak, Jayapura dan Bali. Perkembangan buah dan biji jarak pagar diamati sejak antesis sampai buah masak dengan interval pengamatan tujuh hari sekali. Pengamatan perkembangan buah dan biji di kebun jarak PT Indocement Tbk dilakukan sejak 30 hari setelah antesis berdasarkan hasil penelitian di kebun koleksi dan didukung oleh hasil penelitian Santoso 2009. Pengamatan dilakukan terhadap ukuran buah dan biji diameter dan panjang, yang diukur dengan menggunakan jangka sorong dan bobot basah biji bobot basah dan bobot kering endosperm-embrio. II.B. Studi Konsentrasi dan Waktu Aplikasi Etephon untuk Meningkatkan Keserempakan Masak Buah Jarak Pagar Penelitian pada bagian kedua ini terdiri atas dua tahap. Tahap I dilakukan pada bulan Februari 2010, sedangkan tahap II dilakukan pada bulan April 2010. Curah hujan selama pengamatan pada tahap I rata-rata sebesar 19.8 mmhari dan suhu udara rata-rata sebesar 26.7 o C sedangkan pada tahap II curah hujan rata-rata sebesar 0.5 mmhari dan suhu udara rata-rata sebesar 27.8 o C Lampiran 2. Jarak pagar yang digunakan adalah genotipe Dompu. Genotipe Dompu merupakan provenan Bima Santoso BB 22 Juni 2010, komunikasi pribadi yang pematangan buah dalam satu malai tidak serempak Santoso 2009. Genotipe ini 19 sudah tepat jika digunakan untuk mempelajari pengaruh aplikasi zat pengatur tumbuh terhadap keserempakan pemasakan buah jarak pagar. Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAK Faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi etephon yang terdiri atas tujuh level yaitu: 0, 200, 400, 600, 800, 1000 dan 1200 ppm. Faktor kedua adalah waktu aplikasi yaitu: 40 hari setelah antesis HSA dan 45 HSA, sehingga terdapat 14 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang empat kali dengan tiga pohon per ulangan sehingga diperoleh 56 satuan percobaan. Setiap pohon dipilih minimal dua malai untuk diaplikasi dengan etephon. Tahap II, konsentrasi etephon yang digunakan terdiri atas lima level yaitu: 0, 100, 200, 300 dan 400 ppm, dengan dua waktu aplikasi yaitu 40 HSA dan 45 HSA, sehingga terdapat 10 kombinasi perlakuan yang masing-masing diulang empat kali dengan tiga pohon per ulangan sehingga diperoleh 40 satuan percobaan. Setiap pohon dipilih minimal dua malai untuk diaplikasi dengan etephon. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ijk = μ + β i +  j + η k + β ijk + є ijk Y ijk = Nilai pengamatan konsentrasi ke-i dan waktu aplikasi ke-j serta ulangan ke-k μ = Nilai tengah umum β i = Pengaruh konsentrasi etephon ke-i  j = Pengaruh waktu aplikasi etephon ke-j η k = Pengaruh kelompok ke-k β ijk = Pengaruh interaksi antara konsentrasi dan waktu aplikasi є ijk = Galat percobaan Pengolahan data menggunakan uji F dengan program komputer SAS 9.1. DNMRT Duncan Multiple Range Test digunakan untuk menguji beda nyata antar perlakuan pada taraf 5. Pelaksanaan Pohon jarak pagar yang digunakan memiliki cabang dengan bunga betina yang baru mekar pada malainya. Cabang tersebut ditandai dengan menggunakan pita berwarna untuk membedakan waktu aplikasi etephon setelah terbentuknya buah pada malai. Etephon disemprotkan merata pada buah yang ada di tandan sesuai dengan waktu aplikasi dan konsentrasi yang sudah ditentukan. Buah jarak pagar dari 20 setiap perlakuan dipanen pada saat berwarna kuning. Biji yang dihasilkan digunakan untuk uji viabilitas potensial daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal, uji vigor kecepatan tumbuh dan kandungan minyak. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap peubah-peubah sebagai berikut: 1. Keserempakan masak buah diamati melalui periode masak buah yang merupakan rentang waktu yang diperlukan dari sejak aplikasi ZPT sampai seluruh buah dalam tandan berwarna kuning. 2. Ukuran biji dan buah . Pengamatan dilakukan setelah panen dengan mengukur diameter dan panjang buah dan biji dengan menggunakan jangka sorong. 3. Bobot basah biji per butir. Ditentukan dengan cara mengambil secara acak 10 butir benih per ulangan kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. 4. Bobot kering biji embrio-endosperm Pengamatan bobot kering embrio-endosperm benih dilakukan pada saat panen buah dengan mengambil secara acak lima butir buah per ulangan. Embrio-endosperm dipisahkan dari kulit biji kemudian dimasukkan ke dalam oven suhu 60 o C selama 3x24 jam, setelah itu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. 5. Kandungan minyak. Pengamatan terhadap kandungan minyak pada biji jarak pagar dilakukan pada saat panen buah dengan kriteria kulit buah berwarna kuning. Metode yang digunakan adalah metode ekstraksi langsung dengan alat soxhlet SNI 01-2891-1992. 6. Daya berkecambah DB: prosedur seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. 7. Bobot Kering Kecambah Normal BKKN: prosedur seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. 8. Kecepatan tumbuh: prosedur seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Metodologi penelitian yang dilakukan secara garis besar mengikuti diagram alir sebagai berikut Gambar 1: 21 Gambar 1 Bagan alir metodologi penelitian Fenomena ketidakserempakan kemasakan buah pada satu malai Pembentukan dan perkembangan buah dan biji Keluaran : Fase perkembangan buah dan biji Konsentrasi etephon untuk menyerempakkan masak buah curah hujan tinggi Keluaran : Teknik penyerempakan masak buah Aplikasi zat pengatur tumbuh Konsentrasi BAP dan etephon untuk menyerempakkan mekar bunga betina Konsentrasi etephon untuk menyerempakkan masak buah curah hujan rendah Studi waktu aplikasi dan konsentrasi etephon dalam menyerempakkan masak buah 2 1 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil I. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh untuk Meningkatkan Keserempakan Mekar Bunga Betina I.A. Studi Jenis Zat Pengatur Tumbuh untuk Meningkatkan Keserempakan Mekar Bunga Betina. Analisis ragam Lampiran 3-11 dan hasil rekapitulasi analisis ragam Tabel 1 menunjukkan bahwa aplikasi zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh nyata pada jumlah bunga betina, jumlah bunga jantan, periode mekar bunga betina, rasio bunga jantan terhadap bunga betina, rata-rata mekar bunga betina per hari, persentase pembentukan buah dan bobot kering kecambah normal, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis ragam aplikasi pengaruh zat pengatur tumbuh ZPT terhadap beberapa peubah pembungaan dan mutu fisiologi benih Peubah Zat Pengatur tumbuh Koefisien keragaman - Pembungaan: Jumlah bunga betina 4.31 Jumlah bunga jantan 4.89 Rasio bunga jantan terhadap bunga betina 10.15 Periode mekar bunga betina 2.50 Rata-rata mekar bunga betinahari 1.75 Persentase pembentukan buah 5.16 - Mutu fisiologis benih: Daya berkecambah tn 2.21 Kecepatan Tumbuh tn 4.41 Bobot Kering Kecambah Normal 10.53 Keterangan: tn= berbeda tidak nyata, = sangat berbeda nyata Jumlah bunga betina yang terbanyak terdapat pada perlakuan BAP 50 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan BAP lainnya, etephon 10 ppm dan kontrol. Jumlah bunga betina terendah terdapat pada perlakuan etephon 90 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan etephon lainnya dan kontrol. Bunga jantan yang terbanyak terdapat pada perlakuan BAP 30 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan BAP 35 ppm, BAP 40 ppm, BAP 50 ppm, etephon 10 ppm, etephon 30 ppm dan kontrol. Jumlah bunga jantan paling sedikit terdapat pada perlakuan 23 etephon 70 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan etephon 50 ppm dan etephon 90 ppm. Rasio bunga jantan terhadap bunga betina yang tertinggi terdapat pada perlakuan etephon 30 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan BAP, etephon 10 ppm, etephon 90 ppm dan kontrol. Nilai rasio bunga jantan betina yang terendah terdapat pada perlakuan etephon 70 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan etephon 10 ppm, etephon 50 ppm, etephon 90 ppm dan BAP 45 ppm Tabel 2. Periode mekar bunga betina paling lama terdapat pada perlakuan BAP 30 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan BAP, etephon 10 ppm dan etephon 30 ppm. Periode mekar bunga paling pendek terdapat pada perlakuan etephon 90 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan etephon, BAP 35 ppm, BAP 45 ppm dan kontrol. Rata-rata mekar bunga betina per hari tertinggi terdapat pada perlakuan BAP 35 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan BAP, etephon 10 ppm, etephon 30 ppm dan kontrol. Rata-rata mekar bunga betina paling rendah terdapat pada perlakuan etephon 90 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan etephon, BAP 30 ppm, BAP 45 ppm dan kontrol. Persentase pembentukan buah tertinggi terdapat pada perlakuan BAP 35 dan BAP 50 ppm berbeda nyata dengan perlakuan etephon 70 ppm tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya Tabel 2. 24 Tabel 2 Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap beberapa peubah pembungaan jarak pagar Keterangan: Angka-angka pada kolom diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5 ∑ Bf: jumlah bunga betina, ∑ Bm: jumlah bunga jantan , RBm:Bf: Rasio bunga jantan terhadap bunga betina , PMB: periode mekar bunga betina, Bf mekarhari: bunga betina mekar per hari, PBh: persentase pembentukan buah. Perlakuan ppm Rata-rata ∑ Bf ∑ Bm RBm:Bf PMB hari Bf mekarhari PBh Kontrol 4.5 abcd 127.3 ab 27:1 a 1.8 bcd 2.0 abc 83 ab BAP 30 8.5 ab 180.8 a 22:1 a 4.5 a 2.1 abc 95 a BAP 35 7.6 ab 112.6 ab 18:1 ab 2.6 abcd 2.9 a 100 a BAP 40 8.0 ab 132.0 ab 18:1 ab 3.3 abc 2.3 ab 98 a BAP 45 6.6 abc 95.7 b 14:1 abc 2.6 abcd 2.2 abc 83 ab BAP 50 9.2 a 136.0 ab 19:1 ab 3.7 ab 2.6 a 100 a Etephon 10 6.4 abcd 109.8 ab 10:1 abc 3.2 abcd 1.5 abc 66 ab Etephon 30 3.8 bcd 129.4 ab 32:1 a 2.3 abcd 1.4 abc 75 ab Etephon 50 3.3 cd 74.7 bc 5:1 bc 1.9 bcd 0.9 bc 48 ab Etephon 70 2.5 d 27.3 c 4:1 c 1.7 cd 0.9 bc 33 b Etephon 90 1.0 d 26.2 c 11:1 abc 1.0 d 0.7 c 50 ab 2 4 25 Rendahnya bunga betina yang terbentuk pada perlakuan etephon 30, 50, 70 dan 90 ppm menyebabkan biji yang terbentuk juga sedikit sehingga tidak mencukupi untuk dilakukan uji mutu fisiologis benih terhadap perlakuan- perlakuan tersebut. Oleh karena itu, uji daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan bobot kering kecambah normal hanya dilakukan pada kontrol, semua konsentrasi BAP dan etephon konsentrasi 10 ppm Tabel 3. Tabel 3 Pengaruh zat pengatur tumbuh terhadap mutu fisiologis benih jarak pagar Keterangan: Angka-angka pada kolom diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5 DB: daya berkecambah, K CT : kecepatan tumbuh, BKKN: bobot kering kecambah normal Penyemprotan BAP sampai dengan 50 ppm dan etephon 10 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap daya berkecambah dan kecepatan tumbuh tetapi berpengaruh nyata pada bobot kering kecambah normal. Bobot kering kecambah normal tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan etephon 10 ppm tetapi berbeda nyata dengan semua perlakuan BAP. Bobot kering kecambah normal pada semua perlakuan BAP tidak berbeda nyata Tabel 3. Malai bunga yang diaplikasikan dengan BAP memiliki percabangan yang lebih banyak dibandingkan dengan malai bunga yang diaplikasi dengan etephon maupun kontrol Gambar 2. Gambar 2 Malai tanaman jarak pagar: A tanpa aplikasi, B aplikasi BAP, C aplikasi etephon Perlakuan ppm DB K CT etmal BKKN g Kontrol 97.3 11.1 0.3 a BAP 30 100.0 10.9 0.2 b BAP 35 98.7 10.7 0.2 b BAP 40 100.0 11.7 0.2 b BAP 45 98.7 10.5 0.2 b BAP 50 100.0 11.1 0.2 b Etephon 10 100.0 10.9 0.3 a 26 Secara visual kondisi malai setelah 5 hari aplikasi menunjukkan perbedaan antara perlakuan BAP Gambar 3 dengan perlakuan etephon Gambar 4. Malai yang diaplikasi dengan BAP telah membentuk percabangan sedangkan malai yang diaplikasi etephon belum membentuk percabangan bahkan pada konsentrasi 70 dan 90 ppm malai menjadi kering. Malai yang diaplikasi dengan BAP Gambar 5 pada 12 hari setelah aplikasi, secara umum sudah memiliki percabangan yang banyak dan membentuk kuncup sedangkan malai yang diaplikasi etephon memiliki percabangan sedikit dan cabang pada malai yang kering kembali ke pertumbuhan vegetatif Gambar 6. Gambar 3 Kondisi malai 5 hari setelah aplikasi BAP pada konsentrasi: A 30 ppm, B 35 ppm, C 40 ppm, D 45 ppm, E 50 ppm Gambar 4 Kondisi malai 5 hari setelah aplikasi etephon pada konsentrasi: A 10 ppm,B 30 ppm, C 50 ppm, D 70 ppm, E 90 ppm Gambar 5 Kondisi malai 12 hari setelah aplikasi BAP pada konsentrasi: A 30 ppm, B 35 ppm, C 40 ppm, D 45 ppm, E 50 ppm Gambar 6 Kondisi malai 12 hari setelah aplikasi etephon pada konsentrasi: A 10 ppm,B 30 ppm, C 50 ppm, D 70 ppm, E 90 ppm 27 I.B. Aplikasi BAP untuk Meningkatkan Keserempakan Mekar Bunga Betina Jarak Pagar. Berdasarkan hasil penelitian dari tahap I diketahui bahwa konsentrasi etephon yang diaplikasi pada kuncup bunga memberikan hasil yang kurang memuaskan untuk menyerempakkan mekar bunga betina jarak pagar. Oleh karena itu, pada tahap II zat pengatur tumbuh yang digunakan hanya BAP dengan konsentrasi yang berbeda dengan tahap I. Analisis ragam Lampiran 12-18 dan hasil rekapitulasi analisis ragam Tabel 4 menunjukkan bahwa penyemprotan BAP pada konsentrasi 30, 50, 70, 90 dan 110 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah pembungaan yang diamati. Tabel 4 Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh BAP terhadap beberapa peubah pembungaan Peubah BAP Koefisien keragaman Jumlah bunga betina tn 3.14 Jumlah bunga jantan tn 2.33 Rasio bunga jantan terhadap bunga betina tn 3.68 Periode mekar bunga betina tn 1.50 Hari pertama mekar bunga betina tn 7.71 Rata-rata bunga betina mekar per hari tn 2.03 Persentase pembentukan buah tn 5.92 Keterangan: = berbeda nyata, tn= berbeda tidak nyata Jumlah bunga betina pada perlakuan kontrol rata-rata 7.9 sedangkan pada perlakuan BAP berkisar rata-rata 7.1-10.1. Jumlah bunga jantan perlakuan kontrol rata-rata 109.8 sedangkan pada perlakuan BAP berkisar rata-rata 109.9-138.1. Rasio bunga jantan terhadap bunga betina pada perlakuan kontrol rata-rata 15:1 sedangkan pada perlakuan BAP berkisar rata-rata 20:1-14:1. Periode mekar bunga pada perlakuan kontrol rata-rata 2.5 hari sedangkan pada perlakuan BAP berkisar rata-rata 2.8-4.0 hari. Hari pertama mekar bunga betina setelah aplikasi pada perlakuan kontrol rata-rata 21.9 hari sedangkan pada perlakuan BAP berkisar rata- rata 19.9-21.4. Mekar bunga betina per hari pada perlakuan kontrol rata-rata 3.2 sedangkan pada perlakuan BAP berkisar rata-rata 2.0-3.5. Persentase pembentukan buah pada perlakuan kontrol rata-rata 97 sedangkan pada perlakuan BAP berkisar rata-rata 95-100 Tabel 5. 28 Tabel 5 Pengaruh konsentrasi BAP terhadap rata-rata jumlah bunga betina, jumlah bunga jantan, rasio bunga jantan betina, periode mekar bunga, hari mekar bunga betina pertama setelah aplikasi BAP, bunga betina mekar per hari dan persentase pembentukan buah Keterangan: Angka-angka pada kolom diikuti huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada uji lanjut DMRT 5 ∑ Bf: jumlah bunga betina, ∑ Bm: jumlah bunga jantan, RBm:Bf: rasio bunga jantan terhadap bunga betina, PMB: periode mekar bunga betina, HPMB: hari pertama mekar bunga betina setelah aplikasi , Bf mekarhari : bunga betina mekar per hari, PBh: persentase pembentukan buah

II. Aplikasi Etephon untuk Meningkatkan Keserempakan Masak Buah