Evaluasi model regresi logistik ordinal

tersebut akan cenderung menjadi lebih miskin. Sedangkan variabel rasio fasilitas pendidikan, persentase desa industri dan persentase desa jasa berkorelasi positif dengan variabel responnya. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan persentase atau rasio variabel-variabel tersebut maka peluang sebuah kabupaten untuk cenderung menjadi kaya lebih besar dibandingkan peluang untuk menjadi miskin, dengan kata lain kabupaten tersebut akan cenderung menjadi lebih kaya. Tabel 3 Model regresi logistik ordinal non spasial Prediktor Koef Galat Baku Koef Wald Nilai P Intersep1 -0.21 1.11 -0.19 0.85 Intersep2 0.83 1.10 0.75 0.45 Intersep3 1.30 1.10 1.18 0.24 Intersep4 2.08 1.11 1.88 0.06 Intersep5 4.56 1.21 3.78 0.00 X2 0.44 0.14 3.18 0.00 X6 -0.94 0.37 -2.54 0.01 X9 4.90 2.93 1.67 0.095 X10 -6.66 1.91 -3.49 0.00 X11 4.21 2.11 1.99 0.05 X13 -0.05 0.02 -2.56 0.01 X16 -0.21 0.10 -2.05 0.04 Berdasarkan Tabel 4 di dapatkan bahwa nilai CCR sebesar 51.85, artinya ada sebanyak 51.85 kabupaten dari total observasi yang di prediksi dengan tepat melalui model regresi logistik non spasial. Tabel 4 CCR model regresi logistik ordinal non spasial Aktual Prediksi Persentase Tepat 1 2 3 4 5 6 1 19 7 73.08 2 8 6 3 1 7 4 4 11 5 36 100 6 8 1 11.11 Persentase Tepat KeseluruhanCCR 51.85 Model Regresi Logistik Ordinal Spasial 1. Pembentukan model Model regresi logistik ordinal spasial yang dibentuk menggunakan 15 variabel penjelas. Ada empat variabel yang berpengaruh signifikan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Model regresi logistik ordinal spasial Prediktor Koef Galat Baku Koef Wald Nilai P Intersep1 2.97 0.87 3.40 0.00 Intersep2 4.16 0.91 4.56 0.00 Intersep3 4.64 0.93 4.97 0.00 Intersep4 5.52 0.97 5.65 0.00 Intersep5 8.24 1.14 7.24 0.00 X10 -3.02 1.67 -1.81 0.071 X11 5.01 1.79 2.79 0.005 X13 -0.04 0.02 -2.24 0.025 WY -1.06 0.18 -5.81 0.000 Berdasarkan Tabel 5, maka didapatkan model regresi logistik ordinal spasial sebagai berikut: Dengan kategori ke-s, s=1, 2, 3, 4, 5 Model umumnya: Model logit kumulatif untuk s=1: Model logit kumulatif untuk s= 2: Model logit kumulatif untuk s=3: Model logit kumulatif untuk s=4: Model logit kumulatif untuk s=5:

2. Evaluasi model regresi logistik ordinal

spasial Evaluasi model dapat menggunakan uji likelihood-rasio dengan menggunakan statistik G. Berdasarkan hasil analisis, G=80.48 dengan nilai p=0.00 yang mengindikasikan bahwa Ho di tolak artinya sedikitnya ada satu variabel penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan suatu kabupaten. Evaluasi lebih lanjut adalah dengan menggunakan Correct Classification Rate CCR dan Goodness of fit test . Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa nilai CCR dari model regresi logistik ordinal spasial adalah sebesar 55.56, hal ini menunjukan bahwa ada sebanyak 55.56, kabupaten yang di prediksi secara tepat melalui model tersebut. Kemudian uji kesesuaian model Goodness of Fit menggunakan nilai Chi Square sebesar 531.48 dengan besarnya nilai p adalah 0.486 sehingga Ho diterima, artinya model regresi logistik spasial ini memiliki kesesuaian model yang baik. Tabel 6 CCR model regresi logistik ordinal spasial Aktual Prediksi Persentase Tepat 1 2 3 4 5 6 1 22 2 2 84.62 2 3 2 9 14.29 3 1 7 0.00 4 6 3 6 0.00 5 1 35 97.22 6 1 7 1 11.11 Persentase Tepat KeseluruhanCCR 55.56 Terlihat pada Tabel 6, persentase ketepatan klasifikasi untuk kategori 1 dan kategori 5 lebih besar dari pada kategori lainnya, hal ini dapat disebabkan karena jumlah kabupaten yang berstatus kemiskinan kategori 1 mengalami masalah pengangguran dan kategori 5 mengalami masalah poor dan pengangguran lebih banyak dari pada yang lainnya. Berdasarkan Gambar 2, jumlah kabupaten dengan kategori 1 sebanyak 26 kabupaten dan jumlah kabupaten dengan kategori 5 sebanyak 36 kabupaten, sedangkan jumlah kabupaten dengan kategori 2, 3, 4, dan 6 masing-masing kurang dari 16. Maka dari itu keterwakilan karakteristik kabupaten dengan kategori 1 dan 5 lebih dominan dari pada kabupaten dengan kategori 2, 3, 4 dan 6. Sehingga model ini lebih sensitif untuk memprediksi kabupaten dengan kategori 1 dan 5 serta kurang sensitif untuk memprediksi kabupaten dengan kategori 2, 3, 4, dan 6.

3. Penentuan