Real Exchange Rate ER merupakan nilai tukar riil negara pengekspor dan
Rendahnya produksi sektor elektronika merupakan masalah yang sudah dihadapi Indonesia sejak tahun 1980-an. Meskipun Indonesia sudah menerapkan
industri berorientasi ekspor, namun industri elektronika masih didominasi oleh perusahaan asal Jepang dan Korea Santiago 2007. Samadikun 1985
mengemukakan bahwa produksi yang rendah tersebut disebabkan dua hal. Pertama, kurangnya signifikannya program pemerintah yang mendukung ekspor
dan kedua, adalah rendahnya daya beli konsumen. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat pada sepuluh tahun terakhir,
permasalahan daya beli konsumen mulai dapat diatasi. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk elektronika semakin meningkat. Namun permasalahan
penting yang pertama yaitu kurang signifikannya program yang berorientasi ekspor masih terjadi. Rendahnya produksi menyebabkan kurangnya insentif bagi
perusahaan untuk melakukan pengembangan teknologi dan produk sehingga pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan industri yang stagnan.
Produksi Komoditi Potensial
Sektor elektronika dapat dibagi menjadi delapan kelompok komoditi sesuai dengan klasifikasi yang diterbitkan oleh Reed Elektronics Research.
Delapan kelompok komoditi tersebut meliputi Electronic Data Processing EDP, Office Equipment
, Control and Instrumentation, Medical and Industrial Equipment
, Radar Communications and Radar, Telecommunications, Consumer Products
, dan Components. Produksi elektronika Indonesia paling besar pada komoditi consumer product, component, dan elektronic data processing.
Consumer Product Indonesia dapat memberikan share yang cukup tinggi di
ASEAN yaitu sebesar 23.88 persen dan share terhadap produksi dunia sebesar 8,07 persen. Produksi consumer product didorong oleh peningkatan permintaan
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri seiring dengan meningkatnya pendapatan nasional. Namun industri elektronika yang memproduksi barang
konsumen ini masih banyak menggunakan bahan baku yang berasal dari impor KADIN 2010.
Produksi komoditi consumer product tahun 2011 menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 56 persen sejak tahun 2007. Jumlah
produksi elektronika pada komoditi ini mampu melampaui produksi komoditi component
yang sebelumnya menjadi unggulan elektronika Indonesia seperti terlihat pada Tabel 5. Peningkatan produksi produk elektronika Indonesia
didorong oleh peningkatan permintaan domestik terhadap produk produk elektronika seperti televisi layar datar, AC, mesin cuci, dan lemari pendingin.
Pada tahun 2010 terjadi kenaikan signifikan pada penjualan TV 5 persen, AC 33 persen, Lemari pendingin 22 persen, cuci 21 persen dari tahun
sebelumnya Keet 2011. Peningkatan pendapatan nasional menyebabkan peningkatan peningkatan daya beli masyarakat pada produk non makanan
termasuk elektronika.
Adanya pembatalan Peraturan Menteri Perdagangan Permendag Nomor 39 Tahun 2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen oleh
Mahkamah Agung yang menyebabkan dilarangnya impor produk elektronik oleh produsen juga mempengaruhi kinerja industri consumenr product. Selama ini
produsen barang elektronik multinasional banyak mengimpor barang jadi dari
pabriknya di negara lain untuk di pasarkan di Indonesia ICN 2011. Kondisi ini seharusnya dijadikan momentum untuk berkembangnya perusahaan lokal.
Tabel 5. Nilai produksi, persentase produksi, kontribusi produksi terhadap produksi ASEAN, dan kontribusi produksi Indonesia terhadap
produksi dunia berdasarkan jenis komoditi tahun 2011 juta US
Jenis Komoditi IDN
Share of total
ASEAN share of
ASEAN WORLD
share of
World Consumer Product
4143 38.14
17347 23.88
51347 8.07
Components 3693
34 92006
4.01 352036
1.05 Electronic Data Processing
1650 15.19
47895 3.45
166397 0.99
Radar Comunications and Radar
630 5.8
7969 7.91
163515 0.39
Telecommunication 290
2.67 3900
7.44 25025
1.16 Medical and Industrial
Equipment 240
2.21 1615
14.86 50245
0.48 Control and Instrumentation
150 1.38
6753 2.22
68778 0.22
Office Equipment 66
0.61 560
11.79 5139
1.28 Total
10862 100
178045 6.1
882483 1.23
Sumber: Electronic yearbook 2013
Perkembangan yang baik pada industri consumer product perlu menjadi perhatian. Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan pasar potensial
untuk consumer product. Hal ini harus dimanfaatkan oleh Indonesia untuk terus meningkatkan produksi barang elektronika yang memiliki daya saing tinggi.
Penyediaan input bahan baku yang murah menjadi hal yang penting untuk meningkatkan daya saing. Masih banyaknya input yang diperoleh dari impor
harus diwaspadai karena sangat tergantung oleh kestabilan nilai tukar mata uang Indonesia.
Sumber: Reed Electronics Research 2009, 2012, 2013 Gambar 9. Nilai produksi berdasarkan jenis produk tahun 2007, 2009, dan 2011
juta US
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
4500
N il
ai p
ro d
u k
si ju
ta US
Jenis komoditi
2007 2009
2011
Pasar Komoditi Potensial
Perdagangan komoditi elektronika paling besar di Indonesia adalah component
yang ditunjukkan dengan nilai pasar sebesar 3900 juta US. Tingginya perdagangan pada komoditi ini karena component merupakan input untuk
produksi barang elektronika lainnya. Peningkatan pasar domestik pada komoditi consumer product
menyebabkan peningkatan investasi di perusahaan-perusahaan penghasil komoditi ini. Pada beberapa tahun terakhir beberapa perusahaan
multinasional yang berasal dari Korea dan Jepang meningkatkan investasi di perusahaannya.
Di Indonesia, pasar component mencapai 29.63 persen dari total pasar elektronika namun hanya mampu berkontribusi sebesar 7.67 persen pasar ASEAN
lebih kecil dibandingkan komoditi lainnya seperti yang terlihat pada Tabel 6. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan component untuk produksi dalam negeri
masih lebih kecil dibandingkan dengan negara lain di ASEAN. Terbukti bahwa produksi elektronika Indonesia merupakan yang paling kecil dibandingkan empat
negara ASEAN lainnya yaitu Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina.
Tabel 6. Nilai pasar, persentase pasar, kontribusi pasar terhadap pasar ASEAN, dan kontribusi pasar Indonesia terhadap pasar dunia berdasarkan jenis
komoditi tahun 2011 juta US
Jenis Komoditi Nilai
Share of total
ASEAN share
of ASEAN
world share
of world
Components 3900
29.63 50834
7.67 261221 1.49
Radar Comunications and Radar 3724
28.29 12742
29.23 194337 1.92
Electronic Data Processing 2469
18.76 22513
10.97 252282 0.98
Consumer Product 1391
10.57 5590
24.88 83194
1.67 Control and Instrumentation
766 5.82
6739 11.37
68122 1.12
Medical and Industrial Equipment 425
3.23 1968
21.6 45094
0.94 Telecommunication
394 2.99
2679 14.71
46761 0.84
Office Equipment 95
0.72 574
16.55 6792
1.4 Total
13164 100 103602
12.71 957803 1.37
Sumber : Electronic yearbook 2012
Perkembangan pasar elektronika tahun 2007 sampai dengan 2011 berdasarkan jenis komoditi dapat dilihat pada Gambar 10 Seluruh komoditi
menunjukkan tren yang meningkat. Peningkatan pasar elektronik tertinggi pada tiga komoditi yaitu EDP, Radar Comunication, dan Component. Peningkatan
pasar elektronika yang cukup signifikan ini tidak hanya memberikan potensi yang besar namun juga membawa kekhawatiran terhadap penguasaan pasar dalam
negeri. Keet 2011 melihat bahwa pangsa pasar produk lokal masih lebih kecil dibandingkan produk impor, terutama produk selundupan dan non-standar. Pada
2010 pangsa pasar produk lokal hanya berkisar 40 dengan nilai Rp 12,7 triliun dari total omset domestik yang menembus Rp 31,8 triliun. Sisanya dikuasai
produk impor dan selundupan serta produk non-standar dari Cina dengan harga lebih murah.
Sumber: Reed Electronics Research 2013 Gambar 10. Nilai pasar elektronika berdasarkan jenis produk tahun 2007, 2009,
dan 2011 juta US
Peta Perdagangan Elektronika Indonesia di ASEAN
Pada perdagangan regional di ASEAN, sektor elektronika juga merupakan sektor prioritas perdagangan dan dibentuk untuk menjadi singgle market and
production diantara negara-negara anggota ASEAN Parson et al. 2007.
Perdagangan komoditi elektronika di ASEAN terutama pada lima negara anggota ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2007 pasar elektronika ASEAN sebesar 83.884 juta US dan meningkat menjadi 103.602 juta US pada tahun 2011.
Indonesia mampu menciptakan pasar 13 persen dari total pasar elektronika di lima negara tersebut pada tahun 2011, namun kontribusinya masih rendah
dibandingkan negara Malaysia 29 persen, Singapura 30 persen, dan Thailand 20 persen. Produksi elektronika Indonesia pada tahun 2011 paling kecil diantara
negara ASEAN lainnya. Bandingkan dengan Malaysia yang memiliki pasar sebesar 29 persen namun negara tersebut dapat memproduksi dengan kontribusi
yang lebih tinggi.
Sumber : Reed Electronics Research 2013 Gambar 11. Persentase produksi dan pasar elektronika negara-negara ASEAN
tahun 2011 Indonesia perlu menyadari bahwa jika produksi elektronikanya tidak
ditingkatkan maka Indonesia hanya akan menjadi pasar komoditi perdagangan
500 1000
1500 2000
2500 3000
3500 4000
4500
N il
ai Pas
ar ju
ta US
Jenis Komoditi
2007 2009
2011
IDN 6
MAL 35
PHI 8
SIN 34
THA 17
Produksi
IDN 13
MAL 29
PHI 7
SIN 30
THA 21
Market
elektronika tanpa dapat mengambil keuntungan dari perdagangan tersebut. Meskipun berbagai strategi untuk memperluas pangsa pasar elektronika sudah
dilakukan oleh pemerintah namun masih banyak kendala yang dihadapi terutama dalam hal daya saing yang rendah dan kualitas yang masih kalah dari negara lain
seperti Singapura dan Malaysia. Rendahnya daya saing produk elektronika Indonesia disebabkan oleh ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku
impor. Kurangnya supplier input dalam negeri menyebabkan biaya input impor tinggi KADIN 2010.
Produksi elektronika Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain di ASEAN pada hampir semua komoditi. Singapura dan Malaysia menduduki
peringkat paling atas diantara negara-negara ASEAN, sedangkan Indonesia berada di urutan terakhir. Indonesia mampu melebihi produksi Singapura pada komoditi
consumer product
namun masih kalah dibandingkan produksi Malaysia pada komoditi yang sama. Berdasarkan data pada Tabel 7, single market and product
yang akan dibentuk di kawasan ASEAN akan memberikan keuntungan yang besar kepada Singapura dan Malaysia. Indonesia memiliki potensi pada produksi
consumer product
untuk memenuhi pasar dalam negeri. Pengembangan industri yang terarah dan pemanfaatan kawasan-kawasan industri secara optimal dapat
mendorong produktifitas industri elektronika.
Tabel 7. Produksi elektronika negara-negara ASEAN tahun 2011
Kelompok Komoditi IDN
MAL PHI
SIN THAI
Total Electronic Data Processing
1650 13954
5800 12778 13713 47895
Office Equipment 66
203 25
198 68
560 Control and Instrumentation
150 2778
180 3254
391 6753
Medical and Industrial Equipment 240
495 65
587 228
1615 Radar Comunications and Radar
630 1699
630 3968
1042 7969
Telecommunication 290
1675 65
583 1287
3900 Consumer Product
4143 8088
283 430
4403 17347
Components 3693
32792 6671 39190
9660 92006
Total 10862
61684 13719 60987 30793 178045
Sumber: Reed Electronics Research 2013
Perdagangan sektor elektronika Indonesia pada tahun 2011 hanya mampu berada pada peringkat keempat lihat Tabel 8. Singapura, Malaysia dan Thailand
memiliki skala perdagangan yang jauh lebih besar terutama pada komoditi component
. Pasar consumer product di Indonesia cukup besar setelah Singapura dan Thailand. Hal ini disebabkan permintaan produk elektronika dalam bentuk
televisi dan komputer meningkat. Jumlah penduduk Indonesia yang paling besar dibandingkan negara lainnya di ASEAN merupakan sasaran pasar komoditi
consumer product
. Malaysia mampu berproduksi sebesar 8088 juta US untuk memenuhi pasar negara lain termasuk Indonesia.
Permintaan component di Indonesia relatif sedikit dibandingkan dengan negara lainnya. Hal ini mengindikasikan penggunaan component product untuk
industri elektronika masih sedikit akibat kurang berkembangnya indutri elektronika di Indonesia. Perusahaan elektronika multinasional lebih banyak
mengimpor barang jadi dari perusahaan mereka di negara lain untuk dipasarkan di Indonesia dibandingkan dengan memproduksi barang di dalam negeri.
Tabel 8. Pasar elektronika negara-negara ASEAN tahun 2011
Kelompok Komoditi IDN
MAL PHI SIN
THAI Total
Electronic Data Processing 2469
3230 1389 10629
4795 22513
Office Equipment 95
80 38
258 101
574 Control and Instrumentation
766 1547
357 1777
2289 6739
Medical and Industrial Equipment 425
425 117
406 591
1968 Radar Comunications and Radar
3724 1997
843 3075
3098 12742
Telecommunication 394
389 470
582 838
2679 Consumer Product
1391 895
444 1407
1446 5590
Components 3900 21544
3678 13173 8531
50834 Total
13164 30106 7336 31306 21690 103602
Sumber: Reed Electronics Research 2013
Kinerja Perdagangan Indonesia terhadap ASEAN
Kinerja perdagangan Indonesia pada sektor komoditi elektronika menunjukkan perkembangan yang cukup baik berdasarkan data ekspor impor
tahun 2009 dan 2011. Pada tahun 2009 neraca perdagangan Indonesia ke ASEAN tercatat negatif pada sebagian besar kelompok komoditi meskipun secara
keseluruhan perdagangan elektronika menunjukkan surplus sebesar 216 juta US. Neraca perdagangan Indonesia terhadap negara-negara di ASEAN pada tahun
2011 menunjukkan surplus perdagangan sebesar 505 juta US. Terjadi peningkatan yang cukup besar antara tahun 2009 dan 2011. Kondisi neraca
perdagangan membaik pada komoditi EDP, office equipment, radar comunication, telecomunication
, dan consumers product. Neraca perdagangan Indonesia memburuk pada komoditi control and instrumentation serta medical
and industrial equipment .
Ekspor dan impor produk elektronika Indonesia terbesar adalah component sebesar 2.226 juta US dan 2.218 juta US . Namun jika dilihat dari kinerja
ekspor dan impornya. Ekspor component meningkat sebesar 33 persen, sedangkan impornya meningkat sebesar 80 persen dari tahun 2009 sampai dengan 2011.
Meskipun neraca perdagangan component masih menunjukkan nilai yang positif namun hal ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Component
merupakan input bahan baku bagi industri elektronika tidak terkecuali industri consumer product
. Penggunaan input bahan baku ini memberikan porsi terbesar dibandingkan input yang lainnya. Produksi consumer product di Indonesia masih
banyak menggunakan bahan baku component yang diimpor dari negara lain. Pemerintah perlu mendorong perusahaan dalam negeri untuk meningkatkan
kapasitas produksi component yang berdaya saing sehingga perusahaan industri pengguna bahan baku component tidak perlu mengimpor dari negara lain. Namun
demikian, kinerja perdagangan Indonesia yang masih positif pada komoditi ini dapat menjadi peluang bagi Indonesia agar dapat berkontribusi besar dalam
integrasi ASEAN dan memperoleh keuntungan dalam perdagangan.
Ekspor komoditi radar comunication, telecomunication, dan consumer product
menunjukkan peningkatan yang cukup tajam melebihi 50 persen antara tahun 2009 sampai dengan 2011. Kinerja ekspor yang baik pada komoditi ini
menunjukkan peluang Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar internasional.
Selama ini produksi elektronika terutama telekomunication dan consumer product masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar domestik. Jika supply input
bahan baku salah satunya component berasal dari perusahaan lokal dan berdaya saing tinggi, maka Indonesia memiliki peluang yang besar untuk memperoleh
keuntungan dengan adanya ASEAN Economic Comunity pada tahun 2015. Indonesia bisa berperan serta dalam interasi perdagangan elektronika.
Tabel 9. Kinerja perdagangan Indonesia terhadap ASEAN juta US
Jenis Komoditi 2009
2011 Ekspor
Impor Neraca
Perda- gangan
Ekspor Impor
Neraca Perda-
gangan Electronic Data Processing
655 801
-146 655
578 78
Office Equipment 114
172 -58
124 85
39 Control and Instrumentation
143 84
59 100
182 -82
Medical and Industrial Equipment 219
202 17
212 370
-159 Radar Comunications and Radar
354 361
-8 635
378 257
Telecommunication 336
380 -44
526 349
177 Consumer Product
215 293
-78 472
283 189
Components 1667
1193 474
2226 2219
8 Total
3703 3486
217 4950
4444 506
Sumber : UN COMTRADE, diolah
Indonesia perlu menekankan pengembangan industri pada komoditi component
karena komoditi ini adalah komoditi yang penting dalam rantai supply supply chain industri elektronika. Arus perdagangan component di kawasan
ASEAN termasuk Indonesia memang cukup besar dan mampu berkontribusi terhadap perdagangan elektronik dunia. Produksi component di ASEAN dapat
diintegrasikan menjadi single market dibandingkan dengan jenis produk lainnya Parson et al. 2007.
Tabel 10. Nilai ekspor tertinggi Indonesia terhadap ASEAN tahun 2011
Peringkat SITC
Kelompok komoditi Komoditi
Nilai 1 7649
Components Telecomms partsaccess.
450524 2 7764
Components Electron integ circuits
428133 3 7599
Electronic Data Processing Office equip parts nes
263973 4 7611
Components Colour tv receivers
249750 5 7725
Components Elec swithing etc 1000v
217969 6 7786
Components Electrical capacitors
200266 7 7526
Electronic Data Processing Adp peripheral units
180650 8 7722
Components Printed circuits
167013 9 7712
Components Elect power eq nesparts
157201 10 7529
Electronic Data Processing Adp equipment nes
130613 Sumber: WITS
Ekpor elektronika Indonesia sebagian besar berupa component product dengan ekspor tertinggi untuk komponen alat telekomunikasi dan electronic
integrity circuits dengan nilai perdagangan sebesar 450524 juta US dan 428133
US pada tahun 2011. Ekspor lainnya berasal dari komponen elektronika untuk alat-alat listrik, televisi, dan komputer seperti terlihat pada Tabel 11
Tabel 11. Nilai impor terbesar Indonesia terhadap ASEAN tahun 2011
Peringkat SITC
Kelompok komoditi Komoditi
Nilai 1 7764
Components Electron integ circuits
656725 2 7649
Components Telecomms partsaccess.
309625 3 7725
Components Elec swithing etc 1000v
276518 4 7788
Medical and Industrial Equipment
Electrical equipment nes 265460
5 7722 Components
Printed circuits 217667
6 7523 Electronic Data Processing
Digital processing units 212782
7 7786 Components
Electrical capacitors 168539
9 7611 Components
Colour tv receivers 143643
10 7763 Components
Diodestransistorsetc 134144
Sumber: WITS
Impor elektronika Indonesia terbesar adalah electronic integrity circuit sebesar 656725 juta US yang merupakan komponen untuk pembuatan produk
elektronika seperti telekomunikasi, komputer, dan lain lain. Komponen lainnya berupa komponen untuk telekomunikasi sebesar 309625 juta US . Alat-alat
medis, komponen printer, listrik, dan televisi juga banyak diimpor dari negara ASEAN.
Berdasarkan negara tujuan ekspor, perdagangan sektor elektronika Indonesia paling banyak ke negara Singapura. Ekspor Indonesia ke Singapura
paling besar pada kelompok komoditi component dan elektronic data processsing. Indonesia
juga banyak
mengekspor komoditi
radar communication,
telecomunications , dan component ke Malaysia dan Filipina meskipun nilainya
masih lebih kecil dibandingkan Singapura. Komoditi component merupakan produk elektronika yang penting untuk menunjang produksi elektronika lainnya.
Kapasitas produksi Indonesia pada komoditi ini masih dapat ditingkatkan mengingat besarnya potensi ekspor yang dimiliki Indonesia. Ekspor terbesar
produk elektronika disumbang oleh perusahaan-perusahaan multinasional dari Jepang dan Korea seperti Panasonic, Sanyo, LG, Samsung, Toshiba, Sharp, dan
JVC Kemenperin 2011.
Perdagangan elektronika Indonesia sangat tergantung pada Singapura. Adanya kerjasama antara Singapura dan wilayah perbatasan Indonesia dalam
bentuk kawasan Free Trade Zone Batam Bintan Karimun FTZ BBK berdampak pada peningkatan arus ekspor komoditi elektronik ke Singapura. Tercatat ada
sebanyak 1817 perusahaan yang bergerak di sektor elektronika di kawasan FTZ BBK pada tahun 2009 dan merupakan sektor paling banyak di kawasan FTZ BBK
dibandingkan sektor lainnya Kam et al. 2009
Sumber: UN COMTRADE, diolah Gambar 12. Ekspor delapan komoditi elektronika Indonesia tahun 2011
Kerjasama FTZ dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Pulau Batam,
sebagian Pulau Bintan, dan sebagian Pulau Karimun Zulkifli 2012. Kerjasama FTZ memberikan fasilitas khusus dengan dilonggarkannya pemeriksaan bea
cukai, pajak, dan imigrasi terhadap produk yang keluar dan masuk dari pelabuhan tertentu di kawasan tersebut diantaranya pelabuhan Batu Ampar, Kijang, dan
Tanjung pinang.
Pada tahun 2009, status Batam dialihkan dari FTZ menjadi Special Economic Zone
SEZ sebagai strategi untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing seperti yang telah berhasil dilakukan oleh Cina-Singapura.
Berdasarkan kesepakatan diplomasi antara Indonesia dan Singapura maka perubahan status tersebut ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang No 39
tahun 2009 mengenai pembentukan SEZ Arafat 2010. Daya saing Batam dapat diperoleh melalui beberapa insentif yang ditawarkan, yaitu tidak ada pajak
eksporimpor untuk mesin, peralatan, suku cadang, dan bahan baku; tidak ada PPN untuk semua industri pengolahan untuk tujuan ekspor; fasilitas GSP
generalized system of preferences dengan 33 negara donor, dan juga tarif preperensial yang efektif berlaku untuk negara-negara ASEAN; dan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda dengan 56 negara Diplomasi 2012.
Tanggal 9 Jenuari 2012, pemerintah mengeluarkan PP No 10 tahun 2012 tentang FTZ BBK yang mengatur tentang perizinan. Peraturan ini mencakup
penghapusan masterlist, tidak ada lagi pengajuan izin impor ke Badan Pengusahaan BP Batam untuk barang-barang industri, dan tidak ada
pemeriksaan fisik Bea dan Cukai BC. Sehingga pembangunan wilayah Bintan dan Karimun dapat dioptimalkan.
Tahun 2013, BP Batam sudah membuat terobosan baru di bidang perizinan dengan akan membuat Batam Single Window Permit atau yang
disingkat dengan BSWP. BSWP merupakan suatu portal perizinan yang akan mengintegrasikan semua perizinan yang ada di Batam, baik perizinan dari BP
200000 400000
600000 800000
1000000 1200000
1400000 1600000
1800000
Ni lai
E kspo
r US
Jenis Komoditi
Malaysia Filipina
Singapura Thailand
Batam, Pemko Batam, Instansi pusat seperti Bea Cukai, Kantor Pajak dan Emigrasi serta perizinan yang dikeluarkan oleh Provinsi KEPRI. Wilayah provinsi
Kepulauan Riau juga mendorong peningkatan investasi industri elektronika. Pabrik elektronika sudah beroperasi di kawasan industri Batam dan kawasan
industri Lobam di Bintan khususnya pada komoditi component.
Letak Batam yang dekat dengan Singapura dan Iskandar Development Region
IDR di Malaysia memungkinkan bagi investor untuk menjadi bagian dari Growth Triangle
Diplomasi 2012. Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle
IMS-GT terbentuk untuk meningkatkan pertumbuhan di tiga kawasan yaitu Singapura, Johor, dan Riau SIJORI. Kerjasama ini didasari oleh semakin
terbatasnya tenaga kerja dan lahan yang tersedia di Singapura sementara kapasitas ekonomi negara tersebut semakin besar. Investor dari Singapura diharapkan dapat
menanamkan modalnya untuk membangun industri di kawasan Johor maupun Riau khususnya Batam.
Sumber: BPS, diolah Gambar 13. Jumlah perusahaan industri besar sedang IBS component di Provinsi
Kep. Riau tahun 2004 – 2010
Kerjasama dalam bentuk FTZ BBK akan mendukung terciptanya integrasi produksi dan perdagangan sektor elektronika. Namun pada pelaksanaannya, FTZ
BBK belum mampu mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan andalan industri. Lobam yang merupakan kawasan industri di Pulau Bintan pernah
mengalami posisi puncak pada tahun 2003 dengan 34 inverstor dan 15.000 tenaga kerja. Namun, pada tahun 2008 hanya ada 22 perusahaan yang mampu bertahan
BPS Kab. Bintan 2008. Perkembangan jumlah perusahaan industri besar sedang IBS yang bergerak pada komoditi component di Provinsi Kep. Riau
menunjukkan penurunan sejak diberlakukannya FTZ sampai dengan saat ini seperti terlihat pada Gambar 13 Jumlah perusahaan pada tahun 2007 mencapai 67
perusahaan namun pada tahun 2010 jumlah perusahaan berkurang menjadi 53 perusahaan.
Kam et al. 2009 menggambarkan bahwa sebagian besar perusahaan yang beroperasi di wilayah BBK dimiliki oleh pengusaha dari Singapura. Hubungan
perusahaaan di BBK dengan perusahaan Singapura lebih kuat terjadi pada perusahaan yang mayoritas pemiliknya adalah asing foreign-majority owned
20 40
60 80
100
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010
Ju m
lah Per
u sah
aan Unit
Tahun
Industri tabung dan katup elektronik serta komponen elektronik lainnya Industri alat transmisi komunikasi
Industri radio, televisi, alat-alat rekaman suara dan gambar, dan sejenisnya
companies dibandingkan perusahaan yang mayoritas pemiliknya adalah lokal
local-majority owned companies. Hal ini menyebabkan hubungan yang lemah weak linkage antara perusahaan di BBK dengan perusahaan di wilayah
Indonesia lainnya. Pembentukan FTZ BBK belum memberikan dampak terhadap sektor elektronika Indonesia secara keseluruhan.
Produktifitas industri di kawasan BBK lebih rendah dibandingkan negara lain seperti China dan India. Hal ini mempengaruhi daya saing industri di kawasan
tersebut. Kurang tersedianya tenaga kerja yang high skill, dan permasalahan kelembagaan seperti support pemerintah dan legislatif serta inkonsistensi
peraturan membuat produktifitas rendah Wahyuni et al. 2009. Hal ini membuat FTZ BBK tidak bisa berkembang secara optimal.
Hal-hal yang perlu ditingkatkan untuk mengembangkan FTZ adalah mempromosikan kawasan tersebut dengan disertai penyediaan infrastruktur yang
menunjang perdagangan serta mengkaji ulang perjanjian terutama mengenai development of bussiness
relationship seperti arus barang dan tenaga kerja. Perlu adanya kerjasama untuk lebih mengetahui training dan RND di kedua negara yaitu
Singapura dan Indonesia agar dapat terjalin hubungan yang kuat strong linkage Kam et al. 2009.
Gambar 14. Proporsi penggunaan input bahan baku lokal dan bahan baku impor pada industri komponen elektronika di Provinsi Kepulauan Riau
Penggunaan bahan baku impor pada industri komponen di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan persentase yang lebih besar dibandingkan bahan
baku lokal. Hal ini mengindikasikan bahwa memang terjadi rantai supply supply chain
antara industri elektronika Indonesia di kawasan FTZ BBK dan industri elektronika di Singapura. Namun pada dua tahun terakhir impor dari luar negeri
berkurang. Hal ini menunjukkan semakin berkurangnya konektifitas industri di BBK terhadap perusahaan di Singapura akibat tutupnya beberapa perusahaan asal
Singapura di kawasan BBK.
Produk impor elektronika didominasi oleh produk yang berasal dari Singapura dibandingkan negara ASEAN lainnya. Pembentukan kawasan FTZ
BBK dengan kebijakan pembebasan bea masuk membuka peluang keluar masuknya produk bahan baku maupun barang jadi. Produk impor Singapura
unggul pada semua jenis komoditi elektronik kecuali consumer product. Consumer product
paling banyak diimpor dari Malaysia. Produk impor asal Malaysia yang juga banyak diminati oleh masyarakat Indonesia adalah pada
produk EDP dan component.
50 100
2004 2005
2006 2007
2008 2009
2010
P rop
or si
Tahun
Bahan Baku Impor Bahan Baku Lokal
Sumber: UN COMTRADE, diolah Gambar 15. Nilai impor delapan komoditi elektronika Indonesia tahun 2011
Industri elektronik Indonesia hingga saat masih tergantung pada impor komponen dan bahan baku utama. Seperti terlihat pada Gambar 16, penggunaan
bahan baku impor sebesar lebih dari 40 persen setiap tahunnya sampai dengan 2009. Tahun 2010 proporsi biaya impor sebesar 39 persen, namun nilai tersebut
dinilai masih cukup tinggi.
Sumber: BPS, diolah Gambar 16. Proporsi bahan baku lokal dan bahan baku impor industri komponen
elektronika Indonesia tahun 2001-2010 Kebijakan yang berlaku di Indonesia masih kurang mendukung untuk
industri yang berorientasi ekspor. Bea masuk BMM impor bahan baku dan komponen ke Indonesia selama ini berkisar 5 hingga 20, sedangkan impor
produk jadi elektronik dikenai BMM 0 karena adanya AFTA. Selain itu, industri elektronik nasional juga dihadapi oleh pemberlakuan pajak penjualan atas
barang mewah PPn-BM untuk sejumlah klasifikasi pendingin udara AC, televisi, lemari es, dan mesin cuci. Padahal untuk klasifikasi produk yang sama,
Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand tidak memberlakukan PPnBM Pasaribu 2010. Jika bahan baku yang diimpor dari negara lain mahal maka akan
mempengaruhi harga barang jadi. Produk yang dihasilkan oleh Indonesia akan lebih mahal dibandingkan negara ASEAN lainnya sehingga daya saing produk
200000 400000
600000 800000
1000000 1200000
1400000 1600000
N il
ai Im
p o
r US
Jenis Komoditi
Malaysia Filipina
Singapura Thailand
20 40
60 80
100
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Pr o
p o
rsi
Tahun
Bahan Baku Lokal Bahan Baku Impor
menjadi lebih rendah. Produk negara ASEAN lainnya akan lebih murah karena tidak dibebani oleh pajak yang tinggi pada bahan baku yang digunakan dan pada
barang jadi yang di ekspor ke Indonesia.
Tabel 12. Neraca perdagangan Indonesia terhadap Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand Tahun 2011 juta US
Komoditi Malaysia
Filipina Singapura Thailand ASEAN
Electronic Data Processing -206
-12 284
12 78
Office Equipment -3
34 8
39 Control and Instrumentation
-55 -5
-22 -1
-82 Medical and Industrial Equipment
-21 -2
-112 -23
-159 Radar Comunications and Radar
-32 114
214 -39
257 Telecommunication
4 129
78 -34
177 Consumer Product
-41 56
97 76
189 Components
-146 82
144 -72
8 Total Elektronika
-499 362
716 -73
506 Sumber: WITS Indonesian Reporter, diolah
Neraca perdagangan Indonesia negatif terhadap Malaysia dan Thailand tetapi positif terhadap Filipina dan Singapura. Neraca perdagangan terhadap
Malaysia buruk pada hampir semua komoditi. Indonesia merupakan pasar bagi elektronika dari Malaysia. Neraca perdagangan Indonesia surplus cukup tinggi
terhadap Singapura. Hal ini terkait dengan supply component yang tinggi untuk perusahaan elektronika di negara tersebut.
Non Tarif Measures Sektor Elektronika ASEAN
Kesepakatan pembentukan ASEAN Economic Community AEC mendorong negara-negara di kawasan ASEAN mengurangi hambatan
perdagangan baik tarif dan non tarif. AEC dapat tercapai dengan mengintegrasikan pasar dan produksi komoditi elektronika. Tantangan terbesar
yang dihadapi negara-negara di kawasan ASEAN adalah efisiensi agar produk elektronika ASEAN bisa bersaing dengan produk negara lain seperti Cina dan
India. Namun efisiensi saja tidak cukup tanpa ada tindakan-tindakan yang berpengaruh terhadap efisiensi tersebut. Isu non tariff measure merupakan salah
satu hal yang penting dalam mengurangi biaya transaksi.
Pada bagian ini akan dianalisis pemberlakuan NTM di ASEAN dengan beberapa pendekatan yaitu dengan menghitung jumlah pemberlakuan NTM
Incidence of NTM, Frequency Index, dan Coverage Ratio. Incidence of NTM menyajikan sebaran penggunaan NTM baik berdasarkan negara, komoditas,
maupun jenis NTM. Frequency index menyajikan informasi besaran indek yang dapat dijadikan ukuran tingkat hambatan suatu negara. Sedangkan coverage ratio
memberikan informasi berapa besar cakupan komoditi impor yang terkena kebijakan non tarif NTM tersebut.
Incidence of NTM
Fokus ASEAN terhadap NTM dilakukan pada pengurangan time processing
dan informal payment. Namun pada kenyataannya, beberapa negara di ASEAN masih menggunakan kebijakan-kebijakan terkait licencing dan technical
regulation pada bebarapa kelompok komoditi elektronika. Pada Tabel 13 akan
disajikan sebaran penggunaan NTM di lima negara utama anggota ASEAN. Jenis komoditi yang terkena NTM dapat dilihat lebih rinci pada Lampiran 3.
Tabel 13. NTM pada sektor elektronik di negara ASEAN
Non Tariff Measures Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand
3 Price Control Measures 4 Finance Measures
5 Automatic Licensing Measures
5100 Automatic Licencing o
o
6 Quantity Control Measures
6100 Non-Automatic Licensing o
o o
6300 Prohibitions o
o o
7 Monopolistic Measures 8 Technical Measures
8100 Technical Regulations o
o 8200 Pre-Shipment Inspection
o Ket : o ada NTM
Sumber : ASEAN, diolah.
Kebijakan non tarif paling banyak dilakukan oleh Indonesia dengan menerapkan Automatic Licensing Measures, Non Automatic Licensing,
Prohibition, Pre shipment Inspection pada hampir seluruh komoditi elektronika.
Terdapat 12 kebijakan import licensing yang diterapkan sejak 2002 pada komoditi EDP, office equipment, comunications military, communication, consumer
video , consumer audio, consumer personal, dan komponen lainnya seperti audio
material . Kebijakan ini digunakan untuk memastikan bahwa materi dari produk
tersebut tidak merugikan kepentingan nasional. Kebijakan non automatic licensing
dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian pada komoditi seperti magnetic readers
, calculating mechines, electrical signaliing, electrical apparatus yang bertujuan untuk melindungi industri kecil. Prohibition diterapkan juga pada
produk-produk tersebut dengan alasan untuk menjaga keamanan nasional. Pre shipment Inspection
merupakan kebijakan yang dikeluarkan sejak tahun 1992 yang merupakan prosedur ekspor impor barang yang didahului dengan
pemeriksaan pra-pengapalan di pelabuhan muat. Departemen Perindustrian Malaysia menerapkan non automatic licensing
untuk mengontrol komoditas elektronikanya. Non automatic licensing biasanya digunakan sebagai sarana untuk pemberian kuota atau larangan bersyarat. Kuota
tidak ditentukan terlebih dahulu, dengan Non automatic licensing, pemerintah akan menentukan apakah akan melakukan impor atau tidak. Produk yang dicakup
kebijakan tersebut antara lain automatic cassette, high speed duplicator, all single colouring copying mechines
, dan radio communication apparatus terutama untuk kategori produk-produk sensitif. Larangan total pada produk broadcast receivers
yang mampu menangkap frekuensi pada rentang tertentu. Filipina hanya menggunakan technical regulation pada produk-produk
elektronikanya kecuali EDP sebagai persyaratan standar untuk kesehatan dan keselamatan. Kebijakan yang dikeluarkan berupa technical measure yang meliputi
testing , inspection, sampling, testing and certification requirements..
Tabel 14. Jumlah pemberlakuan NTM berdasarkan negara, jenis NTM, jenis produk tahun 2009
Jenis NTM Kode
Jenis Produk IND MAL PHI SIN
THA Total
Automatic Licencing
5100 All Product
12 1
13
1 Electronic Data Processing
2 2
Office Equipment 1
3 Control and Instrumentation
4 Medical and Industrial Equipment
5 Radar Comunications and Radar
1 6
Telecommunication 1
7 Consumer Product
5 8
Components 2
1
Non- Automatic
Licensing 6100
All Product 66
100 1
167
1 Electronic Data Processing
2 2
Office Equipment 6
8 3
Control and Instrumentation 2
4 Medical and Industrial Equipment
6 2
1 5
Radar Comunications and Radar 8
21 6
Telecommunication 4
11 7
Consumer Product 12
20 8
Components 26
38
Prohibitions 6300
All Product 41
2 28
71
1 Electronic Data Processing
4 2
Office Equipment 6
1 3
Control and Instrumentation 1
1 4
Medical and Industrial Equipment 3
3 5
Radar Comunications and Radar 4
1 4
6 Telecommunication
2 1
7 Consumer Product
6 1
5 8
Components 15
13
Technical Regulations
8100 All Product
30 62
92
1 Electronic Data Processing
2 Office Equipment
2 4
3 Control and Instrumentation
1 2
4 Medical and Industrial Equipment
3 6
5 Radar Comunications and Radar
3 8
6 Telecommunication
2 4
7 Consumer Product
5 12
8 Components
14 26
Pre- Shipment
Inspection 8200
All Product 29
29
1 Electronic Data Processing
2 Office Equipment
1 3
Control and Instrumentation 1
4 Medical and Industrial Equipment
3 5
Radar Comunications and Radar 4
6 Telecommunication
2 7
Consumer Product 5
8 Components
13
Jumlah pemberlakuan NTM Incident of NTM
148 102 30
92
372
Sumber : ASEAN, diolah
Singapura menggunakan automatic licensing pada audio material yang dapat mengganggu kepentingan nasional, non automatic licensing pada produk
electric sos shrill alarms dengan alasan keamanan pubilk dan kepentingan
nasional and industrial equipment, prohibition dan technical regulation digunakan pada hampir seluruh kelompok komoditi. Sedangkan Thailand, merupakan satu-
satunya negara diantara lima negara ASEAN yang tidak menggunakan kebijakan non tarif untuk membatasi perdagangan di sektor Elektronika.
Berdasarkan frekuensi penerapan kebijakan non tarif, pada lima negara utama ASEAN terdapat 372 kebijakan yang digunakan. Indonesia tercatat
menggunakan NTM terbanyak dibandingkan negara lainnya yaitu sebanyak 148 kebijakan kemudian diikuti oleh Malaysia 102 kebijakan, dan Singapura 92
kebijakan. Thailand merupakan satu satunya negara yang tidak tercatat menggunakan NTM pada elektronika berdasarkan database ASEAN.
Jenis kebijakan yang paling banyak digunakan oleh negara-negara di ASEAN adalah Non Automatic Licensing yaitu sebannyak 167 kebijakan.
Kebijakan ini digunakan untuk menghadang arus impor produk dari negara lain dalam rangka melindungi produsen lokal. Perjanjian yang sudah disepakati di
ASEAN untuk menghilangkan hambatan dalam bentuk tarif pada tahun 2010 membuat negara-negara di ASEAN menggunakan NTM sebagai pilihan.
Kebijakan berikutnya yang juga banyak digunakan adalah technical regulations sebanyak 92 kebijakan. Sebagian besar kebijakan ini merupakan kebijakan terkait
dengan standar keamanan produk.
Tabel 15. Jumlah NTM berdasarkan jenis komoditi dan jenis kebijakan tahun 2009.
Deskripsi Non-Auto
matic Licensing
Pro- hibi-
tions Auto-
matic Licen-
cing Tech-
nical Regu-
lations Pre-
Ship ment
Inspec tion
Jumlah NTM
Electronic Data Processing 2
4 2
8 Office Equipment
14 7
1 6
1 29
Control and Instrumentation 2
2 3
1 8
Medical and Industrial Equipment 9
6 9
3 27
Radar Comunications and Radar 29
9 1
11 4
54 Telecommunication
15 3
1 6
2 27
Consumer Product 32
12 5
17 5
71 Components
64 28
3 40
13 148
Total 167
71 13
92 29
372 Total berdasarkan jenis
Core Measures :
236 Non Core Measures
: 105 Sumber: ASEAN, diolah
Jenis komoditi yang paling banyak dikenakan kebijakan adalah component seperti yang terlihat pada Tabel 15. Hal ini perlu digarisbawahi terkait dengan
komoditas elektronika prioritas pada perdagangan elektronika Indonesia. Banyaknya NTM di komoditi ini mengindikasikan bahwa arus perdagangan
Indonesia banyak terhambat oleh kebijakan terutama kebijakan non automatic licensing
dan technical regulation. Component merupakan barang input sehingga hambatan pada komoditi ini akan berdampak pada mahalnya produk akhir
terutama consumer product.
Frequency Index
Pengukuran besaran NTM sulit dilakukan dibandingkan dengan tarif. Jika hambatan berupa tarif, maka besarnya hambatan tersebut dapat dihitung
berdasarkan besarnya tarif yang dikenakan. Sedangkan hambatan yang berupa non tarif, memiliki kompleksitas dalam penghitungannya karena berkaitan dengan
biaya yang harus dikeluarkan baik itu legal maupun tidak legal. NTM akan meningkatkan biaya yang harus ditanggung oleh produsen dan akhirnya akan
dibebankan ke konsumen. Beberapa penelitian sudah pernah melakukan penghitungan NTM antara lain dilakukan oleh Andriamananjara et al. 2004.
Dalam penelitiannya Andriamananjara menghitung NTM dengan beberapa metode yang berbeda yaitu inventory approach dan ad valorem equivalent.
Metode yang umumnya digunakan adalah inventory approach yang terdiri dari dua pendekatan yaitu Frequency Index dan Coverage Ratio.
Pada penelitian ini Frequency Index dihitung dengan merujuk pada penghitungan yang dilakukan Bora et al. 2002 namun dengan beberapa
modifikasi. Modifikasi dilakukan karena ketersediaan data yang tidak sesuai. Metode penghitungan dalat dilihat kembali pada bab sebelumnya. Berdasarkan
hasil penghitungan diketahui bahwa Frekuency Index negara-negara ASEAN kecuali Thailand memiliki nilai yang cukup tinggi. Indonesia menempati
peringkat pertama dalam menerapkan NTM dengan Frequency Index sebesar 62.71 persen lihat Gambar 17. Negara berikutnya yang banyak menerapkan
NTM adalah Singapura 54.24 persen dan Philipina 50,85 persen. Tingginya frekuensi pemberlakuan NTM di negara-negara ASEAN akan menyulitkan
terbentuknya integrasi perdagangan pada sektor elektronika. Penggunaan NTM akan mengurangi daya saing produk elektronika ASEAN. Sehingga upaya untuk
menghapuskan hambatan non tarif perlu dilakukan agar produk elektronika ASEAN dapat bersaing dengan produk yang dihasilkan negara maju lainnya
seperti Cina dan Amerika Serikat.
Sumber: ASEAN, diolah. Gambar 17. Frequency index elektronika negara-negara ASEAN tahun 2009
persen Frequency Index
pada delapan kelompok utama sektor elektronika dapat dilihat pada Tabel 16 Pada komoditi EDP, hanya Indonesia yang menggunakan
NTM untuk mengatur masuknya produk impor. Semua negara kecuali Thailand menggunakan NTM pada seluruh komoditi telecomunications yang ditunjukkan
dengan angka frequency index sebesar 100 persen. NTM paling sedikit digunakan
62,71 42,37
50,85 54,24
0,00 20
40 60
80 100
IDN MAL
PHI SIN
THAI
pada komoditi control and instrumentations sebesar 9,09 persen di negara Indonesia, Filipina, dan Singapura.
Tabel 16. Frequency Index berdasarkan negara dan delapan komoditi elektronika tahun 2009 persen
Kelompok Indo-
nesia Malay-
sia Fili-pina
Singa- pura
Thai- land
Electronic Data Processing 100.00
0.00 0.00
0.00 0.00
Office Equipment 80.00
60.00 40.00
40.00 0.00
Control and Instrumentation 9.09
0.00 9.09
9.09 0.00
Medical and Industrial Equipment 42.86
28.57 42.86
42.86 0.00
Radar Comunications and Radar 66.67
66.67 50.00
66.67 0.00
Telecommunication 100.00
100.00 100.00
100.00 0.00
Consumer Product 58.33
50.00 41.67
50.00 0.00
Components 100.00
57.14 100.00
100.00 0.00
Sumber : ASEAN, diolah
Berdasarkan tujuan penggunaan NTM, klasifikasi NTM terbagi menjadi dua yaitu Core Measures dan Non Core Measures. Penggunaan core measures
yang bertujuan melindungi produsen lokal paling banyak dilakukan di Indonesia sebesar 61,02 persen. Penggunaan non core measures yang bertujuan melindungi
konsumen lokal juga paling banyak dilakukan di Indonesia dibandingkan negara lainnya. Indonesia lebih banyak menggunakan core measure untuk membatasi
produk elektronikanya, sedangkan Malaysia dan Singapura lebih banyak menggunakan non core measures untuk membatasi produk elektronikanya.
Filipina hanya menggunakan non core measure dengan nilai frequency index sebesar 50.85 persen lihat Gambar 18.
Penggunaan non core measure umumnya berupa technical regulation yang merupakan kesepakatan bersama antara negara-negara ASEAN tentang regulasi
dan sertifikasi produk. Salah satu perjanjian yang disepakati adalah implementasi ASEAN Harmonization Electric and Electrical Equipment Regulatory Regime-
Mutual Recognition Agreement
AHEEERR-MRA. Kesepakatan tersebut ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan menetapkan Peraturan Menteri
Perindustrian No. 02 Tahun 2011 pada 1 Januari tahun 2011 tentang Tatacara Pengakuan terhadap Sertifikat Produk Peralatan Listrik dan Elektronika dari
Lembaga Penilaian Kesesuaian di Negara- Negara ASEAN serta dilakukan penguatan terhadap infrastrukturlab uji komponen elektronika di Batam,
peningkatan kapasitas Lab Uji Milik Pemerintah B4T Bandung dan Baristand Surabaya. Dalam rangka peningkatan daya saing industri elektronika pemerintah
juga telah menetapkan dan memberlakukan 3 tiga SNI produk elektronika menjadi SNI wajib sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian No. 84M-
INDPER2010 tanggal 3 Agustus 2010 meliputi: audio video TV-CRT SNI 04- 6253-2003, setrika listrik SNI 04-6292.2.2-2003, dan pompa air SNI 04.6292.2
41-2003 Kementrian Perindustrian 2011. Dengan penetapan SNI dan pengembangan fasilitas uji laboratoriun diharapkan produk Indonesia dapat
bersaing sehingga memperoleh keuntungan dari kerjasama yang telah dijalin.
Sumber: ASEAN, diolah Gambar 18. Frekuensi Index core measures dan non core measures pada sektor
slektronika negara-negara ASEAN tahun 2009 persen.
Coverage Ratio
Alternatif pengukuran NTM selain Frequency Index adalah Coverage Ratio
. Coverage Ratio merupakan pengukuran NTM dengan mempertimbangkan cakupan impor yang terkena dampak kebijakan di negara yang bersangkutan.
Semakin besar nilai coverage ratio maka cakupan NTM semakin besar. Coverage ratio
produk ekspor Indonesia ke negara-negara di ASEAN menunjukan nilai yang bervariasi seperti pada Gambar 19. Komoditi EDP
Indonesia tidak terhambat oleh kebijakan non tarif ke semua negara yang ditunjukkan dengan coverage ratio sebesar 0 persen. Seluruh komoditi ekspor
produk telecomunications Indonesia dikenakan NTM di negara Malaysia, Filipina, dan Singapura yang ditunjukkan oleh besaran coverage ratio 100 persen. Ekspor
consumer product
Indonesia tercakup NTM ke negara Malaysia sebesar 99,72 persen, Filipina sebesar 15,93 persen dan Singapura sebesar 95,31 persen. Ekspor
produk component Indonesia ke Malaysia, Filipina, dan Singapura yang terkena kebijakan NTM berturut turut sebesar 61,10 person, 100 persen, dan 100 persen.
Sumber: ASEAN, diolah Gambar 19.
Coverage Ratio produk ekspor elektronika Indonesia ke negara-negara
ASEAN tahun 2009 persen
NTM yang diberlakukan di Indonesia mencakup hampir keseluruhan produk impor yang berasal dari negara-negara ASEAN. Penggunaan NTM di
61,02
22,03 0,00
47,46
0,00 57,63
28,81 50,85
54,24
0,00 0,00
10,00 20,00
30,00 40,00
50,00 60,00
70,00
IDN MAL
PHI SIN
THAI Core Measures
Non Core Measures
0,00 0,00
0,00 0,00
99,72
15,98 95,31
0,00 61,10
0,00 0,00
20,00 40,00
60,00 80,00
100,00
Electronic Data Processing Telecommunication
Consumer Product Components
Indonesia paling banyak dilakukan dibandingkan negara lainnya, sehingga cakupan produk impor dari negara-negara partner dagang Indonesia menunjukkan
nilai yang cukup besar. Coverage Ratio pada impor komoditi EDP, telecomunications, dan component menunjukkan nilai yang menunjukkan nilai
100 persen. NTM pada komoditi ekspor consumer product Indonesia ke Malaysia, Filipina dan Singapura berturut turut adalah 72,6 persen, 97,7 persen, dan 96
persen.
Gambar 20.
Coverage Ratio produk impor elektronika Indonesia dari negara-negara
ASEAN tahun 2009 persen
72,6 97,7
96,0 96,7
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0 100,0
Electronic Data Processing Telecommunication
Consumer Product Components
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dibahas dampak NTM terhadap arus perdagangan sektor elektronika Indonesia untuk menjawab permasalahan yang ketiga. Analisis
dampak NTM akan diawali dengan pembahasan mengenai pengujian model Cross Sectional Gravity
yang digunakan untuk menghasilkan model yang layak dan estimasi yang bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimator. Tahap berikutnya
akan dianalisis terlebih dahulu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi arus perdagangan sektor elektronika Indonesia. Pada akhir bagian akan dianalisis
secara mendalam dampak NTM berdasarkan tujuan pemberlakuannya yaitu core measures
kebijakan melindungi produsen lokal dan non core measures kebijakan melindungi konsumen lokal.
Pengujian Model Cross Sectional Gravity
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis cross sectional gravity model
. Model ini akan diestimasi menggunakan pendekatan ordinary least square
OLS. Untuk memperoleh model yang cocok maka dilakukan uji kelayakan dan kecocokan model goodness of fit. Untuk
memperoleh estimasi yang bersifat BLUE maka dilakukan pengujian asumsi dasar.
Uji Kelayakan dan Kecocokan Model
Goodness of fit
Uji kelayakan model menunjukkan bahwa nilai probability F-Statistic pada kedua model yang digunakan adalah 0,0000 seperti yang terlihat pada Lampiran 5.
Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang mempengaruhi bariabel tidak bebas. Uji kecocokan model goodness of fit
ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi R
2
. Nilai R
2
pada model pertama sebesar 0,80 yang berarti variasi variabel bebas mampu menjelaskan 80 persen
variasi variabel tidak bebas, sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya. Nilai R
2
pada model kedua sebesar 0,83 yang berarti variasi variabel bebas mampu menjelaskan 83 persen variasi variabel tidak bebas, sisanya dijelaskan oleh
variabel lainnya. Uji Asumsi Dasar
Untuk memperoleh estimasi yang bersifat BLUE best linier unbiased estimator
maka dilakukan uji asumsi dasar meliputi uji normalitas, non multikolinieritas, non heteroskedastisitas, dan non autokorelasi. Hasil Jarque-
Bera test diperoleh nilai Probability P-Value sebesar 0,067 pada Lampiran 6.
Nilai Probability P-Value 0,05 maka H0 diterima sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data residual yang diteliti berdistribusi normal.
Sehingga asumsi normalitas terpenuhi. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas antar variabel bebas salah satu caranya adalah dengan melihat
nilai Correlation Matrix antar variabel bebas. Berdasarkan hasil analisis yang dapat dilihat pada Lampiran 7, diperoleh nilai Correlation Matrix antar masing-
masing variabel bebas sebesar kurang dari 0,8. Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antar variabel bebas yang diteliti tidak terjadi
multikolinearitas. Hasil Uji Durbin Watson dilakukan melalui program Eviews 6.0 dan menghasilkan nilai statistik Durbin Watson sebesar 1,879. Karena nilai
berada antara 1,77 dan 2,23 maka data tersebut dinyatakan tidak ada korelasi antar error yang dihasilkan. Dengan demikian secara statistik, secara statistik dapat
dinyatakan bahwa tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi. Sedangkan pada pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji breusce pagan, dinyatakan bahwa
model melanggar asumsi heteroskedastisitas. Sehingga, untuk memperbaiki pelanggaran asumsi tersebut maka dilakukan estimasi model dengan white
heteroskedasticity consistent coefficient covariance
.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Arus Perdagangan Sektor Elektronika
Berdasarkan hasil pengujian Model 1 dan Model 2 diperoleh informasi bahwa arus perdagangan elektronika dipengaruhi oleh pendapatan perkapita
negara pengekspor, pendapatan perkapita negara pengimpor, produksi, nilai tukar riil, biaya ekspor, dan kebijakan non tarif. Model 1 memberikan informasi bahwa
NTM tidak mempengaruhi arus perdagangan sektor elektronika Indonesia. Namun jika NTM didisagregasi menjadi dua berdasarkan tujuan pemberlakuannya maka
informasi yang diperoleh adalah kebijakan yang bertujuan melindungi produsen core measures berdampak negatif, sedangkan kebijakan yang bertujuan
melindungi kondumen lokal non core measures berdampak positif terhadap arus perdagangan sektor elektronika Indonesia seperti terlihat pada Tabel 17 Analisis
lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi arus perdagangan sektor elektronika Indonesia akan dijelaskan ke dalam beberapa sub bagian.
Tabel 17. Hasil estimasi dampak NTM
Variabel tidak bebas : LOG Arus Perdagangan Variabel bebas
Model 1 Model 2
Koefisien Prob.
Koefisien Prob.
C -18.99814 0.0038
-22.69167 0.0006 LOGPDB perkapita negara pengekspor
1.810788 0.0000 1.738617 0.0000
LOGPDB perkapita negara pengimpor 0.417656 0.0403
0.675368 0.0020 LOGProduksi
0.489764 0.0000 0.557125 0.0000
LOGBiaya Perdagangan 1.318758 0.1197
1.626687 0.0474 LOGNilai Tukar Riil
0.150716 0.0002 0.091296 0.0257
Coverage Ratio 0.004242 0.2526
- -
Coverage Ratio core measures -
- -0.011968 0.0147
Coverage Ratio non core measures -
- 0.011038 0.0135
Tarif -0.004285 0.9917 0.148711
0.7282 R-squared
0.803364 0.828067
Adjusted R-squared 0.778785
0.803059 F-statistic
32.68435 33.11153
ProbF-statistic 0.000000
0.000000
Pendapatan Perkapita Negara Pengekspor
Peningkatan pendapatan perkapita dalam negeri sebesar 1 persen akan meningkatkan ekspor sebesar 1,73 persen ceteris paribus. Pendapatan perkapita
dalam negeri memiliki elastisitas yang paling tinggi diantara indikator lainnya. Faktor ini merupakan faktor penunjang perdagangan yang paling penting.
Pendapatan perkapita dalam negeri menunjukkan kemampuan negara tersebut untuk berinvestasi pada sektor elektronika. Semakin besar kemampuan
dan kapasitas suatu negara maka semakin besar investasi yang dapat ditanamkan dan berdampak pada peningkatan output produk elektronika. Dari sisi ekspor,
peningkatan pendapatan perkapita Indonesia akan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara ASEAN. Dari sisi impor, peningkatan produksi dan pendapatan
perkapita negara partner dagang Indonesia akan meningkatkan jumlah impor produk elektronika ke Indonesia. Pengaruh positif pendapatan perkapita terhadap
arus perdagangan sesuai dengan hipotesis awal penelitian. Adanya peningkatan pendapatan perkapita dalam negeri akan meningkatkan arus perdagangan
elektronika Indonesia akan meningkat.
Produksi
Peningkatan produksi sebesar 1 persen akan meningkatkan ekspor sebesar 0,55 persen ceteris paribus. Nilai koefisien produksi lebih rendah dibandingkan
pendapatan perkapita negara pengekspor, namun faktor ini merupakan faktor yang sama pentingnya dengan pendapatan nasional.
Pendapatan perkapita dan produksi dalam negeri menunjukkan kemampuan dan kapasitas negara tersebut untuk menghasilkan produk-produk
elektronika. Semakin besar produksi maka output yang dihasilkan semakin banyak dan akan meningkatkan stok produksi dalam negeri. Kelebihan stok
produksi ini dapat meningkatkan ekspor ke negara lain dengan asumsi kebutuhan dalam negeri tidak meningkat. Peningkatan ekspor dari satu negara ke negara
lainnya akan meningkatkan arus perdagangan. Dari sisi ekspor Indonesia, peningkatan produksi Indonesia akan meningkatkan ekspor Indonesia ke negara
ASEAN. Dari sisi impor Indonesia, peningkatan produksi negara partner dagang Indonesia akan meningkatkan jumlah impor produk elektronika ke Indonesia.
Pengaruh positif produksi terhadap arus perdagangan sesuai dengan hipotesis awal penelitian. Adanya peningkatan kapasitas produksi maka arus perdagangan
elektronika Indonesia akan meningkat. Pendapatan Perkapita Negara Pengimpor
Peningkatan pendapatan perkapita negara pengimpor sebesar 1 persen akan meningkatkan ekspor sebesar 0,67 persen ceteris paribus. Pendapatan
perkapita negara pengimpor menunjukkan daya beli konsumen, semakin tinggi daya beli masyarakat di negara mitra dagang Indonesia maka ekspor elektronika
Indonesia akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin tinggi daya beli masyarakat Indonesia maka impor elektronika Indonesia juga semakin besar.
Nilai Tukar Riil
Peningkatan nilai tukar riil sebesar 1 persen akan meningkatkan arus perdaganan sebesar 0,09 persen ceteris paribus. Nilai tukar riil meningkat atau
mata uang negara pengekspor terdepresiasi maka akan mengakibatkan harga produk di negara pengekspor akan menjadi lebih murah sehingga mendorong
permintaan produk dari negara lain. Arus perdagangan akan meningkat karena permintaan produk elektronika meningkat. Stabilitas nilai tukar riil mata uang
Indonesia terhadap mata uang negara lain merupakan syarat penting bagi perdaganan elektronika.
Pentingnya stabilitas nilai tukar ini juga terkait dengan struktur industri elektronika Indonesia. Pada bahasan di BAB IV diperoleh informasi bahwa
perdagangan terbesar adalah pada komoditi component yang merupakan bahan baku dari komoditi elektronika akhir seperti consumer product dan
telecomunication
. Dua produk akhir ini mulai berkembang di Indonesia dengan potensi pasar yang sangat besar. Bahan baku industri ini sebagian besar masih di
impor dari negara lain. Ketika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, bukan hanya berpengaruh terhadap peningkatan ekspor namun juga berpengaruh terhadap
peningkatan biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku. Oleh karena itu, nilai tukar rupiah perlu di jaga pada level dimana dapat meningkatkan ekspor tetapi disisi
lain tidak membebani biaya input. Biaya Perdagangan
Biaya perdagangan dalam penelitian ini didekati dengan biaya ekspor. Pada Model 1 biaya perdagangan tidak berpengaruh terhadap arus perdagangan
Indonesia. Namun pada Model 2, biaya perdagangan positif mempengaruhi arus perdagangan elektronika Indonesia. Hasil penelitian ini menarik karena berbeda
dengan hipotesis yang dikemukakan sebelumnya.
Dari hasil model kedua diketahui bahwa kebijakan yang lebih dominan mempengaruhi arus perdagangan adalah core measures. Banyaknya kebijakan
core measures yang ada di kawasan ASEAN menghambat arus perdagangan
Indonesia. Core measures merupakan kebijakan yang tidak bisa di prediksi non automatic licensing
dan bersifat menghambat prohibition, sehingga memaksa produsen untuk melakukan hal-hal yang bisa meloloskan produknya dari
hambatan tersebut. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah menggunakan jasa perantara perdagangan. Biaya negoisasi perdagangan ini menjadi faktor
pembentuk biaya perdagangan. Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk perantara maka semakin besar biaya perdagangan.
Peningkatan biaya perdagangan seharusnya akan mengurangi arus perdagangan. Namun karena biaya perdagangan tidak hanya mencakup biaya
transportasi, tetapi juga termasuk biaya-biaya lainnya seperti biaya negoisasi atau komisi, maka transaksi perdagangan akan meningkat. Karena semakin besar biaya
komisi akan semakin besar transaksi perdagangan di sektor ini. Wuryan 2010 menyatakan bahwa penggunaan jasa seseorang sebagai perantara broker dalam
perjanjian jual beli mempengaruhi besarnya transaksi barang. Semakin besar komisi yang diterima, maka akan mendorong broker untuk berusaha
meningkatkan transaksi perdagangan meskipun itu membawa kerugian bagi pihak lain.
Kebijakan non tarif
Hasil estimasi Model 1 menunjukkan bahwa hipotesis awal yang menyatakan adanya pengaruh negarif NTM terhadap arus perdagangan tidak
terbukti. Penggunaan NTM untuk melakukan proteksi perdagangan suatu negara tidak mempengaruhi arus perdagangan Indonesia. Hasil estimasi Model 2
menunjukkan bahwa NTM mempengaruhi arus perdagangan dengan memisahkan
variabel ukuran NTM menjadi dua yaitu core measure dan non core measures. Pengaruh NTM akan dijelaskan secara lebih rinci di bagian selanjutnya.
Dampak NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia
Pemberlakuan NTM di suatu negara dilakukan dengan berbagai alasan baik dari ekonomi, lingkungan, maupun kesehatan. Secara ekonomi kebijakan
dilakukan karena mempertimbangkan kondisi ekonomi suatu negara. Misalnya jika pasar komoditi tertentu suatu negara dibanjiri oleh produk-produk impor, dan
besarnya produk impor tersebut mengganggu produksi dalam negeri maka negara memiliki hak untuk membatasi masuknya produk impor dengan alasan
pengamanan. Kebijakan ini akan melindungi produsen dalam negeri agar produknya dapat bersaing dengan produk-produk impor. Kebijakan yang
bertujuan untuk melindungi produsen lokal disebut core mesures.
Selain melindungi produsen lokal, NTM juga dapat digunakan untuk melindungi konsumen lokal. Alasan yang sering digunakan oleh setiap negara
mencakup aspek lingkungan dan kesehatan. NTM diberlakukan dengan pertimbangan akan bahaya yang diakibatkan oleh produk-produk yang
mengganggu kesehatan. Beberapa kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan umumnya dilakukan dalam bentuk standardisasi dan sertifikasi. Kebijakan yang
bertujuan untuk melindungi konsumen diklasifikasikan ke dalam non core measures
. Pengaruh NTM nyata pada level signifikansi 5 persen namun nilai
koefisiennya sangat kecil yaitu sebesar 0,01. Meskipun elastisitasnya kecil namun NTM tetap akan mempengaruhi arus perdagangan sektor elektronika. Pada sektor
elektronika kebijakan yang lebih dominan mempengaruhi arus perdagangan sektor elektronika adalah core measures. Nilai elastisitas variabel core measures lebih
besar dibandingkan variabel non core measures. Core Measures
Kebijakan yang termasuk core measures antara lain price control measures
, finance measures, quantity control measures, dan monopolistik measures
. Berdasarkan data yang diperoleh dari database ASEAN, pada komoditi elektonika hanya terdapat dua jenis core measures yaitu bentuk non automatic
licensing dan prohibition. Indikator yang digunakan untuk mengukur penggunaan
core measures adalah coverage ratio dari penggunaan dua jenis NTM tersebut.
Penggunaan kebijakan non automatic licensing dan prohibition pada beberapa produk elektronika di masing-masing negara ASEAN mengurangi arus
perdagangan Indonesia.
Peningkatan cakupan core measure sebesar 1 persen akan mengurangi arus perdagangan sebesar 0,01 persen ceteris paribus. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Nakakeeto 2011 yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif dari penggunaan non technical measures kebijakan selain SPS
dan TBT terhadap arus perdagangan di negara Mali, Senegal, dan Uganda. Pada ketiga negara tersebut, peningkatan kebijakan non technical mengurangi arus
perdagangan pada sektor pertanian. Kebijakan yang menghambat masuknya produk impor seperti prohibition dan non automatic licensing menyebabkan
berkurangnya ekspor antara negara satu dan negara lainnya. Core measures bersifat secara langsung menghambat perdagangan prohibition dan tidak dapat
diprediksi waktunya non automatic licensing sehingga menyebabkan berkurangnya volume perdagangan secara keseluruhan. Volume perdagangan
akan mempengaruhi harga produk. Konsumen akan dirugikan karena menanggung harga yang lebih mahal dan produsen diuntungkan dengan peningkatan produksi
dengan harga tinggi. Namun pada akhirnya secara keseluruhan akan merugikan perekonomian. Pembatasan impor dengan menerapkan kebijakan-kebijakan
perdagangan akan mempengaruhi welfare Wall 1999.
Terkait dengan hasil sebelumnya yang menunjukkan bahwa adanya komisi atau biaya negoisasi dalam perdagangan ekspor dan impor, maka kebijakan ini
semakin memberikan peluang bagi pihak-pihak yang menginginkan keuntungan yang lebih tinggi untuk menciptakan perdagangan yang tidak sehat. Konsumen
akan semakin terbebani dengan biaya produk yang mahal. Analisis kesejahteraan yang ditunjukkan Wall mengungkapkan pemberlakuan trade policy akan
mengakibatkan net welfare lost yang lebih besar dibandingkan penerapan tarif yaitu sebesar quota rent yang tidak menjadi penerimaan pemerintah. Quota rent
dapat dihasilkan dari penjualan lisensi kuota impor. Pada akhirnya proteksi terhadap perdagangan tersebut akan merugikan perekonomian secara keseluruhan
Salvatore 1997. Non Core Measures
Non core measures yang diberlakukan di ASEAN meliputi automatic
licensing dan technical measures. Peningkatan cakupan NTM dengan tipe non
core measures sebesar 1 persen akan meningkatkan arus perdagangan sebesar
0,01 persen ceteris paribus. Penggunaan non core measures ternyata dapat meningkatkan arus perdagangan.
Berbeda dengan core measures yang sifatnya secara langsung menghambat perdagangan, non core measures merupakan kebijakan yang terkait
prosedur dan standar kualitas. Sehingga persyaratan yang menjadi hambatan tersebut masih bisa terpenuhi oleh eksportir atau produsen sehingga tidak
mengurangi perdagangan melainkan meningkatkan perdagangan.
Dari sisi ekspor Indonesia, ketika negara mitra dagang Indonesia menerapkan kebijakan dalam bentuk technical regulation yang meliputi
standarisasi, labeling, packaging, sertifikasi dan lain-lain maka eksportir
Indonesia terdorong untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar. Semakin besarnya cakupan produk yang sudah sesuai dengan standar negara
pengimpor maka produk ekspor asal Indonesia semakin diterima di pasar negara lain. Meskipun kebijakan seperti ini dapat meningkatkan harga, namun konsumen
akan lebih percaya dengan kualitas produk ekspor Indonesia. Sehingga kebijakan non core measures
yang diterapkan di negara-negara ASEAN akan meningkatkan ekspor Indonesia.
Dari sisi impor Indonesia, peningkatan pemberlakuan kebijakan di Indonesia akan meningkatkan arus perdagangan yang masuk ke Indonesia.
Fasilitas pengujian, labeling, packaging di negara mitra dagang Indonesia terutama Singapura, membuat standarisasi yang ditentukan oleh Indonesia mudah
dipenuhi oleh negara asal. Impor masih tetap dapat terjadi meskipun negara Indonesia sudah menerapkan NTM. Semakin besar cakupan komoditi yang
dikenakan NTM maka negara mitra dagang Indonesia akan berusaha memenuhi standarisasi yang sudah ditentukan, dan jika sudah terpenuhi berarti tidak ada
alasan bagi Indonesia untuk menolak produk impor dari negara lain.
Pengaruh positif non core measure terhadap arus perdagangan berlawanan dengan hipotesis yang ditentukan pada awal penelitian. Namun, hasil pengujian
ini sejalan dengan penelitian Nakakeeto 2011 yang menyatakan bahwa technical measure
meningkatkan perdagangan di sektor pertanian. Fenomena ini juga terjadi pada perdagangan sektor elektronika Indonesia. Peningkatan non core
measure yang didalamnya merupakan kebijakan yang terkait dengan technical
measure meningkatkan arus perdagangan.
Karakteristik konsumen elektronika di kawasan ASEAN sudah modern dimana lebih mementingkan kualitas. Perdagangan komoditi elektronika lebih
dikendalikan oleh permintaan demand driven. Tujuan penerapan non core measures
adalah melindungi konsumen sehingga konsumen memperoleh produk- produk yang berkualitas. Penerapan non core measures terutama pada
standarisasi, sertifikasi, labeling, packaging hendaknya tidak dianggap sebagai hambatan perdagangan namun perlu dijadikan motivasi oleh setiap negara
terutama Indonesia untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Tantangan Sektor Elektronika Indonesia
Permasalahan industri elektronika adalah semakin berkurangnya penguasaan pasar yang yang ditunjukkan dengan lambatnya peningkatan produksi
domestik dibandingkan dengan peningkatan pasar domestik pada sektor tersebut. Salah satu hal yang menyebabkan tidak optimalnya penguasaan pasar adalah daya
saing produk yang rendah sehingga produk elektronika Indonesia kurang bersaing di pasar domestik maupun internasional. Daya saing produk dipengaruhi oleh
harga dan kualitas produk itu sendiri. Produk yang berkualitas dengan harga yang murah akan lebih dipilih oleh konsumen baik dalam negeri maupun luar negeri.
Pada era perdagangan bebas seperti saat ini, peningkatan daya saing produk harus dilakukan secara progresif. Pemerintah perlu beberapa isu yang
sedang berkembang saat ini terutama isu terkait perdagangan dan integrasi ekonomi. Pemerintah juga perlu memperjelas arah kebijakan terkait dengan
pengembangan industri elektronika. Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa isu dan tantangan sektor elektronika yang meliputi standarisasi produk, singgle
market and production AEC 2015, dan pengembangan industri elektronika nasional.
Standardisasi Produk
Technical measures yang meliputi standarisasi, sertifikasi, labeling,
packaging oleh masing-masing negara ASEAN akan meningkat dari waktu ke waktu untuk melindungi konsumen dan menjaga kualitas. Hal ini perlu menjadi
perhatian karena terkait dengan neraca perdagangan elektronika Indonesia. Indonesia harus menjaga kinerja ekspornya agar dapat memperoleh manfaat dari
perdagangan ASEAN. Hambatan utama
yang dihadapi pengusaha Indonesia dalam menjalin hubungan perdagangan adalah masalah standar kualitas.
Hingga Agustus 2007, pemerintah Indonesia telah menetapkan 3.200 standar nasional industri SNI, tetapi baru 215 SNI produk yang diwajibkan. SNI
yang diwajibkan itu pun sebagian besar masih berlaku sukarela karena baru 34 SNI produk yang dinotifikasi ke WTO Hidayati 2008. Data Badan Standardisasi
Nasional BSN Juli 2013 menunjukkan bahwa total SNI untuk produk elektronika baru mencapai 222 unit. Jumlah ini dinilai masih sedikit jika
dibandingkan komoditi lainnya seperti pertanian dan tanaman pangan yang mencapai 1 856 unit. Meskipun pasar ASEAN semakin terbuka, banyak produk
Indonesia yang tidak akan bisa masuk pasar ASEAN karena belum punya standar produknya.
Renstra BSN 2010-2014 menyatakan masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh lembaga ini diantaranya :
1. BSN belum memiliki kewenangan penuh sebagai standard setter yang dijamin oleh peraturan perundangan.
2. BSN belum memiliki kewenangan dalam pengawasan barang bertanda SNI yang bersifat voluntary.
3. SNI yang telah ditetapkan sebagian besar belum sesuai kebutuhan pasar. 4. Sebagian besar SNI yang digunakan dalam perdagangan internasional belum
harmonis dengan standar internasional. 5. Pada umumnya UMKM yang berorientasi ekspor belum mampu memenuhi
SNI yang harmonis dengan standar internasional. 6. Kurang terakomodirnya kepentingan Indonesia dalam pengembangan
standar internasional. 7. Kurang terakomodirnya kepentingan Indonesia dalam forum kerjasama
regionalbilateral di bidang standar dan penilaian kesesuaian. 8. Ketersediaan LPK belum optimal dalam mendukung regulasi teknis.
9. Belum optimal dukungan metrologi teknis terhadap pengembangan standar dan penilaian kesesuaian.
10. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap standardisasi, termasuk pendidikan standardisasi.
11. Koordinasi, komunikasi dan interaksi BSN dengan pemangku kepentingan
belum optimal. 12. Belum optimalnya komitmen regulator dalam mentaati Good Regulatory
Practices. 13. Belum optimalnya integritas tanda SNI.
14. Jumlah sumber daya BSN belum cukup untuk mendukung pelaksanaan program BSN. Diperkirakan jumlah ideal SDM BSN sekitar 630 orang.
15. BSN belum memiliki gedung sendiri sehingga luas ruang kerja secara keseluruhan menjadi sangat terbatas karena tergantung anggaran yang
tersedia dan hal ini juga mengakibatkan keterbatasan dalam pengembangan jumlah SDM.
Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi BSN terkait standardisasi menunjukkan masih lemahnya lembaga pengembangan standar di Indonesia.
Meskipun Indonesia sudah memiliki PP No 1022000 yang mengatur penyediaan fasilitas uji laboratorium sampai dengan pengawasan produk SNI,
tetapi belum menunjukkan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Padahal penguatan standar, lembaga akreditasi, dan kelengkapan fasilitas laboratorium
penguji tidak bisa diabaikan. Dalam persaingan di pasar global, hambatan
nontarif, baik yang bersifat teknis, seperti standar keamanan produk, maupun nonteknis, seperti ketentuan label, menjadi perkara serius Hidayati 2008.
Kebijakan pemerintah dalam mewujudkan produk yang ramah lingkungan juga sudah dilakukan yaitu dengan penggunaan ecolabel. Namun kebijakan ini masih
memiliki banyak kendala antara lain mahalnya biaya sertifikasi ecolabel Adi 2007.
Pengawasan pemerintah terhadap masuknya produk impor yang belum memenuhi standar juga masih lemah. Akibatnya, banyaknya produk standar palsu
bisa masuk ke pasar Indonesia. Pengawasan yang ketat dari Badan Standarisasi Nasional Indonesia adalah kunci untuk meredam derasnya arus impor dari negara
lain. Sehingga kondisi neraca perdagangan yang positif dapat terjaga.
Namun upaya pemerintah terus dilakukan antara lain menyusun road map peningkatan daya saing produk Indonesia dengan target pada tahun 2010 akan
tercipta 200 merk yang mempunyai daya saing di pasar domestik dan internasional. Ke-200 merk tersebut akan menjadi produk-produk dengan disain
yang bagus buatan Indonesia dengan dukungan 3 kekuatan branding, packaging, product design.
Melalui upaya ini diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kualitas sesuai standar internasional dan mengembangkan disain yang mengarah
pada Indonesian brand image, serta mewujudkan Indonesia Incorporated. Singgle Market and Production AEC 2015
Peranan Indonesia di perdagangan internasional terutama ASEAN menjadi sangat penting karena Indonesia memiliki potensi pasar yang besar. Upaya untuk
mengejar pertumbuhan agar sejajar dengan negara maju seperti Cina tidak dapat dicapai tanpa melakukan kerjasama ekonomi terutama di kawasan regional. Dua
hal penting yang perlu dilakukan adalah kerjasama penghapusan NTM terutama yang bersifat core measure dan optimalisasi kawasan FTZ.
Dengan pengurangan hambatan perdagangan pada non automatic licensing dan prohibition maka arus perdagangan akan meningkat dan integrasi sektor
elektronika ASEAN dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi. Kebijakan core measure yang diterapkan di Indonesia perlu dikaji ulang
mengingat Indonesia merupakan negara yang paling protektif terhadap perdagangan terutama core measure. Negosiasi penghapusan core measures di
negara mitra dagang Indonesia terutama Singapura dan Malaysia harus dilakukan terutama untuk komoditi component yang merupakan komoditi ekspor terbesar
Indonesia .
Tingginya perdagangan di kawasan perbatasan Indonesia dan Singapura masih dapat ditingkatkan lagi dengan lebih memanfaatkan secara optimal Freee
Trade Zone Batam Bintan Karimun. Letak Indonesia yang berbatasan dengan
Singapura memiliki potensi untuk menampung kelebihan kapasitas yang ada di Singapura. Pembentukan SEZ BBK merupakan penunjang tercapainya singgle
market and production . Neraca perdagangan Indonesia yang positif terhadap
Singapura pada komoditi component merupakan prestasi yang masih perlu ditingkatkan. FTZ BBK yang selama ini baru terkoneksi dengan perusahaan di
Singapura perlu diatur agar terjadi linkages dengan perusahaan elektronika yang bergerak pada consumer product di wilayah Jawa. Sehingga FTZ tidak hanya
menguntungkan bagi supply industri di Singapura tetapi lebih luas untuk supply industri di kawasan Indonesia lainnya.
Strategi Pengambangan Industri Elektronika Nasional
Industri elektronika Indonesia merupakan industri potensial yang dapat dikembangkan. Pemilihan indutri elektronika prioritas di Indonesia sangat penting
agar arah dan tujuan pembangunan dapat tercapai. Potensi populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi merupakan pasar potensial untuk
komoditi consumer product dan telecomunication dimana sasaran nya adalah penduduk dengan kelas pendapatan menengah middle income. Component yang
merupakan bahan baku industri consumer product menjadi penting karena saat ini sebagian besar bahan baku masih banyak diimpor. Pengembangan industri
component
sangat penting dilakukan dan perlu di prioritaskan. Jika industri component berkembang maka Indonesia dapat merebut pasar
domestik yang sebelumnya masih banyak menggunakan bahan baku impor, dan merebut pasar internasional dengan memanfaatkan kawasan FTZ sebagai gerbang
perdagangan terhadap Singapura. Konektifitas kawasan FTZ dengan kawasan industri di Pulau Jawa menjadi sangat penting. Konektifitas dapat dioptimalkan
dengan membangun infrastruktur yang mendukung seperti pelabuhan, jalan, dan jembatan. Kawasan FTZ BBK yang berupa kepulauan merupakan tantangan bagi
Indonesia untuk membangun skema jalur lalu lintas perdagangan.
Pengembangan industri component di Indonesia juga sudah tertuang dalam Road map Kementerian Perindustrian tahun 2009. Beberapa strategi yang
dijalankan pemerintah antara lain: 1. Penguatan dan pengembangan Klaster Elektronika
2. Penumbuhan dan Pengembangan industri komponenpendukung berbasis ICTdigital.
3. Pengamanan pasar dalam negeri. 4. Meningkatkan kemampuan untuk transfer teknologi melalui bantuan
MNCs dan peningkatan basis R D di dalam negeri 5. Meningkatkan penerapan standardisasi SNI dan Safety standard.
6. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan teknologi 7. Perbaikan dan peningkatan iklim usaha dan insentif yang lebih menarik
dari negara lain. 8. Menarik investor asing ke dalam negeri.
Pemerintah merencanakan pada tahun 2015 sudah berkembang industri component
dan consumer product dalam negeri, sehingga tahun 2020 ketergantungan impor component Indonesia dapat turun haingga mencapai 10-20
persen. Strategi pengembangan industry component dan consumer product di
Indonesia harus dilakukan lebih cepat agar tidak tertinggal jauh dengan negara ASEAN lainnya seperti Singapura dan Malaysia. Peningkatan teknologi dan
sumber daya manusia terkait industri ini harus dilakukan dengan dorongan kebijakan pemerintah yang tepat.
Pengembangan industri elektronika dapat berkaca pada keberhasilan negara lain seperti Korea Selatan. Menurut Kyo-kim 2008, ada sejumlah
pelajaran penting dari pengalaman industrialisasi di Korea Selatan bagi negara berkembang
termasuk Indonesia.
Pertama ,
adaptasi kebijakan
untuk menyesuaikan dengan iklim ekonomi global yang ada. Kedua, harmonisasi
kebijakan, terutama antara kebijakan industri dan kebijakan perdagangan¸
kebijakan pengembangan teknologi, dan kebijakan pengembangan SDM. Tiga, kebijakan proteksi terhadap industri-industri domestik yang masih baru infant
industry hanya sementara. Empat, sektor swasta harus sebagai pemain utama
yang kuat, efisien, dan berdaya saing tinggi. Lima, strategi pembangunan industri yang berorientasi ekspor. Enam, semua langkah-langkah tersebut harus selalu
didukung oleh ekonomi makro yang stabil.
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Perdagangan sektor elektronika di Indonesia mengalami peningkatan selama tahun 2007 sampai dengan 2011. Produksi sektor elektronika berfluktuasi,
namun meningkat pada tahun 2011. Kinerja perdagangan tahun 2011 menunjukkan kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009.
Ekspor produk elektrobika Indonesia paling besar pada kelompok komoditi component
. Arus perdagangan elektronik Indonesia paling besar ke Singapura.
2. Jenis non tarif measures yang digunakan oleh negara-negara di ASEAN antara lain automatic licensing, non automatic licencing, prohibition,
technical measure, dan pre shipment inspection. Diantara negara-negara di
ASEAN, Indonesia merupakan negara yang paling banyak menggunakan non tarif measure baik tipe core maupun non core measures untuk membatasi
perdagangan. Negara yang paling banyak menggunakan NTM dengan tipe core measures
berikutnya adalah Singapura. 3. Pendapatan perkapita negara pengekspor, pendapatan perkapita negara
pengimpor, produksi negara pengekspor, biaya ekspor dan nilai tukar riil merupakan faktor yang dapat meningkatkan perdagangan elektronika
Indonesia.
4. Secara keseluruhan NTM ASEAN tidak mempengaruhi arus perdagangan sektor elektronika Indonesia. Namun jika NTM didisagregasi menjadi core
dan non core measure, penelitian menemukan bahwa core measure yang merupakan kebijakan untuk melindungi produse memberikan pengaruh yang
negatif terhadap arus perdagangan, sedangkan non core measure yang merupakan kebijakan non tarif yang bertujuan melindungi konsumen lokal
ternyata memberikan dampak yang positif terhadap arus perdagangan sektor elektronika Indonesia.
Implikasi Kebijakan
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka ada beberapa hal yang dapat disarankan bagi pemerintah yaitu:
1. Kerjasama Indonesia dengan negara-negara ASEAN dalam mengurangi penggunaan non tariff measures yang bertujuan untuk melindungi produsen
lokal perlu dilanjutkan agar volume perdagangan Indonesia meningkat. Dengan berkurangnya kebijakan ini akan meningkatkan daya saing produk
elektronika negara-negara di ASEAN sehingga tujuan singgle market and productions
dapat tercapai. 2. Pemerintah harus meningkatkan kapasitas produksi elektronika dengan
memperhatikan kebijakan non core measure yang diterapkan oleh negara mitra dagang Indonesia seperti testing, labeling, packaging, inspection,
sampling , and certification requirements. Masing-masing negara akan terus
meningkatkan standar
keamanan produk
yang akan
dikonsumsi
masyarakatnya. Sehingga, pemerintah harus menggunakan strategi investasi dalam pembangunan industri elektronika dengan mengutamakan kualitas,
desain dan inovasi produk yang mengarah pada Indonesian brand image. Pemerintah perlu menyediakan fasilitas uji laboratorium untuk pengujian
standarisasi dengan biaya administrasi yang murah untuk meningkatkan daya saing produk ekspor elektronik Indonesia.
3. Terkait dengan kebijakan technical regulation yang diterapkan di Indonesia, pemerintah harus mengharmonisasikan kebijakan lainnya seperti peningkatan
pengawasan sertifikasi SNI untuk mencegah masuknya barang impor yang tidak sesuai standar atau barang yang berstandar palsu.
4. Pemerintah harus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah karena bahan baku elektronika Indonesia berupa component product masih banyak diimpor dari
negara lain. 5. Kesulitan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah ketersediaan dan
kelengkapan data terutama terkait kebijakan non tarif yang dilakukan di Indonesia. Pemerintah perlu membuat basis data terkait kebijakan non tarif
yang dapat diakses oleh masyarakat luas.
Saran Penelitian Lanjutan
1. Penelitian ini menggunakan analisis cross sectional yang hanya dapat melihat fenomena pada satu periode waktu. Untuk penelitian selanjutnya
dapat dikembangkan model analisis yang mempertimbangkan serial waktu atau model Computable General Equilibrium untuk melihat dampak
ekonomi secara makro maupun mikro.
2. Model pada penelitian ini membagi indikator kebijakan non tarif menjadi dua jenis yatu core dan non core measures. Untuk melihat dampak
kebijakan yang lebih khusus lagi, indikator kebijakan dapat didisagregasi lagi menjadi jenis yang lebih spesifik seperti automatic licensing, non
automatic licensing
, prohibition, technical measures, dan sebagainya. 3. Penelitian ini dapat dikaji lebih luas lagi dengan melakukan analisis
dampak non tariff measures terhadap negara selain Indonesia di kawasan ASEAN.
4. Penelitian ini masih memberikan ruang untuk meneliti lebih rinci pada level komoditi elektronika tertentu karena jenis elektronika yang beragam
dan masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Adi W. 2007. Kebijakan Pemerintah Dalam Penerapan Ekolabel Bagi Peningkatan Daya Saing Komoditas Ekspor Indonesia
. Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Andriamananjara S, Dean JM, Feinberg R, Ferrantino MJ, Ludema R ,Tsigas M. 2004. The Effects of Non-tariff Measures on Prices, Trade and Welfare:
CGE Implementation of Policy-based Price Comparisons. U.S International Trade Commission, Office of Economics Working Paper.
No.2004-04.A.
Arafat A. 2010. Pengalihan status Free Trade Zone FTZ menjadi Special Economic Zone
SEZ dalam hubungan ekonomi Indonesia dan Singapura Contoh Kasus Batam [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
[ASEAN] Assosation of South East Asian Nation. Asean Database [terhubung berkala]. www.asean.org
Basu SR, Kuwahara H, Dumesnil F. 2012. Evolution of Non-Tariff Measures: Emerging Cases From Selected Developing Countries. Policy Issues In
International Trade And Commodities Study Series . No. 18 UNCTAD:
Geneva. Blanchard O. 2005. Macroeconomics. New York: Prentice Hall Business
Publishing.
Bora, Kuwahara A, Laird S. 2002. Quantification of Non-Tariff Measures. Policy Issues In International Trade And Commodities
. UNCTAD: Geneva. BPS Kab. Bintan. 2008. Bintan Dalam Angka 20072008.
Diplomasi. 2012. Batam Menjadi Daya Tarik Bagi Perusahaan Multi Nasional.
No. 59 tahun V.
Fugazza M. 2008. Non-Tariff Barriers in Computable General Equilibrium Modelling. Policy Issues In International Trade And Commodities. No. 38.
UNCTAD:Geneva Hidayati N. 2008 Januari 23. EPA Jepang-Indonesia Bakal Percuma jika Tanpa
Kejelasan Strategi. Kompas. Internasional. Hal 10. [ICN] Indonesian Commercial Newsletter. Desember 2011. Prospek Industri
Manufaktur Tahun 2012. [KADIN] Kamar Dagang dan Industri Indonesia. 2010. Kebutuhan Teknologi dan
Potensi Kerjasama Riset dengan Industri [makalah]. Jakarta Kam WP, Wahyuni S, Kwan AN. 2009. Survey Report Benchmarking Survey Of
Establishments In Batam, Bintan And Karimun Special Economic Zone BBK SEZ
. Jakarta: Manajemen research center dan Asia Competitiveness Institute
Kee HL, Neagu C, Nicita A. 2010. Is Protectionism on the Rise?Assessing National Trade Policies during the Crisis of 2008. Policy Research
Working Paper . WPS5274. World Bank:
Development Research Group Trade and Integration Team
Keet Y. 2011 Apr 27. Meningkatkan Daya Saing Industri Elektronik Nasional.
Investor Daily Indonesia.
Jakarta. [Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2011. Menuju ASEAN Economic Comunity
2015 . Jakarta.
[Kemenperin] Kementrian Perindustrian. 2011. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Jakarta. _________________________________. 2009. Peta Panduan Road Map -
Pengembangan Klaster Industri Prioritas Industri Elektronika Dan Telematika Tahun 2010
– 2014. Krugman PR, Obstfeld M. 2005. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan, Ed
ke-5 Basri FH, penerjemah; Jakarta: Penerbit PT. INDEKS Terjemahan dari: International Economics.
Kyo- kim C. β008. Korea’s Development Policy Experience and Implications for
Developing Countries [makalah]. Seoul: Institute for International Economic Policy KIEP.
Lord M, Oktaviani R, Ruehe E. 2010. Indonesia’s Trade Access To The European
Union: Opportunities And Challenges. Transtec Equinoccio
Nakakeeto G. 2011. The Impact of Technical Measures on Agricultural Trade: A Case of Uganda, Senegal, and Mali. ―Improving Food Security through
Agricultural Trade [Tesis]. Blacksburg. Parsons D, Maghfuri M, Ariyanto B, Oktaviani R. 2007. An Investigation into the
Measures Affecting the Integration of ASEAN’s Priority Sectors Phase 2: The Case of Electronics
. REPSF Project No. 06001b Poyhonen P. 1963. A Tentative Model for the Volume of Trade Between
Countries. Weltwirtschaftliches Archive. Vol 90 : 93-100. Reed Electronics Research. 2009. The Yearbook of World, Electronics Data,
Volume 2 2009, Amerika, Jepang, Asia Pasific . UK
_____________________. 2012. The Yearbook of World Electronics Data Volume Two, America, Japan, Asia Pasific.
UK _____________________. 2013. The Yearbook of World Electronics Data
Volume Three, Emerging Country and word Summary . UK
Salvatore D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga. Samadikun S. 1985. The Development of The Electronics Industry in Indonesia
and The Role of The Physics Department. Proceedings of The International Conference on Physics And Industry
. Jakarta: Universitas Indonesia
Santiago EB. 2007. Development of Asean Framework for Trade Negotiations Electronics Industry.
Semiconductor and Electronics Industries in the Philippines SEIPI
Pasaribu RBF. 2010. Arah Kebijakan Ekonomi Indonesia Dalam Perdagangan dan Investasi Riil
[artikel]. Jakarta Tinbergen J. 1962. Shaping the World Economy
–Suggestions for an International Economic Policy, The Twentieth Century Fund.
UNCTAD. 2013. Classification of Non-Tariff Measures. UNCTAD: Geneva Wahyuni S, Jamil I, Astuti ES, Mudita T. 2009. The study of regional
competitiveness in Batam, Bintan, and Karimun. Project report UI team. Jakarta
Wall H. 1999. Using the Gravity Model to Estimate the Costs of Protection. Federal Reserve Bank of St. Louis Review.
Jan:33-40 [WEF] World Economic Forum. 2012. Global Enabling Trade Report 2012.
Reducing Supply Chain Barriers . Geneva
Winchester N. Is there a dirty little secret? Non-tariff barriers and the gains from trade. University of Otago Economics Discussion Papers. No. 0801. New
Zaeland: University of Otago. World Bank. 2013. World Development Indicators 2011. Washington DC, USA.
[terhubung berkala]. http:data.worldbank.orgindicator [WTO] World Trade Organization. 2012. World Trade Report 2012. Trade and
public policies: A closer look at non-tariff measures in the 21st century .
WTO Publication. [WITS] World Integrated Trade Solution. Tariff and Trade Analysis Data 2001-
2011. [terhubung berkala]. http:wits.worldbank.orgwits Wuryan MP. 2010. Analisis Aliran Ekspor Hasil Olahan Dua Klaster industri
Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia [Skripsi]. Bogor: IPB Yamin S, Rachmach LA , dan Kurniawan H. 2010. Regresi dan Korelasi Dalam
Genggaman Anda . Salemba Empat: Jakarta.
Zahidi A. 2012. Dampak Trade Facilitation Terhadap Arus Perdagangan di Kawasan ASEAN+3 [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Zulkifli. 2012. Kerjasama Internasional sebagai Solusi pengelolaan kawasan
perbatasan negara studi kasus Indonesia [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.
DAMPAK NON TARIFF MEASURES NTM ASEAN
TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR ELEKTRONIKA INDONESIA
NILA FRIDHOWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Non Tariff Measures
NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013 Nila Fridhowati
NIM. H151114184
RINGKASAN
NILA FRIDHOWATI. Dampak Non Tariff Measures NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesaia. Dibimbing oleh RINA
OKTAVIANI dan ALLA ASMARA.
Sejak terbentuk General Agreement on Tariffs and Trade GATT pada tahun 1948, terjadi penurunan tarif yang cukup signifikan. Fokus perdagangan
bergeser ke arah non-tariff measures NTMs. Semakin meluasnya penggunaan NTM di kawasan ASEAN akan berdampak pada perdagangan regional dan akan
menyulitkan terbentuknya ASEAN Economic Community pada tahun 2015. Sektor elektronika, yang merupakan sektor potensial di Indonesia menjadi salah
satu sektor yang terkena dampak implementasi NTM.
Penelitian ini menyajikan gambaran mengenai perdagangan elektronika Indonesia dan implementasi NTM di ASEAN. Tujuan utama penelitian ini untuk
menganalisis dampak NTM ASEAN terhadap perdagangan sektor elektronika Indonesia. Dua pendekatan yaitu inventory approach dan econometric approach
digunakan untuk estimasi model cross sectional gravity. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu BPS, WITS,
WDI, Doing Bussiness, UNCTAD, dan publikasi internasional.
Perdagangan elektronika terbesar di Indonesia adalah perdagangan pada komoditi component dengan Singapura sebagai mitra dagang yang paling
dominan. Letak Indonesia dan Singapura memungkinkan terjadinya integrasi produksi pada industri elektronika. Kerjasama Indonesia dan Singapura yang
dituangkan dalam kerangka pembentukan Free Trade Zone Batam Bintan Karimun memiliki potensi yang cukup besar namun belum dikembangkan secara
optimal. Negosiasi kembali kerjasama, perbaikan infrastruktur, kelembagaan penunjang perdagangan dikawasan tersebut perlu dilakukan.
Indonesia merupakan negara yang paling protektif dalam perdagangan sektor elektronika. Indonesia lebih banyak menggunakan kebijakan yang
melindungi produsen lokal, sedangkan negara ASEAN lainnya lebih banyak menggunakan kebijakan yang melindungi konsumen lokal yang terkait standar
kualitas, prosedur, labeling, packaging, dan sertifikasi. Jenis NTM yang paling banyak digunakan di ASEAN adalah non automatic licensing dan technical
regulation
yang banyak digunakan pada component dan consumer product. Hasil empiris menunjukkan bahwa secara keseluruhan NTM ASEAN tidak
mempengaruhi arus perdagangan elektronika Indonesia. Namun, jika NTM didisagregasi menjadi core dan non core measures, hasil penelitian menunjukkan
peningkatan core measures akan mengurangi perdagangan dan peningkatan non core measures
akan meningkatkan perdagangan sektor elektronika. Kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah pengembangan industri elektronika
dengan mengutamakan kualitas, desain dan inovasi produk, serta memperluas penyediaan fasilitas uji laboratorium untuk pengujian standarisasi dengan biaya
administrasi yang murah untuk meningkatkan daya saing produk ekspor elektronik Indonesia.
Kata Kunci : kebijakan non tarif, elektronika, core dan non core measure, gravity, inventory approach, frequency index dan coverage ratio
SUMMARY
NILA FRIDHOWATI. Impact of Non Tariff Measures NTM ASEAN on Indonesian Electronics Trade. Supervised by RINA OKTAVIANI and ALLA
ASMARA.
As tariffs have fallen in the years since the General Agreement on Tariffs and Trade GATT was established in 1948, attention has progressively shifted
towards non-tariff measures NTMs. Pervasiveness non-tariff measures in ASEAN region will impact on regional trade and difficult for the establishment of
ASEAN Economic Community by 2015. Electronics sector, which is a potential sector in Indonesia will be one of the sectors affected by the implementation of
non-tariff measures.
This research provides a brief of Indonesian electronics trade and implementation of NTM in ASEAN. The main purpose of this study is to analyze
the impact of ASEAN’s NTM on Indonesian electronics trade flows. Two approaches are used; the inventory approach and the econometric approach which
makes use of the cross sectional gravity model. This research use secondary data which is collected from BPS, WITS, WDI, Doing Bussiness, UNCTAD, dan
international publication.
The bigest electronics trade in Indonesia comes from component product with Singapura as a dominant trade partner. Indonesia and Singapure can join
integration in production electronics because of their location. Indonesia- Singapura agreement on Free Trade Zone Bintan Batam Karimun
haven’t optimal yet so need review in negotiation, infrastructure and institution development.
Indonesia is the most protective country in electronics trade. Indonesia use more NTM for pretecting local producer while other ASEAN country use more
NTM for protecting local consumers such as labelling, packaging, standardize, and sertification requirement. Non automatic licensing dan technical regulation is
used by almost all country in ASEAN to protect component dan consumer product
. The empirical results show that the overall ASEAN’s NTM does not affect
Indonesian electronics trade flows. However, if NTM is disagregated into core and non core measure, the results showed that increase in core measure would
reduce trade flows and increase in non core measure would increase Indonesian electronics trade flows. Government should develop electronics industry by
focusing in quality, design and, inovation product. Government should provide testing laboratorium with cheaper administration cost to increase Indonesian
export competitiveness.
Keywords: non tariff measures, electronics trade, core and non core measure, gravity models, inventory approach, frequency index and coverage
ratio
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
DAMPAK NON TARIFF MEASURES NTM ASEAN
TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR ELEKTRONIKA INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
NILA FRIDHOWATI
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS
Judul Tesis : Dampak Non Tariff Measures NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia
Nama : Nila Fridhowati
NIM : H151114184
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS Ketua
Dr Alla Asmara, SPt MSi Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa t a’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah
kebijakan perdagangan, dengan judul Dampak Non Tariff Measures NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS dan Bapak Dr Alla Asmara,
SPt MSi yang telah memberikan bimbingan dari awal hingga akhir dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
suamiku tercinta, Argo Dwipa, SE.As dan putraku M. Farhan Raditya Argo yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya kepada penulis serta
rekan-rekan kuliah kelas khusus BPS S2 IPB Batch 4 yang telah terus memberikan semangat hingga selesainya tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Nila Fridhowati
Lampiran 1. Klasifikasi NTM
UNCTAD CODING SYSTEM OF TRADE CONTROL MEASURES 1000
TARIFF MEASURES
1100 STATUTORY CUSTOMS DUTIES
1200 MFN DUTIES
1210 Mfn Duties Statutory
1220 Mfn Duties Applied
1230 Mfn Duties Bound
1300 GATT CEILING DUTIES
1400 TARIFF QUOTA DUTIES
1410 Low Duties
1420 High Duties
1500 SEASONAL DUTIES
1510 Low Duties
1520 High Duties
1600 TEMPORARY REDUCED DUTIES
1700 TEMPORARY INCREASED DUTIES
1710 Retaliatory Duties
1720 Urgency And Safeguard Duties
1800 PREFERENTIAL DUTIES UNDER TRADE AGREEMENTS
1810 Customs Union
1820 Free Trade Agreement
1830 GSP
1840 Other Specific Preferential Agreements
1841 From Developed To Developed Countries
1842 From Developed To Developing Countries
1843 From Developed To LDCS
1844 From Developing To Developing
Countries 1845
From Developing To LDCS 1846
From Developing To Developed Countries 1890
Preferential Agreements N.E.S.
2000 PARA-TARIFF MEASURES
2100 CUSTOMS SURCHARGES
2200 ADDITIONAL TAXES AND CHARGES
2210 Tax On Foreign Exchange Transactions
2220 Stamp Tax
2230 Import Licence Fee
2240 Consular Invoice Fee
2250 Statistical Tax
2260 Tax On Transport Facilities 2270 Taxes And Charges For Sensitive Product Categories
2290 Additional Charges N.E.S.
2300 INTERNAL TAXES AND CHARGES LEVIED ON IMPORTS
2310 General Sales Taxes
2320 Excise Taxes
2370 Taxes And Charges For Sensitive Product Categories
2390 Internal Taxes And Charges Levied On Imports N.E.S.
2400 DECREED CUSTOMS VALUATION
2900 PARA-TARIFF MEASURES N.E.S.
3000 PRICE CONTROL MEASURES
3100 ADMINISTRATIVE PRICING
3110 Minimum Import Prices
3190 Administrative Pricing N.E.S.
3200 VOLUNTARY EXPORT PRICE RESTRAINT
3300 VARIABLE CHARGES
3310 Variable Levies
3320 Variable Components
3330 Compensatory Elements
3340 Flexible Import Fees
3390 Variable Charges N.E.S
3400 ANTIDUMPING MEASURES
3410 Antidumping Investigations
3420 Antidumping Duties
3430 Price Undertakings
3500 COUNTERVAILING MEASURES
3510 Countervailing Investigations
3520 Countervailing Duties
3530 Price Undertakings
3900 PRICE CONTROL MEASURES N.E.S.
4000 FINANCE MEASURES
4100 ADVANCE PAYMENT REQUIREMENTS
4110 Advance Import Deposit
4120 Cash Margin Requirement
4130 Advance Payment Of Customs Duties
4170 Refundable Deposits For Sensitive Product Categories
4190 Advance Payment Requirements N.E.S.
4200 MULTIPLE EXCHANGE RATES
4300 RESTRICTIVE OFFICIAL FOREIGN EXCHANGE
ALLOCATION 4310
Prohibition Of Foreign Exchange Allocation 4320
Bank Authorization 4390
Restrictive Official Foreign Exchange Allocation N.E.S. 4500
REGULATIONS CONCERNING TERMS OF PAYMENT FOR MPORTS
4600 TRANSFER DELAYS, QUEUING
4900 FINANCE MEASURES N.E.S.
5000 AUTOMATIC LICENSING MEASURES
5100 AUTOMATIC LICENCE
5200 IMPORT MONITORING
5210 Retrospective Surveillance
5220 Prior Surveillance
5270 Prior Surveillance For Sensitive Product Categories
5700 SURRENDER REQUIREMENT
5900 AUTOMATIC LICENSING MEASURES N.E.S.
6000 QUANTITY CONTROL MEASURES
6100 NON-AUTOMATIC LICENSING
6110 Licence With No Specific Ex-Ante Criteria
6120 Licence For Selected Purchasers
6130 Licence For Specified Use
6131 Linked With Export Trade
6132 For Purposes Other Than Exports
6140 Licence Linked With Local Production
6141 Purchase of local goods
6142 Local content requirement
6143 Barter or counter trade
6150 Licence linked with non-official foreign exchange 6151
External foreign exchange 6152
Importers own foreign exchange 6160
Licence combined with or replaced by special import authorization
6170 Prior authorization for sensitive product categories
6180 Licence for political reasons
6190 Non-automatic licensing n.e.s.
6200 QUOTAS
6210 Global quotas
6211 Unallocated
6212 Allocated to exporting countries
6220 Bilateral quotas
6230 Seasonal quotas
6240 Quotas linked with export performance
6250 Quotas linked with purchase of local goods
6270 Quotas for sensitive product categories
6280 Quotas for political reasons
6290 Quotas n.e.s.
6300 PROHIBITIONS
6310 Total prohibition
6320 Suspension of issuance of licences
6330 Seasonal prohibition
6340 Temporary prohibition
6350 Import diversification
6370 Prohibition for sensitive product categories
6380 Prohibition for political reasons embargo
6390 Prohibitions n.e.s.
6600 EXPORT RESTRAINT ARRANGEMENTS
6610 Voluntary export restraint arrangements
6620 Orderly marketing arrangements
6630 Multifibre arrangement MFA
6631 Quota agreement
6632 Consultation agreement
6633 Administrative co-operation agreement
6640 Export restraint arrangements on textiles
outside MFA 6641
Quota agreement 6642
Consultation agreement 6643
Administrative co-operation agreement 6690
Export restraint arrangements n.e.s. 6700
ENTERPRISE-SPECIFIC RESTRICTIONS 6710
Selective approval of importers 6720
Enterprise-specific quota 6790
Enterprise-specific restrictions n.e.s. 6900
QUANTITY CONTROL MEASURES N.E.S.
7000 MONOPOLISTIC MEASURES
7100 SINGLE CHANNEL FOR IMPORTS
7110 State trading administration
7120 Sole importing agency
7170 Single channel for sensitive product categories
7200 COMPULSORY NATIONAL SERVICES
7210 Compulsory national insurance
7220 Compulsory national transport
7900 MONOPOLISTIC MEASURES N.E.S.
8000 TECHNICAL MEASURES
8100 TECHNICAL REGULATIONS
8110 Product characteristics requirements
8120 Marking requirements
8130 Labelling requirements
8140 Packaging requirements
8150 Testing, inspection and quarantine requirements
8160 Information requirements
8170 Requirement relative to transit
8180 Requirement to pass through specified customs
8190 Technical regulations n.e.s.
8200 PRE-SHIPMENT INSPECTION
8300 SPECIAL CUSTOMS FORMALITIES
8400 RETURN OBLIGATION
8900 TECHNICAL MEASURES N.E.S.
Lampiran 2. Definisi NTM Prohibition
dapat diterapkan secara umum atau dalam keadaan khusus, misalnya larangan bersyarat. Biasanya, prohibition berlaku untuk senjata dan amunisi serta
peralatan militer lainnya kecuali diimpor oleh angkatan bersenjata, obat-obatan kecuali diimpor oleh otoritas kesehatan atau untuk tujuan ilmiah, materi
pornografi, dan tumbuhan atau hewan termasuk spesies langka tertentu, bawah konvensi internasional.
Quota
merupakan pembatasan pada kuantitas atau nilai impor produk tertentu. Quota ditentukan untuk jangka waktu tertentu, dan dimodifikasi secara berkala.
Quota dapat dikenakan untuk jangka waktu terbatas sebagai tindakan pengamanan terhadap lonjakan impor.
Non automatic licensing
biasanya sarana untuk pemberian kuota atau larangan bersyarat. Namun, terkadang kuota tidak ditentukan terlebih dahulu, dalam kasus
ini, lisensi non-otomatis mungkin menjadi sarana penjatahan valuta asing, atau untuk menentukan apakah kondisi tertentu untuk impor telah dipenuhi, misalnya
persyaratan kinerja ekspor. Non automatic licensing relatif restriktif atau diskresioner atau relatif liberal, sering tergantung pada keadaan ekonomi di negara
pengimpor. Otorisasi impor biasanya merupakan wewenang instansi pemerintah. Voluntary export restraints
VER biasanya pengaturan penahanan ekspor informal antara eksportir dan importir dimana mantan setuju untuk membatasi,
untuk jangka waktu tertentu, ekspor barang-barang tertentu ke pasar impor untuk menghindari pengenaan kuota impor. Dalam bentuk yang sekarang, instrumen
utama adalah Arrangement Multi-Fibre MFA, yang dijadwalkan akan bertahap selama 10 tahun sebagai bagian dari perjanjian Putaran Uruguay. Pada dasarnya,
itu adalah serangkaian VERs bilateral yang berlaku untuk sekitar 100 atau lebih sektor tekstil dan pakaian, sektor tidak perlu lengkap, yang ditentukan untuk
setiap mitra dagang terkena. Tekstil dan pakaian eksportir yang bukan anggota MFA, misalnya negara-negara Eropa Timur dan China, ditutupi oleh pembatasan
serupa. perjanjian menahan diri tekstil. Perdagangan Negara dan monopoli impor prosedur dimana lembaga pemerintah memiliki hak eksklusif untuk perdagangan
atau telah memberikan hak ini kepada monopoli swasta. Hanya bahwa badan atau perusahaan dapat menentukan tingkat impor, meskipun mungkin dalam
prakteknya beroperasi secara ketat sebagai operator independen. Tariff quotas operate
adalah batas atau kuota pada jumlah atau nilai impor produk tertentu diperbolehkan, untuk jangka waktu tertentu, di bawah tarif normal,
sedangkan tingkat yang lebih tinggi adalah biaya impor yang melebihi kuota. Kebijakan ini diterapkan secara luas di sektor pertanian.
Local content plans
seperti kuota tarif. Sebagai imbalan untuk mencapai tingkat tertentu kandungan lokal, produsen, seperti perakit mobil, diperbolehkan untuk
mengimpor sejumlah kuota atau barang jadi setara dengan harga bebas bea rendah. Kebijakan ini dilakukan untuk perlindungan industri komponen dalam
negeri.
Variable levies adalah biaya khusus yang dikenakan pada impor barang tertentu
untuk menaikkan harga mereka untuk target harga dalam negeri. Anti-dumping
dikenakan pada barang-barang tertentu yang berasal dari mitra dagang tertentu atau mitra dagang khusus untuk mengimbangi efek dumping.
Countervailing Duties adalah biaya khusus pada barang-barang tertentu untuk
mengimbangi efek subsidi diberikan langsung atau tidak langsung pada pembuatan, produksi atau ekspor barang-barang.
Minimum prices
merupakan kebijakan penentuan harga produkk di suatu negara biasanya pada produk pertanian. Harga impor yang sebenarnya di bawah harga
minimum dapat memicu tindakan dalam bentuk tugas kompensasi atau investigasi harga. Kebijakan ini ditetapkan dalam rangka untuk menyamakan harga impor.
Government procurement procedures
biasanya melibatkan preferensi harga untuk barang-barang domestik. Preferensi harga dihitung untuk menentukan hasil tender
publik untuk penyediaan barang atau jasa untuk instansi pemerintah. Special entry procedures
, semua perdagangan dilakukan oleh perusahaan nasional atau impor dilakukan melalui pelabuhan khusus, beroperasi untuk meningkatkan
biaya. Automatic licensing and import surveillance
biasanya digunakan bersama-sama untuk melacak tingkat impor. Salah satu alasan untuk tindakan kebijakan tersebut
karena kekhawatiran tentang kemungkinan lonjakan impor, yang dapat memicu tindakan-tindakan pengamanan.
Technical measures
merupakan peraturan teknis dan standar yang harus dipenuhi oleh produk untuk dijual di pasar domestik, pada prinsipnya, penerapannya sama
antara barang domestik dan impor. Kebijakan tersebut meliputi kesehatan, kebersihan, peraturan phytosanitary dan keamanan, serta labeling dan packaging
requirement.
Lampiran 3. NTM pada Sektor Elektronik di Negara ASEAN
Non Tariff Measures Indonesia
Malaysia Filipina
Singapura Thailand
3 Price Control Measures
4 Finance Measures 5 Automatic
Licensing Measures
5100 Automatic Licencing
Components, Consumer
Product, Electronic Data
Processing, Office Equipment, Radar
Comunications And Radar,
Telecommunicati on
Components
6 Quantity Control Measures
6100 Non- Automatic
Licensing All Product
Components, Consumer
Product, Medical And
Industrial Equipment,
Office Equipment,
Radar Comunications
And Radar, Telecommunica
tion Medical And
Industrial Equipment
6300 Prohibitions All Product Consumer
Product, Radar Comunications
And Radar Components,
Consumer Product, ,
Control And Instrumentatio
n, Medical And Industrial
Equipment, Office
Equipment, Radar
Comunication s And Radar,
Telecommunic ation
7 Monopolistic Measures
8 Technical Measures
8100 Technical Regulations
Componen ts,
Consumer Product,
Components, Consumer
Product, Control And
Control And
Instrument ation,
Medical And
Industrial Equipment
, Office Equipment
, Radar Comunicat
ions And Radar,
Telecomm unication
Instrumentatio n, Medical
And Industrial Equipment,
Office Equipment,
Radar Comunication
s And Radar, Telecommunic
ation
8200 Pre- Shipment
Inspection Components,
Consumer Product, Control
And Instrumentation,
Medical And Industrial
Equipment, Office
Equipment, Radar Comunications
And Radar, Telecommunicati
on
Lampiran 4. Penelitian Terdahulu
No Penulis
Thn Judul
Metode Data
Analisis Hasil
1 Almeida,
Gomes, Silva.
2012 Non-
tariff measures
in internatio
nal coffee
trade Panel Gravity
Model Var dependen
: ekspor Var
independen : GDP importer,
GDP eksporter,
Distance, Tariff,
Dummy TBT dan SPS
agreement Trade data
Distance SPS and
TBT agreement
Mengkaji pengaruh
perjanjian TBT dan SPS pada
ekspor komoditi kopi dunia
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perjanjian TBT negatif akan
mempengaruhi ekspor kopi
selama periode mulai dari 1996
hingga 2010, namun SPS tidak.
2 Carrère,
De Melo 2011
Non- Tariff
Measures : What
Do We Know,
What Might Be
Done? Model Gravity Trade data
AVEs of NTM =
TRAINS WITS
Mengkaji dampak NTM
terhadap trade flow
Regulatory Protection
menyebabkan peningkatan biaya
pada produsen domestik
Suplly shift effect : peningkatan
biaya dari luar negeri dan kadang
kadang domestik Demand shift
effect : regulasi menyebabkan
enhance demand
3 Nakakeet
o 2011
The Impact of
Technica l
Measures on
Agricultu ral
Trade: A Case of
Uganda, Senegal,
and Mali.
―Impro ving
Food Security
through Agricultu
ral Trade Inventory
approach coverage
ratio, frequency
ratio Model Gravity
Data Primer : survey
Data Sekunder :
Trade data NTM data
cross section 2004 =
UNCTAD AVEs of
NTM 2004 = WB
Mengkaji dampak NTM
terhadap perdagangan
komoditi pertanian
Dengan metode Dummy NTM :
NTM memiliki dapak yang
negatif terhadap ekspor dan impor
Coverage ratio : NTM memiliki
dampak positif AVEs of NTM :
NTM memiliki dampak positif
4 Mellado,
Hélaine, Rau dan
Tothova 2010
Non- tariff
measures affecting
Frequency approach
CGE NTM
incidence : TRAINS
UNCTAD, Menganalisis
penerapan Non Tariff Measures
di sektor Penerapan NTM
terjadi di hampir di semua agroo-
food product.
agro- food
trade between
the EU and
Africa MAST
agriculture Menganalisis
welfare effect penerapan NTM
5 Berden,
Francois, Thelle,
Wymenga, Tamminen
2009 Non-
Tariff Measures
in EU- US
Trade and
Investme nt
– An Economi
c Analysis
CGE - GTAP Trade Data
NTM Index = estimate
by gravity model
Mengkaji dampak dari
NTM pada Produk
Domestik Bruto PDB,
pendapatan rumah tangga,
upah, dan perdagangan
antara Uni Eropa dan
Ameruka Serikat dengan
skenario pemberlakuan
NTM sebesar 50 persen pada
tahun 2018 NTM
menyebabkan peningkatan biaya
sebesar dan membatasi market
acccess untuk perusahaan.
Dengan mengeliminasi
NTM pada semua sektor akan
mendorong EU GDP sebesar 0,7
persen pada jangka panjang
dan GDP US sebesar 0,3 persen
dibandingkan dengan skenario
dasar. Penghapusan
NTM akan memberikan
keuntungan untuk US dan EU.
Pendapatan rumah tangga akan
meningkat sebesar 0,8 persen di EU
dan 0,3 persen di US setiap
tahunnya jika NTM di eliminasi.
Eliminasi NTM juga akan
meningkatkan trade balance
kedua region dan membuat upah
menjadi lebih baik.
6 Melchior,
Zheng dan
Johnsen 2009
Trade barriers
and export
potential: Gravity
estimates for
Norway’ s exports
Gravity Model Trade data 150 negara
tahun 2007 Mengkaji
dampak tarif terhadap ekspor
dan melakukan studi dengan
non tariff barrier
Penurunan tariff pada non oil
export tahun 2007 akan
meningkatkan potensial trade.
Sektor yang terbesar adalah
minerals, fish, mechinery dan
chemical. Beberapa negara
memiliki NTB yang tinggi
meskipun tariffnya rendah
7 Winches-
ter 2008
Is there a dirty
little secret?
Non- tariff
barriers and
the gains from
trade CGE
– GTAP Trade data Tariff
Equivalent of NTB =
estimate using gravity
model IO data
simulasi penurunan tarif
dan non tarif barrier pada
perdagangan bilateral
Australia dan New Zealand
Penurunan NTB akan
menghasilkan gain of trade yang
lebih besar dibandingkan
penurunan tarif
8 Ban,
Kawasaki , dan
Tsutsumi 1997
Diagnost ic
Analysis of CGE
Modelin g:
The Property
of APEC Trade
Liberaliz ation
Model CGE
– GTAP Trade Data = GTAP
Database, COMTRAD
E Protection
Data = AVE, Tariff,
Nontariff AD in agr
and textill Canada, EU,
US IO Data
Menganalisis dampak
ekonomi akibat liberalisasi
perdagangan melalui tarif dan
non tariff measures
Sektor atau region dengan hambatan
perdagangan awal yang tinggi akan
cenderung mengalami
ekspansi perdagangan
paling besar.
9 Andria-
mananja ra,
Ferranti no, dan
Tsigas 2003
Alternat ive
Approac hes in
Estimati ng the
Economi c
Effects of Non-
Tariff Measure
s: Results
from Newly
Quantifi ed
Measure s
CGE – GTAP Trade Data
Tariff Equivalent
NTM = handycraft
approach Export Tax
Equivalent Sand in
Wheels = kebijakan
yang memberika
n dampak terhadap
efisiensi IO data
- Memperk
enalkan metode
estimasi NTM
price gaps menggun
akan tiga metode
yang berbeda
tariff equivalen
t, export tax
equivalen t and
sand-in- the-
wheels.
- Menganal
isis dampak
ekonomi
Liberalisasi NTM
mendorong peningkatan
yang besar terhadap
perdagangan dunia dan
meningkatkan global welfare.
trade, welfare
dan productio
n dari penghapu
san NTM pada
produk alas kaki,
pakaian, dan
makanan olahan
10 Fugazza
2008 Non-
tariff barriers
in Comput
able General
Equilibr ium
modellin g
CGE – GTAP Trade data
AVEs of NTB WB-
2004 IO data
Menganalisis dampak
penghapusan NTB terhadap
trade dan welfare
Negara dengan tingkat NTB
yang tinggi seperti sub-
Saharan Africa, South East Asia,
dan North Africa tidak
mendapatkan keuntungan yang
berarti dari penurunan NTB
secara global.
11 Hadi,
Nuryanti 2005
Dampak kebijaka
n Proteksi
terhadap Ekonomi
Gula Indoneis
a CGE
IO Tariff
Mengkaji dampak makro
maupun mikro kebijakan tarif
impor dan kebijakan non
tarif Kebijakan non
tarif memiliki pengaruh yang
lebih besar dibandingkan
penerapan kebijakan tarif.
Kombinasi kedua kebijakan masih
perlu di berlakukan untuk
menghindari ketergantungan
Indonesia terhadap pasar
dunia.
12 Andriama
nanjara, Dean,
Feinberg, Ferran-
tino, Ludema,
Tsigas. 2004
The Effects
of Non- Tariff
Measures on
Prices, Trade,
and Welfare:
CGE - GTAP Trade Data
Tariff Equivalent
of NTM = estimate by
price gap approach
IO data Menganalisis
dampak penghapusan
NTM terhadap trade dan
welfare Penghapusan
NTM menyebabkan
keuntungan global sebesar 90 milyar
dolar. Peningkatan
keuntungan terjadi dari
liberalisasi di
CGE Impleme
ntation of
Policy- Based
Price Compari
sons Jepang dan Uni
Eropa dan liberalisasi pada
komoditi pakaian dan mesin.
13 Wall
1999 Using
the Gravity
Model to
Estimate the
Costs of Protecti
on Model Panel
Gravity Trade Data
= X, M, GDP
Trade Policy
Index = Herritage
Foundation Menganalisis
dampak import protection
terhadap volume
perdagangan Amerika
Serikat dan dampaknya
terhadap welfare
Adanya import protection di
negara-negara selain U.S.
menyebabkan ekspor AS 26.2
percent lebih rendah pada
tahun 1996. Hambatan
yang diberlakukan
oleh Amerika Serikat
menurunkan impor AS dari
negara-negara non-NAFTA
sebesar 15.4 persen per tahun
yang menyebabkan
welfare cost sebesar 1.45
persen. Sumber utama dari
hilangnya kesejahteraan
adalah pengalihan kuota
sewa luar negeri daripada
deadweight efficiency losses.
Lampiran 5. Hasil estimasi Model 1
Dependent Variable: LOGEKSPOR Method: Least Squares
Date: 071613 Time: 00:36 Sample: 1 64
Included observations: 64 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors Covariance
Variable Coefficient
Std. Error t-Statistic
Prob. C
-18.99814 6.290466
-3.020149 0.0038
LOGGDP_KAP1 1.810788
0.108532 16.68443
0.0000 LOGGDP_KAP2
0.417656 0.198930
2.099509 0.0403
LOGPROD 0.489764
0.077320 6.334231
0.0000 LOGCOST_EXPORT
1.318758 0.834592
1.580123 0.1197
LOGREER 0.150716
0.037421 4.027581
0.0002 CR
0.004242 0.003670
1.155877 0.2526
TARIF -0.004285
0.408690 -0.010485
0.9917 R-squared
0.803364 Mean dependent var 10.61362
Adjusted R-squared 0.778785 S.D. dependent var
1.847660 S.E. of regression
0.869020 Akaike info criterion 2.673566
Sum squared resid 42.29092 Schwarz criterion
2.943427 Log likelihood
-77.55412 Hannan-Quinn criter. 2.779878
F-statistic 32.68435 Durbin-Watson stat
1.879115 ProbF-statistic
0.000000 Model 2
Dependent Variable: LOGEKSPOR Method: Least Squares
Date: 071413 Time: 12:03 Sample: 1 64
Included observations: 64 Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic Prob.
C -22.69167
9.807210 -2.313774
0.0244 LOGGDP_KAP1
1.738617 0.250416
6.942928 0.0000
LOGGDP_KAP2 0.675368
0.191274 3.530885
0.0008 LOGPROD
0.557125 0.077990
7.143562 0.0000
LOGCOST_EXPORT 1.626687
1.244523 1.307077
0.1966 LOGREER
0.091296 0.043040
2.121187 0.0384
CR_CORE -0.011968
0.005264 -2.273575
0.0269 CR_NCORE
0.011038 0.003583
3.080356 0.0032
TARIF 0.148711
0.428188 0.347303
0.7297 R-squared
0.828067 Mean dependent var 10.61362
Adjusted R-squared 0.803059 S.D. dependent var
1.847660 S.E. of regression
0.819956 Akaike info criterion 2.570567
Sum squared resid 36.97800 Schwarz criterion
2.874160 Log likelihood
-73.25815 Hannan-Quinn criter. 2.690168
F-statistic 33.11153 Durbin-Watson stat
1.879987 ProbF-statistic
0.000000
Lampiran 6. Uji Normalitas Model 1
Model 2
2 4
6 8
10 12
-2 -1
1 2
Series: Residuals Sample 1 64
Observations 64 Mean
-6.99e-15 Median
0.048869 Maximum
1.802594 Minimum
-1.776050 Std. Dev.
0.819320 Skewness
-0.366648 Kurtosis
2.673522 Jarque-Bera
1.718160 Probability
0.423552
2 4
6 8
10 12
-2.0 -1.5
-1.0 -0.5
0.0 0.5
1.0 1.5
Series: Residuals Sample 1 64
Observations 64 Mean
-4.83e-15 Median
0.082677 Maximum
1.449174 Minimum
-2.070520 Std. Dev.
0.766128 Skewness
-0.428730 Kurtosis
2.581860 Jarque-Bera
2.426878 Probability
0.297174
Lampiran 7. Uji Multikolinieritas LOG
COST_ EXPORT
CR CR_CORE
CR_ NCORE
LOG GDP_
KAP1 LOG
GDP_KAP2 LOG
PROD LOG
REER TARIF
LOGCOST_ EXPORT
1.000000 -0.154048 -0.251713 -0.173301 -0.868620
0.234153 -0.322687 0.515316 -0.016795
CR -0.154048
1.000000 0.753407 0.953493 0.228197 -0.192714
0.264718 -0.440947 -0.111496 CR_CORE
-0.251713 0.753407 1.000000 0.699278 0.370592
-0.157866 0.339958 -0.662457 -0.016346
CR_NCORE -0.173301 0.953493 0.699278 1.000000 0.253655
-0.225559 0.220454 -0.488570 -0.071692
LOGGDP_ KAP1
-0.868620 0.228197 0.370592 0.253655 1.000000
-0.347242 0.287995 -0.686383 0.024906
LOGGDP_ KAP2
0.234153 -0.192714 -0.157866 -0.225559 -0.347242
1.000000 -0.106528 0.688213 -0.144291
LOGPROD -0.322687 0.264718 0.339958 0.220454 0.287995
-0.106528 1.000000 -0.212195 -0.246304
LOGREER 0.515316 -0.440947 -0.662457 -0.488570 -0.686383
0.688213 -0.212195 1.000000 -0.076729
TARIF -0.016795
-0.111496 -0.016346 -0.071692 0.024906 -0.144291
-0.246304 -0.076729 1.000000
Lampiran 8. Klasifikasi Data Elektronika
Klas kel
Deskripsi
Detail
HS4_elek SITC3
1 EDP Electronic Data Processing
EDP
8471 7521
1 EDP Electronic Data Processing
EDP
8471 7522
1 EDP Electronic Data Processing
EDP
8471 7523
1 EDP Electronic Data Processing
EDP
8471 7526
1 EDP Electronic Data Processing
EDP
8471 7527
1 EDP Electronic Data Processing
EDP
8471 7529
1 EDP Electronic Data Processing
EDP
8473 7599
2 OE
Office Equipment Office Equipment
8469 7511
2 OE
Office Equipment Office Equipment
8470 7512
2 OE
Office Equipment Office Equipment
8519 7633
2 OE
Office Equipment Office Equipment
8519 7638
2 OE
Office Equipment Office Equipment
8520 7638
2 OE
Office Equipment Office Equipment
9009 7513
2 OE
Office Equipment Office Equipment
9009 7591
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
8543 7787
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9014 8741
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9015 8741
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9023 8745
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9024 8745
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9025 8745
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9026 8743
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9027 8744
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9030 8747
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9031 8742
3 CI
Control and Instrumentation
Control Instrumentation
9032 8746
4 MI Medical and Industrial
Equipment
X-Ray Medical Equipment
9018 7741
4 MI Medical and Industrial
Equipment
X-Ray Medical Equipment
9021 8996
4 MI Medical and Industrial
Equipment
X-Ray Medical Equipment
9022 7742
4 MI Medical and Industrial
Equipment
Industrial Equipment
8514 7413
4 MI Medical and Industrial
Equipment
Industrial Equipment
8530 7788
4 MI Medical and Industrial
Equipment
Industrial Equipment
8531 7788
4 MI Medical and Industrial
Equipment
Industrial Equipment
9013 8719
5 RC Radar Comunications and
Radar Communications
Military 8525
7643 5 RC
Radar Comunications and Radar
Communications Military
8526 7648
5 RC Radar Comunications and
Radar
Communications Military
8527 7648
5 RC Radar Comunications and
Radar Communications
Military 8529
7649 5 RC
Radar Comunications and Radar
Communications Military
9014 8741
5 RC Radar Comunications and
Radar
Communications Military
9015 8741
6 T
Telecommunication Telecommunication
8517 7641
6 T
Telecommunication Telecommunication
8517 7649
6 T
Telecommunication Telecommunication
8520 7638
7 CP Consumer Product
Consumer Video
8521 7638
7 CP Consumer Product
Consumer Video
8525 7648
7 CP Consumer Product
Consumer Video
8528 7611
7 CP Consumer Product
Consumer Video
8528 7612
7 CP Consumer Product
Consumer Audio
8519 7633
7 CP Consumer Product
Consumer Audio
8519 7638
7 CP Consumer Product
Consumer Audio
8520 7638
7 CP Consumer Product
Consumer Audio
8527 7621
7 CP Consumer Product
Consumer Audio
8527 7622
7 CP Consumer Product
Consumer Audio
8527 7628
7 CP Consumer Product
Consumer Personal
9006 8811
7 CP Consumer Product
Consumer Personal
9101 8853
7 CP Consumer Product
Consumer Personal
9102 8854
7 CP Consumer Product
Consumer Personal
9103 8857
7 CP Consumer Product
Consumer Personal
9105 8857
7 CP Consumer Product
Consumer Personal
9207 8982
8 C Components
Active Components
8540 7762
8 C Components
Active Components
8541 7763
8 C Components
Active Components
8541 7768
8 C Components
Active Components
8542 7764
8 C Components
Passive Components
8504 7711
8 C Components
Passive Components
8504 7712
8 C Components
Passive Components
8532 7786
8 C Components
Passive Components
8533 7723
8 C Components
Passive Components
8534 7722
8 C Components
Passive Components
8535 7724
8 C Components
Passive Components
8536 7725
8 C Components
Other Components
8518 7642
8 C Components
Other Components
8518 7649
8 C Components
Other Components
8522 7649
8 C Components
Other Components
8523 8984
8 C Components
Other Components
8528 7611
8 C Components
Other Components
8529 7649
Lampiran 9. Cakupan Data Elektronika
ELECTRONIC DATA PROCESSING
Computers Complete Systems
Analogue and hybriddigital data processing machines. Digital data
processing machines with any capacity of random
access memory, combined or not combined with an input and output unit including a
modem. Includes main-frame, mini, micro and home computers including those
computers used as word processors.
Peripherals Storage Storage units including central storage
units, disc storage units, magnetic tape storage units.
InputOutput Input or Output units including printers,
preparation equipment, readers, punches, visual display units, multiplexers and
modems used for computer links, other terminals and consoles.
Accessories and Parts Parts, accessories and sub-assemblies for
use solely or principally with machines as above. This includes all remaining EDP
equipment not fully covered by the above definitions. Complete computers assembled
by retailers are included.
Software Not included.
OFFICE EQUIPMENT Electronic Typewriters
Electric and electronic typewriters, inc. portables. Including automatic typewriters,
typewriters with a built-in memory and dedicated word processors except those
that can also be used as a personal computer.
Electronic Calculators Electronic calculating machines inc. desk
and hand-held types, with or without a printing device.
Electonic Cash Registers
Electronic cash registers incorporating a calculating device inc. POS terminals that
are not connected to a computer. Electronic Accounting
Machines Electronic accounting machines all types
inc. book-keeping and invoicing machines. Dictation Equipment
Desk and hand-held dictating machines of audio office type inc. transcription
machines. Photocopiers
CONTROL INSTRUMENTATION
Industrial Process Control Systems
Automatic regulators or controlling apparatus. Complete systems for data
logging, monitoring, displaying, recording and
control of processes including telemetry but
excluding components or peripherals where separable.
Process Control Instruments
Process measuring and control instruments for temperature, pressure, flow and level.
Potentiometric recorders and controllers, panel mounting.
Oscilloscopes Ray oscilloscopes and oscillographs of the
light beam and liquid jet types. Analytical Instruments
Apparatus for the analysis of gas, liquids and solids inc. spectrophotometers,
spectrographs, spectrofluorimeters, spectropolarimeters and X-ray
diffractionfluorescence apparatus.
Nucleonic Instruments Instruments and apparatus for measuring or
detecting ionising radiations inc. reactor instruments, radiation measuring and
detecting instruments, nucleonic industrial process measuring and control instruments.
Signal Generators Signal and waveform generators.
Telecommunications Instruments
Cross talk meters, gain measuring instruments, distortion factor meters,
psophometers etc. Machine Materials
Test Instruments Echo sounding and ultrasonic sounding or
detection instruments and apparatus. Inspection and measuring instruments for
engineering metrology surface, texture etc. Instruments and apparatus for
balancing mechanical parts.
Electrical Quantity Measuring Instruments
Ammeters, voltmeters, ohmmeters inc. multi-meters analogue digital.
Other Test Measuring Instruments
Other measuring, checking, analysing and controlling instruments and apparatus
including apparatus for measuring optical and acoustical quantities Exposure meters,
thermocalorimeters and other measuring instruments used in photography and
cinematography. Potentiometers and bridges. Graph recorders and other
recorders not elsewhere specified. Instrumentation
tape recorders.
Accessories and Parts for Control
Instrumentation Accessories, parts and spare parts for
control and instrumentation.
MEDICAL INDUSTRIAL Medical Equipment
X-ray Medical Equipment
Apparatus based on the use of X-Rays for diagnostic and therapeutic medical and
dental purposes, inc. scanners. Industrial X-Ray
Equipment Apparatus based on the use of X-Rays for
other then medical or dental purposes. Medical Radiation
Equipment Medical apparatus based on the use of
radiations from radioactive substances. Industrial Radiation
Apparatus based on the use of radiations from radioactive Equipment substances for
other than medical use. Electrocardiographs
Other Electromedical Equipment
Patient monitoring equipment. Electromedical therapeutic apparatus.
Electromedical diagnostic apparatus. Diathermic
apparatus. Infra-red and ultraviolet ray apparatus.
Electroencephalographs. Pacemakers, for
stimulating heart muscles and other similar apparatus. Other electromedical apparatus
other than radiological. Hearing Aids
Hearing aids with transistor amplifications.
Industrial Equipment
Railway Signalling Electronic and electrical traffic control and
signalling equipment. Equipment for railways.
Other Traffic Signalling Electronic and electrical traffic control
equipment for roads, Equipment inland waterways and port installations.
Security Fire Alarms Electronic and electrical, burglar, fire and similar security
alarms and related equipment.
Other Signalling Equipment
Other electronic and electrical sound or visual signalling apparatus such as bells,
sirens, buzzers, indicator panels inc. motor vehicle and civil aircraft signalling
equipment.
Induction and Dielectric Induction and dielectric heating equipment
inc. furnaces Equipment and microwave catering ovens.
RADIO COMMUNICATIONS incl
mobiles RADAR Radar
Radar apparatus for military, civil and meteorology.
Navigational Aids Ground radio navigational aids. Electronic
meteorological, hydrological and geophysical instruments and apparatus.
Shipborne radio navigational aids. Electronic
marine or river navigational instruments and apparatus. Airborne radio navigational
aids, inc. radio navigational receivers, radio altimeters, inertia navigation systems and
ground proximity warning systems. Electronic aeronautical or space
navigational instruments and apparatus.
Radio Communications For radio-telephony and radio telegraphy
for ground, Transmission apparatus shipborne, airborne inc. those for use in
civil aircraft.
Radio Communications Reception Apparatus
For radio-telephony and radio telegraphy for ground, shipborne, airborne inc. those
for use in civil aircraft. Transceivers combined
Transmitter-Receivers Ground strategic and tactical
communications units, two-way mobile radios, handheld
and citizen band types, shipborne, airborne inc. those for use in civil aircraft.
Mobile Radio Telephones
Cellular and other mobile radio telephones. Pocket Pagers
Receivers for paging or calling. Public Broadcasting
Transmitters Radio and television transmitters for public
broadcasting. Public Broadcast Other
Radio and television relay links. Television cameras for professional use domestic
video cameras and camera recorders are listed under consumer sector. Closed
circuit television. Other Communications
Military Equipment Other transmitters, transceivers and
receivers not elsewhere specified, inc. radio
remote control apparatus and other airborne electronic equipment.
Accessories and Parts Accessories, parts and spare parts for
communications apparatus and equipment including other
equipment not elsewhere specified.
TELECOMMUNICATIONS
Switching Equipment Telephonic and telegraphic switching
apparatus including telephone exchange equipment.
Facsimile Equipment Facsimile machines.
Transmission Equipment
Apparatus for carrier-current line systems or digital line systems, for line telephony or
line telegraphy incl modems except those used for computer links only.
Telephone Sets Telephone sets for line telephony incl.
cordless handsets, videophones mobile radio
telephones are included in Radio Communications section.
Telephone Answering Telephone answering machines
incorporating a sound Machines reproducing device.
Other Telecommunications Equipment Teleprinters and other electrical apparatus
for line telephony or line telegraphy incl entry phone systems not elsewhere
specified.
Accessories Parts Accessories, parts and assemblies for line
telephony and line telegraphy apparatus and equipment.
CONSUMER Consumer Video
Colour Television All sizes inc. colour receivers incorporating
VCR or radio broadcast receivers and colour receivers incorporating teletext
andor viewdata or similar information systems,
video monitors, television projection equipment.
Monochrome Television All sizes inc. monochrome receivers incorporating radio broadcast receivers.
Video RecordersDVD players
Television image and sound recorders and reproducers and video disc players incl
DVD players. Video Cameras and
Camera Combinations Cameras for use with domestic video
recorders, recorder camera combinations in one
case camcorders, security cameras.
Tuners Satellite Receivers
Video tuners including satellite receivers.
Consumer Audio
Portable Audio Battery operated radios and portable radio
recorders with or without a clock, AM and
FM, stereo and mono types incl those with a CD player. Includes new portable audio
players. Mains Audio Equipment
Clock Radios, mains table radios, radiorecord players, radiotape players,
music centres inc. tuners and tuner amplifiers and
all kit forms for subsequent assembly incl those with a CD.
Car Audio Car radios and car radiotape player
combinations, AM and FM stereo and mono
types incl those with a CD player.
Compact Disc Players Players with laser optical reading system,
portable CD players. Other Audio Equipment
Tape recorders inc. portable cassette, and open reel recordersreproducers, cassette
and open reel decks. Telephone answering machines are not included see
Telecommunications section. Record players withwithout automatic changing
mechanisms inc. record decks.
Consumer Personal
ElectricElectronic Watches
Pocket watches, wrist watches and other electricelectronic watches.
ElectricElectronic Clocks
Clocks with watch movements inc. those with a piezo quartz crystal regulation
device. Electric clock systems. Battery operated
alarm, wall clocks, other mains operated.
Electronic Flashlights Discharge lamp electronic flashlight
apparatus.
COMPONENTS Active Components
Colour Television Tubes
All sized colour television picture cathode ray tubes.
Monochrome Television Tubes
All sized monochrome television picture cathode ray tubes.
X-Ray Tubes Electronic tubes for use in X-Ray
equipment. Other Valves Tubes
Television camera tubes, image converters or intensifiers, other photocathode tubes,
magnetrons, klystrons, travelling wave tubes, other microwave tubes, receiving
amplifier valves tubes, vacuum fluorescent display tubes, datagraphic
display tubes, other display tubes. All other valves
tubes.
Diodes Signal diodes, power rectifiers voltage
reference and regulation diodes, microwave
and photosensitive, light emitting diodes.
Transistors Germanium and silicon inc. small signal,
power and FETs field effect transistors. Thyristors
Thyristors, diacs and triacs. Photoelectric Cells
Photocells . Piezoelectric Crystals
Mounted piezoelectric crystals.
Other Discrete Other discrete semiconductors incl.
Semiconductors, photocells and piezoelectric
crystals not elsewhere specified. Integrated Circuits
Cards, smart cards Integrated Circuits, Linear
Amplifiers, regulators, interfaces, other analogue; incl chips but not wafers.
Integrated Circuits,Digital
Memories, microprocessors, logic circuits, other digital, incl. chips but not wafers.
Integrated Circuits, Hybrids
Hybrid integrated circuits. Integrated Circuits,
Other Other integrated circuit and microcircuits.
Passive Components
Electrolytic capacitors Aluminium and tantalum fixed capacitors.
Other Fixed capacitors Ceramic single layer, ceramic multilayer,
paper, plastic, other fixed capacitors; power capacitors.
Variable Capacitors Variable and pre-set capacitors.
Fixed Resistors Fixed carbon, composition, film and other
excl. heating resistors. Variable Resistors
Variable resistors, rheostats and potentiometers.
Multi-Pin and RF Connectors
PCB Connectors, coaxial connectors, rack panel connectors, other multipin
connectors. Other Connection
Devices Plugs and sockets. Other electrical
apparatus for making connections to or in electrical circuits for a voltage not
exceeding 1000 V.
Small Transformers, Coils Other inductors
Transformers not exceeding 1kVA. Inductors excl. ballasts discharge tubes.
Relays Relays.
Switches Isolating and make and break switches,
Other Switches. Printed Circuits Boards
Printed circuits boards consisting only of conductor elements and contacts. Printed
circuits boards with other passive elements PCBs with components, i.e. stuffed
boards, are excluded.
Other Components
Microphones Microphones and stands for use with
domestic hi-fi systems and professional applications.
Loudspeakers Loudspeaker for use with domestic and
motor vehicles, and for professional applications.
Amplifiers Audio frequency amplifiers, sound
amplifier sets for use with domestic hi-fi and
professional applications.
Aerials Telescopic and whip aerials for portable
apparatus and for apparatus fitted in motor vehicles. Outside and inside aerials for
radio or television broadcast receivers Inc. built-in types and reception via satellite.
Other aerials. Unrecorded Media
Magnetic tapes audio, video, cassette and other computerinstrumentation tape, not
recorded. Magnetic film, not recorded. Magnetic discs, rigid and other,not
recorded. Other unprepared media.
Cabinets for Radios, TV Professional Comms
Equipment Cabinets of wood or other materials.
Accessories Parts for Consumer Equipment
Accessories, parts and spare parts inc. parts for: Microphones, loudspeakers and
amplifiers. Domestic television receivers and terminal units. Domestic and portable
radio receivers tuners etc. Record players, tape recorders and video recorders inc.
sound. heads and parts, needles all types whether or not mounted and parts of base
metal.
Sumber : Parson et al. 2007
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Nila Fridhowati lahir pada tanggal 7 April 1984 di Tanjung Karang, sebuah kota yang pernah menjadi ibukota Provinsi Bandar Lampung. Penulis anak pertama dari
empat bersaudara, dari pasangan Suparman, S.Sos dan Tutik Wijayati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Xaverius No 2
Tanjung Karang, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Bandar Lampung dan lulus tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun
2002.
Pada tahun 2002 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik dan lulus pada tahun 2006. Penulis kemudian ditugaskan sebagai CPNS di
BPS Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Tahun 2009 penulis pindah tugas ke Direktorat Pengembangan Metodologi Desain dan Survei Badan Pusat Statistik di Jakarta. Tahun 2011,
penulis memperoleh beasiswa S2 kerjasama antara BPS dan IBP. Saat ini penulis sudah menyelesaikan program Pascasarjana Ilmu Ekonomi FEM IPB.
DAMPAK NON TARIFF MEASURES NTM ASEAN
TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR ELEKTRONIKA INDONESIA
NILA FRIDHOWATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Non Tariff Measures
NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013 Nila Fridhowati
NIM. H151114184
RINGKASAN
NILA FRIDHOWATI. Dampak Non Tariff Measures NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesaia. Dibimbing oleh RINA
OKTAVIANI dan ALLA ASMARA.
Sejak terbentuk General Agreement on Tariffs and Trade GATT pada tahun 1948, terjadi penurunan tarif yang cukup signifikan. Fokus perdagangan
bergeser ke arah non-tariff measures NTMs. Semakin meluasnya penggunaan NTM di kawasan ASEAN akan berdampak pada perdagangan regional dan akan
menyulitkan terbentuknya ASEAN Economic Community pada tahun 2015. Sektor elektronika, yang merupakan sektor potensial di Indonesia menjadi salah
satu sektor yang terkena dampak implementasi NTM.
Penelitian ini menyajikan gambaran mengenai perdagangan elektronika Indonesia dan implementasi NTM di ASEAN. Tujuan utama penelitian ini untuk
menganalisis dampak NTM ASEAN terhadap perdagangan sektor elektronika Indonesia. Dua pendekatan yaitu inventory approach dan econometric approach
digunakan untuk estimasi model cross sectional gravity. Data yang digunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai sumber yaitu BPS, WITS,
WDI, Doing Bussiness, UNCTAD, dan publikasi internasional.
Perdagangan elektronika terbesar di Indonesia adalah perdagangan pada komoditi component dengan Singapura sebagai mitra dagang yang paling
dominan. Letak Indonesia dan Singapura memungkinkan terjadinya integrasi produksi pada industri elektronika. Kerjasama Indonesia dan Singapura yang
dituangkan dalam kerangka pembentukan Free Trade Zone Batam Bintan Karimun memiliki potensi yang cukup besar namun belum dikembangkan secara
optimal. Negosiasi kembali kerjasama, perbaikan infrastruktur, kelembagaan penunjang perdagangan dikawasan tersebut perlu dilakukan.
Indonesia merupakan negara yang paling protektif dalam perdagangan sektor elektronika. Indonesia lebih banyak menggunakan kebijakan yang
melindungi produsen lokal, sedangkan negara ASEAN lainnya lebih banyak menggunakan kebijakan yang melindungi konsumen lokal yang terkait standar
kualitas, prosedur, labeling, packaging, dan sertifikasi. Jenis NTM yang paling banyak digunakan di ASEAN adalah non automatic licensing dan technical
regulation
yang banyak digunakan pada component dan consumer product. Hasil empiris menunjukkan bahwa secara keseluruhan NTM ASEAN tidak
mempengaruhi arus perdagangan elektronika Indonesia. Namun, jika NTM didisagregasi menjadi core dan non core measures, hasil penelitian menunjukkan
peningkatan core measures akan mengurangi perdagangan dan peningkatan non core measures
akan meningkatkan perdagangan sektor elektronika. Kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah pengembangan industri elektronika
dengan mengutamakan kualitas, desain dan inovasi produk, serta memperluas penyediaan fasilitas uji laboratorium untuk pengujian standarisasi dengan biaya
administrasi yang murah untuk meningkatkan daya saing produk ekspor elektronik Indonesia.
Kata Kunci : kebijakan non tarif, elektronika, core dan non core measure, gravity, inventory approach, frequency index dan coverage ratio
SUMMARY
NILA FRIDHOWATI. Impact of Non Tariff Measures NTM ASEAN on Indonesian Electronics Trade. Supervised by RINA OKTAVIANI and ALLA
ASMARA.
As tariffs have fallen in the years since the General Agreement on Tariffs and Trade GATT was established in 1948, attention has progressively shifted
towards non-tariff measures NTMs. Pervasiveness non-tariff measures in ASEAN region will impact on regional trade and difficult for the establishment of
ASEAN Economic Community by 2015. Electronics sector, which is a potential sector in Indonesia will be one of the sectors affected by the implementation of
non-tariff measures.
This research provides a brief of Indonesian electronics trade and implementation of NTM in ASEAN. The main purpose of this study is to analyze
the impact of ASEAN’s NTM on Indonesian electronics trade flows. Two approaches are used; the inventory approach and the econometric approach which
makes use of the cross sectional gravity model. This research use secondary data which is collected from BPS, WITS, WDI, Doing Bussiness, UNCTAD, dan
international publication.
The bigest electronics trade in Indonesia comes from component product with Singapura as a dominant trade partner. Indonesia and Singapure can join
integration in production electronics because of their location. Indonesia- Singapura agreement on Free Trade Zone Bintan Batam Karimun
haven’t optimal yet so need review in negotiation, infrastructure and institution development.
Indonesia is the most protective country in electronics trade. Indonesia use more NTM for pretecting local producer while other ASEAN country use more
NTM for protecting local consumers such as labelling, packaging, standardize, and sertification requirement. Non automatic licensing dan technical regulation is
used by almost all country in ASEAN to protect component dan consumer product
. The empirical results show that the overall ASEAN’s NTM does not affect
Indonesian electronics trade flows. However, if NTM is disagregated into core and non core measure, the results showed that increase in core measure would
reduce trade flows and increase in non core measure would increase Indonesian electronics trade flows. Government should develop electronics industry by
focusing in quality, design and, inovation product. Government should provide testing laboratorium with cheaper administration cost to increase Indonesian
export competitiveness.
Keywords: non tariff measures, electronics trade, core and non core measure, gravity models, inventory approach, frequency index and coverage
ratio
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Ekonomi
DAMPAK NON TARIFF MEASURES NTM ASEAN
TERHADAP ARUS PERDAGANGAN SEKTOR ELEKTRONIKA INDONESIA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
NILA FRIDHOWATI
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS
Judul Tesis : Dampak Non Tariff Measures NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia
Nama : Nila Fridhowati
NIM : H151114184
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS Ketua
Dr Alla Asmara, SPt MSi Anggota
Diketahui oleh Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi
Dr Ir R. Nunung Nuryartono, MSi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 31 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa t a’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah
kebijakan perdagangan, dengan judul Dampak Non Tariff Measures NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Prof Dr Ir Rina Oktaviani, MS dan Bapak Dr Alla Asmara,
SPt MSi yang telah memberikan bimbingan dari awal hingga akhir dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
suamiku tercinta, Argo Dwipa, SE.As dan putraku M. Farhan Raditya Argo yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya kepada penulis serta
rekan-rekan kuliah kelas khusus BPS S2 IPB Batch 4 yang telah terus memberikan semangat hingga selesainya tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013 Nila Fridhowati
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi DAFTAR GAMBAR
vii DAFTAR LAMPIRAN
viii 1 PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
1 Rumusan Permasalahan
5 Tujuan Penelitian
6 Manfaat Penelitian
6 Ruang Lingkup
6 2 TINJAUAN PUSTAKA
8 Hambatan Perdagangan
8 Hambatan Tarif
8 Hambatan Non Tarif
8 Non Tariff Measures
8 Faktor-faktor Penunjang Perdagangan
13 Gross Domestic Product Produk Domestik Bruto
13 GDP Negara Lain dan Exchange Rate
14 Jarak Ekonomi
14 Dampak Kebijakan Hambatan Non Tarif
14 Model Gravity
15 Analisis Regresi Linier Berganda
16 Penyimpangan terhadap Asumsi Regresi
17 Pengujian Parameter Model
18 Uji Koefisien Determinasi
18 Uji Elastisitas
19 Kajian Penelitian Terdahulu
19 Kerangka Penelitian
20 Hipotesis
20 3 METODOLOGI PENELITIAN
21 Jenis dan Sumber Data
21 Metode Analisis
22 Analisis Deskriptif
22 Analisis Model Cross Sectional Gravity
23 Definisi Variabel Operasional
24 4 GAMBARAN UMUM
25 Perdagangan Sektor Elektronika Indonesia
25 Produksi dan Pasar
25 Produksi Komoditi Potensial
26 Pasar Komoditi Potensial
28
Peta Perdagangan Elektronika Indonesia di ASEAN 29
Kinerja Perdagangan Indonesia terhadap ASEAN 31
Non Tarif Measures Sektor Elektronika ASEAN 38
Incidence of NTM 38
Frequency Index 42
Coverage Ratio 44
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 46
Pengujian Model Cross Sectional Gravity 46
Uji Kelayakan dan Kecocokan Model Goodness of fit 46
Uji Asumsi Dasar 46
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Arus Perdagangan Sektor Elektronika
47 Pendapatan Perkapita Negara Pengekspor
47 Produksi
48 Pendapatan Perkapita Negara Pengimpor
48 Nilai Tukar Riil
48 Biaya Perdagangan
49 Kebijakan non tarif
49 Dampak NTM ASEAN terhadap Arus Perdagangan Sektor
Elektronika Indonesia
50 Core Measures
50 Non Core Measure
51 Tantangan Sektor Elektronika Indonesia
52 Standardisasi Produk
52 Single Market and Production
AEC 2015 54
Strategi Pengembangan Industri Elektronika Nasional 55
6 SIMPULAN DAN SARAN 57
Simpulan 57
Implikasi Kebijakan 57
Saran 58
DAFTAR PUSTAKA 59
LAMPIRAN 62
RIWAYAT HIDUP 88
DAFTAR TABEL
1 Kinerja impor dan ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN
pada lima komoditi utama tahun 2007 dan 2011 5
2 Klasifikasi NTM UNCTAD
9 3
Jenis dan sumber data yang digunakan
21 4
Produksi, pasar, share terhadap perdagangan ASEAN dan dunia tahun 2007, 2009, dan 2011
25 5
Nilai produksi, persentase produksi, kontribusi produksi terhadap produksi ASEAN, dan kontribusi produksi Indonesia
terhadap produksi dunia berdasarkan jenis komoditi tahun 2011
27 6
Nilai pasar, persentase pasar, kontribusi pasar terhadap pasar ASEAN, dan kontribusi pasar Indonesia terhadap pasar dunia
berdasarkan jenis komoditi tahun 2011 28
7 Produksi elektronika negara-negara ASEAN tahun 2011
30 8
Pasar elektronika negara-negara ASEAN tahun 2011 31
9 Kinerja perdagangan Indonesia terhadap ASEAN
32 10 Nilai ekspor tertinggi Indonesia terhadap ASEAN tahun 2011
32 11 Nilai impor terbesar Indonesia terhadap ASEAN tahun 2011
33 12 Neraca perdagangan Indonesia terhadap Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand Tahun 2011 38
13 NTM pada sektor elektronik di negara ASEAN 39
14
Jumlah pemberlakuan NTM berdasarkan negara, jenis NTM, dan jenis produk
tahun 2009 40
15 Jumlah NTM berdasarkan jenis komoditi dan jenis kebijakan tahun 2009
41 16 Frequency Index berdasarkan negara dan delapan komoditi
elektronika tahun 2009 43
17 Hasil estimasi dampak NTM 47
DAFTAR GAMBAR
1 Skor tarif dan skor NTM di kawasan ASEAN skala 0-100
tahun 2011 3
2 Persentase jumlah NTM berdasarkan komoditi di kawasan
ASEAN tahun 2009 4
3 Perkembangan produksi dan perdagangan elektronika tahun
2007, 2009, dan 2011 5
4 Klasifikasi core dan non core NTM UNCTAD
11 5
Klasifikasi baru NTM UNCTAD 12
6 Dampak kebijakan pembatasan impor terhadap welfare
15 7
Kriteria pengujian autokorelasi dengan Uji Durbin Watson 17
8 Kerangka Pemikiran
20 9
Nilai produksi berdasarkan jenis produk tahun 2007, 2009, dan 2011
27 10 Nilai pasar elektronika berdasarkan jenis produk tahun 2007,
2009, dan 2011 29
11 Persentase produksi dan pasar elektronika negara-negara ASEAN tahun 2011
29 12 Ekspor delapan komoditi elektronika Indonesia tahun 2011
34 13 Jumlah perusahaan industri component di Provinsi Kep. Riau
tahun 2004 – 2010
35 14 Proporsi penggunaan input bahan baku lokal dan bahan baku
impor pada industri komponen elektronika di Provinsi Kepulauan Riau
36 15 Impor delapan komoditi elektronika Indonesia tahun 2011
37 16 Proporsi bahan baku lokal dan bahan baku impor industri
komponen elektronika Indonesia tahun 2001-2010 37
17
Frequency index elektronika negara-negara ASEAN tahun
2009
42 18
Frekuensi Index core measures dan non core measures pada sektor slektronika negara-negara ASEAN tahun 2009
44 19 Coverage Ratio produk ekspor elektronika Indonesia ke negara-
negara ASEAN tahun 2009 44
20 Coverage Ratio produk impor elektronika Indonesia dari negara- negara ASEAN tahun 2009
45
DAFTAR LAMPIRAN
1 Klasifikasi NTM
62 2
Definisi NTM 66
3 NTM pada Sektor Elektronik di Negara ASEAN
68 4
Penelitian Terdahulu 70
5 Hasil Estimasi
75 6
Uji Mormalitas 76
7 Uji Multikolinieritas
77 8
Klasifikasi Data Elektronika 78
9 Cakupan Data Elektronika
81
DAFTAR SINGKATAN
ACFTA : ASEAN-China Free Trade Area
AD : Antidumping
AEC : ASEAN Economic Community
AFTA : ASEAN Free Trade Area
ASEAN : Assosiation of South-East Asian Nations
BLUE : Best Unbiased Linear Estimation
BPS : Badan Pusat Statistik
BSN : Badan Standardisasi Nasional
CEPT : Common Effective Preferential Tariff
DW : Durbin-Watson
FTA : Free Trade Agreement
FTZ : Free Trade Zone
GATT : General Agreement on Tariff and Trade
GDP : Gross Domestic Bruto
HS : Harmonize Systems
IDN : Indonesia
IHK : Indeks Harga Konsumen
MAL : Malaysia
NTB : Non Tariff Barrier
NTM Non Tariff measures
PDB : Produk Domestik Bruto
PHI : Filipina
ROW : Rest of The World
SIN : Singapura
SITC : Standard International Trade Clasification
SNI : Standar Nasional Indonesia
SPS : Sanitary and Phitosanitary
TBT : Technical Barrier to Trade
TCMCS : Coding System of Trade Control Measures
THA : Thailand
TRAINS : Trade Analysis and Information System
UNCTAD : United Nations Conference on Trade and Development WDI
: World Development Indicators WEF
: World Economic Forum WITS
: World Integrated Trade Solution WTO
: World Trade Organization
1 PENDAHULUAN Latar Belakang
Perdagangan bebas free trade bertujuan untuk memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat didalamnya. Perdagangan
dapat memberikan keuntungan bagi negara-negara yang yang terlibat didalamnya karena negara tersebut akan berspesialisasi untuk menghasilkan komoditi secara
efisien Salvatore 1997. Perdagangan bebas tanpa hambatan akan memberikan dampak kesejahteraan yang lebih baik. Perdagangan internasional juga
menciptakan peluang bagi industri dalam negeri untuk memperluas wilayah pemasaran sehingga dapat mengembangkan usahanya.
Sejak terbentuk General Agreement on Tariffs and Trade GATT pada tahun 1948 dan World Trade Organization WTO sebagai organisasi dunia yang
mengatur perdagangan internasional pada tahun 1995 memberikan dampak yang berarti terhadap pertumbuhan perdagangan. Berbagai putaran perundingan
dilaksanakan dengan kesepakatan menciptakan perdagangan bebas di masa depan. Putaran perundingan yang terakhir yaitu Doha Round menyepakati penurunan
hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif. Selama hampir dua dekade, negosiasi perdagangan antar negara sudah berhasil membantu menurunkan tarif.
Berdasarkan database
United Nations Conference on Trade and Development UNCTAD, Trade Analysis and Information System TRAINS, rata-rata tarif
komoditi agricultural and non-agricultural menurun dari 19.9 persen dan 6.7 persen pada tahun 1995 menjadi 7.4 persen dan 2.4 persen pada tahun 2008 Basu
et al . 2012. Namun krisis ekonomi yang terjadi pada akhir tahun 2008 yang
ditandai oleh perlambatan ekonomi global membuat beberapa negara cenderung mengamankan perekonomian domestik dengan menerapkan berbagai proteksi
WTO 2012.
Kee et al. 2010 mengkaji pemberlakuan kebijakan perdagangan selama terjadi krisis global. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa selama periode
krisis 2008-2009 hanya sedikit negara yang menggunakan kebijakan tarif dan kebijakan antidumping AD untuk menghadapi krisis tersebut. Penghitungan
dampak tarif dan AD menunjukkan bahwa keduannya hanya menurunkan impor tidak lebih dari 2 persen padahal hasil estimasi WTO pada periode tersebut terjadi
kontraksi impor sebesar 24 persen. Penelitian ini menunjukkan bahwa ada indikasi terjadinya perubahan dalam kebijakan perdagangan. Salah satu alasan
negara tidak memilih tarif sebagai instrumen kebijakan yaitu adanya kerjasama bilateral dan regional yang membatasi penggunaan kebijakan perdagangan
tradisional seperti tarif sehingga akhirnya negara lebih meningkatan pemberlakuan kebijakan non tariff Non Tariff Measures. Hal ini dapat
menjelaskan bahwa sejak tahun 2009, baik negara maju maupun negara berkembang mulai menggunakan instrumen kebijakan perdagangan untuk
menghadapi krisis ekonomi global dan krisis finansial. Negara-negara tersebut menggunakan alasan tertentu seperti perlindungan kesehatan dan lingkungan
untuk melegitimasi proteksi. Sehingga isu perdagangan yang semula menurunkan hambatan tarif bergeser ke arah Non Tarif Mesures NTM.
Definisi NTM menurut UNCTAD adalah langkah-langkah kebijakan selain tarif yang secara potensial memiliki dampak ekonomi pada perdagangan barang
internasional, mengubah kuantitas perdagangan, atau harga, atau keduanya
UNCTAD 2013. Berbeda dengan Non Tariff Barrier yang merupakan kebijakan yang melanggar hukum perdagangan internasional, NTMs merupakan langkah-
langkah kebijakan yang memiliki efek membatasi perdagangan tanpa melanggar hukum perdagangan internasional. NTM mencakup berbagai macam kebijakan
yang terkait sanitary and phytosanitary measures SPS, technical barrier to trade TBT
, quotas, import and export licences, export restrictions, customs surcharges, and anti-dumping and safeguard measure.
Hasil laporan WTO pada tahun 2012 memperlihatkan pergeseran penerapan NTM sejak tahun 1968 sampai
dengan 2005 yang semula lebih banyak menerapkan specific limitations dan charge on import
menjadi lebih luas lagi pada technical barrier to trade serta custom and administrative procedures
to entry. Penerapan NTM akan berdampak pada penurunan ekspor negara-negara
yang melakukan perdagangan. Penurunan ekspor tersebut akan mengurangi volume perdagangan sehingga akan ada potensial ekspor yang hilang.
Andriamananjara et al. 2004 mengukur NTM dan menganalisis dampak penerapan NTM terhadap world trade dan welfare. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa liberalisasi NTM akan meningkatkan perdagangan dunia dan global welfare
. Wall 1999 melakukan estimasi cost of protection dari diberlakukannya kebijakan perdagangan di Amerika Serikat AS dan menyimpulkan bahwa
proteksi impor yang dilakukan Rest of The World ROW akan mengurangi ekspor AS dan begitu pula sebaliknya. Proteksi yang dilakukan oleh AS
menurunkan impor AS dan menyebabkan berkurangnya kesejahteraan. Pemberlakuan proteksi di banyak negara dalam bentuk NTM akan memberikan
kerugian bagi produsen baik dalam negeri maupun luar negeri. Proteksi impor akan membuat negara pengimpor dirugikan dalam hal kompetisi di pasar
domestik sehingga volume perdagangan akan berkurang. Negara pengekspor dan negara pengimpor akan kehilangan keuntungan dari perdagangan internasional.
Isu NTM tidak hanya ada di negara-negara maju seperti Amerika Serikat tetapi juga terjadi di negara-negara kawasan timur ASIA serta negara-negara di
kawasan Asia Tenggara ASEAN. ASEAN menunjukkan perhatian yang lebih terhadap NTM dengan diwajibkannya seluruh anggota ASEAN untuk melaporkan
semua kebijakan perdagangan terkait NTM. Transparansi kebijakan perdagangan ini merupakan komitmen negara anggota ASEAN yang terikat pada perjanjian
kerjasama bilateral dan regional. Kerjasama di kawasan ASEAN sudah menyepakati pembentukan ekonomi yang terintegrasi agar dapat bersaing dalam
menghadapi keterbukaan perdagangan. Integrasi ekonomi ASEAN yang dikenal dengan Asean Free Trade Area AFTA. AFTA terbentuk pada tahun 1992
dengan Common Effective Preferential Tariff CEPT
sebagai mekanisme utama
dan akan berakhir dengan terbentuknya ASEAN Economic Comunity AEC pada tahun 2015.
Komitmen pengurangan tarif sudah ditunjukkan oleh negara-negara di kawasan ASEAN dengan penurunan tarif impor sampai dengan 0-5 persen pada
tahun 2002 untuk komoditi tertentu dan menurunkan tarif sampai 0-5 persen untuk seluruh komoditi kategori Inclusion List IL pada 1 Januari 2010 bagi
ASEAN-6, dan 2015-2018 bagi ASEAN-4 Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam - CLMV.
Komitmen menghilangkan hambatan perdagangan dalam bentuk non tarif dituangkan pada pertemuan ke-21 AFTA Council tanggal 23 Agustus 2007 yang
tujuannya adalah tercapainya kemajuan yang cukup signifikan mengenai implementasi Work Programme on Elimination of Non-Tariff Barries NTBs
, revisi mengenai CEPT AFTA Rules of Origin, dan memfasilitasi perdagangan di
kawasan. Penghapusan terhadap hambatan non tarif juga tercantum dalam Cetak Biru AEC, yaitu negara anggota ASEAN sepakat memberikan fokus utama pada
implementasi penuh penghapusan NTBs menuju ASEAN 2015. Namun, pelaksanaan program kerja penghapusan hambatan non tarif dipandang tidak
maksimal. Beberapa negara ASEAN hanya menghapuskan hambatan non tarif yang tidak bersifat high impact terhadap perdagangan intra ASEAN dan negara-
negara anggota ASEAN lainnya Kemendag 2011. Sehingga sampai saat ini ASEAN masih menekankan pentingnya penghapusan hambatan nontarif dan
mengedepankan kebijakan non tarif yang lebih fasilitatif terhadap perdagangan yang pada akhirnya mendukung terwujudnya single market and production based
yang diterapkan di ASEAN.
Sumber : World Economic Forum 2012 Gambar 1. Skor tarif dan skor NTM di kawasan ASEAN skala 0-100
tahun 2011. Data WEF dalam publikasi Global Enabling Trade Report GETR 2012
menunjukkan bahwa negara-negara di ASEAN cenderung meningkatkan penggunaan kebijakan non tarif. Rata-rata skor NTM negara-negara di kawasan
ASEAN meningkat dari tahun 2009 sebesar 35.5 skala 0-100 menjadi 47.5 pada tahun 2010. Pada tahun 2011 rata-rata skor NTM turun menjadi 43 namun masih
lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Dibandingkan dengan tarif, penggunaan non tariff measures
di ASEAN menunjukkan nilai yang lebih tinggi. Pada Gambar 1 terlihat bahwa data tahun 2011 rata-rata skor tarif negara-negara di ASEAN
sebesar 4.2 sedangkan rata-rata skor NTM di kawasan tersebut mencapai 43. NTM terbanyak diterapkan di Filipina mencapai 75.3 dan paling sedikit di
Malaysia sebesar 4.7.
NTM di ASEAN paling banyak digunakan pada komoditi produk kimia 21 persen, mesin dan elektronika 18 persen, dan bahan makanan 14 persen
seperti terlihat pada Gambar 2. Kebijakan non tarif yang diterapkan pada komoditi produk kimia sebagian besar bertujuan untuk menghindari masuknya bahan-bahan
kimia berbahaya termasuk obat-obatan terlarang yang tidak baik untuk kesehatan manusia dan lingkungan. Pada komoditi mesin dan elektronika non tariff
measures
yang digunakan dapat berupa aturan standar keselamatan. Sedangkan pada komoditi bahan makanan, beberapa negara melakukan persyaratan yang
berkaitan dengan kualitas produk seperti packaging dan product certification.
6,0 4,6
4,2 0,0
6,4 16,6
40,9 75,3
29,1 53,9
0,0 20,0
40,0 60,0
80,0
p e
rsen tase
Negara
Tarif NTM
Penggunaan kebijakan non tarif dalam bentuk NTM di ASEAN menyebabkan kekhawatiran terhadap penurunan ekspor negara-negara di kawasan tersebut
termasuk Indonesia.
Sumber: ASEAN, diolah Gambar 2. Persentase jumlah NTM berdasarkan komoditi di kawasan ASEAN
tahun 2009 Kinerja perdagangan Indonesia selama lima tahun terakhir pada lima
komoditas utama menunjukkan bahwa terjadi peningkatan impor yang lebih besar dibandingkan peningkatan ekspor. Peningkatan ekspor Indonesia cukup tinggi
yaitu sebesar 44 persen selama tahun 2007-2011 pada kelompok komoditi mineral. Kelompok komoditi ini merupakan komoditi yang sebagian besar
dihasilkan oleh kegiatan pertambangan sehingga dalam jangka panjang komoditi ini dikhawatirkan akan mengalami penurunan seiring dengan semakin menipisnya
cadangan sumber daya alam Indonesia. Nilai ekspor tertinggi kedua yaitu Mesin dan Elektronika. Namun ekspor kelompok komoditi ini hanya meningkat sebesar
7.12 persen selama tahun 2007-2011. Kondisi ekspor komoditi ini sangat berbeda dengan kondisi impornya. Impor Mesin dan Elektronika Indonesia meningkat
sangat tajam yaitu sebesar 90.81 persen. Hal ini menunjukkan derasnya arus perdagangan mesin dan elektronika dari ASEAN ke Indonesia.
Kinerja perdagangan Indonesia dapat ditingkatkan dengan mendorong peningkatan ekspor pada komoditi industri yang potensial. Lord et al. 2010
menyatakan bahwa sektor elektronika merupakan sektor penyumbang terbesar pada ekspor industri di Indonesia. Jumlah ekspor elektronika mendekati satu per
lima dari total ekspor industri Indonesia. Sektor elektronika merupakan sektor yang sangat penting bagi Indonesia.
Pentingnya sektor elektronika sebagai suatu komoditi yang dinilai potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan banyaknya penerapan non tariff
measures pada komoditi ini di kawasan ASEAN merupakan dasar pemikiran
untuk mengangkat penelitian mengenai dampak non tariff measures ASEAN terhadap arus perdagangan Indonesia pada sektor elektronika.
Produk Kimia 21
Mesin dan Elektronika
18
Makanan olahan 14
Produk sayuran 8
Hewan dan produk hewan
7 Alat
transportasi 7
Logam Dasar
6 Tekstil
2 Plastik dan Karet
2 Kertas
2 lainnya
13
Tabel 1. Kinerja impor dan ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN pada lima komoditi utama tahun 2007 dan 2011 Rupiah
Ekspor Impor
No Kelompok
Komoditi 2007
2011 Trend
2007-
2011 dalam
No Kelompok
Komoditi 2007
2011 Trend
2007-
2011 dalam
1 Mineral
3316.3 13840.4 44.41 1
Mineral 7248.9 20630.4
44.93 2
Mesin dan Elektronika
4922.1 6238.7
7.12 2 Mesin dan
Elektronika 1965.5
9193.2 90.81
3 Logam
Dasar 3489.0
4824.1 12.03 3
Alat transportasi
1307.1 3942.6
42.65 4
Lemak Hewani dan
Nabati 1188.5
3701.8 36.85 4
Produk Kimia
2188.1 3563.4
19.55 5
Alat transportasi
1113.0 2377.2
26.00 5 Plastik dan
Karet 914.5
3389.0 49.34
Sumber : ASEAN, diolah
Rumusan Permasalahan
Misi pemerintah dalam bidang industri elektronika tahun 2014 adalah terwujudnya industri elektronika sebagai industri andalan masa depan yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu target yang ditetapkan pemerintah yaitu meningkatkan penguasaan pasar domestik maupun internasional
Kemenperin 2011. Data tahun 2011 menunjukkan bahwa produksi elektronika sebesar 10862 juta US yang tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan
besarnya pasar elektronika di Indonesia yang mencapai 13164 juta US . Peningkatan pasar domestik antara tahun 2009 sampai dengan 2011 mencapai 42
persen sedangkan produksi hanya mampu tumbuh sebesar 14 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar domestik semakin berkurang. Rendahnya
produksi juga menyebabkan rendahnya penguasaan pasar internasional khususnya di kawasan ASEAN.
Sumber: Reed Electronics Research Gambar 3. Perkembangan produksi dan perdagangan elektronika tahun 2007,
2009,dan 2011
9775 9510
10862
6670 9269
13164
2000 4000
6000 8000
10000 12000
14000
2007 2009
2011
N il
ai ju
ta US
Tahun
Produksi Pasar
Data Reed Elektronics Research menunjukkan bahwa pada tahun 2011, produksi elektronika Indonesia hanya sebesar 6 persen terhadap total produksi
ASEAN. Produksi Indonesia memiliki kontribusi yang paling kecil diantara negara-negara ASEAN seperti Singapura 34 persen, Malaysia 35 persen,
Thailand 17 persen, dan Filipina 8 persen.
Rendahnya produksi komoditi elektronika merupakan indikasi bahwa produk Indonesia kalah bersaing dengan produk impor dari negara lain. Salah satu
faktor yang mempengaruhi daya saing produk elektronika adalah kebijakan non tarif. Penggunaan kebijakan non tariff measures oleh negara-negara seperti
Singapura, Filipina, dan Malaysia mempengaruhi ekspor Indonesia ke negara- negara tersebut.
Kebijakan non tarif yang diimplementasikan di negara-negara kawasan ASEAN termasuk Indonesia menyebabkan terbentuknya hambatan perdagangan
dalam bentuk yang baru, sehingga semakin menjauhkan tujuan perdagangan bebas yang sudah disepakati bersama untuk membentuk AEC 2015. Sektor elektronika
yang merupakan sektor potensial di kawasan ASEAN akan menjadi salah satu sektor yang terkena dampak dari pemberlakuan non tariff measures. Penggunaan
non tariff measures
pada sektor elektronika di negara-negara kawasan ASEAN dikhawatirkan akan menurunkan arus perdagangan sektor tersebut di kawasan
ASEAN. Pentingnya kajian mengenai dampak non tarif measures terhadap arus
perdagangan pada sektor elektronika di kawasan ASEAN memberikan ruang peneliti untuk mengkaji lebih jauh mengenai permasalahan-permasalahan berikut
ini:
1. Bagaimana perdagangan sektor elektronika Indonesia? 2. Bagaimana pemberlakuan NTM sektor elektronika di ASEAN?
3. Bagaimana dampak NTM ASEAN terhadap arus perdagangan sektor
elektronika Indonesia?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menganalisis perdagangan sektor elektronika Indonesia
2. Menganalisis pemberlakuan NTM sektor elektronika di ASEAN 3. Menganalisis dampak NTM ASEAN terhadap arus perdagangan sektor
elektronika Indonesia.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain : 1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai kebijakan perdagangan
dalam bentuk Non Tariff Measures dan dampaknya terhadap arus perdagangan pada sektor elektronika
2. Memberikan masukan bagi pemerintah terkait dengan kebijakan perdagangan
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian dibatasi pada arus perdagangan Indonesia dengan ASEAN Malaysia, Philipina, Singapura, dan Thailand. Sektor elektronika yang
dibahas pada penelitian ini dibagi menjadi delapan kelompok utama yaitu Electronic Data Processing, Office Equipment, Control and Instrumentation,
Medical and Industrial Equipment, Radar Comunications and Radar, Telecommunication, Consumer Product
, dan Components. Klasifikasi data elektronika berdasarkan kode HS dan SITC dapat dilihat pada Lampiran 8. Daftar
produk yang tercakup dalam masing-masing kelompok dapat dilihat pada Lampiran 9. Data yang akan digunakan untuk analisis adalah data tahun 2009.
2 TINJAUAN PUSTAKA Hambatan Perdagangan
Perdagangan bebas free trade bertujuan untuk memaksimalkan output dunia dan keuntungan bagi setiap negara yang terlibat didalamnya. Namun dalam
kenyataannya hampir setiap negara menerapkan berbagai bentuk hambatan terhadap berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas. Bentuk
hambatan perdagangan antara lain hambatan tarif dan hambatan non tarif. Salvatore 1997
Hambatan tarif
Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas batas teritorial. Ditinjau dari asal komoditi ada dua jenis
tarif yaitu tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Tarif ekspor adalah pajak
untuk komoditi yang dieskpor. Sedangkan ditinjau dari cara penghitungan, tarif dibedakan menjadi tarif ad valorem, tarif spesifik, dan tarif campuran. Tarif ad
valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban dari
setiap unit barang yang diimpor. Tarif campuran adalah gabungan dari keduanya. Hambatan non tarif
Hambatan non tarif merupakan hambatan perdagangan yang terjadi di era modern dan merupakan bentuk proteksi perdagangan yang lebih kompleks
dibandingkan dengan hambatan tarif. Bentuk hambatan non tarif yang sering digunakan adalah kuota impor, pembatasan ekspor secara sukarela dan tindakan
anti dumping. Praktek perdagangan yang terjadi pada saat ini, pemerintak melakukan intervensi dalam perdagangan internasional dengan menggunakan
instrumen kebijakan lainnya yang lebih kompleks yaitu kebijakan yang menyembunyikan motif proteksi. Instrumen kebijakan yang menonjol antara lain
pemberian subsidi ekspor, pembatasan impor, konsep pengekangan ekspor secara sukarela voluntary export restrain, dan persyaratan kandungan lokal local
contain requirement
. Berbagai proteksi perdagangan non tarif ini dapat diturunkan
menjadi serangkaian
negosiasi perdagangan
multilateral. Perkembangan hambatan non tarif ini kemudian memberikan ruang bagi WTO
untuk mendisiplinkan penggunaaanya. WTO kemudian mendefinisikan kebijakan- kebijakan perdagangan non tarif dengan istilah non tariff measures NTM.
Non Tariff Measures
Sejak tahun 1994, UNCTAD mulai mengumpulkan dan mengklasifikasikan non tariff barriers
NTBs berdasarkan Coding System of Trade Control Measures TCMCS. Coding system ini kemudian mengklasifikasikan tariffs, para-tariffs,
dan non tariff measures NTMs ke dalam 100 sub kategori. Coding system ini kemudian digunakan untuk membangun database NTM yang disebut database
Trade Analysis and Information System
TRAINS. Kemudian kerja sama yang dibangun oleh UNTAD dan World Bank mengembangkan TRAINS menjadi
system yang dapat diakses oleh peneliti-peneliti di dunia melalui aplikasi software yang disebut World Integrated Trade Solution WITS.
UNCTAD mengklasifikasikan NTM berdasarkan 6 kategori utama core categories
yaitu price control measures; finance measures; automatic licensing measures
; quantity control measures; monopolistic measure; and technical measures
. Rincian klasifikasi NTM dapat dilihat pada Tabel 2 dan lebih rinci pada Lampiran 1.
Tabel 2. Klasifikasi NTM UNCTAD
Kode Deskripsi
3000 Price Control Measures
3100 Administrative Pricing
3200 Voluntary Export Price Restraint
3300 Variable Charges
3400 Antidumping Measures
3500 Countervailing Measures
3900 Price Control Measures N.E.S.
4000 Finance Measures
4100 Advance Payment Requirements
4200 Multiple Exchange Rates
4300 Restrictive Official Foreign Exchange Allocation
4500 Regulations Concerning Terms Of Payment For Mports
4600 Transfer Delays, Queuing
4900 Finance Measures N.E.S.
5000 Automatic Licensing Measures
5100 Automatic Licence
5200 Import Monitoring
5700 Surrender Requirement
5900 Automatic Licensing Measures N.E.S.
6000 Quantity Control Measures
6100 Non-Automatic Licensing
6200 Quotas
6300 Prohibitions
6600 Export Restraint Arrangements
6700 Enterprise-Specific Restrictions
6900 Quantity Control Measures N.E.S.
7000 Monopolistic Measures
7100 Single Channel For Imports
7200 Compulsory National Services
7900 Monopolistic Measures N.E.S.
8000 Technical Measures
8100 Technical Regulations
8200 Pre-Shipment Inspection
8300 Special Customs Formalities
8400 Return Obligation
8900 Technical Measures N.E.S.
Sumber : UNCTAD 2009
Price control measures
merupakan kebijakan yang dilakukan untuk mengendalikan harga barang yang diimpor dengan alasan i untuk
mempertahankan harga domestik produk tertentu ketika harga impor lebih rendah daripada harga yang berkelanjutan, ii untuk menetapkan harga domestik produk
tertentu karena fluktuasi harga di pasar domestik atau ketidakstabilan harga di pasar luar negeri, dan iii untuk melawan dampak buruk yang disebabkan oleh
penerapan praktek yang tidak adil dalam perdagangan luar negeri. Administrative
pricing
adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dari negara pengimpor dengan memperhitungkan harga domestik dari produsen atau
konsumen dengan penerapan harga atap celiling price atau harga dasar floor price
, atau kembali ke nilai pasar internasional ditentukan. Berbagai istilah digunakan, tergantung pada negara atau sektor, untuk menamakan metode
penetapan harga yang berbeda, seperti harga resmi, harga impor minimum atau harga impor dasar. Voluntary Export Price Restrain merupakan kebijakan
dimana negara pengimpor negara pengekspor setuju untuk menjaga harga barangnya berada di atas kisaran harga tertentu. Variable charges adalah biaya
yang menyebabkan harga barang impor mendekati harga barang produksi domestik sehingga berada pada suatu referensi harga tertentu. Biaya yang
dikenakan pada komoditi primer dapat dihitung dari total berat komoditi sedangkan makanan hasil olahan dapat dilakukan sesuai dengan proporsi ketika
barang akhir dihasilkan. Antidumping Measure adalah langkah-langkah yang dilakukan suatu negara sebagai tanggapan terhadap adanya keluhan atau
pengaduan tindakan dumping negara lainnya. Dumping merupakan penjualan komoditi ke negara lain dengan harga yang jauh lebih rendah dibandingkan harga
penjualan domestiknya. Countervailing Measures adalah pengenaan pajak impor atau tarif tambahan terhadap produk-produk impor tertentu yang dicurigai
memiliki daya saing harga yang lebih rendah karena didukung oleh subsidi ekpor dari negara asalnya.
Finance measures merupakan kebijakan yang mengatur akses dan biaya
dari foreign exchange untuk impor dan menetapkan terms of payment. Advance Payment Requirements
adalah biaya tambahan yang dikenakan terhadap transaksi
impor sebagai persyaratan pada saat mengajukan ijin impor. Transfer Delays, Queuing
merupakan delay minimum yang diperbolehkan antara waktu pengiriman barang sampai dengan transaksi terakhir, biasanya 90, 180, 360 hari
untuk barang konsumsi dan barang input industri serta 2-5 tahun untuk barang modal.
Monopolistic measures merupakan kebijakan yang menciptakan situasi monopoli dengan memberikan hak eksklusif kepada kelompok pelaku ekonomi
tertentu karena alasan sosial, fiskal, dan ekonomi. Single channel for imports adalah kebijakan dimana seluruh impor atau impor komoditas tertentu harus
disalurkan melalui perusahaan pemerintah state own agencies atau state controlled enterprises
. Compulsory national services adalah hak eksklusif yang
dimiliki pemerintah terkait asuransi nasional dan perusahaan perkapalan pada seluruh atau bagian impor tertentu.
Technical measures merupakan kebijakan yang terkait dengan karakteristik
produk seperti kualitas, keamanan, termasuk persyaratan administrasi seperti terminologi simbol, testing, packaging, marking dan labeling. Technical
regulation merupakan pengaturan terhadap persyaratan teknis terhadap produk
yang terkait dengan standar yang bertujuan untuk melindungi human life and helth
, animal life and health sanitary, lingkungan dan lain lain. Definisi kebijakan lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Klasifikasi NTM yang disusun oleh UNCTAD terbagi menjadi dua bagian yaitu core measures dan non core measures. Core measures berkaitan dengan tujuan
untuk melindungi produsen lokal sedangkan non core measures bertujuan untuk melindungi konsumen lokal. Klasifikasi core dan non core measures dapat dilihat
pada Gambar 4.
Klasifikasi ini kemudian digunakan oleh negara-negara di kawasan ASEAN sebagai dasar untuk pengumpulan data NTM di kawasan
ASEAN.
Sumber: Basu et al. 2009 Gambar 4. Klasifikasi core dan non core NTM UNCTAD
Perkembangan kebijakan non tarif dalam perdagangan internasional di era globalisasi membuat metodologi klasifikasi, penghitungan, dan pengumpulan data
NTM yang baru sesuai dengan kondisi yang terjadi di beberapa tahun terakhir. Sehingga pada tahun 2006,
sekretariat General established the Group of Eminent Persons on Non-tariff Barriers
GNTB membentuk tim yang dinamakan
Multi-Agency Support Team
MAST
untuk menyusun dan memperbarui klasifikasi, metode penghitungan dan pengumpulan data NTM. Definisi NTM yang ditetapkan adalah
sebagai berikut: Non-tariff measures NTMs are policy measures, other than ordinary
customs tariffs, that can potentially have an economic effect on international trade in goods, changing quantities traded, or prices or both
UNCTAD 2013. Non-tariff measures
NTM didefinisikan sebagai kebijakan-kebijakan selain tarif yang secara potensial dapat memiliki pengaruh ekonomi pada perdagangan
komoditi internasional, mengubah kuantitas perdagangan atau harga atau keduanya. Klasifikasi NTM yang terbaru merupakan perluasan dari klasifikasi
NTM yang lama dengan menambahkan beberapa cabang klasifikasi baru seperti kebijakan terkait ekspor seperti subsidi. Kalsifikasi ini membagi NTM menjadi
dua bagian yaitu import measures dan export measures. Import measure meliputi
Imp o
rt mea
sure s
Core measures
Non core measures
3 Price control measures 4 Finance measures kecuali 417
6 Quantity control measures kecuali 617, 627, dan 637 7 Monopolistik measures
5 Automatic licensing measures 8 Technical measures
417 Refundable deposit for sensitive product 617 Non automatic license for sensitive produscts
627 Quota for sensitive products 637 Import prohibition for sensitive produscts
technical measures dan non technical measures. Skema klasifikasi baru NTM
dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber : Basu et al. 2009 Gambar 5. Klasifikasi baru NTM UNCTAD
Bagian A merupakan kebijakan yang terkait dengan sanitary and phytosanitary measures
SPS yang merupakan kebijakan pembatasan substansi untuk food safety. Bagian ini juga termasuk aturan sertifikasi, testing, dan
karantina terkait food safety. Bagian B merupakan technical barrier to trade measures
TBT yang terkait labelling, standar spesifikasi dan kualitas, dan kebijakan lainnya yang melindungi lingkungan. Bagian C terkait preshipment
inspection . Bagian D merupakan kebijakan untuk melindungi pasar domestik dari
tindakan perdagangan negara lain yang tidak adil unfair foreign trade meliputi antidumping
, countervailing, safeguard measures. Bagian E dan F merupakan kebijakan perdagangan tradisional meliputi licencing, quotas, dan kebijakan
quantity control lainnya termasuk tariff rate quotas. Bagian F merupakan
Imp o
rt mea
sure s
Technical measures
Non technical
measures A Sanitary and phytosanitary measures SPS
B Technical barrier to trade TBT C Pre-shipent inspection and other formalities
D Price control measures E License, quotas, prohibition dan quantity control
F Charges, taxes dan para-tariff measures lainnya G Finance measures
H Anti competitive measures I trade-related investment measures
J Distribution restrictions K Restrictions on post-sales services
M Government procurement restrictions L Sudsidies excluding export subsidies
N Intelectual property O Rules of origin
P Export-related measures including export subsidies Export measures
kebijakan terkait price control measures yang diterapkan untuk mengendalikan harga barang impor. Pada kategori ini juga termasuk kebijakan yang
meningkatkan biaya impor para-tariff measures. Bagian G merupakan Finance measures
. Bagian H merupakan kebijakan yang mempengaruhi persaingan, terkait dengan kebijakan monopolistik. Bagian I merupakan kebijakan terkait investasi.
Kebijakan yang membatasi investasi dengan persyaratan local content atau permintaan investasi yang terkait dengan ekspor untuk menyeimbangkan impor.
Bagian J dan K terkait dengan perjalanan produk dan pelayanan yang berhubungan dengan produk setelah diimpor. Hal ini termasuk kebijakan non tarif
karena akan mempengaruhi keputusan untuk impor. Bagian K merupakan pembatasan pada post sale service misal adanya pembatasan pada aksesoris.
Bagian L, M, dan O terkait dengan behind the border policies. Bagian L meliputi kebijakan terkait subsidi yang mempengaruhi perdagangan. Bagian M adalah
government procurement restriction measures
. Chapter N merupakan kebijakan pembatasan terkait intellectual property measures and intellectual property rights.
Chapter O, kebijakan yang membatasi karena asal produk atau inputnya. Bagian terakhir yaitu Bagian P merupakan kebijakan terkait ekspor meliputi ekspor taxes,
export quotas
and export prohibitions. Menurut WTO, beberapa alasan pemberlakuan NTM di banyak negara tidak
terlepas dari politik ekonomi suatu negara, antara lain : 1. Memperbaiki Market Failure
Kegagalan pasar market failure sering menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan intervensi terhadap perekonomian. Isu-isu yang
berkaitan dengan perlindungan kesehatan dan keamanan bagi konsumen, perlindungan lingkungan dan polusi merupakan alasan yang paling banyak
digunakan untuk melegitimasi proteksi. Keinginan suatu negara melindungi infant industry untuk mendukung berkembangnya industri
domestik dan berbagai kekuatan monopoli yang dilakukan oleh perusahaan milik negara merupakan alasan berikutnya yang dijadikan
dasar untuk melakukan berbagai pembatasan impor.
2. Beggar-thy-neighbour policies
Kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh sebuah negara juga dilakukan dalam rangka memanipulasi terms of trade melalui NTM. Suatu negara
berharap akan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi dari perdagangan dengan adanya perubahan nilai tukar perdagangan. Pemerintah juga dapat
menggeser keuntungan yang semula didapat oleh suatu pelaku ekonomi menjadi milik pelaku ekonomi lainnya. Profit-shifting non tariff
measures
. 3.
Equity 4.
Political Economy Alasan yang lebih jauh lagi dapat terkait dengan permasalahan strategi
politik ekonomi suatu negara.
Faktor-faktor Penunjang Perdagangan Gross Domestic Product Produk Domestik Bruto
Gross Domestic Product GDP suatu negara adalah ukuran kapasitas
untuk memproduksi komoditi ekspor negara tersebut. Kapasitas perekonomian
suatu negara terbuka dapat diketahui berdasarkan kurva batas kemungkinan produksinya. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah kurva yang
memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang dapat diproduksi oleh sebuah negara dengan menggunakan semua sumberdayanya
dengan teknologi terbaik yang dimilikinya. Jika diasumsikan negara memproduksi komoditi ekspor X, apabila terjadi kenaikan GDP, maka suatu negara akan
menambah kapasitas negara untuk memproduksi komoditi X untuk kebutuhan domestik dan ekspor. Besar perubahan GDP yang terjadi menggambarkan
pertambahan produksi domestik suatu negara. Adanya peningkatan GDP dan asumsi konsumsi masyarakat sama, maka negara akan mengekspor komoditi X
menjadi lebih banyak dari sebelumnya. GDP Negara Lain dan Exchange rate ER
Ekspor merupakan permintaan luar negeri terhadap barang domestik. Ekspor dipengaruhi oleh foreign income dan real excahange rate. Secara
matematis, fungsi ekspor dapat ditulis sebagai berikut:
+ , - 2.1
2.2 Peningkatan pada foreign income, Y
,
akan menyebabkan peningkatan ekspor. Semakin tinggi foreign income berarti semaikin tinggi permintaan luar
negeri terhadap semua komoditi baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri sehingga menyebabkan peningkatan ekspor. Peningkatan real exchange
rate
, ϵ, akan menyebabkan penurunan ekspor. Jika nilai tukar riil mengalami
apresiasi maka harga komoditi dalam negeri akan lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri sehingga menyebabkan penurunan ekspor Blanchard 2005.
Jarak Ekonomi
Jarak ekonomi adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi adalah salah satu faktor
penghambat perdagangan internasional. Jarak meningkatkan biaya transaksi pertukaran barang dan jasa internasional. Semakin jauh terpisah suatu negara
dengan yang lain semakin besar pula biaya transportasi pada perdagangan diantara keduanya. Keuntungan yang diterima oleh suatu negara dari perdagangan
internasional semakin kecil karena adanya biaya transportasi. Krugman dan Obstfeld 2003 mempertimbangkan jarak kedua negara sebagai determinan
penting untuk pola perdagangan geografis.
Dampak Kebijakan Hambatan Non Tarif
Kebijakan hambatan non tarif yang diberlakukan di hampir semua negara digunakan untuk melindungi sektor tertentu. Di negara maju, umumnya
melindungi produk-produk pertanian dan negara berkembang melindungi produk- produk hasil manufaktur. Hambatan seperti quota sering dimanfaatkan untuk
memperbaiki neraca pembayaran pembayaran yang defisit. Pemberlakuan hambatan non tarif akan meningkatkan harga produk. Sehingga pada dasarnya
proteksi terhadap perdagangan tersebut akan menguntungkan bagi produsen namun merugikan bagi konsumen dan pada akhirnya akan merugikan
perekonomian secara keseluruhan Salvatore 1997.
Pembatasan impor dengan menerapkan kebijakan-kebijakan perdagangan akan mempengaruhi welfare. Wall 1999 mendeskripsikan dampak pembatasan
impor dalam analisis keseimbangan parsial dengan mengilustrasikan supply dan demand
suatu negara seperti terlihat dalam Gambar 6.
Sumber: Wall 1999 Gambar 6. Dampak kebijakan pembatasan impor terhadap welfare
Jika terjadi perdagangan bebas, barang yang diimpor akan berada pada harga dunia yaitu Pw. Negara akan mengkonsumsi sebesar Q
D0
dan produksi sebesar Q
S0
. Jumlah yang akan diimpor dari negara lain sebesar Q
D0
-Q
S0
. Ketika ada proteksi impor maka harga akan meningkat menjadi P
M
. Sehingga negara tersebut akan produksi sebesar Q
S1
dan jumlah impor akan berkurang menjadi Q
D1
-Q
S1
. Konsumen akan dirugikan karena menanggung harga yang lebih mahal dan
produsen diuntungkan dengan peningkatan produksi dengan harga tinggi. Surplus kondumen akan berkurang sebesar area A+B+C+D. Area A merupakan surplus
konsumen yang ditranfer ke produsen. Area B dan D adalah Dead Weight Loss DWL yang merupakan kerugian perekonomian. Area C tidak merepresentasikan
penerimaan pemerintah dari tarif karena pembatasan impor bukan berasal dari kebijakan tarif melainkan kebijakan non tarif. Area ini diukur sebagai quota rent.
Jika tidak ada peningkatan pemerintah yang berasal dari quota rent ini maka quota rent
akan didapat oleh produsen negara lain. Sehingga C direpresentasikan sebagai net welfare loss to economy. Penerimaan dapat meningkat melalui
penjualan lisensi quota . Sehingga dengan menggunakan θ yang mencerminkan
share dari quota rent maka total net welfare loss dari pembatasan impor sebesar
B+D+1- θC.
Model Gravity
Gravity model pertama kali dikembangkan oleh Tinbergen 1962 dan
Poyhonen 1963 dan diaplikasikan pada perdagangan internasional untuk
P
M
Quantity P
W
Q
S0
A B
C D
S
D
Q
S1
Q
D1
Q
D0
Price
menjelaskan aliran perdagangan bilateral oleh mitra dagang pada GNP dan jarak geografi antar negara. Model gravitasi adalah salah satu alat analisis yang dapat
digunakan untuk mengestimasi berapa besarnya nilai barang yang keluar dan masuk di suatu wilayah. Model gravity merepresentasikan bahwa volume ekspor
antara kedua negara mitra dagang merupakan increasing function dari GDP kedua negara tersebut dan decreasing function dari jarak diantara kedua negara tersebut.
Model gravity yang sederhana dapat dituliskan sebagai berikut:
2.3 Dimana α, , , δ merupakan konstanta positif. X adalah ekspor, Y adalah
pendapatan nasional, D adalah jarak. i menunjukkan negara pengimpor dan j menunjukkan negara pengimpor. Model ini kemudian diestimasi menggunakan
data cross-section dari negara mitra gadang pada tahun singgle year tertentu atau pada periode beberapa tahun several years.
Model gravity kemudian dikembangkan lagi oleh Wall 1999 dengan mengestimasi menggunakan data panel. Wall menunjukkan bahwa model fixed
effect yang dihasilkan menunjukkan R
2
yang tinggi dan menjelaskan bahwa estimasi dapat dilakukan dengan intersept yang berbeda-beda karena data yang
digunakan memiliki unsur heterogeneity. Model fixed effect tersebut digunakan untuk mengestimasi dampak pembatasan impor terhadap ekspor dengan
menambahkan indikator trade policy. Model gravity yang diperluas tersebut dituliskan sebagai berikut :
2.4 Dimana:
X = Ekspor Y = Pendapatan Nasional GDP
D = Jarak Ekonomi T = Trade Policy Index
i = negara pengekspor j = negara pengimpor
t = tahun
Model ini yang akan menjadi model rujukan untuk penelitian. Pengembangan model ini akan dilakukan dengan memodifikasi indikator trade
policy menjadi indokator NTM dan menambahkan beberapa indikator terkait dengan perdagangan seperti tarif dan nilai tukar. Zahidi 2012 meneliti dampak
trade facilitation terhadap arus perdagangan di kawasan ASEAN+3 menggunakan model panel gravity menggunakan indikator perdagangan seperti GDP riil per
kapita negara ekportir, GDP riil per kapita negara importir, tarif, nilai tukar dan indikator terkait trade facilitation.
Regresi Linier Berganda
Analisis regresi berganda dapat digunakan untuk menangkap pengaruh beberapa variabel X bebas terhadap variabel terikat Y. Secara matematis
hubungan variabel bebas k-1 dengan Y, variabel terikat dapat dituliskan sebagai berikut:
2.5
dengan
1
= intersep,
2
sampai
k
= koefisien kemiringan parsial, u = unsur gangguan stokastik disturbance, dan i = observasi ke-i, N merupakan banyaknya
populasi. Untuk variabel bebas kategorik yang berskala nominal atau ordinal maka variabel bebas tersebut berbentuk variabel dummy yang bernilai 1 dan 0.
Variabel dummy akan bernilai 1 jika sesuai kategori referensi dan 0 untuk kategori lainnya.
Penyimpangan terhadap Asumsi Model Regresi
Tiga masalah yang seringkali muncul sehingga mengakibatkan asumsi dasar model regresi tidak terpenuhi yaitu multikolinearity, heteroskedastisity, dan
autocorrelation .