ransum ayam petelur menyebabkan kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh rangkap tunggal tinggi dalam ransum dan kuning telur. Selanjutnya
pemberian bahan makanan yang kaya asam lemak ω-3 seperti minyak ikan ke dalam ransum ayam petelur tidak mempengaruhi asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh rangkap tunggal tetapi mempeng aruhi asam lemak ω-3 pada
ransum maupun kuning telur Hargis et al. 1991; Van Elswyk et al. 1992,1994,1995; Herber dan Van Elswyk 1996.
Asam lemak ω-6, asam lemak ω-3 dan imbangan ω-6 : ω-3
Pemberian mikrokapsul minyak ikan ke dalam ransum ayam petelur m
empengaruhi kandungan asam lemak ω-6, asam lemak ω-3 dan imbangan asam lemak ω-6 dan ω-3 dalam ransum Tabel 20. Semakin tinggi pemberian
mikrokapsul minyak ikan menyebabkan kandungan asam lemak ω-6 menurun dan sebaliknya kandungan asam lemak ω-3 meningkat. Hal ini disebabkan oleh
mikrokapsul yang digunakan mengandung asam lemak ω-3 lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak ω-6 Lampiran 1. Menurunnya asam lemak ω-
6 dan meningkatnya asam lemak ω-3 menyebabkan imbangan asam lemak ω-6 dan ω-3 dalam ransum menurun.
Tabel 20 Kandungan asam lemak ω-6, asam lemak ω-3 dan imbangan ω-6 : ω-3
dalam ransum ayam petelur dengan pemberian mikrokapsul minyak ikan
1
ω-3 Perlakuan
Σ ω-6 Linolenat
EPA DHA
Σ ω-3 ω-6 : ω-3
R0 45.48
1.64 td
td 1.64
28 : 1 R1
43.14 2.08
0.27 td
2.35 18 : 1
R2 42.80
2.04 0.48
0.32 2.84
15 : 1 R3
39.67 1.99
1.30 0.73
4.02 10 : 1
R4 39.99
2.07 1.89
1.56
5.52 7 : 1
keterangan td : tidak terdeteksi,
1
dilakukan duplo tidak ada hasil analisis ragam EPA : Eicosapentanoic Acid, DHA : Docosahexanoic Acid
Σ ω-6 : total asam lemak ω-6 Σ ω-3 : total asam lemak ω-3 jumlah linolenat, EPA dan DHA
Tabel 20 menunjukkan bahwa asam lemak ω-6 dalam ransum kontrol R0
lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian 4 MMI R4. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh ransum tersebut mengandung jagung dan kon- sentrat CP 124 yang digunakan dalam penyusunan ransum lebih tinggi Tabel 13.
Penambahan mikrokapsul minyak ikan MMI ke dalam ransum menyebabkan jumlah jagung dan konsentrat yang digunakan menurun sehingga asam lema
k ω-6 menurun, sebaliknya kandungan asam lemak ω-3 terutama EPA dan DHA
meningkat akibat meningkatnya pemberian MMI. Kandungan EPA dan DHA
dalam ransum penelitian hanya diperoleh dengan pemberian MMI. Ransum tanpa penambahan MMI R0 tidak ditemukan EPA dan DHA, sebaliknya pemberian
MMI sampai 4 R4 diperoleh kandungan EPA dan DHA dalam ransum masing-masing sebesar 1.89 dan 1.56 Tabel 20. Kandungan EPA lebih tinggi
dibandingkan dengan DHA karena MMI yang digunakan mengandung EPA lebih banyak dari pada DHA yaitu masing-masing sebesar 17.02 dan 12.19 lampiran
1. Pemberian mikrokapsul minyak ikan dalam ransum ayam petelur tidak
mempengaruhi asam lemak ω-6 kuning telur, akan tetapi dapat meningkatkan P0.01 asam lemak ω-3 dan menurunkan P0.01 imbangan asam lemak ω-6
dan ω-3 dalam kuning telur Tabel 21. Meningkatnya kandungan asam lemak ω-3 dalam ransum menyebabkan kandungan asam lemak ω-3 dalam kuning telur
meningkat, sebaliknya menurunnya asam lemak ω-6 dalam ransum tidak
mempengaruhi kandungan asam lemak ω-6 kuning telur. Tabel 21
Kandungan asam lemak ω-6, asam lemak ω-3 dan imbangan ω-6 : ω-3 dalam kuning telur dengan pemberian mikrokapsul minyak ikan
ω-3 Perlakuan
Σ ω-6
1
linolenat EPA
DHA Σ ω-3
ω-6 : ω-3 R0
20.21 0.16
b
td 0.81
d
0.96
d
21 : 1
a
R1 21.86
0.24
ab
td 1.46
cd
1.70
cd
13 : 1
b
R2 21.93
0.24
ab
td 1.87
bc
2.11
bc
11 : 1
bc
R3 21.47
0.30
ab
td 2.44
b
2.74
b
8 : 1
cd
R4 23.04
0.42
a
0.11 4.18
a
4.70
a
5 : 1
d
Keterangan : td : tidak terdeteksi
1
Rata-rata dari 32 ekor ayam dan persentase berdasarkan berat kuning telur . Supeskrip dengan huruf yang tidak sama kearah kolom menunjukkan berbeda nyata
P0.01
Pemberian mikrokapsul minyak ikan tidak mempenga ruhi asam lemak ω-6
dalam kuning telur. Hasil penelitian ini mendukung penelitian terdahulu terhadap penambahan sumber asam lemak ω-3 dalam ransum. Van Elswyk et al. 1995
mendapatkan penambahan 3 minyak ikan dalam ransum ayam tidak nyata meningkatkan
asam lemak ω-6 dalam kuning telur. Pemberian makanan yang
kaya asam lemak ω-3 dalam ransum cenderung meningkatkan kandungan asam lemak ω-3 dalam ransum dan kuning telur, akan tetapi jika makanan yang kaya
asam lemak ω-6 ditambahkan ke dalam ransum dapat meningkatkan asam lemak ω-6 dalam ransum dan kuning telur. Baucells et al. 2000 penambahan 4 biji
bunga matahari yang kaya asam lemak ω-6 dalam ransum ayam petelur menyebabkan kandungan asam lemak ω-6 meningkat dalam ransum dan kuning
telur. Pemberian 4 mikrokapsul minyak ikan dalam ransum ayam petelur dapat
meningkatkan kandungan DHA dan total asam lemak ω-3 kuning telur sebesar empat sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian
mikrokapsul minyak ikan Tabel 21. Belum ada dilaporkan dari penelitian-
penelitian sebelumnya pengaruh penggunaan mikrokapsul minyak ikan terhadap kandungan asam lemak ω-3 kuning telur, akan tetapi hasil penelitian ini dapat
dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya terhadap penambahan sumber a
sam lemak ω-3 dalam ransum ayam petelur. Penambahan 3 - 4 minyak ikan dalam ransum juga didapatkan peningkatan kandungan DHA dan total asam
lemak ω-3 pada kuning telur sebesar 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian minyak ikan Hargis et al. 1991; Van Elswyk et al. 1992, 1994,
1995; Baucells et al. 2000; Gonzalez dan Leeson 2000. Penambahan 4.8 ganggang laut menyebabkan total asam lemak ω-3 dalam kuning telur meningkat
sebesar lima kali Herber dan Van Elswyik 1996. Pemberian 8 flaxseed menyebabkan kandungan asam lemak ω-3 terutama asam linolenat meningkat
lima kali Cherian dan Sim 1991. Berdasarkan hal tersebut penambahan sumber asam lemak ω-3 dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan total asam
lemak ω-3 dalam kuning telur.
Mikrokapsul minyak ikan mengandung EPA lebih tinggi dari DHA yaitu sebesar 17.02 dan 12.19 Lampiran 1. Penambahan mikrokapsul minyak ikan
ke dalam ransum ayam petelur didapatkan kandungan EPA lebih tinggi daripada DHA Tabel 21, akan tetapi sebaliknya dalam kuning telur didapatkan kandungan
DHA lebih tinggi daripada EPA Tabel 21. Tingginya kandungan DHA dibandingkan dengan EPA kemungkinan disebabkan antara lain oleh terjadinya
desaturasi dan elongasi dari alpha linolenat menjadi DHA dalam organ hati
British Nutrition Foundations 1994; Herber dan Van Elswyk 1996; Ayerza dan Coates 1999. Hasil-hasil penelitian ini memperkuat hasil-hasil penelitian
sebelumnya dimana didapatkan tingginya DHA dalam kuning telur pada penelitian pemberian ω-3 dalam ransum ayam petelur Marshall et al. 1994;
Baucells et al. 2000; Meluzzi et al. 2000; Gonzalez dan Leeson 2000. Rataan berat telur yang diperoleh selama penelitian ini dengan pemberian
4 MMI sebesar 58.89g Tabel 18. Kandungan lemak dalam telur sebesar 10 dan sekitar 85 dari lemak tersebut terdiri atas asam lemak Keshavars 1999.
Berdasarkan hal tersebut dengan berat telur 58.89 g maka kandungan lemak dan asam lemak dari telur tersebut masing-masing 5.89 g 10 x 58.89 g dan 5.01 g
5.89 g x 85. Pemberian 4 mikrokapsul minyak ikan dalam ransum ayam petelur menghasilkan DHA dan total asam lemak ω-3 masing-masing sebesar
4.18 dan 4.70 Tabel 21. Berdasarkan penghitungan menurut Keshavars 1999 akan diperoleh kandungan DHA dan total asam lemak ω-3 kuning telur
masing-masing sebesar 209 mg4.18 x 5.01g dan 235 mg 4.70 x 5.01 g. Dengan cara penghitungan yang sama, hasil penelitian ini mendukung hasil-
hasil penelitian sebelumnya. Penambahan sumber asam lemak ω-3 pemberian 3- 4 minyak ikan dalam ransum ayam petelur dapat menghasilkan kandungan
DHA dan total asam lemak ω-3 dalam kuning telur masing-masing sebesar 150 – 197 mg DHA dan 204
– 258 mg total asam lemak ω-3 Hargis et al. 1991; Van Elswyk et al. 1992, 1994 dan 1995; Gonzales dan Leeson 2000; Baucells et al.
2000. Pemberian 4 mikrokapsul minyak ikan dan 3 – 4 minyak ikan dalam
ransum ayam petelur akan menghasilkan kandungan DHA sebesar 150 – 200 mg
dan total asam lemak ω-3 sebesar 200 – 260 mg pada telur dengan berat 60 gram. Pemberian mikrokapsul minyak ikan MMI dalam ransum ayam petelur
menurunkan P0.01 imbangan asam lemak -6 : -3 pada kuning telur dari
21 : 1 tanpa pemberian MMI menjadi 5 : 1 setelah pemberian 4 MMI Tabel 20. Menurunnya imbangan tersebut disebabkan meningkatnya asam lemak
-3 pada ransum dan kuning telur dengan pemberian mikrokapsul minyak ikan.
Menurunnya imbangan asam lemak ω-6 dan ω-3 dalam penelitian ini mendukung hasil-hasil penelitian sebelumnya terhadap penambahan sumber asam
lemak ω-3 dalam ransum. Hargis et al. 1991 dan Van Elswyk et al. 1992,
1994 mendapatkan penurunan imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 dalam kuning
telur dari 15 – 18 : 1 pada telur dari ayam yang tidak mendapatkan tambahan asam
lemak ω-3 menjadi 3 – 5 : 1 pada telur dari ayam yang mengkonsumsi 3 minyak ikan menhaden dalam ransum.
Selanjutnya Herber dan Van Elswyk 1998 pemberian 1.5 minyak ikan, 2.4 dan 4.8 ganggang laut dapat menurunkan
imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 dari 14 : 1 menjadi 3 – 4 : 1. Ayerza dan Coates 2000 pemberian sumber asam lemak ω-3 dari biji chia ke dalam ransum
mendapatkan imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 untuk ransum tanpa penambahan
bahan yang kaya ω-3 adalah 13.5 : 1 sampai 23.23 : 1. Telur ayam yang dalam ransumnya tidak ada penambahan asam lemak ω-3
menyebabkan telur tersebut mengandung imbangan asam lemak ω-6 dan ω-3 tinggi.
Mengkonsumsi telur tersebut berpengaruh buruk terhadap kesehatan. Menurut Okuyama et al
. 1997 imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 yang tinggi dalam makanan yang dikonsumsi manusia merupakan faktor utama penyakit
kanker, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pemberian mikrokapsul minyak ikan dapat menurunkan imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 sehingga telur yang dihasilkan
baik untuk dikonsumsi. Pemberian sampai 4 mikrokapsul minyak ikan menghasilkan imbangan ω-6 : ω-3 sebesar 5 : 1, imbangan tersebut sesuai dengan
yang disyaratkan para ahli nutrisi. Beberapa lembaga luar negeri yang menangani bidang pangan merekomendasikan bahwa imbangan asam lemak
-6 : -3 untuk dikonsumsi adalah 5 : 1 Simopoulos 1989; Anonim 1990; British Nutrition
Foundation 1992; Food and Agricultural Organization 1994.
Pengaruh Pemberian Mikrokapsul Minyak Ikan terhadap Konsentrasi Kolesterol Serum dan Kolesterol Kuning Telur
Pengaruh pemberian mikrokapsul minyak ikan dalam ransum ayam petelur R0
– R4 terhadap konsentrasi kolesterol serum dan kolesterol kuning telur dapat dilihat pada Tabel 22. Semakin tinggi pemberian mikrokapsul minyak ikan dalam
ransum ayam petelur, semakin menurun P0.01 kadar kolesterol serum dan kolesterol kuning telur. Pemberian 4 mikrokapsul minyak ikan dalam ransum
R4 dapat menurunkan lebih kurang 25.93 kolesterol serum dan 20.14 kolesterol kuning telur dibandingkan dengan tanpa pemberian mikrokapsul
minyak ikan R0.
Tabel 22 Pengaruh pemberian mikrokapsul minyak ikan dalam ransum ayam
petelur terhadap konsentrasi kolesterol serum dan kolesterol kuning telur
Perlakuan Kolesterol serum
mg100 ml Kolesterol kuning telur
mgg R0
152.25
a
23.63
a
R1 134.82
b
22.41
ab
R2 127.26
bc
20.94
bc
R3 117.60
cd
20.27
cd
R4 112.77
d
18.87
d
Keterangan : huruf yang berbeda ke arah kolom menunjukkan berbeda sangat nyata P0.01
Rendahnya kolesterol
serum dan
kuning telur
pada ayam
yang mengkonsumsi
mikrokapsul minyak
ikan dibandingkan
dengan kontrol
disebabkan oleh
ransum dengan
pemberian mikrokapsul
minyak ikan
mengandung asam lemak ω-3 tinggi. Pemberian mikrokapsul minyak ikan sampai 4 dalam ransum ayam petelur menghasilkan kandungan asam lemak ω-3 sebesar
5.52 sedangkan ransum kontrol hanya mengandung asam lemak ω-3 sebesar
1.64 Tabel 20 . Tingginya asam lemak ω-3 EPA dan DHA dalam ransum
berpengaruh terhadap konsentrasi kolesterol. Menurut Piliang dan Djojosoebagio 2006
asam lemak ω-3 berperan dalam pengaturan metabolisme kolesterol yang meliputi transpor dan eksresi kolesterol. Murray et al. 1995 menyatakan EPA
dan DHA dapat merangsang eksresi kolesterol melalui empedu dari hati ke dalam usus dan juga merangsang katabolisme kolesterol dan HDL dalam hati kembali
menjadi asam empedu. Menurunnya kolesterol serum akibat pemberian mikrokapsul minyak ikan
mengakibatkan kolesterol kuning telur juga menurun Tabel 22. Menurut Pesti dan Bakalli 1998 perubahan dalam konsentrasi kolesterol serum sesuai dengan
kolesterol kuning telur. Kolesterol serum menurun mengakibatkan kolesterol kuning telur menurun. Perubahan kolesterol dalam sirkulasi darah sebanding
dengan perubahan disposisi kolesterol dalam telur. Adanya mineral seng menyebabkan yolk precursor yaitu bahan baku kuning telur yang disintesa oleh
hati dan masuk ke dalam sirkulasi darah, kemudian didisposisi dalam ovarium. Selanjutnya diteruskan dalam growing folikel sehingga membentuk hierarchy di
dalam ovarium sehingga unggas dapat melakukan ovulasi dan bertelur setiap 24 –
26 jam.
Pemberian mikrokapsul minyak ikan yang kaya asam lemak ω-3 dalam
ransum ayam petelur dapat menurunkan kandungan kolesterol telur dan serum. Hasil yang sama didapatkan pada penelitian Adams et al. 1989; Ayerza dan
Coates 2000. Sebaliknya Hargis et al. 1991 dan Scheideler dan Froning 1996 tidak mendapatkan penurunan kolesterol dengan pemberian minyak ikan dan flax
seed dalam ransum. Sedangkan Van elswyk et al. 1994 pemberian minyak ikan menyebabkan kolesterol serum menurun, tetapi kolesterol kuning telur tidak
dipengaruhi dengan penambahan minyak ikan dalam ransum. Reddy 1998 mendapatkan penurunan kolesterol kuning telur akibat
pemberian minyak ikan 1.5 dan 5 dalam ransum ayam petelur masing-masing sebesar 12 dan 15 setelah 6 minggu pemberian, akan tetapi bagaimana
mekanismenya tidak dijelaskan lebih lanjut. Adams et al. 1989 menyatakan tidak ada keterangan yang sesuai dari penelitian yang tersedia untuk mendukung
pengaruh penurunan kolesterol kuning telur dari asam lemak ω-3 ransum.
PEMBAHASAN UMUM
Keberhasilan proses mikroenkapsulasi salah satunya ditentukan oleh nilai efisiensi enkapsulasi. Semakin tinggi efisiensi enkapsulasi maka semakin berhasil
proses mikroenkapsulasi.
Dalam penelitian
ini diperoleh
nilai efisiensi
enkapsulasi sebesar 77.5 dan 62.62 masing-masing dengan menggunakan pengering semprot dan pengering drum.
Interaksi antara
karbohidrat dan
protein dalam
bahan penyalut
menyebabkan emulsi minyak dalam air menjadi lebih baik. Dalam emulsi
tersebut protein diadsorpsi disekeliling butiran minyak dan berfungsi sebagai pengemulsi, sedangkan karbohidrat berfungsi sebagai pengental dan bahan
pembentuk matrik. Komponen karbohidrat dan protein sangat diperlukan dalam proses mikroen-kapsulasi minyak ikan. Imbangan karbohidrat dan protein yang
sesuai dalam bahan penyalut dapat meningkatkan jumlah minyak terkapsul. Kombinasi
karbohidrat dan
protein juga
menguntungkan dalam
proses mikroenkapsulasi
karena dapat
meningkatkan stabilitas
minyak terhadap
kerusakan oksidatif. Hal ini dapat terlihat dengan rendahnya bilangan peroksida, bilangan TBA dan bilangan total oksidasi pada mikrokapsul dibandingkan dengan
minyak ikan yang tidak di mikroenkapsulasi. Hasil
efisiensi enkapsulasi
lebih baik
dengan pengering
semprot dibandingkan dengan pengering drum, hal ini disebabkan oleh waktu kontak
dengan panas pada pengering semprot lebih cepat sehingga bahan penyalut lebih mudah untuk menyaluti minyak ikan. Hal ini juga dapat terlihat dari gambaran
morfologi permukaan luar dengan menggunakan SEM, mikrokapsul yang dihasilkan dengan pengering drum akibat kontak dengan panas lebih lama
menyebabkan bahan penyalut belum sempurna untuk melindungi minyak ikan sehingga hasil gambar morfologi dengan SEM terlihat komponen bahan penyalut
dan minyak ikan terpisah-pisah sedangkan dengan pengering semprot komponen- komponen tersebut mulai menggumpul.
Minyak ikan kurang stabil terhadap oksidasi, hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan EPA dan DHA. Asam lemak EPA dan DHA lebih mudah
untuk teroksidasi disebabkan oleh banyaknya ikatan rangkap dibandingkan dengan jenis asam lemak yang lain.
Proses mikroenkapsulasi menyebabkan
stabilitas minyak ikan terhadap oksidasi meningkat. Hal ini disebabkan oleh
minyak ikan tersebut diperangkap oleh bahan penyalut sehingga sewaktu kontak dengan komponen penyebab oksidasi, maka bahan penyalut tersebut bertindak
untuk melindunginya. Ada
hubungan antara
tingkat stabilitas
oksidatif dengan
efisiensi enkapsulasi.
Efisiensi enkapsulasi tinggi berarti jumlah minyak yang tersaluti oleh bahan penyalut tinggi dan kemampuan bahan penyalut tersebut untuk
berinteraksi dengan minyak juga tinggi, sehingga mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi tinggi menghasilkan tingkat stabilitas oksidatif tinggi. Hal ini terlihat
dalam penelitian, efisiensi enkapsulasi dengan pengering semprot lebih tinggi dibandingkan dengan pengering drum sehingga mengakibatkan tingkat stabilitas
oksidatif pada mikrokapsul dengan pengering semprot juga lebih tinggi. Walaupun efisiensi enkapsulasi dari mikrokapsul dengan pengering drum
lebih rendah jika dibandingkan dengan pengering semprot akan tetapi uji stabilitas oksidatif pada mikrokapsul tersebut diperoleh tingkat oksidasi lebih rendah
dibandingkan dengan minyak yang tidak dimikroenkapsulasi. Keuntungan lain dari pengering drum ini adalah lebih ekonomis dan menghasilkan lebih banyak
rendemen, sedangkan pengering semprot yang digunakan dalam penelitian ini kapasitas produksinya terbatas sehingga tidak memungkinkan menghasilkan
mikrokapsul dalam jumlah banyak. Penelitian aplikasi mikrokapsul ke ayam
petelur dicobakan dengan menggunakan mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi yang rendah. Jika dengan efisiensi enkapsulasi yang rendah saja dapat mening-
katkan kandungan asam lemak ω-3 pada kuning telur, sangat dimungkinkan jika menggunakan mikrokapsul dengan efisiensi enkapsulasi yang lebih tinggi
diberikan akan meningkatkan kandungan asam lemak ω-3 kuning telur. Pemberian produk mikroenkapsulasi minyak ikan dalam ransum ayam
petelur dapat meningkatkan efis iensi disposisi asam lemak ω-3 dalam kuning
telur. Hal ini dapat terbukti dengan adanya peningkatan kandungan asam lemak ω-3 dalam kuning telur dibandingkan dengan tanpa pemberian mikrokapsul.
Terjadinya peningkatkan asam lemak ω-3 dalam kuning telur tersebut disebabkan
oleh pemberian mikrokapsul minyak ikan kemungkinan dapat melindungi minyak
ikan dari denaturasi, melindungi minyak ikan untuk berikatan dengan yang lain serta meningkatkan aktif
itas asam lemak ω-3 ke dalam kuning telur. Pemberian mikrokapsul minyak ikan MMI dalam ransum ayam petelur
mempengaruhi imbangan asam lemak ω-6:ω-3 dalam ransum dan kuning telur. Ada beberapa kemunginan hubungan antara perubahan asam lemak ω-6 : ω-3
dalam ransum dan kuning telur dengan pemberian MMI. Jika penambahan MMI menyebabkan imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 dalam kuning telur atau ransum
sama dengan kontrol kemungkinan tidak ada pengaruh dari pemberian MMI tersebut dalam ransum ayam petelur. Jika perubahan imbangan asam lemak ω-6 :
ω-3 dalam kuning telur lebih besar dibandingkan dalam ransum kemungkinan
perubahan tersebut dipengaruhi oleh konsumsi dan metabolisme. Jika perubahan imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 dalam kuning telur sama dengan perubahan
dalam ransum kemungkinan perubahan tersebut dipengaruhi oleh konsumsi. Jika perubahan imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 dalam kuning telur lebih rendah
dibandingkan dengan perubahan dalam ransum kemungkinan perubahan tersebut dipengaruhi oleh konsumsi dan selanjutnya terjadi denaturasi sehingga MMI
tersebut tidak dapat digunakan dengan baik. Dalam penelitian ini kondisi yang didapatkan adalah penurunan imbangan asam lemak ω-6 : ω-3 dalam kuning telur
disebabkan oleh konsumsi MMI karena penurunan imbangan asam lemak ω-6 : ω-
3 dalam kuning telur seiring dengan penurunan dalam ransum. Pemberian 4 MMI ke dalam ransum menyebabkan terjadi penurunan imbangan asam lemak
ω-6 : ω-3 dalam ransum dan kuning telur sebesar 4 kali dibandingkan dengan kontrol.
Konsumsi total asam lemak ω-3 perhari adalah sebesar 0.5 dari energi atau setara dengan 1.1
– 1.5 ghari untuk orang dewasa Anonim 1990. Berdasarkan hal tersebut pemberian mikrokapsul minyak ikan sebesar 4 dalam
ransum menghasilkan asam lemak sebesar 4.70 atau setara dengan 235 mg 58.9 g berat telur x 10 lemak x 85 as
am lemak x 4.70 asam lemak ω-3. Untuk memenuhi kebutuhan asam lemak ω-3 dalam tubuh diperlukan mengkonsumsi 4-5
butir telur ω-3 perhari sehingga kebutuhan asam lemak ω-3 dapat terpenuhi.
Walaupun teknologi mikroenkapsulasi minyak ikan ini mahal akan tetapi efektivitas dari teknologi ini dapat diterapkan karena mampu menghasilkan asam
lemak ω-3 dalam kuning telur. Penelitian yang menguji pemberian minyak ikan yang dimikroenkapsulasi dan tanpa mikroenkapsulasi dalam ransum ayam petelur
selama ini belum didapatkan. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk
membandingkan minyak ikan yang dimikroenkapsulasi dengan minyak ikan yang tidak dimikroenkapsulasi dalam ransum ayam petelur guna mengetahui seberapa
jauh efisiensi inkorporasi asam lemak ω-3 dalam kuning telur. Penelitian mikroenkapsulasi minyak ikan ini belum dilakukan secara
komersialisasi hanya menguji secara teknis apakah mungkin melakukan mikroenkapsulasi menggunakan bahan penyalut dari bahan pakan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan guna mengetahui bagaimana teknologi ini dapat dikemas
lebih komersial dalam skala industri serta secara ekonomis lebih menguntungkan. Walaupun demikian produk mikrokapsul minyak ikan yang dihasilkan dalam
penelitian ini lebih baik dibandingkan dengan mikrokapsul minyak ikan komersial yang diproduksi oleh Parktonk Anonim 2002 dimana kandungan asam lemak
ω-3 diperoleh lebih tinggi dan bilangan peroksida lebih rendah Tabel 17.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Campuran bahan pakan berupa dedak gandum, bungkil kedele dan tepung daging dan tulang dapat digunakan sebagai bahan penyalut alternatif dalam
mikroenkapsulasi minyak ikan. Imbangan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan penyalut
alternatif 1 : 1 pada pengeringan drum dan imbangan 1 : 2 pada pengering semprot menghasilkan karakteristik mikrokapsul terbaik dengan nilai efisiensi
enkapsulasi dari kedua mikrokapsul minyak ikan tersebut masing-masing 62.62 dan 77.50. Bilangan total oksidasi dari kedua mikrokapsul minyak ikan tersebut
lebih rendah dibandingkan dengan minyak ikan tanpa mikroenkapsulasi. Pemberian mikrokapsul minyak ikan sebesar 4 dalam ransum ayam
petelur dapat meningkatkan asam lemak ω-3 kuning telur dari 0.96 menjadi 4.70.
Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut berikut analisis ekonomis penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut
dengan menggunakan pengering semprot dan pengering drum sehingga proses mikroenkapsulasi tersebut dapat dikemas lebih komersial dalam skala industri.
Kemudian juga perlu penelitian lebih lanjut aspek kualitas mikrokapsul dengan melihat gambaran morfologi permukaan bagian dalam mikrokapsul dengan
menggunakan SEM. Untuk aplikasi produk mikroenkapsulasi minyak ikan ke hewan coba perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut guna membandingkan penggunaan mikrokapsul minyak ikan dengan minyak ikan tanpa mikroenkapsulasi dalam ransum ayam
petelur dengan tingkat pemberian minyak ikan dalam proporsi yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 1990. Nutrition Recommendations. Health and Welfare, Ministry of Supply and Services. Ottawa: Canadian Government Publishing Center.
[Anonim]. 2002. Omega-3 Powder. http:www.parktonks.Co.UKingredientsomega 3.htm [25-02-2003]
[Anonim].2003.Drumdrying.http:www.wisc.edufoodscicoursesfs532- 11drumdrying-ws.pdf [20-05-2004]
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Standard of Analysis. Ed ke-14. Arlington Virginia: AOAC.
[AOCS] American Oil Chemists Society Official Method Ce 1b-89. 1992. Fatty Acid Composition by GLC Marine Oils.
Sampling and Analysis of Commercial Fats And Oils, Official Methods and Recomended Practices.
Ed ke-4. Champaign Illinois: Broadmoor Drive. [AOCS] American Oil Chemists Society Official. 1990. Official Methods and
Recommended Practises. Ed ke-4. Champaign Illinois: Broadmoor Drive. [CPI] Charoen Pokphand Indonesia. 1999. Petunjuk Pemeliharaan Ayam Petelur
CP 909. Jakarta: CPI Indonesia. [IUAPC] International Union of Pure and Applied Chemistry Method 2.301.
1987. Standard Methods for Analysis of Oils, Fats and Derivatives.
Ed ke-7. London: Blackwell Scientific. [NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. Ed
ke-9. Washington DC: National Academy Pr. Adams RL, Pratt DE, Lin JH, Stadelman WJ. 1989. Introduction of omega-3
polyunsaturated fatty acids into eggs. Poult Sci 68 Supl 1:166. Afeli R. 1998. Studi mikroenkapsulasi dan stabilitas minyak kaya asam lemak
omega-3 dari limbah minyak pengalengan ikan tuna. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Anandaraman S, Reineccius GA. 1987. Analysis of encapsulated orange peel oil. Perfurm Flavor 12:33-39.
Andersen S. 1995. Microencapsulated omega-3 fatty acids from marine sources. Lipid Technology 7:81-85
Apriyantono A, Fardiaz D, Yasni S, Budijanto S, Puspitasari N. 1989. Petunjuk Laboratorium: Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor. Ariati F. 1998. Pengaruh penambahan bahan penyalut dan jumlah fraksi minyak
terhadap mikroenkapsulasi konsentrat asam lemak omega-3 dengan metode spray drying [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Ayerza R, Coates W. 2000. Dietary levels of chia:influence on yolk cholesterol, lipid content and fatty acid composition, for two strains of hens. Poult Sci
78:724-739.
Bain RA. 1998. Microencapsulation of prawn feed using chitin [tesis]. Queensland:
Chemical Engineering
Undergraduate, University
of Queensland.
Bakan JA. 1994. Mikroenkapsulasi. Di dalam: Lachman L, Lieberman HA,
Kanig JL, editor. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Ed ke-3. Jakarta: Penerbit UI.
Bangs WE, Reineccius GA. 1988. Corn starch derivatives: possible wall mate- rials for spray-dried flavor manufacture. Di dalam: Reineccius GA, Risch
SJ, editor. Flavor encapsulation. Washington DC: American Chem Soc. Barrow C. 2005. Microencapsulated Fish Oils. Worldnutra, International
Conference and Exhibition on Nutraceuticals and Functional Foods. October 16-19. Anaheim. California.
http:www. worldnutra. comNews- letter_PapersMicroencapsulated_Fish_Oils.pdf [5 Juli 2006]
Baucells MD, Crespo N, Barroeta SC, Lopez-Ferrer S, Grashorn MA. 2000.
Incorporation of different polyunsaturated fatty acids into eggs. Poult Sci 79:51-59.
Bimbo. 1987. Processing of fish oil. Di dalam: Stansby ME, editor. Fish Oil in Nutrition. New York: Van Nostrand Remhold.
Boehringer Mannheim EMBH Diagnostica. 1987. Enzymatic Cholesterol High Performance CHOD-PAP KIT. France: SA 38240.
Brennan JG, Butters JR, Cowell ND, Lilley AEV. 1990.
Food Engineering Operations. Ed ke-3. London: Elsevier Applied Science.
British Nutrition Foundation Task Force 1992 British Nutrition Foundation Task Force Report: Unsaturated Fatty Acids: Nutritional and Physiological
Significance. London: Chapman Hall. Budijanto S, Andarwulan N, Herawati D. 2001. Teori dan Praktek. Kimia dan
Teknologi Lipida. Bogor:Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Carillo-Dominguez S, Carranco-Jauregui ME, Castillo-Dominguez RM, Castro-
Gonzales MI, Avila-Gonzales E, Perez- Gil F. 2005. Cholesterol and ω-3
and ω-6 fatty acid content in eggs from laying hens fed with red crab meal Pleuroncodes planipes. Poult Sci 84:167-172.
Caston L, Leeson S. 1990. Reserch note: dietary flaxseed and egg composition. Poult Sci 69:1617-1620.
Chen MH, Muramoto K, Yamauchi, Nokihara K. 1996. Antioxidant activity of designed peptides based on the antioxidative peptide isolated from digests of
soy bean protein. J Agric Food Chem 44:2620-2623. Cherian G, Sim JS. 1991. Effect of feeding full fat flax and canola seeds to
laying hens on the fatty acid composition of eggs, embryos, and newly hatched chicks. Poult Sci 70:917-922.
Choct M. 1997.
Feed non-starch polysaccharides: chemical structures and nutritional significance. Feed Milling Int 191:13-26.
Christmas RB, Douglas CR, Kalch LW, Harms RH. 1982. The effect of low protein pullet growing diets on performace of laying hens housed in the fall.
Poult Sci 61:2103-2106. D’Appolonia, Gilles BL, Osman KA, Elizabeth M, Pomeranz Y. 1971. Carbo-
hydrates. Di dalam: Pomeranz Y, editor. Wheat: Chemistry and Tech-
nology. St. Paul: American Assoc Cereal Chemists. Davis C, Reeves R.
2002. High value opportunities from the chicken egg.
RIRDR Publiction No 02094 RIRDC Project No DAQ-275A. Deasy P. 1987. Microencapsulation and Related Drugs Process. London: Marcel
Dekker. Desobry SA, Netto FM, Labuza. TP 1997. Comparison of spray-drying, drum-
drying and freeze-drying for β-carotene encapsulation and preservation. J
Food Sci 62:1158-1162. Dewi EN. 1996. Isolasi asam lemak omega-3 dari minyak hasil limbah pene-
pungan dan pengalengan ikan lemuru Sardinella Longiceps. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Dickinson E, McClements DJ. 1996.
Advances in Food Colloids. London: Blackie Academic.
Emanuelle SM. 2005. Microencapsulation and its application in animal nutrition. Animal Nutrition and Health Group Balchem Corporation. New york.
http:www.balchemcorp.com [26-02-2006] Fang X, Watanabe Y, Adachi S, Matsumura Y, Mori T, Maeda H, Nakamura A,
Matsuno R. 2003. Microencapsulation of linoleic acid with low- and high- molecular weight components of soluble soybean polysaccharide and its
oxidation process. Biosci Biotechnol Biochem 67:1864 –1869.
Fernandes G. 1995. Effects of calorie restriction and omega-3 fatty acids on autoimmunity and aging. Nutr Rev 53:S72
– S79. Foegeding EA, Lanier TC, Hultin HO. 1996. Characteristics of edible muscle
tissue. Di dalam: Fennema O, editor. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker.
Folch J, Lees M, Sloane GH, Stanley. 1957. A simple method for isolation and purification of total lipids from animal tissues. J Biol Chem 226:497
–509. Food and Agricultural Organization FAO.
1994. Fats and oils in human
nutrition: Report of a joint expert consultation. Rome: Food and Nutrition Paper N57.
Gonzalez-Esquerra R, Leeson S. 2000. Effect of feeding hens regular or deo- dorized menhaden oil on production parameters, yolk fatty acid profile, and
sensory quality of eggs. Poult Sci 79:1597-1602. Grobas S, Mendez J, Lazaro R, De Blas C, Mateos GG. 2001. Influence of
source and percentage of fat added to diet on performace and fatty acid composition of egg yolks of two strains of laying hens. Poult Sci 80:1171-
1179.
Hamilton PB, Parkhurst CR. 1990. Improved deposition of oxycarotenoids in egg yolks by dietary cottonseed oil. Poult Sci 69:354-359.
Hargis PS, Van Elswyk ME, Hargis BM. 1991. Dietary modification of yolk lipid with menhaden oil. Poult Sci 70:874
–883. Hashimoto S, Shogren MD, Pomeranz Y. 1987. Cereal pentosans : Their estima-
tion and significance. I. Pentosans in wheat and milled wheat products. Cereal Chem 64:30-34.
Heinzelmann K, Franke K, Jensen B, Haahr AM. 2000a. Protection of fish oil from oxidation by microencapsulation using freeze-drying techniques. Eur
J Lipid Sci Technol 102:114 –121.
Heinzelmann K, Franke K, Velasco J, Marquez-Ruiz G. 2000b.
Microen- capsulation of fish oil by freeze-drying techniques and influence of process
parameters on oxidative stability during storage. Eur Food Res Technol 211:234
–239. Herber SM, Van Elswyk ME. 1996. Dietary marine algae promotes efficient
deposition of n-3 fatty acids for the production of enriched shell eggs. Poult Sci 75:1501
–1507. Hogan SA, McNamee BF, O’Riordan ED, O’Sullivan M. 2001a. Microencap-
sulating properties of sodium caseinate. J Agric Food Chem 49:1934 –1938.
Hogan SA, McNamee BF, O’Riordan ED, O’Sullivan M. 2001b. Microencap- sulating properties of whey protein concentrate 75. J Food Sci 66:675
–680. Huang ZB, Leibovitz H, Lee CM, Millar R. 1990. Effect of dietary fish oil on
omega-3 fatty acid levels in chicken eggs and thigh flesh. J Agric Food Chem 38:743
–747. Jackson LS, Lee K. 1991. Microencapsulateed iron for food fortification. J Food
Sci 56:1047-1050. Jimenez M, Garcia HS, Beristain CI. 2004. Spray-drying microencapsulation and
oxidative stability of conjungated linoleic acid. Eur Food Res Technol
219:588 –592.
Kagami Y, Sugimura S, Fujishima N, Matsuda K, Kometani T, Matsumura Y. 2003. Oxidative stability, structure, and physical characteristics of micro-
capsules formed by spray drying of fish oil with protein and dextrin wall materials. J Food Sci 68:2248
–2255. Karahadian C, Lindsay RC. 1989. Evaluation of compounds contributing charac-
terizing fishy flavors in fish oils. J Am Oil Chem Soc 66:953 –960.
Karunajeewa H, Hughes RJ, McDonald MW, Shenstone FS. 1984. A review of factors influencing pigmentation of egg yolks.
World’s Poult Sci J 40:52– 65.
Kelly PM, Keogh MK. 2000. Nutritional studies on dried functional food
ingredients containing omega-3 polyunsaturated fatty acids Fish oil powder ingredient. The Dairy Products Research Centre Moorepark, Fermoy, Co.
Cork
Kenyon M. 1992. Modified Starch, Maltodekstrin, and Corn Syrup Solid as Wall Material for Food Encapsulation Di dalam: Risch SJ, Reineccius GA,
editor. Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredient. Washington DC: American Chem Soc.
Keogh MK, O’Kennedy BT, Kelly J, Auty MA, Kelly PM, Fureby A, Haar AM. 2001.
Stability to oxidation of spray-dried fish oil powder microencap- sulated using milk ingredients. J Food Sci 66:217
–224. Keshavarz K.
1999. Value-added eggs
– a golden opportunity for the egg industry. Cornel Poultry Pointers 49:2
– 5. Kim YD, Morr CV. 1996. Microencapsulation properties of gum Arabic and
several food proteins: spray-dried orange oil emulsion particles. J Agric Food Chem 44:1314
–1320. King AH.
1995. Encapsulation of Food Ingredients.
A review of available technology focussing an hydrocolloids. Di dalam: Reineccius GA, editor.
Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredient. Washington DC: American Chem Soc.
Kinsella JE. 1984. Milk protein: physicochemical and functional properties. Crit Rev Food Sci Nutr.21:197-262.
Kinsella JE, Lokesh B, Stone RA 1990. Dietary n-3 polyunsaturated fatty acids and amelioration of cardiovascular disease: Possible mechanisms. Am J
Clin Nutr 52:1 –28.
Kleiner IS, Dotti LB. 1962. Laboratory Instruction in Biochemistry. Ed ke-6. New York: Mosby.
Kolanowski W, Laufenberg G, Kunz B. 2004. Fish oil stabilisation by microen- capsulation with modified cellulose. Int J Food Sci Nutr 55:333
–343. Kristiani S. 1997. Studi mikroenkapsulasi dan stabilitas minyak kaya asam lemak
gamma linolenat dari kapang Mortiriella isabelina [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Lamar PL, Marks RM, Amenn RJ. 1976. Factors influencing the emulsion stability of liquid diets. J Food Sci 41:1168-1171.
Langdon CJ, Levine DM, Jones DA. 1985. Microparticulated feeds for marine suspension- feeders. J Microencapsulation 2:1
–11. Leeson S, Summers JD.
2001. Nutrition of the Chicken. Ed ke-4. Guelph,
Ontario: University Books. Leman J, Kinsella JE. 1989. Surface activity, film formation and emulsifying
properties of milk protein. Crit Rev Food Sci Nutr.28:115-138. Leskanich CO, Noble RC. 1997. Manipulation of the n-3 polyunsaturated fatty
acid composition of avian eggs and meat. World’s Poult Sci J 53:155–183.
Lewis NM, Seburg S, Flanagan NL. 2000. Enriched eggs as a source of n-3 polyunsaturated fatty acids for humans. Poult Sci 79:971-974
Lianawati W. 1998.
Studi mikroenkapsulasi minyak ikan hasil samping pengalengan ikan tuna [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Lin CC, Lin SY, Hwang LS.
1995. Microencapsulation of squid oil with
hydrophilic macromolecules for oxidative and thermal stabilization. J Food Sci 60:36-39.
Marshall AC, Sams AR, Van Elswyk ME. 1994. Oxidative stability and sensory quality of stored eggs from hens fed 1.5 menhaden oil.
J Food Sci 59:561
–563. Masters K. 1985. Spray Drying Handbook. Ed ke-4. New York: J Wiley.
Matsuno R, Imagi J. 1991. Powdered form of liquid lipid. New Food Ind 33: 57 –
64. McNamee BF, O’Riordan ED, O’Sullivan M. 1998. Emulsification and
microencapsulation properties of gum arabic. J Agric Food Chem 46:4551 –
4556. McNamee BF, O’Riordan ED, O’Sullivan M. 2001. Effect of partial replacement
of gum arabic with carbohydrates on its microencapsulation properties. J Agric Food Chem 49:3385
–3388. Meluzzi A, Tallarico N, Sirri F, Franchini A. 2000. Effects of dietary vitamin E
on the quality of table eggs enriched with n-3 long chain fatty acids. Poult Sci 79:539-545.
Miles RD, Jacob JP. 1998.
Using meat and bone meal in poultry diets. Gainesville:
Dairy and
Poultry Sciences
Department, Cooperative
Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida.
Minemoto Y, Adachi S, Matsuno R. 1997. Comparison of oxidation of methyl linoleate encapsulated with gum arabic by hot-air-drying and freeze-drying.
J Agric Food Chem 45:4530 –4534.
Mohanty SC, Kanungo H, Mishra M. 1986. Effect of age at laying on the quality of egg of White Leghorn hens. Indian J Animal Production and
Management 2:184-186. Moore JG. 1995. Drum Dryer. Di dalam: Mujumdar AS, editor. Handbook of
Industrial Drying. New York: Marcell Dekker. Murray RK, Graner DK, Mayes PA, Rodwell VW, Hartono A. 1995. Biokimia
Harper. Ed ke-22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mustikawati L. 1998. Mikroenkapsulasi konsentrat asam lemak omega-3 dari
minyak limbah pengalengan ikan lemuru Sardinella lemuru dengan metoda koaservasi kompleks [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Perta-
nian, Institut Pertanian Bogor.
Nawar WW. 1996. Lipids. Di dalam: Fennema O, editor. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker.
Neuringer M, Anderson GJ, Conner WE. 1998. The essentiality of n-3 fatty acids for the development and function of the retina and brain. Annu Rev Nutr
8:517 –541.
Niazi SK. 1987. The Omega Connection. Chicago: Esquire Books. Noor RR. 2001. Scanning Electron Microscope. Bogor: Laboratorium Pemuliaan
dan Genetika Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual. Ed ke-4.
New York: Chapman Hall. Okuyama H, Kobayashi T, Watanabe S. 1997. Dietary fatty acids - the n-6n-3
balance and chronic elderly diseases excess linoleic acid and relative n-3 deficiency syndrome seen in Japan. Progress in Lipid Res 35:409-457.
Ono F, Aoyama Y. 1979. Encapsulation and stabilization of oily substances by protein and carbohydrate. J Japan Soc Food Tech 26:13-17.
Onwulata C, Smith PW, Craig JC, Holsinger VH. 1994. Physical properties of encapsulation spray dried milkfat. J Food Sci 59: 316-320.
Parkhurst CR, Mountney GJ. 1988. Poultry Meat and Egg Production. New York: Avi Book.
Pedroza-Islas R, Vernon-Carter EJ, Duran-Dominguez C, Trejo-Martinez S. 1999. Using biopolymer blends for shrimp feedstuff microencapsulation. I.
Microcapsule particle size, morphology and microstructure. Food Research Int 32:367-374.
Permadi A. 1999.
Kajian stabilitas emulsi minyak ikan lemuru sardinella lemuru dan pengaruhnya terhadap efisiensi enkapsulasi [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pesti GM, Bakalli RI. 1998. Studies on the effect of feeding cupric sulfate
pentahydrate to laying hens on egg cholesterol content. Poult Sci 77:1540- 1545.
Piliang WG, Djojosoebagio S Al Haj. 2006 Fisiologi Nutrisi. Volume ke-1. Bogor: IPB Pr.
Piliang WG, Sastradipradja D. 1986. Studi analisis metabolisme kalsium dan kolesterol serta kebutuhan kalsium pada ayam petelur yang mendapat
ransum dengan serat kasar tinggi asal dedak padi. Laporan Penelitian. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pomeranz Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Ed ke-2. San Diego: Academic Pr.
Potter LM, Potchanakorn M. 1984. Digestibility of the carbohydrate Fraction of Soybean Meal by Poultry.
Di dalam: Stubles K, editor. Proocedings World Soybean Research Conference III. Colorado: Westview Pr.
Putnam D, Garret J, Kung L. 2003.
Evaluation key to use of rumen-stable encapsulates. Feedstuffs 75:1-4.
Reddy DV. 1998. Designer food for healthy living. The Hindu. Thursday, February 05, 1998. www.healthlibrary.comnewsnews2febstory3.htm [20-
05-2003] Reineccius GA. 1988. Spray drying in food flavors. Di dalam: Reineccius GA,
Risch SJ, editor. Flavor encapsulation. Washington DC: American Chem Soc.
Risch SJ, Reineccius GA. 1988. Spray dried orange oil: effect on emulsion size on flavor retention and shelf life stability. Di dalam: Reineccius GA, Risch SJ,
editor. Flavor encapsulation. Washington DC: American Chem Soc. Risch SJ. 1995.
Encapsulation: overview of uses and techniques. Di dalam: Reineccius GA, editor. Encapsulation and Controlled Release of Food
Ingredient. Washington DC: American Chem Soc. Rosenberg M, Kopelman IJ, Talman Y. 1985. A scanning electron microscopy
study of microencapsulation. J Food Sci 50:139 –144.
Rusmana D. 2000. Pengaruh suplementasi minyak ikan, minyak jagung dan
ZnCO
3,
dalam ransum terhadap kandungan “-3, -6 PUFA” dan kolesterol telur dan karkas ayam kampung [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Saleh K, El-Naggar NM. 1983. The effect of breed and dietary calcium levels on
the performace of laying hens under subtropic conditions. Agric Res Rev 61:125-143.
Scheideler SE, Froning G. 1996. The combined influence of dietary flaxseed variety, level, form, and storage condisition on egg production and
composition among vitamin E supplemented hens. Poult Sci 75:1221-1226. Schreiner M, Hulan HW, Razzazi-Fazeli E, Bohm J, Iben C. 2004. Feeding
laying hens seal blubber oil: effects on egg yolk incorporation, stereospecific distribution of omega-3 fatty acids, and sensory aspects.
Poult Sci 83:462-473.
Scott ML, Nesheim MC, Young J. 1982. Nutrition of The Chicken. Ed ke-3. Ithaca: ML Scott Associated.
Setiabudi E. 1990. Pengaruh waktu penyimpanan dan jenis filter pada jumlah asam lemak omega-3 dalam minyak limbah hasil pengalengan dan
penepungan ikan lemuru [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Shahidi F, Han XQ. 1993. Encapsulation of food ingredients. Crit Rev Food Sci Nutr 33:501
–547. Sheu TY, Rosenberg M. 1995. Microencapsulation by spray drying ethyl capry-
late in whey protein and carbohydrate wall system. J Food Sci 60:98-103. Sim JS, Jiang Z. 1994. Consumption of ω-3 pufa enriched eggs and changes of
plasma lipids in human subjects. Di dalam: Sim JS, Nakai S, editor. Egg Uses and Processing Technology: New Developments. Wallingford : CAB
International
Sim JS. 2000. Designer Egg Concept: Perfecting egg through diet encrichment with
- 3 pufa and cholesterol stability. Di dalam: Sim JS, Nakai S, Guenter W, editor. Egg Nutrient and Biotechnology. London: CAB
International. Simopoulos AP. 1989. General recommendations on dietary fats for human
consumption. Di dalam: Galli C, Simopoulos AP, editor. Dietary omega3 and omega6 fatty acids: biological effects and nutritional essentiality. New
York: NATO Scientific Affairs Division and Plenum Pr.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Terjemahan dari : Principles and Procedures of Statistics. Subramanian S, Stagnitti G. 2004. Stabilization of omega-3 fatty acids with
encapsulation technologies. http:ift.confex.comift2004techprogramsession-2727.htm [15-12-04]
Sudibya. 1998. Manipulasi kadar kolesterol dan asam lemak omega-3 telur ayam melalui penggunaan kepala udang dan minyak ikan lemuru [disertasi].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sun C, Gunasekaran S, Richards MP.
2005. Beta-cyclodextrin microencap-
sulation and
oxidation stability
of freeze-dried
fish oil
powder. http:ift.confex.comift2005techprogramsession-4046.htm [15-12-04]
Sustriawan B. 2002. Mikroenkapsulasi konsentrat asam lemak omega-3 dari minyak ikan tuna. Purwokerto: Lembaga Penelitian Universitas Soedirman.
Thies C. 1996. A survey of microencapsulation process. Di dalam: Simon B, editor. Microencapsulation Methods and Industrial Application. New York:
Marcel Dekker. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr.
Uddin MS, Tareque AMM, Howlider MAR, Khan MJ, Salah-Uddin M, Jasimuddin-Khan M. 1991. The influence of dietary protein and energy
levels on egg quality in Starrcross layers. Asian Aust J Animal Sci 4:399- 405.
US Department
of Agriculture.
1999. Egg
industry facts
sheet. http:www.aeb.orgeiifactsindustry-facts.html. [25-08-2004].
US Department of Agriculture. 2000. Egg grading manual. Agricultural HandBook Number 75. http:www.usda.govpoultryegggradingmanual.
pdf. [20-08-2005]. Van Elswyk ME, Dawson PL, Sams AR. 1995. Dietary menhaden oil influences
sensory characteristics and headspace volatiles of shell eggs. J Food Sci 60:85
–89. Van Elswyk ME, Hargis BM, Williams JD, Hargis PS. 1994. Dietary menhaden
oil contributes to hepatic lipidosis in laying hens. Poult Sci 73:653 –662.
Van Elswyk ME, Sams AR, Hargis PS. 1992. Composition, functionality, and sensory evaluation of eggs from hens fed dietary menhaden oil. J Food Sci
57:342 –344.
Van Immerseel F, Fievez V, de Buck J, Pasmans F, Martel A, Haesebrouck F, Ducatelle R.
2004. Microencapsulated short-chain fatty acids in feed
modity colonization and invasion early after infection with Salmonella enteriditis in young chickens. Poult Sci 83:69-74.
Walstra P. 1988. The role of protein in the stabilisation of emulsions. Di dalam: Phillips GO, William PA, editor.
Gums and Stabilisiers for the Food Industry. Washington DC: IRL Pr.
Walter M. 1990. The inclusion of liquids in compound feeds. Adv Feed Technol 4:36-44.
Wanasundara UN, Sahidi E. 1995. Storage stability of microencapsulated seal blubber oil. J Food Lipid 2:73
– 80. Whittow GC. 2000.
Sturkie’s Avian Physiology. Ed ke-5. San Diego: Academic Pr.
Wong VK. 1998 Microencapsulation of amino acids for prawn feed additives [tesis]. Queensland: Chemical Engineering Undergraduate, University of
Queensland. Xing JJ, Van Heugten E, Li DF, Touchette KJ, Coalson JA, Odgaards RL and
Odle J. 2004. Effects of emulsification, fat encapsulation, and pelleting on weanling pig performace and nutrient digestibility. J Anim Sci 82:2601-
2609
Young SL, Sarda X, Rosenberg M. 1993. Microencapsulating properties of whey proteins. 2. Combination of whey proteins with carbohydrates. J Dairy Sci
76: 2878 – 2885.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kandungan zat makanan dan komposisi asam lemak mikrokapsul minyak ikan.
Zat makanan Jumlah
Analisis proksimat
1
Bahan kering 88.85
Protein kasar 26.22
Lemak kasar 20.11
Serat kasar 4.10
Abu 7.56
Kalsium 3.89
Posfor 1.23
GE kkalg 4949
ME kkalkg
2
3900 Komposisi asam lemak
3
Miristat C14:0 16.29
Palmitat C16:0 22.20
Stearat C18:0 7.65
Arakhidat C20:0 0.61
Oleat C18:1 9.10
Eicosanoat C20:1 1.73
Linoleat C18:2 7.35
Arakidonat C20:4 3.92
Linolenat C18:3 1.95
EPA C20:5 17.02
DHA C22:6 12.19
SAFA 46.75
MUFA 10.83
PUFA 42.42
Asam lemak ω-6 11.27
Asam lemak ω-3 31.15
Keterangan :
1
Laboratorium Charoen Pokphand Indonesia
2
Hasil perhitungan ME = 0.788 GE =3899 Mc Donal et al. 1973
3
Hasil analisis Laboratorium kimia pangan, Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 2 Komposisi dan kandungan asam lemak ransum penelitian
masing-masing perlakuan Ransum Penelitian
Komposisi Asam lemak
R0 R1
R2 R3
R4 Miristat 14:0
td td
0.98 1.42
1.64 Palmitat 16:0
16.77 18.02
15.73 18.09
15.80 Stearat 18:0
4.01 4.02
4.38 4.34
4.23 Arakhidat 20:0
td td
td td
0.49 Palmitoleat 16:1
td td
0.70 1.48
1.67 Oleat 18:1
32.10 32.47
32.58 30.96
30.66 Linoleat 18:2
45.48 43.14
42.80 39.69
39.99 Arakidonat 20:4
td td
td td
td Linolenat 18:3
1.64 2.08
2.04 1.99
2.07 EPA 20:5
td 0.27
0.48 1.30
1.89 DHA 22:6
td td
0.32 0.73
1.56 SAFA
20.78 22.04
21.08 23.85
22.16 MUFA
32.10 32.47
33.28 32.44
32.33 PUFA
47.12 45.49
45.64 43.71
45.51 Total
-3 1.64
2.35 2.84
4.02 5.52
Total -6
45.48 43.14
42.80 39.69
39.99 -6 : -3
27.71 18.38
15.08 9.88
7.25
Keterangan : td = tidak terdeteksi
R0 : Ransum 0 MMI Ransum kontrol R1 : Ransum 0.5 MMI
R2 : Ransum 1 MMI R3 : Ransum 2 MMI
R4 : Ransum 4 MMI EPA
= Eicosa Pentaenoic Acid DHA
= Docosa Hexanoic Acid SAFA = Saturated Fatty Acid
MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid PUFA = Poly Unsaturated Fatty Acid
Total -3 = jumlah kandungan linoleat, EPA dan DHA
Total -6 = jumlah kandungan linoleat dan arakidonat
Lampiran 3 Komposisi dan kandungan asam lemak kuning telur masing-masing perlakuan
Kuning telur Komposisi Asam
lemak R0
R1 R2
R3 R4
Miristat 14:0 0.42
0.46 0.50
0.50 0.62
Palmitat 16:0 24.34
25.80 24.07
23.82 25.99
Palmitoleat 16:1 3.83
3.17 3.40
2.93 3.56
Stearat18:0 3.34
1.34 0.29
2.01 0.17
Oleat 18:1 46.60
45.36 47.35
46.39 41.58
Linoleat 18:2 17.04
18.52 18.74
18.84 19.67
Linolenat 18:3 0.16
0.24 0.24
0.30 0.42
Eicosanoat 20:1 0.29
0.30 0.36
0.13 0.34
Arakidonat 20:4 3.17
3.34 3.19
2.63 3.37
EPA 20:5 td
td td
td 0.11
DHA 22:6 0.81
1.46 1.87
2.44 4.18
SAFA 28.11
27.61 24.86
26.33 26.78
MUFA 50.72
48.83 51.10
49.45 45.48
PUFA 21.17
23.56 24.04
24.22 27.74
Total -3
0.96 1.70
2.11 2.74
4.70 Total
-6 20.21
21.86 21.93
21.47 23.04
-6 : -3 20.97
12.83 10.39
7.84 4.90
Keterangan : td = tidak terdeteksi
R0 : Ransum 0 MMI Ransum kontrol R1 : Ransum 0.5 MMI
R2 : Ransum 1 MMI R3 : Ransum 2 MMI
R4 : Ransum 4 MMI EPA
= Eicosa Pentaenoic Acid DHA
= Docosa Hexanoic Acid SAFA = Saturated Fatty Acid
MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid PUFA = Poly Unsaturated Fatty Acid
Total -3 = jumlah kandungan linoleat, EPA dan DHA
Total -6 = jumlah kandungan linoleat dan arakidonat
Lampiran 4 Grafik performa ayam selama masa flushing dan adaptasi 3 dan 2 minggu serta masa penelitian 8 minggu
4a. Konsumsi ransum
70 75
80 85
90 95
100 105
110 115
120
1 2
3 4
5
Waktu pengamatan minggu
K o
n s
u m
s i
ra n
s u
m
g e
k o
r h
a ri
R0 R1
R2 R3
R4
70 75
80 85
90 95
100 105
110 115
120
1 2
3 4
5 6
7 8
Waktu pengamatan minggu
K o
n s
u m
s i
ra n
s u
m
g e
k o
r h
a ri
R0 R1
R2 R3
R4
4b. Produksi telur
60 65
70 75
80 85
90 95
100
1 2
3 4
5
Waktu pengamatan minggu
P ro
d u
k s
i te
lu r
R0 R1
R2 R3
R4
60 65
70 75
80 85
90 95
100
1 2
3 4
5 6
7 8
Waktu pengamatan minggu
P ro
d u
k s
i te
lu r
R0 R1
R2 R3
R4
4c. Berat telur
50 52
54 56
58 60
62 64
1 2
3 4
5
Waktu pengamatan minggu
B e
ra t
te lu
r g
R0 R1
R2 R3
R4
50 52
54 56
58 60
62 64
1 2
3 4
5 6
7 8
Waktu pengamatan minggu
B e
ra t
te lu
r g
R0 R1
R2 R3
R4
4d. Massa telur
40 42
44 46
48 50
52 54
56 58
60
1 2
3 4
5
Waktu pengamatan minggu
M a
s s
a te
lu r
g h
a ri
R0 R1
R2 R3
R4
40 42
44 46
48 50
52 54
56 58
60
1 2
3 4
5 6
7 8
Waktu pengamatan minggu
M a
s s
a te
lu r
g h
a ri
R0 R1
R2 R3
R4
Lampiran 5 Prosedur Analisis. a. Stabilitas emulsi visual Lamar et al. 1976
Penetapan stabilitas emulsi berdasarkan persen pemisahan selama waktu penyimpanan dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100.
stabilitas = volume keseluruhan – volume pemisahan x 100
volume keseluruhan
b. Analisis kadar minyak tidak terkapsul Wanasundara dan Shahidi 1995 Sampel mikrokapsul sebanyak 1
– 3 g ditimbang ws, dibungkus dengan kertas saring dan diikat dengan tali bebas lemak, kemudian dicuci dengan heksan
sebanyak 20 ml selama 1 menit dan ditampung dalam labu lemak yang diketahui bobotnya wg. Pencucian tersebut diulang sampai 3 kali. Heksan yang ada dalam
labu lemak didestilasi, sedangkan sampel yang ada dalam kertas saring dikeringkan dalam oven dan digunakan untuk analisis kadar minyak terkapsul.
Labu lemak setelah didestilasi selanjutnya dikeringkan dalam oven 105 C selama
3 jam sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator dan setelah dingin ditimbang wa.
Kadar minyak tidak terkapsul = wa - wg
x 100 ws
Berdasarkan prosedur kerja diatas diasumsikan bahwa kadar minyak tidak terkapsul yang ada dalam sampel akan tercuci dengan heksan sewaktu pencucian.
Minyak tersebut bercampur dengan heksan dalam labu lemak. Selisih berat labu akhir setelah destilasi lemak dengan berat labu awal merupakan jumlah kadar
minyak yang tidak terkapsul per jumlah sampel yang digunakan. Sampel yang berada dalam kertas saring merupakan sampel yang berisi kadar minyak terkapsul.
Untuk mengetahui berapa jumlah kadar minyak terkapsul tersebut dilakukan ektraksi kadar minyak terkapsul dalam sampel tersebut dengan metode soxhlet.
c. Kadar minyak terkapsul dengan metode soxhlet AOAC 1984 Labu lemak dikeringkan dalam oven 105
C dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang . Sampel yang akan diekstraksi sampel yang telah
dicuci dengan heksan pada analisis kadar minyak tidak terkapsul dimasukan ke dalam alat soxhlet dan diekstrak dengan heksan sebagai pelarutnya selama 6 jam.
Proses ekstraksi selesai yang ditandai dengan heksan pada soxhlet sudah jernih, pelarut didestilasi dan kemudian labu lemak dikeringkan dalam oven selama 3 jam
berat tetap, kemudian labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar minyak terkapsul dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Kadar minyak terkapsul = Berat labu akhir – berat labu awal x 100
berat sampel
d. Efisiensi enkapsulasi Lin et al. 1995 Efisiensi enkapsulasi ditentukan dengan membandingkan jumlah minyak
yang berada dalam mikrokapsul atau jumlah minyak terkapsul dengan kandungan minyak dan kadar lemak dari bahan penyalut yang digunakan atau dengan rumus:
Efisiensi enkapsulasi = Kadar Minyak terkapsul x total padatan g x 100 Minyak g + lemak dari bahan penyalut g
Total padatan g merupakan jumlah dari bahan penyalut, minyak ikan dan emulsifer yang digunakan dan diasumsikan seluruh total padatan tersebut diubah
menjadi mikrokapsul atau rendemen mikrokapsul = 100. e. Kandungan asam lemak
Ekstraksi Lipid menurut Folch et al. 1957
Sebanyak 3 - 5 g sampel mikrokapsul atau kuning telur ditambah SI
standar internal asam margarat C17 : 0 sebanyak 8 – 12mg, kemudian ditam-
bah 20 ml larutan kloroform : metanol 2 : 1 diaduk dengan stirer selama 1 jam dan disaring yang dilakukan 2x, selanjutnya filtrat ditambah NaClKCl 0.88 dan
divorteks, buang lapisan atas, lapisan bagian bawah fase kloroformlipid diambil 5 ml, hembus dengan N
2
untuk menghilangkan pelarutnya tempatkan dalam tabung reaksi bertutup teflon selanjutnya dimetilasi.
Metilasi Asam Lemak IUAPC 1987 dan AOCS Official Method Ce 1b-8 1992
Prosedur kerja metilasi asam lemak ini diawali dengan menambahkan 1 ml heksan ke dalam sampel yang telah diekstraksi dan dipekatkan dengan N
2.
Sampel yang telah ditambahkan heksan, selanjutnya ditambahkan 1.5 ml larutan
NaOHmetanol 0.5 N, kemudian divorteks dan dihembus dengan N
2
selama 1 menit. Panaskan dalam penangas air suhu 80
C selama 5 – 10 menit dan
dinginkan dengan air mengalir, kemudian ditambahkan 2 ml BF
3
metanol, divorteks dan dihembus dengan N
2
selama 1 menit. Panaskan lagi dalam
penangas air suhu 80 C selama 25-30 menit dan dinginkan dengan air mengalir,
kemudian ditambahkan 2 ml heksan divorteks lagi dan selanjutnya ditambahkan 3 ml NaCl jenuh divorteks selama 1 menit dan didiamkan sampai terbentuk 2
lapisan. Lapisan atas diambil dengan pipet tetes dimasukan ke dalam vial yang sudah diisi Na
2
SO
4
anhidrous, dihembus dengan N
2
dan disimpan dalam freezer sampai siap disuntikkan pada gas kromatografi.
Analisis asam lemak
Analisis asam lemak dilakukan dengan GC model Antek 3000. Fase diam kolom dalam analisis ini adalah OV 275,25 80100 Chromosap WAW DEGS
OV 20200 dengan temperatur maksimal 275 C. Standar asam lemak diperoleh
dari Supelco USA. Untuk fase gerak digunakan gas N
2
dengan kecepatan alir 20 mlmenit, gas H
2
dan O
2
dengan kecepatan alir masing-masing 20 mlmenit dan 260 mlmenit. Metil ester asam lemak dari standar dan contoh minyak yang telah
disiapkan disuntikkan ke kolom sebanyak 0,5 l.
Perhitungan nilai RF dan kuantitas asam lemak
RF = area SI x
asam lemak mg SI mg
area asam lemak Konsentrasi asam lemak = A
x RF x C mgg minyak
B D
Dimana : A = berat SI yang ditambahkan mg
B = berat minyak g
C = area asam lemak
D = area SI
RF = respon faktor
f. Uji stabilitas mikrokapsul Mikrokapsul yang dihasilkan dengan imbangan karbohidrat dan protein
dalam bahan penyalut yaitu imbangan 2 : 1 pada pengering semprot dan imbangan 1 : 1 pada pengering drum diuji kestabilannya terhadap kerusakan oksidatif dan
dibandingkan dengan kontrol sampel minyak ikan yang tidak dimikroen- kapsulasi. Penelitian stabilitas dilakukan dengan menempatkan sampel di dalam
gelas piala dan dibiarkan dalam keadaan terbuka. Sampel ditempatkan dalam inkubator 60
C selama 28 hari. Pengamatan dilakukan setiap minggu dengan
memisahkan sampel secara periodik, khusus untuk mikrokapsul diekstrak dari mikrokapsul untuk mendapatkan minyaknya. Minyak hasil ekstraksi dari
mikrokapsul dan kontrol dianalisis. Analisis yang dilakukan adalah penentuan
bilangan peroksida dan bilangan TBA. Berikut adalah metode analisis yang digunakan.
a. Ekstraksi minyak dari mikrokapsul dengan metode Folsch yang dimodifikasi Wanasundara dan Shahidi 1995.
Sebanyak ±10 mg mikrokapsul yang sudah dicuci dengan heksan ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml larutan khloroform-metanol 2 : 1, diaduk dengan stirer
selama 1 jam dan disaring, pekerjaan ini dilakukan 2x. Filtrat yang diperoleh selanjutnya ditambahkan NaClKCl 0.88, kemudian divorteks dan dimasukkan
ke dalam labu pemisah. Lapisan bagian atas dibuang dan lapisan bagian bawah fase kloroformlipid diambil dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu
40 C pada kondisi vakum. Ekstrak minyak selanjutnya dipindahkan ke dalam vial
dan sisa pelarut diuapkan dengan N
2
sampai pelarut benar-benar habis, kemudian botol vial ditutup pada kondisi N
2
dan disimpan dalam freezer sampai dianalisis.
b. Analisis bilangan peroksida Chen et al. 1996.