II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JARAK PAGAR
Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubikayu. Pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman
antara 1–7 m, bercabang tidak teratur Gambar 1. Batangnya berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah. Daunnya berupa daun tunggal,
berlekuk, bersudut 3 atau 5, tulang daun menjari dengan 5 – 7 tulang utama, warna daun hijau permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian
atas. Panjang tangkai daun antara 4 – 15 cm www.ristek.go.id, 2005.
Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar
Bunga tanaman jarak berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina
tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2 – 4
cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masing – masing ruang diisi 3 biji. Biji berbentuk bulat
lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung
minyak dengan rendemen sekitar 30 – 40 www.ristek.go.id, 2005. Buah dan biji jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 2.
Minyak jarak pagar diperoleh dari biji dengan metode pengempaan panas atau dengan ekstraksi pelarut. Minyak jarak pagar tidak dapat
dikonsumsi manusia karena mengandung racun yang disebabkan adanya
senyawa ester forbol Syah, 2006. Komponen asam lemak terbanyak dalam minyak adalah oleat. Kandungan asam lemak pada minyak jarak pagar dapat
dilihat pada Tabel 1, sedangkan sifat fisikokimia minyak jarak pagar terdapat pada Tabel 2.
Gambar 2. Buah jarak pagar dan biji jarak pagar
Tabel 1. Kandungan asam lemak pada minyak jarak pagar Jenis asam lemak
Komposisi Asam miristat
Asam palmitat Asam stearat
Asam arachidic Asam behedic
Asam palmitoleat Asam oleat
Asam linolenat 0-0.1
14.1-15.3 3.7-9.8
0-0.3 0-0.2
0-1.3
34.3-45.8 29.0-44.2
Sumber : Syah, 2006
Tabel 2. Sifat fisikokimia minyak jarak pagar Sifat minyak
Nilai Densitas pada 15
°C gcm
3
Viskositas pada 30 °C cSt
Bilangan Asam mg KOHg 0.9181
50.80 3.08
Sumber: Manurung, 2003
B. BIODIESEL
Biodiesel adalah bahan bakar diesel alternatif yang terbuat dari sumber daya hayati terbarukan seperti minyak nabati atau lemak hewani Ma dan
Hanna, 2001. Minyak nabati memiliki potensi sebagai sumber bahan bakar
yang terbarukan, sekaligus sebagai alternatif bahan bakar minyak yang berbasis petroleum petrodiesel. Karakteristik minyak nabati tidak
memungkinkan penggunaannya secara langsung sebagai bahan bakar. Berbagai produk turunan minyak nabati telah banyak diteliti untuk
memperbaiki sifat minyak nabati, termasuk diantaranya ester alkohol dari minyak nabati Korus, 2000.
Sumber alkohol yang digunakan dapat bermacam-macam. Apabila direaksikan dengan metanol, maka akan didapat metil ester, apabila
direaksikan dengan etanol akan didapat etil ester. Metanol lebih banyak digunakan sebagai sumber alkohol karena rantainya lebih pendek, lebih polar
dan harganya lebih murah dari alkohol lainnya Ma dan Hanna, 2001. Gambar 3 menunjukkan reaksi pembentukan metil ester, sementara Gambar 4
menunjukkan reaksi pembentukan etil ester.
Metil ester yang diproduksi sebagai pengganti bahan bakar konvensional minyak bumi, harus memenuhi standar biodiesel. Legowo et al. 2001,
CH
2
OCOR CH
2
OH RCOOC
2
H
5
| |
CHOCOR + 3 C
2
H
5
OH CHOH + RCOOC
2
H
5
| |
CH
2
OCOR CH
2
OH RCOOC
2
H
5
Trigliserida etanol
gliserol etil ester
Gambar 4. Reaksi pembentukan etil ester CH
2
OCOR CH
2
OH RCOOCH
3
| |
CHOCOR + 3 CH
3
OH CHOH + RCOOCH
3
| |
CH
2
OCOR CH
2
OH RCOOCH
3
Trigliserida metanol
gliserol metil ester
Gambar 3. Reaksi pembentukan metil ester
menyebutkan ciri biodiesel secara umum meliputi densitas, viskositas kinematik, bilangan setana, kalor pembakaran, titik tuang, titik pijar, dan titik
awan. Ciri biodiesel secara umum dapat dilihat pada Tabel 3. Mutu biodiesel di Amerika Serikat mengikuti standar yang terdapat
dalam ASTM D6751-02, yaitu spesifikasi standar untuk bahan bakar biodiesel B100 Van Gerpen, 2004a. Standar mutu biodiesel dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Ciri biodiesel secara umum Parameter Nilai
Densitas gcm
3
Viskositas kinematik 40
o
C Bilangan setana
Kalor pembakaran kJg Titik pijar
o
C Titik tuang
o
C Titik awan
o
C 0.85-0.90
3.5-5.8 46-70
36.5-41.8 120-191
-15-13 -11-16
Sumber : Legowo et al., 2001
Bilangan asam adalah berat KOH dalam mg yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Lang et
al ., 2001. Van Gerpen et al. 1996 menyatakan, asam lemak bebas pada
biodiesel dapat bereaksi dengan sisa katalis dan membentuk sabun, hal ini dapat menyebabkan terbentuknya abu saat pembakaran biodiesel. Bilangan
asam yang diperbolehkan dalam ASTM D664 tidak lebih dari 0,8 mg KOHg. Tabel 4. Standar mutu biodiesel ASTM D6751-02
Properti Metode ASTM
Nilai Satuan
Flash point 93
Min. 100.0 °C
Air dan sedimen 1796
Maks. 0.050 volume
Residu karbon 4530
b
Maks. 0.050
b b
Abu tersulfat 874
Maks. 0.020
b b
Viskositas kinematik 40 °C
445 1.9-6.0 mm
2
s Sulfur 2622
Maks. 0.05
b b
Bilangan setana 613
Min. 40 Bilangan asam
664 Maks. 0.80
mg KOHg Gliserol bebas
GC
c
Maks. 0.20
b b
Gliserol total GC
c
Maks. 0.40
b b
Sumber : Knothe, 2002
Densitas atau bobot jenis adalah perbandingan berat contoh pada suhu 25
°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Densitas biodiesel pada suhu 15
°C tidak boleh melebihi 0.900 kgm3. Jika densitasnya lebih dari 0.900 kgm3 pada suhu 60 F, kemungkinan reaksi transesterifikasi tidak
berjalan sempurna dan masih terdapat banyak trigliserida Syah, 2006. Viskositas kekentalan diartikan sebagai ukuran ketahanan bahan bakar
untuk mengalir. Kisaran viskositas kinematis yang ditetapkan dalam ASTM D445 antara 1.9-6.0 mms pada suhu 40
°C. Sistem pembakaran membutuhkan bahan bakar yang dapat membentuk partikulat halus ketika
diinjeksi. Jika viskositas bahan bakar terlalu rendah, akan menyebabkan kebocoran yang mengurangi daya pembakaran, jika viskositas terlalu tinggi,
bahan bakar akan sulit disuplai ke ruang pembakaran, hal ini juga menyebabkan berkurangnya daya pembakaran Van Gerpen, 2004b
C. TRANSESTERIFIKASI
Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak Swern, 1982. Transesterifikasi
dapat menghasilkan biodiesel yang lebih baik dari proses mikroemulsifikasi, pencampuran dengan petrodiesel atau pirolisis Ma dan Hanna, 2001.
Reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel tidak lain adalah reaksi alkoholisis, reaksi ini hampir sama dengan reaksi hidrolisis tetapi
menggunakan alkohol. Reaksi ini bersifat reversible dan menghasilkan alkil ester dan gliserol. Alkohol berlebih digunakan untuk memicu reaksi
pembentukan produk Khan, 2002. Menurut Swern 1982, jumlah alkohol yang dianjurkan sekitar 1,6 kali
jumlah yang dibutuhkan secara teoritis. Jumlah alkohol yang lebih dari 1,75 kali jumlah teoritis tidak mempercepat reaksi bahkan mempersulit pemisahan
gliserol selanjutnya. Freedman 1984 menyebutkan bahwa untuk transesterifikasi menggunakan katalis basa, nisbah mol metanol:minyak
sebesar 6:1 adalah optimal. Katalis yang banyak digunakan adalah katalis basa, namun katalis asam
juga dapat digunakan terutama pada minyak nabati yang kadar asam lemak
bebasnya tinggi. Katalis basa dinilai lebih baik dari katalis asam karena dengan katalis basa reaksi dapat berjalan pada suhu lebih rendah, bahkan pada
suhu kamar. Adapun reaksi dengan katalis asam membutuhkan suhu yang lebih tinggi Dmytryshyn et al., 2004.
Katalis basa yang umum digunakan adalah NaOH, KOH, karbonat dan alkoksida dari Natrium dan Kalium seperti Natrium metoksida, etoksida,
propoksida dan butoksida Khan,2002. Menurut Knothe 2002 produksi biodiesel saat ini lebih sering menggunakan KOH, dengan reaksi yang
dilakukan pada suhu ruang, tingkat konversi 80-90 dapat dicapai dalam waktu 5 menit. Tingkat konversi metil ester bahkan bisa mencapai 99 pada
proses transesterifikasi dua tahap. Pemakaian katalis KOH pada reaksi transesterifikasi telah berhasil pada
berbagai jenis minyak, antara lain minyak biji canola Dmytryshyn et al., 2004, minyak biji rami linseed, minyak rapeseed Lang et al., 2001,
minyak kelapa sawit Darnoko dan Cheryan, 2000, minyak zaitun dan minyak kelapa sawit bekas Dorado et al.,2002 dan minyak jarak pagar Foidl
et al ., 1996. Katalis KOH juga dipilih karena harganya lebih murah dari
NaOH. Pada reaksi dengan menggunakan katalis basa minyak yang digunakan
harus netral. Kadar asam lemak bebas yang lebih dari 0.5 dapat menurunkan rendemen trasesterifikasi minyak Freedman et al., 1984. Goff et
al . 2004 menyatakan bahwa minyak dengan kadar air kurang dari 0.1
dapat menghasilkan metil ester lebih dari 90 . Menurut Darnoko dan Cheryan 2000, transesterifikasi minyak kelapa
sawit menggunakan katalis KOH kurang dari 1,0 bobot minyak menunjukkan gejala terjadinya jeda reaksi selama 6 menit, sebelum
terbentuknya metil ester. Vicente et al. 1998 dalam Darnoko dan Cheryan 2000 merekomendasikan penggunaan katalis dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari 1 . Beberapa penelitian melaporkan reaksi transesterifikasi yang
dilangsungkan pada beberapa suhu. Semakin tinggi suhu reaksi, konstanta laju reaksi semakin meningkat. Peningkatan konstanta laju reaksi pembentukan
produk lebih besar dari konstanta laju reaksi balik. Noureddini, 1997. Suhu maksimum untuk reaksi transesterifikasi adalah 65
°C, di bawah titik didih metanol 68
°C. Metilasi minyak kelapa sawit mencapai kondisi stasioner setelah 60 menit reaksi pada 50
o
C Darnoko dan Cheryan, 2000. Adapun Foidl et al. 1996 melaporkan reaksi transesterifikasi minyak jarak pagar
Jatropha curcas L. dapat dilakukan pada suhu 30 °C dan menghasilkan
biodiesel dengan kadar metil ester 99.6 . Pengadukan diperlukan untuk homogenisasi campuran. Ketika metanol
dan katalis dicampurkan dengan minyak, akan terbentuk dua fase, yaitu fase metanol di bagian atas dan fase minyak di bagian bawah. Adanya pemisahan
fase ini menghambat laju reaksi, karena rendahnya peluang kontak antara minyak, metanol dan katalis Boocock, 1998. Korus 2000 menyebutkan
diperlukan pengadukan yang sangat cepat untuk membantu homogenisasi campuran.
Menurut Noureddini 1997 sebelum reaksi transesterifikasi benar-benar berlangsung, reaksi didahului proses transfer massa yang mengakibatkan
terjadinya semacam penundaan sebelum reaksi benar-benar berlangsung. Pada transesterifikasi minyak kacang kedelai soybean oil dengan suhu 70
°C dan pengadukan 600 rpm, kondisi penundaan ini hampir tidak ada.
Reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa dapat dilakukan dalam satu tahap atau dua tahap. Reaksi tiga tahap bahkan dapat
mengurangi pemakaian alkohol hingga 1,2 kali jumlah teoritis Swern, 1982. Pada proses satu tahap minyak direaksikan dengan metanol dan KOH
sekaligus, sedangkan pada proses dua tahap minyak direaksikan dengan sebagian larutan metanolik-KOH, kemudian metil ester yang terbentuk
dipisahkan dari gliserol dan direaksikan kembali dengan sisa larutan metanolik-KOH Van Gerpen, 2004a.
III. METODOLOGI