Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Tunggal Dan Kuat Arus Pada Sambungan Logam Aluminium – Mg 5083 Terhadap Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan Tig

(1)

PENGARUH VARIASI SUDUT KAMPUH V TUNGGAL DAN KUAT ARUS PADA SAMBUNGAN LOGAM ALUMINIUM – Mg 5083 TERHADAP KEKUATAN TARIK HASIL PENGELASAN TIG

TESIS

OLEH

ALJUFRI 037015020/ TM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATRA UTARA

MEDAN 2008


(2)

ABSTRAK

Ketangguhan suatu bahan sangat dipengaruhi oleh sifat mekanik dan sifat fisik bahan tersebut pada proses penyambungan dengan menggunakan pengelasan sifat-sifat tersebut akan berubah akibat pengaruh pemanasan. Untuk mengkaji hal tersebut disusunlah sebuah konsep penelitian yang terdiri dari empat tahapan. Pertama mengukur kekuatan tarik hasil pengelasan akibat variasi besaran sudut kampuh V 700, 800, 900, kedua mendapatkan kuat arus yang sesuai untuk pengelasan material Al- Mg 5083, ketiga pemeriksaan cacat las yang terjadi setelah proses pengelasan dan tahapan keempat melihat struktur makro logam setelah pengujian tarik. Dari keempat tahapan terebut akan dapat diketahui sejauh mana pengaruh sudut kampuh dan kuat arus hasil pengelasan TIG. Hasil pengujian menunjukan pengelasan dengan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A berdasarkan variasi sudut kampuh dengan kuat arus 100 A sudut kampuh 900 mempunyai tegangan tarik rata-rata lebih baik dibandingkan sudut kampuh 800 dan 700, tegangan yang dihasilkan untuk sudut kampuh 700 = 78.85 MPa, 800 = 96.82 MPa dan 900 =135.04 MPa. Pengujian pada pengelasan TIG untuk paduan Al-Mg 5083, faktor kuat arus sangat mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik). Disini terlihat kuat arus 100 A dapat menghasilkan kekuatan las yang lebih baik dibandingkan 125 A dan 150 A. Secara umum penampakan struktur makro pada setiap variasi arus pengelasan dan sudut kampuh memiliki bentuk butir yang sama, pengamatan dilakukan pada bagian tengah dan tepi pada patahan Al-Mg 5083 hasil pengujian tarik dengan pembesaran 50 x.

Kata Kunci: Kekuatan Tarik, Pengelasan TIG, Sudut Kampuh, Kuat Arus, Struktur Macro


(3)

ABSTRACT

The strength of material is afected by the mechanical and physical characteristics of material. The joining process of material in the welding application will change characteristics of material because of heating processes. The study consists of four parts. Firstly, the tensile strenght of specimen were measured for welding groove of 700, 800, and 900. Secondly, the suitable arc current for material made of Al-Mg 5083 is arraaged. Thirdly, the welding defects resulted during welding process were observed. Finally the macro structure of metal after tensile test is investigated. From the four stages of experiment, the effect of groove (the angle) and the arc current on the strength of welding under TIG is studied. The results of experiment with the arc current of 100A, 125A and 150A show that the arc current of 100 A with groove angle of 900 produces a good result with average tensile strength of 135,04 MPa compared to tensile strength result of groove angles 800 and 700 which is 96,82 MPa and 78,85 MPa. The welding test using TIG for Al-Mg 5083 alloy, shows that the effect of arc current was significant on the strength of welding. The results also prove that the arc current of 100A produces tensile strength higher than 125A and 150A in general. The existence of macro – structure at each arc current and groove angle have the same granular form, and it is clearly observed at the middle and the edge of Al-Mg 5083 cracked sample resulted by tensile test with 50 magnitude optical microscope.

Keyword: Tensile strenght. TIG welding. Groove angle, Arc current, macro structure.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Tunggal dan Kuat Arus Pada Sambungan Logam Aluminium-Mg 5083 Terhadap Kekuatan Tarik Hasil Pengelasan TIG”.

Penulisan tesis ini terlaksana berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak terutama komisi pembimbing yang telah banyak memberi masukan saran demi kesempurnaan pelaksanaan penelitian.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M. Eng, Ir. Alfian Hamsi, M. Sc dan Ir.Humisar Sibarani, MS.Met, selaku komisi pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan arahan dalam penyelesaian tesis ini.

Terimakasih juga kepada Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Dr.-Ing. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Teknik Mesin SPs USU yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas demi terlaksananya penelitian.

Terimakasih yang tak terhingga kepada Prof. A. Hadi Arifin selaku rektor Universitas Malikussaleh yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi S2, Ketua Jurusan dan Kepala Laboratorium Jurusan Teknik Mesin


(5)

Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh yang telah memberi fasilitas pemakaian laboratorium

Bapak-bapak dosen yang telah memberikan tanggapan dan saranperbaikan serta rekan-rekan seangkatan dan rekan- rekan di PT, Arun yang telah begitu banyak membantu dan berpartisipasi terutama kepada Bapak Imam Sidarta didalam penyediaan material, tenaga welding dan welding inspection sehingga dapat selesainya tesis ini.

Terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada Alm, Ayahanda dan Ibunda yang telah berjuang jiwa dan raga serta doa untuk ananda sehingga apa yang ananda cita-citakan terkabul sekarang ini. Kepada Yusrawati isteri tercinta yang selama ini telah begitu banyak berkorban, mendukung dan memberi motivasi demi kelancaran studi bagi penulis serta Anak-anak tersayang Alief Aqsha Ulhawa dan Alya Mizdalifa Azurra juga Saudara-saudaraku Syamsir Alam, Wiwik serta Karmawan, yang turut memberi semangat selama ini hingga penulis dapat menyelesaikan studi dan Buku Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Medan, Januari, 2008 Penulis,

Aljufri


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : ALJUFRI

Tempat/Tanggal lahir : Lhokseumawe,10 Januari 1968

Alamat : Jln. Banda Aceh-Medan, Lrg kuala Tari No.10. Ds, Alue Awe. Pemkot Lhokseumawe

Pekerjaan : Staf pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Malikussaleh Lhokseumawe

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar Negeri No.4 Lhokseumawe 1982 2. Sekolah Menengah Pertama No.1 Lhokseumawe 1985 3. Sekolah Menengah Atas Negeri Lhokseumawe 1988

4. S 1 Jurusan Teknik Mesin Universitas Malikussaleh Lhokseumawe 1995

RIWAYAT PEKERJAAAN.

1. Kepala Laboratorium Teknik Mesin Universitas Malikussaleh Tahun 2001-2002. 2. Sekretaris Jurusan Teknik Mesin Universitas Malikussaleh Tahun 2002 – 2003. 3. Sekretaris pada Lembaga Pengembangan Tenaga Proffesional (LPTP) NAD, hingga sekarang

4. Sekjend (meUgr@d) Mechanical Enginerring Universitas Malikussaleh Graduated.

PELATIHAN YANG DIUKUTI

1. Pelatihan Software “CAESAR II” (piping), diadakan oleh . PT.Arun bekerja sama dengan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), 29 Sep – 03 Okt 2003 2. Pelatihan “AKSES INTERNET” diadakan oleh Pusat Informasi dan Komputerisasi UNIMAL Lhokseumawe 29-31 Des 2003.

3. Workshop On “PRE PROGRAM OF INFORMATION TECHNOLOGY” diadakan oleh IC - Star USU Medan, 02-03 Sep 2004


(7)

4. Workshop On “MSC / NASTRAN” diadakan oleh IC – STAR USU Medan, 27 November- 24 December 2004.

5. Pelatihan “FINITE ELEMEN METHODE (FEM)” diadakan oleh Program HIBAH A1, Jurusan Teknik Mesin UNIMAL Lhokseumawe, 01 – 08 Agust 2005.

KEPANITIAAN & SEMINAR YANG DIIKUTI

1. “KOORDINATOR SEKSI PUBLIKASI & DOKUMENTASI” pada acara DIES NATALIS 1 Universitas Malikussaleh (UNIMAL), 18-23 Okt 2002

2. PANITIA pembentukan Program Studi baru “TEKNIK ARSITEKTUR,- TEKNIK INFORMATIKA, TEKNIK PERKAPALAN” Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, 24 maret 2003

3. PESERTA pada Seminar tentang “PENGEMBANGAN PENDIDIKAN TINGGI & KEBIJAKAN PUBLIK DALAM RANGKA PERCEPATAN PEMBANGUNAN DI ERA OTONOMI DAERAH” Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe 23 Oktober 2002

4. PESERTA pada acara Diskusi Panel “VISI UNIVERSITAS MENUJU GLOBALISASI” Fak. Fisip Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, 6 Nov 2002 5. PESERTA pada “LOKAKARYA PENYEMPURNAAN KURIKULUM” Jurusan BudiDaya Pertanian Program Studi Agronomi. Universitas Malokussaleh Lhokseumawe, 20 Nov 2002

6. PESERTA pada seminar Regional “MEMBEDAH KINERJA LEMBAGA LEGISLATIF ACEH UTARA ” Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, 7 Jan 2003

7. PESERTA pada seminar “MENINJAU FUNGSI & PERAN DPRD ACEH UTARA MENYONGSONG APBD PERDAMAIAN 2003” Fak. Fisip Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, 15 Jan 2003

8. PESERTA pada “ LOKAKARYA PEMBUKAAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI AQUAKULTUR, ILMU KELAUTAN,


(8)

TEKNOLOGI HASILPERTANIAN, AGRIBISNIS & HOLTIKULTURA” Fak Pertanian Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, 16 Jan 2003

9. PESERTA The 4th Regional Conference “ ON COMPUTATIONAL MECHANICS & NUMERICAL ANALISIS 2003” (CNMA-2003) Unsyiah Banda Aceh, 5 April 2003

10.PESERTA pada Seminar Nasional “ REPOSISI & REORIENTASI JURUSAN TEKNIK MESIN” Politeknik Negeri Lhokseumawe, 10 Jan 2004

11. PESERTA pada “SEMINAR KURIKULUM BERBASIS KOMPENTENSI PHK A1 JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH” Lhokseumawe, 03Des 2005

12. PESERTA pada Loka Karya “PENGEMBANGAN KURIKULUM TEKNIK KIMIA BERBASIS KOMPENTENSI DALAM RANGKA PEMANMAATAN SUMBER DAYA ALAM” Lhokseumae, 01 Juni 2006

PENGALAMAN DALAM BIDANG PENELITIAN

1. Pengaruh tebal pemakanan mesin gerinda datar terhadap kekasaran permukaan. Tahun, 2004, Mandiri


(9)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ……….. ABSTRACT………. KATA PENGANTAR ………... RIWAYAT HIDUP ……… DAFTAR ISI ………... DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ……….. DAFTAR LAMPIRAN ………... DAFTAR NOTASI ………. DAFTAR ISTILAH ……… BAB 1. PENDAHULUAN ……… 1.1. Latar belakang ………... 1.2. Perumusan Masalah ………... 1.3. Tujuan Penelitian ………... 1.3.1. Tujuan Umum ……….. 1.3.2. Tujuan Khusus ………. 1.4. Manfaat Penelitian ………. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ……… .2.1. Pengelasan ………. 2.2. Desain Sambungan Las ………. 2.3. Pengelasan TIG ……….. 2.4..Metalurgi Las ………. 2.4.1. Siklus Termal Daerah Las ………... 2.4.2. Ketangguhan Daerah Lasan ………. 2.4.3 Ketangguhan Logam Las ……….. 2.4.4 Retak pada Daerah Las ………. 2.5. Aluminium ………. 2.5.1 Aluminium-Magnesium ……… 2.6. Jenis Kampuh ……….... 2.7. Kekuatan Sambungan Las ……….

2.7.1 Kekuatan Tarik ……….… 2.8. Struktur Makro ……….. 2.8.1. Struktur Makro Daerah Pengaruh Panas (HAZ) ...

2.8.2. Ketangguhan dan Ketangguhan Batas Las ... 2.9. Kerangka konsep ...

i ii iii v viii x xi xiv xv xvi 1 1 4 6 6 6 6 8 8 13 14 16 18 19 19 20 21 23 26 27 27 28 29 30 31


(10)

BAB. 3. METODE PENELITIAN ……….. 3.1. Tempat dan Waktu ……… 3.1.1. Tempat ………. 3.1.2. Waktu ……….. 3.2. Bahan, Peralatan dan Metode ……… 3.2.1. Bahan ………... 3.2.2. Peralatan dan Metode ……….. 3.3. Rancangan Penelitian ……… 3.4. Pelaksanaan Penelitian ……….. 3.4.1 Prosedur Pengelasan ……… 3.4.2. Pembentukan sudut kampuh ……… 3.4.3. Pembuatan Spesmen Uji Tarik ……… 3.4.4. Proses Pengelasan ……… 3.4.5. Setup Alat Uji .………. 3.5. Prosedur Pengujian ……… 3.5.1. Pemeriksaan Cacat Las ……… 3.5.2. Pengujian Tarik ……… 3.5.3 Pengamatan Struktur Makro .………... 3.6. Variabel yang Diamati ……….. 3.7. Analisa Data ……….. BAB.4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….... 4.1. Pendahuluan ……….. 4.2. Spesimen ujitarik Aluminium- Mg 5083 ………... 4.3. Sifat mekanis Aluminium-Mg 5083 hasil uji tarik ……… 4.4 Analisa Statistik dengan metode Anova (varian) ………..

4.4.1. Analisa keseragaman varian ……… 4.4.2. Hipotesa varian interaksi ………. 4.4.3. Hipotesa kesamaan baris. ……… 4.4.4. Hipotesa kesamaan kolom. ……….. 4.5. Pemeriksaan cacat las ……… 4.6. Analisa struktur makro terhadap perpatahan ………. BAB. 5. KESIMPULAN DAN SARAN ……… DAFTAR PUSTAKA ………... 33 33 33 33 34 34 34 36 36 36 37 38 39 40 41 41 43 43 45 45 47 47 48 49 59 62 62 63 63 65 65 72 76


(11)

DAFTAR TABEL

N0 Judul Halaman 2.1 Penggunaan Mesin Las TIG Untuk Beberapa Logam ………... 2.2 Komposisi Kimia Logam Alumunium-Mg 5083 ………... 2.3 Pelarutan Zat padat dari Aluminium-Magnesium ……….. 3.1 Bahan dan peralatan yang digunakan ……… 3.2 Distribusi jumlah benda uji ……… 4.1 Sifat mekanik material Al-mg 5083 ………... 4.2 Nilai rata-rata hasil pengujian ……… 4.3 Interaksi sudut kampuh 700 dan kuat arus 100 A, 125A dan150 A …… 4.4 Interaksi sudut kampuh 800 dan kuat arus 100 A, 125A dan150 A……. 4.5 Interaksi sudut kampuh 900 dan kuat arus 100 A, 125A dan150 A …… 4.6 Harga rata-rata dari interaksi sudut kampuh 700,80dan 900 …………. 4.7 Hasil penjumlahan dan pengkuadratan dari interaksi antara sudut kampuh 700,800,900 dengan kuat arus 100A, 125 A dan 150 A …… .

4.8 Uji statistik ... 16 24 26 35 37 47 55 59 59 60 60

60 61


(12)

DAFTAR GAMBAR

N0 Judul Halaman 1.1 Pembagian Proses Pengelas ………..

1.2 Main Heat Exchanger………. 2.1 Proses Pengelasan Las Busur Terbungkus (SMAW) ……… 2.2 Proses Pengelasan Las Busur Terendam (SAW) ……….. 2.3 Proses Pengelasan Busur Logam Las (GMAW) ………... 2.4 Proses Pengelasan Berinti Fluks (FCAW) ……… 2.5 Proses Pengelasan Busur Tungsten Gas (GTAW) ……… 2.6 Jenis-jenis Alur Sambungan Las ………... 2.7 Skema Las TIG ……….. 2.8 Pembagian Daerah Las ……….. 2.9 Siklus termal dari beberapa tempat dalam daerah HAZ ………... 2.10 Siklus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang Berbeda ……….. 2.11 Diagram Fasa titik cair Al-Mg 5083 ………. 2.12 Diagram Kesetimbangan Fasa AL - Mg dan Penguapan dari Magnesium ……… 2.13 Bentuk Struktur Dendrit ……… 2.14 Hubungan antara suhu mula dan suhu akhir transformasi dengan lama pendinginan dari 8000C ………. 2.15 Skema Struktur Mikro pada Daerah HAZ ………. 2.16 2.16 Perubahan Temperatur Transisi pada Lasan ………... 2.17 Kerangka Konsep ……….. 3.1 Dimensi Sudut Kampuh Pengelasan ………. 3.2 Dimensi Spesimen ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 3.3 Set up mesin uji tarik ……….

1 4 10 10 11 12 12 13 15 17 18 19 24 25 29 30 30 31 32 33 38 40


(13)

3.4 Proses pemeriksaan NDT pada permukaan logam las………... 3.5 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ……… 4.1 Spesimen Uji Tarik ……… 4.2 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 700 (a) Kuat arus 100 A (b) Kuat arus 125 A ... 4.3 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 700 Kuat arus 150 A ...

4.4 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 800 (a) Kuat arus 100 A (b) Kuat arus 125 A ...

4.5 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 800 Kuat arus 150 A ... 4.6 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 900 (a) Kuat arus 100 A (b) Kuat arus 125 A ... 4.7 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 900 Kuat arus 150 A ... 4.8 Grafik uji tarik Spesimen Las sudut 700, 800 dan 900 menggunakan menggunakan arus pengelasan 100 A ... 4.9 Grafik uji tarik spesimen las sudut 700, 800 dan 900 menggunakan arus pengelasan 125 A ………... 4.10 Grafik uji tarik Spesimen Las sudut 700,800 dan 900 menggunakan arus pengelasan 150 A ... 4.11 Grafik hasil pengujian statistik dengan menggunakan metode analisis varian (anova) ……… 4.12 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 700 dengan kuat arus 100 A pembesaran 50 x ………. 4.13 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 700dengan kuat arus

125 A pembesaran 50 x ………. 42 44 48 50 51 52 53 54 55 57 58 58 64 66 67 67


(14)

4.14 Struktur makro pada patahan spesimen sudut 700 dengan kuat arus 150 A. pembesaran 50 x ……… 4.14 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 800 dengan kuat arus 100A pembesaran 50 x……… 4.15 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 800 dengan kuat arus 125 A pembesaran 50 x ………. 4.16 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 800 dengan kuat arus 150 A pembesaran 50 x ………. 4.17 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 900 dengan kuat arus

100 A. pembesaran 50 x ……… 4.19 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 900 dengan kuat arus 125 A. pembesaran 50 x ……… 4.20 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 900 dengan kuat arus 150 A. pembesaran 50 x ………

68

68

69

69

70

70


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

N0 Judul Halaman 1 Gambar Setup Mesin Uji Tarik, HT - 9502 Computer Hydrolic

Universal Testing Machine ………. 1 Gambar Setup Microscope Struktur, BX 51 M System Metallurgical Microscope ……….. 3 Gambar Alat Uji Non Destructif Test, Ultra Sonic Test ……… 4 Gambar Mesin Las merk Miller made in USA ………... 5 Gambar Elekrtoda Las ……… 6 Gambar Data hasil pemeriksaan cacat las ………... 7 Gambar Spesimen Al - Mg 5083 yang telah dilas sesudah pengujian tarik ………. 8 Gambar Bentuk patahan spesimen setelah ujitarik ……….

77 78 79 80 81 82

83 85


(16)

DAFTAR NOTASI

Simbol Besaran Satuan

σ σy F Ao ε

L

L0 RA A0 Af α V I X2 S12

V2 S22

S32

S42

Sij Ssij Xii Ssi Tegangan tarik Yield Beban

Luas penampang benda uji Regangan

Panjang benda uji yang dibebani Panjang mula dari benda uji Reduksi penampang

Luas penampang mula Luas penampang akhir Sudut kampuh Bentuk kampuh Kuat Arus Voltase Pengelasan Kecepatan Pengelasan Tes barlet

Variasi dalam set Distribusi varian Varian interaksi Varian antar baris Varian antar kolom Hasil penjumlahan Pengkuadratan Rata-rata Pengkuadratan

Kgf/mm2. (MPa) Kgf/mm2. (MPa) Kgf/mm2. (MPa) mm2 % mm mm % mm2 mm2 0 0 Amper Volt in/menit


(17)

DAFTAR ISTILAH

AWS ASME API Al-Mg DPP FCAW GMAW GTAW HAZ MHE NDT PHT PWHT SMAW SAW TIG WPS

American Welding Society

American Society of Mechanical Engineers American Petroleum Institute

Aluminium - Magnesium Daerah Pengaruh Panas Fluks Cored Arc Welding Gas Metal Arc Welding Gas Tungsten Arc Welding Heat Affected Zone

Main Heat Exchanger Non Destructif Test Post Heat Treatment Post Weld Heat Treatment Shielded Metal Arc Welding Sumarged Arc Welding Tungsten Inert Gas


(18)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Teknologi pengelasan merupakan salah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam teknologi manufaktur. Secara umum pengelasan dapat diartikan sebagai suatu ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan pada saat logam dalam keadaan cair. Sekarang ini pengelasan merupakan pelaksanaan pekerjaan yang amat penting dalam teknologi produksi dengan bahan baku logam. Pada sambungan – sambungan konstruksi mesin, banyak penggunaan teknik pengelasan karena dengan menggunakan teknik ini sambungan menjadi lebih ringan dan lebih sederhana dalam pembuatannya sehingga biaya produksi dapat lebih murah.

Proses pengelasan dapat dibedakan menjadi beberapa proses, seperti gambar 1.1

Proses pengelasan

Pengelasan Busur Terendam

(SAW)

Pengelasan Busur logam terbungkus

Pengelasan busur Logam gas

(GMAW)

Pengelasan busur Berinti fluks

(FCAW)

Pengelasan busur Tungsten Gas

(GTAW)


(19)

Untuk beberapa keperluan seperti penyambungan kontruksi mesin digunakan pengelasan dengan gas mulia. Pengelasan dengan gas mulia dipilih dikarenakan hasil dari pengelasan tersebut lebih bersih, kuat, dan disamping itu dapat digunakan pada material non ferro seperti Aluminium (Al).

Tungsten Innert Gas (TIG welding) adalah metode pengelasan dimana busur listrik terjadi diantara elektroda yang tidak leleh dengan benda kerja. Sekeliling elektrodanya disalurkan gas innert yang berfungsi sebagai pelindung terhadap kontaminasi udara dimana gas tersebut tidak bereaksi dengan zat apapun, sehingga tiap pencemaran terhadap pengelasan dapat dihindarkan.

Kerusakan merupakan suatu hal yang sering terjadi pada peralatan kilang, demikian juga dengan MHE (Main Heat Exchanger), pada saat beroperasi MHE selalu diamati dan dipelajari seluruh parameternya. Perubahan tekanan dan perubahan unsur metana pada MCR (Multi Componen Refrigeran) ini akan diketahui bahwa MHE telah mengalami kerusakan dan perlu dilakukan perbaikan, karena pengaruh kondisi operasi kerusakan yang terjadi seperti retak dan bocor.

Berdasarkan studi literatur dan orientasi lapangan, maka perlunya dilakukan suatu penelitian untuk melihat kerusakan yang terjadi pada sambungan las pipa penghubung dari MHE (Main Heat Exchanger) pada kilang gas tersebut. Pipa penghubung adalah bagian luar MHE terbuat dari material Aluminium-Mg 5083.. Zubir [1], menyatakan bahwa kebocoran dan keretakan pada pipa penghubung akibat pengelasan seperti: kesalahan pada proses penyambungan (pengelasan), pemakaian


(20)

arus yang lebih besar dari yang seharusnya digunakan untuk ukuran dan tipe elektroda.

Elektroda yang digunakan cacat atau retak, serta penggunaan logam las yang tidak sesuai dengan logam induk. Melihat dari sebab - sebab keretakan dan kebocoran akibat penyambungan (pengelasan) pada material pipa tersebut, penelitian akan dilakukan dengan mevariasikan sudut kampuh V tunggal dan kuat arus dengan menggunakan pengelasan TIG.

Hasil survey dikilang pengolahan gas tersebut didapat data-data kondisi operasional dari MHE yaitu, pipa penghubung yang akan diteliti terbuat dari material Al-Mg 5083 dengan Yield Strength,

σ

y =21,000psi(145 MPa), Ultimate Strength

σ u = 42,000 psi (230 MPa), Elongation 22%. Mempunyai diameter 7 inchi dengan

ketebalan antara (6 - 10) mm. Kondisi operasi gas mengalir di dalam pipa bertekanan 42 - 43, 29 kg/cm2, dan kapasitas gas 11500m3 [1].

Dari data Welding Procedure Specification (WPS) pipa penghubung pada gambar 1.2 menggunakan sudut kampuh V 700 - 800, voltase pengelasan 20 - 25 volt, kecepatan pengelasan 5-9 in/menit serta kuat arus yang digunakan 120 A–190 A. Jenis arus yang digunakan AC - HF, Filler Metal (logam pengisi) ER - 5356 dengan diameter 3,2 mm.


(21)

Gambar 1.2 Main Heat Exchanger [1]

Sambungan pada pipa yang dilas

1.2 Perumusan Masalah

Pada proses penyambungan dengan menggunakan pengelasan, banyak tahapan yang harus diperhatikan untuk mendapatkan hasil yang optimal, mulai dari tahapan desain, pengerjaan dan perawatan. Tahapan desain yang dimulai dari pemilihan jenis pengelasan, sampai pada pemilihan bentuk kampuh yang digunakan. Sedangkan pada tahap pengerjaan akan dipilih kuat arus yang sesuai sampai pada posisi pengelasan. Pada penelitian ini subjek yang ditinjau adalah material pipa penghubung MHE yang terbuat dari material Al-Mg 5083, dimana pada penyambungannya dilakukan dengan proses pengelasan. Proses pengelasan sambungan pipa tersebut


(22)

sering terjadi kebocoran dan keretakan akibat kurang diperhatikan jenis kampuh dan besar sudut yang digunakan. Berdasarkan permasalahan di atas, perlu diteliti jenis kampuh yang sering digunakan yaitu bentuk V tunggal. Dengan memvariasikan sudut kampuh dan kuat arus yang digunakan, pada kampuh V tunggal logam pengisi dapat masuk diantara celah sambungan dan menyatukan seluruh permukaan material yang akan di las. Dengan menggunakan pengelasan TIG diharapkan dapat menghasilkan suatu sambungan yang optimal baik dari segi kekuatan maupun ketahanan bocor terhadap gas.

Agar lingkup penelitian ini tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal yaitu:

1 Proses las : Jenis pengelasan yang digunakan adalah TIG (Tungsten Inert Gas), dilakukan secara manual yang dikerjakan oleh tenaga las yang telah memiliki sertifikasi. Elektroda yang digunakan adalah Tungsten Type thoirated sesuai dengan Standar AWS (American Welding Society) 12 - 80 %, yang berdiameter 2,4 mm Filler metal (logam pengisi) dengan spesifikasi SEA 5.0 yang digunakan sesuai standar AWS. AS 12 – 80. ER 5356, diameter 3,2 mm/Root Pass [2].

2 Pengujian: Meliputi pengamatan langsung terhadap cacat yang terjadi setelah proses pengelasan dan perubahan struktur makro setelah pengujian tarik.


(23)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Secara garis besar tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi sambungan yang optimal dengan menggunakan sudut kampuh V tunggal dan kuat arus yang divariasikan pada sambungan material Aluminium - Magnesium 5083, hasil pengelasan Tungsten Innert Gas (TIG) terhadap kekuatan tarik.

1.3.2. Tujuan khusus

1. Mengukur kekuatan tarik hasil pengelasan akibat variasi besaran sudut kampuh V 700, 800, 900.

2. Mendapatkan kuat arus yang sesuai untuk pengelasan material Al- Mg 5083. 3. Memeriksa cacat las yang terjadi setelah proses pengelasan

4. Melihat struktur makro pada patahan logam setelah pengujian tarik

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini nantinya merupakan suatu upaya nyata pihak perguruan tinggi, agar dapat memberikan konstribusi dan pengembangan ilmu tentang pengelasan, terutama dalam pengelasan TIG.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1 Memberikan informasi tentang pengaruh variasi sudut kampuh V tunggal dan kuat arus pengelasan, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik pada sambungan dengan pengelasan TIG.


(24)

2 Memberi informasi kepada dunia industri khususnya kepada Kilang gas yang ada di Nanggroe Aceh Darussalam dan perusahaan - perusahaan lain terutama yang menggunakan pengelasan TIG dengan material Aluminium (Al-Mg 5083), tentang sudut kampuh V tunggal dan kuat arus pengelasan TIG, dapat menghasilkan suatu sambungan yang optimal.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

Pengelasan (Welding) adalah proses penyambungan dua buah logam atau lebih dengan menggunakan proses pemanasan setempat, sehingga terjadi ikatan metalurgi antara logam-logam yang disambung. Proses penyambungan logam dewasa ini banyak dipakai di industri untuk pekerjaan konstruksi, pembuatan mesin, peralatan pabrik, konstruksi perpipaan serta pekerjaan lain yang memerlukan sambungan. Dalam setiap proses pengejaan pengelasan harus memenuhi standar tertentu yaitu: ASME, ( American Society of Mechanical Engineers), API (American Petroleum Institute). Dalam hal ini pemilihan proses las, pemilihan logam pengisi (filler metal), perencanaan prosedur las, kualifikasi prosedur pengelasan, perancangan dan prosedur pabrikasi, serta sistem pengendalian mutu harus dilakukan mengikuti peraturan yang berlaku dalam standar.

Mawardi [3], agar suatu pelaksanaan konstruksi las dikerjakan dengan benar dan berhasil, sehingga aman terhadap hasil yang dikerjakan, maka untuk setiap pekerjaan las harus dimulai dengan pemilihan electroda las, proses pengelasan dan variabel penting lainnya seperti: bentuk sambungan yang akan dikerjakan, baik di pabrikasi maupun dilapangan, serta perlakuan panas yang akan dilakukan pada awal dan selesainya pengelasan, PHT (Post Heat Treatment), PWHT (Post Weld Heat


(26)

Treatment ) dan arus listrik yang dipakai, untuk semua pekerjaan tersebut perlu adanya spesifikasi prosedur pengelasan, WPS (Welding Procedure Specification). Pada pengelasan TIG prosedur telah dirancang menurut ketentuan AWS, standar diuji kualitas nya dengan berbagai uji test baik NDT (Non Destructif Test) maupun mechanical test result, yang dibuktikan dengan suatu kualifikasi yang disebut kualifikasi prosedur. Pelaksanaan kualifikasi diatur oleh ASME sect IX standar.

Pengelasan yang paling popular di Indonesia yaitu pengelasan dengan busur nyala listrik (SMAW), dibeberapa Industri yang mempergunakan teknologi canggih, telah menggunakan jenis las TIG, MIG dan las tahan listrik (ERW). serta las busur terendam (SAW).

Jenis-jenis pengelasan yang umumnya dilakukan adalah: 1. Proses pengelasan busur logam terbungkus (SMAW)

Salah satu jenis proses las busur listrik elektoda terumpan, yang menggunakan busur listrik yang terjadi antara elektroda dan benda kerja setempat, kemudian membentuk paduan serta membeku menjadi lasan. Elektroda terbungkus yang berfungsi sebagai fluks akan terbakar pada waktu proses pengelasan dan gas yang terjadi akan melindungi proses pengelasan terhadap pengaruh udara luar, cairan yang terbungkus akan terapung membeku pada permukaan las yang disebut slag.

Proses pengelasan elektroda terbungkus terlihat pada gambar 2.1


(27)

Gambar.2.1 Proses pengelasan busur las terbungkus (SMAW) 2. Proses pengelasan busur terendam (SAW)

Ini adalah salah satu pengelasan dimana logam cair ditutup dengan fluks yang diatur melalui suatu penampang fluks dan elektroda yang merupakan kawat pejal diumpankan secara terus menerus, dalam pengelasan ini busur listrik nya terendam dalam fluks dapat dilihat pada gambar 2.2. Prinsip las busur terendam ini material yang dilas adalah baja karbon rendah, dengan kadar karbon tidak lebih dari 0, 05%. Baja karbon menengah dan baja konstruksi paduan rendah dapat juga dilas dengan proses SAW, namun harus dengan perlakuan panas khusus dan elektroda khusus.


(28)

3. Proses pengelasan busur logam gas (GMAW)

Jenis pengelasan ini menggunakan busur api listrik sebagai sumber panas untuk peleburan logam, perlindungan terhadap logam cair menggunakan gas mulia (inert gas) atau CO2 merupakan elektroda terumpan yang diperlihatkan pada

gambar 2.3. Proses GMAW dimodifikasikan juga dengan proses menggunakan fluks yaitu dengan penambahan fluks yang magnetig (magnetizen - fluks) atau fluks yang diberikan sebagai inti (fluks cored wire).

Gambar.2.3 Proses pengelasan busur logam gas (GMAW)

4. Proses pengelasan busur berinti fluks (FCAW)

FCAW merupakan proses pengelasan busur listrik elektroda terumpan. Proses peleburan logam terjadi diantara logam induk dengan elektroda berbentuk turbolens yang sekaligus menjadi bahan pengisi, fluks merupakan inti dari elektroda dan terbakar menjadi gas, akan melindugi proses dari udara luar, seperti gambar 2.4.


(29)

Gambar.2.4 Proses pengelasan berinti fluks (FCAW) 5. Proses pengelasan busur tungsten gas (GTAW)

Pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan bahan penambah terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang keluar dari torch biasanya berupa gas argon 99%. Pada proses pengelasan ini peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dan logam induk. Proses pengelasan busur tungsten gas dapat dilihat pada gambar 2.5.


(30)

2.2 Desain Sambungan Las

Desain sambungan las dan bentuk sambungan (welding joint), serta bentuk dan ukuran alur las dalam konstruksi untuk merancang sambungan las adalah:

1. Persyaratan umum atau spesifikasi mutu (kekuatan) yang di inginkan. 2. Bentuk dan ukuran konstruksi las

3. Tegangan timbul akibat pengelasan (residual stress), maupun tegangan yang diperhitungkan akan timbul akibat pemakaian (pembebanan)

4. Jenis proses las yang boleh dipakai

Beberapa Standar telah mengatur jenis – jenis sambungan, ada sembilan jenis alur sambungan (kampuh) las yang utama seperti pada gambar 2.6


(31)

2.3 Pengelasan TIG

TIG (Tungsten Innert Gas) adalah suatu proses pengelasan busur listrik elektroda tidak terumpan, dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung terhadap pengaruh udara luar, Pada proses pengelasan TIG peleburan logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dengan logam induk.

Pada jenis ini logam pengisi dimasukan kedalam daerah arus busur sehingga mencair dan terbawa ke logam induk. Las TIG dapat dilaksanakan secara manual atau secara otomatis dengan mengotomatisasikan cara pengumpanan logam pengisi.

Penggunaan las TIG mempunyai dua keuntungan, pertama kecepatan pengumpanan logam pengisi dapat diatur terlepas dari besarnya arus listrik sehingga penetrasi kedalam logam induk dapat diatur semaunya. Cara pengaturan ini memungkinkan las TIG dapat digunakan dengan memuaskan baik untuk pelat baja tipis maupun pelat yang tebal. Sedangkan untuk Aluminium karena permukaannya selalu dilapisi dengan oksida yang mempunyai titik cair yang tinggi, maka sebaiknya memakai arus bolak balik frekuensi tinggi.

Sumber listrik yang digunakan untuk pengelasan TIG dapat berupa listrik DC atau listrik AC. Pada umumnya dalam proses pengelasan TIG sumber listrik yang digunakan mempunyai karakteristik yang lamban, sehingga dalam menggunakan listrik DC untuk memulai menimbulkan busur perlu ditambah dengan listrik AC frekuensi tinggi. Elektroda yang digunakan terbuat dari Wolfram murni atau paduan antara wolfram – torium, yang berbentuk batang dengan garis tengah antara 1,0 mm


(32)

sampai 4,8 mm. Gas yang dipakai untuk pelindung adalah gas Argon murni, karena pencampuran dengan O2 atau CO2 yang bersifat oksidator akan mempercepat keausan

ujung elektroda. Skema las TIG seperti diperlihatkan pada gambar, 2.7.

2

Keterangan Gambar.

1. Gas Argon 2. Box Pengatur Suhu pengelasan 3. Saluran Elektroda 4. Saluran Gas

5. Penyuplai Air dingin 6. Saluran Work

7. Saluran Air keluar 8. Torch

9. Logam Pengisi 10. Logam induk 11. Tombol kaki

Gambar 2.7 Skema Las TIG 1

10

7 9

8 5

4

3 6


(33)

Penggunaan logam pengisi tidak ada batasnya, biasanya logam pengisi diambil logam yang mempunyai komposisi yang sama dengan logam induk. Penggunaan mesin las TIG untuk beberapa jenis logam dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penggunaan Mesin Las TIG untuk beberapa logam [4]

Logam

Listrik AC Frekuensi tinggi.

Listrik Dc polaritas lurus

Listrik DC polaritas balik

Baja

Baja tahan karat Besi cor Aluminium dan Paduannya Magnesium dan Paduannya Tembaga dan Paduannya Aluminium brons Terbatas Tebatas Terbatas Sesuai Sesuai Terbatas Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai - - Sesuai Terbatas - - -

dapat utk pelat tipis

dapat untuk pelat tipis

- - Sumber: Teknologi pengelasan logam

2.4 Metalurgi Las

Pengelasan adalah proses penyambungan dengan menggunakan energi panas, karena proses ini maka logam disekitar lasan mengalami siklus termal cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan – perubahan metalurgi yang rumit, deformasi dan tegangan – tegangan termal. Hal ini sangat erat hubunganya dengan ketangguhan, cacat las, retak dan lain sebagainya yang umumnya mempunyai pengaruh yang fatal terhadap keamanan dan konstruksi las

Sibarani [5], Logam akan mengalami pengaruh pemanasan akibat pengelasan dan mengalami perubahan struktur mikro disekitar daerah lasan. Bentuk struktur


(34)

mikro bergantung pada temperatur tertinggi yang dicapai pada pengelasan, kecepatan pengelasan dan laju pendinginan daerah lasan. Daerah logam yang mengalami perubahan struktur mikro akibat mengalami pemanasan karena pengelasan disebut daerah pengaruh panas (DPP), atau Heat Affected Zone.

Harsono W [4], menjelaskan daerah lasan terdiri dari tiga bagian:

1. Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair kemudian membeku.

2. Fusion Line, garis penggabungan atau garis batas cair antara logam las dan logam Induk

3. Daerah pengaruh panas disebut HAZ (Heat Affected Zone), adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las selama pengelasan mengalami pemanasan dan pendinginan yang cepat Pembagian daerah lasan dapat dilihat pada gambar 2.8.

2

4 1

3

Keterangan: 1. Weld Metal (Logam Las)

2. Fusion Line (Garis Penggabungan) 3. H A Z (Daerah Pengaruh Panas) 4. Logam Induk


(35)

2.4.1 Siklus termal daerah las

Siklus termal las adalah proses pemanasan dan pendinginan pada daerah lasan, sebagai contoh dapat dilihat pada gambar. 2.9 dan gambar 2.10, menunjukan siklus termal daerah lasan. Pada gambar 2.9 dapat dilihat siklus termal dari beberapa tempat dalam daerah HAZ dengan kondisi pengelasan tetap, sedangkan pada gambar 2.10 menunjukan siklus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda. Lamanya pendinginan dalam suatu daerah temperatur tertentu dari suatu siklus termal las sangat mempengaruhi kualitas sambungan, karena itu banyak sekali usaha-usaha pendekatan untuk menentukan lamanya waktu pendinginan tersebut.

Struktur makro dan sifat mekanik dari daerah HAZ sebagian besar tergantung pada lamanya pendinginan dari temperatur 8000C sampai 5000C, sedangkan retak dingin dimana hidrogen memegang peranan penting terjadinya sangat tergantung oleh lamanya pendinginan dari temperatur 8000C sampai 3000C atau 1000C.


(36)

Gambar 2.10 Siklus termal disekitar lasan dengan kondisi pengelasan yang berbeda

2.4.2 Ketangguhan daerah lasan

Bila patah getas terjadi pada logam dengan daya tahan yang rendah, perpatahan tersebut dapat merambat dengan kecepatan sampai 200 m/detik, yang dapat menyebabkan kerusakan dalam waktu yang sangat singkat sekali.

Dalam hal sambungan las patah getas ini menjadi lebih penting karena adanya faktor – faktor yang membantu seperti: konsentrasi tegangan, struktur tidak sesuai dan adanya cacat dalam lasan. Pengaruh struktur logam las terhadap ketangguhan pada dasarnya sama seperti pada batas las, tetapi pada logam las dalam proses pengelasan ini mencair dan kemudian membeku maka kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen.

2.4.3 Ketangguhan logam las

Logam las adalah logam yang dalam proses pengelasan mencair kemudian membeku, sehingga logam las ini banyak sekali mengandung oksigen dan gas – gas


(37)

lain. Komposisi logam las sudah barang tentu tergantung daripada proses pengelasan tetapi dapat diperkirakan bahwa komposisinya terdiri dari komponen logam induk dan komponen bahan las yang digunakan.

Dalam menganalisa ketangguhan logam las harus diperhatikan pengaruh unsur lain yang terserap selama proses pengelasan, terutama oksigen, dan pengaruh dari struktur logam itu sendiri. Struktur logam daerah pengaruh panas atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam las, pada daerah HAZ dekat dengan daerah lebur, kristal tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar daerah ini dinamakan batas las.

Didalam daerah pengaruh panas besar butir dan struktur berubah sesuai dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan, karena siklus termal yang terjadi sangat komplek sehingga ketangguhannyapun semakin komplek.

2.4.4 Retak pada daerah las

Retak las dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu retak dingin dan retak panas. Retak dingin adalah: retak yang terjadi di daerah las pada suhu dibawah suhu transformasi martensit (Ms) yang tinggi nya kira – kira 3000 C. Retak dingin dapat

terjadi tidak hanya pada daerah HAZ, tetapi juga pada logam las.

Sedangkan retak panas adalah retak yang terjadi pada suhu diatas 5500 C, retak panas yang sering terjadi pada logam las karena pembekuan biasanya berbentuk retak kawah, dan retak memanjang.


(38)

2.5 Aluminium

Aluminium adalah paduan logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi tahan terhadap korosi, dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Paduan Aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian yaitu:

1. Berdasarkan pembuatan, klasifikasi paduan cor dan paduan tempa 2. Berdasarkan perlakuan panas

3. Berdasarkan unsur – unsur paduan

Berdasarkan klasifikasinya aluminium dibagi dalam tujuh jenis yaitu : 1. Jenis Al – murni (seri 1000)

Jenis ini adalah Aluminium dengan kemurnian antara 99% s/d 99,9%, Aluminium dalam seri ini disamping sifatnya baik dan tahan karat, konduksi panas dan konduksi listrik yang dapat memiliki sifat yang memuaskan dalam mampu las dan mampu potong, hal yang kurang menguntungkan adalah dari segi kekuatannya yang rendah.

2. Jenis paduan Al – Cu (seri 2000)

Jenis Paduan Al – Cu adalah jenis yang dapat diperlaku panaskan, dengan melalui pengelasan endap atau penyepuhan sifat mekanik. Paduan ini dapat menyamai sifat sifat dari baja lunak, tetapi daya tahan korosinya rendah bila dibandingkan dengan jenis paduan yang lainnya, sifat mampu las nya juga kurang baik, paduan jenis ini biasa digunakan pada konstruksi keling dan banyak sekali digunakan pada konstruksi pesawat terbang.


(39)

3. Jenis paduan Al – Mn (seri 3000)

Paduan ini adalah jenis yang tidak dapat diperlaku – panaskan sehingga penaikan kekuatannya hanya dapat diusahakan melalui pengerjaan dingin dalam proses pembuatannya dari segi kekuatan jenis paduan ini lebih unggul dari pada jenis Aluminium murni.

4. Paduan jenis Al – Si (seri 4000)

Paduan Al – Si termasuk jenis yang tidak dapat diperlaku panaskan, jenis ini dalam keadaan cair mempunyai sifat mampu alir yang baik dan dalam proses pembekuanya hampir tidak terjadi retak. Karena sifat – sifat nya, maka paduan jenis ini banyak digunakan sebagai bahan atau logam las dalam pengelasan paduan aluminium baik paduan cor maupun paduan tempa.

5. Paduan jenis Al – Mg (seri 5000)

Jenis ini tidak termasuk paduan yang tidak dapat diperlaku – panaskan, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan dalam sifat mampu – las nya. Paduan Al – Mg banyak digunakan tidak hanya dalam konstruksi umum, tetapi juga untuk tangki – tangki penyimpanan gas alam cair dan oksigen cair. Karena Al – Mg mempunyai sifat tahan korosi dan ringan, maka dapat digunakan untuk pekerjaan konstruksi terutama untuk daerah yang berkorosif.

6. Paduan jenis AL – Mg – Si (seri 6000)

Paduan ini termasuk jenis yang dapat diperlaku – panaskan, dan mempunyai sifat mampu potong, mampu las dan daya tahan korosi yang cukup. Sifat yang kurang


(40)

baik dari paduan ini adalah terjadi pelunakan pada daerah las sebagai akibat dari panas pengelasan yang timbul.

7. Paduan jenia AL – Zn (seri 7000)

Paduan ini termasuk jenis yang dapat diperlaku – panaskan, sifat mampu - las dan daya tahannya terhadap korosi kurang menguntungkan. Paduan Al – Zn – Mg saat sekarang ini mulai banyak digunakan dalam konstruksi las, karena jenis ini mempunyai sifat mampu las dan daya tahan korosi yang lebih baik dari pada paduan dasar Al – Zn.

2.5.1. Aluminium-Magnesium

Dalam paduan biner Al-Mg satu fasa yang ada dalam keseimbangan dengan larutan padat yang merupakan senyawa antar logam yaitu Al3Mg2. Sel satuannya

merupakan senyawa antar hexagonal susunan rapat (cph) tetapi ada juga dilaporkan bahwa sel satuannya merupakan kubus berpusat muka (fcc) rumit. Titik eutektiknya adalah 4500 C, 35% Mg dan batas kelarutan padatnya pada temperatur eutektik adalah 17,4% Mg, yang menurun pada temperetur biasa sampai kira-kira 1,9% Mg, kemampuan penuaan dapat diharapkan secara praktis penambahan Mg tidaklah banyak, pengerasan penuaan yang berarti tidak diharapkan.

Senyawa

β

mempunyai masa jenis yang rendah dan mudah teroksidasi, oleh karena itu biasanya ditambahkan sedikit flux dari Be sebagai contoh 0,004%. Paduan Al-Mg mempunyai titik cair pada suhu 6500 C, temperatur kritis pada daerah HAZ


(41)

adalah 2500 C disini sudah terjadi perubahan Fasa dapat dilihat pada gambar. 2.11 diagram fasa dari AL-Mg.

Gambar. 2.11 Diagram Fasa titik cair Al-Mg 5083

Pipa penghubung dari MHE yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari material paduan Al – Mg 5083, yang mempunyai komposisi kimia seperti tabel 2.2.

Tabel. 2.2 Komposisi Kimia Aluminium- Mg 5083 dapat dilihat pada tabel [6]

Unsur Mg Si Fe Cu Mn Cr Zn Ti Komposisi

% (berat)

4-4,9 0,4 0,4 0,1 0,4-1 0,05-0,25 0,25 0,15 Sumber: Mat web.com


(42)

Magnesium adalah unsur utama didalam AL-Mg yang mendapatkan kekuatan tinggi dan ketangguhan yang baik melalui kerja dingin, bersama ketahanan korosi yang sempurna dan mampu las. AL –Mg silika alloy (paduan), bila diberikan perlakuan panas masih menghasilkan ketahanan kaorosi yang baik dan mampu las yang baik, sedangkan AL Zink magnesium Alloy (paduan) dapat memberikan ketahanan korosi, mampu las dan kekuatan yamg sangat tinggi ini apabila ditambahkan ke Aluminium Tembaga Alloy untuk memperbaiki karakteristik proses pelunakan.

Data-data mengenai keseimbangan dan penguapan dari AL-Mg dapat dilihat pada gambar 2.12

Gambar, 2.12 Diagram kesetimbangan Fasa AL-Mg, dan penguapan dari Magnesium


(43)

Untuk pelarutan zat padat dari Aluminium-Magnesium dapat dilihat pada tabel 2.3. Pada tabel dapat diketahui tekanan menurunkan kemampuan pelarutan pada 1 GN/m2, kelarutan pada temperatur 7230K adalah 11% Mg. Sedangkan pada 7000K adalah 10,3% Mg, pada temperatur 6000K adalah 6,3%,dan pada temperatur 5000K adalah 3% Mg.

Tabel, 2.3 Pelarutan Zat padat dari Aluminium-Magnesium Larutan Larutan

0

K 0F % wt % at 723 700 650 600 550 500 450 400 300 842 800 710 620 530 440 350 260 80 17,4 15,3 11,5 8,1 5,5 3,7 2,6 2,0 1,9 18,5 16,4 12,5 9,0 6,4 4,5 3,3 2,7 2,3 Sumber: Pengetahuan bahan Teknik

2.6 Jenis Kampuh

Salah satu yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pengelasan adalah pembuatan kampuh las. Kampuh las berguna sebagai tempat pengisian logam pengisi (elektroda) yang ikut mencair. Bentuk kampuh sangat mempengaruhi efisiensi sambungan dan jaminan sambungan

Harsono.W [4], Pada dasarnya pemilihan bentuk kampuh menuju kepada penurunan pemasukan panas dan penurunan logam las pada tingkat harga terendah dan tidak menurunkan mutu dari sambungan.


(44)

Lincoln Electric [7], ada tiga aturan dalam pemilihan sambungan dan kampuh:

1. Pemilihan sambungan yang memerlukan sedikit logam pengisi.

2. Penggunaan akar kampuh yang minimum dengan sudut yang kecil agar dapat mengurangi jumlah logam pengisi.

3. Pada pelat yang tebal menggunakan kampuh ganda untuk mengurangi logam pengisi.

Pada penelitian ini alur kampuh yang sesuai dengan tebal material pelat yang digunakan (7 mm) jadi alur kampuh yang sesuai yaitu alur V tunggal, bentuk dan ukuran kampuh telah di standarkan oleh American Welding Society (AWS). Dengan variasi sudut kampuh 700, 800, 900, menggunakan kuat arus 100A, 125A dan 150 A.

2.7 Kekuatan Sambungan Las

2.7.1 Kekuatan tarik

Dalam sambungan las sifat tarik sangat dipengaruhi oleh sifat dari logam induk, sifat daerah HAZ, sifat logam las dan sifat – sifat dinamik dari sambungan berhubungan erat dengan geometri dan distribusi tegangan dalam sambungan.

Dalam pengujian batang uji tersebut dibebani dengan kenaikan beban sedikit demi sedikit sampai batang uji patah, sifat – sifat tariknya dapat dihitung dengan persamaan berikut:


(45)

Tegangan ; ( / 2) 0 mm kg A F =

σ

(2.1)

F = beban (kg)

A0 = luas mula dari penampang benda uji (mm2)

Regangan: 100%

0 0 x L L L− =

ε

(2.2)

L0 = panjang mula dari benda uji

L = panjang benda uji yang dibebani Reduksi Penampang:RA = 100%

0 0

x A

A Af

(2.3) A0 = Luas penampang mula

Af = Luas penampang akhir

2.8 Struktur Makro

Pada pengujian struktur makro dilakukan pengamatan bagian penampang pada material aluminium yang patah setelah pengujian. Kemudian dilakukan pengamatan untuk mengetahui bentuk butir makro pada aluminium dari tepi menuju kepusat daerah patahan.

Struktur dendritik yang diperlihatkan pada gambar 2.13 terbentuk ketika kecepatan pembekuan meningkat, dendrit ini berkembang dalam arah tiga dimensi sehingga amat sulit untuk diamati karena hanya pada potongan bidang yang dapat diamati.


(46)

Gambar 2.13 Bentuk Struktur Dendritik

2.8.1 Strutur Makro Daerah Pengaruh Panas (HAZ)

Struktur, kekerasan dan berlangsungnya transformasi dari daerah HAZ dapat dibaca dengan segera pada diagram transformasi pendinginan berlanjut atau diagram CCT. Diagram semacam ini dapat digunakan untuk membahas pengaruh struktur terhadap retak las, keuletan. Yang kemudian dapat dipakai menentukan prosedur dan cara pengelasan.

Suatu contoh dari diagram CCT ditunjukan pada gambar 2.14 disini ditunjukan hubungan antara suhu mula dan suhu akhir transformasi dengan lama pendinginan dari 8000C (garis tebal). Garis putus menunjukan beberapa contoh siklus termal las yang bila digabung dengan garis tebal dari diagram CCT seperti diperlihatkan pada gambar menunjukan tahap-tahap transformasi selama pendinginan dan dapat dipakai untuk meramalkan struktur akhir yang akan dibentuk.


(47)

Gambar 2.14 Hubungan antara suhu mula dan suhu akhir transformasi dengan lama pendinginan dari 8000C

2.8.2 Ketangguhan dan Penggetasan Batas Las

Struktur logam pada daerah pengaruh panas (HAZ) berubah secara berangsur dari struktur logam las, sepeti yang terlihat pada gambar 2.15. Pada daerah HAZ yang dekat dengan garis lebur, kristalnya tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar, daerah ini dinamakan batas las.


(48)

Didalam daerah pengaruh panas, besar butir dan struktur berubah sesuai dengan siklus termal yang terjadi sewaktu pengelasan. Karena siklus termal yang terjadi sangat rumit maka dengan sendirinya perubahan ketangguhannyapun sangat rumit, hal ini dapat dilihat pada diagram dalam gambar 2.16.

Gambar. 2.16. Perubahan Temperatur Transisi pada Lasan

Pada daerah batas las dimana butir-butirnya sangat kasar, logam menjadi getas dan disebut penggetasan batas las.

2.9 Kerangka konsep

Hasil yang diperoleh dalam suatu penelitian dipengaruhi oleh variabel penelitian itu sendiri. Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan pada gambar 2.17. Dapat dilihat permasalahan penyambungan pipa penghubung MHE (Al – Mg 5083), yang menggunakan pengelasan TIG. Hasil dari pengelasan untuk melihat ketangguhan dari sambungan kampuh V tunggal menggunakan Variasi sudut, Variasi besar arus dan logam pengisi yang digunakan.


(49)

Permasalahan:

Penyambungan pipa penghubung MHE (Al-Mg5083)

Kerusakan yg terjadi: bocor

retak

Penyebab kerusakan: proses pengelasan yg tidak sesuai

desain kampuh / sambungan yang belum tepat

arus yang tidak sesuai

Pengelasan TIG

variasi sudut kampuh variasi besar arus

logam pengisi yang sesuai

Pengujian

cacat las tarik

struktur makro

Hasil Penelitian

sudut kampuh yang optimal kuat arus yang sesuai cacat las

kekuatan tarik hasil pengelasan struktur makro


(50)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pendahuluan

Aluminium merupakan logam ringan mempunyai ketahanan korosi yang baik, hantaran listrik yang baik serta sifat-sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam. Kekuatan mekaniknya yang sangat meningkat dengan penambahan Cu, Mg, Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, material ini dipergunakan didalam bidang yang luas bukan saja untuk peralatan rumah tangga tapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut serta konstruksi.

Paduan Aluminium-Magnesium (Al-Mg) mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, sejak lama disebut hidronalim dan dikenal sebagai paduan yang tahan korosi. Cu dan Fe sangat berbahaya bagi ketahanan korosi terutama Cu sangat memberikan pengaruhnya. Paduan Aluminium-Magnesium 5083 yang dianil adalah paduan antara (4,5 % Mg) kuat dan mudah dilas oleh karena itu sekarang dipakai sebagai bahan untuk tangki LNG. Indentifikasi jenis material pipa penghubung (MHE) yang terbuat dari Alumunium - Mg 5083 dengan sifat mekanik sebelum dilakukan pengelasan, seperti diperlihatkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Sifat Mekanik Material Al-Mg 5083 Sifat Mekanik Al-Mg 5083

Tensile Yield Strength (MPa) Tensile Strength Ultimate (MPa) Elongation (%)

701.88 287.53 10.08 Sumber: Hasil Penelitian


(51)

Proses pengelasan yang lazim dilakukan untuk penyambungan paduan Aluminium-Magnesium 5083 adalah TIG. Pengelasan TIG suatu proses pengelasan busur listrik elektroda tidak terumpan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung terhadap udara luar. Pada proses pengelasan TIG peleburan terhadap logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dengan logam induk. Penggunaan las TIG mempunyai dua keuntungan :

1. Kecepatan pengumpanan logam pengisi dapat diatur terlepas dari besarnya arus listrik sehingga penetrasi kedalam logam induk dapat mudah diatur

2. Kualitas yang lebih baik dari daerah lasan

4.2 Spesimen Uji Tarik Al-Mg 5083

Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3 sebelumnya, bentuk spesimen disesuaikan dengan standard AWS A5.28 untuk pengujian tarik. Gambar 4.1 memperlihatkan bentuk spesimen uji tarik.


(52)

4.3 Sifat Mekanis Al-Mg 5083 Hasil Uji Tarik

Kekuatan suatu material dapat dilihat dari beberapa variabel pengujian, baik mekanis maupun fisis. Salah satu pengujian mekanis yang sering dilakukan adalah pengujian tarik. Pada penelitian ini sasaran utama yang ingin dicapai adalah mengetahui kekuatan tarik material paduan Al-Mg 5083 yang telah mengalami proses pengelasan TIG. Sebagaimana telah dipaparkan pada Bab pendahuluan, material ini digunakan pada pipa-pipa dikilang LNG Arun.

Dengan memvariasikan besarnya sudut kampuh dan kuat arus diharapkan hasil kekuatan tarik dari material paduan Al-Mg 5083 dapat meningkat. Setelah semua spesimen dilakukan pengujian tarik menggunakan universal testing machine dan dilakukan perhitungan, maka didapat sejumlah parameter hasil pengujian. Tipikal grafik tegangan regangan yang dihasilkan dari masing-masing variasi sudut kampuh dan kuat arus diperlihatkan pada gambar 4.2 s.d 4.7, sedangkan parameter hasil pengujian tersebut ditabelkan pada tabel 4.2.

Gambar 4.2 s.d 4.3 adalah grafik tipikal tegangan vs regangan tarik untuk sudut kampuh 700 dengan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A. Dari ketiga gambar tersebut dapat diperoleh informasi bahwa grafik mempunyai daerah elastistas yang cukup jelas. Disini terlihat juga adanya fenomena perpanjangan yang cukup jelas terjadi pada sudut kampuh 700. Dari kontur grafik menunjukan bahwa pengelasan material paduan Al-Mg 5083 dengan sudut kampuh 700 mempunyai sifat yang relatif ulet.


(53)

(a)

(b)

Gambar 4.2 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 700 (a) Kuat arus 100A (b) kuat arus 125A


(54)

Gambar 4.3 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 70 Kuat arus 150 A

Karakteristik grafik dari hasil pengujian tarik untuk pengelasan paduan Al-Mg 5083 dengan sudut kampuh 800 tidak jauh berbeda dengan pengelasan paduan Al-Mg 5083 dengan sudut kampuh 700 (Gambar 4.4 s.d 4.6). Dari ketiga gambar tersebut dapat juga diperoleh informasi bahwa grafik mempunyai daerah elastistas yang cukup jelas. Disini juga terlihat adanya fenomena perpanjangan yang cukup jelas pada saat penarikan. Dari kontur grafik ini menunjukan bahwa pengelasan material paduan Al-Mg 5083 dengan sudut kampuh 800 juga mempunyai sifat yang relatif ulet.


(55)

(a) 10,5 9,8 5,7 4,6 2,3 0

6 12 18 24

0 30

T ega nga n K g f/ m m 2 Regangan %

11 (b)

8,8 7,8 5,5 3,6 0

Gambar 4.4 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 800 (a) Kuat arus 100A (b) kuat arus 125A

0 11 22 33 44 55

Regangan % T ega nga n K g f/ m m 2


(56)

8,2

7,4

5,6

4,3

0

0 13 26 39 52

11

Regangan %

T

ega

nga

n K

g

f/

m

m

2

65

Gambar 4.5 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 80 Kuat arus 150 A

Karakteristik grafik dari hasil pengujian tarik untuk pengelasan paduan Al-Mg 5083 dengan sudut kampuh 900 berbeda dengan pengelasan paduan Al-Mg 5083 dengan sudut kampuh 700 dan 800 (Gambar 4.7 s.d 4.9). Pada pengelasan dengan sudut kampuh ini, menggunakan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A mempunyai kontur grafik yang cenderung lurus. Disini terlihat kecilnya terjadi perpanjangan pada saat penarikan dan daerah elastistas tidak terlihat dengan jelas. Dari kontur grafik yang ditampilkan menunjukan bahwa pengelasan material paduan Al-Mg 5083 dengan sudut kampuh 900 juga mempunyai sifat yang relatif getas.


(57)

15 13.5 10,6 7,2 4,5 0 15 12,4 9,1 7,4 5,7 0

0 3,5 7 10,5 14 17,5

Regangan % T ega nga n K g f/ m m 2

Gambar 4.6 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 900 (a) Kuat arus 100A (b) kuat arus 125A

0 6 12 18 24 30

Regangan % T ega nga n K gf/ m m 2 (b)


(58)

3,0 5,0 8,5 11.7 15 0

0 6 12 18 24 30

Regangan % T ega nga n K g f/ m m 2

Gambar 4.7 Tipikal grafik tegangan vs regangan tarik sudut kampuh 90 Kuat arus 150 A

Tabel 4.2 Data nilai rata-rata hasil pengujian

α I V v(in/menit) H F (N) A0(mm)

σ

y(Mpa)

σ

u(Mpa)

700 700 700 800 800 900 900 900 900 100 125 150 100 125 150 100 125 150 30 30 30 30 30 30 30 30 30 5 5 5 7 7 7 9 9 9 480 480 480 342.8 342.8 342.8 266.6 266.6 266.6 10596.88 9749.95 8814.29 13199.16 11621.23 10922.00 17960.09 16448.90 15526.72 134.40 134.90 136.32 136.32 133.00 134.40 133.00 134.40 134.90 48.54 42.12 35.43 56.09 50.41 42.62 71.32 61.42 52.30 78.85 72.27 64.66 96.82 87.37 81.26 135.04 122.38 115.10 Sumber: Hasil penelitian


(59)

Parameter hasil pengujian yang tercatat dapat ditabelkan pada tabel 4.2. Dari tabel 4.2 dapat dilihat untuk sudut kampuh 700 dengan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A memiliki kekuatan tarik yang berbeda. Pada sudut kampuh 700 kekuatan tarik tertinggi terjadi pada kuat arus 100 A, sebesar (78.85 MPa) dan yang terendah pada kuat arus 150 A, yaitu (64.66 MPa).

Hal yang sama juga terjadi pada sudut kampuh 800 dan 900. Pada sudut kampuh 800, kekuatan tarik tertinggi sebesar (96.82 MPa) terjadi pada kuat arus 100 A dan terendah pada kuat arus 150 A (81.26 MPa). Demikian juga pada sudut kampuh 900, pada kuat arus 100 A menghasilkan kekuatan tarik yang lebih baik dibandingkan kuat arus 125 A dan 150 A, yaitu (135.04 MPa), sedangkan yang trerendah (115.10 MPa)

Dari hasil di atas terlihat bahwa pada pengelasan TIG untuk paduan Al-Mg 5083, faktor kuat arus sangat mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik). Disini terlihat kuat arus 100 A dapat menghasilkan kekuatan las yang lebih baik dibandingkan 125 A dan 150 A. Pada tabel 4.2 juga menunjukan bahwa kuat arus semakin tinggi akan menyebabkan kekuatan las menurun, dengan kata lain kuat arus yang besar belum menjamin kekuatan las akan meningkat. dapat digambarkan dalam bentuk grafik berdasarkan kuat arus dari masing-masing variasi sudut kampuh.

Gambar 4.8 s.d 4.10 memperlihatkan hasil pengelasan dengan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A berdasarkan variasi sudut kampuh. Gambar 4.8 memperlihatkan hasil pengelasan dengan kuat arus 100 A, disini terlihat sudut kampuh 900 mempunyai tegangan tarik rata-rata lebih baik dibandingkan sudut kampuh 800 dan


(60)

700. Tegangan tarik terendah pada kuat arus 100 A terjadi pada sudut kampuh 700. Hal yang sama juga terjadi pada pengelasan dengan kuat arus 125 A dan 150 A (gambar 4.9 dan 4.10). Dari ketiga grafik tersebut dapat dikatakan bahwa untuk pengelasan material paduan Al-Mg 5083 luasan sudut kampuh sangat mempengaruhi kekuatan pengelasan.

0 30 60 90 120 150

Spesim en

Tegangan Tarik (MPa)

sudut 70 sudut 80 sudut 90

1 2 3

Gambar 4.8 Grafik hasil uji tarik Spesimen Las sudut 700, 800 dan 900 menggunakan arus pengelasan 100 A


(61)

0 30 60 90 120 150

Spesim en

Tegangan Tarik (MPa)

sudut 70 sudut 80 sudut 90

2

1 3

Gambar 4.9 Grafik hasil uji tarik Spesimen Las sudut 700, 800 dan 900 menggunakan arus pengelasan 125 A

0 30 60 90 120 150

Spesim en

Tegangan Tarik (MPa)

sudut 70 sudut 80 sudut 90

1 2 3

Gambar 4.10 Grafik hasil uji tarik Spesimen Las sudut 700, 800 dan 900 menggunakan arus pengelasan 150 A


(62)

4.4 Analisa statistik dengan metode Anova (Varian)

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas (kuat arus dan sudut kampuh) terhadap variabel tidak bebas tegangan (tensile), maka perlu dilakukan uji statistik. Salah satu metode statistik yang digunakan adalah analisa varian (analysis of variance). Analisa data varian ini menggunakan Gnumeric yang berjalan di plat form operating sistem Linux. Langkah yang dilakukan adalah mengelompokkan data seperti terlihat pada tabel 4.3 s.d 4.8.

Tabel 4.3 Interaksi sudut kampuh 700 dan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A Sudut Kampuh 70

Kolom Pengamatan Sij Ssij SSDij Ln SSDij xij

1 73.06 83.75 79.73 236.54 18708.699 58.31 4.06575 78.85 2 69.82 72.86 74.14 216.82 15680.1516 9.85 2.28721 72.27 3 63.25 66.49 64.23 193.97 12546.9755 5.52 1.70872 64.66 Total 647.33 46935.8261 73.68 8.06168 71.93 Sumber: Hasil penelitian

Tabel 4.4 Interaksi sudut kampuh 800 dan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A Sudut Kampuh 80

Kolom Pengamatan Sij Ssij SSDij Ln SSDij xij

1 91.59 102.97 95.91 290.47 28190.2771 66.00 4.18971 96.82 2 77.96 95.61 88.55 262.12 23060.1362 157.84 5.06157 87.37 3 81.79 81.49 80.51 243.79 19812.0843 0.90 -0.10952 81.26 Total 796.38 71062.4976 224.74 9.14176 88.49 Sumber: Hasil penelitian


(63)

Tabel 4.5 Interaksi sudut kampuh 900 dan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A Sudut Kampuh 90

Kolom Pengamatan Sij Ssij SSDij Ln SSDij xij

1 131.9 134.94 138.27 405.11 54725.0065 20.30 3.01074 135.04 2 122.97 125.23 118.95 367.15 44953.2763 20.24 3.00744 122.38 3 116.6 112.29 116.4 345.29 39753.5641 11.84 2.47115 115.10

Total 1117.55 139431.8469 52.37 8.48933 124.17

Grand Total 2561.26 257430.1706 350.79 25.69277 94.86 Sumber: Hasil penelitian

Tabel 4.6 Harga rata-rata dari interaksi sudut kampuh 700, 800, 900 Tabel Harga Rata-rata

Baris Rata-rata

Kolom 1 2 3 Baris

1 2 3 135.04 96.82 78.85 122.38 87.37 72.27 115.1 81.26 64.66 124.17 88.49 71.93 Rata-rata

kolom 103.57 94.01 87.01 94.86296

Sumber: Hasil Penelitian

Tabel 4.7 Hasil penjumlahan dan pengkuadratan dari interaksi antara sudut kampuh 700, 800, 900 dengan kuat arus 100 A, 125 A dan 150 A.

Baris

Kolom 1 2 3 S i. SS i.

1 236.54 216.82 193.97 647.33 419036.1289

2 290.47 262.12 243.79 796.38 634221.10

3 405.11 367.15 345.29 1117.55 1248918.003

S .i 932.12 846.09 783.05 2561.26 2302175.236

SS .i 868847.69 715868.3 613167 2197883.28 Sumber: Hasil penelitian


(64)

Tabel 4.8 Uji statistik

SS i. 2302175.24 SS .I 2197883.28

SS .. 2561.26

k = 3

m = 3

n = 3

C 1.1852E+00 km - 1 8

LN 2.9698E+00 k m (n - 1) 18

2.16160 k - 1 2

Barlett Test 12.274690 m - 1 2

X

.95; f = 8 15.5 (k - 1) (m - 1) 4

SSD0 1.4465E+04 S0 1808.1566

SSD1 3.5079E+02 S1 19.4883

SSD3 1.2832E+04 S3 6416.1652

SSD4 1.2443E+03 S4 622.1676

SSD2 3.7797E+01 S2 9.4493

Fraktil distribusi

rasio - var. f Pemb. f Penyebut 95% 97.5%

Interaksi : 4 18 2.93 3.61

Baris : 2 18 3.55 4.56

Kolom : 2 18 3.55 4.56

Baris : 2 4 6.94 10.6

Kolom : 2 4 6.94 10.6

Tes Ketiadaan Interaksi 0.4849 Tidak Ada Interaksi

Tes Kesamaan Baris 679.0077 329.2315 Tidak Sama

Tes Kesamaan Kolom 65.8425 31.9252 Tidak Sama

Varian Penyebut S22 S12

Sumber: Hasil penelitian


(65)

Analisa Varian dimulai dengan melakukan tes kesamaan Varian data sudut kampuh dan kuat arus pengelasan dengan tes barlett (X2), dalam hal ini perlu dimasukkan harga fraktil distribusi X2 (f = k . m–1) untuk tingkat kepercayaan 95 %. Tes barlet dilakukan untuk mengetahui keseragaman Varian dari sudut kampuh dan kuat arus pengelasan artinya ketiga kelompok data sudut kampuh bisa dianggap berasal dari satu populasi dan data-data tersebut layak untuk diperbandingkan. Bila harga barlett ( X2 ) dari hasil perhitungan lebih kecil dari harga barlett dengan fraktil (9-1) dimana diberikan nilai kepercayaan 95 %, maka hipotesa kesamaan ke sembilan varian dapat diterima. Dengan demikian harga gabungan S12

(variai dalam set) dapat dimanfaatkan dalam pengetesan beberapa hipotesa. 4.4.2 Hipotesa varian interaksi

Hipotesa dilakukan untuk pengamatan sudut kampuh dan kuat arus pengelasan saling berkaitan dalam mempengaruhi hasil pengamatan. Hipotesa ini dilakukan dengan membandingkan varian interaksi S22 dengan varian dalam set S12. Bila harga

rasio varian interaksi lebih kecil dari harga fraktil distribusi varian V2 untuk tingkat kepercayaan 97, 5 %, maka hipotesa ketiadaan interaksi dapat diterima.

Pengujian hipotesa berikutnya menggunakan S12 sebagai pembanding hasil

pengujian dari hipotesa interaksi yang dilakukan menunjukan bahwa rasio varian interaksi lebih kecil dari fraktil distribusi varian (S22/S12 < V20,975 ) oleh karena itu

terjadi interaksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sudut kampuh dan kuat arus secara bersamaan dalam mempengaruhi kekuatan tarik.


(66)

Hipotesa ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari sudut kampuh berpengaruh terhadap variabel output tensile (tegangan). Untuk itu perlu diperbandingkan harga varian antar baris (S32 ) dengan varian dalam set (S12).

Bila perbandingan tersebut lebih besar dari fraktil distribusi rasio varian, maka terjadi pengaruh dari data sudut kampuh terhadap nilai tensile (tegangan). Dari data pengujian diketahui S22/S12 > V20,975, oleh karena itu sudut kampuh mempengaruhi

tensile (tegangan).

4.4.4 Hipotesa kesamaan kolom

Hipotesa ini untuk mengetahui apakah data mengenai kuat arus pada pengelasan berpengaruh terhadap variabel output tensile (tegangan). Untuk itu dilakukan perhitungan rasio varian antar kolom (S42) dengan varian dalam (S12).

Bila rasio tersebut lebih besar dibandingkan harga fraktil distribusi varian maka dapat diambil kesimpulan bahwa kuat arus pada pengelasan mempunyai peran dalam menentukan nilai tensile (tegangan). Data hasil pengujian menunjukan (S42/S12)

> V20,975, dapat dilihat bahwa kuat arus sangat mempengaruhi nilai tensile (tegangan)

Aljufri : Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Tunggal Dan Kuat Arus Pada Sambungan Logam Alumunium…, 2008 USU e-Repository © 2008

90 120 150


(67)

Gambar 4.11 Grafik hasil pengujian statistik dengan menggunakan metode analisis varian (anova)

Grafik yang terlihat pada gambar 4.11 adalah nilai rata-rata hasil pengujian tegangan tarik dengan variasi sudut kampuh dan kuat arus. Sebagai mana diketahui bahwa nilai rata-rata tidak dapat memberikan informasi tentang variasi data dalam set atau perbedaan antara data terkecil dengan data terbesar (data extrim). Informasi yang dapat diketahui dari grafik tersebut adalah garis dengan slope atau gradient tertentu yang menunjukkan trend perubahan kekuatan tarik sesuai dengan perubahan sudut kampuh dan kuat arus. Dari grafik pengujian tarik diatas tidak terlihat perubahan trend yang mencolok dengan memperhatikan slope garis ketiga kelompok data yang relatif sama.


(68)

Pemeriksaan cacat las dilakukan dengan cara pengujian tidak merusak NDT (Non Destructif Test) menggunakan peralatan Ultrasonic test, dari hasil pemerikasaan yang dilakukan oleh tim Inpeksi welding dari PT. Superintending Company of Indonesia (SUCOFINDO) ke 27 spesimen Aluminium - Mg 5083 yang telah mengalami pengelasan tidak menunjukan adanya cacat las, dalam artian masih dalam kriteria batasan yang bisa diterima (Acceptance Standard Ansi B 31.3) . Hasil pemeriksaan (Test Report) dapat dilihat pada lampiran 6.

4.6 Analisa Struktur Makro Terhadap Perpatahan

Pada pengujian struktur makro ini dilakukan pengamatan pada bagian patahan dari spesimen Al-Mg 5083 sesudah dilas dan mengalami pembebanan tarik, kemudian dilakukan pengamatan struktur makro untuk mengetahui bentuk butir yang terkandung pada patahan material sesuai dengan bentuk kampuh dan kuat arus yang digunakan pada penelitian ini.

Dari hasil pengamatan menunjukan secara umum penampakan struktur makro pada setiap variasi sudut kampuh dan kuat arus pengelasan memiliki bentuk butir yang dendritik dan beberapa bentuk garis eutektik yang halus dan memanjang. Struktur dendritik terbentuk ketika kecepatan pembekuan meningkat, dendrit ini berkembang dalam arah tiga dimensi sehingga agak sulit untuk diamati karena hanya bagian patah bidang yang dapat diamati. Secara umum penampakan struktur makro pada setiap variasi arus pengelasan dan sudut kampuh memiliki bentuk butir yang


(69)

sama, pengamatan dilakukan pada bagian tengah dan tepi pada patahan aluminium – magnesium 5083 hasil pengujian tarik dengan pembesaran 50 x.

Beberapa keistimewaan struktur makro pada patahan logam aluminium – magnesium 5083 menunjukan ukuran dan bentuk butir dendritik yang sama, hal ini disebabkan bentuk butir yang halus (fine) dan kasar sama akan menghasilkan kombinasi yang baik antara kekuatan dan keuletan pada logam aluminium, ini dapat dilihat pada gambar 4.12 sd 4.20.

Gambar. 4.12 Struktur makro pada penampang patahan spesimen, sudut 700dengan kuat arus 100 A pembesaran 50 x

Gambar 4.12 dari spesimen las Al-Mg 5083 dengan sudut kampuh 700 pada patahan hasil pengujian tarik menunjukan butiran dendrit yang memanjang terlihat pada penampang patahan, serta kandungan butiran eutektik silikon. kasar yang memanjang dan menyebar melintang arah penarikan.


(70)

Gambar. 4.13 Struktur makro pada penampang patahan spesimen, sudut 700 dengan kuat arus 125 A pembesaran 50 x

Pada gambar 4.13. Patahan sudut kampuh 700 dengan kuat arus 125 A dari hasil pengamatan pada penampang patahan menunjukan bentuk struktur butiran eutektik silikon yang menumpuk dan kasar, dibeberapa bagian cenderung membentuk garis eutektik dan sebagian butiran dendrit yang menumpuk dan beorientasi searah dengan arah tarikan.

Gambar. 4.14 Struktur makro pada penampang patahan spesimen sudut 700 dengan kuat arus 150 A. pembesaran 50 x

Dari hasil patahan spesimen gambar 4.14 dengan sudut kampuh 700 menggunakan arus pengelasan 150 A, pada penampang patahan menunjukan bentuk garis struktur butiran eutektik silikon yang halus didalamnya, serta butiran dendrit


(71)

yang kasar dan sebagian memanjang menyebar terlihat jelas pada permukaan penampang patahan spesimen..

Gambar. 4.15 Struktur makro penampang patahan spesim 800 dengan kuat arus 100A pembesaran 50 x.

en,sudut

Pada gambar 4.15 patahan spesimen sudut kampuh 800 dengan kuat arus pengelasan 100 A menunjukan bentuk butir pada bagian tepi dan tengah memiliki kesamaan bentuk butiran dendrit kasar dan halus dengan orientasi tidak teratur, kemudian pada bagian tengah memiliki bentuk butir yang mirip hal ini disebabkan terjadinya kondisi steady

Gambar. 4.16 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 800 dengan kuat arus 125 A pembesaran 50 x


(72)

Gambar 4.16. struktur makro pada patahan spesimen dengan sudut kampuh 800 menggunakan arus pengelasan 125 A, menunjukan bentuk struktur butiran dendrit yang sama menumpuk kasar dan halus serta beberapa bagian agak memanjang dikelilingi garis eutektik silikon

Gambar. 4.17 Struktur makro pada patahan spesimen, sudut 800dengan kuat arus 150 A pembesaran 50 x

Hasil pengamatan pada patahan spesimen dengan sudut kampuh 800 dengan kuat arus pengelasan 150 A, pada gambar 4.17 terlihat bentuk butiran struktur yang sama tidak berorientasi sudah memisah, menyebar pada permukaan penampang patahan. Serta bentuk garis-garis eutektik yang terlihat jelas patahan pada spesimen.

Gambar 4.18 Struktur makro pada penampang patahan spesimen, sudut 900dengan kuat arus 100 A. pembesaran 50 x


(73)

Pada patahan spesimen yang diperlihatkan gambar 4.18. dengan sudut kampuh 900 dan kuat arus pengelasan 100A menunjukan butiran dendrit yang halus memanjang. Hal ini disebabkan pada awal pembekuan berupa inti kemudian berkembang dan menumpuk dengan jari-jari berbentuk butir tidak berorientasi serta garis-garis eutektik silikon.

Gambar. 4.19 Struktur makro pada penampang patahan spesim sudut 900 dengan kuat arus 125 A. pembesaran 50 x

en,

Bentuk struktur dari patahan spesimen dengan sudut kampuh 900 menggunakan arus pengelasan 125 A, pada gambar 4.19. menunjukan bentuk struktur butiran-butiran dendrit yang kasar menumpuk, sebagian agak menyebar dan banyaknya bentuk garis-garis eutektik yang diakibatkan oleh arah penarikan.

Gambar. 4.20 Struktur makro penampang patahan spesimen, sudut 900 dengan kuat arus 150 A. pembesaran 50 x


(74)

Gambar 4.20 pada patahan spesimen dengan sudut kampuh 900 menggunakan kuat arus pengelasan 150 A menunjukan bentuk butir dendritik yang kasar sebagian menyebar tidak beraturan cendrung memiliki arah memanjang, serta bentuk butiran eutektik silikon yang halus pada garis eutektik, ini disebabkan karena adanya penarikan pada aluminium.


(75)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada pengelasan material Aluminium-Magnesium 5083, menggunakan sudut kampuh V tunggal dengan kuat arus, 100 A, 125 A, 150 A. Dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari tujuan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari variasi kampuh α 700, 800 dan 900 menggunakan kuat arus 100 A, 125 A, 150 A menghasilkan kekuatan tarik yang berbeda. Kekuatan tarik tertinggi dihasilkan olehsudut kampuh α 900 dengan kuat arus 100 A sedang kekuatan tarik terendah terjadi pada kampuh α 700 dengan kuat arus 1500.

2. Dari hasil pengujian terlihat bahwa pada pengelasan TIG untuk paduan Al-Mg 5083, besar sudut kampuh, faktor kuat arus sangat mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik). Disini terlihat kuat arus 100 A dapat menghasilkan kekuatan las yang lebih baik dibandingkan 125 A dan 150 A. 3. Dari hasil pengujian statistik dengan menggunakan metode Anova. Pengujian

hipotesa menggunakan S12 (varian dalam set) sebagai pembanding dari

hipotesa interaksi yang dilakukan menunjukan bahwa rasio varian interaksi lebih kecil dari fraktil distribusi varian (S22/S12 < V20,975 ). Hal


(76)

tersebut mengindikasikan bahwa sudut kampuh dan kuat arus sangat mempengaruhi kekuatan tarik.

4. Pemeriksaan cacat las pengujian tidak merusak NDT (Non Destructif Test) menggunakan peralatan Ultra sonic test, ke 27 spesimen aluminium - Mg 5083 yang telah mengalami pengelasan tidak menunjukan adanya cacat las, dalam artian masih dalam kriteria batasan yang bisa diterima (Acceptance Standard Ansi B 31.3) .

5. Pengamatan struktur makro pada bagian patahan dari spesimen Al-Mg 5083, menunjukan hasil secara umum penampakan struktur makro pada setiap variasi sudut kampuh dan kuat arus pengelasan memiliki bentuk butir yang dendritik, struktur dendritik terbentuk ketika kecepatan pembekuan meningkat dan beberapa bentuk retakan kawah yang memanjang, retakan kawah ini terjadi karena proses penarikan logam yang diakibatkan oleh pembebanan tarik. Secara umum penampakan struktur makro pada setiap variasi arus pengelasan dan sudut kampuh memiliki bentuk butir yan sama (equiased).

5.2 Saran

1. Pada pelaksanaan proses pengelasan ada beberapa faktor yang harus diperhatikan diantaranya parameter las yang benar dan harus terjamin, menjaga agar pada saat proses pengelasan tidak terkontaminasi atmosfir. Begitu juga dengan pemeriksaan cacat las disarankan harus teliti dan akurat


(77)

didalam membaca data hasil pemeriksaan baik itu secara tidak merusak (Non Destructif Test) maupun merusak (Destructif Test) pada spesimen yang telah dilas.

2. Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini kepada perusahaan yang menggunakan pengelasan TIG khususnya yang memakai material Al-Mg 5083 dianjurkan untuk sudut kampuh pengelasan menggunakan α 900 dengan kuat arus pengelasan 100A, hasil ini lebih maksimal dibandingkan dengan penggunaan sudut kampuh yang digunakan selama ini yaitu α 700, 800 dengan kuat arus 120 A dan 190 A.


(1)

Gambar 4.20 pada patahan spesimen dengan sudut kampuh 900 menggunakan kuat arus pengelasan 150 A menunjukan bentuk butir dendritik yang kasar sebagian menyebar tidak beraturan cendrung memiliki arah memanjang, serta bentuk butiran eutektik silikon yang halus pada garis eutektik, ini disebabkan karena adanya penarikan pada aluminium.


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada pengelasan material Aluminium-Magnesium 5083, menggunakan sudut kampuh V tunggal dengan kuat arus, 100 A, 125 A, 150 A. Dapat diperoleh beberapa kesimpulan yang merupakan jawaban dari tujuan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari variasi kampuh α 700, 800 dan 900 menggunakan kuat arus 100 A, 125 A, 150 A menghasilkan kekuatan tarik yang berbeda. Kekuatan tarik tertinggi dihasilkan olehsudut kampuh α 900 dengan kuat arus 100 A sedang kekuatan tarik terendah terjadi pada kampuh α 700 dengan kuat arus 1500.

2. Dari hasil pengujian terlihat bahwa pada pengelasan TIG untuk paduan Al-Mg 5083, besar sudut kampuh, faktor kuat arus sangat mempengaruhi hasil lasan (kekuatan tarik). Disini terlihat kuat arus 100 A dapat menghasilkan kekuatan las yang lebih baik dibandingkan 125 A dan 150 A. 3. Dari hasil pengujian statistik dengan menggunakan metode Anova. Pengujian

hipotesa menggunakan S12 (varian dalam set) sebagai pembanding dari hipotesa interaksi yang dilakukan menunjukan bahwa rasio varian interaksi lebih kecil dari fraktil distribusi varian (S22/S12 < V20,975 ). Hal


(3)

tersebut mengindikasikan bahwa sudut kampuh dan kuat arus sangat mempengaruhi kekuatan tarik.

4. Pemeriksaan cacat las pengujian tidak merusak NDT (Non Destructif Test) menggunakan peralatan Ultra sonic test, ke 27 spesimen aluminium - Mg 5083 yang telah mengalami pengelasan tidak menunjukan adanya cacat las, dalam artian masih dalam kriteria batasan yang bisa diterima (Acceptance Standard Ansi B 31.3) .

5. Pengamatan struktur makro pada bagian patahan dari spesimen Al-Mg 5083, menunjukan hasil secara umum penampakan struktur makro pada setiap variasi sudut kampuh dan kuat arus pengelasan memiliki bentuk butir yang dendritik, struktur dendritik terbentuk ketika kecepatan pembekuan meningkat dan beberapa bentuk retakan kawah yang memanjang, retakan kawah ini terjadi karena proses penarikan logam yang diakibatkan oleh pembebanan tarik. Secara umum penampakan struktur makro pada setiap variasi arus pengelasan dan sudut kampuh memiliki bentuk butir yan sama (equiased).

5.2 Saran

1. Pada pelaksanaan proses pengelasan ada beberapa faktor yang harus diperhatikan diantaranya parameter las yang benar dan harus terjamin, menjaga agar pada saat proses pengelasan tidak terkontaminasi atmosfir. Begitu juga dengan pemeriksaan cacat las disarankan harus teliti dan akurat


(4)

didalam membaca data hasil pemeriksaan baik itu secara tidak merusak (Non Destructif Test) maupun merusak (Destructif Test) pada spesimen yang telah dilas.

2. Dari hasil yang diperoleh pada penelitian ini kepada perusahaan yang menggunakan pengelasan TIG khususnya yang memakai material Al-Mg 5083 dianjurkan untuk sudut kampuh pengelasan menggunakan α 900 dengan kuat arus pengelasan 100A, hasil ini lebih maksimal dibandingkan dengan penggunaan sudut kampuh yang digunakan selama ini yaitu α 700, 800 dengan kuat arus 120 A dan 190 A.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Zubir. 2000. Analisa kerusakan dan Perbaikan Alat penukar kalor (MHE) pada P.T. Arun NGL.Co. Laporan Akamigas, Cepu

[2] P.T. Arun NGL Co, 1991, Welding Procedure Qualification for Field Pabrication and Maintenance Welding of Piping Work

[3] Mawardi, 2005,. Pengujian pengelasan pada Konstruksi Pelat Baja Carbon jenis SS – 41 secara Non Destructive Ultra Sonic Flow Detector dengan menggunakan Spesifikasi Prosedur Pengelasan (WPS) menurut Standar A.S.M.E Section IX. Jurnal Teknologi Process Jurusan Teknik Kimia USU [4] W, Harsono. T, Okumura, 2000, Teknologi Pengelasan Logam. Pradnya Paramita, Jakarta Cetakan ke VIII.

[5] Sibarani.H, 2004, Pengelasan TIG pada Pelat ALumunium Paduan Seri E – 1145. ITB Library

[6] Data Shet Composition Information Provided By The Alumunium Association and is not for Design. Mat Web.com

[7] Lincoln Electrik, 1973, The Procedur Hand Book Of Arc Welding. Edisi Ke12 Ohio

[8]. AWS Comitee on Structural Welding Structure Welding Code. ANSI /AWS DI.1.94

[9] Anggono J, 2005, Studi Pengaruh Magnetik Arc Blow pada hasil las TIG Baja AISI 1021. http.// puslit.petra.ac.id/journals/mechanical

[10] Consulting@ welding engineer.com.las modified. April, 14, 2005

[11] Kern, WH. Welding Process – Arc and Gas Welding and Cutting, Brazing and Soldering AWS. Seventh Edition. Volume 2 Editor American Welding Society

[12] Messler.RW,1999, Principle of Welding. John Wiley and Sons Inc. NewYork USA

[13] Suheni, 2003, Pengaruh Tekanan Gas Argon Pada Baja ST 60 terhadap kekuatan Beban kejut dengan Proses Las TIG. Proseding Seminar Nasional Teknik Mesin, Unibraw

[14]. Info@welding.com.TIG Welding 2004

[15]. R.L.O’Brien. Welding Hand Book. Eighth Edition, Volume 2, Miami

[16]. The American Society of Mechanical Engineers (ASME sect IX), Newyork 2001


(6)

[17] Prof.Ir. Tata Surdia MS.Met.E. Prof. DR. Shinroku Saito, Pengetahuan Bahan Teknik. PT Pradnya Paramita Jakarta

[18] Taufiq Rochim. Perancangan Penelitian dan Analisis Data Statistika. Mechanical & Production Engineering (MPE),Mesin, FTI-ITB

[19] Johnson, M.Q. Evans, G.M. Edwards, G.R. The Influences of Addition Interpass Tempratur on The Microstructures and Mechanical Properties of High Strength SMA Weld Metals, ISIJ International Vol 35 No 10.1985

[20] Dhendi Darmawan Sutejo. Analisa Pengaruh Temperatur dan Kecepatan Turun Terhadap Struktur Mikro Pada Aluminium Paduan. Jurusan teknik Mesin. Fakultas teknologi Industri Universitas Kristen Petra Surabaya 2004.


Dokumen yang terkait

Analisis Sifat Mekanis pada Plat Baja ST37 Terhadap Variasi Sudut Kampuh V Tunggal Pengelasan Tig

14 136 83

Studi Pengaruh Variasi Sudut Kampuh V Pengelasan Oksi-asitilen Gas pada Aluminium Magnesium Ditinjau dari Kekuatan Tarik Bahan

1 42 88

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

3 25 93

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 18

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 2

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 3

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 1 36

Karakteristik Hasil Pengelasan Oxy Asetilen Welding (OAW) Pada Aluminium Magnesium (Al+Mg) Dengan Variasi Sudut Kampuh V 45o& 55o Terhadap Kekuatan Tarik Dan Ketangguhan

0 0 1

PENGARUH VARIASI SUDUT KAMPUH DAN KUAT ARUS TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKUATAN BENDING HASIL SAMBUNGAN LAS SMAW BAJA KARBON RENDAH

0 2 56

ANALISA SIFAT MEKANIS PADA PLAT BAJA ST37 TERHADAP VARIASI SUDUT KAMPUH V TUNGGAL PENGELASAN TIG

0 0 11