Putusan Hakim TINJAUAN PUSTAKA

hukum van rechtswege nietig atau null and void karena kurang pertimbangan hukum onvoldoende gemotiverd. Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu 3 : a. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan b. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim c. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya. Adapun beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut: 1 Teori keseimbangan Yang dimaksud dengan keseimbangan disini keseimbangan antara syarat- syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat dan kepentingan Tergugat. 2 Teori pendekatan seni dan intuisi Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak Tergugat atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan 3 Ahmad Rifai.. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif. Jakarta: Sinar Grafika. hlm. 2010. hlm. 103 putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim. 4 Teori lain yang berkaitan dengan dasar pertimbangan hakim, yaitu dalam mengadili pelaku tindak pidana, maka proses menyajikan kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian proses penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Dengan demikian, putusan pengadilan dituntut untuk memenuhi teori-teori sebagai berikut: 1. Teori koherensi atau kosistensi Teori yang membuktikan adanya saling berhubungan antara bukti yang satu dengan bukti yang lain, misalnya, antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain. Atau, saling berhubungan antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain alat-alat bukti yang tertuang dalam Pasal 184 KUHAP. Dalam hal seperti ini dikenal adanya hubungan kausalitas yang bersifat rasional a priori. 2. Teori korespodensi Jika ada fakta-fakta di persidangan yang saling bersesuaian, misalnya, antara keterangan saksi bersesuaian dengan norma atau ide. Jika keterangan saksi Mr. X menyatakan bahwa pembangunan proyek yang dilakukan oleh Mr. Y tidak melalui proses lelang tetapi dilaksanakan melalui penunjukan langsung Perusahaan Z. Persesuaian antara fakta dengan norma ini terlihat dalam hubungan kuasalitas yang bersifat empiris a pesteriori. 4 Ahmad Rifai. Ibid. 2010. hlm.104 3. Teori utilitas Teori ini dikenal pula dengan pragmatik, kegunaan yang bergantung pada manfaat utility, yang memungkinkan dapat dikerjakan workbility, memiliki hasil yang memuaskan satisfactory result, misalnya, seseorang yang dituduh melakukan korupsi karena melakukan proyek pembangunan jalan yang dalam kontrak akan memakai pasir sungai, tetapi karena di daerah tersebut tidak didapatkan pasir sungai, lalu pelaksana proyek itu mempergunakan pasir gunung yang harganya lebih mahal. Apakah pelaksanaan proyek itu dapat dipersalahkan melakukan korupsi? Padahal dia tidak memperkaya diri sendiri atau orang lain, bahkan dia merugi kalau memakai pasir gunung. Kasus seperti ini dapat diteropong melalui kacamata teori yang ketiga ini, karena kepentingan umum untuk melayani masyarakat terpenuhi. 5

2.2 Pengadilan Tata Usaha Negara

Pengadilan Tata Usaha Negara biasa disingkat PTUN merupakan sebuah lembaga peradilan dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibukota kabupaten atau kota.Sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutuskan, menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui keputusan presiden dengan wilayah hukum meliputi kabupaten atau kota. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara meliputi pimpinan Ketua PTUN dan Wakil ketua PTUN Hakim anggota, Panitera dan sekertaris. 5 Lilik Mulyadi. Op Cit, hlm. 47 Berdasarlam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengadilan Tata Usaha Negara diketahui bahwa susunan pengadilan Tata Usaha Negara adalah pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Susunan tersebut sama halnya dengan susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Beda dengan susunan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama, di Pengadilan TUN tidak ada juru sita. 1. Pimpinan Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 pimpinan PTUN terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua, pada dasarnya ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk ketua dan wakil ketua adalah sama dengan Pengadilan- Pengadilan lain terutama Pengadilan Negeri. Begitu pula dengan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Mengenai pengangkatan dan pemberhentian jabatan ketua dan wakil ketua, baik pengadilan TUN ataupun Pengadilan Tinggi TUN berada di tangan Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Mahkamah Agung. 2. Hakim Anggota Secara umum ketentuan yang berkaitan dengan hakim anggota pada Peradilan Tata Usaha Negara adalah sama dengan Hakim Pengadilan Negeri. Begitu juga halnya dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi dalam pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, pada pokoknya sama dengan persyaratan pengangkatan hakim tinggi yang ada di dalam lingkungan peradilan umum. 3. Panitera Pada umumnya susunan kepaniteraan pengadilan TUN adalah sama dengan susunan kepaniteraan di dalam peradilan umum. Sedangkan untuk Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara ketentuan umum mengenai panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tidak jauh berbeda dengan ketentuan umum panitera di pengadilan tinggi dalam lingkungan Peradilan Umum. 4. Sekretaris Sama halnya dengan lingkungan peradilan lain, sesuai dengan pasal 40 dan 41 undang-undang PTUN, disana ditentukan bahwa jabatan sekretaris Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dirangkap oleh panitera yang dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh wakil sekretaris. Mengenai ketentuan umum lainnya tidak jauh berbeda dengan peradilan umum. Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara memiliki wewenang diantaranya: a. Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding; b. Bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara pengadilan TUN di dalam daerah hukumnya c. Betugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha Negara.

2.3 Sertifikat Tanah

2.3.1 Definisi Sertifikat Hak Milik Atas Tanah

Mengenai pengertian sertifikat, Pasal 1 butir 20 PP No. 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa: Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Sertifikat berdasarkan Pasal 32 ayat 1 PP No. 24 tahun 1997 yaitu surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. Untuk memahami lebih mendalam tujuan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah kita harus kembali mempelajari klasifikasi benda sebagaimana diatur dalam KUHPerdata Ketentuan Pasal 612-616. Pada prinsipnya benda dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu: a. Benda bergerak Barang bergerak karena sifatnya adalah barang yang dapat berpindah sendiri atau dipindahkan Pasal 509 KUHPdt. Kapal, perahu, sampan tambang, kincir dan tempat penimbunan kayu yang dipasang di perahu atau yang terlepas dan barang semacam itu adalah barang bergerak.Pasal 510 KUHPdt.Yang dianggap sebagai barang bergerak karena ditentukan undang- undang adalah: 1 Hak pakai hasil dan hak pakai barang-barang bergerak; 2 Hak atas bunga yang dijanjikan, baik bunga yang terus-menerus, maupun bunga cagak hidup; 3 Perikatan dan tuntutan mengenai jumlah uang yang dapat ditagih atau mengenai barang bergerak;