Asap Cair dari Limbah Kulit Kemenyan Sebagai Pengawet Alternatif untuk Kayu Karet

Lampiran 1. Chromatogram asap cair kulit kemenyan

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Kandungan senyawa kimia asap cair berdasarkan uji GCMS
Konsentrasi
senyawa
Golongan
No Senyawa kimia
(%)
1
Asam asetat
46,98
Asam
2-Propenoic acid, 3-phenyl- (CAS)
2
5,75
Asam
Cinnamic acid
3
Benzoic acid (CAS) Retardex

1,71
Asam
4
Propanoic acid (CAS) Propionic acid
0,84
Asam
2-Furancarboxaldehyde (CAS)
5
5,14
Furan
Furfural
2-Furancarboxaldehyde, 5-methyl1,99
Furan
6
(CAS) 5-Methyl-2-furfural
2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-37
1,46
Keton
methyl- (CAS) Corylon
Ethanone, 1-(1-hydroxy-2,6,68

0,75
Keton
trimethyl-2,4 cyclohexadien-1-yl
1-Propanone, 3-hydroxy-1-(49
hydroxy-3-methoxyphenyl)-(CAS)
0,35
Keton
4,.Omega.-dihydroxy
10 Phenol (CAS) Izal
6,8
Fenol
11 Phenol, 2-methyl- (CAS) o-Cresol
1,27
Fenol
Phenol, 2,4-dimethyl- (CAS) 2,412
0,77
Fenol
Xylenol
Phenol, 4-methoxy- (CAS) Hqmme
13

10,68
Guaiakol
(Mequinol)
2-Methoxy-4-methylphenol (CAS)
14
3,17
Guaiakol
Kreosol
Benzaldehyde, 4-hydroxy-3-methoxy15
1,53
Guaiakol
(CAS) Vanillin
Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS) p16
1,01
Guaiakol
Ethylguaiacol
Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,617
1,65
Siringol
Dimethoxyphenol (Siringol)

Ethanone, 1-(4-hydroxy-3,50,38
Siringol
18 dimethoxyphenyl)- (CAS)
Acetosyringone
19 Ethanol (CAS) Ethyl alcohol
0,51
Alkohol
4-Octanol, 7-methyl-, acetate (CAS) 7Alkil
0,71
20
Methyl-4-octyl acetate
asetat
2-Propenoic acid, 3-phenyl-, methyl
0,44
Ester
21 ester (CAS) Cinnamic acid methyl
ester
Methyl-(2-hydoxy-3-ethoxyAlkil
1,07
22

benzyl)ether
ether
Alkuna
23 2-Butyne-1,4-diol (CAS) 2-Butynediol
0,83
dan diol
1,6-Anhydro-beta-D-glucopyranose
4,21
Glukosa
24
(Levoglucosan)

Konsentrasi
golongan
(%)
55,28

7,13

2,56


8,84

16,39

2,03

0,51
0,71
0,44
1,07
0,83
4,21

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Karakteristik dan sifat beberapa komponen kimia asap cair kulit kemenyan
No Senyawa kimia
Karakteristik dan sifat
1

2
3
1
Asam asetat
Rumus molekul CH 3 COOH
Densitas dan fase 1,049 g/cm3, cairan
Titik lebur 16,5 °C, titik didih 118,1 °C
Cairan tak berwarna atau kristal. Asam
asetat bersifat korosif.
2

Phenol, 4-methoxy- (CAS)
Hqmme (Mequinol)

Rumus empiris C 7 H 8 O 2
Densitas 1,55 g/cm3
Titik lebur 55 – 57oC, titik didih 117,2oC
Padatan seperti lilin berwarna putih pucat
Berbau karamel dan fenol.


3

Phenol (CAS) Izal

Rumus empiris C 6 H 6 O
Densitas 1,07 g/cm3
Titik lebur 40-42 °C, titik didih 182 °C
Padatan putih

4

2-Propenoic acid, 3-phenyl(CAS) Cinnamic acid

Rumus empiris C 9 H 8 O 2
Densitas 1,25 g/cm3
Titik leleh 133°C, titik didih 300°C
Kristal putih

5


2-Furancarboxaldehyde (CAS)
Furfural

Rumus empiris C 5 H 4 O 2
Densitas 1,16 g/cm3
Titik lebur -37°C, titik didih 162°C
Minyak tak berwarna dan berbau almond

6

1,6-Anhydro-beta-Dglucopyranose (Levoglucosan)

Rumus empiris C 6 H 10 O 5
Titik leleh: 182-184oC
Kristal putih padat tak berbau

7

2-Methoxy-4-methylphenol
(CAS) Kreosol


Rumus empiris C 8 H 10 O 2
Titik leleh: 5,5oC, titik didih: 220oC
Cairan beraroma berwarna bening sampai
kekuningan

8

2-Furancarboxaldehyde, 5methyl- (CAS) 5-Methyl-2furfural

Rumus empiris C 6 H 6 O 2
Titik didih: 187-189oC
Warna: kuning tua sampai coklat

9

Benzoic acid (CAS) Retardex

Rumus empiris C 7 H 6 O 2 (C 6 H 5 COOH)
Titik leleh: 122,4oC, titik didih: 249oC

Wujud: padatan kristal tak berwarna

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Karakteristik dan sifat beberapa komponen kimia asap cair kulit kemenyan
(lanjutan)
1
2
3
10 Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS)
Rumus empiris C 8 H 10 O 3
2,6-Dimethoxyphenol (Siringol)
Titik lebur: 50-57oC, titik didih: 261oC

11

Benzaldehyde, 4-hydroxy-3methoxy- (CAS) Vanillin

Rumus empiris C 8 H 8 O 3
Densitas 1,06 g/cm3
Titik leleh: 81-83°C, titik didih 170°C
Kristal putih berbau vanila
Digunakan sebagai agen penyedap dalam
makanan, minuman, dan obat-obatan.

12

2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy3-methyl- (CAS) Corylon

Rumus empiris C 6 H 8 O 2
Titik leleh: 104-108°C
Padatan berwarna putih pucat

13

Phenol, 2-methyl- (CAS) o-Cresol

Rumus empiris C 7 H 8 O
dapat berwujud padat atau cair karena
memiliki titik leleh tidak jauh dari suhu
kamar

14

Phenol, 4-ethyl-2-methoxy(CAS) p-Ethylguaiacol

Rumus empiris C 9 H 12 O
Dihasilkan dalam pembuatan bir
Mempengaruhi rasa dalam minuman
anggur

15

Propanoic acid (CAS) Propionic
acid

Rumus empiris C 4 H 8 O 2 (C 3 H 7 COOH)
Merupakan asam lemak jenuh
Berbau tengik

16

2-Butyne-1,4-diol (CAS) 2Butynediol

Rumus empiris C 4 H 6 O 2
Densitas 1,2 g/cm3
Titik lebur: 52-55°C, titik didih 238°C
Padatan tak berwarna

17

Phenol, 2,4-dimethyl- (CAS) 2,4Xylenol

Rumus empiris C 8 H 10 O
Densitas 1,011 g/cm3
Titik lebur: 22-23°C, titik didih 212°C
Kristal tak berwarna

18

Ethanone, 1-(1-hydroxy-2,6,6trimethyl-2,4 cyclohexadien-1-yl

Rumus empiris C 11 H 16 O

19

4-Octanol, 7-methyl-, acetate
(CAS) 7-Methyl-4-octyl acetate

Rumus empiris C 11 H 22 O 2

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Karakteristik dan sifat beberapa komponen kimia asap cair kulit kemenyan
(lanjutan)
1
2
3
20 Ethanol (CAS) Ethyl alcohol
Rumus empiris C 2 H 6 O (C 2 H 5 OH)
Densitas 0,789 g/cm3
Titik lebur: -114,3°C, titik didih 78,4°C
Cairan tak berwarna
Alkohol yang paling sering digunakan
sehari-hari, mudah menguap, mudah
terbakar.
21

2-Propenoic acid, 3-phenyl-,
methyl ester (CAS)
Cinnamic acid methyl ester

Rumus empiris C 10 H 10 O 2
Densitas 1,092 g/cm3
Titik lebur: 34-38°C, titik didih 262°C

22

Ethanone, 1-(4-hydroxy-3,5dimethoxyphenyl)- (CAS)
Acetosyringone

Rumus empiris C 10 H 12 O 4
Titik lebur: 125,5°C, titik didih 335°C

Lampiran 4. Hasil analisis ragam penurunan berat kayu
sk
db
jk
kt
p
g

3
20

945,72
5638,84

t

23

6584,559

315,24
281,94

f hit
tn

1,12

f tabel
2,87

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Dokumentasi penelitian

Proses pembuatan asap cair dari limbah
kulit kemenyan

Limbah kulit kemenyan sebagai bahan
baku asap cair

Asap cair kulit kemenyan grade 3

Contoh uji kayu karet

Perendaman contoh uji kayu karet selama 48 jam dalam beberapa konsentrasi larutan
asap cair berturut-turut dari kiri ke kanan yaitu 10%, 10%, 20%, dan 30%

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Dokumentasi penelitian (lanjutan)

Contoh uji ditiriskan setelah direndam 48 jam

a.

b.

c.

d.

Pengujian ketahanan contoh uji yang direndam dalam beberapa konsentrasi larutan
asap cair terhadap serangan rayap tanah dengan menggunakan uji kubur
(graveyard test) dengan contoh uji : a. kontrol; b. 10%; c. 20%; d. 30%.

Pengambilan contoh uji dari sarang
rayap

Contoh uji yang baru dikeluarkan
dari sarang rayap

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5. Dokumentasi penelitian (lanjutan)

a.

b.

c.

d.

Contoh uji yang sudah dibersihkan dari kotoran dan tanah yaitu
a. kontrol; b. 10%; c. 20%; d. 30%

Penimbangan berat contoh uji

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, S. 2002. Furniture Kayu Indonesia di Pasar Belgia. Forum Ekspor
2002. Jakarta.
Anwar, C. 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Makalah pada
Pelatihan Tekno Ekonomi Agribisnis Karet. Jakarta.
Bakrieglobal.

2014.

http://www.bakrieglobal.com/news/read/2175/Produksi-KaretNasional-Turun-Menjadi-27-Juta-Ton. [diakses tanggal 5 Juli 2014]

Badan

Koordinasi
Penanaman
Modal
(BPKM).
2014.
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ia=12&ic
=4 [diakses tanggal 5 Juli 2014]

Budijanto, S. 2008. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa
Untuk Produk Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Bogor.
Chemicalbook. 2014. http://www.chemicalbook.com. [diakses tanggal 25 Juni
2014]
Darmadji, P. 1996. Produksi Asap Rempah Dari Limbah Padat Dengan Cara
Pirolisis. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian. Yogyakarta.

Elimasni. 2006. Pengembangan Teknik Subkultur untuk Mengatasi Kesulitan
Perbanyakan Sumatrana (Styrax benzoin Dryand) Secara Kultur Jaringan
Tumbuhan. Laporan Hasil Penelitian Fundamental. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Gani, A. 2007. Konversi Sampah Organik Pasar Menjadi Komarasca (KomposArang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa.
Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Haji, A.G., Z.A. Mas’ud, B.W. Lay, S.H. Sutjahjo, dan G. Pari. 2007.
Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat. Tek. Ind.
Pertanian. Bogor.
Haygreen, J.G. dan J.L. Bowyer. 1996. Suatu Pengantar Hasil Hutan dan Ilmu
Kayu. Terjemahan Sutjipto A. H. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Henendyo C. 2005. Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair dengan Sistem Kondensasi.
Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Universitas Sumatera Utara

Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa
Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan
Sensoris Ikan Pindang Layang (Decapterus spp) Selama Penyimpanan.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Jayusman, Pasaribu, R.A. dan Sipayung, W. 1999. Budidaya Kemenyan (Styrax
sp). Konifera. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pematang
Siantar. Pematang Siantar.
Mandang YI, IKN Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan.
Yayasan PROSEA. Bogor.
Marsono dan Sigit, P. 2005. Karet. Strategi Pemasaran, Budidaya, dan
Pengolahan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Martawijaya A, Kartasudjana. 1996. Ciri Umum, Sifat, dan Kegunaan Jenis- Jenis
Kayu Indonesia. Forest Products and Social-Economic Research and
Development Centre. Bogor.
Mayangsari, R. 2008. Sifat Anti Rayap Zat Ekstraktif Kayu Kopo
(Eugenia cymosa) Terhadap Rayap Tanah Coptotermes curvignathus.
Skripsi. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.
Muhamadiyah University Press. Surakarta.

Panggabean, A.R. 2014. Asap Cair Limbah Cangkang Kemiri sebagai Pengawet
Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) Terhadap Rayap
Tanah (Macrotermes gilvus Hagen). Skripsi. Program Studi Kehutanan,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Prasetyo, K. W dan Yusuf, S. 2004. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara
Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia Pustaka. Bogor.
Rakhmawati D. 1996. Prakiraan Kerugian Ekonomis Akibat Serangan Rayap
Pada Bangunan Perumahan di Indonesia. Skripsi. Jurusan Teknologi
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Sasmuko, SA. 1998. Pengolahan dan Tata Niaga Kemenyan di Sumatera Utara.
Makalah Utama Ekspose Hasil Penelitian BPK-PS. Pematang Siantar.
Sasmuko, SA. 2003. Potensi Pengembangan Kemenyan Sebagai Komoditi Hasil
Hutan Bukan Kayu Spesifik Andalan Propinsi Sumatera Utara. Seminar
Nasional Himpunan Alumni – IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB
Wilayah Regional Sumatera Utara. Medan.
Setiawan, D. H dan A. Andoko, 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara

Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. Universitas Sumatera Utara
Press. Medan.
Siregar, RK. 2011. Uji Berbagai Jenis Bahan Baku Terhadap Mutu Asap Cair
yang Dihasilkan Melalui Proses Pirolisis. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sumedi, A., E. Budiarso, dan I.W. Kusuma. 2011. Pemanfaatan asap cair dari
tempurung kelapa sebagai bahan pengawet kayu karet (Hevea brasiliensis
Muell. Arg.). Prosiding. MAPEKI XIV. 2 November 2011. Yogyakarta.
Sunarsih, S., Yuli P, dan Yordanesa S. 2012. Pengaruh Suhu, Waktu, dan Kadar
Air pada Pembuatan Asap Cair dari Limbah Padat Pati Aren. Prosiding
Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III.
Yogyakarta.
Supriana N, Martawijaya A. 1996. Risalah Pengawetan Kayu. Lembaga
Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Suranto, S. 2002. Pengawetan Kayu Bahan dan Metode. Kanisius. Yogyakarta.
Sutin. 2008. Pembuatan Asap Cair dari Tempurung dan Sabut Kelapa Secara
Pirolisis serta Fraksinasinya dengan Ekstraksi. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wijaya, M., E. Noor, T. Tedja Irawadi. 2008. Karakterisasi Komponen Kimia
Asap Cair dan Pemanfaatannya sebagai Biopestisida. Bionature, Vol 9.
Wikipedia. 2014. http://en.wikipedia.org. [Diakses tanggal 25 Juni 2014].
Wiryowidagdo, S. 2007. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Edisi kedua.
Jakarta.
Yuleli. 2009. Penggunaan Beberapa Jenis Fungi untuk Meningkatkan
Pertumbuhan Tanaman Karet (H. Brasiliensis) di Tanah Gambut. Tesis.
Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Yuniningsih, S dan S.P. Anggraini. 2013. Characterization of Liquid Smoke from
Coconut Shell to be Applicated as Safe Food Preservatives for Human
Health. Agriculture Food Technology.

Universitas Sumatera Utara

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium
Sentral Fakultas Pertanian USU untuk pengovenan dan penimbangan contoh uji,
Laboratorium

Instrumen

dan

Proksimat

Terpadu

Pusat

Penelitian

dan

Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor untuk
identifikasi kandungan senyawa kimia asap cair, dan Arboretum Kwala Bekala
USU untuk pengujian keawetan kayu dengan cara mengubur contoh uji pada
sarang rayap. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2013
sampai dengan Mei 2014.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu kulit kemenyan, kayu karet, dan rayap tanah.
Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat pembakar (pirolisator), penggaris,
gergaji, timbangan digital, oven, wadah plastik, gelas ukur, dan mesin
Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS) merk Shimadzu tipe
GCMS-QP2010.

Prosedur Penelitian
1.

Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan asap cair adalah kulit

kemenyan yang merupakan limbah dari proses pengambilan getah kemenyan.
Bahan baku kulit kemenyan dikumpulkan dari para petani kemenyan di Desa
Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan.

Universitas Sumatera Utara

Bahan pengujian yang digunakan adalah kayu karet yang berasal dari
pohon karet yang sudah tidak produktif lagi. Kayu karet diambil dari Desa Limau
Mungkur, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang. Batang karet
dipotong menjadi ukuran 25 cm x 5 cm x 5 cm dengan menggunakan gergaji.
2.

Pembuatan Asap Cair
Asap cair dihasilkan dari proses kondensasi asap pada proses pengarangan.

Metode kondensasi ini dilakukan dengan menggunakan alat pirolisator. Gambar
alat pirolisator ditunjukkan pada Gambar 1. Kulit kemenyan ditimbang sebanyak
4 kg, lalu dimasukkan ke dalam tungku pembakar (no. 2) dan ditutup rapat.
Selanjutnya kulit kemenyan dibakar dengan suhu 400° C selama 2-5 jam untuk
menghasilkan asap. Asap yang dihasilkan ditangkap oleh pipa penghubung (no. 4)
pada pirolisator untuk selanjutnya disalurkan melalui destilator (no. 7). Kemudian
asap ini dikondensasikan pada destilator dengan menggunakan media pendingin
air (no. 8). Selanjutnya dari proses tersebut keluar cairan berwarna kuning
kecoklatan sampai hitam yang disebut asap cair (liquid smoke). Asap cair yang
diperoleh selanjutnya diukur volumenya dan diidentifikasi komponen kimianya.

Gambar 1. Alat Pirolisator

Universitas Sumatera Utara

3.

Identifikasi Komponen Asap Cair dengan Mesin GCMS

a.

Buka tabung gas Helium ke kiri setengah putaran.

b.

Nyalakan instrumen (GCMS dan Pyrolizer) lalu nyalakan PC (komputer).
Setelah menyala, klik ikon GCMS Real Time Analysis pada layar PC. Setelah
mengisi ID, klik TOP, lalu pilih ikon Vacuum Control, klik Auto Startup
sampai muncul tulisan Complete, lalu klik Close.

c.

Setelah itu klik ikon Tuning lalu klik ikon Detail. Atur suhu masing-masing
unit sesuai kondisi analisis, lalu klik OK dan tunggu sampai GCMS siap
digunakan.

d.

Untuk mengaktifkan Pyrolizer, klik ikon PY-2020iS Control, lalu atur
Furnace dan Interface, upper temp pada 280°C dan pyrolisis pada 600°C, lalu
klik Enter.

e.

Kembali ke menu GCMS lalu klik ikon Peak Monitor View. Kondisi Low
Vacuum harus < 15 Pascal dan High Vacuum harus < 1,5 x 10-3 Pascal
(minimal setelah 2 jam).

f.

Klik ikon Start Auto Tuning lalu tunggu sampai Tuning selesai.

g.

Klik TOP, pilih ikon Data Acquisition, lalu atur parameter analisis. Klik
menu GC dan atur suhu kolom dan programnya, suhu Injector, Pressure, Split
Ratio, lalu klik menu MS dan atur suhu Ion Source & Interfsce, Solvent Cut
Time (jika memakai pelarut 3 menit), Start Time, End Time, Start m/z dan
End m/z, lalu klik File, Save Method File As, beri nama metodenya, lalu klik
Save.

h.

Untuk memulai injeksi, klik ikon Sample Login, isi Sample Name, Sample ID,
dan Data File, lalu klik OK.

Universitas Sumatera Utara

i.

Klik ikon Standby, tunggu sampai ikon Start aktif dan berwarna hijau.

j.

Masukkan sampel pada Pyrolizer, lalu klik Start pada menuh Pyrolizer
(tunggu sampai terdengar bunyi beep) lalu tekan tombol Sample Pyrolizer
kemudian tekan Enter pada PC.

k.

Tunggu sampai analisis selesai. Setelah selesai suhu akan kembali ke 50 (T
kolom). Tunggu sebentar sampai alat siap bekerja lagi. Jangan lupa untuk
mengangkat sampel pada Pyrolizer. Untuk injeksi contoh berikutnya, ulangi
kembali dari poin h.

4.

Pengawetan Kayu Karet
Contoh uji yang akan diawetkan dimasukkan ke dalam ember plastik yang

berisi bahan pengawet dan palang penahan agar contoh uji tidak terapung.
Pengawetan kayu dilakukan dengan merendam contoh uji dalam larutan pengawet
dengan konsentrasi asap cair 10%, 20%, dan 30% selama 48 jam.
Konsentrasi larutan dibuat dengan cara mencampurkan asap cair dengan
aquades. Perbandingan jumlah asap cair dengan aquades adalah 1:9 untuk
konsentrasi 10%, 2:8 untuk konsentrasi 20%, dan 3:7 untuk konsentrasi 30%.
Kayu karet kontrol dilakukan tanpa perlakuan penambahan pengawet asap cair.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga jumlah total contoh
uji adalah 12 buah. Setelah 48 jam, contoh uji diangin-anginkan dan dikondisikan.
5.

Pengukuran Retensi Contoh Uji
Contoh uji yang telah dikondisikan selanjutnya diovenkan pada suhu

103+2°C hingga beratnya konstan. Setelah beratnya konstan, contoh uji ditimbang
kembali (B 2 ). Retensi dihitung dengan rumus:

Universitas Sumatera Utara

Retensi (g/cm3) = (B1-B2) x K
V
Keterangan:
B 1 = berat kering oven contoh uji sebelum diberi pengawet (g)
B 2 = berat kering oven contoh uji setelah diberi pengawet (g)
K = konsentrasi larutan pengawet (%)
V = volume contoh uji (cm3)
6.

Pengumpanan pada Rayap Tanah
Pengumpanan contoh uji terhadap rayap tanah dilakukan dengan metode

uji kubur (grave yard test). Contoh uji dikubur di sarang rayap yang ada di
Arboretum Kwala Bekala USU. Contoh uji terlebih dahulu dikeringovenkan
hingga beratnya konstan dan ditimbang. Setelah ditimbang, contoh uji dan kontrol
diumpankan pada rayap tanah dengan cara menanam contoh uji secara acak di
sekitar sarang rayap. Contoh uji ditanam sedalam 20 cm dan disisakan 5 cm di
atas permukaan tanah. Selanjutnya contoh uji dibiarkan selama 100 hari. Setelah
100 hari contoh uji dikeluarkan dari tanah dan dibersihkan dari sisa tanah yang
menempel dan dikeringovenkan pada suhu 103+2°C. Selanjutnya contoh uji
ditimbang untuk mengetahui kehilangan beratnya (weight lost).
7.

Penentuan Derajat Ketahanan Kayu
Penentuan derajat ketahanan kayu dilakukan dengan mengukur kehilangan

berat kayu setelah diumpankan pada sarang rayap. Kehilangan berat kayu dihitung
berdasarkan selisih berat contoh uji sebelum dan sesudah akhir pengujian dengan
menggunakan rumus:
Weight lost (%) = W1-W2 x 100%
W1
Keterangan:
W 1 = berat kering oven contoh uji sebelum uji kubur
W 2 = berat kering oven contoh uji setelah uji kubur

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya dilakukan penentuan kelas ketahanan contoh uji. Kelas ketahanan
ditentukan berdasarkan persen penurunan berat kering oven contoh uji. Penentuan
derajat ketahanan contoh uji ditentukan berdasarkan klasifikasi Standar Nasional
Indonesia (SNI) 01-7202-2006.
Tabel 1. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat
Kelas
Ketahanan
Penurunan Berat (%)
I
Sangat Tahan
< 3,52
II
Tahan
3,52 – 7,49
III
Sedang
7,50 – 10,94
IV
Buruk
10,95 – 18,94
V
Sangat Buruk
18,95 – 31,89
Sumber: SNI 01-7207-2006

8.

Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengaruh perlakuan

konsentrasi pengawet asap cair terhadap tingkat ketahanan contoh uji. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non
Faktorial. Perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi asap cair yang terdiri atas
4 taraf yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30% dengan ulangan sebanyak 3 kali. Model
linear dari rancangan tersebut adalah:
Y ij = µ + α i + ε i(j)
Keterangan :
Y ij = respon pengamatan taraf ke-i ulangan ke-j
µ = rata-rata umum
α i = pengaruh konsentrasi asap cair ke-i
ε i(j) = kesalahan (galat) percobaan
Analisis ragam berupa uji F pada tingkat kepercayaan 95% (nyata) untuk
melihat adanya pengaruh perlakuan terhadap respon dengan kriteria uji jika
F hitung ≥ F tabel maka H 1 diterima dan H 0 ditolak dan jika F hitung ≤ F tabel
maka H 0 diterima dan H 1 ditolak.
H0 = µ 1 = µ 2 = µ 3 = µ 4;
i = 1, 2, 3, 4;

H1 = µ i ≠ µ j

j = 1, 2, 3, 4, 5, 6

Universitas Sumatera Utara

Prosedur penelitian secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.
Kayu karet
25 cm x 5 cm x 5 cm

Kulit kemenyan

Pirolisis dengan suhu 400°C
selama 2-5 jam

s

Pengukuran kadar air
contoh uji

Asap cair

Identifikasi komponen
asap cair dengan GCMS

Pembuatan larutan pengawet asap cair
dengan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%

Perendaman kayu karet dalam
asap cair selama 2 hari

Pengkondisian
(kadar air kering udara)

Dioven pada suhu
103+2 °C

Pengukuran retensi
pengawet

Uji kubur 100 hari

Dioven pada suhu
103+2 °C

Pengukuran kehilangan berat
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik dan Kualitas Asap Cair
Asap cair yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki karakteristik
berwarna kuning kecoklatan, encer dan memiliki bau asap yang kuat. Asap cair ini
masih mengandung kotoran yaitu tar yang berwarna hitam dan mengambang di
bagian permukaan asap cair serta memiliki bau asap yang lebih kuat dibandingkan
asap cair. Himawati (2010) menyatakan bahwa untuk mendapatkan kualitas dan
warna asap cair yang bagus perlu dilakukan proses destilasi secara berulang-ulang
untuk menghilangkan kadar karbon dan senyawa-senyawa lainnya.
Penentuan kualitas asap cair didasarkan pada fungsi utamanya yang
kebanyakan digunakan sebagai pengawet makanan, karena itu asap cair yang
dihasilkan dalam penelitian ini dikelompokkan dalam kualitas yang paling rendah
yaitu grade 3 karena hanya menjalani satu kali proses destilasi sehingga
kandungan tarnya masih tinggi dan berbahaya bagi kesehatan sehingga tidak dapat
digunakan sebagai pengawet makanan, namun dapat digunakan sebagai pengawet
kayu ataupun koagulan lateks. Hal ini didukung oleh Buckingham (2010) dalam
Siregar (2011) yang menyatakan bahwa jenis asap cair dibedakan atas
penggunaannya sebanyak 3 jenis, yaitu asap cair grade 1 yang diproses dengan
destilasi berulang-ulang dan berfungsi sebagai pengawet makanan seperti bakso
dan mie, asap cair grade 2 yang diproses dengan destilasi berulang-ulang namun
masih memiliki bau asap yang digunakan sebagai pengawet ikan dan daging
mentah, serta asap cair grade 3 yang diproses hanya dengan satu kali destilasi dan
digunakan sebagai pengawet kayu, karet, dan penghilang bau. Asap cair kulit
kemenyan ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Asap cair kulit kemenyan

Rendemen dan Produktivitas
Untuk menentukan kinerja alat, produktivitas alat dan rendemen yang
dihasilkan harus diperhitungkan. Rendemen yang dihasilkan dinyatakan dalam
persen, yang merupakan pembagian antara jumlah asap cair yang dihasilkan
dengan jumlah bahan baku yang dibakar dalam tungku pirolisis. Beberapa hasil
rendemen asap cair dari beberapa jenis bahan baku lainnya dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Rendemen Rata-rata Asap Cair dari Beberapa Jenis Bahan Baku Berbeda
Bahan baku
Cangkang kemiri1)
Tempurung kelapa2)
Sampah organik padat3)
Kulit kemenyan
Sumber: 1)Panggabean (2014)
2)
Yuniningsih dan Anggraini (2013)
3)
Haji et al (2007)

Rendemen (%)
11,35
11,83
32,87
12,00

Rendemen rata-rata asap cair kulit kemenyan yang diperoleh adalah 12%.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan rendemen asap cair berbahan baku tempurung
kelapa (Yuniningsih dan Anggraini, 2013) sebesar 11,83% dan rendemen asap
cair berbahan baku cangkang kemiri (Panggabean, 2014) sebesar 11,35%.

Universitas Sumatera Utara

Rendemen asap cair yang masih rendah disebabkan beberapa hal teknis
yaitu luas permukaan bahan baku yang besar dan jarak antara kompor dan tungku
pirolisis yang mempengaruhi panas yang sampai pada bahan baku. Selain itu
penyebaran panas di dalam tungku masih belum terlalu merata. Hal ini dapat
dilihat dari kondisi kulit kemenyan sisa pembakaran yang benar-benar hangus dan
menjadi arang pada bagian bawah dan samping tungku namun kulit kemenyan
pada bagian atas hanya mengalami sedikit hangus dan belum berubah menjadi
arang. Rendemen asap cair yang diperoleh dari setiap pemasakan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rendemen asap cair kulit kemenyan
Pemasakan
Kulit kemenyan (kg)
Asap cair (liter)
I
4
0,480
II
4
0,475
III
4
0,380
IV
4
0,470
V
4
0,425
VI
4
0,650
Rataan
4
0,480

Rendemen (%)
12,00
11,88
9,50
11,75
10,63
16,25
12,00

Produktivitas alat adalah banyaknya asap cair yang mampu dihasilkan
dalam waktu tertentu, biasanya dalam hitungan menit atau jam. Produktivitas
rata-rata asap cair yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 0,1067 liter/jam.
Produktivitas asap cair yang diperoleh dari setiap pemasakan dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Nilai produktivitas asap cair kulit kemenyan
Pemasakan Waktu pemasakan (jam)
Asap cair (liter)
I
4,5
0,480
II
4,5
0,475
III
4,5
0,380
IV
4,5
0,470
V
4,5
0,425
VI
4,5
0,650
Rataan
4,5
0,480

Produktivitas (liter/jam)
0,1067
0,1056
0,0844
0,1044
0,0944
0,1444
0,1067

Universitas Sumatera Utara

Hasil Identifikasi Komponen Kimia Asap Cair
Hasil identifikasi komponen kimia asap cair kulit kemenyan dengan
menggunakan Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS) dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan senyawa kimia asap cair kulit kemenyan berdasarkan uji GCMS
No
Nama senyawa kimia
Konsentrasi
(%)
1 Acetic acid
46,98
2 Phenol, 4-methoxy- (CAS) Hqmme (Mequinol)
10,68
3 Phenol (CAS) Izal
6,80
4 2-Propenoic acid, 3-phenyl- (CAS) Cinnamic acid
5,75
5 2-Furancarboxaldehyde (CAS) Furfural
5,14
6 1,6-Anhydro-beta-D-glucopyranose (Levoglucosan)
4,21
7 2-Methoxy-4-methylphenol (CAS) Kreosol
3,17
8 2-Furancarboxaldehyde, 5-methyl- (CAS) 5-Methyl-2-furfural
1,99
9 Benzoic acid (CAS) Retardex
1,71
10 Phenol, 2,6-dimethoxy- (CAS) 2,6-Dimethoxyphenol (Siringol)
1,65
11 Benzaldehyde, 4-hydroxy-3-methoxy- (CAS) Vanillin
1,53
12 2-Cyclopenten-1-one, 2-hydroxy-3-methyl- (CAS) Corylon
1,46
13 Phenol, 2-methyl- (CAS) o-Cresol
1,27
14 Methyl-(2-hydoxy-3-ethoxy-benzyl)ether
1,07
15 Phenol, 4-ethyl-2-methoxy- (CAS) p-Ethylguaiacol
1,01
16 Propanoic acid (CAS) Propionic acid
0,84
17 2-Butyne-1,4-diol (CAS) 2-Butynediol
0,83
18 Phenol, 2,4-dimethyl- (CAS) 2,4-Xylenol
0,77
19 Ethanone, 1-(1-hydroxy-2,6,6-trimethyl-2,4 cyclohexadien-1-yl
0,75
20 4-Octanol, 7-methyl-, acetate (CAS) 7-Methyl-4-octyl acetate
0,71
21 Ethanol (CAS) Ethyl alcohol
0,51
22 2-Propenoic acid, 3-phenyl-, methyl ester (CAS)
0,44
Cinnamic acid methyl ester
23 Ethanone, 1-(4-hydroxy-3,5-dimethoxyphenyl)- (CAS)
0,38
Acetosyringone
24 1-Propanone, 3-hydroxy-1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)0,35
(CAS) 4,.Omega.-dihydroxy

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa terdapat 24 jenis senyawa yang
terkandung dalam asap cair kulit kemenyan yang diperoleh melalui pemasakan
selama 4,5 jam dengan suhu 400°C. Sunarsih dan Yordanesa (2012) menyatakan
bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pirolisis maka asap cair yang

Universitas Sumatera Utara

diperoleh semakin banyak, kandungan tar semakin tinggi, dan komposisi kimia
asap cair semakin kompleks. Senyawa kimia yang terkandung dalam asap cair
terdiri atas golongan asam, keton, fenol, furan, guaiakol, siringol, ester, dan
beberapa golongan lainnya (Tabel 6). Hal ini didukung oleh Guillen et al. (2000)
dalam Budijanto (2008) yang menyatakan bahwa asap cair mengandung berbagai
komponen kimia seperti fenol, keton, asam-asam organik, alkohol, ester, dan
aldehid.
Senyawa kimia yang paling banyak ditemukan dalam asap cair kulit
kemenyan adalah asam asetat/acetid acid (CH 3 COOH) sebanyak 46,98%.
Menurut Darmadji (1996), senyawa yang berperan sebagai anti mikrobial adalah
asam asetat dan senyawa fenol. Senyawa anti mikrobial ini akan semakin kuat jika
kedua senyawa ini digunakan bersama-sama.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana
setelah asam format, dengan rumus empiris C 2 H 4 O 2 . Rumus ini seringkali ditulis
dalam bentuk CH 3 -COOH, CH 3 COOH, atau CH 3 CO 2 H. Asam asetat disebut juga
asam etanoat atau asam cuka karena rasanya yang asam dan memiliki bau yang
menyengat. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan
higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7°C (Wikipedia, 2014).
Kandungan terbanyak setelah asam asetat adalah 4-methoxy-Phenol
dengan nama lain Hqmme, yaitu singkatan dari Hydroquinone monomethyl ether
atau mequinol sebanyak 10,68%. Mequinol adalah senyawa berupa lilin padat
berwarna putih sampai putih pucat dengan bau seperti karamel, dan memiliki
kerapatan 1,55 g/cm3 pada suhu 20°C. Mequinol digunakan dalam pembuatan
antioksidan, obat-obatan, dan pembuatan plastik (Chemicalbook, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Kandungan terbanyak berikutnya adalah Phenol (CAS) Izal atau disebut
juga fenol. Fenol merupakan senyawa yang berperan sebagai anti mikrobial dalam
asap cair, bersama dengan asam asetat. Fenol atau asam karbolat atau benzenol
adalah zat kristal tidak berwarna dan memiliki bau yang khas. Rumus kimia fenol
adalah C 6 H 5 OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan
dengan cincin fenil (Wikipedia, 2013).
Kandungan asap cair kulit kemenyan terbanyak yang berikutnya adalah
3-Phenyl-2-Propenoic acid atau Cinnamic acid atau yang dikenal dengan nama
asam sinamat. Asam sinamat memiliki rumus kimia C 6 H 5 CHCHCOOH atau
C 9 H 8 O 2 , berwujud kristal putih, sedikit larut dalam air, dan memiliki titik leleh
133°C serta titik didih 300°C. Asam sinamat banyak ditemukan dalam balsem
alami dan beberapa jenis resin, seperti getah kemenyan (Styrax resin)
(Chemicalbook, 2014).
Kandungan asap cair kulit kemenyan terbanyak kelima adalah
2-Furancarboxaldehyde atau furfural. Furfural (C 5 H 4 O 2 ) banyak digunakan
sebagai pelarut pada industri penyulingan minyak bumi, industri pembuatan
minyak pelumas, bahan pembantu industri cat, plastik, serat sintesis, industri
farmasi dan herbisida, dan untuk mensintesis senyawa turunan yang digunakan
pada industri pembuatan nilon (Chemicalbook, 2014). Pengelompokkan senyawa
kimia berdasarkan golongan dan konsentrasi golongan dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Kandungan senyawa kimia asap cair kulit kemenyan berdasarkan golongan
No
Golongan
Konsentrasi (%)
1
2
3
1
Asam
55,28
2
Guaiakol
16,39
3
Fenol
8,84
4
Furan
7,13
5
Glukosa
4,21

Universitas Sumatera Utara

1
6
7
8
9
10
11
12

2

3
2,56
2,03
1,07
0,83
0,71
0,51
0,44

Keton
Siringol
Alkil ether
Alkuna dan diol
Alkil asetat
Alkohol
Ester

Retensi
Keberhasilan suatu pengawetan dapat diukur berdasarkan besarnya retensi
atau banyaknya bahan pengawet yang masuk ke dalam contoh uji. Perbandingan
pengukuran nilai retensi bahan pengawet asap cair antara kayu sengon dan kayu
karet dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan retensi beberapa jenis asap cair terhadap beberapa jenis kayu
No
1

Konsentrasi Pengawet
0%
5%
10%
15%
20%

Retensi (g/cm3)
0,00
0,29
0,55
0,71
0,99

Tempurung Kelapa

0%
20%
30%
40%

0,00
0,04
0,05
0,07

Kulit Kemenyan

0%
10%
20%
30%

0,000
0,010
0,013
0,015

Jenis Kayu
Sengon1)

Jenis Asap Cair
Cangkang Kemiri

2

Karet2)

3

Karet

Sumber: 1)Panggabean (2014)
2)
Sumedi et al (2011)

Tabel 7 menunjukkan bahwa peningkatan nilai retensi berbanding lurus
dengan konsentrasi asap cair. Asap cair dengan konsentrasi 10% memiliki nilai
retensi terendah yaitu sebesar 0,0103 g/cm3 dan asap cair dengan konsentrasi 30%

Universitas Sumatera Utara

memiliki nilai retensi tertinggi yaitu sebesar 0,0153 g/cm3. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Suranto (2002) yaitu semakin banyak jumlah bahan pengawet murni
yang dapat menetap (terfiksasi) dalam kayu, maka retensi bahan pengawet juga
semakin besar. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah bahan pengawet yang diserap
kayu, maka nilai retensinya semakin kecil.
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai retensi kayu sengon jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai retensi kayu karet. Hal ini disebabkan karena kayu karet
memiliki kerapatan berkisar antara 0,43-0,65 g/cm3, lebih besar daripada
kerapatan kayu sengon yang memiliki kerapatan rata-rata 0,33 g/cm3. Kerapatan
kayu sengon yang lebih rendah dibandingkan kerapatan kayu karet menyebabkan
volume rongga dinding sel kayu sengon lebih besar sehingga jumlah pengawet
asap cair yang masuk ke dalam kayu sengon menjadi lebih banyak dibandingkan
jumlah pengawet asap cair yang masuk ke dalam kayu karet. Hal ini didukung
oleh Haygreen dan Bowyer (1996) yang menyatakan bahwa perbedaan daya serap
kayu terhadap larutan bahan pengawet disebabkan oleh perbedaan ukuran
pori-pori kayu, kadar selulosa dan lignin dalam kayu, dan berat jenis kayu yang
berhubungan langsung dengan proporsi volume rongga kosong di dalam kayu.
Semakin kecil nilai kerapatan kayu maka volume rongga dinding sel akan
semakin besar, sehingga larutan bahan pengawet akan semakin mudah masuk ke
dalam kayu.
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai retensi pengawet asap cair tempurung
kelapa lebih tinggi dibandingkan nilai retensi pengawet asap cair kulit kemenyan.
Hal ini diakibatkan oleh perbedaan lama waktu yang digunakan untuk merendam
kayu karet. Waktu yang digunakan untuk merendam kayu karet dalam pengawet

Universitas Sumatera Utara

asap cair tempurung kelapa adalah selama 1 minggu, sedangkan waktu yang
digunakan untuk merendam kayu karet dalam pengawet asap cair kulit kemenyan
adalah selama 2 hari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu yang
digunakan dalam proses perendaman maka retensi bahan pengawet asap cair juga
semakin besar. Hal ini didukung oleh penelitian Sumedi et al (2011) yaitu nilai
retensi kayu karet yang direndam selama 1 minggu dalam pengawet asap cair
tempurung kelapa dengan konsentrasi 20%, 30%, dan 40% berturut-turut adalah
0,04 g/cm3, 0,05 g/cm3, dan 0,07 g/cm3, dan nilai retensi kayu karet yang
direndam selama 2 minggu dalam pengawet asap cair tempurung kelapa dengan
konsentrasi 20%, 30%, dan 40% berturut-turut adalah 0,05 g/cm3, 0,07 g/cm3, dan
0,08 g/cm3.

Penentuan Derajat Ketahanan Kayu
Kehilangan berat akibat serangan rayap tanah merupakan salah satu
indikator untuk menentukan keawetan suatu jenis kayu. Semakin tinggi
kehilangan berat berarti kayu semakin tidak awet yang ditunjukkan dengan
adanya kerusakan di sekitar contoh uji. Umumnya peningkatan konsentrasi larutan
bahan pengawet akan meningkatkan efektivitas bahan pengawet dalam
mengurangi kerusakan kayu.
Pengujian efektivitas asap cair terhadap rayap tanah dilakukan dengan cara
mengukur kehilangan berat contoh uji setelah diumpankan di sekitar sarang rayap.
Hasil pengujian kehilangan berat kayu dapat dilihat pada Gambar 4.

Universitas Sumatera Utara

30

Kehilangan Berat (%)

26,73

23,44

25

20,95

21,99

0% (kontrol)

10%

20
15
10
5
0

30%

20%

Konsentrasi asap cair kulit kemenyan

Gambar 4. Grafik kehilangan berat kayu karet setelah uji kubur
Pada Gambar 4, peningkatan konsentrasi larutan asap cair justru semakin
meningkatkan kehilangan berat contoh uji. Kehilangan berat yang paling rendah
terdapat pada kontrol kayu karet yaitu sebesar 20,95%, dan kehilangan berat yang
paling tinggi terdapat pada contoh uji konsentrasi 30% yaitu sebesar 26,73%. Hal
ini disebabkan oleh kandungan asam asetat dalam asap cair sangat tinggi yaitu
sebanyak 46,98%. Asam asetat memang berperan sebagai senyawa antimikrobial
yang dapat mencegah serangan mikroorganisme perusak kayu seperti rayap.
Namun kandungan asam asetat yang terlalu tinggi justru dapat merusak struktur
selulosa kayu sehingga kayu menjadi lebih lunak dan mudah dihancurkan oleh
serangan rayap. Serangan ini semakin diperkuat oleh kandungan vanili, siringol,
dan etil guaiakol yang bersifat memberi rasa tertentu (Wikipedia, 2014) sehingga
meskipun contoh uji bersifat racun, namun rayap masih tetap menyerang contoh
uji karena tertarik dengan rasa yang dikandung oleh contoh uji.
Penentuan kelas ketahanan kayu terhadap serangan rayap didasarkan pada
persentase kehilangan berat. Kehilangan berat rata-rata contoh uji dalam
penelitian ini yang paling rendah adalah 20,95% (kontrol) dan yang paling tinggi
adalah 26,73% (konsentrasi asap cair 30%). Berdasarkan klasifikasi ketahanan

Universitas Sumatera Utara

kayu terhadap rayap tanah berdasarkan penurunan berat pada Tabel 1, maka kelas
ketahanan contoh uji pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan SNI 01-7207-2006
Konsentrasi asap cair
Kehilangan berat (%)
Ketahanan kayu
0% (kontrol)
20,95
Sangat buruk
10%
21,99
Sangat buruk
20%
23,44
Sangat buruk
30%
26,73
Sangat buruk

Hasil analisis ragam kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap
tanah (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi larutan asap cair
yang digunakan tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pengurangan
berat contoh uji, meskipun semakin besar konsentrasi yang digunakan
pengurangan berat contoh uji semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan konsentrasi larutan asap cair kulit kemenyan tidak memberikan
perbedaaan yang berarti dalam mengurangi kerusakan contoh uji tersebut.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, konsentrasi yang
direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet kayu karet adalah
konsentrasi 0% atau tidak menggunakan pengawet asap cair dari kulit kemenyan,
karena kayu yang diberi pengawet asap cair kulit kemenyan justru mengalami
kehilangan berat yang lebih besar dibandingkan kayu yang tidak diberi pengawet
asap cair.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Asap cair yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah asap cair grade 3
dengan ciri berwarna kuning kecoklatan dan memiliki bau asap yang kuat.
2. Komponen kimia yang diperoleh dari hasil identifikasi asap cair adalah
sebanyak 24 jenis. Senyawa kimia yang paling dominan adalah asam
asetat dengan konsentrasi 46,98%, mequinol sebanyak 10,68%, fenol
sebanyak 6,8%, asam sinamat sebanyak 5,75%, dan furfural sebanyak
5,14%.
3. Semakin tinggi konsentrasi larutan asap cair pada taraf 10% sampai 30%
yang digunakan sebagai pengawet pada kayu karet maka tingkat ketahanan
kayu semakin menurun.

Saran
Pengawet asap cair dari kulit kemenyan ini sebaiknya digunakan sebagai
pengawet makanan dengan meningkatkan kualitasnya menjadi grade 1 dengan
menggunakan destilasi berulang-ulang untuk menghilangkan kandungan tar dan
senyawa-senyawa lainnya yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Kemenyan
Menurut Jayusman (1999), kemenyan merupakan jenis pohon yang
berukuran besar, tingginya dapat mencapai 40 m dengan diameter batang
mencapai 100 cm. Batang berbentuk lurus dengan percabangan relatif sedikit dan
kulit berwarna merah anggur. Kemenyan berdaun tunggal dan tersusun secara
spiral, daun berbentuk oval bulat, bulat memanjang (ellips) dengan dasar daun
bulat dan ujung runcing. Panjang daun dapat mencapai 4-15 cm dengan lebar
daun 5-7,5 cm, tangkai daun 5-13 cm, helai daun mempunyai nervi 7-13 pasang.
Helai daun halus, permukaan bawah agak mengkilap berwarna putih sampai abuabu. Bunga kemenyan berkelamin dua dan bunganya bertangkai panjang antara
6-11 cm, daun mahkota bunga 9-12 helai dengan ukuran 2-3,5 mm. Bunga
majemuk, berbentuk tandan pada ujung atau ketiak daun. Buah kemenyan
berbentuk bulat gepeng dan lonjong berukuran 2,5-3 cm. Biji kemenyan
berukuran 15-19 mm, bijinya berwarna coklat keputihan.
Tata nama tanaman kemenyan menurut Jayusman (1999) adalah sebagai
berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Class

: Dicotyledoneae

Familia

: Styracaceae

Genus

: Styrax

Species

: Styrax benzoin Dryand.

Universitas Sumatera Utara

Tanaman kemenyan (S. benzoin Dryand) termasuk jenis tanaman setengah
toleran. Anakan kemenyan memerlukan naungan sinar matahari dan setelah
dewasa, pohon kemenyan memerlukan sinar matahari penuh. Selain itu, untuk
pertumbuhan optimal kemenyan memerlukan curah hujan yang cukup tinggi, dan
intensitas merata sepanjang tahun (Sasmuko 2003).
Kemenyan merupakan pohon yang menghasilkan getah yang dikenal
sebagai benzoin. Benzoin digunakan oleh masyarakat lokal untuk upacara ritual,
campuran rokok dan juga merupakan komoditas ekspor untuk kebutuhan industri
seperti industri parfum dan kosmetik (Elimasni, 2006). Getah kemenyan juga
mengandung asam sinamat, asam benzoat, esternya (seperti koniferilbenzoat,
koniferilsinamat, sinamilsinamat) dan triterpenoid (Wiryowidagdo, 2007).
Potensi kemenyan yang cukup besar tersebar di beberapa daerah penghasil
dan telah sekian lama dikenal masyarakat secara luas. Pemanfaatan kemenyan
oleh masyarakat di beberapa daerah telah menjadi sumber pendapatan mereka
terutama petani kemenyan yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Selain itu,
perdagangan kemenyan yang berlangsung sejak permulaan abad ke-17 telah
membangkitkan pergerakan perekonomian masyarakat. Dampak dari perdagangan
kemenyan tersebut telah nyata dirasakan oleh para petani dan pedagang lokal
meskipun

kontribusinya

bagi

pemerintah

daerah

belum

signifikan

(Sasmuko, 1998).

Asap Cair
Menurut Wibowo (2002) dalam Sutin (2008), asap cair pada dasarnya
merupakan asam cuka (vinegar) kayu yang diperoleh dari distilasi kering terhadap

Universitas Sumatera Utara

kayu. Kayu mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin yang pada saat dibakar
akan menghasilkan asap cair dengan banyak senyawa di dalamnya. Selain kayu,
asap cair juga dapat dihasilkan dari bahan lain seperti tempurung kelapa, sabut
kelapa, merang padi, bambu dan sampah organik.
Asap cair (liquid smoke) merupakan campuran larutan dari dispersi asap
kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis. Asap
cair hasil pirolisis ini tergantung pada bahan dasar dan suhu pirolisis. Pirolisis
merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang
berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang
(karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat. Umumnya proses
pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas 300°C dalam waktu 4-7 jam
(Paris et al., 2005 dalam Gani, 2007).
Menurut Sunarsih dan Yordanesa (2012), semakin tinggi suhu dan
semakin lama waktu pirolisis, maka semakin banyak asap cair yang terbentuk,
semakin banyak tar yang diperoleh, semakin kompleks komposisi kimia dalam
asap cair, namun semakin sedikit residu arang yang terbentuk. Kadar air dalam
limbah basah berpengaruh terhadap volume asap cair yang terbentuk, kerapatan
asap cair dan berat residu arang, namun tidak terlalu berpengaruh pada komposisi
kimia asap cair.
Menurut Guillen et al. (2000) dalam Budijanto (2008), Asap cair
mengandung berbagai komponen kimia seperti fenol, aldehid, keton, asam
organik, alkohol dan ester. Namun, salah satu komponen kimia lain yang dapat
terbentuk pada pembuatan asap cair tempurung kelapa adalah Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons (PAH) dan turunannya. Benzopyrene merupakan salah satu

Universitas Sumatera Utara

senyawa PAH yang diketahui bersifat karsinogenik dan biasa ditemukan pada
produk pengasapan.
Kualitas asap cair sangat ditentukan oleh komposisi komponen kimia yang
dikandungnya, sebab komponen tersebut dijadikan mutu cita rasa dan aroma
sebagai ciri khas yang dimiliki oleh asap. Komponen kimia penting yang
dihasilkan dalam proses pengasapan tergantung dari jenis bahan baku pengasap
yang terdiri dari balok, tatal, serutan, dan serbuk serta bahan yang dibakar seperti
hemiselulosa, selulosa, dan lignin serta intensitas pirolisis berhubungan langsung
dengan suhu yang terdiri atas transfer panas dan keberadaan oksigen
(Wijaya et al., 2008).
Menurut Buckingham (2010) dalam Siregar (2011), jenis asap cair
dibedakan atas penggunaannya. Ada 3 jenis asap cair yaitu sebagai berikut:
1. Asap cair grade 1
Grade 1 adalah asap cair yang diproses dengan destilasi berulang-ulang
sehingga menghilangkan kadar karbon dalam asap yang telah terkondensasi.
Hasilnya lebih jernih dan berwarna kuning. Fungsinya sebagai pengawet
makanan siap saji seperti bakso dan mie.
2. Asap cair grade 2
Grade 2 adalah asap cair yang diproses dengan destilasi berulang-ulang
sehingga menghilangkan kadar karbon jenuh dalam asap yang telah
terkondensasi. Hasilnya berwarna merah dan masih berbau asap. Fungsinya
sebagai pengawet makanan mentah seperti ikan atau daging.

Universitas Sumatera Utara

3. Asap cair grade 3
Grade 3 adalah asap cair yang diproses dengan sedikit destilasi. Hasilnya
berwarna hitam. Fungsinya sebagai pengawet kayu, karet, dan penghilang
bau.

Karet
Menurut Wibowo (2008) dalam Yuleli (2009), tanaman karet berasal dari
negara Brazil lalu menyebar ke Nepal, India, Pakistan, Banglades, Sri Langka,
Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam dan Cina Selatan. Setelah
percobaan berkali-kali dilakukan oleh Henry Wickham, tanaman karet berhasil
dikembangkan di Asia Tenggara. Tanaman karet di Indonesia, Malaysia dan
Singapura mulai dibudidayakan sejak tahun 1876. Tanaman karet di Indonesia
pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor.
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di
dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama
20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1,0 juta ton pada
tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 1,9 juta ton pada tahun
2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai
US$ 2,25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas
(Anwar, 2006).
Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk
pertanaman karet khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Luas areal
perkebunan karet tahun 2005 mencapai lebih dari 3,2 juta hektar (Anwar, 2006),
dan tahun 2013 sudah mencapai 3,445 juta hektar yang tersebar di seluruh

Universitas Sumatera Utara

wilayah Indonesia (Bakrieglobal, 2014). Dari luasan tersebut, 85% diantaranya
merupakan perkebunan karet rakyat, dan hanya 7% yang merupakan perkebunan
besar negara serta 8% perkebunan besar swasta. Produksi karet secara nasional
pada tahun 2005 mencapai sekitar 2,2 juta ton (Anwar, 2006) dan pada tahun
2013 mencapai sekitar 3 juta ton (Bakrieglobal, 2014). Sementara itu luas areal
perkebunan karet di Sumatera Utara mencapai 419.097 hektar dengan produksi
387.366 ton pada tahun 2012 (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2014).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Beberapa pohon karet ada
kecondongan arah tumbuh agak miring. Batang tanaman ini mengandung getah
yang dikenal dengan naman lateks (Setiawan dan Andoko, 2005).
Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi
kuning atau merah. Daun mulai rontok apabila memasuki musim kemarau. Daun
karet terdiri atas tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun
utama sekitar 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm.
(Marsono dan Sigit, 2005).
Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari
3 anak daun yang licin berkilat. Helaian anak daun bertangkai pendek dan
berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal sempit dan tegang, ujung
runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm
dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Bunga karet terdiri atas bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai
payung yang jarang. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda

Universitas Sumatera Utara

bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut, ukurannya sedikit lebih besar dari bunga
jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan
dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai
sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam
2 karangan dan tersusun lebih tinggi dari yang lain (Marsono dan Sigit, 2005).
Komposisi kayu karet adalah selulosa 48,6%, lignin 30,6%, pentosan
17,8%, abu 1,3% dan silika 0,5%. Kayu karet termasuk kelas awet V dengan
klasifikasi sangat tidak awet dengan umur pakai kurang dari 1,5 tahun. Kayu karet
banyak digunakan untuk perabot rumah tangga, selain itu digunakan untuk kayu
bentukan, misal panel dinding, bingkai gambar, lantai parket, palet, peti jenazah,
tangga, kerangka pintu dan jendela (Mandang dan Pandit, 1997).

Keawetan Kayu
Menurut Martawidjaja (1996), yang dimaksud dengan keawetan kayu
adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap berbagai faktor perusak kayu, tetapi
umumnya yang dimaksud adalah daya tahan terhadap faktor perusak biologis
yang disebabkan oleh makhluk hidup perusak kayu seperti jamur, serangga dan
binatang laut.
Pengawetan kayu merupakan suatu usaha untuk menambah daya tahan
kayu terhadap faktor perusak dengan tujuan agar umur pemakaian kayu semakin
bertambah menjadi beberapa kali lipat dan secara ekonomis menguntungkan. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan ketahanan kayu tidak awet tindakan pengawetan
kayu sangat diperlukan (Supriana dan Martawijaya, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Perbedaan daya serap kayu terhadap larutan bahan pengawet disebabkan
oleh perbedaan ukuran pori-pori kayu, kadar selulosa dan lignin dalam kayu, dan
berat jenis kayu yang berhubungan langsung dengan proporsi volume rongga
kosong di