Respon Perubahan Morfologi dan Kandungan Antosianin Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Beberapa Dosis Iradiasi Sinar Gamma

57

Lampiran 1.
Deskripsi Varietas Roselindo 2
SK. Menteri Pertanian Nomor : 4567/Kpts/SR.120/8/2013
Tanggal
Nomor aksesi
Nama aksesi
Asal
Proses pemuliaan
Spesies
Permukaan batang
Warna Batang
Warna tangkai daun
Warna helaian daun
Warna tulang daun
Warna tepi daun
Warna Mahkota Bunga
Warna kelopak Bunga (calyx)
Warna anak kelopak (epicalyx)
Warna kuncup bunga

Warna buah
Warna biji
Bentuk daun
Bentuk ujung kapsul
Tinggi tanaman (cm)
Diameter Batang (mm)
Percabangan
Umur tanaman
- Mulai berbunga (HST)
- Panen (HST)

: 12 Agustus 2013
: 1596
: Jamaica
: Petani Blitar
: Seleksi massa
: Hibiscus sabdariffa var. sabdariffa
: Halus
: Ungu
: Hijau tua kehitaman

: Hijau tua
: Merah Kemerahan
: Hijau tua
: Merah muda, bagian dalam merah tua
: Ungu
: Ungu
: Ungu
: Hijau
: Abu abu
: Bertoreh sedang, gemuk
: cumi
: 148,57 ± 58,07
: 34,09 ± 24,89
: Sangat banyak
: 60 ± 4,7
: 97 ± 3,7

Berat 1000 biji (gram)
: 32,92
Kandungan nutrisi kelopak bunga

- Vitamin C (mg/100 g)
: 2.033.524
- Kadar antosianin (mg/kg)
: 14.697
- Panjang kapsul (cm)
: 3,87 ± 0,69
Diameter kapsul (mm)
: 34,5 ± 10,09
Bobot 100 kelopak kering (gram)
: 63,78 ± 0,32
Potensi hasil kelopak kering (kg/ha)
: 478,59 ± 213,04
Ketahanan terhadap penyakit Fusarium sp : Moderat
Ketahanan terhadap Fotoperiodesitas
: Peka
Adaptasi
: Luas
Peneliti
: U. Setyo Budi, Marjani, Sri Hartati, Rully
Dyah Purwati, Budi Santoso.


Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Bagan Penelitian

I1

I1

I1

I1

I1

I1

I1

I1


I1

I1

I1

I1

I1

I1

I1

I0

I0

I0


I0

I0

I1

I1

I1

I1

I1

I2

I2

I2


I2

I2

I0

I0

I0

I0

I0

I2

I2

I2


I2

I2

I2

I2

I2

I2

I2

I2

I2

I2


I2

I2

I3

I3

I3

I3

I3

I3

I3

I3


I3

I3

I3

I3

I3

I3

I3

I0

I0

I0


I0

I0

I3

I3

I3

I3

I3

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I0

I0

I0

I0

I0

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I4

I4

100

150 cm

50 cm

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Penelitian

NO.

MINGGU KEJENIS KEGIATAN

1 Persiapan lahan
3 Persiapan bahan tanaman
4 Penanaman
Pemeliharaan tanaman
5
Penyiraman
Penyiangan
Pemupukan
Pengendalian Hama dan Penyakit
6 Panen
7 Pengamatan parameter
Persentase Perkecambahan (%)
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah cabang (cabang)
Diameter kanopi (cm)
Umur Panen (HST)
Diameter Kelopak bunga (mm)
Bobot basah Kelopak bunga/tanaman (g)
Bobot buah (g)
Jumlah kelopak bunga per tanaman
Kadar Antosianin (mg/100 g)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

X
X
X
X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X
X
X
Disesuaikan dengan kondisi lapangan

X

X

X

X

X X X X X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X

X
X
X

X
X

X

X

X
X

X
X

X
X
X
X

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S.I. 2006. Mutasi Induksi Fisik dan Pengujian Stabilitas Mutan yang
Diperbanyak secara Vegetatif pada Anyelir (Dianthus caryophyllus Linn.)
Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Amien, S. dan N. Carsono. 2008. Teknologi Nuklir Guna Merakit Kultivar
Unggul.http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0304/18/cakrawala/penelitian0
1.htm. Diakses pada tanggal 31 Desember 2015
Atmarazaqi I.W. 2013. Analisis fenotip dan Kandungan Antosianin Tanaman
Rosella Merah (Hibiscus sabdariffa L.) Pasca Iradiasi Sinar Gamma.
www.uin.kalijaga.ac.id/pdf. Diakses pada tanggal 18 Desember 2015
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian. 2011. Pemanfaatan Sinar Radiasi dalam Pemuliaan Tanaman.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Batubara, A.U., Mariati, F. E. T. Sitepu. 2015. Karakter Pertumbuhan Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.) Varietas Lokal Samosir pada Beberapa
Dosis Iradiasi Sinar Gamma. J. Agroekoteknologi 3 (1):426-434
Damsa F., A. Woinaroschy , G. Olteanu. 2014. Determination of Anthocyanin
Pigments in Potato Using Specific Contact Sensors and Analytical Methods.
http://www.potato.ro/_publicatii_files/postere/2014-07 /pdf. Diakses pada
tanggal 28 September 2016
El Sherif F., Khattab S, E. Ghoname, N. Salem and K. Radwan. 2011. Effect of
Gamma Irradiation on Enhancement of Some Economic Traits and
Molecular Changes in Hibiscus Sabdariffa L. Life Science Journal 8(3):220229
Ekanto B. dan Sugiarto. 2011. Kajian Teh Rosella ( Hibiscus sabdariffa) dalam
Meningkatkan Kemampuan Fisik Berenang (Penelitian Eksperimen Pada
Mencit Jantan Remaja). J. Media Ilmu Keolahragaan Indonesia 1 (2) : 171181
Hanafiah D.S, Trikoesoemaningtyas, S. Yahya dan D. Wirnas. 2010. Induced
mutations by gamma ray irradiation to Argomulyo soybean variety
(Glycine max (L) Merr). J.Nusantara Bioscience 2 (3) : 121-125
Hapni L. 2010. Analisis Usahatani Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) di
Kabupaten Deli Serdang . www.repository.usu.ac.id/pdf. Diakses pada
tanggal 15 Desember 2015
Harding S.S and O. Mohamad. 2009. Radiosensitivity test on two varieties of
Terengganu and Arab used in mutation breeding of roselle
(Hibiscus sabdariffa L.). African Journal of Plant Science 3 (8):181-183

Universitas Sumatera Utara

55

Jusuf , M. 2001. Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Sagung Seto, Jakarta
Linberger R.D. 2007. Origin, Developmental Propagation of Chimeras.
http://www.aggiehorticulture.tamu.edu/tisscult/chimeras/s.html.
Diakses
pada tanggal 29 Februari 2016
Mahadevan N., Shivali and P. Kamboj. 2009. Hibiscus sabdariffa Linn.-An
Overview. Natural Product Radiance 8(1):77-83
Melina, R. 2008. Pengaruh Mutasi Induksi dengan Iradiasi Sinar Gamma
Terhadap Keragaan Dua Spesies Philodendron (Philodendron
bipinnatifidum cv. Crocodile teeth dan P. Xanadu). Skripsi. Program Studi
Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal.
Moeksin R., dan Stevanus R.H.P. 2009. Pengaruh Kondisi, Perlakuan dan Berat
Sampel terhadap Ekstraksi Antosianin dari Kelopak Bunga Rosela dengan
Pelarut Aquadest dan Etanol. J. Teknik Kimia 4(16):11-18
Mohamed B.B.,, A.A. Sulaiman, A. A. Dahab. 2012. Roselle (Hibiscus sabdariffa
L.) in Sudan, Cultivation and Their Uses. Bull. Environ. Pharmacol. Life Sci
1 [6] : 48 – 54
Osman M., F. Golam, S. Saberi, N. A. Majid, N. H. Nagoor, M. Zulqarnain.
2011. Morpho-agronomic analysis of three roselle (Hibiscus sabdariffa L.)
mutants in tropical Malaysia. Australian Journal of Crop Science 5(10):
1150-1156
Purdyaningsih
E.
2015.
Mengenal
Varietas
Benih
Binarosella
(Hibiscus sabdariffa L) . www.ditjenbun.pertanian.go.id/pdf. Diakses pada
tanggal 10 Februari 2015
Puspitowati O.H., M. Ulfah, E. Sasmito. 2012. Uji Aktivitas Imunostimulator
Fraksi Air dari Ekstrak Etanol Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa
L.) Terhadap Proliferasi Sel Limfosit Mencit Galur Swiss Secara In Vitro
Beserta
Identifikasi
Kandungan
Kimianya
.
www.download.portalgaruda.org/pdf. Diakses pada tanggal 28 Februari
2016
Rahmawati, R. 2012. Budidaya Rosella. Pustaka Baru Press.Yogyakarta.
Rukmana, R. dan Herdi Y. 2015. Budi Daya Rosella Merah . Cahaya Atma
Pusaka, Yogyakarta
SEAFAST
Center.
2013.
Pewarna
Alami
untuk
Pangan.
https://seafast.ipb.ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2013/03/06-merahungu-antosianin.pdf. Diakses pada tanggal 20 September 2016
Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal Dalam
Pemuliaan Tanaman. J. Litbang Pertanian 22(2): 70-78

Universitas Sumatera Utara

Steenis, V. C. G. G. J., 2003. Flora. Pradnya Paramita. Jakarta.
Sudarka, W. 2009. Pemuliaan Kelainan Genetik Dan Sitogenetik Pada Tanaman.
www.file.unud.ac.id/pdf. Diakses pada tanggal 28 Desember 2015.
Sutarto, I.,Nurrohma, K. Dewi, dan Arwin. 2004. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma
60 Co terhadap Pertumbuhan Tanaman Bawang Putih (Allium Sativum L)
Varietas Lumbu Hijau di Dataran Rendah. www.iaea.org/pdf. Diakses pada
tanggal 20 September 2016
Van Harten A.M. 1998. Mutation Breeding : Theory and Practical Application.
Cambridge University Press, Cambridge
Vos J.E., R.J. Du Preez, I. Froneman, K. Hannweg, J. Husselman, S. Rheeder.
2009.
Mutation
breeding
in
South
Africa
2003–2004.
www-pub.iaea.org/ pdf. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2016
Wijayanti
P.
2010.
Budidaya
Tanaman
Obat
Rosella
Merah
(Hibiscus sabdariffa L.) dan Pemanfaatan Senyawa Metabolis Sekundernya
di PT. Temu Kencono, Semarang. www.file.uns.ac.id/pdf. Diakses pada
tanggal 24 Desember 2015
Wiyarsi, A. 2011. Khasiat Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa
www.staff.uny.ac.id/pdf. Diakses pada tanggal 28 Februari 2016

L.).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Fakultas Pertanian, serta di
laboratorium Analisis Bahan Kimia Pangan, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian + 26 meter di atas permukaan laut,
mulai bulan April 2016 sampai dengan selesai
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rosella dengan varietas
Roselindo 2, air, pupuk NPK 16:16:16 sebanyak 20 gr/tanaman, Fungisida serta
bahan pada saat analisis antosianin seperti Aquades, asam asetat, etanol, asam
klorida, kalium klorida, natrium asetat, natrium asetat trihidrat, kertas saring dan
bahan lain yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah iradiator Chamber 4000A
dengan sumber radiasi Co 60, cangkul, gembor, meteran, penggaris, tali plastik,
pacak sampel, ember, handsprayer, amplop, timbangan analitik, jangka sorong,
kamera, alat tulis, gelas ukur, pipet ukur, alumunium foil, inkubator, vortex,
sentrifuge, sperktrofotometer dan alat lain yang mendukung pelaksanaan
penelitian ini.
Metode Penelitian
Dosis Iradiasi Sinar Gamma (I) terdiri dari taraf, yaitu :
I0 : Tanpa Perlakuan iradiasi (Kontrol)
I1 : Iradiasi Sinar Gamma 150 Gray
I2 : Iradiasi Sinar Gamma 300 Gray
I3 : Iradiasi Sinar Gamma 450 Gray

Universitas Sumatera Utara

27

I4 : Iradiasi Sinar Gamma 600 Gray
Jumlah tanaman/perlakuan

: 20 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya

:100 tanaman

Uji Analisis
Untuk membandingkan secara statistik karakter tanaman yang diteliti
dengan tanaman kontrol, maka dilakukan uji t pada taraf 5% dan taraf 1% dengan
menggunakan software Minitab 16, dengan kriteria uji t yaitu membandingkan
dua nilai tengah yang tidak berpasangan dengan asumsi ragam dua contoh sama,
ulangan tidak sama dengan rumus sebagai berikut
� ℎ�� =

�� − ��
���−��

Ā

= nilai rataan perlakuan A (kontrol/tanpa iradiasi)



= nilai rataan perlakuan B (masing-masing perlakuan yang diberi

���−��

iradiasi sinar gamma
= galat baku dari selisih rataan

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan lahan
Penanaman dibuat dengan luas areal 28 m x 6 m serta jarak antar tanaman
1 x 1.5 m. Areal penanaman dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa akar tanaman,
serta sampah lainnya kemudian digemburkan dan diratakan bagian atasnya.
Sebelum dilakukan penanaman, lahan yang akan digunakan harus diolah terlebih
dahulu. Lahan dibersihkan dari gulma dan diolah sedalam 25-30 cm dan dibuat
parit drainase selebar 30 cm dengan kedalaman 20 cm
Persiapan bahan tanaman
Sumber benih rosella diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pemanis
dan Serat (Balittas), Malang yaitu varietas Roselindo 2 . Benih kemudian dikirim
ke Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta untuk diiradiasi sinar gamma
dengan menggunakan iradiator Chamber A4000 sumber radiasi Co 60. Dosis
iradiasi yang digunakan adalah Gray
Penanaman
Biji rosella direndam 12 jam, biji yang tenggelam diambil sebagai calon
benih sedangkan yang terapung tidak digunakan. Benih ditanam 1 biji/ lubang
yang telah ditugal, dengan jarak tanam 100 cm x 150 cm . Masing-masing
populasi dosis radiasi ditanam satu plot. Masing-masing plot ditanam 1 baris tetua
(tanaman kontrol) yang digunakan untuk menduga ragam lingkungan
Pemeliharaan
Penyiraman
Penyiraman dilakukan sekali dalam 1 hari yaitu pada sore hari dengan
menggunakan gembor

Universitas Sumatera Utara

29

Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang ada di sekitar
pertanaman. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut
rerumputan yang tumbuh di sekitar tanaman dan plot penelitian
Pemupukan
Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada 4 minggu setelah tanam (MST)
dan 8 MST dengan pupuk NPK sebanyak 20 gr/tanaman
Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan sesuai dengan kondisi
lapangan. Untuk mengendalikan serangan hama dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan bahan aktif deltrametrin dengan konsentrasi 25 g/liter air dan
mengatasi serangan penyakit pada areal pertanaman dilakukan penyemprotan
fungisida bahan aktif Mankoezeb dengan konsentrasi 4 g/liter
Panen
Panen dilakukan pada saat tanaman telah memenuhi kriteria panen yaitu
ukuran maksimal artinya berkembang penuh, berumur 15-30 hari setelah keluar
bunga, kulit pembungkus biji bewarna coklat dan sedikit terbuka atau membelah
dan biji-biji telah bewarna kuning atau sedikit hitam
Kadar Antosianin
Penetapan kadar antosianin dilakukan di laboratorium Analisis Kimia
Bahan Pangan (AKBP), Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dengan
metode pH diferensial (Lampiran 14) berdasarkan pada properti dari pigmen
antosianin untuk mengubah warna dengan pH (Damsa et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara

Pengamatan Parameter
Persentase Perkecambahan (%)
Persentase perkecambahan dihitung sampai umur 3 MST. Daya
berkecambah

(DB)

dihitung

berdasarkan

persentase

kecambah

normal

dibandingkan dengan jumlah benih yang dikecambahkan. Daya berkecambah
dihitung dengan rumus berikut :
∑ ������� ℎ ������

�� = ∑ ���� ℎ ����

��������� ℎ���

x 100%

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur pada 2 minggu setelah tanam dan hingga pada fase
panen (17 MST) dilakukan pengukuran dari leher akar sampai titik tumbuh
dengan menggunakan meteran, dimana untuk menentukan batas permukaan tanah
digunakan patokan standard
Jumlah Cabang (cabang)
Pengamatan jumlah cabang dilakukan pada akhir fase panen ( 17 MST)
dengan menghitung cabang yang mengelilingi batang primer
Diameter kanopi (cm)
Diameter kanopi dihitung untuk menghitung lebar tajuk yang dihasilkan
tanaman dengan menghitung

diameter luasan tajuk diagonal tanaman.

Pengukuran diameter kanopi dilakukan pada fase panen (17 MST)
Diameter Kelopak bunga
Diameter kelopak bunga diukur dengan menggunakan jangka sorong
untuk mengetahui diameter rata-rata kelopak bunga yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

31

Bobot Basah Kelopak bunga/tanaman (g)
Bobot basah kelopak bunga ditimbang setelah dipanen dengan kriteria
kelopak bunga matang fisiologis
Bobot Buah/tanaman (g)
Bobot basah buah ditimbang ketika panen dengan kriteria matang
fisiologis
Jumlah kelopak bunga / tanaman (kelopak bunga)
Jumlah kelopak bunga / tanaman dihitung untuk mengetahui berapa
kelopak bunga pada satu tanaman yang dihasilkan pada fase panen. Panen
dihentikan apabila seluruh populasi tanaman dapat dipanen kelopak bunganya
Umur Panen (HST)
Umur panen dilihat sesuai pemanenan, dimana setiap tamanan dilakukan
pemanen tidak serempak. Pengamatan umur panen dilakukan dengan cara
menghitung umur tanaman mulai dari penanaman benih hingga tanaman siap
untuk dipanen yaitu setelah matang fisiologis yaitu dengan ciri-ciri : telah
berkembang penuh atau ukuran maksimal, kulit pembungkus biji majemuk
bewarna cokelat dan sedikit terbuka (membelah) serta biji-bijinya telah tua
berumur

3-4

minggu

sejak

bunga

mekar

bewarna

hitam

(Rukmana dan Herdi, 2015).

Kadar Antosianin
Absorbansi (A) dari sampel yang telah di larutkan ditentukan dengan
rumus : A = (A510-A700)pH 1 – (A510-A700)pH 4,5
Kandungan pigmen antosianin pada sampel dihitung dengan rumus :
Kadar Antosianin (mg/100 g) =

A x BM x FP xV
ε x Lx W

x 100

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
A

= Absorbansi

BM

= Berat molekul = 449,20 (dinyatakan sebagai sianidin-3-glikosida)

FP

= Faktor pengencer

V

= Volume pelarut

ε

= Koefisien absorbsivitas molar = 26900 (sianidin-3-glikosida)

L

= Lebar kuvet

W

= Berat sampel (Damsa et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara

33

HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase Perkecambahan
Persentase perkecambahan diamati pada 3 MST. Dari hasil pengamatan
dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis iradiasi menyebabkan bertambahnya
jumlah tanaman yang mati (Tabel 1.)
Tabel 1. Persentase perkecambahan tanaman umur 3 MST
No
1

Dosis/Perlakuan
I0 (0 Gy)

2

I1 (150 Gy)

3

I2 (300 Gy)

4

I3 (450 Gy)

5

I4 (600 Gy)

% tanaman hidup
20
� 100%
20
20
� 100%
20
19
� 100%
20
15
� 100%
20
16
� 100%
20

Jumlah
100%
100%
95%
75%
80%

Tabel 1 menunjukkan dari 20 tanaman yang ditanaman pada setiap dosis,
pada tanaman kontrol dan tanaman dengan dosis 150 Gy 100 % tumbuh (20),
sedangkan pada tanaman yang diberikan iradiasi sinar gamma ada beberapa
tanaman yang mati yaitu: pada dosis iradiasi 300 Gy 95% tumbuh (19) yang mati
tanaman ke-11; dosis iradiasi 450 Gy 75% tumbuh (15) yang mati tanaman ke 9,
13, 15, 16, 18 dan dosis iradiasi 600 Gy 80% tumbuh (4) yang mati tanaman ke-3,
6, 7, 8, 13.
Beberapa tanaman tidak menunjukkan gejala pertumbuhan dari benih
namun beberapa tanaman menujukkan gejala pertumbuhan abnormal seperti daun
mengering dan lama kelamaan tanaman mati. Kematian tunas tidak terjadi
bersamaan.

Namun

umumnya

beberapa

tanaman

mulai

menunjukkan

abnormalitas tanaman pada 3 MST hingga 5 MST (Gambar 1)

Universitas Sumatera Utara

A

b

c

Gambar 2. a. Tanaman yang mengalami abnormalitas pada dosis 450 Gy. b.
Tanaman yang mengalami abnormalitas pada dosis 600 Gy. yang
dibandingkan dengan c. Tanaman tanpa dosis iradiasi (kontrol).
Kelemahan pada tanaman rosella salah satunya tanaman mudah rebah pada
saat kelopak bunga mulai dapat dipanen. Pada minggu ke-13 curah hujan begitu
tinggi sehingga 1 tanaman pada dosis 600 Gy (I4) tanaman ke- 7 patah dan mati

Gambar 3. Tanaman yang mati akibat batangnya rebah dan patah
Tinggi Tanaman (cm)
Data Tinggi Tanaman dengan pemberian iradiasi sinar gamma dapat
dilihat pada Tabel 2

Universitas Sumatera Utara

35

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman (cm) pada dosis iradiasi sinar gamma umur 17
MST
Perlakuan Dosis Iradiasi
No. Tanaman
I0 (0 Gy) I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy) I4 (600 Gy)
1
172,3
186,5
187,5
207,2
228
2
153,8
228,3
209,5
192,8
226,5
3
212,3
201,5
210,4
188,1
4
199,2
195
180
288
201,7
5
193
153
205,5
206,5
183
6
162
199,9
230
194,4
7
294
208,5
211,7
205,5
8
200,3
198,5
201
230,5
9
189,5
207,4
214
217,5
10
212,3
164
203,5
295
213
11
212,6
199,8
210,7
246
12
227,5
205,5
199,5
177,5
213,3
13
258,3
197,3
211,2
14
216,6
199
219,7
290
180
15
204
195,5
208,6
240
16
237,5
183,3
212,5
221
17
148,5
183,2
206
210,7
216
18
227,5
184,2
212,5
203,8
19
225
182,8
203
208
125,1
20
206,8
192,5
227,4
209,5
224
Rataan
207,65
193,285
208,08
220,96
209,26
Keterangan : (-) = Tanaman tidak tumbuh

Berdasarkan Tabel 2 dilihat bahwa perlakuan dosis iradiasi sinar gamma
tidak berbeda nyata terhadap rataan kontrol. Ada beberapa tanaman lebih tinggi
dibandingkan rataan kontrol yang ditunjukkan pada Lampiran 15 seperti
perlakuan

150 Gy (2,7), 300 Gy (2,3,6,7,9,13,14,15,16,18,20), 450 Gy

(4,8,10,11,14,17,19,20), 600 Gy (1,2,9,10,11,12,15,16,17,20) .
Jumlah Cabang
Data Jumlah Cabang dengan pemberian iradiasi sinar gamma

dapat

dilihat pada Tabel 3

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Jumlah cabang (cabang) pada dosis iradiasi sinar gamma umur 17 MST
No Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rataan

Perlakuan Dosis Iradiasi
I0 (0 Gy) I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy) I4 (600 Gy)
21
23
26
23
36
29
35
31
18
43
25
25
31
29
25
21
32
21
25
27
23
37
17
25
28
27
42
30
27
38
28
22
33
30
30
36
33
37
36
33
34
23
32
25
29
24
26
26
40
26
31
36
26
36
34
27
34
35
28
28
29
28
22
27
36
26
35
22
39
30
32
23
30
28
28
28
22
35
28
28
21
31
28
28
20
25
38
29
26
28,30
26,70
33,26 **
25,80
30,73

Keterangan : Pada angka-angka yang berada dalam baris yang sama berdasarkan uji t, berbeda
nyata terhadap populasi kontrol (*) pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
terhadap populasi kontrol (**) pada taraf 1%.
(-) = Tanaman tidak tumbuh

Berdasarkan Tabel 3, dosis iradiasi perlakuan 300 Gy berbeda sangat
nyata meningkatkan jumlah cabang sedangkan perlakuan lainnya berbeda tidak
nyata terhadap kontrol. Terdapat beberapa tanaman yang memiliki jumlah cabang
melebihi

rataan

kontrol

yang

ditunjukkan

Lampiran

15

yaitu

:

pada 150 Gy pada tanaman ke- 2, 7,8,9,12 ; 300 Gy tanaman ke2,3,4,5,6,7,8,9,10,12,13,15,16,17,18,19,20 ; 450 Gy tanaman ke-3,6,8,14,20 dan
600 Gy tanaman ke-1,2,9,10,11,12,16

Universitas Sumatera Utara

37

Diameter kanopi (cm)
Data Diameter kanopi dengan pemberian iradiasi sinar gamma dapat
dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Diameter kanopi (cm) pada dosis iradiasi sinar gamma umur 17 MST
No Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rataan

I0 (0 Gy)
137
117,4
131,4
148,95
167,65
149,5
178,6
145,25
156,85
163,2
177,5
206,5
167,4
192,05
187,2
148
226,35
168,15
147,15
186,65
165,14

Perlakuan Dosis Iradiasi
I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy) I4 (600 Gy)
137,05
145
187
151
162,95
142,3
161,75
195,25
176
116
213,25
116,5
139,85
223,75
170,85
88,35
136,15
217,95
128,85
127,65
262,25
205,4
151,25
251,15
153,65
123,5
172,5
229,5
129,15
237,85
187,45
108,65
174,35
228,3
160,25
156,1
236,7
126,65
164,65
253,25
232,3
148,7
128
205,7
147,65
224,85
192,7
139,05
125,05
270,95
141,85
133,85
204,25
169
141,95
240,1
228,95
179,65
121,1
249,9
160,25
138
130,25
149,9
152,45
140,5
224,8
188,6
138,25
135,90**
199,02**
203,31**
156,63

Keterangan : Pada angka-angka yang berada dalam baris yang sama berdasarkan uji t, berbeda
nyata terhadap populasi kontrol (*) pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
terhadap populasi kontrol (**) pada taraf 1%.
(-) = Tanaman tidak tumbuh

Berdasarkan Tabel 4, dosis iradiasi setiap perlakuan berbeda sangat nyata
pada diameter kanopi kecuali pada perlakuan 600 Gy berbeda tidak nyata terhadap
kontrol. Pada perlakuan 150 Gy hanya tanaman ke-3 yang mempunyai rataan
tanaman melebihi rataan kontrol. Sedangkan pada perlakuan dosis 300 Gy
tanaman ke- 6,7,8,9,10,12,13,14,15,16,17,18,20 ; perlakuan dosis 450 Gy tanaman

Universitas Sumatera Utara

ke-1,3,4,5,6,8,10,11,12,14,17,20 dan perlakuan dosis 600 Gy tanaman ke2,4,9,16,17 seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 15
Diameter Kelopak bunga (mm)
Data Diameter kelopak bunga dengan pemberian iradiasi sinar gamma
dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5. Diameter kelopak bunga (mm) pada dosis iradiasi sinar gamma
No Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rataan

I0 (0 Gy)
28,14
29,84
28,80
28,79
29,30
28,96
29,54
29,50
28,95
29,94
28,82
29,51
29,36
28,23
29,50
29,47
29,79
29,85
28,59
28,75
29,18

Perlakuan Dosis Iradiasi
I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy) I4 (600 Gy)
29,29
29,32
29,07
28,18
28,11
29,61
29,96
28,18
28,41
28,24
30,71
28,25
29,49
29,55
29,80
28,11
28,73
29,87
29,77
30,86
28,99
30,67
28,57
29,91
30,71
29,31
30,67
27,71
29,56
30,17
29,87
27,97
29,12
28,35
29,69
28,92
30,63
28,46
29,42
29,83
29,86
29,68
28,73
28,87
28,90
29,74
29,62
27,01
29,44
29,62
30,87
29,06
28,96
29,23
29,57
29,47
28,24
28,06
29,65
29,09
30,20
30,69
26,87
29,99
27,40
28,24
29,98
29,91
29,45
29,05
29,30
29,66
29,06

Keterangan : (-) = Tanaman tidak tumbuh

Semua perlakuan iradiasi yang ditunjukkan pada Tabel 5 pada parameter
diameter kelopak bunga tidak berbeda nyata terhadap rataan tanaman kontrol.
Beberapa tanaman menunjukkan rataan diameter kelopak bunga lebih besar
dibandingkan

kontrol

(Lampiran

15)

pada

tanaman

150

Gy

Universitas Sumatera Utara

39

(1,6,8,9,12,15,17,18,19),

300

Gy

(1,2,4,7,8,9,12,14,15,17,20),

450

Gy

(2,3,4,5,6,7,11,12,14,19,20) dan 600 Gy (4,5,9,10,12,15,18,20)
Bobot Kelopak bunga (g)
Data rataan berat kelopak bunga per tanaman dengan pemberian iradiasi
sinar gamma dapat dilihat pada Tabel 6
Tabel 6. Bobot kelopak bunga (mm) pada dosis iradiasi sinar gamma
No Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rataan

Perlakuan Dosis Iradiasi
I0 (0 Gy) I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy) I4 (600 Gy)
265,81
83,88
378,74
236,45
25,1
646,63
136,09
370,09
159,73
55,7
230,23
131,54
125,69
447,69
114,1
103,65
325,77
526,96
228,64
79,33
21,71
201,61
140,7
171,1
172,18
20,93
179,15
221,37
457,1
89,73
341,44
346,31
111,07
86,71
257,11
137,11
346,64
53,93
177,89
133,76
241,41
66,39
348,02
406,58
122,83
176,77
129,92
122,74
44,87
247,39
151,21
244,36
190,27
85,45
137,24
189,89
343,24
152,94
170,15
309,94
171,7
43,62
233,22
94,06
246,93
7,9
77,89
157,91
138,19
101,46
194
269,14
168,15
210,862
173,22
76,66
313,58
152,04
13,14
106,23
221,54
17,25
66,03
137,86
154,49
46,96
134,16
181,54
61,64
211,07
126,95*
234,72
237,74
93,75**

Keterangan : Pada angka-angka yang berada dalam baris yang sama berdasarkan uji t, berbeda
nyata terhadap populasi kontrol (*) pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
terhadap populasi kontrol (**) pada taraf 1%.
(-) = Tanaman tidak tumbuh

Berdasarkan pada Tabel 6 , perlakuan 150 Gy berbeda nyata dan 600 Gy
berbeda sangat nyata menurunkan bobot kelopak bunga terhadap rataan tanaman
kontrol. Beberapa tanaman memiliki bobot lebih berat dibandingkan rataan
kontrol yaitu pada 150 Gy pada tanaman ke-17,18,19 ; 300 Gy tanaman ke-

Universitas Sumatera Utara

1,2,4,7,8,10,12,13,14,15 ; 450 Gy tanaman ke-1,3,4,6,7,10 dan 600 Gy tanaman
ke-4
Bobot Buah (g)
Data rataan berat buah per tanaman (g) dengan pemberian iradiasi sinar
gamma dapat dilihat pada Tabel 7
Tabel 7. Bobot buah (g) pada dosis iradiasi sinar gamma
No Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rataan

I0 (0 Gy)
232,85
488,03
172,81
85,76
58,73
139,00
344,58
84,36
221,91
156,15
126,79
173,37
109,01
114,31
166,88
59,70
143,19
53,64
73,57
117,12
156,09

Perlakuan Dosis Iradiasi
I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy) I4 (600 Gy)
61,50
266,57
163,20
15,38
111,29
235,83
110,28
37,60
107,29
86,61
299,85
87,35
235,37
370,82
186,71
19,99
141,17
80,63
118,59
13,48
145,28
166,68
75,65
245,94
249,75
69,90
179,68
89,39
40,46
103,60
76,68
56,37
224,88
307,16
71,55
94,88
81,14
30,08
122,27
171,52
112,39
55,29
140,63
228,00
127,70
172,98
126,14
28,66
75,99
163,18
3,89
126,34
106,34
63,01
207,26
102,90
149,12
109,56
222,16
114,33
5,33
131,83
11,95
54,19
103,34
34,27
83,76
127,63
43,72
96,33*
158,94
165,89
63,29**

Keterangan : Pada angka-angka yang berada dalam baris yang sama berdasarkan uji t, berbeda
nyata terhadap populasi kontrol (*) pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
terhadap populasi kontrol (**) pada taraf 1%.
(-) = Tanaman tidak tumbuh

Berdasarkan pada Tabel 7 , dosis 150 Gy berbeda nyata dan 600 Gy
berbeda sangat nyata menurunkan bobot buah dibandingkan dengan rataan
tanaman kontrol dengan beberapa tanaman melebihi berat rataan kontrol seperti

Universitas Sumatera Utara

41

pada dosis 150 Gy yaitu tanaman ke-17,18 ; 300 Gy tanaman ke1,2,4,7,8,10,12,13,14,15 ; 450 Gy tanaman ke-1,3,4,6,7,10 dan 600 Gy tanaman
ke-4
Jumlah kelopak bunga / tanaman
Data rataan jumlah kelopak bunga per tanaman (kelopak bunga) dengan
pemberian iradiasi sinar gamma dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Jumlah kelopak bunga per tanaman (kelopak bunga) pada dosis iradiasi
sinar gamma
No Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rataan

I0 (0 Gy)
58
121
49
23
17
39
85
27
77
47
31
40
24
30
50
17
45
14
25
35
43

Perlakuan Dosis Iradiasi
I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy) I4 (600 Gy)
21
73
59
5
27
67
42
12
24
31
96
22
70
103
57
5
43
23
38
5
31
45
19
69
71
16
56
25
10
41
23
14
79
96
28
28
31
10
34
55
35
15
35
78
35
63
30
10
22
51
1
29
26
20
54
35
45
35
56
36
2
47
4
13
31
11
25
38
12
26**
49
50
20**

Keterangan : Pada angka-angka yang berada dalam baris yang sama berdasarkan uji t, berbeda
nyata terhadap populasi kontrol (*) pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
terhadap populasi kontrol (**) pada taraf 1%.
(-) =Tanaman tidak tumbuh

Tabel 8 menunjukkan perlakuan 150 Gy berbeda nyata dan 600 Gy
sangat berbeda nyata menurunkan jumlah kelopak bunga per tanaman

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan tanaman kontrol. Beberapa tanaman yang mempunyai jumlah
kelopak bunga lebih banyak di bandingkan rataan kontrol yaitu dosis 150 Gy
tanaman ke-17,18,19 ; dosis 300 Gy tanaman ke-1,2,4,7,8,10,12,13,14,15 ; dosis
450 Gy pada tanaman ke-1,3,4,6,7,10,17 dan dosis 600 Gy tanaman ke- 4
Umur Panen (HST)
Data umur panen pada setiap perlakuan dosis iradiasi sinar gamma dapat
dilihat pada Tabel 9
Tabel 9. Umur panen (HST) pada dosis iradiasi sinar gamma
No Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rataan

Perlakuan Dosis Iradiasi
I0 (0 Gy) I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy)
107
114
109
114
107
128
114
114
114
114
122
114
114
107
111
111
114
108
114
114
111
111
118
114
108
122
109
111
111
114
109
134
117
114
114
122
123
118
114
114
114
114
114
114
109
109
114
109
111
114
114
122
114
114
111
114
114
111
126
114
114
114
107
123
109
122
114
114
128
119
119
134
114
114
114
115
116
114

I4 (600 Gy)
128
128
114
114
119
119
123
136
127
145
128
119
144
123
136
127 **

Keterangan : Pada angka-angka yang berada dalam baris yang sama berdasarkan uji t, berbeda
nyata terhadap populasi kontrol (*) pada taraf 5 % dan berbeda sangat nyata
terhadap populasi kontrol (**) pada taraf 1%.
(-) = Tanaman tidak tumbuh

Berdasarkan pengamatan pada Tabel 9, dilihat bahwa pada perlakuan I4
berbeda sangat nyata memperlama umur panen dibandingkan tanaman kontrol

Universitas Sumatera Utara

43

Namun ada beberapa tanaman yang memiliki umur panen lebih cepat dari rataan
kontrol yaitu pada 150 Gy pada tanaman ke-4,5,6,15,16,18 ; 300 Gy pada
tanaman ke-1,4,7,8,12,13 ; 450 Gy pada tanaman ke- 4,7,12,17 .
Kadar Antosianin (mg / 100 g)
Data kadar antosianin pada setiap perlakuan dosis iradiasi sinar gamma
dapat dilihat pada Tabel 10
Tabel 10. Kadar antosianin (mg/100 gr) pada dosis iradiasi sinar gamma
No Tanaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rataan

I0 (0 Gy)
119,0
186,3
96,1
112,1
56,6
141,0
70,1
118,6
64,0
66,1
82,6
75,1
107,1
105,1
108,6
117,1
139,2
138,1
151,7
69,5
106,2

Perlakuan Dosis Iradiasi
I1 (150 Gy) I2 (300 Gy) I3 (450 Gy) I4 (600 Gy)
79,6
88,0
117,1
165,8
191,8
98,0
75,0
62,5
83,0
88,1
92,0
80,1
130,1
82,1
81,1
92,1
65,0
32,5
84,0
125,1
129,1
94,1
176,7
133,1
118,1
133,2
92,1
115,1
140,2
83,1
86,1
171,7
170,3
70,1
105,0
88,1
78,0
165,1
91,1
162,1
101,1
106,6
135,2
161,1
89,0
105,1
141,2
137,7
123,1
110,1
99,0
101,0
78,1
103,0
98,1
125,2
93,0
54,1
119,1
110,2
70,1
73,1
203,3
134,1
121,7
143,1
111,7
131,1
84,0
116,7
118,1
98,3
101,7

Keterangan : (-) = Tanaman tidak tumbuh

Semua perlakuan antosianin yang dilihat pada Tabel 10 menunjukkan
bahwa perlakuan iradiasi tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol , Pada
perlakuan iradiasi kadar antosianin mengalami peningkatan dibandingkan rataan

Universitas Sumatera Utara

tanaman kontrol pada perlakuan 150 Gy (2,6,7,8,9,10,13,15,16,18,20), 300 Gy
(4,6,7,10,12,13,15,17,18,19,20), 450 Gy (1,7,8,14,19,20), 600 Gy (1,11,12,14,19)
Keragaan Morfologi
Tanaman rosella umumnya memiliki sistem cabang primer yang tegak
keatas dan cabang sekunder dibawahnya mengelilingi cabang primer . Namun
akibat pengaruh iradiasi , terdapat abnormalitas pada bentuk percabangan
(Gambar 2)

a

b

c

d

Gambar 4. Bentuk percabangan yang unik pada Tanaman Rosella . a. Dosis 450
Gy (Tanaman ke-12), b. Dosis 600 Gy (Tanaman ke-7), c. Tanaman
kontrol (0 Gy), d. Bentuk percabangan tanaman unik tampak dari
pangkal batang dosis 450 Gy (tanaman ke-12)

Universitas Sumatera Utara

45

Perubahan dalam bentuk percabangan dilihat ada beberapa percabangan
yang mempunyai cabang primer lebih dari satu .
Bunga rosella mempunyai keistimewaan khusus diantaranya hanya mekar
pada pagi hari , kemudian kuncup dan beberapa hari kemudian mahkota bunga
gugur serta kelopak bunga yang bertambah besar. Umumnya pada saat mekar
bunga rosella varietas roselindo 2 bewarna merah muda dengan bagian dalam
merah tua. Namun beberapa bunga mengalami perubahan baik dari segi bentuk
maupun warna

a

b

c

d

e

f

Gambar 5. Warna dan Bentuk bunga yang unik pada tanaman hasil iradiasi a dan
b . Tanaman dengan dosis 150 Gy (tanaman ke-5), c. Tanaman dengan
dosis 300 Gy (tanaman ke-3), d. Tanaman dengan dosis 600 Gy
(Tanaman ke-9)-e Tanaman dengan dosis 450 Gy (Tanaman ke-12), f.
Bunga pada tanaman kontrol

Universitas Sumatera Utara

Perubahan warna pada bunga yang terdapat pada perlakuan iradiasi
diantaranya bunga berbentuk abnormal, bunga berubah menjadi warna putih
Bentuk daun pada tanaman roselindo 2 berbentuk bulat daun dengan
pertulangan menjari pada dasar tanaman, bulat telur pada bagian tanaman dan
semi lobed pada bagian tunas. Namun beberapa tanaman mengalami perubahan
daun seperti bentuk yang unik serta perubahan warna (Gambar 4.)

a

b

c

Gambar 6. a , b. Daun abnormal pada tanaman 600 gray (Tanaman ke-7); c. Daun
tanaman kontrol
Bentuk kelopak bunga pada tanaman rosella umumnya berbentuk agak
bulat seperti corong yang menutupi buah. Namun ada beberapa kelopak bunga
rosella yang berbentuk unik yaitu buah membesar dan tidak tertutupi oleh
kelopak bunga (Gambar 5)

Universitas Sumatera Utara

47

a

b

Gambar 7. a. Perubahan bentuk kelopak bunga pada tanaman 300 Gy (tanaman
ke-3) dibandingkan b. kelopak bunga normal pada tanaman kontrol
Mulai dari awal hingga akhir pengamatan, serangan penyakit cendawan
Phytoptora parasitica menyerang tanaman pada umur 5 MST dan 17 MST akibat
curah hujan terlalu tinggi sehingga tanah menjadi lembab. Penyakit tersebut
menyerang pangkal batang dengan gejala serangan penyakit dengan daun
menguning dan tanaman layu (Rukmana dan Herdi, 2015). Pengendalian dini
pada umur 5 MST dengan aplikasi fungisida dan perbaikan drainase. Namun pada
umur 17 MST penyakit tersebut muncul kembali dan menyebar hampir ke semua
tanaman secara perlahan yang diakibatkan curah hujan tinggi.

Universitas Sumatera Utara

a

b

Cendawan
Phytoptora
parasitica
pada umur
17 MST

c
Gambar 8. a. Tanaman yang terserang pada umur 5 MST, b. Tanaman yang
terserang pada umur 17 MST, c. Pangkal batang yang terserang
penyakit cendawan
Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi
menyebabkan peningkatan jumlah tanaman abnormal dan mati. Dilihat dari
pengamatan perlakuan iradiasi 450 Gy dan 600 Gy persentase perkecambahan
hanya 75 % dan 80 % diikuti 300 Gy 95 % dan 150 Gy 100 %. Hal ini didukung
penelitian sebelumnya yang menyatakan LD50 (lethal dosis) pada taraf dosis
iradiasi tanaman rosella varietas Roselindo 2 sebesar 477,803. Kematian beberapa
individu kemungkinan dikarenakan tidak mampu bertahan hidup akibat cekaman

Universitas Sumatera Utara

49

dari radiasi yang didukung oleh Van Harten (1998) iradiasi sinar gamma bersifat
merusak sel tanaman yang dilewatinya serta daya tembus ke dalam jaringan
sangat dalam, maka kerusakan yang ditimbulkan dapat mencapai beberapa
sentimeter. Hal ini didukung oleh Sutarto et al (2004) yang menyatakan bahwa
perlakuan radiasi sinar yang mengakibatkan menurunnya persentase tumbuh dan
tinggi tanaman seiring dengan meningkatnya dosis radiasi tampaknya hal ini
akibat terganggunya metabolisme tanaman yang mengakibatkan terganggunya
sintesa protein yang berperan dalam pertumbuhan tanaman.
Pada perlakuan dengan dosis 300 Gy berbeda sangat nyata dalam
meningkatkan jumlah cabang dan diameter kanopi yang dibandingkan dengan
rataan tanaman kontrol. Akibat radiasi memberikan pengaruh yang positif dalam
meningkatkan karakter vegetatif tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian
Vos et al (2009) yang menyatakan bahwa mutasi digunakan untuk memperbaiki
banyak karakter bermanfaat yang mempengaruhi ukuran tanaman, waktu
berbunga dan kemasakan buah, warna buah, ketahanan terhadap penyakit dan
karakter-karakter lainnya. Karakter-karakter agronomi penting yang berhasil
dimuliakan dengan mutasi pada beberapa jenis tanaman di antaranya adalah
tanaman tahan penyakit, buah-buahan tanpa biji, tanaman buah-buahan yang lebih
pendek dan genjah.
Pada umumnya pada perlakuan dosis lebih rendah menyebabkan
kerusakan lebih sedikit namun pada

perlakuan dosis 150 Gy secara nyata

menurunkan produksi beberapa parameter tanaman dibandingkan kontrol seperti
parameter diameter kanopi, bobot kelopak bunga, bobot buah, jumlah kelopak
bunga per tanaman. Hal ini disebabkan respon yang berbeda-beda pada setiap

Universitas Sumatera Utara

tanaman baik kerusakan sitologis maupun kerusakan fisiologis seperti pada
Lineberger (2007) menyatakan bahwa pemuliaan mutasi melalui mutagenesis
memberikan dampak secara sitologis maupun fisiologis karena mutasi dapat
terjadi pada tingkat sel maupun tingkat jaringan. Kerusakan fisiologi yang
disebabkan oleh mutagen, perlakuan mutagenik menyebabkan tingkat kematian
organisme yang rendah, biasanya frekuensi mutasinya tinggi, kerusakan yang
ditimbulkan merupakan kerusakan ekstrakromosomal. Pada penelitian mutasi
iradiasi Anggrek oleh Melina (2008) melaporkan bahwa sifat mutasi yang acak
dan tidak dapat diarahkan untuk bekerja pada gen yang spesifik juga merupakan
batasan dalam penggunaan mutasi. Hal ini menyebabkan hasil yang akan didapat
dari proses mutasi tidak dapat diramalkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa parameter tidak
memberikan perbedaan yang nyata antara perlakuan iradiasi dengan tanaman
kontrol seperti parameter tinggi tanaman, diameter kelopak bunga dan kandungan
antosianin. Namun belum berarti pada parameter tersebut akan tetap tidak
berpengaruh pada generasi selanjutnya. Penelitian oleh Batubara (2015) pada
iradiasi tanaman bawang merah menyatakan bahwa pemberian dosis iradiasi sinar
gamma yang rendah pada tanaman belum memberikan dampak yang mencolok
pada pertumbuhan panjang tanaman bawang merah, meskipun ada kecendrungan
menurunkan panjang tanaman. Seperti yang dikemukakan oleh Aisyah (2006)
pada penelitian mengenai iradiasi tanaman anyelir bahwa dalam mutasi juga
terdapat situasi yang dinamakan diplontic selection. Pada situasi ini, jika sel-sel
mutan kalah bersaing dengan sel-sel normal di sekelilingnya, maka pada
perkembangan selanjutnya jaringan tanaman akan kembali tumbuh normal. Begitu

Universitas Sumatera Utara

51

juga sebaliknya, jika sel-sel mutan yang justru dapat ‘mengalahkan’ sel-sel
normal, maka pertumbuhan selanjutnya tanaman akan tumbuh menjadi mutan,
sampai pada generasi berikutnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pemberian dosis iradiasi
sinar gamma memberikan dampak perubahan morfologi seperti sistem
percabangan, bentuk bunga, bentuk daun dan bentuk kelopak bunga. Apabila
dosis iradiasi semakin tinggi maka keragaman morfologi juga semakin tinggi .
Perubahan morfologi terjadi seperti jumlah batang utama lebih dari satu, bentuk
bunga yang unik, warna mahkota bunga putih dan bentuk unik dari kelopak
bunga. Hal yang sama juga terjadi pada induksi mutasi dengan irradiasi sinar
gamma pada kedelai pada penelitian Hanafiah et al (2010) yang menyatakan
bahwa irradiasi sinar gamma mempengaruhi keragaman fenotip pada turunan M1
berdasarkan ciri-ciri morfologi tanaman kedelai. Hal ini ditunjukkan oleh adanya
perubahan yang bersifat kualitatif seperti perubahan bentuk daun dari bulat telur
(normal) menjadi memanjang, terdapat daun bifoliat dan unifoliat di atas buku
pertama yang berada pada satu tanaman dengan daun trifoliat, perubahan warna
bunga dari ungu menjadi putih, tidak berkembangnya rasim bunga menjadi
polong, serta daun masih hijau walaupun polong telah matang panen.
Perlakuan dosis iradiasi 600 Gy menyebabkan perbedaan yang sangat
nyata menurunkan produksi bobot kelopak bunga, bobot buah, jumlah kelopak
bunga per tanaman dan umur panen dibandingkan dengan rataan tanaman kontrol.
Hal ini diakibatkan dosis iradiasi yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan yang
lebih besar dalam menghambat karakter generatif tanaman yang didukung oleh
Hanafiah et al (2010) yang menyatakan bahwa keragaman genetik meningkat

Universitas Sumatera Utara

seiring dengan meningkatnya dosis iradiasi adalah pada peubah amatan tinggi
tanaman, jumlah buku produktif dan jumlah polong. Namun bertolak belakang
pada penelitian El Sherif et al (2014) yang menyatakan bahwa aplikasi 600 Gy
memberikan efek tertinggi pada peningkatan jumlah kelopak bunga, kandungan
antosianin per tanaman rosella aksesi Arab dibandingkan dosis iradiasi lainnya
dan kontrol. Hal ini diakibatkan tanaman tetua berasal dari aksesi Jamaika
sehingga respon perubahan akibat dari iradiasi sinar gamma pada tanaman
berbeda.

Universitas Sumatera Utara

53

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian iradiasi sinar gamma pada dosis 150 Gy menurunkan diameter
kanopi, bobot kelopak bunga, bobot buah, jumlah kelopak bunga per
tanaman, dosis 300 Gy meningkatkan jumlah cabang dan diameter kanopi,
dosis 450 Gy meningkatkan diameter kanopi, dosis 600 Gy menurunkan
bobot kelopak bunga, bobot buah, jumlah kelopak bunga per tanaman serta
memperlama umur panen dibandingkan tanaman kontrol
2. Parameter kadar antosianin, tinggi tanaman dan diameter kelopak bunga
tidak mengalami perbedaan yang nyata antara tanaman iradiasi dengan
tanaman kontrol pada periode panen 1
3. Perubahan morfologi iradiasi pada tanaman rosella terlihat pada perubahan
pada sistem percabangan, bentuk bunga, warna bunga dan bentuk kelopak
bunga
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai pola sebaran
keragaman genetik pada tanaman generasi M2

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (2003), sistematika tanaman Rosella yaitu Kingdom :
Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas : Magnoliopsida, Sub kelas : Dilleniidae,
Bangsa

:

Malvales,

Suku

:

Malvaceae,

Genus

:

Hibiscus,

Spesies : Hibiscus sabdariffa Linn
Tanaman ini mempunyai tinggi 3,5 m dan memiliki akar tunggang yang
dalam yang berbentuk silinder halus . Batang tanaman rosella berwarna hijau
gelap menjadi merah batang. Daun berseling dengan panjang 7,5-12,5 cm
bewarna hijau dengan tulang daun bewarna kemerahan dan petioles panjang atau
pendek (Mahadevan et al., 2009).
Daun tanaman rosella merah tumbuh tunggal dan tersusun secara
berseling-seling, berbentuk bulat telur dengan pertulangan menjari, dan bewarna
hijau gelap sampai dengan kemerah-merahan, Helai daun memiliki pertulangan
menjari bewarna merah dan tepi beringgit dengan banyak kelenjar pada
permukaan bawah. Ukuran daun bervariasi, tergantung umur tanaman. Pada
umumnya daun tanaman rosella merah berukuran panjang antara 6-15 cm dan
lebar antara 5-8 cm yang melekat pada tangkai daun sepanjang 4-7 cm
(Rukmana dan Herdi, 2015).
Bunga rosella bertipe tunggal yaitu hanya terdapat satu kuntum bunga
pada setiap tangkai bunga. Bunga ini mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu
dengan panjang 1 cm, pangkal saling berlekatan dan berwarna merah. Mahkota
bunga rosella berwarna merah sampai kuning dengan warna lebih gelap dibagian
tengahnya. Tangkai sari merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari

Universitas Sumatera Utara

17

berukuran pendek dan tebal. Putik berbentuk tabung dan berwarna kuning atau
merah. Bunga rosella bersifat hemaprodit sehingga mampu menyerbuk sendiri.
(Rahmawati. 2012).
Kelopak bunga rosella biasanya bewarna merah, terdiri dari 5 sepal besar
dengan kerah (epicalyx). Ukuran bunga sebesar 3,2-5,7 cm dan sepenuhnya
menghasilkan buah. Buah berbentuk kapsul dengan panjang 1,25-2 cm, bewarna
hijau ketika belum matang, mempunyai 5 ruang, dengan masing-masing ruang
mengandung 3-4 biji. Buah berubah warna menjadi coklat dan mulai terbuka
ketika matang dan kering. Biji berbentuk ginjal, bewarna coklat muda dengan
panjang sekitar 3-5 mm (Mahadevan et al., 2009).

b

c

d
e
f
Gambar 1. Proses pembentukan kelopak bunga. a. Mahkota bunga mekar pada
pagi hari, b dan c. Mahkota bunga mulai menguncup pada siang hari,
d. Keesokan harinya mahkota bunga kisut dan jatuh,e. Sehingga hanya
tersisa bagian kelopak bunga dan terus membesar f. Kelopak bunga
yang dapat dipanen

Universitas Sumatera Utara

Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman rosella tumbuh optimal di daerah dengan ketinggian 600 meter
dpl. Semakin tinggi dari permukaan laut, pertumbuhan rosella akan terganggu.
Rosella dapat tumbuh didaerah tropis dan subtropis dengan suhu rata-rata 2432°C. Namun rosella masih toleran pada kisaran suhu 10-36°C. Untuk
menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, rosella memerlukan
waktu 4-5 bulan dengan suhu malam tidak kurang dari 21°C (Wijayanti, 2010).
Rosella membutuhkan curah hujan bulanan berkisar 130-200 mm dalam
tiga sampai empat bulan pertama pertumbuhan. Cuaca kering baik ditoleransi, dan
diinginkan dalam bulan terakhir pertumbuhan. Hujan atau kelembaban tinggi pada
saat panen dan pengeringan kali dapat menurunkan kualitas kelopak bunga dan
mengurangi hasil. Rosella sangat sensitif terhadap perubahan panjang hari.
Fotoperiodisme ini membutuhkan waktu tanam harus diatur sesuai dengan
panjang hari daripada persyaratan curah hujan (Mohamed et al., 2012).
Tanah
Tanaman rosella merah mempunyai daya adaptasi luas terhadap berbagai
jenis tanah. Berdasarkan indikator di daerah sentra produksi rosella merah di
Indonesia menunjukkan bahwa, jenis tanah yang tergolong ideal untuk ditanami
tanaman ini adalah tanah aluvial, latosol dan Podsolik Merah Kuning (PMK)
(Rukmana dan Herdi, 2015).
Tanaman rosella dapat diusahakan di segala macam tanah akan tetapi yang
paling cocok pada tanah yang subur dan gembur maksudnya yang mempunyai
struktur yang dalam, bertekstur ringan dan berdrainase baik. Rosella masih dapat

Universitas Sumatera Utara

19

toleran terhadap tanah masam dan agak alkalin, tetapi tidak cocok ditanam di
tanah salin atau berkadar garam tinggi. Kemasaman tanah (pH) optimum untuk
rosella adalah 5,5-7 dan masih toleran juga pada pH 4,5-8,5. Selama pertumbuhan
rosella tidak tahan terhadap genangan air. Curah hujan yang dibutuhkan untuk
lahan tegal adalah 180 mm/bulan. Apabila ditanam pada wadah yang terbatas
ukurannya seperti pada polibag yang berukuran sedang (diamater 30 cm),
pertumbuhan tanaman rosella menjadi tidak optimal dengan tinggi tanaman
kurang

dari

1

m.

Akibatnya

produksi

bunga

menjadi

lebih

rendah

(Wijayanti, 2010).
Kandungan Tanaman Rosella
Popularitas teh Rosella meningkat tajam pada tahun-tahun terakhir,
berbagai penelitian dilakukan untuk menguji manfaat Rosella. Hal ini tidak lepas
dari perannya sebagai antioksidan, antikanker, hipolipidemia, hepatoprotektor,
antihipertensi, anti bakteri, meningkatkan stamina. Kandungan senyawa kimia
dalam kelopak bunga Rosella: antosianin (gossipetin dan hibiscin) 2 %, vitamin C
0,004–0,005 %, protein 6,7–7,9 %, asam sitrat dan asam malat 13 %. Kandungan
asam lemak linoleat 14,4 %, palmitin 35,2 %, miristin 2,1 %, stearat 3,4 %, oleat
34 %. Setiap 100 gr kellopak Rosella kering mengandung protein 1,145 g, lemak
2,61 g, serat 12 g, kalsium 1,263 g, fosfor 273,2 mg, zat besi 8,98 mg, karoten
0,029 mg, tiamin 0,117 mg, niasin 3,765 mg, riboflavin 0,277 mg dan vitamin C
244,4 mg. Kandungan asam amino berupa : arginine, lysine, cystein, histidine,
isoleucine, leucine, methionine, phenylalanine, threonine, tryptophan, tyrosine,
valine,

aspartic

acid,

glutamic

acid,

alanine,

glycine,

praline,

serine

(Ekanto dan Sugiarto, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Antosianin merupakan senyawa bewarna yang bertanggungjawab untuk
kebanyakan warna merah, biru, dan ungu pada buah, sayur dan tanaman hias.
Senyawa ini termasuk dalam golongan flavonoid. Struktur utamanya ditandai
dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan dengan
tiga atom karbon yang membentuk cincin. Jenis antosianin pada kelopak bunga
rosella antara lain delfinidin, sianidin petunidin, miricetin,pelargonidin dan
malvidin (SEAFAST Center, 2013)
Konsentrasi Antosianin memberikan hasil yaitu kadar antosianin pada
kelopak Rosella mengalami peningkatan pada perlakuan dosis iradiasi gamma
dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Selain itu, pada masa panen (180 hari
setelah tanam), dosis 600 Gy merupakan perlakuan yang paling efektif untuk
meningkatkan kandungan antosianin sebesar 3.63%, 3.68% pada musim tahun
2009 dan 2010 (El Sherif et al., 2011).
Khasiat Tanaman Rosella
Sebagai tanaman obat, rosella merah mempunyai manfaat untuk mengatasi
berbagai masalah penyakit dan masalah kesehatan. Manfaat dari rosella merah
antara lain dapat menurunkan asam urat, menurunkan kadar kolesterol dalam
tubuh, menghancurkan lemak, melangsingkan tubuh, mengurangi kecanduan
merokok,

mencegah

stroke

dan

hipertensi,

memperbaiki

pencernaan,

menghilangkan wasir, menurunkan kadar gula dalam darah, mencegah kanker,
tumor, kista dan sejenisnya. Diantara banyak khasiatnya, rosella diunggulkan
sebagai herba antikanker, antihipertensi dan antidiabetes (Wijayanti, 2010).
Tumbuhan rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan salah satu
tumbuhan yang telah dimanfaatkan dalam mengatasi berbagai penyakit dan

Universitas Sumatera Utara

21

masalah kesehatan di berbagai negara. Kelopak bunga rosella telah digunakan
sebagai pengobatan tradisional dalam mengatasi mual, memperlancar buang air
besar, mengurangi nafsu makan, gangguan pernafasan yang disebabkan oleh flu,
dan rasa tidak enak di perut. Ekstrak etanol 96% kelopak bunga rosella
mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin dan alkaloid. Kandungan
fenol dan flavonoid di dalam kelopak bunga rosella diduga memiliki efek
imunostimulator (Puspitowati et al., 2012).
Zat aktif yang paling berperan dalam kelopak bunga rosela meliputi :
gossypetin, antosianin, dan glukosida hibiscin yang dapat menyebuhkan diuretik
koleretik, penurun viskositas darah, pengurang tekanan darah, TBC dan
perangsang peristaltik usus. Selain itu, kelopak bunga rosela juga berkhasiat
sebagai antiseptik, antibakteri, antiradang, menurunkan panas, mencegah
gangguan jantung dan kanker darah (Moeksin dan Stevanus, 2009).
Hasil penilitian Hui-Hsuan Iin dari institute of BioChemistry and
Biotechnology, Chung San Medical University, Taichung, Taiwan membuktikkan
bahwa rosella bersifat anti kanker lambung. Penelitiannya menemukan
antioksidan rosella membunuh sel kanker dengan metode sitoksis dan apoptosis
Penelitian lain yang dilakukan oleh DE-Xing Hou