THE DEVELOPMENT OF CHARACTER-BASED SCIENCE INSTRUCTIONAL MODULE ABOUT CALORY TOPICS AT JUNIOR HIGH SCHOOL CLASS VII IN BANDAR LAMPUNG PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KARAKTER MATERI KALOR SMP KELAS VII DI BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

THE DEVELOPMENT OF CHARACTER-BASED SCIENCE INSTRUCTIONAL MODULE ABOUT CALORY TOPICS AT JUNIOR HIGH SCHOOL CLASS VII IN

BANDAR LAMPUNG By

BUDIMAH

This research aimed to (1) describe the potential and the conditions of instructional materials of Science that had been already used, (2) describe the process of the development of character-based Science module instructional materials in accordance with the students” characteristics and needs, (3) produce the instructional materials of character -based Science module in accordance with the students’ characteristics and needs, (4) describe the effectiveness the use of character-based Science module instructional materials in learning, (5) describe the efficiency of the use of character-based Science module instructional materials in learning, and (6) describe the attractiveness of the use of character-based instructional module in learning.

The research used research and development approach of Borg and Gall. The research was conducted at Junior High School 26 Bandar Lampung, Junior High School 28 Bandar Lampung, and Junior High School 2 Bandar Lampung. The data were collected by busing questionnaire and test, and were analyzed quantitatively and qualitatively.

The research conclusions are : (1) Junior High School in Bandar Lampung have potential to develop module which is characterized by the absence of module and handbook used to support the goal of Science, (2) the development process of character-based Science module is validated by material, design, and multimedia experts, (3) the product produced in the form of based Science module as the learning complement, (4) character-based Science module is effective as instructional materials, because there is more than 60% of students achieved the goals (mastery), (5) character-based Science module is efficient as instructional materials, because there is less time used if it is compared with the time needed, with efficiency score 1,37, and (6) character-based Science module is interesting with the average attractiveness test 85,86%.


(2)

ABSTRAK

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KARAKTER MATERI KALOR SMP KELAS VII DI BANDAR LAMPUNG

Oleh BUDIMAH

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan potensi dan kondisi bahan ajar IPA yang sudah digunakan, (2) mendeskripsikan proses pengembangan bahan ajar modul IPA berbasis karakter yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa, (3) menghasilkan produk bahan ajar modul IPA berbasis karakter sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa, (4) mendeskripsikan keefektifan penggunaan bahan ajar modul IPA berbasis karakter dalam pembelajaran, (5) mendeskripsikan efisiensi penggunaan bahan ajar modul IPA berbasis karakter dalam pembelajaran, dan (6) mendeskripsikan kemenarikan penggunaan bahan ajar modul berbasis karakter dalam pembelajaran.

Penelitian menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan Borg dan Gall. Penelitian dilakukan di SMPN 26 Bandar Lampung, SMPN 28 Bandar Lampung, dan SMPN 2 Bandar Lampung. Data dikumpulkan dengan angket dan tes, dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Kesimpulan penelitian adalah (1) SMP Negeri di Bandar Lampung berpotensi untuk pengembangan modul, yang ditandai dengan belum adanya modul dan buku yang digunakan selama ini kurang mendukung tercapainya tujuan mata pelajaran IPA, (2) proses pengembangan modul IPA berbasis karakter divalidasi ahli materi, desain, dan multimedia, (3) produk yang dihasilkan berupa modul IPA berbasis karakter sebagai komplemen pembelajaran, (4) modul IPA berbasis karakter efektif sebagai bahan ajar, karena lebih dari 60% siswa menguasai tujuan (tuntas), (5) modul IPA berbasis karakter efisien sebagai bahan ajar, karena lebih sedikit waktu yang digunakan jika dibandingkan dengan waktu yang diperlukan, dengan nilai efisiensi 1,37, dan (6) modul IPA berbasis karakter menarik bagi siswa dengan uji kemenarikan rata-rata 85,86%.


(3)

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN IPA BERBASIS KARAKTER MATERI KALOR SMP KELAS VII

DI BANDAR LAMPUNG

(Tesis) Oleh BUDIMAH 1223011051

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

pada

Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Budimah, lahir di Tanjungkarang, 13 Januari 1970, putri ke enam dari pasangan Bapak Amat Ambari dan Ibu Amini. Menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 5 Gedung Air tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama Negeri 6 Tanjungkarang tahun 1987, Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bandar Lampung tahun 1990, kemudian melanjutkan studi S-1 di FKIP Universitas Lampung Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Fisika dan meraih gelar sarjana pada tahun 1995. Pada tahun 2012 melanjutkan studi S-2 di Program Pascasarjana Magister Teknologi Pendidikan FKIP Universitas Lampung.

Sejak tahun 1997 sampai dengan sekarang menjadi guru Fisika di SMP Negeri 26 Bandar Lampung.

Menikah pada tanggal 12 April 1998 dengan Slamet Mulyono, S.Pd. dan telah dikaruniai satu orang putra Shandy Satria Sambudi dan satu orang putri Mutia Maharani Sambudi.


(9)

MOTTO

“Intelligence is not the determinant of success, but hard work is the real determinant of your success.”

Kecerdasan bukan penentu kesuksesan, tetapi kerja keras merupakan penentu kesuksesanmu yang sebenarnya.

(http://www.caramudahbelajarbahasainggris.net/2013/10/kumpulan-motto-hidup-bahasa-inggris-dan-artinya.html)


(10)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk :

Suamiku (Slamet Mulyono, S.Pd.) dan anak-anakku tercinta (Shandy Satria Sambudi dan Mutia Maharani Sambudi) yang selalu mendoakan, memotivasi, menyemangati, dan mendukung perjuanganku selama ini.

Kedua orangtuaku tercinta (Bapak Amat Ambari dan Ibu Amini) yang selalu mendoakan perjuanganku selama ini.


(11)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Berbasis Karakter Materi Kalor di SMP Bandar Lampung Kelas VII”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Tesis ini terselesaikan dengan bimbingan, dukungan, bantuan, dan doa dari suami, para sahabat, dan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus dan penuh hormat kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung. 2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas

Lampung.

3. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Dr. Sunyono, M.Si. selaku penguji I.

5. Dr. Adelina Hasyim, M.Pd., selaku Ketua Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sekaligus penguji II.


(12)

6. Dr. Herpratiwi, M.Pd., selaku Sekretaris Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan Pembimbing I dalam penyusunan tesis ini.

7. Dr. Undang Rosidin, M. Pd., selaku Pembimbing II dalam penyusunan tesis ini.

8. Bapak/Ibu dosen dan staf administrasi Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 9. Dr. Sulton Djasmi, M.Pd, Dr. Riswandi,M.Pd., dan Tri Winarsih, S.Pd.,

M.Pd. selaku penguji ahli produk yang dikembangkan dalam tesis ini.

10. Kepala SMPN 26 Bandar Lampung, Kepala SMPN 28 Bandar Lampung, dan Kepala SMPN 2 Bandar Lampung, yang telah memberikan izin sebagai tempat penelitian bagi penulis.

11. Rekan seperjuangan angkatan 2012 pada Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis mendoakan semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak di atas, dan penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menerima dengan senang hati kritik dan saran yang membangun. Akhinya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Mei 2014


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 8

1.3Rumusan Masalah ... 8

1.4Tujuan Penelitian ... 9

1.5Kegunaan Penelitian ... 9

1.6Spesifikasi Produk ... 10

1.7Pentingnya Pengembangan Bahan Ajar Bentuk Modul... 10

1.8Definisi Istilah ... 11

1.8.1 Keefektifan pembelajaran ... 11

1.8.2 Efisiensi pembelajaran ... 11

1.8.3 Kemenarikan pembelajaran ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Landasan Teori Belajar Dan Pembelajaran... 12

2.1.1 Teori belajar ... 12

2.1.2 Teori pembelajaran ... 19

2.1.2.1 Teori komunikasi ... 20

2.1.2.2 Teori sistem ... 20

2.2 Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 20


(14)

2.2.3 Strategi penyampaian dan pemanfaatan ... 27

2.2.4 Sistem evaluasi ... 27

2.3 Pengembangan Bahan Ajar Modul IPA ... 28

2.3.1 Teori pengembangan bahan ajar ... 28

2.3.1.1 Bahan ajar ... 28

2.3.1.2 Pendidikan karakter ... 39

2.3.2 Konsep bahan ajar yang dikembangkan ... 52

2.4 Prosedur Pengembangan Desain Bahan Ajar Dalam Bentuk Modul .. 56

2.4.1 Analisis kebutuhan siswa ... 56

2.4.1.1 Kerangka dasar desain ... 56

2.4.1.2 Pengembangan desain ... 57

2.4.1.3 Model desain pembelajaran ... 61

2.4.2 Merumuskan standar dan tujuan ... 62

2.4.3 Memilih materi, media, teknologi, strategi penyampaian .... 62

2.4.4 Memanfaatkan materi, media, teknologi dan strategi penyampaian bahan ajar ... 62

2.4.5 Melibatkan partisipasi siswa ... 63

2.4.6 Evaluasi dan revisi bahan ajar ... 63

2.5 Desain Konsep Bahan Ajar Dalam Bentuk Modul IPA Berbasis Karakter... 63

1) Petunjuk siswa ... 63

2) Isi materi bahasan ... 63

3) Lembar kerja siswa ... 63

4) Evaluasi ... 64

5) Kunci jawaban siswa ... 64

6) Panduan tutor/guru ... 64

2.6 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan ... 64

2.7 Kerangka Konseptual ... 66

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 68


(15)

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 71

3.3.2 Perencanaan pengembangan bahan ajar ... 71

3.3.3 Pengembangan ... 73

3.3.4 Telaah pakar ... 73

3.3.5 Uji coba terbatas draft bahan ajar ... 75

3.3.5.1 Uji coba terbatas satu-satu ... 75

3.3.5.2 Uji coba terbatas kelompok kecil ... 76

3.3.5.3 Uji coba terbatas kelas ... 77

3.3.6 Uji lapangan ... 77

3.3.6.1 Pertemuan dengan kolaborator ... 81

3.3.6.2 Uji coba modul pembelajaran ... 81

1) Desain uji coba ... 81

2) Subjek uji coba ... 81

3) Jenis data ... 82

4) Instrumen pengumpulan data ... 82

3.3.6.3 Validitas dan reliabilitas instrumen ... 83

3.3.6.4 Teknik analisis data ... 87

3.3.7 Produk operasional ... 89

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 90

4.1.1 Potensi dan karakteristik bahan ajar modul... 90

4.1.2 Proses pengembangan modul ... 92

4.1.3 Produk hasil pengembangan modul ... 95

4.1.4 Keefektifan modul ... 96

4.1.5 Efisiensi pembelajaran ... 98

4.1.6 Kemenarikan modul ... 100

4.2 Pembahasan ... 102

4.2.1 Potensi dan karakteristik bahan ajar modul... 102

4.2.2 Proses pengembangan modul ... 104

4.2.2.1 Uji ahli materi ... 106


(16)

4.2.2.4 Hasil uji coba terbatas satu-satu ... 112

4.2.2.5 Hasil uji coba terbatas kelompok kecil ... 113

4.2.2.6 Hasil uji coba terbatas kelas ... 114

4.2.2.7 Hasil uji lapangan ... 115

4.2.3 Produk hasil pengembangan modul ... 116

4.2.4 Keefektifan modul ... 116

4.2.5 Efisiensi pembelajaran ... 119

4.2.6 Kemenarikan modul ... 121

4.3 Keterbatasan Produk ... 122

4.4 Aplikasi Teori Belajar Dalam Modul ... 123

4.5 Keterbatasan Penelitian ... 125

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 126

5.2 Implikasi ... 127

5.3 Saran pemanfaatan ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Persentase Ketuntasan Siswa pada Mata Pelajaran IPA ... 5

1.2 Persentase Guru Yang Membutuhkan Modul dalam Pembelajaran . 6 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Desain Pembelajaran ... 74

3.2 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Ahli Multimedia ... 74

3.3 Kisi-Kisi Instrumen Validasi Ahli Materi Ipa ... 75

3.4 Kriteria Ketercapaian Validitas ... 75

3.5 Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Terbatas ... 76

3.6 Nilai Efisiensi dan Klasifikasinya ... 79

3.7 Persentase dan Klasifikasi Kemenarikan dan Kemudahan Penggunaan Modul ... 80

3.8 Hasil Validasi Instrumen Angket Kemenarikan ... 84

3.9 Hasil Validasi Instrumen Angket Kemenarikan dengan Menggunakan Program SPSS Untuk Correlated-Item-Total Correlation ... 84

3.10 Hasil Validitas Soal Kalor ... 85

3.11 Rekapitulasi Analisis Nilai Kalor dengan Anates ... 85

3.12 Hasil Uji Reliabilitas Angket Kemenarikan ... 86

3.13 Hasil Uji Reliabilitas Soal Kalor ... 87

3.14 Nilai Rata-Rata Gain Ternormalisasi dan Klasifikasinya ... 88

4.1 Nilai Rata-Rata Pre-Test dan Post-Test pada Uji Lapangan ... 96

4.2 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas dengan Program SPSS ... 97

4.3 Perhitungan Gain Ternormalisasi ... 97

4.4 Hasil Perhitungan Zhitung ... 98


(18)

Pembelajaran ... 99 4.6 Keberhasilan Belajar Dilihat dari Perbandingan Estimasi Waktu

yang Diperlukan dan Waktu yang Digunakan ... 100 4.7 Rekapitulasi Angket Kemenarikan pada Uji Lapangan ... 100 4.8 Saran, Masukan, dan Penilaian Modul oleh Ahli Materi ... 107 4.9 Hasil Revisi Modul Berdasarkan Saran dan Masukan Ahli Materi ... 107 4.10 Persentase Hasil Validasi Modul oleh Ahli Materi ... 108 4.11 Saran, Masukan, dan Penilaian Modul oleh Ahli Media ... 107 4.12 Hasil Revisi Persentase Hasil Validasi Modul oleh Modul Berdasarkan

Saran dan Masukan Ahli Media ... 110 4.13 Ahli Media ... 110 4.14 Saran, Masukan, dan Penilaian Modul oleh Ahli Desain

Pembelajaran ... 111 4.15 Hasil Revisi Modul Berdasarkan Saran dan Masukan Ahli Desain Pembelajaran ... 112 4.16 Persentase Validasi Modul oleh Ahli Desain Pembelajaran ... 112 4.17 Masukan dan Saran dari Siswa, Revisi dan Hasil Revisi pada Uji

Coba Terbatas Satu-Satu ... 113 4.18 Masukan dan Saran dari Siswa, Revisi dan Hasil Revisi pada Uji

Coba Terbatas Kelompok Kecil ... 114 4.19 Masukan dan Saran dari Siswa, Revisi dan Hasil Revisi pada Uji


(19)

(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Tahapan-Tahapan Desain Pembelajaran Model ASSURE. ... 58 2.2 Kerangka Konseptual... 67 3.1 Bagan Langkah-Langkah Pengembangan Bahan Ajar Modul IPA

Berbasis Karakter... 70 3.2 Desain Eksperimen One Group Pre-Test Post-Test Design ... 81 4.1 Cover Depan Modul ... 95


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kisi-kisi Angket Siswa untuk Analisis Kebutuhan ... 137

2 Angket Siswa untuk Analisis Kebutuhan ... 138

3 Rekapitulasi Hasil Angket Siswa untuk Analisis Kebutuhan ... 140

4 Kisi-kisi Angket Guru untuk Analisis Kebutuhan ... 141

5 Angket Bagi Guru untuk Analisis Kebutuhan ... 142

6 Rekapitulasi Hasil Angket Guru untuk Analisis Kebutuhan ... 144

7 Draf Isi Pengembangan Modul IPA Berbasis Karakter Materi Kalor ... 145

8 Kisi-kisi Instrumen Validasi Ahli Materi IPA ... 146

9 Instrumen Validasi Ahli Materi ... 147

10 Kisi-kisi Validasi Ahli Desain Pembelajaran ... 150

11 Instrumen Validasi Ahli Desain Pembelajaran ... 151

12 Kisi-kisi Instrumen Validasi Ahli Multimedia... 154

13 Instrumen Validasi Ahli Multimedia ... 155

14 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Terbatas Satu-satu ... 157

15 Instrumen Uji Coba Terbatas Satu-satu ... 158

16 Hasil Analisis Angket Uji Coba Terbatas Satu-satu ... 160

17 Rekapitulasi Analisis Angket Kemenarikan Modul pada Uji Coba Terbatas Satu-satu... 161

18 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Terbatas Kelompok Kecil ... 162

19 Instrumen Uji Coba Terbatas Kelompok Kecil ... 163

20 Hasil Analisis Angket Uji Coba Terbatas Kelompok Kecil ... 165

21 Rekapitulasi Hasil Analisis Angket Kemenarikan Modul pada Uji Coba Terbatas Kelompok Kecil ... 166

22 Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Terbatas Kelas ... 167


(22)

25 Hasil Angket Uji Coba Terbatas Kelas di SMPN 28 BL ... 171 26 Hasil Angket Uji Coba Terbatas Kelas di SMPN 2 BL ... 172 27 Kisi-Kisi Angket Daya Tarik (Kemenarikan) ... 173 28 Instrumen Angket Daya Tarik (Kemenarikan) ... 174 29 Hasil Uji Coba Angket Kemenarikan ... 175 30 Hasil Validasi Uji Coba Angket Kemenarikan dengan SPSS ... 176 31 Rekapitulasi Hasil Angket Daya Tarik (Kemenarikan) untuk

Validasi Produk ... 178 32 Hasil Uji Coba Angket Kemenarikan untuk Reliabilitas ... 179 33a Rekapitulasi Hasil Angket Kemenarikan Uji Lapangan di SMPN 26

Bandar Lampung ... 180 33b Rekapitulasi Hasil Angket Kemenarikan Uji Lapangan di SMPN 28

Bandar Lampung ... 181 33c Rekapitulasi Hasil Angket Kemenarikan Uji Lapangan di SMPN 2

Bandar Lampung ... 182 34 Kisi-kisi Soal Pre-test dan Post-test Materi Kalor ... 183 35 Soal Pre-test dan Post-test Materi Kalor ... 186 36 Kunci Jawaban Soal Pre-test dan Post-test Materi Kalor pada

Uji Lapangan ... 187 37 Hasil Uji Coba Soal Kalor ... 189 38 Hasil Validasi Uji Coba Soal Kalor dengan SPSS ... 190 39 Hasil Analisis Soal Kalor dengan Anates ... 193 40 Rekapitulasi Hasil Validasi Uji Coba Soal Kalor ... 195 41 Rekapitulasi Analisis Nilai Kalor dengan Anates ... 196 42a Nilai Pre-test dan Post-test Materi Kalor pada Uji Lapangan di SMPN 26 Bandar Lampung ... 197 42b Nilai Pre-test dan Post-test Materi Kalor pada Uji Lapangan di SMPN 28 Bandar Lampung ... 198 42c Nilai Pre-test dan Post-test Materi Kalor pada Uji Lapangan di SMPN 2


(23)

Materi Kalor ... 200 44 Penjabaran KD ... 202 45 Silabus IPA SMP Materi Kalor ... 204 46 Peta Konsep Materi Kalor ... 206 47 RPP Materi Kalor Kelas VII SMP ... 208 48 Waktu yang Digunakan dalam Pembelajaran dengan Modul ... 220 49 Foto Kegiatan Pembelajaran IPA menggunakan Modul IPA Berbasis


(24)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 adalah untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kurikulum 2013 dirancang dengan tujuan untuk mempersiapkan insan Indonesia supaya memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Kurikulum adalah insrumen pendidikan untuk dapat membawa insan Indonesia memiliki kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga dapat menjadi pribadi dan warga negara yang produktif, kreatif, inovatif dan efektif (Kemendiknas, 2013 : 82).

Pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada proses pendidikan di sekolah. Proses akan maksimal jika didukung oleh kurikulum, terutama kurikulum yang berbasis karakter. Sukmadinata (2007 : 150) yang mengatakan, kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan terintegrasi dalam kurikulum. Memahami konsep kurikulum, setidaknya ada tiga pengertian yang harus dipahami, yaitu: (1) kurikulum sebagai substansi atau sebagai suatu rencana belajar, (2) kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum yang


(25)

merupakan bagian dari sistem persekolahan dan sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat, (3) kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang kajian kurikulum, yang merupakan bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan dan pengajaran.

Kurikulum berbasis karakter merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa yang dirancang dan dilakukan menjadikan siswa menguasai kompetensi secara utuh yaitu tidak hanya menguasai pengetahuan tetapi juga mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan perilaku menjadikannya sebagai karakter bangsa.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Semua komponen (stakeholders) yaitu komite sekolah, dan dinas pendidikan kota/kabupaten harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah dalam pendidikan karakter di sekolah.

Pendidikan karakter secara terintegrasi di dalam proses pembelajaran adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku siswa sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilakukan menjadikan siswa menguasai kompetensi secara utuh yaitu tidak hanya menguasai pengetahuan


(26)

tetapi juga mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai dan perilaku menjadikannya sebagai karakter bangsa. Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru sekarang. Penanaman nilai-nilai sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala. Seiring dengan perubahan zaman, menuntut adanya penanaman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di setiap pembelajaran.

Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan ke dalam rencana pelaksanaan pembel-ajaran dengan maksud agar dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin memudar. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanam-kan dalam diri anak didik. Hal ini disebabditanam-kan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mata pelajaran yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Distribusi penanaman nilai-nilai karakter pada mata pelajaran IPA yaitu rasa ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan dan cinta ilmu.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Tujuan mata pelajaran IPA antara lain yaitu agar siswa memiliki kemampuan untuk (1) meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam, (3) meningkatkan kesadaran untuk


(27)

menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan (BNSP, 2006 : 377-378).

Bahan ajar merupakan salah satu sumber belajar, yakni segala sesuatu yang memudahkan siswa memperoleh sejumlah informasi pengetahuan, pengalaman dan keterampilan dalam proses pembelajaran. Bahan ajar yang ada saat ini belum didesain sesuai dengan kebutuhan siswa dan belum bermuatan nilai karakter, yaitu pada materi kalor di buku cetak IPA terbitan BSE.

Bahan ajar berbasis karakter diharapkan memberikan sumbangan tidak langsung pada pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang demikian adalah SDM yang beretika, bermoral, dan sopan santun. Mereka akan menjadi generasi penerus bangsa yang berkarakter dan berkualitas akhlaknya sekaligus cerdas intelektualnya. Banyak contoh anak didik yang cerdas, tetapi kualitas akhlaknya kurang baik, maka mereka tidak dapat diharapkan untuk menjadi generasi penerus yang dapat membangun bangsa kita (Kemendiknas, 2011 : 2-7).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan kurang maksimalnya hasil belajar siswa dan karakter siswa khususnya dalam bidang IPA. Fenomena serupa juga dapat dijumpai di SMP Negeri 26 Bandar Lampung. Berdasar-kan hasil ulangan harian IPA materi pokok bahasan kalor, siswa kelas VII di SMPN 26 Bandar Lampung dengan KKM 70 ternyata masih banyak siswa yang belum tuntas dan mencapai nilai lebih atau sama dengan KKM. Rata-rata hanya 52,60 % (131 siswa ) yang berhasil memperoleh nilai lebih atau sama dengan KKM. Tabel berikut menunjukkan persentase siswa SMP Negeri 26 Bandar Lampung yang memperoleh nilai IPA di bawah KKM (< 70) dari jumlah siswa sebanyak 250 orang.


(28)

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kompetensi

Dasar/ materi

Banyak siswa mendapat nilai

≥ 70

Banyak siswa mendapat nilai

< 70

Banyak siswa di bawah nilai KKM

(%) 3.1Sifat-sifat zat

170 80 32,00

3.2 Massa jenis 155 95 38,00

3.3 Pemuaian 132 118 47,20

3.4 Kalor

69 181 72,40

Rata-rata 47,40

Sumber: Hasil wawancara dan dokumentasi nilai siswa.

Hasil observasi menunjukkan bahwa hasil belajar siswa rendah. Pada kompetensi dasar sifat-sifat zat persentase nilai siswa di bawah KKM sebanyak 32,00%, kompetensi dasar massa jenis 38,00%, kompetensi dasar pemuaian 47,20% dan kompetensi kalor 72,40%. Rata-rata persentase keempat kompetensi dasar siswa mendapatkan nilai di bawah KKM sebanyak 47,40% (119 siswa).

Hasil belajar siswa belum optimal dilihat dari ketuntasan KD 3.4 pada materi kalor sebagian besar siswa belum menguasai materi pada KD tersebut dikarenakan pembelajaran yang dilakukan masih secara konvensional, kurang efektif dan siswa belum maksimal dalam memahami materi pembelajaran. Bahan ajar yang digunakan oleh guru belum berbasis karakter dan masih menggunakan buku cetak sebagai satu-satunya sumber pembelajaran.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kepada siswa kelas VII dan guru IPA di SMP Negeri 26 Bandar Lampung, diketahui bahwa siswa masih merasa kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru karena tidak adanya sumber belajar lain selain hanya buku paket yang ada di perpustakaan. Pendidikan karakter perlu ditanamkan kepada siswa melalui bahan ajar yang digunakan. Siswa


(29)

merasa kesulitan dalam memahami uraian materi dan konsep yang dijabarkan pada buku paket. Soal-soal yang terdapat pada buku tersebut juga sulit untuk dipahami sehingga siswa kurang dapat mengoptimalkan kemampuan belajarnya. Penggunaan bahan ajar yang kurang sesuai membuat siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran.

Hasil angket yang disebarkan kepada guru IPA mengenai kebutuhan bahan ajar bagi guru IPA, menyatakan perlunya dikembangkan bahan ajar yang sesuai dengan mata pelajaran IPA sehingga membantu siswa dalam memahami pelajaran, membantu guru dalam proses belajar di kelas dan memungkinkan siswa belajar mandiri di luar jam belajar sekolah. Rekapitulasi hasil penyebaran angket tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2 Persentase Guru yang Membutuhkan Modul dalam Pembelajaran

Nama Sekolah

Jumlah guru Persentase

guru yang membutuhkan

modul IPA Membutuhkan

Modul

Tidak membutuhkan

modul

SMPN 26 BL 5 5 0 100 %

SMPN 28 BL 5 5 0 100 %

SMPN 2 BL 6 6 0 100%

JUMLAH 16 16 0 100%

Sumber : Hasil wawancara dan sebaran angket sebelum penelitian

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa guru yang membutuhkan modul IPA berbasis karakter untuk membantu guru dalam memberikan pemahaman konsep IPA dan pembentukan nilai karakter kepada siswa sebanyak 100%. Hasil ini menunjukkan bahwa masih tingginya keinginan guru terhadap adanya penyediaan modul IPA berbasis karakter yang berguna untuk membantu guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Tabel 1.2 menyatakan bahwa guru masih perlu mengembangkan bahan ajar modul IPA berbasis


(30)

karakter yang mudah digunakan, mudah dibaca dan dipahami, sesuai dengan kebutuhan siswa dan dapat dipergunakan untuk belajar secara mandiri.

Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa serta pengembangan karakter siswa yaitu dengan mengembangkan bahan ajar modul IPA berbasis karakter. Modul merupakan paket program yang berisi seperangkat kompetensi untuk membantu siswa mencapai tujuan belajarnya. Modul harus didesain dengan menekankan pada ketertarikan dan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Modul harus mengedepankan nilai karakter siswa (Sukiman, 2012 : 131-134).

Akhlak dan karakter diajarkan melalui metode internalisasi, dengan teknik pendidikanya ialah peneladanan, pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemberian motivasi (Majid, 2012 : vi). Pendidikan akhlak dilakukan dengan treatment atau perlakuan-perlakuan. Pada satuan pendidikan atau di sekolah, harus diciptakan lingkungan sekolah yang nyaman, aman, dan tertib, sehingga memungkinkan siswa dengan warga sekolah yang lain terbiasa dan dibiasakan membangun dan mengembangkan kegiatan keseharian yang mencerminkan perwujudan nilai/karakter. Contohnya, pada saat ulangan di sekolah diatur agar siswa tidak melihat catatan, tidak dapat bertanya dengan teman didekatnya, dan tidak mungkin dapat melihat jawaban temannya. Ini diatur sangat dengan ketat dan dengan pengawasan yang sangat ketat juga, dengan cara ini akan dihasilkan siswa yang jujur, mandiri, percaya diri, dan selalu melakukan persiapan yaitu selalu tekun, rajin, dan disiplin dalam belajar.

Berdasarkan uraian di atas, pengembangan bahan ajar modul IPA berbasis karakter diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan nilai karakter siswa. Dasar inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian pengembangan di SMP Negeri 26 Bandar Lampung dengan menggunakan bahan ajar modul IPA berbasis karakter.


(31)

Berdasarkan kurikulum KTSP KD yang masih lemah yaitu KD 3.4 pada SK 3 dengan materi kalor, KD ini sesuai dengan KD 4.10 pada KI 4 kurikulum 2013. Sehingga modul IPA berbasis karakter yang akan disusun berdasarkan kurikulum 2013 adalah KD 4.10 dengan materi kalor.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1) Hasil belajar siswa bidang studi IPA belum optimal.

2) Siswa kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran IPA.

3) Bahan ajar yang digunakan belum dapat memaksimalkan hasil belajar siswa. 4) Sikap karakter siswa masih rendah.

5) Bahan ajar yang digunakan guru dalam pembelajaran masih konvensional. 6) Metode pembelajaran yang digunakan guru masih monoton.

7) Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru secara klasikal. 8) Gaya mengajar guru cenderung membosankan dan tidak efektif.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1) Bagaimanakah potensi dan karakteristik bahan ajar dalam pembelajaran IPA yang digunakan saat ini?

2) Bagaimanakah cara mengembangkan bahan ajar modul IPA berbasis karakter yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa?

3) Apakah produk pengembangan bahan ajar modul IPA berbasis karakter sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa?


(32)

4) Bagaimana keefektifan penggunaan bahan ajar modul IPA berbasis karakter dalam pembelajaran?

5) Bagaimana efisiensi penggunaan bahan ajar modul IPA berbasis karakter dalam pembelajaran?

6) Bagaimana kemenarikan penggunaan bahan ajar modul IPA berbasis karakter dalam pembelajaran?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mendeskripsikan potensi dan karakteristik bahan ajar IPA yang digunakan saat ini. 2) Mendeskripsikan proses pengembangan bahan ajar modul IPA berbasis karakter

yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.

3) Menghasilkan produk bahan ajar modul IPA berbasis karakter sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.

4) Mendeskripsikan keefektifan penggunaan bahan ajar modul IPA berbasis karakter dalam pembelajaran.

5) Mendeskripsikan efisiensi penggunaan bahan ajar modul IPA berbasis karakter dalam pembelajaran.

6) Mendeskripsikan kemenarikan penggunaan bahan ajar modul berbasis karakter dalam pembelajaran.

1.5 Kegunaan Penelitian 1.5.1 Kegunaan praktis 1. Bagi Siswa

a) mendapatkan layanan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.


(33)

b) meningkatkan hasil belajar siswa dalam bidang studi IPA. c) meningkatkan nilai karakter siswa

2. Bagi Guru

a) memberikan alternatif dalam memilih serta menerapkan media pembelajaran yang tepat guna meningkatkan mutu pembelajaran IPA.

b) meningkatkan kreativitas, kompetensi, dan kinerja guru dalam upaya menjadi guru profesional.

3. Bagi Sekolah

a) sebagai sarana untuk mewujudkan visi sekolah b) sebagai sarana untuk meningkatkan mutu pendidikan

1.5.2 Kegunaan teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yang mengembangkan konsep bahan ajar modul IPA berbasis karakter sesuai dengan teori, prinsip dan prosedur teknologi pendidikan dalam kawasan desain dan kawasan pengembangan.

1.6 Spesifikasi Produk

Produk yang dihasilkan adalah bahan ajar berupa modul IPA berbasis karakter SMP kelas VII semester genap, materi kalor. Modul ini dirancang untuk membantu siswa dalam belajar secara mandiri. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan adanya pengembangan bahan ajar modul IPA berbasis karakter yang bersifat komplemen untuk melengkapi bahan ajar yang sudah ada (buku paket).

1.7 Pentingnya Pengembangan Bahan Ajar Bentuk Modul

Pengembangan bahan ajar IPA berbentuk modul ini sangat penting antara lain untuk: 1. Melengkapi bahan ajar dalam pembelajaran IPA


(34)

2. Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. 3. Menjadi alternatif solusi dalam upaya peningkatan nilai karakter siswa.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada analisis kebutuhan maka dalam penelitian pengembangan ini akan menghasilkan sebuah produk yaitu berupa bahan ajar modul IPA berbasis karakter. Bahan ajar ini akan didesain secara sederhana, menarik, komunikatif, dan universal sehingga materinya mudah untuk dipelajari oleh para siswa, baik secara mandiri, berkelompok maupun untuk proses pembelajaran di kelas. Bahan ajar ini digunakan dalam proses pembelajaran sebagai komplemen untuk memperkaya dan memperdalam pemahaman siswa tentang materi IPA.

1.8 Definisi Istilah

1.8.1 Keefektifan pembelajaran

Keefektifan pembelajaran adalah pengukuran perbandingan kemampuan siswa berdasarkan hasil belajar sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran.

1.8.2 Efisiensi pembelajaran

Efisiensi pembelajaran adalah pengukuran berdasarkan jumlah waktu yang dibutuhkan siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dibandingkan dengan waktu yang disediakan untuk mengerjakannya.

1.8.3 Kemenarikan pembelajaran

Kemenarikan pembelajaran adalah suatu upaya meningkatkan motivasi siswa untuk tetap belajar sehingga membentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa.


(35)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Teori belajar

Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih meningkatkan perolehan siswa sebagai hasil belajar. Teori-teori belajar tersebut adalah sebagai berikut:

1) Teori belajar konstruktivisme

Teori ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentrasformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Konstruktivisme tidak mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran ada dan ahrus ditemukan serta diuji, tetapi mengetengahkan bahwa siswa menciptakan pembelajaran mereka sendiri. Asumsi konstruktivisme (Schunk, 2012 : 324) adalah guru sebaiknya tidak mengajar dalam artian menyampaikan pelajaran dengan cara tradisional kepada sejumlah siswa, tetapi seharusnya membangun situasi-situasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dengan materi pelajaran melalui pengolahan materi-materi dan interaksi sosial.


(36)

2) Teori perkembangan kognitif piaget

Menurut Jean Piaget (Riyanto, 2009 : 9) proses belajar terdiri dari tiga tahapan yaitu: a) asimilasi, yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa, b) akomodasi, yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru, c) equilibrasi, yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Menurut teori ini, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi sampai dewasa mengalami empat tingkatan perkembangan kognitif yaitu sensorimotor (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasional formal (11- dewasa).

Implikasi penting dari teori Piaget bagi pendidikan adalah (1) pahami perkembangan kognitifnya, (2) jaga agar siswa tetap aktif, (3) ciptakan ketidaksesuaian dengan membiarkan siswa menyelesaikan soal dan mendapat jawaban yang salah, (4) memberikan interaksi sosial (Schunk, 2012 : 332-336).

3) Metode pengajaran John Dewey

Menurut metode ini, metode reflektif di dalam memecahkan masalah yaitu suatu proses berpikir aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir ke arah kesimpulan-kesimpulan yang definitif melalui lima langkah, (1) siswa mengenali masalah, (2) siswa menyelidiki dan menganalisis kesulitannya dan menentukan masalah yang dihadapinya, (3) menghubungkan uraian-uraian hasil analisis dan mengumpulkan berbagai kemungkinan untuk memecahkan masalah, (4) menimbang kemungkinan jawaban dengan akibatnya masing-masing, (5) mencoba mempraktikkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dipandang terbaik.


(37)

4) Teori pengolahan informasi

Teori ini menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak. Peristiwa-peristiwa mental diuraikan sebagai transformasi-transformasi informasi dari input (stimulus) ke output (respon). Teori pengolahan informasi melihat pembelajaran sebagai pengkodean informasi dalam memori jangka panjang. Siswa mengaktifkan bagian-bagian yang terkait dengan memori jangka panjang dan menghubungkan pengetahuan baru dengan informasi yang telah ada dalam memori yang bekerja. Informasi yang tersusun dan bermakna lebih mudah diintegrasikan dengan pengetahuan yang sudah ada dan akan lebih mudah diingat (Schunk, 2012 : 565).

5) Teori belajar bermakna

Menurut Herpratiwi (2009 : 25-26) belajar bermakna merupakan proses belajar dengan mengikaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang telah diketahui siswa.

Prasyarat belajar bermakna adalah materi yang akan dipelajari bermaksa secara potensial dan anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Ada empat prinsip pembelajaran yaitu:

a. Pengatur awal (Advance Organizer)

Bahan pengait yang dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya.

b. Diferensiasi Progresif

Di dalam proses belajar bermakna perlu adanya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan


(38)

lebih dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.

c. Belajar Superordinat

Proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan ke arah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut.

d. Penyesuaian Integratif

Konsep pembelajaran yang digunakan untuk menyatakan konsep yang sama bila nama yang sama diterapkan pada lebih dari satu konsep.

6) Teori penemuan Jerome Bruner

Menurut Bruner (Rusman 2011 : 244-245) menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang terbaik, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

7) Teori pembelajaran sosial Vygotsky

Menurut teori ini bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Teori ini lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Proses pembelajaran akan terjadi apabila anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih ada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development (ZPD), yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky mengemukakan bahwa interaksi-interaksi seseorang dengan lingkungan dapat


(39)

membantu pembelajaran. Pengalaman-pengalaman yang dibawa seseorang ke sebuah situasi pembelajaran dapat sangat mempengaruhi hasil belajar (Schunk, 2012 : 343).

ZPD merupakan hubungan antara belajar dengan perkembangan kognitif anak yang ditentukan bantuan orang yang lebih ahli untuk memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi yang disebut scaffolding.

Menurut Vygotsky (Herpratiwi, 2009 : 81) teori belajar memiliki empat prinsip umum yaitu: 1) anak mengkonstruksi pengetahuan, 2) belajar terjadi pada konteks sosial, 3) belajar mempengaruhi perkembangan metal, dan 4) bahasa memegang peranan penting dalam perkembangan mental anak. Konteks sosial akan mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir, bersikap dan berprilaku.

Menurut Karpov & Haywood (Schunk, 2012 : 340) menjelaskan mediasi adalah mekanisme pokok dalam perkembangan dan pembelajaran:

Semua proses psikologis manusia (proses-proses mental yang lebih tinggi) dimediasi oleh alat-alat psikologis seperti bahasa, tanda-tanda dan simbol-simbol. Orang dewasa mengajarkan alat-alat ini kepada anak-anak dalam aktivitas bersama (kerja sama) mereka. Setelah anak-anak menginternalisasi alat-alat tersebut, alat-alat ini bertindak sebagai mediator-mediator untuk proses-proses psikologis anak-anak lebih lanjut.

8) Teori belajar perilaku

Prinsip yang paling penting dari teori belajar perilaku adalah bahwa perilaku berubah sesuai dengan konsekuensi-konsekuensi langsung dari perilaku tersebut. Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku (Trianto, 2010 : 27-40).


(40)

9) Teori belajar behavioristik

Teori belajar behavioristik menjelaskan tentang peranan faktor eksternal dan dampaknya terhadap perubahan perilaku seseorang, tetapi tidak menjelaskan perubahan secara internal yang terjadi di dalam diri siswa yang berarti teori ini hanya membahas perubahan prilaku yang dapat diamati sehingga banyak digunakan untuk memprediksi dan mengontrol perubahan prilaku siswa. Menurut teori ini, belajar ditafsirkan sebagai latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Jadi belajar adalah pemberian tanggapan atau respon terhadap stimulus yang dihadirkan. Belajar dapat dianggap efektif apabila individu mampu memperlihatkan sebuah perilaku baru yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil dari proses belajar berupa perilaku yang dapat diukur dan diamati. Konsep penting dari teori belajar perilaku yang dikemukakan oleh Thorndike, Pavlov, dan Skinner adalah adanya konsep reward dan punishment yang digunakan dalam mengukuhkan perilaku spesifik yang merupakan hasil belajar (Herpratiwi, 2009 : 2).

Menurut Skinner (Herpratiwi, 2009 : 10) belajar akan menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati, sedangkan perilaku dan belajar diubah oleh kondisi lingkungan. Teori ini disebut operant conditioning karena memiliki komponen rangsangan atau stimuli, respon dan konsekuensi. Stimuli bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan konsekuensi dapat bersifat positif atau negatif, namun keduanya memperkuat (reinforcement).

Unsur terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement). Prinsip belajar menurut Skinner (Herpratiwi, 2009 : 10) yaitu: 1) hasil belajar harus segera diberitahu pada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat, 2) proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, 3) materi pelajaran digunakan system modul,


(41)

4) pembelajaran lebih mementingkan aktivitas mandiri, 5) pembelajaran menggunakan shapping.

Menurut Thorndike (Herpratiwi, 2009 : 7) yang menjadi dasar belajar ialah asosiasi antara kesan panca indra (sense impression) dengan implus untuk bertindak (impulse to action) asosiasi disebut “BOND”. Terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum: 1) hukum kesiapan (law of readiness) yaitu semakin siap suatu oraganisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat, 2) hukum latihan (law exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah laku diulang, maka asosiasi tersebut akan semakin kuat, dan 3) hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.

10) Teori belajar kognitif

Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan proses mental aktif untuk mem-peroleh, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Pandangan teori ini, siswa adalah individu yang aktif mempelajari ilmu pengetahuan. Siswa mencari informasi untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan menyusun pengetahuan tersebut untuk memperoleh sebuah pemahaman baru (new insight) terhadap masalah yang sedang dihadapi. Konsep penting yang dikemukakan dalam teori ini adalah adanya pemrosesan informasi (information processing) yang menjelaskan tentang aktivitas pikiran individu dalam menerima, menyimpan, dan menggunakan informasi yang dipelajari. Perubahan tingkah laku yang terjadi adalah merupakan refleksi dari interaksi persepsi diri seseorang terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkannya (Herpratiwi, 2009 : 20-21).


(42)

11) Teori belajar humanistik

Teori ini menggunakan pendekatan motivasi yang menekankan pada kebebasan personal, penentuan pilihan, determinasi diri, dan pertumbuhan individu. Teori ini berpandangan bahwa peristiwa belajar yang ada saat ini lebih banyak ditekankan pada aspek kognitif semata, sementara aspek afektif dan psikomotor menjadi sangat terabaikan. Setiap anak merupakan individu yang unik yang memiliki perasaan dan gagasan yang bersifat orisinal. Tugas utama seorang pendidik adalah membantu individu agar berkembang secara sehat dan sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar (Herpratiwi, 2009 : 38-39)

2.1.2 Teori pembelajaran

Teori pembelajaran (instructional theory) memberi kontribusi berupa studi dan preskripsi tentang kondisi-kondisi yang diperlukan untuk mendukung berlangsungnya proses pembelajaran secara efektif (Pribadi, 2009 : 70-73). Teori pembelajaran Gagne terkenal dengan sebutan events of instruction (peristiwa pembelajaran) yang terdiri atas sembilan tahapan yaitu:

(1) stimulation to gain attention to ensure the reception of stimuli, (2) informing learners of the learning objectives, to establish appropriate expectations, (3) remainding learners of previously learned content for retrieval from LTM, (4) clear and distinctive presentation of material to ensure selective perception, (5) guidance of learning by suitable semantic encoding, (6) eliciting performance, involving response generation, (7) providing feedback about performance, (8) assessing the performance, involving additional response feedback occasions, (9) arranging variety of practice to aid future retrieval and transfer.

Langkah 1-3 merupakan kegiatan pengajar untuk memotivasi pembelajar, langkah 4-7 merupakan kegiatan penyajian materi yang dilakukan oleh pengajar, langkah 8 yaitu


(43)

tahap menilai hasil belajar sejauh mana kompetensi dapat dikuasai atau belum, sedangkan langkah 9 merupakan upaya pengajar untuk memberikan tugas terkait dengan materi yang telah dibahas tadi (Prawiradilaga, 2008 : 25-26).

2.1.2.1 Teori komunikasi

Teori komunikasi menurut Berlo (Prawiradilaga, 2008 : 23) posisi komunikasi dalam pembelajaran mengembangkan wawasan KBM pada kelas konvensional sebagai suatu komunikasi, pengajar adalah pengirim pesan yaitu materi ajar. Saluran digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut bisa saja segala potensi pengajar, media pembelajaran, serta indra yang dimiliki oleh siswa.

2.1.2.2 Teori sistem

Teori sistem merupakan teori yang mampu memberikan kontribusi khusus terhadap pengembangan prosedur dan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam melakukan desain sistem pembelajaran. Selain itu, teori sistem juga memberikan perspektif yang komprehensif bahwa pembelajaran pada dasarnya adalah sebuah sistem dengan komponen-komponen yang saling memiliki keterkaitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Output dari sebuah komponen merupakan input bagi komponen-komponen yang lain.

2.2 Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Mata pelajaran IPA menurut Trianto (2010 : 102), adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan mengetahui yang diamati, (2) kemampuan


(44)

memprediksi apa yang belum diamati dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut dari hasil eksperimen, dan (3) dikembangkannya sikap ilmiah.

Menurut BSNP (Anggraeni, 2007 : 2) karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dapat dilihat melalui dua aspek yaitu biologis dan fisis. Aspek biologis, mata pelajaran IPA mengkaji berbagai persoalan yang berkait dengan berbagai fenomena pada makhluk hidup pada berbagai tingkat organisasi kehidupan dan interaksinya dengan faktor lingkungan, pada dimensi ruang dan waktu. Aspek fisis, IPA memfokuskan diri pada benda tak hidup, mulai dari benda tak hidup yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari seperti air, tanah, udara, batuan dan logam, sampai dengan benda-benda di luar bumi dalam susunan tata surya dan sistem galaksi di alam semesta.

Mata pelajaran IPA memiliki peranan penting dalam perkembangan peradaban manusia, baik dalam hal manusia mengembangkan berbagai teknologi yang dipakai untuk menunjang kehidupannya, maupun dalam hal menerapkan konsep IPA dalam kehidupan bermasyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.

Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih


(45)

mendalam tentang alam sekitar. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi.

IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana untuk menjaga dan memelihara kelestarian lingkungan. Pada tingkat SMP/MTs diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) secara terpadu yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.

Hakikat IPA yang dinyatakan oleh Sulistyorini (2007 : 9) dapat dipandang dari segi produk, proses dan pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk) dan dimensi pengembangan sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi tersebut.

Sedangkan hakikat IPA (Depdiknas, 2006 : 5) meliputi empat unsur utama yaitu:

1) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar, IPA bersifat open ended.

2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan,


(46)

3) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum,

4) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

2.2.1 Tujuan Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Mata pelajaran IPA di SMP/MTs bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

4. Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.


(47)

2.2.2 Materi, metode, dan media a) Materi

Bahan kajian IPA untuk SMP/MTs meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan

2) Materi dan Sifatnya 3) Energi dan Perubahannya 4) Bumi dan Alam Semesta

Pada penelitian ini materi IPA yang diteliti termasuk pada ruang lingkup ketiga yaitu materi energi dan perubahannya. Materi ini merupakan materi pilihan karena materi kalor merupakan KD yang paling sulit dan sebagian besar siswa tidak mencapai nilai KKM atau sebagian besar siswa nilainya masih di bawah KKM.Berdasarkan kurikulum KTSP KD yang masih lemah yaitu KD 3.4 pada SK 3 dengan materi kalor, KD ini sesuai dengan KD 4.10 pada KI 4 kurikulum 2013. Sehingga modul IPA berbasis karakter yang akan disusun berdasarkan kurikulum 2013 adalah KD 4.10.

b) Metode

Menurut Prawiradilaga (2008 : 66-67) Metode pembelajaran merupakan teknik penyajian yang dipilih dan diterapkan seiring dengan pemanfaatan media dan sumber belajar. Selain itu metode sering diterapkan secara kombinasi, tidak tunggal sehingga keterbatasan satu metode dapat diatasi dengan metode lainnya. Metode pembelajaran secara garis besar dapat dikelompokkan dalam:

a) Melekat dengan penyajian guru (ceramah, demonstrasi, tanya jawab)

b) Terkait dengan proses belajar (belajar kolaboratif, belajar mandiri, diskusi tim). c) Berbasis teknologi (diskusi lewat internet, tanya jawab baik langsung maupun


(48)

Metode yang digunakan pada proses pembelajaran IPA adalah metode pembelajaran penemuan (Discovery) yaitu metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Metode pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Proses pembelajaran dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Sedangkan metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorangan.

Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu: (1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan, (2) berpusat pada siswa, (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

Menurut Jayanti (2011 : 2-4) Langkah-langkah pembelajaran discovery adalah sebagai berikut:

1) Identifikasi kebutuhan siswa,

2) Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dan generalisasi pengetahuan,

3) Seleksi bahan, problema/ tugas-tugas,

4) Membantu dan memperjelas tugas/ problema yang dihadapi siswa serta peranan masing-masing siswa,

5) Mempersiapkan kelas dan alat-alat yang diperlukan,


(49)

7) Memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan, 8) Membantu siswa dengan informasi/ data jika diperlukan oleh siswa,

9) Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang mengarahkan dan mengidentifikasi masalah,

10) Merangsang terjadinya interaksi antara siswa dengan siswa,

11) Membantu siswa merumuskan prinsip dan generalisasi hasil penemuannya.

Metode pembelajaran penemuan (Discovery) digunakan karena metode ini: (1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif, (2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa, (3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain, (4) dengan menggunakan strategi discovery anak bel-ajar menguasai salah satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri, (5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.

c) Media

Menurut Smaldino (2012 : 7) ada enam katagori dasar media yaitu teks, audio, visual, video, perekayasa (manipulative) benda-benda dan orang-orang. Media yang paling umum digunakan adalah teks. Teks merupakan karakter alfanumerik yang mungkin ditampilkan dalam format apapun (buku, poster, papan tulis, layar komputer dan sebagainya). Media yang digunakan dalam proses pembelajaran IPA adalah media teks berupa buku modul IPA berbasis karakter.


(50)

2.2.3 Strategi penyampaian dan pemanfaatan

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Pembelajaran IPA di SMP/MTs menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

2.2.4 Sistem evaluasi

Istilah evaluasi memiliki makna yang luas diberbagai ilmu pengetahuan, namun pada awalnya pengetahuan evaluasi dikaitakan dengan prestasi belajar. Arikunto (2005 : 3) menegaskan definisi evaluasi berdasarkan pendapat Ralph Tyler yang mendefinisikan bahwa evaluasi adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 menjelaskan bahwa evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

Arikunto (2005 : 3) menjelaskan bahwa melakukan evaluasi berarti melakukan pengukuran dan penilaian. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat kuantitatif. Pengukuran adalah proses pemberian angka dan usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan pencapaian kompetensi yang telah dicapai siswa. Sedangkan menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk yang bersifat kualitatif. Standar proses menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar dapat menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan


(51)

kompetensi dasar yang harus dikuasai. Teknik penilaian dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktik, penugasan perorangan atau kelompok.

Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi hasil belajar adalah kegiatan identifikasi melalui penilaian maupun pengukuran untuk melihat apakah pembelajaran yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, baik, atau tidak dan melihat tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar.

2.3 Pengembangan Bahan Ajar Modul IPA 2.3.1 Teori pengembangan bahan ajar

2.3.1.1 Bahan ajar

Menurut Prawiradilaga (2008 : 38) bahan ajar adalah format materi yang diberikan kepada pebelajar. Format tersebut dapat dikaitkan dengan media tertentu, handouts atau buku teks, permainan, dan sebagainya. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang dapat digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Menurut Dick & Carey (Hamzah, 2007 : 4) bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh peserta didik dalam kegaiatan pembelajaran.

Secara garis besar, menurut Majid (2007 : 17) bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori: yaitu, 1) Bahan ajar cetak (printed) yang meliputi, handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, 2) Bahan ajar gambar (audio), mencakup , kaset/piringan hitam/compact disk dan radio broadcasting, 3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) yang meliputi, video/film, orang/ narasumber, 4) Bahan ajar interaktif yaitu multimedia yang merupakan kombinasi dari


(52)

dua atau lebih media (audio, text, grafis, images, animation, and video) yang oleh penggunanya dimanipulasi untuk mengendalikan perintah dan atau perilaku alami dari suatu presentasi.

Menurut Majid (2007 : 174) sebuah bahan ajar paling tidak mencakup komponen- komponen antara lain: 1) Petunjuk belajar (petunjuk siswa/guru), 2) Kompetensi yang akan dicapai, 3) Informasi pendukung, 4) Latihan-latihan, 5) Petunjuk kerja, dapat berupa lembar kerja (LK), 6) Evaluasi. Tujuan penyusunan bahan ajar menurut Majid (2007 : 16) adalah: 1) Membantu siswa dalam mempelajari sesuatu, 2) Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran, 3) Agar kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, 4) Menyediakan berbagai jenis pilihan bahan ajar.

Kegiatan belajar siswa di dasarkan atas bahan ajar (materi pelajaran), materi pelajaran ini mendukung tercapainya kompetensi dasar. Materi/bahan pembelajaran menurut Kemp (Setya, 2012 : 3), materi pelajaran dalam hubungan dengan proses penyusunan design instruksional merupakan gabungan antara pengetahuan, fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan, dan syarat-syarat) dan faktor sikap. Kemp membedakan knowladge skills and attitude. Berbeda dengan pendapat Kemp adalah pendapat Merril (Setya, 2012 : 3) yang membedakan isi materi pelajaran menjadi 4 yakni fakta, konsep prosedur dan prinsip.

Pengembangan bahan ajar menurut Dick dan Carey (Hamzah, 2007 : 4), hal-hal yang perlu untuk diperhatikan, yakni: (1) memperhatikan motivasi belajar yang diinginkan, (2) kesesuaian materi yang diberikan , (3) mengikuti suatu urutan yang benar, (4) berisiskan informasi yag dibutukan, dan (5) adanya latihan praktek, (6) dapat memberikan umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai dengan materi yang diberikan, (8)


(53)

tersedia petunjuk untuk tindak lanjut ataupun kemajuan umum pembelajaran (9) tersedia petunjuk bagi peserta didik untuk tahap-tahap aktivitas yang dilakukan, dan (10) dapat diingat dan ditranfer. Pendapat lain, Romiszowski (Hamzah, 2007 : 4) menyatakan bahwa pengembangan suatu bahan ajar hendaknya mempertimbangkan empat aspek, yaitu, (1) aspek akademik, (2) aspek sosial, (3) aspek rekreasi, dan (4) aspek pengembangan pribadi.

Model pengembangan intruksional Briggs (Aka, 2013 : 11) bersandarkan pada prinsip keselarasan antara lain: a) tujuan yang akan dicapai, b) strategi untuk mencapainya, dan c) evaluasi keberhasilannya. Gagne dan Briggs mengemukakan 12 langkah dalam pengembangan desain intruksional, langkah pengembangan dimaksud dirumuskan sebagai berikut: 1) analisis dan identifikasi kebutuhan, 2) penetapan tujuan umum dan khusus, 3) identifikasi alternatif cara memenuhi kebutuhan, 4) merancang komponen dari system, 5) analisis (a) sumber-sumber yang diperlukan (b) sumber-sumber yang tersedia (c) kendala-kendala, 6) kegiatan untuk mengatasi kendala, 7) memilih atau mengembangkan materi pelajaran, 8) merancang prosedur penelitian siswa, 9) ujicoba lapangan, evaluasi formatif dan pendidikan guru, 10) penyesuaian, revisi dan evaluasi lanjut, 11) evaluasi sumatif, 12) pelaksanaan operasional.

Kedudukan bahan ajar menurut Tim PUPBA-SMK (1971) (Hamzah, 2007 : 2) dalam proses pembelajaran memiliki beberapa fungsi, yaitu, (1) Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan aktivitasnya dalam proses pembelajaran, sekaligus merupakan substansi kompetensi yang seharusnya diajarkan/dilatihkan kepada siswa, (2) Pedoman bagi siswa guna mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran sekaligus merupakan substansi kompetensi yang harus dikuasainya, dan (3) Alat evaluasi pencapaian/ penguasaan hasil pembelajaran.


(54)

Menurut Merill (Oka, 2012 : 2) teori desain instruksional memiliki 3 komponen, pertama, teori deskriptif tentang pengetahuan yang akan diajarkan dan skill (performans) yang akan diperoleh oleh siswa. Kedua, teori deskriptif tentang strategi instruksional yang akan mengarahkan siswa meraih tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Ketiga, teori preskriptif yang menghubungkan pengetahuan yang akan diajarkan (komponen pertama) dan strategi instruksional yang akan diberikan (komponen kedua). Component Display Theory (CDT) komponen pertama dari ketiga komponen di atas adalah suatu taksonomi yang menghubungkan kemampuan (performance) dan isi (content). Taksonomi CDT adalah suatu taksonomi yang berguna dalam menentukan tujuan pembelajaran melalui 2 dimensi, kemampuan dan isi. Dimensi kemampuan menunjukkan secara langsung performa apa yang akan diraih melalui penetapan tujuan pembelajaran. Dimensi ini secara langsung akan berhubungan dengan kata kerja yang ditetapkan dalam tuju-an pembelajaran. Dimensi kemampuan terdiri atas, mengingat (remember), mengaplikasikan (use), dan menemukan (find). Sementara dimensi isi menjelaskan karakteristik dari tipe materi yang akan dipelajari oleh siswa. Dimensi isi terdiri atas, fakta (facts), konsep (concept), prosedur (procedure), dan prinsip (principle) atau azas. Menggunakan taksonomi CDT tersebut seorang perancang instruksional akan mudah dalam menentukan tujuan pembelajaran.

Langkah-langkah pemilihan bahan ajar menurut Setya (2012 : 5) adalah sebagai berikut: a) Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan

kompetensi dasar.

b) Identifikasi jenis-jenis materi pembelajaran

Materi pembelajaran dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Reigeluth (Setya, 2012 : 5) materi pembelajaran aspek kognitif


(55)

secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu, fakta, konsep, prinsip dan prosedur.

1. Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen suatu benda, dan lain sebagainya.

2. Materi konsep berupa pengertian, definisi, hakekat, inti isi.

3. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium, paradigma, teorema. 4. Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut,

misalnya langkah-langkah menelpon, cara-cara pembuatan telur asin atau cara-cara pembuatan bel listrik.

5. Materi pembelajaran aspek afektif meliputi, pemberian respon, penerimaan (apresisasi), internalisasi, dan penilaian.

6. Materi pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi rutin, dan rutin.

c) Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran menurut Setya (2012 : 4) meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan. Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Materi yang terlalu sedikit kurang membantu


(56)

mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.

Depdiknas (Syauqi, 2012 : 9), tujuan pembelajaran modul sebagai berikut:

1) Memperjelas dan mempermudah penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbal, 2) Mengatasi keterbatasan waktu, ruang, dan daya indera, baik siswa maupun guru/ instruktur,

3) Agar dapat digunakan secara tepat dan bervariasi, seperti untuk meningkatkan motivasi dan gairah belajar,

4) Mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi langsung dengan lingkungan dan sumber belajar lainnya yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri sesuai

kemampuan dan 10 minatnya,

5) Memungkinkan siswa dapat mengukur atau mengevaluasi sendiri hasil belajarnya.

Modul sebagai pegangan bahan belajar dalam proses pembelajaran harus disusun secara efektif dan terperinci. Penulisan modul yang ideal adalah modul yang dapat membawa siswa untuk bergairah dalam belajar dengan menyajikan materi sesuai dengan minat dan kemampuannya. Inti dari dibuatnya modul agar siswa lebih leluasa dalam belajar walaupun tidak dilingkungan sekolah dan dengan atau tanpa didampingi oleh guru.

Pedoman penulisan modul yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003 yang disampaikan Widodo dan Jasmadi (2008 : 50), agar modul mampu meningkatkan motivasi dan efektifitas penggunaanya, modul harus memiliki kriteria sebagai berikut:


(1)

131 mencocokan hasil latihan soal dengan kunci jawaban. Jika hasil belajarnya sudah mencapai KKM, maka siswa dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya. Jika hasil belajarnya belum mencapai KKM, maka siswa harus mengulangi kembali kegiatan belajarnya.

c. Sekolah hendaknya mendukung terhadap modul ini, dengan memperbanyak modul agar dapat digunakan dalam pembelajaran.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Aka, Kukuh Andri. 2013. Model – Model Pengembangan Bahan Ajar (Addie, Assure, Hannafin Dan Peck, Gagne And Briggs Serta Dick And Carry), Borg And Gall, 4d. (Online). (http://belajarpendidikanku.blogspot.com/2013/02/ model-model-pengembangan-bahan-ajar.html, diakses 2 Februari 2014, pukul 07.20 WIB). Alias, Norlidah dan Siraj, Saedah. 2012. Design And Development Of Physics Module

Based On Learning Style And Appropriate Technology By Employing Isman Instructional Design Model. (Online)

(Http://Www.Tojet.Net/Articles/V11i4/1148.Pdf, diakses 1 November 2013, pukul 21.30 WIB).

Anggraeni, Dyas. 2007. Teori Pembelajaran IPA. (Online).

(http://dnoeng.wordpress.com /2011/07/17/teori-pembelajaran-ipa/, diakses 2 Februari 2014, pukul 19.50 WIB).

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. ________________. 2008. Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Aritonang, Beta Natalia. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Mata Pelajaran

Fisika Kelas X SMA di Bandar Lampung. Tesis. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Arsyad, Azhar. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Aselole. 2011. Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran IPA. (Online).

(http://

informasipendidikanberkarakter.blogspot.com/2011/07/pendidikan-karakter-terintegrasi-dalam.html, diakses 1 Februari 2014 pukul 19.40 WIB). Atika. 2012. Pendidikan Karakter Rasa Ingin Tahu. (Online).

(http://atikaislami.blogspot.com/2012/12/pendidikan-karakter-rasa-ingin-tahu.html, diakses 23 Oktober 2013 pukul 19.35 WIB)

Borg & Gall. 1983. Educational Research: an introduction. New York: Logman. Chao, Li-Ling, dkk. 2013. The Development and Learning Effectiveness of a Teaching

Module for the Algal Fuel Cell: A Renewable and Sustainable Battery.

International Journal of Technology and Human Interaction (IJTHI) 2012. Volume 8, Issue 4.(Online).


(3)

(http://www.igi-global.com/article/development-133 learning-effectiveness-teaching-module/70759, diakses 1 November 2013, pukul 21.30 WIB).

Degeng, I Nyoman Sudana. 2000. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan .

Depdiknas, BSNP. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh Model

Silabus SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

______________. 2008. Pengembangan Bahan Ajar. Sosialisasi KTSP 2008. (Online). (http://dc218.4shared.com/download/vj4M9KIo/5_PENGEMBANGAN_BAHAN _AJAR.rar?tsid=20120227-061731-a8f2e27, diakses 1 Februari 2014 jam 20.00 WIB)

Elice, Deti. 2012. Pengembangan Desain Bahan Ajar Keterampilan Aritmatika Menggunakan Media Sempoa Untuk Guru Sekolah Dasar. Tesis. Bandar Lampung: FKIP Unila PPSJ Teknologi Pendidikan.

Jack R, Fraenkel et al. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. Singapore: McGraw-Hill Inc

Hake, RR. 1998. Interactive-Engagement Versus Tradisional Methods: A Six Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Courses. American Journal Physics. Departement of Physics Indiana University. Indiana. (Online). (http://www.physics.indiana.edu/~sdi/ajpv3i.pdf, diakses 10 Februari 2014, pukul 22.21 WIB).

Hamzah, Syukri. 2007.Pengembangan Model Bahan Ajar Pendidikan Lingkungan Hidup Berbasis Lokal ddalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Pada Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. (Online). (http://syukrihamzah.blogspot.com/, diakses 2 Februari 2014, pukul 05.40 WIB).

Haryanto. 2012. Pengertian Pendidikan Karakter. (Online).

(http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter/, diakses 4 Juni 2014, pukul 15.20 WIB)

Heinich, R., Molenda, M., Russel, J.D., Smaldino, S.E. (terjemahan Arif Rahman). 2002. Instructional Media and Technologies for learning. 7th edition. Merrill Prentice Hall, ISBN 0-13-030536-7.

Hermawati, dkk. 2012. Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Terpadu SMP

Kelas VII Dengan Tema Pencemaran Air di Lingkungan Sekitar Kita .

Jurnal UNY Volume 1, Nomor 3, Juli-Agustus 2012. (Online).

(http://journal.student.uny.ac.id/jurnal/ artikel/378/66/46, diakses 1 November 2013, pukul 20.30 WIB).

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(4)

Husaen, Muhammad Syafroul. 2012. Pengembangan Modul Pembelajaran IPA Tema Penglihatan dan Implementasinya pada Siswa SMPN 4 Magelang. (Online). (http://www.docstoc.com/docs/140192462/Pengembangan-Modul-Pembelajaran- IPA-Terpadu-Tema-Penglihatan-dan-Implementasinya-pada-Siswa-SMP-N-4-Magelang, diakses 1 November 2013, pukul 22.30 WIB).

Jayanti, HR. 2011. Pengertian Metode Ekspositori, Pembelajaran Discovery

(Penemuan), Inquiry. (Online). (http://jayantihr.blogspot.com/2011/11/pengertian-metode-ekspositoripembelajar.html, diakses 23 Oktober 2013 pukul 19.00 WIB). Kemendiknas, Badan Penelitian dan Pengembangan2011. Pedoman Pelaksanaan

Pendidikan Karakter. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Majid, Abdul dan Andayani, Dian. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Marcel, Cella. 2013. Konsep Religius Sebagai Salah Satu Nilai Karakter. (Online). (http://marchellapramadhana.blogspot.com/2013/01/konsep-religius-sebagai-salah-satu.html, diakses 21 Maret 2014, pukul 06.30 WIB).

Miarso, Yusufhadi. 2011. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana. Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Suatu Panduan Praktis.

Bandung: Remaja Rodaskarya.

Oka, Gde Putu Arya. 2012. The Descriptive Component Display Theory. (Online). (http://aryaoka.wordpress.com/teknologi-pembelajaran/review-jurnal/the -descrip-tive-component-display-theory/,diakses 1 Februari 2014, pukul 14.05 WIB) Prawiradilaga, DS. 2008. Prinsip Desain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Prayitno dan Widyantini, 2011. Pendidikan Nilai-Nilai Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas BPSDMP dan PMP dan PPPPTK.

Pribadi, A.B. 2009. Model-Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PPS UNJ. Ramli, M.Pd. 2010. Developmentally Appropriate Practice (DAP) dan Penerapanya di

TK dan SD. (Online). (http://ramlimpd.blogspot.com/2010_11_01_archive.html, diakses 4 juni 2014, pukul 15.10 WIB).

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Reformasi Bagi Guru

Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.

Riegeluth,C.M &Chellman, A.C. 2009. Instructional-Design Theories and Models

Volume III, Building a Common Knowledge Base. New York: Taylor & Francis.


(5)

135 Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Schunk, Dale.H. (terjemahan Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar). 2012. Learning Theorie.

Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Setya, Roymundus. 2012. Pemilihan Bahan Dan Media Pembelajaran. (Online). (http://roymundussetya.wordpress.com/2012/01/07/pemilihan-bahan-dan-media-pembelajaran, diakses 2 Februari 2014, pukul 07.10 WIB).

Smaldino, dkk. (terjemahan Arif Rahman). 2012. Instructional Technology & Media for Learning. Edisikesembilan. Jakarta: Kencana.

Sudjana. 2005. Metode Statistika Edisi Keenam. Bandung: PT. Tarsito.

Sudjana, N. dan A., Rivai. 2007. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sujianto, Agus Eko. 2009. Aplikasi Statistik dengan SPSS 17.0. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta: Pedagogia. Sukmadinata, N.S. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Bandung:

Rosdakarya.

Sunyono. 2014. Model Pembelajaran Berbasis Multipel Refresentasi dalam

Membangun Model Mental dan Penguasaan Konsep Kimia Dasar Mahasiswa. Disertasi. Surabaya: Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya.

Suparman, M. Atwi. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: Depdiknas.

Sulistyorini, Sri. 2007. Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerapannya

dalam KSTP . Yogyakarta: Tiara Wacana.

Syauqi, Khusni. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran Modul Interaktif Las Busur Manual di SMK Negeri 1 Sedayu. Artikel. Yogyakarta: UNY.

Tim Penyusun. 2011. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa.

Jakarta: Gramedia.

Tobroni. 2010. Degradasi Moral Merusak Karakter Bangsa. (Online).

(http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/11/24/pendidikan-karakter-dalam-perpektif-islam-pendahuluan/, diakses 4 Juni 2014, pukul 22.05 WIB).

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan,

dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).


(6)

Universitas Lampung. 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Widodo, Chosim S dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis

Kompetensi. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.

Yunita, Nurma dan Susilowati, Endang. 2010. Makalah Pengembangan Modul. Surakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Sebelas Maret. (Online). (http://nurma.staff.uns.ac.id/files/2010/08/teori-pengembangan-modul.doc, diakses pada 2 Februari 2014 pukul 21.00 WIB).


Dokumen yang terkait

An Analysis On High School Students’ Ability To Master Passive Voice A Study Case : The Second Year Students At SMK Negeri 2 Pematangsiantar

1 73 52

INCREASING STUDENTS’ READING COMPREHENSION MASTERY THROUGH DISCOVERY INQUIRY METHOD AT GRADE VII OF JUNIOR HIGH SCHOOL DIRGANTARA AT BANDAR LAMPUNG

0 14 46

THE DEVELOPMENT OF TEACHING MATERIAL FOR MATH MODULE GRADE XI SCIENCE PROGRAM OF SENIOR HIGH SCHOOLS IN BANDAR LAMPUNG

13 132 95

DEVELOPMENT OF A SCIENTIFIC APPROACH BASED WORKSHEET OF SCIENCE FOR GRADE VII OF JUNIOR HIGH SCHOOL IN BANDAR LAMPUNG PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERBASIS SCIENTIFIC APPROACH MATA PELAJARAN IPA KELAS VII SMP DI BANDAR LAMPUNG

1 20 122

THE EVALUATION OF LEARNING PROGRAM OF SCIENCE CLASS VIII AT SMP NEGERI TERBUKA 20 BANDAR LAMPUNG EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN IPA KELAS VIII DI SMP NEGERI TERBUKA 20 BANDAR LAMPUNG

0 8 112

COMPETENCE EVALUATION OF TEACHERS IN LEARNING MANAGEMENT AT JUNIOR HIGH SCHOOL IN BANDAR LAMPUNG EVALUASI KOMPETENSI GURU DALAM PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PADA SMP DI BANDAR LAMPUNG

0 21 118

THE DEVELOPMENT OF MATHEMATICS INSTRUCTIONAL MODULE STATISTIC TOPIC AT JUNIOR HIGH SCHOOL CLASS VII IN TULANG BAWANG BARAT REGENCY PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MODUL MATEMATIKA MATERI STATISTIKA SMP KELAS VII DI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

0 12 113

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA BERMUATAN KARAKTER BERBASIS PENDEKATAN ILMIAH PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS VII SMP DI BANDAR LAMPUNG

0 17 128

PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI HIMPUNAN KELAS VII DI SMP N 21 BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 0 101

MODEL DEVELOPMENT OF SAVI–BASED E-MODULE FOR ARABIC INSTRUCTION AT ISLAMIC JUNIOR HIGH SCHOOL IN BANDAR LAMPUNG, INDONESIA - Raden Intan Repository

0 0 9