Lokasi Penelitian Pernikahan  Pengertian Pernikahan

7 FGD merupakan suatu metode pengumpulan data dengan memuaskan teknik pengambilan data melalui diskusi kelompok dan terarah. Lebih lanjut, Krueger 10 menggambarkan untuk melakukan FGD harus ditentukan besar peserta, menentukan lamanya diskusi, pengaturan posisi duduk, menentukan tempat diskusi, serta menentukan komposisi kelompok. Dalam diskusi FGD peneliti akan dibantu 1 orang teman sebagai pencatat proses yang berlangsung. Sedangkan peneliti sendiri sebagai moderator dan penghubung dengan peserta. FGD akan dilakukan kepada pasangan yang menikah muda.

1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di daerah yang banyak pasangan yang menikah muda di Jemaat GMIH Christianoi desaGamnyial kecamatan Sahu Timur Kabupaten Halmahera Barat. 1.8. Sistematika Jurnal  Pendahuluan  Teori Rujukan  Hasil Penelitian dan Analisa  Penutup II. TEORI RUJUKAN Pada bagian ini akan dibahas secara teori tentang pernikahan, keluarga, dan tugas pelayanan gereja.

2.1. Pernikahan  Pengertian Pernikahan

Menurut Ensiklopedia Indonesia t.t.perkataan perkawinan sama dengan nikah; sedangkan menurut Purwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah; perkawinan sama dengan pernikahan. 11 Menurut Hornby, marriage: the union of two person as husband and wife, artinya perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami dan istri. 12 Menurut Calvin yang dikutip oleh A. Purwa Hadiwardoyo mengatakan bahwa perkawinan sebagai lembaga yang diberkati oleh Allah dan didirikan atas kehendak-Nya. Karena itu, perkawinan secara 10 Richard A. Krueger, Focus Groups: a Practical Guide For Applied Research Newburg Park Calif: Sage Publications, 1998 11 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar bahasa Indonesia.Jakarta : balai Pustaka,1976. Hal 676 12 Bimo Walgito,11 8 kodrati dan atas kehendak Allah terarah kepada keturunan sebagai tujuan utamanya.Tujuan kedua darinya ialah pengaturan nafsu seksual. 13 Dalam arti umum, perkawinanpernikahan pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atas dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. 14 Jadipernikahan atau perkawinan merupakan hubungan seumur hidup antara laki-laki dan perempuan yang berdasarkan cinta kasih dan harus sesuai dengan kehendak Tuhan, maka haruslah mereka juga bertanggung jawab terhadap kehidupannya nanti setelah menikah sebagai satu keutuhan keluarga. Selain itu juga faktor usia perlu diperhatikan dalam suatu pernikahan. Sangat diperlukan kematangan fisiologis maupun kematangan psikologis.Dalam penjelasan umum Undang-Undang pernikahan ditegaskan perkawinan secara hukum diperbolehkan setelah perempuan berusia 16 tahun dan laki-laki 19 tahun. 15  Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan Secara umum, manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa terlepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lain. Artinya hidup berkelompok satu dengan lainnya. Pada masa-masa tertentu, bagi seorang laki-laki dan perempuan, akan timbul suatu kebutuhan akan hidup bersama. Menurut Gerungan, adanya tiga kelompok kebutuhan manusia itu, yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis. 16 Lebih jauh lagi Maslow mengelompokan kebutuhan kebutuhan manusia itu menjadi 5 jenis yaitu : 1 The physiological needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis, dan kebutuhan-kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling kuat diantara kebutuhan- kebutuhan yang lainnya. 2 The safety needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan rasa aman. 3 The belongingness and love needs, yaitu merupakan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan orang lain. Berhubungan dengan kebutuhan sosial. 4 The esteem needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan penghargaan, termasuk rasa harga diri, rasa dihargai. 13 Asmin SH, Status Perkawinan antar Agama, Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986 14 Keuskupan Agung Semarang, Kursus persiapan hidup berkeluarga Jogja: Kanisius, 2007,Hal 17 15 Djoko Prakoso I Ketut Mustika, Azaz-Azas Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara,1987 Hal 50 16 Bimo Walgito,16 9 5 The needs for self-actualization, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, kebutuhan ikut berperan. 17 Kebutuhan-kebutuhan yang telah dikemukakan diatas itu semua bersifat hirarkhis, yang mempunyai arti bahwa semua kebutuhan itu akan muncul bila kebutuhan yang paling mendasar sudah dipenuhi. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar diantara semua kebutuhan-kebutuhan yang lain. Sebagai contoh bila kebutuhan akan makan fisiologis sudah dipenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan lain baru menyusul. Pada dasarnya kebutuhan-kebutuhan itu menghendaki adanya pemenuhan karena ketika manusia melakukan segala sesuatu tentu akan dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhannya.Bila kebutuhan- kebutuhan itu tidak dipenuhi, maka hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan yang akan mengganggu kehidupan psikologis dari individu yang bersangkutan.  Fungsi Pernikahan Pada bagian ini akan dipaparkan ada lima fungsi penting dari lembaga perkawinan, yaitu : 18 1 Untuk memenuhi tanggung jawab manusia terhadap hukum. Dengan adanya perkawinan maka terjadilah satu ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri untuk menaati segala peraturan yang telah ditetapkan., agar mereka tidak saling mengganggu ketertiban masyarakat lainnya. 2 Untuk memenuhi kebutuhan seksual antara laki-laki dan perempuan. Dengan adanya ikatan perkawinan, baik laki-laki maupun perempuan tidak diperkenankan lagi untuk melakukan hubungan seksual dengan anggota masyarakat lainnya. 3 Untuk memenuhi fungsi reproduksi. Dari perkawinan yang dilakukan, sepasang suami istri tersebut akan mengharapkan kehadiran anak-anak melalui hubungan seksual yang mereka lakukan. 4 Memenuhi fungsi pendidikan. Dengan adanya perkawinan, maka sepasang suami istri tersebut berkewajiban untuk membesarkan serta memberikan pendidikan kepada anak- anak yang telah mereka miliki dari hasil perkawinan mereka. 5 Memenuhi kebutuhan ekonomis. Dengan adanya perkawinan maka sepasang suami istri tersebut berkewajiban untuk memberikan nafkah bukan saja bagi anak-anak mereka tetapi juga bagi seluruh anggota keluarga supaya seluruh anggota keluarga dapat merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan melalui usaha yang dilakukan oleh suami istri tersebut.  Dasar Pernikahan Kristen 17 Ibid,16 18 Samuel Patty, Pengantar antropologi Agama, Diktat, Salatiga : fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, 1999, hal 23-24 10 Yang menjadi dasar dari pernikahan Kristen dapat dilihat dalam Perjanjian Lama yaitu dalam Kejadian 1 : 27 – 28a yang berbunyi: “ 27 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 28 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: Beranakcuculah dan bertambah banyak.” Ini jelas menunjukkan bahwa sejak semula Allah menciptakan manusia, Ia telah memberkati mereka dalam suatu ikatan yang kudus untuk dapat meneruskan kehidupan manusia di bumi.Kasih perkawinan merupakan bagian dari maksud dan rencana Allah menciptakan manusia, yang mana keduanya bukan lagi dua melainkan telah menjadi satu. Ajaran Kristen juga menggambarkan pernikahan sebagai sesuatu yang bersifat kekal dan tidak dapat diceraikan oleh manusia. Hal ini tertulis dalam Perjanjian Baru yaitu dalam Markus 10: 6 – 9 yang berbunyi: “ 6 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 7 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, 8 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. 9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Dari ayat-ayat ini, dapat dilihat bahwa pernikahan Kristen adalah suatu ikatan kudus yang tidak dapat dipisahkan oleh manusia karena ikatan tersebut telah dipersatukan dan diberkati oleh Allah. Dalam rangka membangun suatu kesatuan ini, ada proses yang terjadi dimana laki-laki pergi meninggalkan orangtuanya dan saudara-saudaranya untuk bersatu dengan istrinya. Kehidupan bersama suami istri jauh lebih rapat dan erat daripada pergaulan dengan orangtuanya sehingga ia tidak hanya sehati dan serumah melainkan satu daging. 19 Hakikat perkawinan sebagai persekutuan seumur hidup, suami istri terpanggil untuk memelihara pernikahan mereka agar menjadi semakin kokoh dan tak terpisahkan. 20 Ujian nyata dari cinta kasih seorang Kristen yang menikah kepada Allah adalah cinta kasih kepada istri atau suaminya. 21 19 Walter lempp, Tafsiran Kejadian 1: 1-4-26. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1964. Hal 76. 20 Hadiwardoyo, Purwa, Moral dan Masalahnya. 64-65 21 Maurice Eminyan, Teologi Keluarga Jogja: Kanisius, 2001, hal. 195 11

2.2. Pernikahan Usia Muda  Definisi Pernikahan Usia Muda