T1 712009023 Full text

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pernikahan merupakan suatu istilah yang bukan barang asing lagi bagi setiap orang yang mendengarnya,baik itu melalui media massa atau sering diperbicangkan dari mulut ke mulut. Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yang dimaksud dengan perkawinan: “Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”1

Berbicara tentang pernikahan tentu tidak terlepas dari yang namanya ikatan antara dua insan laki-laki dan perempuan dalam menjalin sebuah relasi.”Pernikahan berarti “menyatukan” dua pribadi menjadi suatu kesatuan yang diikat oleh komitmen pernikahan untuk hidup bersama sepanjang masa”.2 Masing-masing saling mengikat satu sama lain baik suami maupun istri. Pernikahan tidak melihat status sosial seseorang pada umumnya dilakukan oleh orang dewasa tanpa melihat dia kaya, miskin, profesi, agama, ras, suku, di kota maupun di desa, karena orang dewasa lebih cenderung memiliki kemampuan tentang komitmen dalam menentukan pasangan yang sesuai dengan apa yang diinginkan olehnya.

Setiap orang dalam membentuk suatu hubungan pernikahan tentu memiliki tujuan, yaitu mencapai suatu kebahagiaan, saling membahagiakan satu sama lain. Hubungan ini tidak hanya berdampak pada kehidupan sebelum pernikahan, tetapi juga pada kehidupan setelah pernikahan.Pernikahan bukanlah bersifat sementara tetapi untuk seumur hidup. Bagi kekristenan khususnya, pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang sakral berdasarkan apa yang ditulis dalamAlkitab. Faktor usia juga sangat diperlukan dalam membina suatu hubungan keluarga,untuk menentukan kemampuan seseorang karena makin bertambah umur seseorang berarti semakin matang dalam aspek kehidupannya.

Berbicara mengenaiidealnya usia pernikahan, menurut Bimo Walgito: “bagi

perempuan usia pernikahan ideal usia 23-24 tahun sementara untuk laki-laki minimal 26-27

tahun.”3Karena pada umumnya telah dicapai kematangan kejasmanian dan psikologis. Ketika

menikah baik suami maupun istri mampu bertanggung jawab membentuk suatu keluarga yang harmonis. “Sebagai seorang individu yang bisa disebut dewasa tentu peran dan tanggung jawabnya semakin besar.Berbagai pengalaman baik berhasil maupun tidak akan

1

BimoWalgito.Bimbingan&KonselingPerkawinan.( Jogjakarta : Andi..2004).11

2

EB Surbakti. Sudah SiapkahMenikah?.(Jakarta : PT Elex Media Kolputindo, 2008)

3


(2)

dapat dijadikan pelajaran berharga guna membentuk dirinya menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap masa depannya”.4

Dalam membangun kehidupan keluarga, dibutuhkan kematangan mental atau kedewasaan pasangan agar tingkat tanggung jawab itu ada didalam diri baik laki-laki maupun perempuan.Kehidupan keluarga merupakan bagian

lanjutan dari kehidupan pernikahan. Menurut Siti Partini: “Keluarga adalah sekelompok

manusia yang terdiri dari suami, istri, anak-anak (bila ada) yang terikat dan didahului dengan pernikahan”.5

Keluarga merupakan bagian yang paling kecil dan yang paling awal dari pembentukan moral dan kepribadian manusia, bahkan dalam pembentukan iman anak, dimana dia lahir dan dibesarkan semuanya berlangsung ditengah keluarga. Anak merupakan titipan dari Tuhan yang diberikan kepada orangtua untuk dijaga dan dirawat dengan baik. Namun ada juga yang belum betul-betul mengerti dan memahami makna pernikahan yang sebenarnya. Karena berbagai macam faktor yang melatarbelakangi sehingga banyak yang menikah sebelum waktunya atau menikah pada usia muda, yaitu pada usia 15-17 tahun.

Menurut Hurlock: “umur seperti ini pada umumnyamasih digolongkan pada umur remaja.”

6

Usia seperti ini seharusnya masih berada dibangku pendidikan seperti SMP.

Faktor pergaulan bebas yang melibatkan anak-anak usia remaja ini juga merupakan salah satu pemicu untuk para remaja mau menikah muda, masa remaja merupakan masa coba-coba tanpa memikirkan efek atau dampak kedepannya.Mereka belum bisa dikatakan manusia yang sudah dewasa yang memiliki kematangan pikiran dan tindakan.Faktor rendahnya tingkat pendidikan sangat mempengaruhi pola pemikiran dalam memahami dan mengerti tentang hakekat dan tujuan pernikahan. Faktor ekonomi maupun lingkungan tempat tinggal juga bisa menjadi penyebab terjadinya pernikahan di usia muda.

Menurut hasil pendataan keluarga di Provinsi Maluku Utara, “Jumlah jiwa dalam

keluarga yang terekam dalam pendataan keluarga tahun 2012 tercatat sebanyak 1.110.707 jiwa. Terdiri dari jumlah jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 563.973 jiwa (50,8%) dan sebanyak 546.734 jiwa (49,2 %) perempuan. Itu berarti bahwa jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.Dengan jumlah kepala keluarga yang di data

4

.AgoesDariyo. PsikologiPerkembanganDewasaMuda.( Jakarta :PT GramediaWidiasarana Indonesia..2003).3

5

.KristianaTjandrarini.BimbinganKonselingKeluarga (TerapiKeluarga).( Salatiga : Widya Sari Press.2004).7 6


(3)

sebanyak 272.936.”7

Hal ini mempunyai dampak yang sangat signifikan terhadap pendapatan dari tiap-tiap kepala keluarga. Semakin banyak anggota keluarga maka semakin berat biaya yang ditanggung kepala keluarga. Pendapatan tidak sebanding dengan pengeluaran, ketika seorang anak sudah menikah, maka dia sudah tidak lagi menjadi tanggungan dari orangtuanya.

Menikah muda mempunyai potensi menimbulkan banyak permasalahan tersendiri dalam kehidupan keluarga setelah mereka menikah, seperti perselingkuhan dan juga perceraian karena kesadaran dari kedua pasangan baik suami maupun istri untuk bertanggung jawab belum terlalu terlihat karena usia yang masih sangat muda. Kemudian permasalahan yang berikutnya adalah bagaimana bentuk pola asuh anak, sehingga pola mendidik anak pun berbeda dengan yang bisa dikatakan sudah dewasa atau sudah matang dalam psikologisnya sehingga seringkali berdampak pada perkembangan kehidupan dalam keluarga. Kemudian permasalahan berikutnya tentang pemberian nafkah dalam keluarga. Pada umumnya mereka belum mempunyai pekerjaan tetap karena usia yang masih sangat muda dan masih bergantung kepada orangtuanya. Padahal seseorang sudah mengambil keputusan untuk menikah seharusnya berdiri sendiri dalam membiayai keluarganya tanpa harus bergantung pada orangtuanya serta berbagai macam permasalahan yang lain.

Dalam hal ini gereja juga terlibat didalamnya karena kehidupan persekutuan gereja

juga tidak terlepas dari keluarga yang merupakan bagian dari gereja. Istilah “Gereja bukanlah

gedung tetapi orangnya” merupakan bukti bahwa kehidupan gereja tidak terlepas dari hubungannya dengan keluarga. Realitanya perhatian gereja saat ini bukan tidak ada tetapi perhatiannya hanya sebatas pada penggembalaan saja, tetapi ketika pasangan yang menikah ini sudah sampai pada tahap membangun kehidupan berkeluarga, perhatian gereja kurang terlihat.Padahal kehidupan keluarga merupakan bagian dari kehidupan jemaat itu sendiri sehingga menjadi perhatian juga bagi gereja dalam tugas dan panggilannya.

Pernikahan Usia Muda ini banyak ditemukan di daerah-daerah Indonesia, antara lain di daerah Maluku Utara tepatnya Desa Gamyial Kecamatan Sahu Timur Kabupaten Halmahera Barat dimana di daerah itu peduduknya mayoritas Kristen. Di desa ini banyak pasangan yang menikah pada usia muda. Banyak permasalahan yang muncul, khususnya dalam konteks kehidupan keluarga. Disinilah kita dapat melihat pentingnya peranan gereja

7

. Hasil Pendataan Keluarga di Provinsi Maluku Utara2012

http://malut.bkkbn.go.id/data/Documents/HASIL%20PK%202012%20(paparan).pdf. Di unduh pada tanggal 28 September 2013, pada jam 11.00 WIB


(4)

untuk melaksanakan salah satu tugas gereja yaitu pelayanan untuk melihat dan menanggapi masalah-masalah yang terjadi didalam kehidupan pasangan yang menikah muda.

Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul:

“Tanggapan Gereja terhadap permasalahan Pernikahan Pasangan Usia Muda (Studi Kasus di Jemaat GMIH Christianoi Gamnyial)”

1.2. Rumusan Masalah

Bertolak dari uraian pada latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk-bentuk permasalahan-permasalahan yang terjadi didalam

kehidupan pernikahan pasangan usia muda di Jemaat GMIH Christianoi Gamnyial?

2. Bagaimana (tanggapan) gereja terhadap masalah pernikahan pasangan usia muda di

Jemaat GMIH Christianoi Gamnyial? 1.3. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan pasangan yang menikah muda dan menggambarkan sejauh mana peran, yaitu tindakan yang diambil atau langkah-langkah gereja menanggapi masalah-masalah tentang pernikahan usia muda.

Batasan Masalah

Penulisan tugas akhir ini akan dibatasi padabentuk-bentuk permasalahan yang terjadi di dalam kehidupan pasangan yang menikah usia muda dan bagaimana peranan (tanggapan) gereja menanggapi masalah-masalah tentang pernikahan usia muda di Jemaat GMIH Christianoi Gamnyial.

1.4. Signifikansi (Manfaat Penelitian)

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi berupa sumbangan atau masukan yang bersifat ilmiah tentang gereja dan hubungannya dengan pernikahan dan juga peranan (tanggapan) terhadap masalah-masalah tentang pernikahan usia muda


(5)

Diharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan pemahamanbagi jemaat dan masyarakat tentang pentingnya pernikahan secara khusus berkaitan dengan kedewasaan dan juga keluarga sebagai pusat pembentukan iman.

1.5. Metode Penelitian

Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Alasannya adalah karena akan dideskripsikan tentang faktor apa yang mempengaruhi orang sehingga menikah muda dan ini merupakan studi kasus yang tidak memakai faktor numerik. Penelitian yang menggunakan penelitian kualitatif bertujuan untuk

memahami objek yang diteliti secara lebih mendalam atau lebih jauh lagi. “Penelitian

deskriptif bertujuan mendeskripsikan atau menjelaskan sesuatu hal secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu yang ada di lapangan”8.

1.6. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data

1) Wawancara

Jenis wawancara yang akan dipakai dalam penelitian ini, yaitu wawancara mendalam

(depth interview). Wawancara mendalam adalah metode yang memungkinkan pewawancara untuk bertanya kepada responden guna mendapatkan informasi mengenai

fenomena yang ingin diteliti.”9 Melalui wawancara mendalam, peneliti akan

mewawancari informan yang berhubungan langsung dengan gereja dan juga pasangan yang menikah muda dalam hal ini pendeta dan juga pasangan suami istri yang menikah muda untuk melihat bagaimana masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan keluarga mereka, dan juga sejauh mana peran gereja terhadap permasalahan-permasalahan tersebut.

2) Observasi langsung

Disamping wawancara, penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan metode observasi. Menurut Nawawi & Martini, observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian. Melalui observasi langsung ini, diharapkan peneliti dapat memperoleh informasi berdasarkan hasil pengamatan langsung terhadap lingkungan kehidupan pasangan yang menikah muda tersebut bisa berupa foto, video dan lain sebagainya.

3) FGD (Focus Group Discussion)

8

Sumardi Suryabarata.Metodologi Penelitian.:( Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 1998). 18.

9


(6)

FGD merupakan suatu metode pengumpulan data dengan memuaskan teknik

pengambilan data melalui diskusi kelompok dan terarah. Lebih lanjut, Krueger10

menggambarkan untuk melakukan FGD harus ditentukan besar peserta, menentukan lamanya diskusi, pengaturan posisi duduk, menentukan tempat diskusi, serta menentukan komposisi kelompok. Dalam diskusi FGD peneliti akan dibantu 1 orang teman sebagai pencatat proses yang berlangsung. Sedangkan peneliti sendiri sebagai moderator dan penghubung dengan peserta. FGD akan dilakukan kepada pasangan yang menikah muda. 1.7. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di daerah yang banyak pasangan yang menikah muda di Jemaat GMIH Christianoi desaGamnyial kecamatan Sahu Timur Kabupaten Halmahera Barat.

1.8. Sistematika Jurnal

 Pendahuluan

 Teori Rujukan

 Hasil Penelitian dan Analisa

 Penutup

II.TEORI RUJUKAN

Pada bagian ini akan dibahas secara teori tentang pernikahan, keluarga, dan tugas pelayanan gereja.

2.1.Pernikahan

Pengertian Pernikahan

Menurut Ensiklopedia Indonesia (t.t).perkataan perkawinan sama dengan nikah; sedangkan menurut Purwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri; nikah; perkawinan sama dengan

pernikahan.11 Menurut Hornby, marriage: the union of two person as husband and wife,

artinya perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami dan istri.12 Menurut Calvin

yang dikutip oleh A. Purwa Hadiwardoyo mengatakan bahwa perkawinan sebagai lembaga yang diberkati oleh Allah dan didirikan atas kehendak-Nya. Karena itu, perkawinan secara

10

Richard A. Krueger, Focus Groups: a Practical Guide For Applied Research (Newburg Park Calif: Sage Publications, 1998)

11

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar bahasa Indonesia.(Jakarta : balai Pustaka,1976). Hal 676

12


(7)

kodrati dan atas kehendak Allah terarah kepada keturunan sebagai tujuan utamanya.Tujuan

kedua darinya ialah pengaturan nafsu seksual.13

Dalam arti umum, perkawinan/pernikahan pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria dan wanita, atas dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara

tetap dan memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan.14Jadipernikahan atau

perkawinan merupakan hubungan seumur hidup antara laki-laki dan perempuan yang berdasarkan cinta kasih dan harus sesuai dengan kehendak Tuhan, maka haruslah mereka juga bertanggung jawab terhadap kehidupannya nanti setelah menikah sebagai satu keutuhan keluarga. Selain itu juga faktor usia perlu diperhatikan dalam suatu pernikahan. Sangat diperlukan kematangan fisiologis maupun kematangan psikologis.Dalam penjelasan umum Undang-Undang pernikahan ditegaskan perkawinan secara hukum diperbolehkan setelah

perempuan berusia 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.15

Faktor-Faktor Pendorong Pernikahan

Secara umum, manusia merupakan mahluk sosial yang tidak bisa terlepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lain. Artinya hidup berkelompok satu dengan lainnya. Pada masa-masa tertentu, bagi seorang laki-laki dan perempuan, akan timbul suatu kebutuhan akan hidup bersama. Menurut Gerungan, adanya tiga kelompok kebutuhan manusia itu, yaitu

kebutuhan yang berhubungan dengan segi biologis, sosiologis dan teologis.16 Lebih jauh lagi

Maslow mengelompokan kebutuhan kebutuhan manusia itu menjadi 5 jenis yaitu :

1) The physiological needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis, dan kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling kuat diantara kebutuhan-kebutuhan yang lainnya.

2) The safety needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan rasa aman. 3) The belongingness and love needs, yaitu merupakan kebutuhan-kebutuhan yang

berkaitan dengan orang lain. Berhubungan dengan kebutuhan sosial.

4) The esteem needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan penghargaan, termasuk rasa harga diri, rasa dihargai.

13

Asmin SH, Status Perkawinan antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Rakyat, 1986)

14

Keuskupan Agung Semarang, Kursus persiapan hidup berkeluarga ( Jogja: Kanisius, 2007),Hal 17

15

Djoko Prakoso & I Ketut Mustika, Azaz-Azas Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara,1987) Hal 50

16


(8)

5) The needs for self-actualization, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri,

kebutuhan ikut berperan.17

Kebutuhan-kebutuhan yang telah dikemukakan diatas itu semua bersifat hirarkhis, yang mempunyai arti bahwa semua kebutuhan itu akan muncul bila kebutuhan yang paling mendasar sudah dipenuhi. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang paling mendasar diantara semua kebutuhan-kebutuhan yang lain. Sebagai contoh bila kebutuhan akan makan (fisiologis) sudah dipenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan lain baru menyusul. Pada dasarnya kebutuhan-kebutuhan itu menghendaki adanya pemenuhan karena ketika manusia melakukan segala sesuatu tentu akan dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhannya.Bila kebutuhan-kebutuhan itu tidak dipenuhi, maka hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan yang akan mengganggu kehidupan psikologis dari individu yang bersangkutan.

Fungsi Pernikahan

Pada bagian ini akan dipaparkan ada lima fungsi penting dari lembaga perkawinan, yaitu :18

1) Untuk memenuhi tanggung jawab manusia terhadap hukum. Dengan adanya perkawinan

maka terjadilah satu ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri untuk menaati segala peraturan yang telah ditetapkan., agar mereka tidak saling mengganggu ketertiban masyarakat lainnya.

2) Untuk memenuhi kebutuhan seksual antara laki-laki dan perempuan. Dengan adanya

ikatan perkawinan, baik laki-laki maupun perempuan tidak diperkenankan lagi untuk melakukan hubungan seksual dengan anggota masyarakat lainnya.

3) Untuk memenuhi fungsi reproduksi. Dari perkawinan yang dilakukan, sepasang suami

istri tersebut akan mengharapkan kehadiran anak-anak melalui hubungan seksual yang mereka lakukan.

4) Memenuhi fungsi pendidikan. Dengan adanya perkawinan, maka sepasang suami istri

tersebut berkewajiban untuk membesarkan serta memberikan pendidikan kepada anak-anak yang telah mereka miliki dari hasil perkawinan mereka.

5) Memenuhi kebutuhan ekonomis. Dengan adanya perkawinan maka sepasang suami istri

tersebut berkewajiban untuk memberikan nafkah bukan saja bagi anak-anak mereka tetapi juga bagi seluruh anggota keluarga supaya seluruh anggota keluarga dapat merasakan kesejahteraan dan kebahagiaan melalui usaha yang dilakukan oleh suami istri tersebut.  Dasar Pernikahan Kristen

17

Ibid,16

18

Samuel Patty, Pengantar antropologi Agama, (Diktat), ( Salatiga : fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, 1999), hal 23-24


(9)

Yang menjadi dasar dari pernikahan Kristen dapat dilihat dalam Perjanjian Lama

yaitu dalam Kejadian 1 : 27 – 28a yang berbunyi:

“27

Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya

mereka. 28Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:

"Beranakcuculah dan bertambah banyak.”

Ini jelas menunjukkan bahwa sejak semula Allah menciptakan manusia, Ia telah memberkati mereka dalam suatu ikatan yang kudus untuk dapat meneruskan kehidupan manusia di bumi.Kasih perkawinan merupakan bagian dari maksud dan rencana Allah menciptakan manusia, yang mana keduanya bukan lagi dua melainkan telah menjadi satu.

Ajaran Kristen juga menggambarkan pernikahan sebagai sesuatu yang bersifat kekal dan tidak dapat diceraikan oleh manusia. Hal ini tertulis dalam Perjanjian Baru yaitu

dalam Markus 10: 6 – 9 yang berbunyi:

“6

Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 7

sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan

isterinya, 8sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka

bukan lagi dua, melainkan satu. 9 Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah,

tidak boleh diceraikan manusia."

Dari ayat-ayat ini, dapat dilihat bahwa pernikahan Kristen adalah suatu ikatan kudus yang tidak dapat dipisahkan oleh manusia karena ikatan tersebut telah dipersatukan dan diberkati oleh Allah. Dalam rangka membangun suatu kesatuan ini, ada proses yang terjadi dimana laki-laki pergi meninggalkan orangtuanya dan saudara-saudaranya untuk bersatu dengan istrinya. Kehidupan bersama suami istri jauh lebih rapat dan erat daripada pergaulan dengan orangtuanya sehingga ia tidak hanya sehati dan serumah melainkan

satu daging.19Hakikat perkawinan sebagai persekutuan seumur hidup, suami istri

terpanggil untuk memelihara pernikahan mereka agar menjadi semakin kokoh dan tak

terpisahkan.20Ujian nyata dari cinta kasih seorang Kristen yang menikah kepada Allah

adalah cinta kasih kepada istri atau suaminya.21

19

Walter lempp, Tafsiran Kejadian (1: 1-4-26). (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1964). Hal 76.

20

Hadiwardoyo, Purwa, Moral dan Masalahnya. (64-65)

21


(10)

2.2.Pernikahan Usia Muda

Definisi Pernikahan Usia Muda

Dalam Undang-Undang perkawinan dalam Bab II Pasal 7 ayat 1 “ perkawinan hanya

di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun”. Hal ini menunjukan bahwa umur sangat mempengaruhi dan merupakan syarat yang penting dalam suatu pernikahan. umur menentukan sejauh mana kematangan psikologis seseorang.

Pengertian pernikahan dini atau pernikahan usia muda adalah sebuah bentuk ikatanpernikahan laki-laki berusia dibawah 18 tahun atau perempuan berusia dibawah 16 tahun. Jadi sebuah pernikahan disebut pernikahan dini, jika kedua atau salah satu

pasanganberusia dibawah 18 tahun (remaja).22

Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda

Menurut Surbakti, pernikahan dini biasanya disebabkan oleh hal-hal:23

a. Pendidikan yang rendah

Pendidikan yang rendah adalah salah satu penyebab banyaknya terjadi pernikahan dini.Umumnya mereka kurang menyadari bahaya yang timbul akibat pernikahan dini.Banyak remaja putus sekolah atau hanya tamat sekolah dasar, kemudian menikah karena tidak punya kegiatan.

b. Peraturan budaya

Peraturan budaya bisa jadi merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya pernikahan dini.Usia layak menikah menurut aturan budaya seringkali dikaitkan dengan datangnya haid pertama bagi wanita. Dengan demikian, banyak remaja yang sebenarnya belum layak menikah, terpaksa menikah karena desakan budaya.

c. “Kecelakaan”

Tidak sedikit pernikahan dini disebabkan “kecelakaan” yang tidak disengaja akibat pergaulan yang tidak terkontrol.Dampaknya mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan dengan menikah secara dini. Untuk menutupi aib keluarga, tidak ada jalan lain kecuali menikahkan mereka secara dini.

d. Keluarga cerai (broken home)

22

http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-pernikahan-dini.html di unduh pada tanggal 11Februari 2014 pukul 12.00 WIB

23


(11)

Banyak anak-anak korban perceraian terpaksa menikah secara dini karena berbagai alasan, misalnya tekanan ekonomi, untuk meringankan beban orangtua tunggal, membantu keluarga, mendapatkan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup, dan sebagainya.

e. Daya tarik fisik

Faktor lain yang sering mendorong terjadinya pernikahan dini adalah daya tarik fisik. Banyak remaja yang terjerumus ke dalam pernikahan karena daya tarik fisik.

2.3.Keluarga

Definisi Keluarga

Definisi keluarga menurut Bailon dan Maglaya adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena adanya hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga yang saling berintegrasi satu sama lain dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan

suatu budaya.24Keluarga adalah lembaga/unit kemasyarakatan yang terkecil dan yang

terpenting di dunia ini.25 Pada umumnya keluarga dimulai dengan perkawinan laki-laki dan

perempuan dewasa. Pada tahap ini, relasi yang terjadi berupa relasi suami-istri. Ketika anak petama lahir munculah bentuk relasi yang baru, yaitu relasi orangtua-anak. Ketika anak

berikutnya lahir muncul lagi bentuk relasi yang lain yaitu sibling (saudara sekandung). Ketiga

macam relasi tersebut merupakan bentuk relasi yang pokok dalam sebuah keluarga inti.26

Unit paling dasar dari sebuah kehidupan disebut keluarga, yang terbentuk melalui suatu pernikahan yang sah. Keluarga merupakan dasar pembentuk utama struktur sosial yang lebih luas, dengan pengertian bahwa lembaga-lembaga lainnya bergantung pada eksistensinya. Secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan alat untuk perantara masyarakat yang lebih luas. Kegagalan yang terjadi dalam keluarga, bisa menyebabkan

tujuan masyarakat yang lebih besar tidak akan tercapai secara tepat guna.27

Fungsi Keluarga

Menurut Nasrul Effendy, ada 3 fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarganya,28

adalah:

a) Asih, Adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan kepada

anggota keluarganya sehingga memungkinkan mereka tumbuh berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.

24

Zaidin Ali, Pengantar keperawatan keluarga (Jakarta: Penerbit buku kedokteran, 2010), hal. 5

25

Mesach Krisetya, Konseling Pernikahan & keluarga, ( Diktat), (Salatiga: UKSW, 1999), hal 26

26

Sri Lestari, Psikologi keluarga (Prenada media Group, 2005), hal. 9

27

William J. Goode, Sosiologi Keluarga (Jakarta: Bina Aksara, 1983), hal. 3-5

28

Nasrul Effendy, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, ( Jakarta: Penerbit buku kedokteran,1997), hal 36


(12)

b) Asuh, adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

c) Asah, adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

Kunci bagi kelanggengan perkawinan adalah keberhasilan melakukan penyesuaian diantara pasangan. Menurut Glenn dalam bukunya Sri Lestari, terdapat tiga indikator bagi

proses penyesuaian yakni konflik, komunikasi, dan berbagi tugas rumah tangga29. Semuanya

saling terkait satu sama lain. Komunikasi yang positif merupakan salah satu komponen dalam melakukan resolusi konflik. Dalam masalah penyesuaian, pelaksanaan kewajiban keluarga juga menjadi salah satu indikasi bagi keberhasilan penyesuaian pasangan suami istri dalam kehidupan berkeluarga.

Keluarga Kristen

Allah menetapkan keluarga menjadi pusat kehidupan manusia secara utuh, karena dalam keluargalah setiap orang dibentuk untuk menjadi seseorang yang diproses sesuai dengan cara Tuhan untuk menggenapi rencana Tuhan terhadap setiap makluk ciptaan-Nya yang diciptakan sesuai dengan gambar diri-Nya. Bagi seorang Kristen yang menikah, sesamanya yang terutama adalah pasangannya, sedangkan sebagai pasangan suami-istri

sesamanya yang terutama adalah anak-anaknya.30

Dalam pembentukan keluarga Kristen, kesadaran akan tanggung jawab seseorang sebagai perpanjangan tangan Allah dalam pembentukan tatanan dunia yang teratur, damai dan sejahtera menjadi peranan yang sangat menentukan. Membangun keluarga berati membangun komunitas cinta.Persekutuan pribadi antara suami-isteri, orangtua-anak, sanak-saudara, didasarkan pada cinta kasih.Entah sekecil apapun dalam keluarga yang menyangkut masalah komunikasi, persatuan seksual, pendidikan anak, pengaturan ekonomi keluarga, dan keterlibatan keluarga dalam masyarakat. Setiap keluarga Kristen dibangun dari pribadi yang bertanggung jawab kepada Allah sebagai alat pembentukan tatanan dunia yang teratur, damai dan sejahtera.

29

Sri Lestari, PSIKOLOGI KELUARGA penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga ( Jakarta: Kencana Predana Media Grup, 2012) hal 10

30


(13)

2.4.Gereja

Definisi Gereja

Gereja adalah persekutuan orang beriman.31Dalam Perjanjian Baru, kata yang dipakai

untuk menyebutkan persekutuan orang beriman adalah Ekklesia, diartikan sebagai umat Allah

yang terpanggil keluar untuk tujuan khusus dan pasti. Gereja dalam Perjanjian Lama

ditempatkan dalam sejarah keselamatan bangsa Israel.32 Walaupun dalam Perjanjian Baru

jelas bahwa gereja mula-mula tidak melihat keberadaannya sebagai kelanjutan dari bangsa dan agama Yahudi. Namun karya keselamatan Allah yang diwujudnyatakan dalam Gereja sudah mulai dilaksanakan dalam sejarah bangsa Israel. Secara teologis gereja adalah tubuh Kristus dimana Kristus adalah kepala dan gereja adalah anggota tubuhNya. Gereja ada karena

Kristus sendiri yang memanggil.33

Gereja memiliki tiga tugas panggilan yaitu: a. Koinonia (persekutuan)

Koinonia adalah tugas menyatakan persekutuan atau persatuan sebagai umat didalam Yesus Kristus. Kita harus bersekutu dengan saling melayani dan membantu satu dengan yang lain. Persekutuan itu adalah tindakan menghadirkan kasih Kristus dalam kehidupan kita lewat ibadah dan persekutuan lainnya.

b. Diakonia (pelayanan)

Diakonia adalah pelayanan yang dilakukan kepada sesama didalam maupun diluar kehidupan bergereja, karena kita tidak dapat menutup mata terhadap realitas diluar kehidupan bergereja.

c. Marturia (kesaksian)

Marturia adalah penjelasan atas perbuatan kita yang bersekutu dan melayani. Tidak melakukan Kristenisasi dalam arti memaksa orang lain untuk mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat tetapi dibalik semua tindakan itu, ada kasih Tuhan Yesus Kristus

pada manusia.34

Tugas Panggilan itu memiliki tiga segi: keesaan, kesaksian, dan pelayanan dalam kasih serta usaha untuk menegakan keadilan

a) Pertama, tugas panggilan gereja mengharuskan gereja hidup berpadanan dengan Injil dan berdiri dalam satu Roh, dan mengharuskan gereja-gereja sebagai satu tubuh, sehati,sepikir

31

G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 359.

32

Ibid., 12.

33

T. Jacobs S.J. Dinamika Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hal 12-13.

34


(14)

berjuang untuk iman yang ditimbulkan oleh berita Injil, dan mengharuskan mereka saling memahami, memperhatikan, dan melayani demi kepentingan bersama (Flp. 1:27; 2:4; 1 Kor. 12:27).

b) Kedua, tugas panggilan gereja adalah menyampaikan Injil Yesus Kristus, yaitu Injil perdamaian yang adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan dan memperdamaikan segala sesuatu dengan Allah (Rm. 1:16-17; Kol. 1:20).

c) Ketiga, tugas panggilan gereja pun mengharuskan gereja memerangi segala penyakit,

kelemahan, dan ketidakadilan dalam masyarakat.35

Ministry (pelayanan) dari gereja adalah apa yang dilakukan oleh gereja untuk memperlengkapi dirinya bagi pelaksanaan misinya. Pelayanan terdiri dari tiga komponen yaitu ibadah dan pemeliharaan spiritual, pendidikan dan pemuridan, dan kasih satu sama lain.36

Gereja dan Keluarga

Berbicara mengenai hubungan gereja dan keluarga, dalam dokumen comunione e

comunità nella chiesa domestica mengatakan bahwa hubungan gereja dan keluarga adalah relasi timbal balik, dan juga melindungi serta menyempurnakan dirinya sendiri. Gereja memanggil semua keluarga Kristiani, untuk ikut ambil bagian sebagai subjek yang aktif dan bertanggung jawab dalam misi penyelamatannya sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pasangan suami-istri dan keluarga merupakan gereja domestik, yaitu suatu komunitas

yang diselamatkan dan yang menyelamatkan.37Keluarga Kristen adalah gereja domestik,

dimana setiap anggota mengalami karya dan kehadiran Allah. Keluarga menjadi tempat dimana gereja hidup dan menghidupkan.

Melalui pernikahan, suami istri telah menjadi satu, yakni “satu daging”, dan menjadi tanda nyata cinta Kristus kepada gereja-Nya. Maka panggilan hidup suami istri adalah panggilan kepada persekutuan: Apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan

manusia38.Keluarga merupakan bagian dari gereja, dengan demikian keluarga Kristiani

bersama-sama membangun gereja, Disitu ada beberapa kebenaran dengan mengatakan bahwa gereja berasal dari keluarga.Itu berarti gereja mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan keluarga. Sebagaimana tugas dan panggilan gereja dalam hal ini pelayanan

35

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Sidang Raya XII PGI Jayapura 21-30 Oktober 1994, LIMA

DOKUMEN KEESAAN GEREJA PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA, (Jakarta, BPK

Gunung Mulia 1996) hal. 9-10

36

David R. Ray, Gereja Yang Hidup : ide-ide segar menjadikan iabadah yang lebih indah, ( Jakarta, BPK Gunung mulia 2009), hal 55

37

Maurice Eminyan, SJ, Teologi Keluarga (Jogja: Kanisius, 2001), hal. 217

38


(15)

(diakonia).Menurut Alkitab, diakonia mencakup semua pekerjaan pelayanan jemaat:

pemberitaan, kegiatan melengkapi, pengawasan dan pelayanan belas kasihan39. Dengan

demikian, gereja mendorong dan membimbing keluarga Kristen dalam pelayanan cinta kasih, sehingga mampu meneladan dan menghidupkan secara nyata cinta kasih, serah diri, serta

pengorbanan, cinta kasih Tuhan Yesus demi segenap umat manusia.40

Pelayanan yang dilakukan oleh gereja adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh gereja untuk memperlengkapi dirinya sendiri bagi pelaksanaan misinya di muka bumi ini, termasuk hubungannya dengan kehidupan jemaat yang paling kecil dalam hal ini keluarga. Oleh karena itu setiap bentuk permasalahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga menjadi tanggung jawab gereja untuk melihat dan menanggapi permasalahan tersebut dan berusaha membantu keluarga untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan keluarganya.

III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Gamnyial merupakan salah satu anak desa dari kecamatan Sahu Timur kabupaten

Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Desa Gamnyial sendiri diapit oleh desa Hoku-Hoku Gam di sebelah Selatan dan Desa Cempaka sebelah Utara. Agama yang dianut oleh warga desa Gamnyial adalah Agama Kristen namun ada yang Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Kristen Kalvari. Sebagian besar warga desa Gamnyial menganut agama Kristen Protestan. Sebagian besar profesi masyarakat desa Gamnyial adalah petani. 20 % sisanya adalah PNS dan pekerjaan yang lain.

3.1.1.Sejarah GMIH Christianoi Gamnyial 41

Dalam hubungan dengan pelayanan terhadap jemaat, hal itu tidak dapat dipisahkan

dari jemaat GMIH Silo Tibobo sebagai jemaat induk yang saat itu terdiri dari warga jemaat Tibobo, Hoku-Hoku Gam dan Gamnyial. Gamnyial dikala itu terdiri dari 28 KK dengan jumlah jiwa kurang lebih 78 orang. Untuk memperpendek rentang kendali pelayanan maka masyarakat Desa Gamnyial berkeinginan membentuk jemaat baru. Setelah dikoordinasikan dengan jemaat induk kemudian disampaikan kepada Majelis Pekerja Wilayah (MPW) Sahu untuk dipertimbangkan maka pada tanggal 27 Oktober 1989 masyarakat Desa Gamnyial dinyatakan telah memenuhi syarat untuk membentuk jemaat baru/sendiri dengan Pejabat Sementara Penatua. Yulius Rambing (almarhum) dibantu oleh 6 orang majelis.

39

A. Noordegraaf, ORIENTASI DIAKONIA GEREJA :Teologi dalam Perspektif Reeformasi, (Jakarta : Gunung Mulia, 2004) hal 125

40

Maurice Eminyan, hal 218

41


(16)

1. Penatua. Daniel Kasiang sebagai Sekretaris

2. Syamas. Marthen Rabo sebagai Bendahara

3. Penatua. Bartholomius Katty sebagai Ketua Bidang Kaum Bapa

4. Syamas.Yosika Guit sebagai Ketua Bidang Kaum Wanita

5. Syamas. Yopi Uny sebagai Ketua Bidang Sekolah Minggu Remaja

6. Syamas Onya Katty

Sarana ibadah yang digunakan adalah rumah adat namun hal ini hanya berlangsung 1 bulan. Kemudian pada tanggal 27 November 1989 warga jemaat membangun sebuah gedung Gereja darurat bersamaan dengan program pelayanan pemuda Lingpel 6-7 Jemaat Eben-Haezer Ternate dan Gereja tersebut ditabiskan oleh Majelis Pekerja Wilayah (MPW) Sahu pada tanggal 27 Desember 1989 dengan nama Antiokia pada tahun 1992. Majelis Pekerja Wilayah Sahu mengangkat Penginjil Zet Nyike sebagai Ketua Jemaat pertama dan dengan demikian Penatua Yulius Rambing kembali pada posisi Majelis Jemaat. Seiring dengan perkembangan jemaat maka penggunaan gedung Gereja saat itu pun tidak bertahan lama karena selain tak dapat menampung warga jemaat yang terus bertambah juga tidak sesuai dengan perkembangan saat itu, kondisi ini mendorong Ketua Jemaat menghimpun segala potensi jemaat untuk membangun sebuah gedung Gereja yang bersifat permanen. Warga jemaat menyambut positif gagasan ini, maka pembangunan gedung Gereja pun mulai dilaksanakan. Karena kebutuhan pelayanan Majelis Pekerja Wilayah (MPW) Sahu memutasikan Guru Zet Nyike ke Jemaat Ngaon dan mengangkat Pejabat Sementara yakni Penatua Daniel Kasiang. Pada tanggal 3 Desember 1995 vikaris A. Garedja ditahbiskan di jemaat Antiokia sekaligus ditetapkan sebagai Ketua Jemaat kedua. Pembangunan gedung Gereja pun dilanjutkan oleh beliau. Akhirnya pada tanggal 15 November 1997 gedung Gereja tersebut ditahbiskan oleh Majelis Pekerja Sinode (MPS) GMIH Tobelo bersamaan dengan Sidang Sinode di wilayah Sahu Jemaat Elim Balisoan. Selanjutnya Pdt. A. Garedja dimutasikan ke Jemaat Ngaon dan digantikan oleh Pdt, A. Kapuangan dan mengakhiri jabatannya sebagai Pimpinan Jemaat Christianoi Gamnyial dan digantikan oleh Pdt. l. Humune, S.Si pada bulan Agustus 2012 sampai sekarang.

Jemaaat Christianoi Gamnyial terdiri dari orang asli daerah dan juga pendatang dari luar daerah. Mereka datang dan tinggal menetap di jemaat ini karena berbagai faktor, seperti pernikahan, tuntutan pekerjaan, dan juga berdagang. Tingkat pendidikan jemaat pun beragam. Mulai pendidikan tertinggi sarjana dan diploma, tamatan SMA dan SMP bahkan


(17)

sebagian besar jemaat hanya sampai tamat SD. Sebagian besar profesi warga jemaat adalah petani, disamping itu juga ada yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Masalah-Masalah yang di Alami Pasangan yang Menikah Muda

Dalam kehidupan berkeluarga, setiap pasangan tentu memiliki permasalahan yang

terjadi didalam kehidupan keluarga mereka setelah menikah. Tidak terkecuali pasangan yang menikah muda. pasti ada permasalahan yang terjadi dalam kehidupan mereka karena dilihat dari segi kematangan psikologisnya yang belum siap. Belum mampu untuk menangani masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan mereka sebagai pasangan suami istri. Pada jemaat Christianoi Gamnyial yang merupakan Wilayah penelitian dari peneliti, hampir sebagian besar pasangan yang menikah muda masih berumur dibawah 17 tahun dan sudah memasuki tahun kedua dan ketiga dalam menjalani kehidupan keluarga mereka. Faktor-faktor yang menyebabkan mereka menikah muda, paling banyak karena hamil dluar nikah, ketika sampai pada kehidupan keluarga mereka, ada masalah- masalah yang terjadi dalam kehidupan pernikahan pasangan yang menikah muda yang akan diidentifikasi dibawah ini. a. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Di jemaat GMIH Cristianoy Gamnyial sendiri didapati bahwa banyak terjadi permasalahan dalam kehidupan setiap keluarga tetapi yang paling sering terjadi pada kehidupan keluarga pasangan yang menikah muda, salah satunya adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau yang disingkat KDRT. KDRT ini banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat desa Gamnyial, terlebih khusus pasangan yang menikah muda.

Pada pengumpulan data melalui teknik Focus Group Discussion (FGD) dengan

pasangan yang menikah muda, ditemukan ada beberapa penyebab dari KDRT sendiri antara lain karena dalam lingkungan kehidupan keluarga mereka muncul rasa kecemburuan sosial,

dan kebebasan yang dkekang oleh pasangan baik suami maupun istri.42 Di satu sisi dari pihak

suami mau hidup bebas seperti pada kebanyakan remaja atau pemuda yang lain yang belum berkeluarga, tetapi dari pihak istri mau supaya pasangan suami istri itu menyadari bahwa mereka sudah memiliki keluarga jadi tidak boleh lagi untuk bebas seperti kebanyakan teman-teman yang sebaya yang terkadang tidak pada hal-hal yang positif tetapi lebih kearah yang negatif. Kekhawatiran istri dari pasangan yang menikah muda sangat wajar. Menurut hasil data observasi yang dilakukan peneliti dengan mengamati kehidupan pasangan yang menikah

42

Data diperoleh dari FGD dengan pasangan usia muda, yang dilaksanakan di GMIH Christianoi Gamnyial pada hari Minggu, 27 Desember 2014, pukul 12.00 WIT.


(18)

muda ini, dilihat dari realita pergaulannya peneliti mendapati perilaku dari pria atau suami pasangan yang menikah muda di jemaat Cristianoy Gamnyial yaitu :

1. kebanyakan pria atau suami pasangan yang menikah muda ini menjadi pecandu

alkohol atau minum-minuman keras karena dipengaruhi oleh teman-temannya.

2. Sering berbuat onar tidak hanya di tempat tinggalnya tetapi juga sering mencari

masalah di desa tetangga.

3. Kurang memberikan perhatian atau lebih cenderung tidak perduli terhadap

keluarganya.

Sebagai contoh masalah yang paling sering terjadi dalam kehidupan pasangan yang menikah muda adalah kebiasaan pulang malam sambil mabuk-mabukan. Sang suami seringkali pulang larut malam bahkan sampai pagi, ketika sampai di rumah istri menegur kenapa harus pulang malam dan juga tercium bau minuman keras. Karena tidak terima dengan teguran istri yang akhirnya menyebabkan timbul kekerasan diantara pasangan suami istri baik dalam bentuk kata-kata maupun dengan menggunakan benda-benda yang ada disekelilingnya. Kebanyakan yang menjadi korban tindak kekerasan adalah istri. Mereka lebih memilih pasrah menerima perlakuan dari sang suami yang kebanyakan pada saat melakukan tindak kekerasan, sang suami dipengaruhi oleh minuman keras.

Di sini menurut peneliti, dari data yang didapat di lapangan ternyata tidak sesuai

dengan salah satu fungsi pokok dari keluarga yaitu Asih menurut Efendy.43 Sesama anggota

keluarga perlu memberikan rasa perhatian dan rasa kasih sayang kepada anggota keluarga yang lain sesuai dengan kebutuhannya masing-masing terlebih khusus suami dan istri. Tidak ada sikap penuh cinta kasih yang ditunjukan oleh pasangan suami istri menikah muda ini. Dari pandangan keluarga Kristen sendiri membangun keluarga berarti membangun komunitas cinta kasih tidak dengan kekerasan. Perlu adanya kesadaran anggota keluarga akan tanggung jawab mengatur dan membangun persekutuan yang baik dan membangun iman dalam rumah tangga, saling mengerti dan menghargai peran sebagai suami dan istri dan juga menciptakan suasana yang aman dan damai dalam lingkungan keluarga. Data yang ditemukan di lapangan ialah sering terjadi konflik antar suami istri yang disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang terjalin antara pasangan suami istri ini dan juga tidak saling mendengarkan, sehingga menyebabkan perbedaan pendapat diantara keduanya baik suami maupun istri. Hal ini tidak

43

Nasrul Effendy, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, ( Jakarta: Penerbit buku kedokteran,1997), hal 36


(19)

sesuai dengan tiga indikator bagi proses penyesuaian pasangan dari Glen.44 Salah satu indikator adalah tentang membangun komunikasi. Perlu adanya komunikasi yang baik dan positif antara pasangan suami istri dalam mencari solusi terhadap permasalahan atau konflik dalam keluarga. Dengan komunikasi yang terbuka antara anggota keluarga, maka akan terbina saling pengertian, mana-mana yang baik perlu dipertahankan dan dikembangkan, dan

mana-mana yang tidak baik perlu dihindarkan.45

b. Masalah Ekonomi

Masalah yang banyak dialami keluarga pasangan yang menikah muda adalah masalah

ekonomi keluarga.Dari teknik pengumpulan dataFocus Group Discussion (FGD) dengan

pasangan yang menikah muda, hampir sebagian besar pasangan yang menikah muda ini tidak memiliki pekerjaan tetap karena masih tinggal dengan orangtua dari laki-laki ataupun

orangtua dari perempuan.46 Secara otomatis kehidupan ekonomi keluarga pasangan yang

menikah muda ini pun masih di atur orangtua. Bagi yang suaminya sudah memiliki pekerjaan yang tetap masalahnya adalah mereka belum mampu mengatur keuangan, sehingga sering menimbulkan masalah antara suami dan istri karena pengeluaran lebih besar daripada pendapatan yang diterima suami. Disamping itu, orangtua juga sering terlibat dalam kehidupan keluarga. Pasangan suami istri ini tidak diberikan kesempatan untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri tetapi lebih kepada mendengarkan dan mengikuti pendapat orangtuanya masing-masing.

Salah satu fungsi penting dari lembaga perkawinan adalah memenuhi kebutuhan

ekonomis.47 Menurut peneliti dari data diatas belum terlihat atau tidak memiliki kecocokan

dengan teori bahwa suami istri berperan dalam hal pemberian nafkah, mengatur keuangan rumah tangga karena masih dalam pengaturan orangtua. Suami atau istri mempunyai peranan penting dalam hal pemberian nafkah. Sebagai pasangan yang sudah membina sebuah pernikahan dan berdiri sebagai keluarga yang mandiri harus juga memenuhi kebutuhan keluarganya secara mandiri. Selain itu juga bagaimana suami atau istri mampu mengatur dan membuat perencanaan serta penerapan dalam mengatur keuangan sehingga kebutuhan dari keluarga bisa terpenuhi dengan baik. Seseorang yang telah berani membentuk keluarga

44

Sri Lestari, PSIKOLOGI KELUARGA penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga ( Jakarta: Kencana Predana Media Grup, 2012) hal 10

45

Bimo Walgito, hal 58.

46

Data diperoleh dari FGD dengan pasangan usia muda, yang dilaksanakan di GMIH Christianoi Gamnyial pada hari Minggu, 27 Desember 2013, pukul 12.00 WIT.

47

Samuel Patty, Pengantar antropologi Agama, (Diktat), ( Salatiga : fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, 1999), hal 23-24


(20)

melalui perkawinan, segala tanggung jawab dalam hal menghidupi keluarga itu terletak pada

pasangan tersebut bukan pada orang lain, termasuk orangtua.48

c. Masalah Membangun Relasi

Masalah membangun relasi dengan kehidupan sekitar keluarga pasangan yang menikah muda ini menjadi suatu permasalahan yang sering dialami pasangan yang menikah muda di jemaat Cristianoy Gamnyial. Bagi pasangan yang menikah muda, sangat sulit untuk membangun relasi dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pasangan usia muda dalam hal ini sang suami (I.H), dia mengatakan bahwa penyebab dari permasalahan membangun relasi ini karena status mereka yang bisa dikatakan masih terlalu

dini untuk menikah sehingga sulit untuk membangun relasi dengan lingkungan sekitar.49

Disamping itu kebanyakan pasangan yang menikah muda ini karena terjadi “kecelakaan”,

sehingga menjadi buah bibir dan menimbulkan pandangan yang negatif bagi keluarga yang menikah muda dalam kehidupan masyarakat terlebih khusus di jemaat. Hal ini yang menyebabkan sering terjadi konflik antara keluarga pasangan yang menikah muda dengan tetangga di sekitar mereka.

Menurut teori tentang keluarga yang dikemukakan oleh Krisetya, keluarga adalah

lembaga/unit kemasyarakatan yang terkecil dan yang terpenting di dunia ini.50 Jadi

pembentukan masyarakat awal dimulai dari keluarga. Secara otomatis masyarakat dan keluarga sangat berhubungan erat dan juga saling melengkapi untuk memenuhi tatanan sosial yang baik artinya harus membangun relasi yang baik dengan masyarakat disekitar tempat tinggal mereka. Ketika melihat data bahwa pasangan yang menikah muda ini kesulitan membangun relasi dengan lingkungan sekitar karena belum memahami hubungan keluarga dengan masyarakat, menurut peneliti perlu adanya penambahan dari lima fungsi penting dari

lembaga perkawinan yang dikemukakan Samuel Patty.51 Yang harus ditambahkan adalah

fungsi sosialisasi. Artinya dengan adanya perkawinan, itu berarti ada pembentukan masyarakat yang baru dalam lingkungan sosial. Menyadari pentingnya keluarga dengan masyarakat yang tidak bisa terlepas satu sama lain, penting bagi suami dan istri berkewajiban membangun hubungan baik dengan lingkungan sekitar demi mewujudkan sebuah keharmonisan dalam sebuah struktur kehidupan masyarakat. Hal ini juga didukung oleh

48

Bimo Walgito hal 30

49

Hasil wawancara dengan salah satu pasangan menikah muda saudara I. H pada hari Senin 28 Desember 2013, pukul 13.00 WIT

50

Mesach Krisetya, Konseling Pernikahan & keluarga, ( Diktat), (Salatiga: UKSW, 1999), hal 26

51

Samuel Patty, Pengantar antropologi Agama, (Diktat), ( Salatiga : fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana, 1999), hal 23-24


(21)

pandangan keluarga Kristen, yaitu keluarga tidak hanya dibentuk untuk membangun relasi dengan Tuhan saja tapi bagaimana itu juga diwujudkan dalam kehidupan yaitu membangun relasi atau hubungan dengan sesama yang ada disekitar kehidupan mereka.

Tanggapan Gereja Terhadap Permasalahan Pasangan yang Menikah Muda

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir setiap tahunnya di Jemaat Christianoi

Gamnyial pasti ada pasangan yang menikah muda. Untuk Tahun 2013 saja ada 6 pasangan yang menikah, 3 pasangan menikah muda masing-masing umur 16 tahun, dan 2 lagi pasangan yang berusia 17 tahun. Sedangkan 3 lagi pasangan yang menikah masing-masing umur 23, 26, dan 30 tahun. Pelayanan yang dilakukan oleh gereja pada umumnya dalam bentuk seperti pelayanan kategorial mulai dari anak-anak (sekolah minggu), remaja, pemuda, persekutuan

kaum bapak, persekutuan kaum ibu, dan persekutuan lingkungan pelayanan (Lingpel).52

Untuk masalah pernikahan, dalam pelaksanaannya GMIH Christianoi Gamnyial melihat ini

sebagai bagian dari salah satu tugas gereja yaitu pelayanan (diakonia). Bentuk pelayanan

yang diberikan gereja kepada pasangan suami-istri yang menikah muda dimulai dari awal yaitu katekisasi sebelum pernikahan atau yang lebih dikenal dengan sebutan penggembalaan. Kalau dilihat, bentuk katekisasi yang dilakukan oleh gereja belum maksimal. Proses pelaksanaan katekisasi yang dilakukan kepada pasangan yang akan menikah dilaksanakan 1 hari sebelum acara pernikahan waktunya 1-2 jam. Materi yang diberikan kepada pasangan yang akan menikah berupa nasihat-nasihat agar selalu menjaga pernikahan dengan baik dan bagaimana pasangan ini pada saat acara di gereja nanti seperti bagaimana nanti posisi mereka

pada saat duduk dan pemberkatan.53 Jadi lebih kepada persiapan teknis saat pelaksanaan

upacara pernikahan. Dengan demikian tidak ada kurikulum atau materi yang sudah dirancang dengan baik dan sistematis. Misalnya tentang hakikat pernikahan Kristen secara biblis, fungsi pernikahan, peran suami istri, cara menghadapi masalah-masalah keluarga secara Kristiani, dan lain-lain. Bagi pasangan menikah muda sendiri apa yang diberikan gereja melalui proses katekisasi hanya sekedar diterima sebagai bagian dari acara pernikahan bukan sebagai pedoman Kristiani yang diterapkan dalam kehidupan keluarga mereka. Menurut data yang

didapat Focus Group Discussion (FGD) dengan pasangan yang menikah muda, ketika

ditanya apakah mereka masih ingat dengan apa yang disampaikan pada saat katekisasi, hampir semua pasangan yang menikah muda mengatakan bahwa mereka lupa dengan apa

52

Wawancara dengan Pdt I. C.H. H. pada hari senin 15 desember 2013 pukul 10.00 WIT.

53


(22)

yang disampaikan oleh pendeta ataupun majelis pada saat katekisasi pernikahan atau

pengembalaan.54 Hal tersebut dikarenakan tidak ada pegangan tertulis yang pasti.

Ketika pasangan yang menikah muda ini masuk dalam kehidupan keluarga tidak ada pelayanan khusus yang diberikan kepada mereka. Pelayanan yang dilakukan oleh gereja kepada pasangan yang menikah muda sama dengan yang dilakukan bagi setiap keluarga yaitu perkunjungan akhir tahun. Perkunjungan ini merupakan evaluasi gereja terhadap pelayanan selama setahun dan dilaksanakan pada bulan Desember. Para majelis dan pendeta selama satu minggu berkunjung ke rumah-rumah jemaat setiap lingkungan pelayanan (Lingpel), dan disitu keluarga diminta untuk menceritakan permasalahan kehidupan mereka kemudian

didoakan bersama.55 Bagi pasangan yang menikah muda, hal itu belum cukup untuk dapat

menyelesaikan konflik dalam kehidupan mereka karena konflik ini akan tetap berkelanjutan. Dalam perkunjungan yang dilakukan gereja itu, tidak ada percakapan antara pendeta maupun majelis dengan keluarga tentang permasalahan yang dialami keluarga dan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian, sangat diperlukan adanya bimbingan dari gereja untuk keluarga pasangan yang menikah muda ini.

Di sini peneliti mencoba menganalisa melihat dari tugas panggilan gereja yaitu

Koinonia, Diakonia, Marturia yang dalam hal ini penekanannya ada pada Diakonia. Diakonia adalah pelayanan yang dilakukan kepada sesama didalam atau diluar kehidupan

bergereja, karena kita tidak dapat menutup mata terhadap realita diluar kehidupan gereja.56

Realita kehidupan yang mendapat perhatian gereja adalah realita kehidupan pasangan yang menikah muda. Kebanyakan penyebab banyak yang menikah muda di jemaat Cristianoy Gamnyial karena “kecelakaan” (sudah hamil sebelum menikah). Hal ini sesuai dengan teori

dari Surbakti.57 Pasangan yang menikah muda bisa dikatakan masih dalam tahap

pengembangan karakter yang tentunya membutuhkan bimbingan untuk bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga yang baik, bagaimana memahami peran masing-masing baik suami maupun istri serta cara penanganan konflik. Tapi dari data yang didapat, gereja masih belum maksimal untuk membantu keluarga dalam hal ini pasangan usia muda sebagai bagian yang paling kecil dari dalam persekutuan jemaat menyelesaikan konflik atau masalah yang terjadi dalam kehidupan keluarganya. Tidak ada solusi yang tepat yang diberikan gereja untuk penyelesaian konflik dalam kehidupan keluarga pasangan yang menikah muda ini.

54

.Data diperoleh dari FGD dengan pasangan usia muda, yang dilaksanakan di GMIH Christianoi Gamnyial pada hari Minggu, 27 Desember 2014, pukul 12.00 WIT.

55

Wawancara dengan majelis jemaat Syamas J.L pada hari selasa 16 desember 2013 pukul 11.00 WIT

56

Dien Sumiyatiningsih, dkk, Teladan kehidupan 3 (Yogyakarta: Andi, 2006), 19-20.

57


(23)

Seharusnya gereja bisa memberikan pelayanan secara menyeluruh mulai dari katekisasi pernikahan yang menekankan pada pemahaman tentang bagaimana pernikahan Kristen itu dijalani, hal-hal apa yang harus dilakukan ketika masuk dalam kehidupan rumah tangga. Dengan demikian betul-betul pasangan yang menikah muda ini ketika masuk ke dalam realita kehidupan pernikahan, mereka mampu membangun kehidupan keluarga yang berlandaskan cinta kasih kristiani. Seharusnya pelayanan gereja tidak hanya sampai di situ, namun juga tetap membantu pasangan yang menikah muda ini terutama ketika dalam kehidupan rumah tangga mereka terjadi konflik. Gereja perlu bersama-sama dengan keluarga mencari solusi atau jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Tingkat Keaktifan Keluarga dalam Kegiatan di Gereja

Dalam kehidupan spiritualitas jemaat Cristianoi Gamnyial, gereja melihat perlu

adanya pembaharuan dalam membangun spiritualitas jemaat terutama dalam keluarga. Keadaan ini dilihat dari tingkat kehadiran didalam ibadah baik ibadah minggu maupun ibadah

kategorial dalam lingkungan pelayanan.58 Keluarga merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari gereja, penyebabnya adalah sejak awal keluarga kurang menyadari pentingnya sebuah persekutuan dalam artian dari segi rohani. Dari data observasi yang peneliti dapat di lapangan, proses sosialisasi untuk pengembangan spiritualitas dari dalam keluarga sangat minim karena kesibukan baik suami maupun istri yang sebagian besar berprofesi sebagai petani. Tempat kerja atau lahan dari warga jemaat tidak berada di seputaran desa tetapi mereka harus naik kendaraan baik motor maupun mobil dengan menempuh perjalanan sekitar 10 sampai 15 menit untuk sampai ke tempat pekerjaan. Mereka bekerja dari jam 7 pagi, dan pulangnya sampai jam 5 sore, karena kelelahan mereka langsung beristirahat sehingga tidak ada waktu cukup untuk berkumpul bersama keluarga apalagi mengadakan persekutuan keluarga kecuali hari minggu.

Kurang aktifnya pelayanan dari gereja untuk melihat hal ini sebagai sebuah

permasalahan bagi persekutuan gereja juga berdampak pada tingkat spiritualitas keluarga, yakni meningkatkan relasi dengan Tuhan dan melakukan kehendak Nya, maupun relasi kristiani dengan sesama anggota keluarga. Sejak gereja mulai dibentuk, gereja secara tidak langsung sudah menanamkan pemahaman bahwa gereja hanya sebagai sarana untuk mendengarkan Firman Tuhan, tetapi ketika mereka pulang ke rumah masing-masing, hal itu menjadi tanggung jawab pribadi-pribadi keluarga tersebut. Ketika hari minggu pendeta hanya menyampaikan khotbah, tetapi setelah itu ketika jemaat kembali ke rumah tangga

58


(24)

masing dengan permasalahan masing-masing, tidak ada tindakan lanjutan yang dilakukan gereja untuk merealisasikan apa yang sudah disampaikan. Selain itu, kurang adanya keterlibatan setiap aggota keluarga yang ada di jemaat untuk ambil bagian dalam pelayanan, karena gereja kurang merangkul jemaat untuk berpartisipasi dalam hal pelayanan terlebih

secara khusus mengundang dan melibatkan pasangan yang menikah muda. Dari Focus Group

Discussion (FGD) dengan pasangan yang menikah muda, hal yang didapat adalah mereka kurang berpartisipasi aktif dalam organisasi gereja, karena gereja lebih melibatkan pasangan

yang sudah lama menikah dibanding dengan melibatkan mereka.59 Akhirnya muncul rasa

kurang percaya diri dan apatis sehingga mereka tidak mau untuk berpartisipasi dalam setiap pelayanan dan keorganisasian gereja. Banyak yang lebih memilih untuk lebih baik diam di rumah daripada harus terlibat dalam organisasi dan pelayanan gerejawi.

Hal ini menyebabkan jemaat hanya memandang kebaktian-kebaktian bukan sebagai

sarana yang membangun iman dan spiritualitas mereka, tetapi lebih kepada sebuah rutinitas yang dapat diikuti kapan saja, bahkan terserah mereka mau ikut atau tidak. Begitu pula dalam membangun sisi kerohanian anak-anak mereka,dalam hal ini orangtua hanya menyerahkan pembangunan spiritual anak kepada lembaga yang ada di gereja, misalnya pada pelayananSekolah Minggu. Tetapi keluargatidak pernah memberikan kelanjutan pengajaran pada saat anak-anak sudah pulang ke rumah. Ketika ibadah anak-anak atau Sekolah Minggu dilaksanakan, apakah mereka mau pergi atau tidak, tidak pernah diperhatikan oleh orangtua mereka. Ketika anak-anak ini besar dan menikah, hal atau pola seperti ini juga yang diterapkan dalam keluarga mereka. Begitu pula dengan keaktifan di bidang kategorial yang lain, seperti persekutuan remaja, pemuda, persekutuan kaum bapa, persekutuan kaum ibu, dan ibadah rumah tangga. Misalnya kebaktian hari minggu, sering terjadi ketika istri sudah masuk ibadah maka suami tidak ikut ibadah, alasannya karena setidaknya ada salah satu yang pergi gereja sehingga berkat yang didapat dari gereja ada dalam keluarga. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan atau observasi yang dilakukan peneliti, waktu peneliti mengikuti kebaktian hari minggu di jemaat Christianoi Gamnyial. Saat kebaktian hari minggu kebanyakan yang hadir hanya para istri dari pasangan muda, sedangkan para laki-laki atau suami mereka sangat sedikit yang hadir.

Menurut pendapat peneliti, seharusnya gereja tidak hanya sekedar hadir dalam

pelayanan sebagai suatu rutinitas peribadatan saja, tetapi gereja juga hadir dalam realita kehidupan jemaat serta menolong jemaat ketika mereka masing-masing masuk dalam

59

Data diperoleh dari FGD dengan pasangan usia muda, yang dilaksanakan di GMIH Christianoi Gamnyial pada hari Minggu, 27 Desember 2014, pukul 12.00 WIT.


(25)

lingkungan kehidupan sehari-hari sebagai sebuah keluarga. Gereja perlu mengevaluasi pelayanan yang dilakukan selama ini, dimana gereja harus mampu secara rutin membimbing anggota jemaat ketika mereka kembali ke dalam kehidupan keluarga untuk memberdayakan, menolong dan saling menciptakan rasa cinta kasih dalam kehidupan keluarga dengan mengadakan pelayanan secara berkelanjutan. Dari hasil observasi yang peneliti lakukan, terlihat gereja kurang peduli dan menyentuh sampai kepada realita kehidupan jemaat, dalam artian membangun spritualitas jemaat. Gembala jemaat selama ini bersikap acuh tak acuh terhadap perkembangan spritualitas anggota jemaatnya, meskipun diakui sekarang sudah

mulai ada perubahan.60 Perubahan yang dimaksud ialah sedikit perlu adanya tindakan nyata

yang dilakukan gereja terhadap jemaat sehingga ada perubahan yang berarti dalam kehidupan mereka setiap hari dalam menumbuhkan iman spiritualitas setiap anggota keluarganya masing-masing. Disamping itu, gereja juga perlu merangkul jemaat untuk terlibat dalam pelayanan dan organisasi gereja tanpa memandang usia pernikahan.

Rangkuman

Dari hasil data dan analisa yang sudah diungkapkan diatas, masalah-masalah yang

terjadi didalam kehidupan pernikahan pasangan usia muda di jemaat Christianoi Gamnyial adalah masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), masalah ekonomi, masalah membangun relasi, dan masalah pengembangan spiritualitas keluarga. Hal ini karena sejak awal pasangan usia muda kurang diberikan bimbingan sebagai persiapan ketika nanti mereka menjalani pernikahan dan berkeluarga. Dalam proses awal katekisasi saja, peranan gereja hanya sebatas sekedar masukan untuk ketika memasuki acara pernikahan. Selebihnya tidak ada. Pasangan usia muda sangat rentan terhadap permasalahan yang terjadi dalam keluarga karena dilihat dari segi psikologis mereka belum bisa dikatakan sudah matang atau dewasa dan sudah siap untuk berkeluarga. Maka perlu adanya bimbingan untuk mengarahkan mereka untuk mengerti dan memahami hakikat pernikahan itu sendiri, bagaimana menangani konflik ketika hidup berkeluarga, bagaimana hidup sebagai keluarga Kristen dan bagaimana saling menghormati peran baik suami maupun istri didalam kehidupan berkeluarga.

Ketika memasuki kehidupan keluarga, tentu tidak terlepas dari permasalahan atau

konflik dalam keluarga, apalagi untuk pasangan yang menikah muda yang masih dalam tahap perkembangan karakter. Tentu cara mereka menangani masalah berbeda dengan pasangan yang sudah bisa dikatakan siap untuk menikah.

60


(26)

Keluarga juga sering disebut sebagai “Gereja Mini”. Keluarga merupakan sekolah

pertama hidup Kristen dan hidup bersama.61 Oleh karena itu gereja perlu memberikan

pelayanan dan menjadikan keluarga pasangan yang menikah muda ini mengerti dan memahami pernikahan maupun kehidupan keluarga Kristen yang baik. Keluarga Kristen harus mampu berdiri sendiri sebagai satu kesatuan, suami maupun istri dan juga anak-anak dalam hubungan kasih yang saling terkait satu sama lain.

Pelayanan yang dilakukan oleh gereja juga harus melihat tingkat spiritualitas dari

tiap-tiap individu dari jemaat terlebih khusus keluarga. Peningkatan spiritualitas keluarga sangat diperlukan guna menunjang kehidupan rohani anggota keluarga, maupun untuk pelayanan gereja dalam memberikan kesaksian melalui keseharian kehidupan jemaat yaitu dengan cara melibatkan setiap warga jemaat untuk ambil bagian dan berperan aktif dalam organisasi dan pelayanan gereja. Gereja tidak boleh membuat perbedaan dalam hal pelayanan. Sehingga setiap warga jemaat akan merasa terpanggil untuk menjadi bagian dalam perkembangan gereja ke depan. Keluarga juga dapat mengembangkan kehidupan spiritualitasnya di lingkungan masyarakat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tugas dan panggilan gereja terutama di

bidang pelayanan atau diakonia, perlu dilakukan secara menyeluruh termasuk kepada

pasangan usia muda. Tidak hanya sebagai bagian pemenuhan kehidupan rohani jemaat ketika pada kebaktian saja, tetapi juga menolong permasalahan-permasalahan aktual yang dihadapi keluarga Kristen.

61


(27)

IV. REFLEKSI TEOLOGIS

Pernikahan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari dalam alur hidup

manusia. Berdasarkan pengertiannya, pernikahan merupakan persekutuan hidup antara laki-laki dan perempuan membentuk hidup bersama. Dalam Alkitab, mulai dari kisah penciptaan konsep pernikahan sudah ada. Pernikahan merupakan bagian dari rencana Allah terhadap manusia dan juga terhadap dunia. Allah memberkati manusia dan menyuruh manusia untuk semakin berkembang. Seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian 1:27-28 :

“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Allah sendiri yang turut campur tangan dalam mengatur hubungan laki-laki atau pun perempuan untuk semakin bertambah banyak dan beranak cucu. Dari ayat diatas sudah seharusnya gereja memainkan perannya sebagai mitra kerja Allah melihat bahwa pernikahan sebagai janji ikatan antara Allah dan manusia yang perlu dijaga sebagai satu keutuhan, maka tugas dan tanggung jawab gereja untuk membimbing dan menuntun setiap pasangan suami istri untuk mengerti dan melaksanakan hakikat dari pernikahan itu sendiri.

Tujuan pernikahan ialah membentuk sebuah keluarga baru yang terpisah dari orangtuanya. dalam Matius 19:5 :

“Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu

dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging”

Dari ayat tersebut terungkap bahwa ketika laki-laki sudah keluar dari dalam lingkungan orangtuanya dan bersatu dengan perempuan yang menjadi istrinya, dia sudah membentuk sebuah keluarga yang baru. Tidak ada lagi campur tangan dari orangtua, laki-laki tidak lagi menggantungkan kehidupan batinnya kepada orangtua karena dia sudah menjadi bagian dari suatu kehidupan yang baru, yang dalam kehidupan masyarakat menjadi suatu bagian yang baru. Apapun yang terjadi dalam kehidupan keluarganya, itu merupakan tanggung jawabnya bersama istri untuk membentuk sebuah keluarga yang penuh cinta kasih.

Dalam kehidupan berkeluarga khususnya menjadi sebuah keluarga Kristen, menjalani kehidupan rumah tangga bukan persoalan biasa. Tentu banyak dihadapkan dengan segala permasalahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga. Setiap permasalahan yang dialami


(28)

tentu memiliki jalan keluar dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi tinggal bagaimana saling memahami peran masing-masing. Sebagai suami istri Kristen, yang menjadi kuncinya adalah saling menghormati dan mengasihi satu sama lain seperti yang terlihat pada Efesus 5:33 :

“Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti

dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya. “

Dari kutipan ayat diatas yang dikehendaki adalah supaya ada usaha saling menghargai dan menghormati peran masing-masing dalam membangun suatu hubungan yang baik antara suami maupun istri. Peran masing-masing pada hakikatnya sama. Disamping itu juga perlu membangun komunikasi yang baik diantara pasangan dan anggota keluarga. Gereja perlu memberikan pelayanan kepada keluarga untuk bisa memahami tugas dan tanggung jawabnya, membantu keluarga untuk menemukan solusi dalam permasalahan yang dihadapi dan juga memberikan bimbingan dalam hal pengembangan spritualitas. Banyak keluarga yang gagal karena gereja lepas tanggung jawab.

Gereja sebagai perpanjangan tangan Allah di dunia adalah terus melakukan pelayanan tidak hanya pada saat peribadatan saja, tetapi turun dan terlibat dalam realita yang terjadi di jemaat seperti apa, sehingga bisa melakukan pelayanan kepada warga jemaat dalam hal ini keluarga dengan tepat. Gereja seharusnya menempatkan diri sebagai Gembala yang memperhatikan setiap dombanya seperti yang tertulis dalam Lukas 15:4-5 :

"Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira,”

Dengan demikian gereja perlu sadar akan tugas dan panggilannya sebagai gembala yang mampu merangkul setiap jemaat untuk ikut terlibat dalam pelayanan di gereja, tidak hanya berupa khotbah-khotbah di mimbar, tetapi mampu untuk membantu jemaat dalam membangun spiritualitasnya dalam kehidupan setiap hari baik dalam kehidupan dalam keluarga maupun maupun kehidupan dengan lingkungan sekitar.


(29)

V.PENUTUP 5.1. Kesimpulan

 Pasangan yang menikah muda di Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH) Jemaat

Christianoi Gamnyial memiliki beberapa masalah yang dialami dalam kehidupan pernikahan mereka. Permasalahan itu dapat didentifikasi, terutama pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), masalah ekonomi, masalah pengembangan spiritualitas, dan juga masalah membangun relasi dengan anak-anak mereka dan dengan kehidupan masyarakat di sekitar mereka. Hal-hal ini terjadi antara lain karena pasangan yang menikah muda ini belum dewasa dan tidak diberikan pembekalan atau pembinaan dari gereja yang memadai tentang pernikahan Kristen yang baik. Katekisasi yang memadai sebelum pernikahan pada realitanya belum dilakukan oleh GMIH Christianoi Gamnyial.

 Tindakan atau tanggapan yang diberikan gereja dalam permasalahan yang dialami

pasangan yang menikah muda, bisa dikatakan belum maksimal sesuai dengan harapan dan permasalahan yang dihadapi. Pelayanan yang dilakukan gereja untuk keluarga hanya pada saat perkunjungan akhir tahun. Berdasarkan respon dari pasangan yang menikah muda, pelayanan yang dilakukan gereja dianggap belum cukup untuk menangani dan menyelesaikan konflik dalam kehidupan rumah tangga pasangan yang menikah muda.

 Berkaitan dengan pelayanan yang dilakukan gereja maupun tingkat perkembangan

spritualitas jemaat GMIH Christianoi Gamnyial, ditemukan bahwa gereja kurang memberikan perhatian kepada perkembangan spiritualitas jemaat, sehingga tingkat kehadiran mereka dalam peribadatan baik hari minggu maupun ibadah-ibadah kategorial sangat kurang. Jemaat memandang ibadah hanya sebatas rutinitas bukan tempat untuk menumbuhkan iman dan spiritualitas. Demikian pula, pasangan yang menikah muda kurang dilibatkan dalam organisasi jemaat, terutama beberapa pelayanan yang dilakukan jemaat.

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran dan masukan berhubungan dengan tanggapan gereja terhadap permasalahan pasangan yang menikah muda di GMIH Christianoi Gamnyial.

1) Saran kepada GMIH Christianoi Gamnyial

 GMIH Christianoi Gamnyial perlu lebih meningkatkan pelayanan sesuai dengan tugas


(30)

pasangan yang menikah muda, melalui penyampaian materi-materi yang relevan agar mereka dapat memahami makna pernikahan Kristen, sekaligus dapat mengatasi masalah perkembangan dan konflik keluarga secara kristiani.

 Gereja perlu membuat perkunjungan pastoral kepada pasangan yang menikah muda

tidak hanya perkunjungan akhir tahun. Bentuk pelayanan yang diberikan juga tidak hanya sekedar mendengarkan, tapi gereja perlu mencoba memberikan pengarahan, pemberdayaan, dan membantu pasangan yang menikah muda untuk menyelesaikan permasalahannya dengan baik.

 GMIH Christianoi Gamnyial juga perlu melakukan pelayanan kepada setiap keluarga

sesuai dengan prinsip keluarga sebagai “Gereja Mini”. Sebagai bagian dari gereja, keluarga muda perlu dilibatkan dalam organisasi gereja dan pelayanan yang dilakukan jemaat, misalnya dalam ibadah-ibadah kategorial, tujuannya untuk semakin menumbuhkan iman spiritualitas jemaat.

2) Saran kepada pasangan yang menikah muda dan jemaat

 Perlu adanya kesadaran diri dari pasangan yang menikah muda bahwa ketika mereka

sudah mengambil keputusan menikah, suami istri sudah mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya dalam semua aspek. Saling mengerti dan memahami fungsi dan peran masing-masing, serta menciptakan suasana yang penuh cinta kasih dalam keluarga adalah komitmen yang utama.

 Pasangan yang menikah muda perlu lebih mengungkapkan aktifitas dan peran serta

mereka dalam pelayanan jemaat. Tidak usah menunggu ajakan pemimpin jemaat. Hal ini akan meningkatkan spiritualitas mereka dan juga kehadiran mereka dalam ibadah, dan membawa diri sebagai keluarga Kristen yang baik di tengah masyarakat.


(31)

Daftar Pustaka

Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Data Jemaat GMIH Christianoi Gamnyial (PDF).

Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Dien Sumiyatiningsih, dkk. (2006). Teladan Kehidupan 3. Yogyakarta: Andi.

Duan, Y. (2003). Keluarga Kristiani: Kabar Gembira Bagi Milenium Ketiga. Yogyakarta:

Kanisius.

Effendy, N. (1997). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran.

Eminyan, M. (2001). Teologi Keluarga. Jogjakarta: Kanisius.

Goode, W. J. (1983). Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bina Aksara.

Hadiwardoyo. (1990). Purwa, Moral dan Masalahnya. Jogjakarta: Kanisius.

J, T. J. (1990). Dinamika Gereja. Jogjakarta: Kanisius.

Keuskupan Agung Semarang. (2007). Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga. Jogjakarta:

Kanisius.

Krisetya, M. (1999). Konseling Pernikahan & Keluarga. Salatiga: UKSW.

Krueger, R. A. (1998). Focus Groups: a Practical Guiede For Applied Research. Newburg

Park Calif: Sage Publications.

Lempp, W. (1964). Tafsiran Kejadian (1:1-4:26). Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Lestari, S. (2005). Psikologi Keluarga. Prenada Media Group.

Lestari, S. (2012). PSIKOLOGI KELUARGA Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik

dalam Keluarga. Jakarta: Kencana Predana Media Group .


(1)

IV. REFLEKSI TEOLOGIS

Pernikahan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari dalam alur hidup manusia. Berdasarkan pengertiannya, pernikahan merupakan persekutuan hidup antara laki-laki dan perempuan membentuk hidup bersama. Dalam Alkitab, mulai dari kisah penciptaan konsep pernikahan sudah ada. Pernikahan merupakan bagian dari rencana Allah terhadap manusia dan juga terhadap dunia. Allah memberkati manusia dan menyuruh manusia untuk semakin berkembang. Seperti yang tertulis dalam Kitab Kejadian 1:27-28 :

“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Allah sendiri yang turut campur tangan dalam mengatur hubungan laki-laki atau pun perempuan untuk semakin bertambah banyak dan beranak cucu. Dari ayat diatas sudah seharusnya gereja memainkan perannya sebagai mitra kerja Allah melihat bahwa pernikahan sebagai janji ikatan antara Allah dan manusia yang perlu dijaga sebagai satu keutuhan, maka tugas dan tanggung jawab gereja untuk membimbing dan menuntun setiap pasangan suami istri untuk mengerti dan melaksanakan hakikat dari pernikahan itu sendiri.

Tujuan pernikahan ialah membentuk sebuah keluarga baru yang terpisah dari orangtuanya. dalam Matius 19:5 :

“Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging”

Dari ayat tersebut terungkap bahwa ketika laki-laki sudah keluar dari dalam lingkungan orangtuanya dan bersatu dengan perempuan yang menjadi istrinya, dia sudah membentuk sebuah keluarga yang baru. Tidak ada lagi campur tangan dari orangtua, laki-laki tidak lagi menggantungkan kehidupan batinnya kepada orangtua karena dia sudah menjadi bagian dari suatu kehidupan yang baru, yang dalam kehidupan masyarakat menjadi suatu bagian yang baru. Apapun yang terjadi dalam kehidupan keluarganya, itu merupakan


(2)

tentu memiliki jalan keluar dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi tinggal bagaimana saling memahami peran masing-masing. Sebagai suami istri Kristen, yang menjadi kuncinya adalah saling menghormati dan mengasihi satu sama lain seperti yang terlihat pada Efesus 5:33 :

“Bagaimanapun juga, bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah isterimu seperti dirimu sendiri dan isteri hendaklah menghormati suaminya. “

Dari kutipan ayat diatas yang dikehendaki adalah supaya ada usaha saling menghargai dan menghormati peran masing-masing dalam membangun suatu hubungan yang baik antara suami maupun istri. Peran masing-masing pada hakikatnya sama. Disamping itu juga perlu membangun komunikasi yang baik diantara pasangan dan anggota keluarga. Gereja perlu memberikan pelayanan kepada keluarga untuk bisa memahami tugas dan tanggung jawabnya, membantu keluarga untuk menemukan solusi dalam permasalahan yang dihadapi dan juga memberikan bimbingan dalam hal pengembangan spritualitas. Banyak keluarga yang gagal karena gereja lepas tanggung jawab.

Gereja sebagai perpanjangan tangan Allah di dunia adalah terus melakukan pelayanan tidak hanya pada saat peribadatan saja, tetapi turun dan terlibat dalam realita yang terjadi di jemaat seperti apa, sehingga bisa melakukan pelayanan kepada warga jemaat dalam hal ini keluarga dengan tepat. Gereja seharusnya menempatkan diri sebagai Gembala yang memperhatikan setiap dombanya seperti yang tertulis dalam Lukas 15:4-5 :

"Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Dan kalau ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira,”

Dengan demikian gereja perlu sadar akan tugas dan panggilannya sebagai gembala yang mampu merangkul setiap jemaat untuk ikut terlibat dalam pelayanan di gereja, tidak hanya berupa khotbah-khotbah di mimbar, tetapi mampu untuk membantu jemaat dalam membangun spiritualitasnya dalam kehidupan setiap hari baik dalam kehidupan dalam keluarga maupun maupun kehidupan dengan lingkungan sekitar.


(3)

V.PENUTUP 5.1. Kesimpulan

 Pasangan yang menikah muda di Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH) Jemaat Christianoi Gamnyial memiliki beberapa masalah yang dialami dalam kehidupan pernikahan mereka. Permasalahan itu dapat didentifikasi, terutama pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), masalah ekonomi, masalah pengembangan spiritualitas, dan juga masalah membangun relasi dengan anak-anak mereka dan dengan kehidupan masyarakat di sekitar mereka. Hal-hal ini terjadi antara lain karena pasangan yang menikah muda ini belum dewasa dan tidak diberikan pembekalan atau pembinaan dari gereja yang memadai tentang pernikahan Kristen yang baik. Katekisasi yang memadai sebelum pernikahan pada realitanya belum dilakukan oleh GMIH Christianoi Gamnyial.  Tindakan atau tanggapan yang diberikan gereja dalam permasalahan yang dialami

pasangan yang menikah muda, bisa dikatakan belum maksimal sesuai dengan harapan dan permasalahan yang dihadapi. Pelayanan yang dilakukan gereja untuk keluarga hanya pada saat perkunjungan akhir tahun. Berdasarkan respon dari pasangan yang menikah muda, pelayanan yang dilakukan gereja dianggap belum cukup untuk menangani dan menyelesaikan konflik dalam kehidupan rumah tangga pasangan yang menikah muda.  Berkaitan dengan pelayanan yang dilakukan gereja maupun tingkat perkembangan

spritualitas jemaat GMIH Christianoi Gamnyial, ditemukan bahwa gereja kurang memberikan perhatian kepada perkembangan spiritualitas jemaat, sehingga tingkat kehadiran mereka dalam peribadatan baik hari minggu maupun ibadah-ibadah kategorial sangat kurang. Jemaat memandang ibadah hanya sebatas rutinitas bukan tempat untuk menumbuhkan iman dan spiritualitas. Demikian pula, pasangan yang menikah muda kurang dilibatkan dalam organisasi jemaat, terutama beberapa pelayanan yang dilakukan jemaat.

5.2. Saran

Dari hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran dan masukan berhubungan dengan tanggapan gereja terhadap permasalahan pasangan yang menikah muda di GMIH Christianoi


(4)

pasangan yang menikah muda, melalui penyampaian materi-materi yang relevan agar mereka dapat memahami makna pernikahan Kristen, sekaligus dapat mengatasi masalah perkembangan dan konflik keluarga secara kristiani.

 Gereja perlu membuat perkunjungan pastoral kepada pasangan yang menikah muda tidak hanya perkunjungan akhir tahun. Bentuk pelayanan yang diberikan juga tidak hanya sekedar mendengarkan, tapi gereja perlu mencoba memberikan pengarahan, pemberdayaan, dan membantu pasangan yang menikah muda untuk menyelesaikan permasalahannya dengan baik.

 GMIH Christianoi Gamnyial juga perlu melakukan pelayanan kepada setiap keluarga sesuai dengan prinsip keluarga sebagai “Gereja Mini”. Sebagai bagian dari gereja, keluarga muda perlu dilibatkan dalam organisasi gereja dan pelayanan yang dilakukan jemaat, misalnya dalam ibadah-ibadah kategorial, tujuannya untuk semakin menumbuhkan iman spiritualitas jemaat.

2) Saran kepada pasangan yang menikah muda dan jemaat

 Perlu adanya kesadaran diri dari pasangan yang menikah muda bahwa ketika mereka sudah mengambil keputusan menikah, suami istri sudah mempunyai tanggung jawab terhadap keluarganya dalam semua aspek. Saling mengerti dan memahami fungsi dan peran masing-masing, serta menciptakan suasana yang penuh cinta kasih dalam keluarga adalah komitmen yang utama.

 Pasangan yang menikah muda perlu lebih mengungkapkan aktifitas dan peran serta mereka dalam pelayanan jemaat. Tidak usah menunggu ajakan pemimpin jemaat. Hal ini akan meningkatkan spiritualitas mereka dan juga kehadiran mereka dalam ibadah, dan membawa diri sebagai keluarga Kristen yang baik di tengah masyarakat.


(5)

Daftar Pustaka

Ali, Z. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Data Jemaat GMIH Christianoi Gamnyial (PDF).

Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Dien Sumiyatiningsih, dkk. (2006). Teladan Kehidupan 3. Yogyakarta: Andi.

Duan, Y. (2003). Keluarga Kristiani: Kabar Gembira Bagi Milenium Ketiga. Yogyakarta: Kanisius.

Effendy, N. (1997). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Eminyan, M. (2001). Teologi Keluarga. Jogjakarta: Kanisius.

Goode, W. J. (1983). Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bina Aksara.

Hadiwardoyo. (1990). Purwa, Moral dan Masalahnya. Jogjakarta: Kanisius.

J, T. J. (1990). Dinamika Gereja. Jogjakarta: Kanisius.

Keuskupan Agung Semarang. (2007). Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga. Jogjakarta: Kanisius.

Krisetya, M. (1999). Konseling Pernikahan & Keluarga. Salatiga: UKSW.

Krueger, R. A. (1998). Focus Groups: a Practical Guiede For Applied Research. Newburg Park Calif: Sage Publications.

Lempp, W. (1964). Tafsiran Kejadian (1:1-4:26). Jakarta: BPK Gunung Mulia.


(6)

Noordegraaf, A. (2004). ORIENTASI DIAKONIA GEREJA: Teologi dalam Perspektif Reformasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Patty, S. (1999). Pengantar Antropologi Agama. Salatiga: Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Sidang Raya XII PGI Jayapura 21-30 Oktober 1994. (1996). LIMA DOKUMEN KEESAAN GEREJA PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Poerwadarminta, W. J. (1976). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Prakoso, D., & Mustika, I. K. (1987). Azas-Azas Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta:Bina aksara.

Ray, D. R. (2009). Gereja Yang Hidup: ide-ide segar menjadikan ibadah yang lebih indah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Rychard, & Lynn. (2008). Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

SH, A. (1986). Status Perkawinan Antar Agama. Jakarta: PT Dian Rakyat.

Surbakti, E. (2008). Sudah Siapkah Menikah? Jakarta: PT Elex Media Kolputindo.

Suryabarata, S. (1998). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tjandrarini, K. (2004). Bimbingan Konseling Keluarga (Terapi Keluarga). Salatiga: Widya Sari Press.

Walgito, B. (2004). Bimbingan & Konseling Perkawinan. Jogjakarta: Andi.

Refrensi dari Internet:

Perwakilan BKKBN Provinsi Maluku Utara. (2012). Retrieved September 28, 2013, from Hasil Pendataan Keluarga di Provinsi Maluku Utara: http://malut.bkkbn.go.id/data/Documents/HASIL%20PK%202012%20(paparan).pdf

Psychologymania. (2012). Retrieved Februari 11, 2014, from Pengertian Pernikahan Dini: http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-pernikahan-dini.html