“Pembelajaran apresiasi prosa fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada siswa kelas VB SDN 08 Metro Timur TP 2012/2013”.

(1)

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia ke arah pendewasaan. Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan yang terdapat dalam Undang- undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pasal 4 ayat 5 tertulis bahwa pendidikan diselengggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Untuk mengembangkan ketiga aspek budaya tersebut, keterampilan berbahasa khususnya Bahasa Indonesia sangat berpengaruh dalam menyalurkan pesan atau informasi dalam dunia pendidikan (Sisdiknas, 2011: 7).

Bahasa Indonesia sudah diperkenalkan sejak dini, karena Bahasa Indonesia memiliki fungsi yang penting terutama dalam hal berkomunikasi antara satu


(3)

dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kushartanti dkk, (2007: 3) yakni bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk dipergunakan oleh para anggota kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.

Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD) dilaksanakan dalam rangka pembinaan dan mengembangkan empat aspek keterampilan dasar berbahasa yang meliputi; keterampilan berbicara, menyimak, menulis dan membaca. Keempat keterampilan tersebut bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada tingkat keterampilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang (Mulyati, 2007: 1.8). Dalam proses pembelajaran, empat aspek tersebut sebaiknya disampaikan secara seimbang. Sesuai dengan pendapat Resmini (2006: 31) bahwa keempat aspek tersebut sebaiknya mendapatkan porsi yang seimbang.

Dalam hal ini dua dari empat keterampilan yang perlu dipahami adalah keterampilan membaca dan keterampilan menulis, karena dalam penelitian ini tujuan utama nya adalah melatih dan mengedepankan keterampilan membaca dan menulis. Tujuan dari keterampilan membaca adalah memperlancar siswa untuk mengubah lambang-lambang tertulis menjadi bunyi bermakna dan akhirnya dapat memahami isi wacana sedangkan keterampilan menulis bertujuan untuk menyampaikan gagasan, perasaan atau informasi dalam bentuk tulisan. Sedangkan hubungan dari keterampilan membaca dan menulis bahwa membaca


(4)

dan menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif. Seseorang menulis guna menyampaikan gagasan, perasaan atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, seseorang dapat memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut (Mulyati, 2007: 1.22).

Salah satu materi dalam pelajaran Bahasa Indonesia di kelas tinggi yang berkaitan dengan keterampilan membaca dan menulis adalah mengapresiasikan prosa fiksi, pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi (APF) di sekolah dasar khususnya di kelas tinggi sudah diarahkan dalam menentukan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya dan pemahaman siswa terhadap cerita tersebut sehingga mampu menceritakan kembali cerita yang telah dibaca dengan bahasa mereka sendiri. Namun unsur-unsur dan pemahaman tersebut masih kurang maksimal dipelajari oleh siswa disebabkan guru yang masih belum terampil dalam memilih pendekatan yang tepat dan sesuai tujuan materi yang diajarkan.

Berdasarkan hasil observasi dengan guru kelas VB SDN 08 Metro Timur dan melakukan studi dokumentasi hasil belajar keterampilan membaca dan menulis dalam materi APF yang dilakukan peneliti di kelas VB SDN 08 Metro Timur, siswa mengalami kesulitan dalam mengapresiasikan prosa fiksi seperti menentukan unsur-unsur prosa fiksi berupa penokohan, latar, alur cerita, amanat,menentukan tema dan juga kurangnya pemahaman terhadap isi cerita, sehingga berpengaruh dalam hasil belajar yang diperoleh siswa. Hal tersebut terlihat dari hasil belajar yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 65. Adapun hasil belajar siswa dalam


(5)

mengapresiasikan prosa fiksi tercatat bahwa 22 siswa dari 32 siswa (68.75%) mendapat nilai <65, yang berarti belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan sebanyak 10 orang siswa (31,25%) mendapat nilai >65, sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa SDN 08 Metro Timur khususnya pelajaran Bahasa Indonesia pada materi APF belum berhasil.

Belum tercapainya KKM tersebut disebabkan: (1) guru sering menyampaikan materi Apresiasi Prosa Fiksi menggunakan metode ceramah dan tanya jawab lalu di akhiri dengan penugasan sehingga pembelajaran masih bersifat monoton, (2) siswa kurang dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran oleh guru secara maksimal, rendahnya aktivitas siswa dapat terlihat dari kurangnya perhatian siswa terhadap guru saat menjelaskan materi, siswa kurang berani bertanya, berpendapat dan memberi gagasan, (3) siswa kurang menyadari pentingnya pembelajaran APF dalam setiap prosa fiksi yag mereka ketahui sehingga siswa sulit menentukan unsur-unsur yang ada dalam prosa fiksi tersebut, (4) guru belum menggunakan pendekatan pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC dalam memberikan materi APF sehingga perlu adanya inovasi baru yang dapat mengurangi pembelajaran yang monoton, kurang inovatif, dan kurang menyenangkan bagi siswa.

Seorang guru memerankan dirinya dalam pelajaran bahasa Indonesia adalah sebagai pengelola pembelajaran dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar khususnya keterampilan membaca dan menulis dalam


(6)

materi APF. Maka dari itu peneliti yang bekerja sama dengan guru memilih mengadakan perbaikan pembelajaran, peneliti, dan guru memilih pendekatan yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan selain itu mampu meningkatkan rasa solidaritas dan keberanian dalam diri siswa adalah pendekatan Cooperative Learning. Seperti yang dikatakan oleh Lie (dalam Isjoni 2007: 16) yang menyebutkan bahwa Cooperative Learning dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, Cooperative Learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya 4-6 orang.

Cooperative Learning memiliki banyak tipe diantaranya adalah Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Menurut Slavin (2005: 200) bahwa CIRC membuat penggunaan waktu tindak lanjut menjadi lebih efektif, para siswa yang bekerja dalam tim-tim Cooperative dari kegiatan-kegiatan ini, yang di koordinasikan dengan pengajaran kelompok membaca, supaya dapat memenuhi tujuan-tujuan dalam bidang lain seperti pemahaman membaca, kosa kata, pembacaan pesan, dan ejaan. Selanjutnya pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC memiki kelebihan yaitu: (1) CIRC sangat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam soal menyelesaikan masalah; (2) Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang; (3) Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena


(7)

bekerja dalam kelompok; (4) Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya; (5) Membantu siswa yang lemah; (6) Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam soal yang berbentuk pemecahan masalah menurut Slavin (dalam Suyatno 2009: 6).

Berdasarkan uraian di atas peneliti mengangkat judul “Pembelajaran apresiasi prosa fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada siswa kelas VB SDN 08 Metro Timur TP 2012/2013”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perlu diidentifikasi permasalahan yang ada, diantaranya.

1. Aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran bahasa Indonesia dalam aspek keterampilan mengapresiasikan prosa fiksi masih rendah.

2. Siswa mengalami permasalahan dalam keterampilan membaca dan menulis. 3. Rendahnya hasil belajar siswa yang diperoleh dalam pembelajaran APF yaitu

22 (68,75%) siswa masih dibawah KKM. 4. Pembelajaran masih didominasi oleh guru.

5. Siswa kurang menyadari pentingnya pembelajaran APF.

6. Guru belum menerapkan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dalam pembelajaran di kelas.


(8)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran APF melalui Pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC kelas VB SDN 08 Metro Timur TP 2012/2013?

2. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran APF melalui Pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC kelas VB SDN 08 Metro Timur TP 2012/2013?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tindakan ini adalah:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran APF melalui pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC kelas VB SDN 08 Metro Timur TP 2012/2013.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran APF melalui

pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC kelas VB SDN 08 Metro Timur TP 2012/2013.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapakan bermanfaat bagi: 1. Bagi siswa,


(9)

Dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran APF meliputi bertanya, berpendapat dan memberi gagasan melalui penerapan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC.

2. Bagi Guru,

Dapat menambah wawasan dan pengalaman guru dalam menerapkan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC secara tepat.

3. Bagi Sekolah,

Dapat menjadi acuan untuk mengoptimalkan pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di SDN 08 Metro Timur TP 2012/2013.

4. Bagi Peneliti,

Dapat menambah wawasan tentang penelitian tindakan kelas dan menambah pengetahuan tentang pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC, agar kelak dapat menjadi seorang guru yang professional.


(10)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Bahasa Indonesia

1. Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia merupakan bahasa kesatuan masyarakat Indonesia yang digunakan untuk memudahkan komunikasi antara seseorang dengan orang lain.

Kurikulum KTSP (2006) menyebutkan bahwa pembelajaran bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Dalam kurikulum KTSP, siswa harus menguasai batas minimal kompetensi yang diharapkan. Hal ini telah dirancang dalam standar kompetensi. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi siswa untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional dan global. Ruang lingkup pembelajaran Bahasa Indonesia adalah siswa akan diajari empat keterampilan berbahasa yang merupakan caturtunggal keterampilan berbahasa yang saling terkait dan berhubungan.

KTSP (dalam Permendiknas, 2006: 7) tertera bahwa jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit. Alokasi waktu pada mata pelajaran bahasa Indonesia setiap minggunya adalah 5 jam pelajaran.


(11)

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia berperan penting untuk perkembangan siswa, baik dalam hal intelektual, spiritual, maupun emosional. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa dituntut untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan KTSP. Pembelajaran bahasa Indonesia di SD mencakup empat keterampilan berbahasa yaitu yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Empat keterampilan berbahasa tersebut ialah, mendengarkan, menyimak, berbicara dan menulis. Pembelajaran bahasa Indonesia diberikan dengan alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit dan alokasi waktu mata pelajaran bahasa Indonesia setiap minggunya adalah 5 jam pelajaran.

2. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD bertujuan untuk mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa alamiah. Kemampuan berbahasa Indonesia berarti siswa terampil menggunakan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. KTSP (2006) menyebutkan bahwa pembelajaran bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.

Proses pembelajaran Bahasa Indonesia di SD harus bertumpu ke siswa sebagai subjek belajar. Materi pembelajaran Bahasa Indonesia di SD terintegrasi dengan penggunaan Bahasa Indonesia dewasa ini. Pembelajaran diarahkan ke pemakaian sehari-hari baik lisan maupun tulis, pemakaian Bahasa Indonesia tersebut diantaranya melalui wacana tulis dan lisan.


(12)

Wacana tulis berkembang melalui buku pengetahuan, surat kabar, iklan, persuratan. Sedangkan wacana lisan berkembang melalui percakapan sehari-hari, radio, televisi, pidato, dan sebagainya. Dengan begitu, siswa mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dapat mengikuti zamannya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia di SD memiliki tujuan yang penting yaitu mempersiapkan siswa dalam melakukan interaksi sehingga siswa dituntut untuk terampil dalam berbahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki berbagai materi pelajaran yang dapat berupa lisan maupun tulisan.

3. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD bertujuan agar peserta didik memiliki beberapa kemampuan. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 tahun 2006 bahwa tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah menumbuhkan kemampuan sebagai berikut.

1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara

3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan

4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial

5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa

6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangkan kemampuan yang


(13)

berkomunikasi, menghargai, pemahaman, penggunaan Bahasa Indonesia, menikmati karya sastra, dan menghargai sastra Indonesia.

4. Manfaat Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD memiliki nilai strategis karena pada jenjang pertama inilah pertama kalinya pengajaran Bahasa Indonesia dilaksanakan secara berencana dan terarah. Kesempatan ini dapat mempengaruhi manfaat dari pembelajaran Bahasa Indonesia untuk guru yaitu dapat meningkatkan keterampilan berbahasa para siswanya, menumbuhkan rasa memiliki, mencintai, bangga akan Bahasa Indonesia pada diri siswanya dan yang terakhir dapat menanamkan pengetahuan dasar Bahasa Indonesia. Sedangkan manfaat untuk siswa adalah mendapatkan bekal yang mantap untuk mengembangkan dirinya dalam pendidikan berikutnya dan hidup bermasyarakat. Dalam bidang pengetahuan siswa memiliki pemahaman dasar-dasar kebahasaan terutama bahasa baku. Dalam bidang afektif siswa harus diarahkan agar mempunyai sikap positif terhadap Bahasa Indonesia, (Macky dalam Tarigan, 2008: 21).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat pembelajaran Bahasa Indonesia sangatlah penting bagi siswa dan guru. Hal itu dapat dilihat bahwa dengan adanya pembelajaran Bahasa Indonesia guru dapat meningkatkan keterampilan siswa, bangga akan Bahasa Indonesia, dan menanamkan pengetahuan Bahasa Indonesia sedangkan untuk siswa dapat terlihat dari bidang pengetahuan dan afektif siswa.


(14)

5. Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia

Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

1. Mendengarkan 2. Berbicara 3. Membaca 4. Menulis.

Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dasar (SD) dilaksanakan dalan rangka pembinaan dan mengembangkan empat aspek keterampilan dasar berbahasa yang meliputi; keterampilan berbicara, menyimak, menulis dan membaca. Keempat keterampilan tersebut bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada tingkat keterampilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang (Mulyati, 2007: 1.8).

Dari Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki empat aspek meliputi berbicara, menyimak, menulis, dan membaca. Empat aspek tersebut harus diberikan dalam porsi yang seimbang.


(15)

B. Apresiasi Sastra

1. Pengertian Apresiasi

Apresiasi merupakan salah satu kegiatan cipta sastra anak yang seharusnya sudah dapat dipelajari dikelas tinggi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia apresiasi berarti kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya, penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu (KBBI, 2007: 46). Sebenarnya dalam kaitannya dengan karya sastra, apresiasi adalah kegiatan mengenal karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra (Wardhani :1980).

Apresiasi sastra dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu apresiasi yang bersifat reseptif dan produktif. Apresiasi reseptif menekankan pada penikmatan, sedangkan apresiasi produktif menekankan kepada proses kreatif dan penciptaan. Dalam hubungannya dengan apresiasi produktif, pengapresiasi dituntut menghasilkan karya sastra yang dapat berupa puisi, prosa, drama, pementasan, karya sastra, dan esai. Dalam karya sastra bentuk prosa, seperti dongeng, cerpen, novel, roman dapat dinikmati dengan cara membaca buku atau dengan cara menyimak tatkala karya itu diperdengarkan atau dibaca orang lain. Akan tetapi, puisi sebagai performance arts pada umumnya tidak bisa dinikmati dengan baik tanpa dibaca dengan suara nyaring.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan apresiasi sastra anak adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sebagai hasil pengenalan, pemahaman, penafsiran, penghayatan, dan penikmatan yang


(16)

didukung oleh kepekaan batin terhadap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Hal yang harus diperhatikan juga dalam apresiasi adalah menumbuhkan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.

2. Pengertian Prosa Fiksi

Prosa berarti karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa, bukan dalam bentuk puisi atau drama, tiap baris dimulai dari margin kiri penuh sampai ke margin kanan. Prosa dalam pengertian ini tidak hanya terbatas pada tulisan yang digolongkan dalam karya sastra, melainkan juga berbagai karya nonfiksi termasuk penulisan dalam surat kabar (Nurgiantoro, 2007: 2). Menurut Suherman (2007: 96) Prosa merupakan salah satu ragam sastra yang tidak terikat pada irama, sajak, dan kemerduan bunyi. Prosa lebih dekat dengan karangan bebas yang di pergunakan sehari-hari. Istilah prosa fiksi atau cukup di sebut karya fiksi, biasa juga di sebut dengan prosa cerita, prosa narasi, narasi, atau cerita berplot. Oleh karena itu fiksi, menurut Altenbernd dan Lewis (dalam Nurgiantoro, 2007: 2), dapat diartikan sebagai prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia selain itu fiksi merupakan sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembacanya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa prosa fiksi merupakan karya imajinatif yang berlandaskan kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya seni. Selain itu fiksi adalah hasil dari perenungan secara intens, perenungan tentang hidup dan juga kehidupan.


(17)

3. Unsur-Unsur Prosa Fiksi Anak a. Tokoh

Tokoh penokohan menunjukkan pada orangnya, pelaku cerita, sedangkan perwatakan dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang di tafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan dan karakterisasi sering juga di samakan artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiantoro, 2007:164). Sedangkan menurut Suwarjo (2010: 17) cerita tanpa tokoh akan membuat pembaca menjadi bingung untuk memaknainya. Melalui penggambaran tokoh dapat dipahami keseluruhan cerita secara komprehensif. Dalam cerita anak, tokoh cerita harus digambarkan dengan jelas, natural, realistik, wajar, dipercaya, konsisten, hidup dan tepat terhadap pelaku yang baik maupun pelaku ang tidak baik. b. Tema

Tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita. Selain itu tema umumnya merupakan komentar tentang keadaan sosial masyarakat, kehidupan manusia secara alami atau kondisi kehidupan manusia. Jika kita banyak membaca cerita akan banyak menjumpai tema yang bermacam-macam. Beberapa tema yang sering dijadikan dasar cerita ialah tema tentang kepahlawanan atau pendidikan. Menemukan tema harus dimulai dengan ditemukannya kejelasan tentang tokoh dan perwatakannya serta situasi dan alur cerita (Laksana, 2009: 61).


(18)

c. Alur

Alur merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah cerita. Alur adalah rangkaian peristiwa/ jalinan cerita dari awal sampai klimaks serta penyelesaian nya, alur ibarat rangka di dalam tubuh manusia yang berfungsi menopang tubuh agar dapat berdiri. Dalam bahasa yang paling sederhana alur adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita dan dialami tokoh-tokohnya dinamakan alur. Definisi yang lain juga menyebutkan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah inter-relasi fungsional (Rosdiana, 2008: 6.22).

d. Latar atau landas tumpu

Latar atau setting adalah waktu, tempat, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita

Latar waktu adalah kapan peristiwa dalam cerita itu terjadi.Sebuah peristiwa dapat terjadi pada masa lalu di zaman tertentu atau pada waktu pagi, siang, malam hari.

Latar tempat adalah tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Sebuah peristiwa dapat terjadi di rumah, kantor, atau di stasiun.

Latar suasana adalah suasana yang terjadi dalam cerita. Ada suasana lahir, ada suasana batin. Suasana lahir, misalnya sepi (tidak ada gerak), romatis, hiruk pikuk, dan semacamnya.Sementara itu, suasana batin, misalnya perasaan bahagia, sedih, marah, cemas yang dialami pelaku (Laksana, 2009: 63).


(19)

e. Gaya penceritaan

Menurut Suwarjo (2010: 22) gaya penceritaan diartikan sebagai cara pengarang dalam menggunakan bahasa untuk menuturkan kisah yang diceritakannya. Pengarang melakukan pemberdayaan bahasa untuk berbagai fungsi komunikasi sehingga terbangun satuan-satuan makna kehidupan yang utuh. Sedangkan menurut Rosdiana (2008: 6.24) Gaya penceritaan adalah sebuah cerita sebagai hasil kerja kreatif, seorang pengarang berbentuk melalui proses pengolahan bahasa yang digunakan oleh pengarang berkaitan erat dengan bahasa. Khusus karya sastra dengan bentuk prosa atau cerita, gaya dalam penggunaan bahasa berkaitan erat dengan aspek-aspek cerita, yang tujuan dan unsur-unsur cerita.

f. Suasana cerita

Keterjalinan struktur cerita dapat menghidupkan suasana-suasana tertentu bagi pembaca. Latar cerita yang baik mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang menggerakkan aspek psikologis, ekspresi tertentu, bagi pembacanya. Suasana cerita bertujuan untuk membantu menegaskan maksud penulis dan merupakan daya pikat dari sebuah cerita. Dengan perkataan lain, suasana cerita merupakan sebuah warna dalam sebuah cerita (Suwarjo, 2010: 20)

g. Amanat

Cerita anak yang bersifat didaktis pada umumnya mengandung ajaran moral, pengetahuan, dan keterampilan. Hal-hal yang menjadi tujuan


(20)

pengarang seperti itulah yang disebut amanat. Amanat dalam sebuah cerita dapat disampaikan dengan implisit ataupun secara eksplisit. Implisit, jika jalan keluar atau ajaran moral itu tersirat dalam tingkah laku tokoh. Eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, anjuran, larangan yang mendasari cerita itu (Rosdiana, 2008: 6.18)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa didalam prosa fiksi anak memiliki unsur-unsur yang amat penting di dalamnya. Elemen-elemen atau unsur-unsur prosa fiksi meliputi penokohan, tema, latar, amanat, gaya penceritaan dan pusat pengisahan.

4. Ciri-ciri Prosa Fiksi Anak

Terdapat 3 ciri yang dapat membedakan prosa fiksi anak-anak dengan prosa fiksi untuk orang dewasa yaitu berupa :

a. Unsur Pantangan

Unsur pantangan merupakan unsur-unsur yang berhubungan dengan segi isi cerita yang bersifat negatif yang tidak pantas untuk diketahui anak karena unsur-unsur tersebut dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak kearah yang tidak baik. Hal yang harus dihindari itu menyangkut persoalan masalah seks, cinta yang erotis, kekerasan atau kekejaman, kecurangan dan dendam yang menimbulkan kebencian. Contohnya seperti kalimat “Andi begitu merindukan kekasihnya karena sudah lama tidak bertatap muka” tidak diperkenankan ada dalam prosa fiksi anak Sarumpaet (dalam Rosdiana 2008: 6.5)

b. Penyajian dengan gaya langsung

Prosa fiksi anak harus disajikan secara langsung, tidak berbelit-belit. Dialog dalam prosa fiksi anak sangat diperlukan karena dapat membantu pemahaman anak terhadap cerita yang disajikan. Dialog yang diucapkan atau dilakukan para tokoh harus wajar dan hidup oleh karena itu, bahasa yang digunakan harus singkat dan lugas jangan menggunakan gaya bahasa yang biasa digunakan oleh orang dewasa. Selain itu hal ini berkaitan dengan pengaluran, penokohan, latar, pusat pengisahan, dan gaya bahasa, melainkan sesingkat mungkin dan mengetengahkan jalinan peristiwa yang dinamis dan jelas sebab musababnya. Contoh penyajian dengan gaya


(21)

langsung adalah “Ani berangkat sekolah menggunakan sepeda berwarna biru pemberian ayah” Sarumpaet (dalam Rosdiana 2008: 6.5)

c. Fungsi terapan

Prosa fiksi anak pada umumnya memiliki fungsi terapan.Artinya, pada prosa fiksi anak disusun dengan mengemban misi pendidikan, pengetahuan, pertumbuhan anak, dan pengalaman tentang kehidupan. Orang dewasa pada umumnya cenderung bertindak sebagai guru dengan menangkap dan mempergunakan tiap kesempatan untuk menyampaikan informasi-informasi dan ajaran-ajaran kepada anak-anak. Contohnya adalah bahwa novel cinta orang dewasa yang biasa dibaca orang dewasa tidak diperkenankan dibaca oleh anak (Suwarjo, 2010: 57)

Beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 ciri khusus yang membedakan dari prosa fiksi anak dengan prosa fiksi orang dewasa. 3 unsur tersebut meliputi unsur pantangan, penyajian, dan fungsi terapan.

5. Manfaat Prosa Fiksi Anak

Menurut Rosdiana (2008: 6.8) prosa fiksi anak yang baik dapat memberikan pandangan tentang rasa percaya diri, rasa aman, tenteram, sebagai anggota sebuah keluarga, anggota lingkungan sekolah atau masyarakat. Anak-anak bisa merasakan rasa cinta kasih yang terdapat dalam diri manusia, ia juga akan dapat menghayati kasih sayang yang di terimanya dari orang tua, saudara, guru dan sesama temannya. Ditinjau dari segi bahasa, prosa fiksi anak dapat memperkaya pembendaharaan kata anak-anak. Menjadikan anak terampil berbahasa secara lisan dan tulis. Anak-anak yang pandai berbicara atau menulis pada umumnya adalah anak-anak yang banyak membaca. Sebuah prosa fiksi anak, anak bukan saja dapat mengetahui perkara-perkara baru, tetapi juga dapat meningkatkan minatnya terhadap hal-hal yang baru.


(22)

Manfaat yang dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa prosa fiksi anak memiliki banyak manfaat untuk anak selain menjadi sahabat karib, Prosa fiksi anak juga bermanfaat dalam segi bahasa anak, pandangan anak tetapi juga dapat meningkatkan minat terhadap hal-hal yang baru.

6. Jenis jenis Prosa fiksi anak

Prosa fiksi anak memiliki bermacam-macam jenis seperti yang di jabarkan dalam (Rosdiana, 2008: 6.8) yaitu:

a. Cerita jenaka

Cerita jenaka merupakan cerita yang mengungkapkan hal ihwal atau tingkah laku seorang tokoh yang lucu, kelucuan yang di ungkapkan dapat berupa karena kebodohan sang tokoh dapat pula kecerdikannya. Cerita jenaka sering pula diistilahkan noodlehead karena terdapat dalam hampir di semua budaya rakyat seperti “si kabayan”

b. Dongeng

Dongeng adalah cerita yang didasari atas angan-angan atau khayalan. Dongeng terkandung cerita yang menggambarkan suatu di luar dunia nyata, selain itu dongeng merupakan cerita yang sepenuhnya merupakan hasil dari imajinasi, atau khayalan pengarang dimana yang diceritakan seluruhnya belum pernah terjadi seperti “Cinderella”, “Tongkat ajaib” c. Fabel

Fabel adalah cerita yang menampilkan hewan-hewan sebagai tokoh-tokohnya atau cerita rekaan tentang binatang dan dilakukan atau para pelakunya diperlakukan seperti manusia. Di dalam fabel, para hewan


(23)

berpikir, bereaksi, dan berbicara. Fabel mengandung unsur mendidik karena diakhiri dengan sebuah kesimpulan yang mengandung ajaran moral seperti “Kancil dan Kera”

d. Legenda

Legenda adalah cerita yang yang berasal dari zaman dahulu. Cerita legenda bertalian dengan sejarah yang sesuai dengan kenyataan yang ada pada alam atau cerita tentang terjadinya suatu negeri, danau atau gunung seperti “Batu Menangis”

e. Mitos

Mitos merupakan cerita yang berkaitan dengan kepercayaan kuno, menyangkut kehidupan dewa-dewa atau kehidupan makhluk halus.Mitos adalah cerita yang mengandung unsur-unsur misteri, dunia gaib, dan alam dewa. Mitos juga dapat diartikan cerita yang mengandung dan berlatar belakang sejarah atau hal yang sudah dipercayai orang banyak bahwa cerita tersebut pernah terjadi dan mengandung hal-hal gaib dan kesaktian luar biasa. Tokoh mitos mengandung kekuatan yang hebat dan memiliki kekuatan gaib seperti “Nyi Roro Kidul”

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa proa fiksi anak memiliki berbagai jenis di antara lain cerita jenaka, dongeng, fabel, legenda dan mitos. Setiap jenis prosa fiksi anak memiliki karakter yang berbeda-beda.


(24)

C. Belajar dan Pembelajaran 1. Pengertian Belajar

Belajar adalah salah satu proses perubahan perilaku dalam seseorang yang berasal dari hasil pengalaman dan latihan. Menurut Dalyono (2005: 49) belajar adalah satu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. Menurut Gagne (dalam Komalasari, 2012: 2) belajar yaitu suatu proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance (kinerja).

Menurut Witherington (dalam Hanafiah, 2010: 7) belajar ialah perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan. Dalam belajar perubahan tidak terjadi dengan sendirinya melainkan melalui proses yang sengaja diciptakan, seperti pendapat Hamalik (2009: 27) bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat namun lebih luas lagi yaitu mengalami. Teori belajar yang sesuai dengan konsep belajar tersebut adalah teori konstruktivisme. Teori konstruktivisme lebih memberi tempat bagi siswa dalam proses pembelajaran daripada guru (Asrori, 2009: 27). Dalam proses pembelajaran siswa didorong untuk menggali dan menemukan pemecahan masalah mereka sendiri.


(25)

Berdasarkan beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku dan pengetahuan yang tidak hanya mencakup pengetahuan tetapi juga keterampilan untuk hidup bermasyarakat meliputi keterampilan berpikir dan ketrampilan sosial. Kegiatan dalam belajar siswa dapat berupa mengemukakan pendapat, berdiskusi, serta menyampaikan hasil yang didapat dari diskusi kelompok belajar.

2. Pengertian Pembelajaran

Belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang tidak dapat di pisahkan satu sama lain. Menurut Komalasari (2012: 3) pembelajaran dapat di definisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan evaluasi secara sistematis agar subjek didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien selain itu pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belajar. Menurut Asril (2010: 19) bahwa pembelajaran adalah proses membelajarkan yang bertujuan untuk perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan tingkah laku, baik menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar. Dengan


(26)

didapatkan nya perubahan maka didapatkan pula kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.

D. Aktivitas Belajar

Aktivitas adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh individu, dalam pembelajaran di SD aktivitas meliputi bertanya, berpendapat, dan memberi gagasan, hal tersebut harus dimiliki oleh siswa. Sebagaimana di artikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007: 23) aktivitas merupakan keaktifan, kegiatan, kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam bagian di perusahaan. Menurut Kunandar (2010: 277) aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas kegiatan belajar pembelajaran guna menunjang keberhasilan dalam proses belajar mengajar.

Aktivitas di dalam belajar juga dapat diartikan sebagai kegiatan aktif siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sejalan dengan pendapat Sardiman (2010: 100) yang berpendapat bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik dan juga mental. Aktivitas harus dimunculkan dalam pembelajaran yang melibatkan seluruh aspek psikofisis sehingga akselerasi yang menjadi poin utama belajar dapat terjadi secara tepat dan baik (Hanafiah, 2010: 23).

Menurut Kunandar (2010 : 277) aktivitas adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatkan jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang bertanya dan menajawab, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pembelajaran.


(27)

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas dalam belajar adalah suatu bentuk kegiatan yang dilakukan individu yang bersifat fisik dan mental dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Kegiatan aktivitas belajar siswa antara lain berdiskusi dengan teman, menyampaikan pendapat, bertanya dan menjawab.

E. Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2009: 33) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Gagne (dalam Yulmaiyer, 2007: 5), hasil belajar yang diperoleh setelah belajar adalah keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Dalam lembaga pendidikan khususnya sekolah, hasil belajar yang di maksud adalah hasil belajar dari proses pembelajaran yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan lingkungan dan kondisi pembelajaran.

Sedangkan menurut Dimyati dkk (2009: 18) hasil belajar merupakan hal yang dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila di bandingkan sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang didapat dari proses pembelajaran melalui tahapan proses-proses tertentu. Proses itu mencakup keterampilan, pengetahuan, sikap


(28)

sehari-hari dan juga evaluasi pembelajaran. Kemampuan yang diperoleh dari hasil belajar dapat berupa nilai angka, perubahan sikap, dan keterampilan.

F. Pendekatan Cooperative Learning

1. Pengertian Pendekatan Cooperative Learning

Pendekatan pembelajaran merupakan istilah yang memiliki kemiripan makna dengan strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, taktik pembelajaran, model pembelajaran. Dalam Komalasari (2012: 54) pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Di lihat dari pendekatannya, terdapat dua jenis pendekatan pembelajaran, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru.

Menurut Komalasari (2012:54) mengelompokkan pendekatan pembelajaran ke dalam pendekatan konvensional/tradisional. Pendekatan kontekstual menempatkan siswa dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan materi yang sedang dipelajari.

Menurut Slavin (dalam Komalasari, 2012: 62) Cooperative Learning adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan


(29)

anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual atau kelompok .

Menurut Solihatin dkk (2008: 2) pembelajaran Cooperative Learning adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dalam pembelajaran dengan menggunakan model Cooperative Learning, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam pembelajaran, melainkan dapat belajar dari siswa lainnya serta mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Menurut Komalasari (2012: 62) model-model pembelajaran Cooperative Learning meliputi kepala bernomor, skrip kooperatif, tim siswa kelompok berprestasi, berpikir berpasangan berbagi, model jigsaw, melempar bola salju, tim TGT, Cooperative terpadu membaca dan menulis, dua tingal dua tamu.

Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa Cooperative learning dalam penelitian ini adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa berada pada kelompok kecil yang terdiri dari 2-5 orang dan keberhasilan kelompok bergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok baik individu maupun kelompok. Cooperative learning juga dapat melatih anak bekerja sama secara aktif dan siswa memiliki kesempatan mengajarkan siswa yang lain.


(30)

2. Karakteristik Cooperative Learning

Pembelajaran Cooperative Learning berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Seperti pendapat Rusman (2010: 206) Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pembelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri dari Cooperative Learning .

Pembelajaran Cooperative Learning dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu 1) Perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. 2) Perspektif sosial artinya melalui Cooperative Learning setiap siswa akan saling membantu dalam belajar, karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. 3) Perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara naggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.

Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran Cooperative Learning adalah 1. Pembelajaran secara tim

2. Didasarkan kepada manajemen kooperatif 3. Kemauan untuk bekerja sama


(31)

3. Langkah-langkah Cooperative Learning

Tabel 2.1 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning

No Langkah-langkah Aktivitas Guru

1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar 2. Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi

tentang bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu siswa agar melakukan transisi dalam kelompok belajar secara efisien

3. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok belajar

Guru menyampaikan informasi tentang bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantu siswa agar melakukan transisi dalam kelompok belajar secara efisien

4. Membimbing

kelompok bekerja dan belajar

Guru mengadakan bimbingan belajar pada saat kelompok melakukan tugas bersama 5. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar

kelompok melalui representasi siswa dalam kelompok

6. Memberi penghargaan Guru memberikan penghargaan kepada kelompok belajar secara individu atau kelompok

(Adaptasi Suwarjo 2008: 106)

Berdasarkan tabel 2.1 dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Cooperative Learning memiliki langkah yang dimulai dengan


(32)

menyampaikan tujuan dan memotivasi, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa dalam kelompok, membimbing kelompok bekerja dan belajar dan diakhiri dengan evaluasi dan pemberian penghargaan. Langkah-langkah harus sesuai dengan teori sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

4. Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning

Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Cooperative Learning No. Kelebihan Cooperative

Learning

Kekurangan Cooperative Learning

1. Saling ketergantungan yang positif.

Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu

2. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan Individu.

Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

3. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.

Selama kegiatan diskusi

berlangsung, ada kecendrungan topik permasalahan meluas hingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu .

4. Suasana kelas yang menyenangkan.

Saat diskusi berlangsung

terkadang di dominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa lain menjadi pasif.

5. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat 6. Memiliki banyak

kesempatan untuk mengekspesikan pengalaman yang menyenangkan.


(33)

Berdasarkan tabel 2.2 kelebihan dan kekurangan dari Cooperative Learning diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan Cooperative Learning sangat berpengaruh dalam sikap kerjasama antar kelompok dan mempu menjalin hubungan yang baik antar siswa sedangkan kelemahan lebih terlihat dari manajemen waktu, alat dan biaya serta kecendrungan di dominasi siswa yang aktif. Oleh karena itu sebaiknya guru mempersiapkan diri lebih matang.

G. Model Pembelajaran CIRC

1. Pengertian Model Pembelajaran CIRC

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah sebuah program yang komprehensif untuk mengajari pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa para kelas yang lebih tinggi di sekolah dasar (Slavin, 2005: 200). Model pembelajaran CIRC ini termasuk dalam Cooperative Learning dimana dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang di lakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru, selain CIRC model pembelajaran yang termasuk dari Cooperative Learning adalah STAD, Make a Match, Jigsaw, Group Investigation, TGT, TAI dll (Rusman, 2010: 203).

Pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar yang lama. Prinsip belajar terpadu ini sejalan dengan


(34)

empat pilar pendidikan yang di gariskan UNESCO dalam kegiatan pembelajaran. Empat pilar itu adalah ”belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar hidup dalam kebersamaan (Learning to live together), (Depdiknas, 2002). Sedangkan menurut Steven dan Slavin (dalam Komalasari, 2012: 68) CIRC adalah salah satu model pembelajaran untuk melatih kemampuan siswa secara terpadu antara membaca dan menemukan ide pokok suatu wacana/kliping tertentu dan memberikan tanggapan terhadap wacana/kliping secara tertulis.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CIRC merupakan sebuah rancangan komprehensif untuk pengajaran membaca dan menulis bagi siswa tingkat sekolah dasar ( SD ). CIRC juga salah satu model pembelajaran yang efektif untuk pembelajaran bahasa.

2. Komponen-komponen dalam pembelajaran CIRC

Model pembelajaran CIRC menurut Slavin (dalam Suyatno,2009: 3-4) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut antara lain:

a) Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5 siswa.

b) Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang tertentu.

c) Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. d) Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus

dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan kepada kelompok yang membutuhkannya.


(35)

e) Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.

f) Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

g) Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa

h) Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

3. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran CIRC a. Kelebihan Pembelajaran CIRC

Secara khusus, Slavin dalam (Suyatno 2009: 6) menyebutkan kelebihan model pembelajaran CIRC sebagai berikut :

a) CIRC sangat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam soal menyelesaikan masalah

b) Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang

c) Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam kelompok

d) Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaannya

e) Membantu siswa yang lemah

f) Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam soal yang berbentuk pemecahan masalah.

b. Kekurangan Pembelajaran CIRC

Sedangkan pembelajaran CIRC memiliki kekurangan menurut Slavin (dalam Suyatno 2005: 6 ) adalah :

a) Pada saat dilakukan presentasi, terjadi kecendrungan hanya siswa pintar yang secara aktif tampil menyampaikan pendapat dan gagasan

b) Tidak semua siswa bisa mengerjakan soal dengan teliti.

c) Dalam model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa, sehingga model ini tidak dapat di pakai untuk mata pelajaran seperti matematika dan mata pelajaran lain yang menggunakan prinsip menghitung.


(36)

Berdasarkan teori diatas penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran CIRC mampu meningkatkan keterampilan aktivitas siswa juga memotivasi siswa selain itu dapat membantu siswa yang lemah dalam belajar. Sedangkan kelemahannya lebih terlihat dari kecendrungan hanya siswa yang pintar yang aktif menyampaikan pendapat dan pembelajaran ini cenderung digunakan dalam pelajaran menggunakan bahasa. Namun kembali kepada guru yang harus meminimalisir kekurangan tersebut.

4. Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran CIRC

CIRC merupakan model pembelajaran Cooperative terpadu membaca dan menulis Steven & Slavin (dalam Komalasari, 2012: 20 ) Langkah-langkah model pembelajaran CIRC adalah sebagai berikut.

b. Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen

c. Guru memberikan wacana/ kliping sesuai dengan topik

d. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana / kliping dan di tulis pada lembar kertas

e. Mempresentasikan hasil kerja kelompok f. Guru membuat kesimpulan bersama g. Penutup

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa dalam model pembelajaran CIRC memiliki langkah yang dimulai dengan membentuk kelompok heterogen lalu menyiapkan wacana, siswa bekerja sama membacakan wacana, mempresentasikan dan ditutup dengan membuat kesimpulan. Langkah-langkah di atas dapat melatih siswa berani tampil dan menjaga kekompakan serta melatih ketepatan membaca dan menulis.


(37)

H. HIPOTESIS TINDAKAN

Berdasarkan kajian pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan kelas sebagai berikut: “Apabila dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam kegiatan APF menggunakan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dengan memperhatikan langkah-langkah secara tepat, maka dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VB SDN 08 Metro Timur”


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan (action research) merupakan upaya pemecahan masalah atau suatu perbaikan yang bersifat reflektif dan kolaboratif. Arikunto (2009: 2-3) mengemukakan bahwa, penelitian tindakan kelas (classroom action research) yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di dalam kelas. Dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, (3) kelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa suatu tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Secara garis besar di dalam suatu penelitian tindakan kelas terdapat empat tahapan yang lazim dilalui tahapan-tahapan yang harus di lewati yaitu adalah,

1. Tahap perencanaan. 2. Tahap pelaksanaan. 3. Tahap pengamatan. 4. Tahap refleksi.


(39)

Siklus tindakan dalam penelitian ini diadaptasi dari rancangan penelitian tindakan kelas oleh Arikunto, dkk.(2009: 74).

Siklus I

Siklus II

Siklus III

Gambar 1 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adaptasi dari Arikunto, dkk (2009: 74)

Permasalahan

Permasalahan baru hasil refleksi

Pengamatan/ pengumpulan data II

Pelaksanaan siklus II

Apabila permasalahan belum terselesaikan

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

Pelaksanaan siklus II

Pengamatan/ pengumpulan data I Pelaksanaan

siklus 1

Refleksi I

Pelaksanaan siklus 11


(40)

B. Setting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa dan guru kelas VB SDN 08 Metro Timur dengan jumlah siswa 32 orang yang terdiri dari 19 orang siswa laki-laki, dan 13 orang siswa perempuan.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dikelas VB SDN 08 Metro Timur yang beralamatkan Jalan Stadion No. 24 Tejosari Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

3. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan pada semester genap tahun dengan pelajaran 2012/ 2013 selama 4 bulan.

C. Data dan Sumber Data Data penelitian ini berupa

1. Data kualitatif diambil dan dikumpulkan dalam penelitian ini dari aktivitas siswa, kinerja guru, dan hasil penilaian CIRC selama proses pembelajaran pengapresiasian prosa fiksi melalui pembelajaran kooperatif tipe CIRC diamati oleh peneliti. Adapun aspek-aspek yang di observasikan sebagai berikut :


(41)

No. Aspek penilaian aktivitas siswa

No. Aspek penilaian kinerja guru

1. Partisipasi 1. Para pembelajaran

2. Sikap 2 Membuka pembelajaran

3. Minat 3. Inti pembelajaran

4. Perhatian 4. Kegiatan penutup

5. Presentasi siswa 5.

(sumber: adaptasi Aqib dan Hartati, 2010).

2. Data kuantitatif.

Data kuantitatif dikumpulkan melalui post tes disetiap siklus. Post tes, berupa butir-butir pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam membaca teks bacaan berupa prosa fiksi dan test evaluasi di akhir pembelajaran.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan seluruh data yang telah diperoleh selama penelitian tindakan kelas yaitu dengan teknik non tes dan tes

1. Teknik Nontes

Teknik Nontes dilakukan melalui observasi. Observasi digunakan untuk mengetahui apakah dengan penerapan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran


(42)

berlangsung. Secara sederhana observasi diartikan sebagai prosedur sistematis dan baku untuk memperoleh data. Observasi digunakan oleh observer terhadap aktivitas siswa maupun guru selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Teknik Tes

Tes adalah adalah sekumpulan pertanyaan atau latihan serta alat yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok, Arikunto (2006: 150). Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat kuantitatif berupa nilai-nilai siswa, nilai tersebut diperoleh dari hasil post test yang di berikan oleh guru kepada siswa. Post test dalam pembelajaran ini dapat berupa post tes dan LKS untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran APF melalui penerapan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC.

E. Alat Pengumpul Data

Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes dan lembar observasi.

1. Observasi

Di gunakan oleh observer untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru pada saat pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC.


(43)

Lembar yang digunakan untuk menjaring data hasil belajar siswa dan mengetahui kemampuan siswa dalam kegiatan pembelajaran apresiasi prosa fiksi.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu berupa dokumen-dokumen hasil penelitian tindakan kelas yang terdiri, data hasil belajar siswa, RPP, silabus, lembar observasi siswa dan guru, lembar pertanyaan, dan foto-foto kegiatan pembelajaranAPF melalui pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC. 4. Wawancara

Digunakan untuk memperoleh keterangan dalam tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden. Dengan adanya wawancara akan memperkaya data dan dapat memperteguhnya, Syamsudin dkk (2006 :239)

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif, analisis kualitatif akan digunakan untuk menganalisis data, dan aktivitas belajar siswa, dan pola interaksi pembelajaran. Sedangkan analisis kuantitatif akan digunakan untuk mendiskripsikan hasil belajar siswa dalam penguasaan materi yang diajarkan guru yaitu apresiasi prosa fiksi. Annurahman, dkk (2009: 9) mengemukakan bahwa, analisis data adalah suatu kegiatan untuk mencermati setiap langkah yang dibuat mulai dari tahap persiapan, proses sampai hasil pekerjaan atau pembelajaran, dalam proses


(44)

pembelajaran dilakukan untuk memperkirakan apakah semua aspek pembelajaran yang terlibat di dalamnya sudah sesuai dengan kapasitasnya. 1. Analisis data kualitatif diperoleh dari hasil observasi aktivitas belajar

siswa dan kinerja guru berdasarkan aspek-aspek yang diamati dengan cara memberikan tanda checklist (√) pada lembar panduan observasi (terlampir) selama kegiatan pembelajaran. Selanjutnya data dianalisis menggunakan rumus persentase sebagai berikut:

Keterangan:

NP = nilai persen yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh siswa/guru

SM = skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100 = bilangan tetap

(Sumber: Adaptasi Purwanto, 2008: 102)

Tabel 3.1 Persentase aktivitas siswa dan guru

Persentase Kategori 86% - 100% Baik Sekali

71% - 85% Baik

56% - 70% Cukup

NP = R x 100


(45)

(Sumber: Modifikasi Arikunto, 2009: 44)

2. Analisis data kuantitatif yang diperoleh dari post tes dilakukan disetiap siklus. Post tes yang digunakan tes isian rumpang (close procedure) berdasarkan aspek tingkat pemahaman kritis. Analisis post tes dengan menghitung jumlah skor siswa yang diperoleh dibagi skor maksimal jawaban benar. Rumus menghitung nilai post tes siswa sebagai berikut.

Keterangan:

N = nilai yang dicari

R = skor mentah yang diperoleh siswa SM = skor maksimum ideal

100 = bilangan tetap

(Sumber: Adaptasi Purwanto, 2008: 102)

Selanjutnya peneliti mencari nilai rata-rata kelas dan menghitung siswa yang tuntas belajar yaitu siswa yang memperoleh nilai ≥ 65. Untuk menghitung persentase ketuntasan klasikal hasil belajar siswa dalam

41% - 55% Kurang

≤ 40% Kurang Sekali

N = R x 100


(46)

mengapresiasikan prosa fiksi menggunakan rumus persentase sebagai berikut:

Ketuntasan = 65100

siswa Jumlah

mendapat yang

siswa Jumlah

Tabel 1.3 Persentase kriteria keberhasilan

(Sumber: Modifikasi Aqib, dkk. 2009: 41) G. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan yang ditetapkan pada penelitian ini adalah: 1. Jika persentase aktivitas belajar siswa meningkat setiap siklusnya dan

mencapai kategori baik antara 71% - 85%.

2. Jika ≥ 75% dari seluruh siswa memperoleh nilai hasil belajar ≥ 65 sesuai KKM pembelajaran bahasa Indonesia dan diikuti adanya peningkatan rata-rata nilai siswa setiap siklusnya. (diadaptasi dari Depdiknas, 2008: 5)

Persentase Kriteria Keberhasilan 86% - 100% Sangat Tinggi

71% - 85% Tinggi

56% - 70% Sedang

41% - 55% Rendah


(47)

H. Urutan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap dibagi menjadi tiga siklus, terdiri dari beberapa indikator dan setiap siklus diadakan tes formatif. Dalam penelitian tindakan kelas ini, pada siklus pertama terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.Pada siklus I materi pembelajaran adalah “apresiasi prosa fiksi jenis legenda”.

1. Tahap Perencanaan

Peneliti dan guru mendiskusikan tentang penggunaan pendekatan cooperative learning tipe CIRC.

a. Peneliti bersama guru mendiskusikan materi pokok teks bacaan “Bawang merah Bawang putih”.

b. Menyiapkan perangkat pembelajaran seperti silabus, pemetaan, RPP yang mengacu kepada kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP sesuai dengan materi yang telah ditetapkan.

c. Peneliti merencanakan pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC sebagai berikut:

 Membentuk kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang secara heterogen.

 Merencanakan tempat duduk antar kelompok.

 Membuat lembar pertanyaan yang sesuai dengan materi yang diajarkan.

d. Peneliti menyiapkan lembar observasi siswa dan kinerja guru. e. Menyiapkan lembar tes untuk memperoleh hasil belajar siswa.


(48)

2. Tahap pelaksanaan

Kegiatan Awal ± 10 menit : a. Guru memberikan salam

b. Mengkondisikan kelas dan berdoa c. Absensi kelas.

d. Guru menyiapkan materi pembelajaran. e. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

f. Guru menyampaikan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan yang bertujuan menggali pengetahuan awal siswa sebagai berikut:

 Anak-anak pada hari ini kita akan belajar memahami unsur-unsur dari cerita legenda.

 Siapa yang pernah mendengar atau membaca salah satu legenda yang ada di Indonesia?

 Adakan yang tau unsur-unsur apa saja yang ada dalam legenda tersebut?

Kegiatan Inti ± 50 menit :

a. Guru menjelaskan tentang jenis-jenis prosa fiksi dan pengertian apresiasi prosa fiksi jenis legenda

b. Guru bertanya kepada siswa tentang unsur-unsur prosa fiksi jenis legenda

c. Guru mengenalkan dan menjelaskan kepada siswa amanat, tema, latar, dan penokohan dalam cerita.


(49)

e. Guru membagikan wacana fiksi dan LKS jenis legenda untuk di apresiasikan dengan cara mengolah unsur-unsur prosa fiksi tersebut dan menceritakan kembali secara ringkas legenda yang telah dibaca dengan karangan sendiri dan ditulis melalui soal-soal LKS yang telah diberikan guru.

f. Siswa dipersilahkan untuk membaca dan menyimak cerita.

g. Siswa secara berkelompok bekerja sama membaca dan menyimak wacana secara bergantian yang diberikan untuk menemukan unsur-unsur prosa fiksi dan mengisi soal-soal LKS yang telah disediakan guru

h. Selama kegiatan berlangsung, guru memberi membimbing, memotivasi, memantau, dan menilai kegiatan diskusi siswa.

i. Salah satu perwakilan dari kelompok dari masing-masing kelompok memberikan presentasikan hasil diskusi dan diberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk memberikan tanggapan atau sanggahan. j. Guru membimbing, memotivasi, memantau, dan menilai siswa dalam

mempresentasikan hasil kerja kelompoknya..

k. Guru bersama-sama siswa membahas pertanyaan yang ada dalam LKS Kegiatan Akhir:

a. Guru Siswa bersama guru menarik kesimpulan atas hasil kerja kelompok yang telah di kerjakan siswa untuk menetapkan jawaban yang tepat.

b. Siswa bersama guru membuat kesimpulan pelajaran. c. Guru memberikan salam dan menutup pembelajaran.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian dalam pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VB SDN 08 Metro Timur sebagai berikut:

1. Pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia dalam aspek Apresiasi Prosa Fiksi kelas VB SDN 08 Metro Timur. Hal tersebut terbukti aktivitas siswa dalam pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dapat dilihat dari aspek partisipasi siswa saat pembelajaran, sikap siswa, minat siswa, perhatian siswa, dan kegiatan presentasi siswa. Peningkatan rata-rata aktivitas siswa pada pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC pada siklus I mencapai 65,77% dan siklus II meningkat menjadi 77,5%. Peningkatan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 11,73%. 2. Pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dapat meningkatkan hasil


(51)

Fiksi Siswa kelas VB SDN 08 Metro Timur. Hal ini terbukti dari hasil post tes siswa selama siklus I dan II mengalami peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 65,62 meningkat pada siklus II menjadi 94,37, terjadi peningkatan sebesar 28,75. Sedangkan ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan pada siklus I 21 siswa (65,6%) meningkat menjadi 32 siswa (100%) pada siklus II. Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 11 siswa (34,4%).

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti mempunyai beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada siswa, peneliti menyarankan kepada siswa agar meningkatkan budaya membaca sekaligus meningkatkan aktivitas belajar guna menambah wawasan selain itu peneliti berharap siswa mampu mengikuti berbagai jenis model pembelajaran yang diberikan oleh guru sehingga siswa dapat mencapai hasil pembelajaran yang maksimal.

2. Kepada guru, peneliti mengimbau kepada guru untuk menerapkan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC sebagai salah satu alternatif pembelajaran terutama pembelajaran Bahasa Indonesia karena pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC sangat cocok untuk menangani aktivitas siswa yang rendah. Dalam pendekatan Cooperative Learning, siswa merasa terlibat secara langsung dan sangat menyenangkan bagi siswa. Guru juga dihimbau untuk menggunakan variasi dalam belajar dengan menggunakan pembelajaran yang menarik dan inovatif.


(52)

3. Kepada sekolah, agar dapat memfasilitasi guru dalam pengembangan model pembelajaran di kelas dengan harapan dapat tercipta pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan.

4. Kepada peneliti selanjutnya, pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC sebaiknya meningkatkan materi yang akan diajarkan, lebih fokus terhadap pembelajaran, lebih teliti dalam membagi kelompok belajar dan mengelola waktu dengan sebaik-baiknya.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta Anurrahman, dkk. 2009. Penelitian Pendidikan SD. Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk guru SD, SLB & TK. Yrama

Widya, Bandung

Arikunto, Suharsimi.dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara , Jakarta Asril, Zainal. 2010. Micro Teaching. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Asrori, Muhammad. 2009. Psikologi Pembelajaran. CV Wacana Prima, Bandung Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. PT. Rineka Cipta, Jakarta

Depdiknas. 2009. UU Sisdiknas (Undang-undang RI) No 20 tahun 2003. Sinar Grafika. Jakarta

Dimyati, dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran . Rineka Cipta ,Jakarta. Hamalik, Oemar. 2009 . Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta.

Hanafiah, nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung

Hartati, Tatat. 2006. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. UPI PRESS. Bandung.

Isjoni, 2007. Cooperative Learning, Alfabeta. Bandung Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2007. Balai Pustaka, Jakarta


(54)

KTSP, 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Kunandar.2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Laksana, Puja. 2009. Panduan Mengarang Menulis. Aneka Ilmu, Jakarta

Mulyati, Yeti.dkk. 2007. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD, Universitas Terbuka. Jakarta

Muncarno. 2009. Bahan Ajar Statistik Pendidikan. PGSD, Metro

Nurgiantoro, Burhan.2007. Teori Pengkajian Fiksi, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Pendidikan Nasional.2004. Standar Kompetensi Lulusan Dan Spesifikasi Ujian Akhir SMP/MTS.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pustaka, Jakarta

Resmini, Novi, dkk. 2006. Pembinaan dan pengembangan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia edisi 1. UPI Press, Bandung

Resmini, Novi, dkk. 2007. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi. Rosdiana, Yusi.dkk. 2008. Bahasa Dan Sastra Indonesia di SD. Universitas

Terbuka, Jakarta

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers. Jakarta


(55)

Bandung

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS). Bumi Aksara, Jakarta

Suherman. 2007.Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Epsilon Grup, Bandung

Suwarjo. 2010. Karya Sastra dan Program Pembelajaran Membaca Di Sekolah Dasar. Universitas Lampung, Bandar Lampung

Suwarjo.2008.Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran Prosa Fiksi.Kajian Konsep : Teori dan Strategi pengembangannya. Surya Pena Gemilang, Malang Suyatno.2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka,

Siduarjo

Syamsudin, dkk 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis : sebagai suatu kterampilan Berbahasa. Angkasa, Bandung

Wibowo, Wahyu. 2003. Manajemen Bahasa. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Yulmaiyer, dkk 2007. Penggunaan Kamus Bahasa Indonesia Untuk Memperkaya

Perbendaharaan Kata Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Proposal PTK, Lampung

Zamzani, Haryadi,dkk. 1997. Peningkatan Keterampilan Bahasa Indonesia. Universitas Lampung, Bandar Lampung


(1)

95

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian dalam pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC pada mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VB SDN 08 Metro Timur sebagai berikut:

1. Pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pembelajaran bahasa Indonesia dalam aspek Apresiasi Prosa Fiksi kelas VB SDN 08 Metro Timur. Hal tersebut terbukti aktivitas siswa dalam pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dapat dilihat dari aspek partisipasi siswa saat pembelajaran, sikap siswa, minat siswa, perhatian siswa, dan kegiatan presentasi siswa. Peningkatan rata-rata aktivitas siswa pada pembelajaran Apresiasi Prosa Fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC pada siklus I mencapai 65,77% dan siklus II meningkat menjadi 77,5%. Peningkatan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 11,73%. 2. Pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC dapat meningkatkan hasil


(2)

96

Fiksi Siswa kelas VB SDN 08 Metro Timur. Hal ini terbukti dari hasil post tes siswa selama siklus I dan II mengalami peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I mencapai 65,62 meningkat pada siklus II menjadi 94,37, terjadi peningkatan sebesar 28,75. Sedangkan ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan pada siklus I 21 siswa (65,6%) meningkat menjadi 32 siswa (100%) pada siklus II. Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II sebesar 11 siswa (34,4%).

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti mempunyai beberapa saran sebagai berikut:

1. Kepada siswa, peneliti menyarankan kepada siswa agar meningkatkan budaya membaca sekaligus meningkatkan aktivitas belajar guna menambah wawasan selain itu peneliti berharap siswa mampu mengikuti berbagai jenis model pembelajaran yang diberikan oleh guru sehingga siswa dapat mencapai hasil pembelajaran yang maksimal.

2. Kepada guru, peneliti mengimbau kepada guru untuk menerapkan pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC sebagai salah satu alternatif pembelajaran terutama pembelajaran Bahasa Indonesia karena pembelajaran Cooperative Learning tipe CIRC sangat cocok untuk menangani aktivitas siswa yang rendah. Dalam pendekatan Cooperative Learning, siswa merasa terlibat secara langsung dan sangat menyenangkan bagi siswa. Guru juga dihimbau untuk menggunakan variasi dalam belajar dengan menggunakan pembelajaran yang menarik dan inovatif.


(3)

97

3. Kepada sekolah, agar dapat memfasilitasi guru dalam pengembangan model pembelajaran di kelas dengan harapan dapat tercipta pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan.

4. Kepada peneliti selanjutnya, pendekatan Cooperative Learning tipe CIRC sebaiknya meningkatkan materi yang akan diajarkan, lebih fokus terhadap pembelajaran, lebih teliti dalam membagi kelompok belajar dan mengelola waktu dengan sebaik-baiknya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta Anurrahman, dkk. 2009. Penelitian Pendidikan SD. Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk guru SD, SLB & TK. Yrama

Widya, Bandung

Arikunto, Suharsimi.dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara , Jakarta Asril, Zainal. 2010. Micro Teaching. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Asrori, Muhammad. 2009. Psikologi Pembelajaran. CV Wacana Prima, Bandung Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. PT. Rineka Cipta, Jakarta

Depdiknas. 2009. UU Sisdiknas (Undang-undang RI) No 20 tahun 2003. Sinar Grafika. Jakarta

Dimyati, dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran . Rineka Cipta ,Jakarta. Hamalik, Oemar. 2009 . Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta.

Hanafiah, nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung

Hartati, Tatat. 2006. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. UPI PRESS. Bandung.

Isjoni, 2007. Cooperative Learning, Alfabeta. Bandung Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2007. Balai Pustaka, Jakarta


(5)

Komalasari, Kokom. 2012. Pembelajaran kontekstual konsep dan aplikasi. PT Refika Aditama, Bandung

KTSP, 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Kunandar.2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Kushartanti, dkk. 2007. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Laksana, Puja. 2009. Panduan Mengarang Menulis. Aneka Ilmu, Jakarta

Mulyati, Yeti.dkk. 2007. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD, Universitas Terbuka. Jakarta

Muncarno. 2009. Bahan Ajar Statistik Pendidikan. PGSD, Metro

Nurgiantoro, Burhan.2007. Teori Pengkajian Fiksi, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Pendidikan Nasional.2004. Standar Kompetensi Lulusan Dan Spesifikasi Ujian Akhir SMP/MTS.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pustaka, Jakarta

Resmini, Novi, dkk. 2006. Pembinaan dan pengembangan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia edisi 1. UPI Press, Bandung

Resmini, Novi, dkk. 2007. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Di Kelas Tinggi. Rosdiana, Yusi.dkk. 2008. Bahasa Dan Sastra Indonesia di SD. Universitas

Terbuka, Jakarta

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Rajawali Pers. Jakarta


(6)

Sisdiknas. 2011. Undang-Undang Sisdiknas. Sinar Grafika. Malang

Slavin, Robert. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik. Nusa Media, Bandung

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2008. Cooperative Learning (Analisis Model Pembelajaran IPS). Bumi Aksara, Jakarta

Suherman. 2007.Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Epsilon Grup, Bandung

Suwarjo. 2010. Karya Sastra dan Program Pembelajaran Membaca Di Sekolah Dasar. Universitas Lampung, Bandar Lampung

Suwarjo.2008.Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran Prosa Fiksi.Kajian Konsep : Teori dan Strategi pengembangannya. Surya Pena Gemilang, Malang Suyatno.2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Masmedia Buana Pustaka,

Siduarjo

Syamsudin, dkk 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. PT Remaja Rosdakarya, Bandung

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis : sebagai suatu kterampilan Berbahasa. Angkasa, Bandung

Wibowo, Wahyu. 2003. Manajemen Bahasa. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Yulmaiyer, dkk 2007. Penggunaan Kamus Bahasa Indonesia Untuk Memperkaya

Perbendaharaan Kata Dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Proposal PTK, Lampung

Zamzani, Haryadi,dkk. 1997. Peningkatan Keterampilan Bahasa Indonesia. Universitas Lampung, Bandar Lampung


Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Materi Gerak Tumbuhan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) pada Kelas VIII SMPN 2 Randuagung Lumajang

0 21 21

The Effect of Using Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) Model on the Eighth Year Students’ Reading Comprehension and Writing Achievement at SMPN Sukorambi Jember

0 9 15

Upaya meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa melalui pendekatan konstruktivisme

1 11 152

Peningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS melalui model kooperatif tipe stad: penelitian tindakan kelas di SDN Grogol Selatan 02 Jakarta Selatan

0 4 162

Pengunaan Model Cooperative Learning tipe student team achivement division (STAD) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV B SDN 08 Metro TImur tahun pelajaran 2011/2012

0 6 44

“Pembelajaran apresiasi prosa fiksi melalui pendekatan Cooperative Learning tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada siswa kelas VB SDN 08 Metro Timur TP 2012/2013”.

11 75 55

Penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap berfikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 30

Penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap berfikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 3 28

Penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap berfikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 37

Penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) terhadap hasil belajar fisika pada materi karakteristik zat - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 0 100