digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 35
pandangan dan menjaga kesucian dengan menutup aurat merupakan kewajiban bagi pria dan wanita.
Tata cara hubungan antara pria dan wanita yang lainnya adalah larangan memperlihatkan perhiasan. Yang dimaksud ialah para wanita tidak boleh
“memperlihatkan perhiasan mereka”, yang pertama adalah “kecuali sesuatu yang nampak”, dan yang kedua adalah “kecuali terhadap suami mereka”.
46
Pengecualian yang pertama, diperbolehkan wanita untuk membuka wajahnya dan kedua telapak tangan. Pengecualian itu mengandung makna bahwa
menutupinya cukup memberatkan, karena hal itu sangat sulit bagi wanita dalam menjalankan aktivitasnya, seperti: dalam kesaksian, pemeriksaan pengadilan dan
dalam perkawinan yang menutup adanya keterbukaan antar kedua anggota badan tersebut.
47
Pengecualian yang kedua “janganlah memperlihatkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka”. Ayat ini menjelaskan bahwa hanya orang-orang
tertentu boleh bagi wanita menampakkan perhiasannya di hadapan mereka secara mutlak.
48
46
Murtadha Muthahhari, Wanita dan Hijab, terj. Nashib Mustafa, Jakarta: Lentera, 2000 h. 125
47
Ibid, h. 127
48
Ibid, h. 136
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 36
2.4. Definisi Akhlak
Uraian di atas telah menggambarkan bahwa Islam menginginkan suatu masyarakat yang berakhlak mulia. Akhlak yang mulia ditekankan karena di
samping akan membawa kebahagiaan bagi individu juga membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang
ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang berkaitan. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai akhlak berikut ini.
Akhlak baik atau budi pekerti luhur merupakan hal yang sangat penting dalam ajaran agam Islam. Buktinya, kehadiran al-
Qur’an sebagai rujukan utama manusia baik dalam berinteraksi baik dengan Tuhan, maupun dengan sesama
makhluk-Nya, banyak meberikan pedoman tentang masalah ini. Sebagai seorang muslim, teladan yang sangat penting untuk dijadikan sebagai panutan dalam
pribadi dan akhlak sehari-hari adalah Nabi Muhammad saw.
49
Akhlak dalam islam jauh lebih sempurna ditimbang akhlak yang lainnya. Sebab akhlak dalam islam sangat komprehensif, meyeluruh dan mencakup
berbagai makhluk yang diciptakan Allah. Hal yang demikian dilakukan karena secara fungsional seluruh makhluk satu sama lain saling membutuhkan. Dengan
demikian, masing-masing makhluk akan merasakan fungsi dan eksistensinya di dunia ini.
49
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012. Cet. Ke-2, h. 13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 37
Secara etimologis, kata Akhlak berasal dari Bahasa Arab yang merupakan bentuk jama’ dari kata khuluq yang artinya: a tabiat, budi pekerti, b
Kebiasaan atau adat, c keperwiraan, kesatriaan, kejantanan, d agama, dan e kemarahan al-ghadab.
50
Imam al-Ghazali mendefinisikan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang melahirkan tindakan-tindakan mudah dan gampang tanpa
memerlukan pemikiran ataupun timbangan.
51
Sedangkan menurut Ibnu Miskawaih definisi akhlak ialah keadaan jiwa yang mendorong ke arah
melakukan perbuatan-perbuatan dengan tanpa pemikiran dan pertimbangan.
52
Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam mu’jamu al-wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa,
dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
53
Selanjutnya di dalam kitab dairotu al-
ma’arif secara singkat, Abdul al-Hamid menjelaskan tentang akhlak adalah sifat-sifat mannusia yang terdidik.
54
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam kebiasaan. Jadi, merupakan suatu kehendak yang membawa
50
Ensiklopedi Islam, Akhlak Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2015, h. 130
51
Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Juz III Mesir: Isa Bab al-Balaby, tt, h. 53
52
Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlak fi al-Tarbiyah Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1985, h. 25
53
Ibrahim Anis, Mu’jam al-Wasith, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1972, h. 202
54
Abd al-Hamid, Dairah al- Ma’arif, II Kairo: Asy-sya’b, t.t, h. 436
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 38
kecenderungan kepada pemilihan kebiasaan yang benar akhlak terpuji atau kebiasaan yang jahat akhlak tercela.
Pengertian akhlak lebih tepat difokuskan pada substansinya bahwa akhlak adalah sifat yang telah terpatri dan melekat dalam jiwa seorang manusia untuk
melakukan perbuatan-perbuatan secara sponstan dan mudah, tanpa dipaksa atau dibuat-buat. Sejatinya, akhlak manusia mencakup tentang kesadaran diri,
terutama tentang cara merefleksikan nilai-nilai ajaran agama yang diyakini ke dalam kehidupan kesehariannya.
55
Jika dikaitkan pada konteks kehidupan sosial, maka terdapat manusia yang berakhlak baik dan terdapat pula yang berakhlak buruk, bergantung pada
baik dan buruknya perbuatan yang dilakukan oleh mereka. Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang
bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dan lainnya. Secara substansial tampak saling melengkapi. Dan dari definsi tersebut dapat dilihat
lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak:
56
Pertama , perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat
dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
Kedua , perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah
dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa pada saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur
55
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akhlak Tasawuf , ibid, h. 4
56
Abuddin Nata, Akhlak Tasawwuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, h. 5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 39
atau gila. Pada saat yang bersangkutan melakukan suatu perbuatan ia tetap sehat akal pikirannya dan sadar. Oleh karena itu, perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dalam keadaan tidur, hilang ingatan, mabuk, atau perbuatan reflek seperti berkedip, tertawa dan sebagainya bukanlah perbuatan akhlak.
Ketiga , bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam
diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan
dan keputusan yang bersangkutan. Oleh karena itu, jika ada seseorang yang melakukan perbuatan, tetapi perbuatan tersebut dilakukan karena paksaan,
tekanan atau ancaman dari luar, maka perbuatan tersebut tidak termasuk ke dalam akhlak dari orang yang melakukannya.
Keempat , bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena sandiwara. Jika kita menyaksikan orang berbuat kejam, sadis dan jahat, tapi kita lihat perbuatan tersebut kita lihat
dalam film, maka perbuatan tersebut tidak dapat disebut perbuatan akhlak.
57
Kelima , sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak khususnya
akhlak yang baik adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau kaena ingin mendapatkan
sesuatu pujian. Seseorang yang melakukan perbuatan bukan atas dasar karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak.
57
Ibid, h. 6
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 40
2.5. Pembagian Akhlak
Sasaran perbuatan akhlak atau muara akhlak adalah ruang lingkup pelaksanaan akhlak, yaitu tujuan dimanifestasikannya perbuatan akhlak. Secara
kategoris ruang lingkup atau muara pelaksanaan perbuatan akhlak itu ada 3 tiga: 1 akhlak terhadap Allah, 2 akhlak terhadap sesama manusia, 3 akhlak
terhadap lingkungan. Adapun ulasan detail muara akhlak tersebut dapat diperhatikan sebagai berikut:
58
2.5.1. Akhlak Terhadap Allah
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan
sebagai khalik. Sikap atau perbuatan tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlaki sebagaimana telah disebutkan diatas.Sekurang-kurangnya ada empat
alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah.
Pertama , karena Allah lah yang menciptakan manusia dari air yang
ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah dalam surat al-Thariq ayat 5-7:
5. Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia diciptakan?
6. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan,
58
Abuddin Nata, Akhlak Tasawwuf, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, h. 147