Konsep Manusia dan implementasinya dalam perumusan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

ABSTRAK Nama : Siska Wulandari

NIM : 109011000256

Judul : Konsep Manusia dan implementasinya dalam perumusan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari. Manusia adalah makhluk yang tidak dapat hidup sendiri, konsep manusia bermakna untuk mengenal dan beriman kepada Allah, ditandai dengan adanya qalbu dan akal didalam dirinya. Pendidikan adalah salah satu kebutuhan manusia untuk membantu mengembangkan kemampuannya. Melalui akal dan qalbu yang telah diberikan oleh Allah dan dengan pendidikan yang diterima manusia akan mampu bersosialisasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Namun dalam Islam, pendidikan diberikan dengan tujuan terwujudnya manusia sebagai hamba yang menghambakan diri kepada Allah dengan cara beribadah kepada Allah. Berdasarkan konteks tersebut, maka tujuan tulisan ini adalahuntuk mengetahui bagaimana konsep manusia menurut Murtadha Muthahhari? Dan pertanyaan turunannya adalah bagaimana hubungan konsep manusia dengan tujuan pendidikan menurut Murtadha Muthahhari?

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis dan kajian pustaka. Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data. Proses analisa dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, kemudian data tersebut dianalisis dan dipelajari secara cermat dan dideskripsikan yang selanjutnya memberikan gambaran dan penjelasan serta uaraian.

Konsep manusia menurut Murtadha Muthahhari adalah makhluk yang sangat unik, yang memiliki kecerdassan tanggung jawab dan makhluk yang rasional. Manuisa dilahirkan dengan keadaan tidak tahu apapun akan tetapi Allah memberi manusia kelebihan yaitu dengan pendengaran, pengelihatan, akal dan hati yang digunakan untuk membekali kehidupannya menjadi manusia yang baik dan bersyukur. Dengan itu manusia dapat beribadah, bertakwa kepada Tuhannya dan berbakti kepadaNya yaitu dengan mengabdikan kemampuannya di dunia ini itulah yang dinamakan manusia sempurna. Konsep manusia ini tercermin pada rumusan tujuan pendidikan bahwa tujuan pendidikan itu manusia yang sempurna dengan cara melatih jiwa, akal, pikiran, perasaan dan fisik manusia dengan demikian, pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia baik yang bersifat spiritual, intelektual, daya khayal, fisik, ilmu pengetahuan, maupun bahasa baik secara individual maupun kelompok.


(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karna berkat Taufiq

dan HidayahNya penyusunan skripsi dengan judul “Konsep Manusia dan

Implementasinya dalam Perumusan Tujuan Pendidikan Islam menurut Murthadha Muthahhari” ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat teriring salam semoga tetap tercurah kepada Nabi akhir zaman Nabi besar Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini merupakan proses yang panjang. Diawali dengan niat dan tekat serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat selesai. Penulis menyadari keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang membantu baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu sudah sepantasnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kepada kedua orang tua ku Bapak Murhasan H. Muhammad dan Ibu Sri

Hartati yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta do‟a restunya kepada penulis.

2. Kepada kakak dan adikku tercinta terimakasih atas dukungannya sehingga

saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

3. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Dr. Abdul Majid Khon,

M.Ag dan Sekertaris jurusan ibu Marhamah Saleh, Lc., M.A.

5. Bapak Prof. Dr. H. Abuddin Nata. MA, Dosen Pembimbing sekaligus

dosen penasehat akademik yang telah tulus ikhlas memberikan petunjuk dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh bapak dan Ibu dosen civitas akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan yang dengan penuh kesabaran dan ke ikhlasan memberikan segala ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama kuliah.


(8)

iii

7. Terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa PAI angkatan 2009

khususnya kelas G yang telah menemani penulis belajar di kampus selama 4 tahun.

8. Dan kepada sahabatku Maulisa Sudrajat S.Kom.I dan Siti Syifa Fauziah

S.Pd.I yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Jazakumullahu Lakum Kahiran Khatsir.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT juala penulis berharap dan berdoa semoga amal baik mereka yang telah membantu dalam proses penyelesaian

skripsi ini mendapat balasan pahala yang berlipat ganda Allah SWT. Amin ya

Rabbal ‘Alamin.

Jakarta, 9 Mei 2014

Penulis


(9)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK……… i

KATA PENGANTAR………. ii

DAFTAR ISI……… iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Identifikasi Masalah………... 9

C. Pembatasan Masalah……….. 10

D. PerumusanMasalah………... 10

E. Tujuan Penelitian……… 10

F. Manfaat Penelitian………. 10

BAB II KAJIAN TEORI KONSEP MANUSIA DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan Islam ……….. 12

B. Dasar-Dasar Pendidikan Islam ……… 16

C. Tujuan Pendidikan Islam ………. 21

D. Fungsi Pendidikan Islam ………. 29

E. Konsep Manusia ……….. 32


(10)

v

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan waktu Penelitian ………..……….. 43

B. Sumber Data ……… 44

C. Teknik Pengumpulan Data ………. 44

D. Teknik Analisa Data ……….. 45

E. Metode Penelitian ………... 46

F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data …… 46

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN PENDIDIKAN MENURUT MURTHADHA MUTHAHHARI A. Biografi Murthadha Muthahhari ………. 47

B. Latar Belakang Murthadha Muthahhari ……….. 51

C. Karya-karya Murthadha Muthahhari ………... 54

D. Impelementasi Konsep Manusia dalam Perumusan Pendidikan Islam…………... 57

1. Konsep Manusia dan Hubungannya dengan Tujuan Pendidikan Islam……… 60

2. Konsep Manusia dan Hubungannya dengan Kurikulkkum Pendidikan Islam ………. 63


(11)

vi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………... 70

B. Implikasi ……….. 72

C. Saran……… 72


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak manusia menuntut kemajuan dan kehidupan, maka sejak itu timbul gagasan untuk melakukan pengalihan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Untuk itu dalam sejarah pertumbuhan masyarakat, pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan

kehidupan generasi demi generasi sejalan dengan tuntutan kemajuan masyarakat.1

Menurut keyakinan, sejarah pembentukan masyarakat dimulai dari keluarga Adam dan Hawa sebagai unit terkecil dari masyarakat besar umat manusia di muka bumi ini. Dalam keluarga Adam itulah telah dimulai proses pendidikan umat manusia, meskipun dalam ruang lingkup terbatas sesuai dengan kebutuhan

untuk mempertahankan hidupnya.2

Menurut Hasan Langgulung sebagaimana dikutip oleh Nur Uhbiyati,

“Pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan

untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang

1 Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (IPI) untuk IAIN, STAIN, PTAIS, (Bandung : CV Pustaka Setia,1997), h. 9


(13)

2

yang sedang dididik.”3 Yaitu usaha sadar yang dilakukan oleh seorang guru

untuk menciptakan tingkah laku yang baik kepada anak didik sehingga mencapai pada tujuan pendidikan.

Dikatakan lebih lanjut bahwa tujuan pendidikan itu penting, disebabkan karena secara implisit dan eksplisit di dalamnya terkandung hal-hal yang sangat asasi, yaitu pandangan hidup dan filsafat hidup pendidikan, lembaga

penyelenggaraan pendidikan, dan Negara dimana pendidikan itu dilaksanakan.4

Tujuan pendidikan Islam Murtadha Muthahhari terdapat pada tujuan pendidikam Islam yang universal. Yang mana didalam bukunya Murthadha

Muthahhari, Manusia Sempurna, menjelaskan “Pengenalan manusia sempurna ini

tidak hanya berguna secara teoritis. Pengetahuan ini juga harus kita gunakan untuk mengikuti jalan Islam guna menjadi Muslim yang sebenarnya dan menjadikan masyarakat sungguh-sungguh Islami. Dengan begitu, jalan tersebut

menjadi terang dan hasilnya jelas.5

Manusia adalah objek material yang dengan berbagai potensi yang dimiliki untuk ditumbuh-kembangkan sebagai subjek-objek didik menuju ketingkat kemajuan yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam. Subyek obyek didik dalam pandangan Islam ialah manusia yang sudah memiliki potensi, dan oleh karena itu merupakan sasaran obyek untuk ditumbuh kembangkan agar menjadi manusia

yang sempurna sesuai dengan ajaran Islam.6

Pendidikan juga pembangunan sosok makhluk hidup yang yang mewadahi serta memfasilitasi perkembangan potensi-potensi mereka. Berkaitan dengan pendidikan manusia, disana terdapat kekhususan-kekhususan. Sebagai contoh,

3 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana Prenada Group, 2012), h. 28

4 Muhammad „Ammarah, Al-Imam Muhammad „Abduh, Al-Imam Muhammad „Abduh: Mujaddid

al-Islam (Beirut: Al-Muassassah al-Islamiyyah li al-Dirasah wa al-Nasyr, 1981), h.207.

5

Murthadha Muthahhari, Mnausia Sempurna, (Jakarta : Lentera, 1994), h. 1

6 A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam¸ (Yogyakarta : UIN-Malang Press, 2008), h. 10


(14)

kita tidak dapat mengembangkan potensi-potensi tertentu pada tumbuhan, sebagaimana juga tidak dapat membekukan potensi-potensi yang sudah menjadi keharusannya. Namun pada manusia, yang demikian dapat terjadi, dimana sebagian potensinya berkembang sementara sebagian lagi potensinya membeku. Dan inilah yang menjadi sabab terjadinya ketidak seimbangan pada diri manusia. Oleh karena itu, dalam pendidikan manusia sangat diperlukan pengembangan

seluruh potensi-potensinya secara seimbang.7

Al-Qur‟an benar-benar telah tampil sebagai “Kitab Pendidikan”. Al-qur‟an selain berisi ajaran-ajaran tentang pendidikan terutama dalam bidang akhlak, juga telah memberi isyarat dan inspirasi bagi lahirnya konsep pendidikan. Namun demikian sungguh kita dapat mengemukakan argumentasi secara meyakinkan

bahwa Al-qur‟an sebagai “Kitab Pendidikan Islam”, kita tidak dapat mengatakan

bahwa antara Al-qur‟an dan kitab pendidikan itu sama keduanya tetap berbeda.

Al-qur‟an berasal dari Allah, bersifat mutlak, berlaku sepanjang zaman dan pasti benar. Sedangkan kitab pendidikan berasal dari hasil ijtihad manusia, memiiliki kebatasan, dapat berubah setiap zaman, dan dapat mendung kesalahan. Kitab pendidikan, yakni Kitab Pendidikan Islam adalah hasil ijtihad manusia yang

berdasarkan Al-qur‟an.8

Al-Qur'an telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting. Jika Al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka akan di temukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain: menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah man

7 Muthadha Muthahhari, Dasar-dasar Epistimologi Pendidikan Islam. (Jakarta : Sadra Internasional Instutite, 2011), h. 51-52


(15)

4

usia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat.

Dengan pengetahuan dan pendidikan, manusia menjadi manusia yang berkebudayaan dan berperadaban. Dengan kegiatan pendidikan dan pembelajaran, manusia mendapatkan ilmu pengetahuan yang serat dengan nilai kebenaran baik yang universal, abstrak, teoritis, maupun praktis. Nilai kebenaran ini selanjutnya mendorong terbentuknya sikap dan prilaku yang arif dan berkeadilan. Sikap yang demikian itu selanjtunya menjadi modal bagi manusia untuk membangun kebudayaan dan peradaban. Kebudayaan baik yang bersifat material maupun yang bersifat spiritual, adalah upaya manusia untuk mengubah dan membangun

hubungan berimbang baik secara horizontal, maupun vertical. 9

Pada dimensi dialektika horizontal, pendidikan Islam hendaknya mampu mengembangkan realitas kehidupan, baik yang menyangkut dengan dirinya, masyarakat, maupun alam semesta berserta segala isinya. Sementara dalam dimensi ketundudkan vertikal mengisyaratkan bahwa, pendidikan Islam selain sebagai alat untuk memelihara, memanfaatkan, dan melestarikan sumber daya alam, juga hendaknya menjadi jembatan untuk memahami fenomena dan misteri

kehidupan dalam upayanya mencapai hubungan yang abadi dengan Khaliqnya.10

Hakikat manusia dalam melestarikan dan menjaga kebudayaan adalah suatu keharusan agar tidak terpengaruh oleh kebudayaan lainnya. Kita harus menjaga keaslian budaya kita karena kebudayaan tersebut merupakan warisan dari nenek moyang kita dahulu. Kebudayaan itu di ibaratnya seperti ciri khas dari manusia

yang menggunakan kebudayaan tersebut. Namun akhir – akhir ini kita pasti sudah

tahu kalau banyak dari kebudayaan Negara kita ini telah terpengaruh oleh

9 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: 2011), h. 53

10 Al-Rasyidin, MA, Dr.H.Samsul `Nizar,M.A, Filsafat PEndidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 37


(16)

kebudayaan luar, khususnya kebudayaan barat. Ini merupakan efek dari arus

globalisasi yang sangat kencang sehingga banyak kebudayaan – kebudayaan dari

luar yang bebas keluar masuk ke dalam Negara kita ini sehingga kebudayaan kita sedikit terpengaruh.

Manusia menurut Al-Qur‟an, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan

mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Allah juga menegaskan bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas.

Allah berfirman :11

Artinya: “Kamu hanya di beri pengetahuan yang sedikit”. (QS. Al-Isra‟ :85) Kepribadian secara utuh hanya mungkin dibentuk melalui pengaruh lingkungan, khususnya pendidikan. Adapun sasaran yang yang dituju dalam pembentukan kepribadian ini adalah kepribadian yang memiliki akhlak yang mulia. Dan tingkat kemuliaan akhlak erat kaitannya dengan tingkat keimanan. Sebab Nabi mengemukakan “orang mukmin yang paling sempurna imannya,

adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya” (Hadits), yang juga

merupakan tujuan pembentukan kepribadian muslim.12

Muthahhari adalah seorang tokoh intelektual Iran yang terkenal sangat produktif dalam mengeluarkan pemikiran-pemikiran baru mengenai ajaran Islam lewat karya-karyanya. Bisa dikatakan, bahwa beliau adalah kampiun bagi kebangkitan tradisi intellektual dan rasional di dunia Muslim. Namun, di sisi lain, belum di jumpai sebuah karya khusus dari beliau mengenai pendidikan.

11 Quraish Shihab, Wawasan Al-qur‟an, (Bandung: Mizan,2000) Cet ke-XI, h.435-436.s

12 Jalaluddin dan Drs. Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), h. 95


(17)

6

Iman dan ilmu adalah karakteristik kemanusiaan, maka pemisahan keduanya akan menurunkan martabat manusia. Iman tanpa ilmu akan mengakibatkan fanatisme dan kemunduran, takhayul dan kebodohan. Ilmu tanpa iman akan digunakan untuk memuaskan kerakusan, kepongahan, ambisi, penindasan, perbudakan, penipuan dan kecurangan. Muthahhari menegaskan bahwa Islamlah

satu-satunya agama yang memadukan iman dan ilmu (sains).13

Keterkaitan antara iman dan ilmu serta pertalian keduanya yang tidak dapat dipisahkan selalu mewarnai pemikiran dan dasar tujuan pendidikan Muthahhari. Lazimnya para ulama yang lain, Muthahhari menegaskan bahwa kewajiban menuntut ilmu tidak bisa tergantikan.

Banyak sekali hadis-hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. “Mencari ilmu

wajib hukumnya bagi setiap muslim”.14

Arti dari hadis ini adalah bahwa salah satu kewajiban Islam, yang sejajar dengan semua kewajiban lainnya adalah mencari dan menuntut ilmu. Mencari ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap orang muslim; tidak hanya dikhususkan bagi satu kelompok dan tidak bagi

kelompok yang lain.15

Di dalam sejarah disebutkan bahwa pada masa sebelum datangnya Islam, sebagian masyarakat berperadaban pada waktu itu memandang bahwa mencari ilmu adalah hak sebagian kelompok, dan tidak mengakui bahwa mencari ilmu adalah hak seluruh lapisan masyarakat. Di dalam Islam, ilmu bukan hanya dianggap sebagai hak setiap orang, melainkan Islam menganggapnya sebagai tugas dan kewajiban bagi semua orang. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban sebagaimana kewajiban-kewajiban yang lain seperti sholat, puasa, zakat, dan haji.

13 Murtadha Muthahhari, Man and Universe (Qum: Ansariyan Publication, 1401 H) Cet. Ke-1, h. 11.

14 Ushul al-Kafi, Jld. I, h. 30.

15 Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan,


(18)

Islam pada abad keemasan bagaikan harta karun kekayaan peradaban intelektual yang tidak ternilai harganya, menyebar hampir seluruh dunia. Kehebatan imperium Islam dalam abad keemasan tersebut melampaui kehebatan imperium Romawi 7 abad sebelumnya. Di antara nilai peradaban intelektualnya yaitu:16

Pertama, semangat mencari ilmu yang luar biasa dari orang-orang Islam. Hal ini bisa terjadi karena dipicu oleh doktrin Islam, bahwa mencari ilmu, mengembangkan dan kemudian mengamalkannya untuk membangun kehidupan, adalah wajib hukumnya. Semangat pencarian ilmu tersebut menjadi kunci

penjelajahan intelektual Islam pada puncaknya abad ke-9, 10, dan 11M.17

Kedua, semangat pencarian ilmu tersebut menemukan momentumnya dalam imperium Islam di bawah bimbingan para khalifah. Pada masa itu dana serta fasilitas dari istana untuk mempercepat perkembangan peradaban baru yang

berbasis pengetahuan (knowledge based) merupakan kebijakan prioritas.18

Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang baik laki-laki ataupun perempuan. Menuntut ilmu juga tidak memiliki batasan waktu atau masa tertentu,

sebagaimana hadis Nabi saw, “Carilah Ilmu dari buaian sampai ke liang kubur”

(Bukhari & Muslim). Pada setiap zaman manusia haruslah menggunakan

kesempatan yang ada untuk mencari ilmu. Keluasan kewajiban menuntut ilmu

juga digambarkan dalam hadis, “Carilah ilmu walaupun di negeri Cina”. Artinya

bahwa mencari ilmu tidak memiliki batasan tempat tertentu.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Islam telah memerintahkan menuntut ilmu dengan tiada batasan golongan tertentu, waktu, tempat dan pengajarnya tetapi

16 Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner, (Jakarta: Lentera Hati, 2007) Cet. Ke-1, h. 71-72.

17Ibid, h. 71-72. 18Ibid, h. 71-72.


(19)

8

mengapa Islam begitu mundur dan generasi muda saat ini selalu berteman dengan kebodohan? Hal inilah yang sangat menyedihkan karena sesungguhnya perintah-perintah yang mulia ini telah ditinggalkan begitu saja oleh generasi muda saat ini.

Dalam mengambil ilmu sebagai hikmah Muthahhari juga tidak membatasi

pada satu golongan tertentu. Hal ini berdasarkan hadis Rasul saw, “Hikmah

adalah barang orang mukmin yang hilang, yang akan diambil di mana saja mereka menemukannya”. Dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali sebagaimana

dikutip Murtadha Muthahhari. “Hikmah adalah barang orang mukmin yang

hilang, maka ambillah hikmah itu meskipun dari orang munafik”.19

Dilihat dari perspektif pendidikan dan pengajaran, ketentuan-ketentuan akhlak Islam ditujukan untuk mendidik manusia agar sesuai dan selaras dengan apa yang diinginkan oleh Islam. Sasaran utama pendidikan dipandang dari sisi sebuah kerangka pengantar terbentuknya masyarakat yang baik, maka pembentukan kepribadian seseorang sangatlah penting. Islam sangat menjaga dan menghormati

kesejatian Individu dan masyarakat.20

Al-Attas misalnya, menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu manusia yang baik, sedangkan Athiyah al-Abrasyi menghendaki tujuan akhir pendidikan Islam

yaitu manusia yang berakhlak mulia,21 Munir Mursih menghendaki tujuan

pendidikan Islam yaitu manusia sempurna,22 Ahmad D Marimba berpendapat

bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya orang yang berkepribadian

muslim. 23

19

Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan,

(Jakarta: Lentera, 1999) Cet. Ke-1, h.158.

20

Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Sadra International Institute, 2011), Cet ke-1, h.2.

21

Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. (terj). Bustami A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan bintang, 1974), h. 15

22

Muhammad Munir Mursi, at-Tarbiyah Islamiyah Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-Arabiyah, (Qahhirah: Alam al-Kutub, 1997), h. 18

23


(20)

Menurut Paulo Freire sebagaimana dikutip oleh Nurul Zainab “Pendidikan merupakan yang dijalankan bersama-sama oleh pendidik dan peserta didik sehingga peserta didik tidak menjadi cawan kosong yang diisi oleh pendidik yang mana hal tersebut merupakan penindasan terhadap potensi dan fitrah peserta didik. Sedangkan pendidikan manusiawi dalam pandangan Murtadha Muthahhari dalam konteks pendidikan kritis adalah pendidikan yang mengembangkan potensi berpikir kreatif pada diri peserta didik serta membekali mereka dengan semangat kemerdekaan dalam proses pengembangan potensi berpikir. Tujuan pendidikan Freire adalah menumbuhkan kesadaran kritis, sedangkan tujuan pendidikan Muthahhari adalah menumbuhkan kemampuan blerpikir kritis. Karakteristik utama pendidikan Freire adalah konsientisasi, sedangkan karakteristik pendidikan Muthahhari adalah sosialisasi dan berpikir kritis. Pendidikan Freire diterapkan dengan pola praxis, kemanunggalan antara aksi dan refleksi yang berjalan terus menerus, sedangkan metode penerapan pendidikan Muthahhari tidak terbatas pada aksi dan refleksi semata tetapi mencakup muhasabah, muraqabah dan amal. Persamaan antara pemikiran Paulo Freire dengan Murtadha Muthahhari yaitu

fitrah, humanisme dan pembebasan dalam pendidikan.”24

Berdasarkan pada pemikiran tersebut diatas, penulis skripsi akan meneliti

lebih dalam lagi mengenai “Konsep Manusia Dan Implemenatsinya dalam

Perumusan Tujuan Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan indentifikasi masalah sebagai berikut :

24

Nurul Zainab, Paradigma Pendidikan Kritis (Studi Komparasi Pemikiran Paulo Freire dan Murtadha Muthahhari).


(21)

10

1. Manusia membutuhkan ilmu untuk mengetahui Tuhannya dan menjadi

manusia beriman

2. Menuntut ilmu suatu kewajiban yang tidak bisa tergantikan menurut

Murtadha Mutahhari

3. Bagusnya pendidikan seseorang berpengaruh dengan karakteristik seseorang

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penulilsan skripsi ini dibatasi hanya pada konsep manusia dan hubungannya dengan pendidikan Islam menurut Murtadha Muthahari dan menurut pendapat para tokoh yang terkait dengan konsep manusia dan hubungannya dengan pendidikan Islam.

D. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penulis skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana konsep manusia menurut Murtadha Muthahhari?

2. Bagaimana hubungan antara konsep manusia dan tujuan pendidikan Islam

menurut Murtadha Muthahhari ?

E. Tujuan Penelitian

Dengan melihat dan memperhatikan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep manusia menurut Murtadha Muthahhari.

2. Untuk mengetahui hubungan antara konsep manusia dan tujuan pendidikan

Islam menurut Murthadha Mutahhari

F. Manfaat Penelitian

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan,


(22)

pendidikan Muthahhari yang belum begitu dikenal akrab oleh pakar-pakar di bidang pendidikan.

2. Menambah sumber referensi bagi jurusan ilmu pendidikan (tarbiyyah), yang

akan meneliti lebih lanjut mengenai tujuan pendidikan Murtadha Muthahhari.

3. Memberikan masukan bagi para pakar di bidang pendidikan mengenai

keunggulan dan originalitas tujuan pendidikan Muthahhari, yang nantinya diharapkan dapat ditransfer ke dalam dunia pendidikan Islam Indonesia.


(23)

12

BAB II KAJIAN TEORI

KONSEP MANUSIA DAN IMPLEMENTASINYA PADA PERUMUSAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan dalam arti sempit yaitu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam arti luas

pendidikan adalah menyangkut seluruh pengalaman.1

Menurut Ahmad Tafsir, “Pendidikan adalah pengembangan

pribadi dalam semua aspeknya, dengan menjelaskan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh

orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati”.2

Pendidikan mempunyai peran yang sangat urgen untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dan menjadi cermin

1

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007) Cet. Ke-7, h.24-25

2


(24)

kepribadian masyarakatnya.3 Begitu pula dengan ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan haruslah berorientasi pada nilai-nilai Islami.

Bila kita di fahami pengertian pendidikan dari segi bahasa, kata “pendidikan” yang umum di gunakan sekarang dalam bahasa Arabnya

adalah “tarbiyah” dengan asal kerjanya “rabba”.4 Sedangkan menurut

epistimologi kata “pendidikan” berasal dari kata “didik” yang mendapat

awal pe dan akhiran an yang artinya “pemeliharaan, asuhan, pimpinan,

atau bimbingan.5 Kata “pengajaran” itu sendiri dalam bahasa Arabnya

“ta‟lim” dengan kata kerjanya “allama” jadi mengenai kata pendidikan

dan pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiya wa ta‟lim”.

Sedangkan pengertian pendidikan secara istilah adalah suatu usaha yang dilakukan oleh orang dewasa yang bertanggung jawab dalam memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik, dalam

perkembangan jasmani dan rohani. Agar mereka mencapai

kedewasaannya dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai kholifah di bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.

Van Cleve Morris sebagaimana dikutip oleh Nuruhbiyati

menyatakan “secara ringkas kita mengatakan pendidikan adalah studi

filosofis, karena ia pada dasarnya bukan alat sosial. Sementara untuk mengarahkan secara hidup secara mengarah kepada setiap generasi,

tetapi ia menjadi agen yang melayani masa depan yang lebih baik.6

Mortimer J. Adler sebagaimana dikutip oleh Nuruhbiyati mengartikan

“Pendidikan adalah proses dengan mana segenap kemampuan manusia

yang dapat dipengaruhi oleh siapapun untuk membantu orang lain, atau

3

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996) Cet. Ke-1, h.27

4

Zakiyah Drajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara, Tahun,2004), h. 25

5

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,1984), cet ke-7, h. 250

6


(25)

14

dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik”. 7

Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode - metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam pengertian yang luas dan representative (mewakili/mencerminkan segala segi), pendidikan ialah …the total process of developing human abilities and behaviors

drawing on almost all life‟s experiences. (seluruh tahapan

pengembangan kemampuan–kemampuan dan prilaku–prilaku manusia

dan juga proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan).8

Menurut Ibrahim Amini, “Pendidikan adalah memilih tindakan

dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya, dan secara perlahan-lahan bergerak maju menuju tujuan dan

kesempurnaan yang diharapkan.”9

Dengan demikian Pendidikan Agama Islam dapat juga sebagai sebuah proses individu supaya hidup secara sempurna (kamil) dalam memahami ajaran Islam melalui persiapan fisik atau jasmani, akal dan rohani, sehingga dapat diharapkan menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain.

Menurut Muhaimin, bahwa “Pendidikan agama Islam merupakan

salah satu bagian dari pendidikan Islam. Istilah “Pendidikan Islam” dapat dipahami dalam beberapa perspektif, yaitu :

Pendidikan menurut Islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam dan atau system pendidikan yang Islami, adalah pendidikan yang

dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai–nilai

7

Nurbiyanti, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia), h. 56

8

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT Remaja Rosdakary, 2007), h. 10

9


(26)

fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur‟an dan as Sunnah/Hadits. Pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama Islam, adalah upaya mendidik tentang agama Islam atau ajaran Islam

dan nilai – nilainya, agar menjadi way of life (pandangan dan sikap

hidup) seseorang.

Pendidikan merupakan suatu perkembangan dan pertumbuhan manusia yang terus menerus dalam bentuk generasi tua mengajarkan kepada generasi yang lebih muda berbagai hasil pelajaran dan pengalaman kepada mereka dan orang-orang terdahulu dari mereka. Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia dalam berbagai dimensinya secara umum merupakan akibat dari pendidikan dan

pengajaran.10

Pendidikan dalam Islam, adalah proses dan praktek penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam. Dalam arti proses bertumbuh kembangnya Islam dan umatnya, baik Islam sebagai agama, ajaran maupun system budaya dan peradaban,

sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. 11

Menurut penulis, “Terlepas dari pengertian pendidikan secara luas

ataupun sempit, pendidikan merupakan interaksi yang terjadi antara seseorang dengan lingkungan sekitarnya dan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan juga merupakan latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia (peserta didik) yang berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawabnya dalam masyarakat selaku hamba Allah. Dan usaha kependidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia supaya tumbuh sebagai makhluk yang sehat fisiknya (jasmaniah) dan mentalnya (rohaniah). Dari sisnilah maka

10

Ibrahim Amini, Asupan Ilahi, (Jakarta : Al-huda, 2011), h.12

11

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), h 7-8


(27)

16

pendidikan sebagai vitamin dan nutrisi bagi kehidupan sangat penting

diperhatikan”.

B. Dasar – Dasar Pendidikan Agama Islam

Yang di maksud dengan dasar pendidikan Agama Islam di sini adalah acuan atau landasan yang di pergunakan dalam pendidikan agama. Setiap usaha atau kegiatan tindakan yang disengaja untuk mencapai tujuan haruslah mempunyai dasar tempat berpijak yang kuat dan baik. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menghantarkan peserta didik kearah

pencapaian pendidikan.12 Mengenai dasar pendidikan agama dapat di

tinjau dari dua aspek, yaitu:

1. Dasar Relejius

Menurut Zuhairini dkk, yang di maksud dengan dasar religious adalah “dasar – dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Islam merupakan dari Allah dan

merupakan ibadah kepada-Nya”. 13

Menetapkan al-Qur‟an dan Hadits sebagai dasar pendidikan

Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman

kemanusiaan.14

12

Al-Rasyidin, MA, Dr.H.Samsul Nizar,M.A, Filsafat PEndidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 34

13

Zuhairini et al. Metodik Khusus Islam, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), Cet. Ke-8, h. 27

14

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat PEndidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 34-35


(28)

Dalam al-Qur‟an ayat–ayat yang menunjukan adanya perintah tersebut antara lain sebagai berikut :

















































Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu

melupakan kebahagiaanmu dari (keni‟matan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang yang berbuat

kerusakan”. (Q.S Al-Qashas : 28:77)

Menurut Quraish Shihab dalam kitab tafsir Al-Misbah

menjelaskan bahwa “Kehidupan dunia tidaklah seimbang dengan

kehidupan akhirat. Larangan melakukan perusakan, setalah sebelumnya telah diperintahkan berbuat baik, merupakan peringatan agar tidak mempercampur adukan antara kebaikan dan keburukan.

Perusakan dimaksud menyangkut banyak hal. Di dalam al-Qur‟an

ditemukan contoh-contohnya. Puncaknya adalah merusak fitrah kesucian manusia, yakni tidak memelihara tauhid yang telah Allah anugerahkan kepada setiap insan. Di bawah peringkat itu ditemukan keengganan menerima kebenaran dan pengorbanan nilai-nilai agama, seperti pembunuhan, perampokan, pengurangan takaran dan timbangan, berfoya-foya, pemborosan gangguan terhadap kelestarian

lingkungan, dan lain-lain”. 15

Al-hasan dan Qatadah mengatakan dalam kitab tafsir al-Qurtubi

bahwa maknanya adalah “Jangan kau habiskan umurmu hanya untuk

bersenang-senang dan mencari kehidupan dunia semata”. Ucapan ini

mengandung nasehat dan anjuran untuk memperbaiki diri dan tidak

15


(29)

18

lupa dengan tujuan hidup yang hakiki, sebagaimana yang dikatakan

oleh Ibnu Athiyyah. Ibnu Al Arabi berkata, “Banyak pendapat dalam

masalah ini, namun dapat disimpulkan bahwa hendaknya kita mempergunakan seluruh nikmat yang Allah berikan untuk menambah ketaatan kita kepadaNya. Sementara Imam Malik

mengatakan “Makan dan minumlah tanpa berlebih-lebihan”.

Menurutku, Imam Malik mengatakan demikian untuk membatah

orang-oranng yang berlebihan dalam beribadah.16

Dari pendapat dua ulama diatas maka saya dapat simpulkan bahwa perusakan didunia yang dilakukakan oleh manusia itu bisa dicegah dengan cara mendidik manusia dengan nilai-nilai agama untuk taat kepada Tuhannya dan beribadah kepadaNya sehingga tebentuk manusia yang selalu menyebarkan kebaikan di muka bumi ini. Nilai-nilai pendidikan yang tercantum dalam tafsir ini pendidikan akhlak dan pendidikan karakteristik manusia, karena kemajuan Negara itu diliahat dari pendidik untuk mengubah karakter dan akhlak anak bangsanya.

Selain ayat di atas, ada juga hadits yang menyebutkan tentang pendidikan, diantaranya sebagai berikut :

Artinya : “dari Abu Hurairah, menceritakan : “Sesungguhnya

Nabi SAW, bersabda : Anak yang baru lahir, adalah suci bersih, maka ibu bapaknya yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani dan

majusi”. (H.R. Bukhari)17

Ayat dan hadits di atas, menunjukan hal yang jelas tentang perintah memberikan pendidikan agama Islam kepada semua manusia terlebih lagi kepada keluarga (anak dan istri) baik dalam pendidikan rumah tangga, sekolah maupun masyarakat.

16

Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2009), h. 800-802

17

Muhammad Ismail al-Bukhari, Sahih Bukhari, Ter. Zainudin Hamidy, dkk, (Jakarta : Wijaya, 1970), h. 120


(30)

2. Dasar Yuridis Formal

Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah: 18

a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

b. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);

c. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan

dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141);

d. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142);

e. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009

mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 5/P Tahun 2013;

18


(31)

20

f. Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2013 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Kementerian Agama;

g. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun

2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;

h. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 64 Tahun

2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;

i. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 65 Tahun

2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;

j. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun

2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan;

k. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun

2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;

l. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 68 Tahun

2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah;

m. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun

2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.

n. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81 A

Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Sekolah /Madrasah

C. Tujuan Pendidikan Islam

Karena pendidikan adalah suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan.


(32)

Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip dalam undang-undang Republik

Indonesia nomor 20 mengatakan: “Sesungguhnya tujuan pendidikan

yang bersumber dari al Qur‟an adalah untuk mencapai tujuan akhlak karimah melalui jalan agama yang diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta menegakan akhlak yang membangkitkan kepada perbuatan yang baik.”19

Tujuan pendidikan Islam secara umum menurut beberapa pakar pendidikan adalah sebagai berikut :

Athiyah Al Abrasy sebagaimana dikutip oleh Hasan Langgulung menyimpulkan tujuan umum pendidikan Islam menjadi lima yaitu :

1. Untuk pembentukan akhlak yang mulia. Kaum muslimin dari

dahulu kala sampai sekarang setuju bahwa pendidikan akhlak adalah inti pendidikan Islam, dan bahwa mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya.

2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

Pendidikan Islam bukan hanya menitik beratkan pada keagamaan

saja, atau pada keduniaan saja, tetapi pada kedua – duanya.

3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfaat,

atau yang lebih dikenal sekarang ini dengan nama tujuan – tujuan

vokasional dan profesional.

4. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan

keinginan tahu (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu

demi ilmu itu sendiri.

5. Menyiapkan pelajar dari segi professional, teknikal dan

pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan keterampilan pekerjaan tertentu agar ia dapat mencari rezeki dalam

hidup disamping memelihara segi kerohanian dan keagamaan. 20

19

Departemen Dalam Negeri, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta : PT. Kloang Klede Putra Timur, 2003), h. 10 dan 17

20

Hasan Langgulung, Manusia & Pendidikan; Suatu Analisa Psikologis, Filsafat, dan pendidikan, (Jakarta: PT. Pusaka Al HusnaBaru, 2004), h. 51


(33)

22

Menurut Abdul Fatah Jalal sebagaimana dikutip oleh Hasan

Langgulung, tujuan umum pendidikan Islam ialah “Terwujudnya

manusia sebagai hamba Allah”. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah

menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti dalam surat Adzariyat ayat 56 :

“ Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya

mereka beribadah kepada-Ku”.

Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah mengatakan

bahwa Hakikat ibadah adalah “Menempatka diri seseorang dalam

kedudukan kerendahan dan ketundukan serta mengarahkannya kearah

maqam Tuhannya”. Dan tentu saja anda telah memahami apa yang

dimaksud dengan tujuan oleh ulama ini, yakni bertujuan member

kesempurnaan bagi pencipta, bukan bagi sang pencipta.21

Jadi ibadah itu manfaatnya tidak hanya untuk Tuhannya melainkan untuk diri sendiri seperti perintahnya untuk beribadah, ibadah itu bisa didapat melalui pendidikan dan dengan pendidikan manusia akan menjadi manusia yang bermartabat dan itulah yang membedakan manusia dengan hewan, hewan adalah makhluk Allah yang beribadah tetapi tidak berpendidikan, sedangkan manuisa mencakup keduanya.

Jalal menyatakan bahwa “Sebagian orang mengira ibadah itu

terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan,

mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat”. Tetapi

sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan

21


(34)

yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat

mengamalkannya dengan cara yang benar.22

Dari beberapa pernyataan tersebut di atas, penulis berkesimpulan

bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah “Mengadakan perubahan –

perubahan manusia dengan mengembangkan potensi – potensi yang di

anugrahkan oleh Allah swt. Supaya manusia mencapai tujuan

kekhalifahannya dimuka bumi ini”.

Pendidikan Islam juga memiliki tujuan khusus. Tujuan khusus pendidikan Islam dalam penumbuhan semangat agama dan akhlak adalah:

1. Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah Islam, dasar–

dasarnya, asal usul ibadat, dari cara – cara melaksanakannya dengan

betul, dengan membiasakan mereka berhati – hati mematuhi akidah

– akidah agama den menjalankan dan menghormati syiar – syiar

agama.

2. Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri pelajar terhadap

agama termasuk prinsip–prinsip dan dasar–dasar akhlak yang mulia.

3. Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam, dan kepada

malaikat, rasul–rasul, kitab–kitab dan hari akhir berdasar pada

kesadaran dan perasaan.

4. Membersihkan hati mereka dari rasa dengki, hasud, iri hati, benci,

kekasaran, perpecahan dan perselisihan.

Tujuan khusus ini yang dapat saya simpulkan semua yang kita lakukan di dunia ini didasarkan dengan ibadah kepada Allah serta menamkan dasar agama yang mendalam pada diri manusia (peserta didik) sehingga tertanam akhlak yang mulia dan beranfaat utnuk dunia dan akhirat.

22


(35)

24

Ibnu Khaldun sebagaimana dikuti oleh Hasan Langgulung yaitu Ibnu Khaldun seorang pemikir terakihr dari zama keemasan generasi Islam yang banyak menulis mengenai pendidikan, menyebutkan tujuan khusus pendidikan Islam sebagai berikut;

1. Mempersiapkan seseorang dari segi keagamaan yaitu

mengajarkannya syiar–syiar agama menurut al Qur‟an dan as Sunna,

sebab dengan jalan itu potensi iman itu diperkuat, sebagaimana

halnya dengan poteni – potensi lain yang jika telah mendarah daging

maka itu seakan akan menjadi fitrah. 2. Menyiapkan seseorang dari segi akhlak.

3. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.

4. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. Dikatakannya bahwa mencari dan menegakan hidupnya mencari pekerjaan, sebagaimana ditegaskannya pentingnya pekerjaan sepanjang amal manusia, sedang pengajaran atau pendidikan

dianggapnya termasuk diantara keterampilan – keterampilan itu.

5. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiranlah seseorang itu dapat memegang berbagai pekerjaan dan pertukangan tertentu.

6. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian, disini termasuklah musik,

syiar, khat, seni bina, dan lain – lain.23

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan akhir

dari pendidikan Islam adalah “Mengembangkan empat aspek potensi

manusia yakni fitrah, roh, kemauan yang bebas dan akal, supaya dapat menempati kedudukan sebagai kholifah Allah dimuka bumi ini, manusia memakmurkan alam semesta melalui ketaatan dan penghambaannya

kepada Allah SWT”.

Sedangkan tujuan umum dalam pendidikan Islam menurut Ali Khalil

Abu al-Aynaim adalah “Membentuk pribadi yang beribadah kepada

23

Hasan Langgulung, Manusia & Pendidikan; Suatu Analisa Psikologis, Filsafat, dan pendidikan, (Jakarta: PT. Pusaka Al HusnaBaru, 2004), h. 55 - 56


(36)

Allah. Sifat tujuan umum ini tetap, berlaku di sepanjang tempat, waktu dan keadaan. Sedangkan tujuan khusus pendidikan Islam di tetepkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan keadaan

geografi, ekonomi, dan lain–lain yang ada di tempat itu. Tujuan khusus

ini dapat di rumuskan berdasarkan ijtihad para ahli di tempat itu”.24

pendapat ini ada dua unsur kontan dan unsur fleksibelitas dalam tujuan pendidikan Islam. Pada tujuan pendidikan Islam yang bersifat umum terkandung unsur konstan, tetap berlaku sepanjangn zaman, tempat, dan keadaan, tidak akan mengalami perubahan serta pergantian sepanjang zaman. Sedangkan pada tujuan pendidikan Islam yang bersifat khusus terkandung unsur fleksibelitas. Tujuan khusus ini dapat dirumuskan sesuai dengan keadaan zaman, tempat dan waktu namun tetap tidak bertentangan dengan tujuan yang lebih tinggi yaitu tujuan akhir atau tujuan umum.

Uraian mengenai tujuan pendidikan Islam tersebut memperlihatkan dengan jelas keterlibatan fungsional mengenai gambaran ideal dari manusia yang ingin di bentuk oleh kegiatan pendidikan. Perumusan pendidikan Islam itu pada hakikatnya adalah pekerjaan para filosof di bidang pendidikan yang merupakan rumusan filosof tentang manusia yang ideal dengan berdasarkan pada ajaran Islam sebagai sumber acuan

utamanya yaitu al-Qur‟an dan al-Hadits.25

Perlu diingat bahwa pengalaman nyata orang tua sebagai pendidik

akan membawanya kepada kesadaran akan nilai – nilai budi pekerti

luhur lainnya yang lebih relavan untuk perkembangan anak. Dengan demikian faktor eksperimentasi (percobaan) yang disertai dengan niat yang tulus dan kejujuran ketika memandang suatu masalah dikatakan

sangat penting dalam usaha menemukan dan mengembangkan agenda –

agenda pendidikan keagamaan untuk perbaikan moral anak dalam rumah tangga maupun bermasyarakat. Hal itu tidak lain adalah demi

24

Ali Khalil Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fi Qur‟an al-Karim, (Mesir: Dar al-Fikr al-„Arabiyah, 1980), h. 153-217

25


(37)

26

terciptanya tujuan pendidikan Islam baik secara umum maupun secara khusus.

Menurut pandangan Islam manusia itu satu hakikat tetapi mempunyai tiga dimensi wujud, yaitu; wujud jasmani (fisik), wujud

hewani, dan wujud insani.26 Dari sisi sebagai jasmani manusia

mempunyai rupa dan susunan khusus yang dengannya manusia dapat tumbuh dan berketurunan. Oleh karena itu, pendidikan berpengaruh terhadap kondisi fisik anak, dan tentunya hal ini harus mendapat perhatian dari para pendidik. Para pendidik harus memperhatikan perkembangan fisik anak, dan harus berusaha mendidik mereka menjadi individu yang sehat, kuat dan seimbang.

Sementara itu Zakiah Derajat mengatakan bahwa tujuan pendidikan

Islam adalah “Menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya sendiri

dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengajarkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesamanya”.27

Rumusan tujuan pendidikan yang bersifat universal dapat dirujuk pada hasil kongres sedunia tentang pendidikan Islam sebagai berikut. Education should aim at the balanced growth of total personality of man trough the training of man‟s spirit, intellect the rational self, felling and bodly sanse, educational should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individual and collectively, and , motivate all these aspects towrd,goodness and attainment of perfaction. The ultimate aim of education lies in the realization of complete submission to Allah on

the level individual, the community and humanity at large. 28

26

Ibrahim Amini, Asupan Ilahi, h.98

27

Zakiyah Derajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara 1992) h. 30

28

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bina Aksara, 1991) h. 40


(38)

Pendapat tersebut diatas menunjukan bahwa pendidikan harus di tunjukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa, akal, pikiran, perasaan, dan fisik manuisa.dengan demikian, pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia, baik yang bersifat spiritual, intelektual daya khayal, fisik, ilmu pengetahuan, maupun bahasa, baik secara perorangan maupun kelompok, dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan terletak pada terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah, baik pada tingkat perseorangan, kelompok maupun kemanusiaan dalam arti yang seluas-luasnya.

Tujuan pendidikan Islam yang bersifat universal ini dirumuskan dari berbagai pendapat para pakar pendidikan, seperti Al-Attas, Athiyah al-Abrasi, Munir Mursi, Ahmad D. Marimba.

Al-Attas misalnya, menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu

“Manuisa yang baik”, sedangkan Athiyah al-Abrasyi menghendaki

tujuan akhir pendidikan Islam yaitu “Manusia yang berakhlak mulia”,29

Munir Mursih menghendaki tujuan pendidikan Islam yaitu “Manusia

sempurna”,30 Ahmad D Marimba berpendapat bahwa tujuan pendidikan

Islam adalah “Terbentuknya orang yang berkepribadian muslim”. 31

Tujuan pendidikan yang universal tersebut memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:32

Pertama, mengandung prinsip universal (syumuliah) antara aspek

akidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, keseimbangan dan

kesederhanaan (tawazun dan iqtisyadiyah) antara aspek pribadi,

29

Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. (terj). Bustami A. Gani dan Djohar Bahry (Jakarta: Bulan bintang, 1974), h. 15

30

Muhammad Munir Mursi, at-Tarbiyah al-Islamiyah Usuluha wa Tatawwuruha fi Bilad al-Arabiyah, (Qahhirah: Alam al-Kutub, 1997), h. 18

31

Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma‟rif, 1989), h. 39

32

Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2012), h . 63


(39)

28

komunitas dan kebudayaan, kejelasan (tabayyun), terhadap aspek

kejiwaan manusia (qalb, akal, dan hawa nafsu)dan hokum setiap

masalah kesesuaian atau tidak bertentangan antara berbagai unsur dan cara pelaksanaannya, realism dan dapat dilaksanakan, tidak berlebih-lebihan, praktis, realistic, sesuai dengan fitrah dan kondisi sosioekonomi, sosiopolitik, dan sosiokultural yang ada sesuai dengan perubahanyang diinginkan, baik pada aspek rohaniah dan nafsaniyah, serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap perserta didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan kependidikan, menjaga perbedaan individu, secara prinsip, dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pada pelaku pendidikan serta lingkungan dimana

pendidikan itu dilaksanakan. Kedua, mengandung keinginan untuk

mewujudkan manusia yang sempurna, (insane Kamil) yang di dalamnya

memiliki wawasan kafah agar mampu menjelaskan tugas-tugas kehambaan, kekhalifaan, dan pewaris Nabi.

Tujuan pendidikan Islam Murtadha Muthahhari terdapat pada tujuan

pendidikam Islam yang universal. Yang mana didalam bukunya

Murthadha Muthahhari, Manusia Sempurna, menjelaskan “Pengenalan

manusia sempurna ini tidak hanya berguna secara teoritis”. Pengetahuan

ini juga harus kita gunakan untuk mengikuti jalan Islam guna menjadi Muslim yang sebenarnya dan menjadikan masyarakat sungguh-sungguh

Islami. Dengan begitu, jalan tersebut menjadi terang dan hasilnya jelas.33

C. Fungsi Pendidikan Islam

Pada hakikatnya pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontiniu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat.

33


(40)

Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh dan berkembang

secara dinamis, mulai dari kandungan hingga akhir hayat.34

Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat

memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar.35

Untuk menjamin terlaksnanya tugas pendidikan Islam secara baik, hendaknya terlebih dahulu dipersiapkan situasi kondisi pendidikan yang bernuansa elastic, dinamis, dan kondusif, yang memungkinkan bagi pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam dituntut untuk dapat menjalankan fungsinya, baik secara structural

maupun institusional.36

Alat untuk memelihara, memperluas, dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Pada garis besarnya, upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang dimiliki, serta melatih tenaga-tenaga manusian (peserta didik) yang produkti dalam menemukan perimbangan

perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.37

Kondisi fisikal Indonesia dengan sumber alam yang melimpah ruah, iklim tropic yang mendukung kesuburan tanah, serta kondisi geo-ekonomi dan geo-politik yang strategis, sangat wajar untuk mengklaim kelemahan ekonomi rakyatnya, akibat kurangnya investasi sumber daya

34

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), h. 32

35

M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: BIna Aksara, 1987), h. 33-34

36

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam, h. 33

37

Ramayulius, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), h. 19-20


(41)

30

manusia.38 Dalam konteks ini, pendidikan Islam tidak saja menyiapkan

tenaga terdidik untuk kepentingan ekonomi dan politik, tetapi justru membina “totalitas manusia” yang mampu membangun dunia dengan segala dimensinya, sesuai dengan komitmen imannya terhadap Allah SWT.

Membina manusia dengan segala aspek psikologinya, antara lain menyangkut dimensi keimanan, ketaqwaan, rasa tannggung jawab, sikap musyawarah dan kebersamaan antara manusia, keahlian dan keterampilan kualitatif dalam melaksanakan tugas kepemimpinan, perencanaan pelaksanaan, serta pembangunan sarana fisik bagi kehidupan ekonomi, sosial, politik, pertahanan, pendidikan, dan dimensi hidup lainya.

Atas dasar itu, rekayasa pendidikan Islam di Indonesia secara fungsional, hendaknya dapat diarahkan pada program - program strategi

dengan pendekatan – pendekatan:39

1. Makro (Universal)

Penjabaran program yang terhimpun dalam kurikulum. Untuk memantapkan proses internalisasi nilai universal dalam diri peserta didik. Program ini merupakan konsekuensi komitmen imannya terhadap Allah, yang dimanifestasikan dalam ketaatan beribadah dan menjalankan instruksiNya, serta kewajiban berbuat baik terhadap makhluk Allah.

2. Messo (Sosial)

Suatu program pendidikan dengan kurikulum yang mengandung berbagai informasi dan kompetensi sebagai peserta didik dalam membangun umat dan bangsanya, sekaligus membina rasa tanggung jawab terhadap Negara dan lingkunganya. Dan pendekatan ini

38

Abd Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 25

39


(42)

mengupayakan terbentuknya konstruksi sosial yang dinamis melalui program pendidikan.

3. Ekso (Kultural)

Suatu program pendidikan yang berupaya membudayakan nilai –

nilai Islami melalui analisa sinkronik dan perbandingan diakronik, mengenai deskripsi sifat, peraan, akibat, serta prognosa berbagi kemungkina. Program ini juga member petunjuk dan kompetensi

bagi peserta didik untuk menyerap nilai–nilai kontemporer yang

menunjang nilai–nilai sakral, dalam rangka proses

symbiosa-kulturalis bagi Pembina akhlak (budaya berfikir, merasa, bersikap dan berbuat) bangsa Indonesia yang tinggi dan dinamis.

Pembudayaan (enculturation) akhlak Islami, memerlukan

pembinaan ide dan konsep, pula prilaku dan eko-teknik, serta produk

budaya yang parallel dengan konsep dasar Islam (Al-Qur‟an dan As

-Sunnah), baik yang bersifat psikologik maupun pisik-material melalui jalur pendidikan.

4. Mikro (Individual)

Suatu program pendidikan yang membina kecakapan seseorang sebagai tenaga professional, yang mampu mengamalkan ilmu, teori dan informasi yang diperoleh, sekligus terlatih dalam memecahkan problema yang dihadapi. Program ini merupakan konkretisasi peningkatan status, peranan, dan kualitas hidup individual, seperti tertera pada tujuan instruksional khusus suatu sillabus (Feisal,

1979:11-12)40

Keempat fungsi (pendekatan dan program) diatas menunjukan keluasan peranan dan bidang garapan pendidikan Islam di Indonesia. Dilihat dari sudut pendidikan Nasioanal Indonesia yang berfungsi “untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu

40


(43)

32

kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan Nasional” (UU No. 2 / 1989 Bab II Pasal 3), maka fungsi pendidikan Islam merupakan prototype yang lengkap dari fungsi pendidikan Nasional Indonesia yang pantas untuk

diaktualisasikan. 41

G. Konsep Manusia

Dalam al-Quran, secara terminologi manusia dipandangkan dengan kata al-Ihsan, al-Nas dan Basyar, yang menurut Jamali ketiganya menunjukkan pada substansi makna yang sama yakni unsur pensifatan yang inheren dalam diri makhluk yang tertinggi. Kata al-Ihsan memiliki makna melihat, mengetahui dan minta izin. Kata al-Nas menunjukkan hubungan antara manusia, mengetahui, berfikir, dan memahami. Demikian pula kata Insan dari asalnya nasiyah yang artinya lupa dan jika dilihat dari kata dasarnya yaitu al-Uns yang berarti jinak. Kata Basyar dipakai untuk menyebutkan semua makhluk baik laki-laki

maupun perempuan, baik plural, maupun jamak (kolektif).

Kata Basyar dalam Al-Quran seluruhnya menunjukkan pengertian pada bani Adam yang dapat makan, minum, berjalan dan bertemu dipasar-pasar sebagaimana yang lain. Dengan ketiga kata tersebut, Al-Quran menjelaskan manusia secara multidimensi, dimana kata al-insan (al-Nas) memberikan konteks ideal, fitrah, dan potensial, atau dapat juga disimpulkan dengan manusia sebagai makhluk rasional, makhluk pembentuk kebudayaan. Sedangkan kata Basyar menunjukkan pada manusia sebagai diri yang berjiwa dan berbadan kasar (jasmaniah),

manusia yang berkebutuhan fisik, religious dan sosial.42

Manusia, dalam pandangan Islam, selalu dikaitkan dengan suatu kisah tersendiri. Di dalamnya, manusia tidak semata-mata digambarkan sebagai hewan tingkat tinggi yang berkuku, pipih, berjalan dengan dua

41

Ibid, h. 29

42

Jamali, dkk, Membedah Nalar Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Rihlah, 2005), hal 122-123


(44)

kaki, dan pandai bicara, lebih dari itu, menurut Al-Qur‟an, manusia lebih luhur dan gaib dari apa yang dapat didefinisikan oleh kata-kata tersebut.

Dalam Al-Qur‟an, manusia berulang kali diangkat derajatnya,

berulang-kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahanam sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukan alam, namun bisa juga merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib

akhir mereka sendiri.43

Penghormatan dan penghargaan Islam terhadap orang-orang yang

berilmu itu terbuktii dalam Al-qur‟an surat Al-Mujadalah ayat 11 yang

berbunyi:44

 

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa

derajat….(Q.S. Al-Mujadalah 11).

Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah

mengatakan, “Ilmu yang dimaksud oleh ayat di atas bukan saja ilmu

agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat”. Ini menunjukan bahwa

ilmu dalam pandangan al-Qur‟an bukan hanya ilmu agama. Disisi lain

itu juga menunjukan bahwa ilmu haruslah menghasilkan rasa takut dan kagum kepada Allah,yang pada gilirannya mendorong yang berilmu untukmengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk. 45

43

Murthadha muthahhari, Perspektif Al-Qur‟an Tentang Manusia Dan Agama, (Bandung: Mizan, 1992), h. 117

44

Zuhairini,dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), h. 167

45


(45)

34

Jadi, apapun ilmu yang kita cari jika itu bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain dan dengan ilmu itu kita kagum kepada sang khalik serta taqwa kepadaNya maka Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu tersebut. Tidak hanya derajat disisi Allah melainkan disisi manusia pula derajat manusia di angkat oleh Allah, sepertihalnya, Ulama, Profesor, doctor, dan lain sebagainya.

Manusia adalah khalifah Tuhan dimuka bumi

     Dan ingantlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat :

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang khalifah di bumi.”

(Q.S 2:30).

Menurut Quraish Shihab dalam kitab Tafsir al-Mishbah, Adalah

“Logis bila melanggar ketentuan atau syarat yang disepakati dikenai

sanksi, baik sanksi didunia maupun diakhirat”. Ayat ini menegaskan

bahwa perniagaan yang didasari kebatilan atau membunuh yang sangat besar serta aniaya maka kami kelak akan memasukannya kedalam neraka, walu usianya di dunia ini masih panjang, itu adalah ketentuan

Allah yaitu memasukannya kedalam neraka itu mudah bagi Allah.46

Sebesar-besar atau sekecil-kecilnya kebaikan pasti akan mendapatkan balasan yang baik pula dari Allah, begitu pula dengan keburukan maka akan mendapatkan balasan keburukan dari Allah. Dan setiap perbuatan akan mendapatkan resiko yang dapat ditanggung oleh diri sendiri.

Menurut Hamka di dalam bukunya Tafsir Al-Azhar 10:755, pada diri

setiap manusia, terdapat tiga unsur utama yang dapat menopang

tugasnya sebagai khalifah fi al-ard maupun abd Allah. Ketiga unsure

utama tersebut adalah akal, hati, kalbu (roh), dan pancaindra (penglihatan dan pendengaran) yang tedapat pada jasadnya. Perpaduan ketiga unsur tersebut membantu manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan membangun peradabannya, memahami fungsi

46


(46)

kekhalifahannya, serta menangkap tanda-tanda kebesaran Allah. Dalam

hal ini, ia mengutip firman Allah SWT. 47























Katakanlah: “Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, pengelihatan dan hati.” (tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (QS. Al-Mulk:23).

Menurut Tafsir At-Thabari, dan menjadikan kamu pendengaran

yakni yang dengannya kalian dapat mendengar, lalu pengelihatan yang dengannya kalian dapat melihat, dan hati yang dengannya kalian dapat

berfikir, namun amat sedikit kamu bersyukur, Ia berkata “sedikit sekali

sesuatu yang kalian syukuri dari banyaknya kenikmatan yang Allah

anugrahkan kepada kalian.48 Padahal untuk mendapatkan kenikmatan

dunia yang banyak adalah dengan cara bersyukur kadang kita lalai mencaci sesuatu yang kecil padahal itu pemberian Allah dan Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali didalamnya terdapat manfaat untuk makhluk diseluruh alam, hendaknya kita bersyukur atas nikmat terkecil yang Allah berikan kepada kita seperti bernafas,melihat, mendengar dan lain-lin hingga nikmat terbesar seperti mempunya rumah mewah, mobil mewah dan lain-lain.

Menurut Harun Nasution sebagaimana dikutip oleh Al-Rasyidin dan

Samsul Nizar, “Unsur materi manusia mempunyai daya fisik, seperti

mendengar, melihat, merasa, meraba, mencium, dan gaya gerak. Sementara itu unsur imateri mempunyai dua daya, yaitu daya berfikir

yang disebut akal dan daya rasa yang berpusat dikalbu”. Untuk

membangun daya fisik perlu dibina melalui latihan-latihan keterampilan dan panca indra. Sedangkan untuk mengembangkan daya akal dapat dipertajam melalui proses penalaran dan berfikir. Sedangkan

47

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 121

48 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath

-Thabari, Tafsir At-Thabari, (Jakarta : PustakaAzzam, 2009), h. 297


(47)

36

mengembangkan daya rasa dapat dipertajam melalui ibadah, karena intisari ibadah dalam Islam ialah mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Suci, Allah SWT. Yang maha suci hanya dapat didekati oleh ruh yang suci dan ibadah adalah sarana latihan strategis untuk mensucikan ruh atau jiwa. Konsep ini membawa konsekuensi bahwa secara filosof

pendidikan Islam seyogyanya merupakan kesatuan pendidikan Qalbiyah

dan „Aqliyah agar tercipta manusia-manusia yang memiliki kepribadian

yang utuh sesuai dengan fisafat pendidikan.49

Menurut para filosof, bahwa manusia lahir dengan potesi kodratnya berupa cipta, rasa, dan karsa. Cipta adalah kemampuan spiritual yang secara khusus mempersoalkan nilai kebenaran. Rasa adalah kemampuan spiritual, yang secara khusus mempersoalkan nilai keindahan. Sedangkan karsa adalah kemampuan spiritual, yang secara khusus mempersoalkan nilai kebaikan. Ketiga jenis nilai tersebut dibingkai dalam satu ikatan system, selanjutnya dijadikan landasan dasar untuk merumuskan filsafat hidup, menentukan pedoman hiduup, dan mengatur sikap dan prilaku hidup agar senantiasa terarah ke pencapaian tujuan hidup. 50

Banyak sekali definisi dan penjelasan yang diberikan kalangan ilmuan tentang esensi dan hakikat manusia.manusia adalah binatang yang kesempurnaan belum melewati batas-batas telah memperoleh kebinatangannya, sehingga seluruh perbuatan, prilaku,karakter, dan bahkan ilmu dan pemikirannya tidak lebir bersumber dari pengaruh-pengaruh dan kebutuhan-kebutuhan materi dan hanya mempunyai satu dimensi, dan tidak mempercayai satu dimensi, dan tidak mempercayai sedikitpun akan adanya ruh, dan bahkan mereka mengatakan bahwa ruh

dan jiwa manusia tidak lebih bersumber dari reaksi kimiawi materi.51

49

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Filsafat Pendidikan Islam, h. 16-17

50

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan, h. 52

51


(48)

Diilhami oleh kaum rasional (Descartes) yang menyatakan bahwa kelebihan manusia dari binatang adalah tabiat rasionalnya, kemampuan menilai dan memilih, ditunjang oleh kaum Neo Freudian (Frankl, Adler,

Jung) yang menekankan aspek kesadaran manusia–daya kemauan dan

daya nalarnya; digerakan oleh kaum eksistensialis (Sartre, Buber, Tillich) yang menyatakan bahwa manusia berbeda dari binatang karena

ia mampu menyadari bahwa ia bertanggung jawab terhadap tindakan–

tindakan yang dilakukannya, maka psikologi humanistic melihat manusia memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari pada binatang. Ia bukan saja digerakan oleh dorongan biologis saja, tetapi juga oleh

kebutuhan untuk mengembangkan dirinya sampai bentuk yang ideal –

untuk memenuhi dirinya (Self actualization). Manusia ialah makhluk

yang unik: rasional, bertanggung jawab, dan memiliki kecerdasan.52

Analisa secara filosofis mengatakan bahwa hakikat kodrat martabat manusia adalah merupakan kesatuan integral segi-segi atau

potensi-potensi essensial : 53

 Manusia sebagai makhluk pribadi (individual being)

 Manusia sebagai makhluk sosial (sosial being)

 Manusia sebagai manusia susila (moral being)

 Manusia sebagai makhluk bertuhan.

Ada teori mengatakan bahwa manusia mengetahui sesuatu melalui fitrahnya. Benda-banda yang ia ketahui dengan cara ini, tentu saja dengan cara sedikit. Dengan kata lain, prinsip berpikir pada semua

manusia bersifat fitrah, sedangkan cabangnya bersifat muktasabah.

Yang dimaksud dengan prinsip berfikir disini bukan prinsip berfikirnya Platon, yang mengatakan bahwa di alam lain manusia telah mengetahui segala sesuatu, namun kemudian lupa. Tetapi, yang dimaksud adalah bahwa didunia ini manusia diingatkan pada prinsip-prinsip tersebut. Hanya saja, untuk mengetahuinya, ia memerlukan guru, memerlukan

52

Murthadha Muthahhari, Perspektif Al-Qur‟an Tentang Manusia Dan Agama, (Bandung: Mizan, 1992), h. 29

53


(49)

38

system yang membedakan besar dan kecil, perlu membuat analogi,

menempuh pengalaman, dan sebagainya. Artinya, bangunan

intelektualitas manusia dijadikan sedemikian rupa, sehingga dengan menyodorkan beberapa hal saja cukuplah baginya untuk mengetahui hal itu tanpa harus ada dalil dan bukti. Dan juga bukan karena ia telah

mengetahui hal itu sebelumnya.54

Hakikat manusia sesungguhnya di samping kedua unsur pokok tersebut adalah terletak pada fungsi eksistensialnya dalam hidup ini. Seberapa jauh manusia itu dapat berbuat dalam hidup ini, baik berbuat untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Sebagaimana dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim bahwa “sebaik-baik manusia adalah yang mau berbuat untuk dirinya dan berguna bagi

orang lain”.55

Suatu naluri yang memiliki hubungan erat dengan penciptaan manusia itu senidri, dan yang majukan sejarhnya adalah nalurinya itu. Aktivitasnya merupakan akibat dari naluri itu. Dan kesempurnaan

dirinya juga karena adanya naluri itu juga. Islam mengatakan, “aktivitas

manusia dilahirkan dari nalurinya.” Tetapi kaum materialis mengatakan “Naluri manusia dilahirkan dari aktivitasnya.” Islam dengan tegas menyatakan bahwa kita memiliki dua bentuk manusia: ada manusia yang fitrah di mana setiap orang sejak awal penciptaanya disertai dengan sederetan potensi meraih nilai-nilai yang tinggi dan luhur. Kemudian ketika seseorang manusia dilahirkan di dunia, ia telah memiliki potensi untuk menjadi seseorang yang bermoral, memiliki potensi untuk menjadi seseorang yang agamis, memiliki potensi menyukai keindahan, memiliki potensi untuk hidup bebas dan merdeka. Manusia secara potensial, dalam dirinya telah terdapat nilai-nilai yang tinggi dan luhur dan dalam hal ini persis sebatang tumbuhan yang agar dapat tumbuh

54

Murthadha Muthahhari, Bedah Tuntas Fitrah, (Jakarta: Citra, 2011), h. 30-31

55

A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : UIN Mlang Press, 2008), h. 65


(1)

75

D, Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-Ma’rif, 1989

Dauz Biotekhno Hakekat Manusia Dengan Pendidikan Diposkan Di 02.24 Selasa, 09 Oktober 2012

Departemen Dalam Negeri, Undang – undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : PT. Kloang Klede Putra Timur, 2003

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Manusia Filsafat dan pendidikan. Jakarta: Radar Jaya Offset, 2002

Langgulung, Hasan, Manusia & Pendidikan; Suatu Analisa Psikologis, Filsafat, dan pendidikan. Jakarta: PT. Pusaka Al HusnaBaru, 2004

Muthahhari, Murtadha, Bimbingan Untuk Generasi Muda. Jakarta: Sadra International Institute, 2011

_______, Bedah Tuntas Fitrah. Jakarta: Citra, 2011

_______, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan. Jakarta: Lentera, 1999

_______, Dasar-Dasar Epitimologi Pendidikan Islam. Jakarta: Sadra International Institute, 2011

_______, Keadilan Ilahi; Asas Pandangan Dunia Islam, Terj: Agus Efendi. Bandung: Mizan, 1995


(2)

76

_______, Manusia Sempurna Pandangan Islam Tentang Hakikat Manusia.Jakarta:Lentera, 1994

_______, Mengenal Epistimologi, Sebuah Pembuktian Terhadap Rapuhnya Pemikiran Asing dan Kokohnya Pemikiran Islam. Jakarta: Lentera, 2008

_______, Pengantar Ilmu-ilmu Islam. Jakarta: Pustaka Azzahra, 2003

_______, Pengantar Pemikiran Shadra: Filsafat Hikmah, terj: Tim penerjemah Mizan. Bandung: Mizan, 2002

_______, Perspektif al-Qur’an tentang Manusia dan Agama, Terj: Haidar Bagir.Bandung: Mizan, 1995

Nata, Abbudin, Metode Study Islam. Jakarta: PT Grafindo Persada, 2001

_______, Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997

_______, Filsafat Pendidikan. Jakarta : 2011

_______, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Perdana Media Group, 2012

Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka,1984

Syam, Muhammad Noor, filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan pancasila. Surabaya: Usaha Nasional, 1986

Syaodih, Nana Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Jakarta: 2009

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007

UU RI . No 20 Tahun 2003 “Tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003”. Jakarta : CV Mini Jaya Abadi, 2003


(3)

(4)

(5)

(6)

KEMENTERIAN AGAMA

FORM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081

UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

FITK No. Revisi: : 02

Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1

SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/.../2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Lamp. : -

Hal : Bimbingan Skripsi

Kepada Yth.

Prof. Dr. Abuddin Nata. MA Pembimbing Skripsi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Assalamu’alaikum wr.wb.

Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I/II (materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:

Nama : Siska Wulandari

NIM : 109011000256

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Semester : IX (Sembilan)

Judul Skripsi : Konsep Manusia dan Implementasinya dalam Perumusan Tujuan Pendidikan Islam Menurut Murthadha Muthahhari

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal ... , abstraksi/outline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.

a.n. Dekan

Kajur Pendidikan Agama Islam

Dr. H. Abdul Majid Khon, M. Ag. NIP. 19580707 1987031 005 Tembusan:

1. Dekan FITK 2. Mahasiswa ybs.