Konsep Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari

(1)

KONSEP PENDIDIKAN

MENURUT MURTADHA MUTHAHHARI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

IFAH NABILAH ZAHIDAH

109011000288

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN MUNAQASAH

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ... 1

B. Identifikasi masalah……….. 5

C. Pembatasan masalah dan rumusan masalah ... 6

D. Tujuan penelitian ... 6

E. Manfaat penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian pendidikan ... 7

B. Tujuan pendidikan ... 10

C. Dasar-dasar pendidikan ... 16

D. Kajian terdahulu yang relevan………... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian ... 23

B. Jenis dan pendekatan penelitian... 23

C. Sumber data ... 24

D. Tekhnik pengumpulan data... 25


(6)

v

B. Fitrah………... 38

1. Pengertian fitrah dari segi bahasa……… 38

2. Fitrah sebagai dimensi asasi pendidikan Islam…... 40

C. Kewajiban mencari ilmu………... 42

1. Mencari ilmu………... 47

2. Ilmu agama dan bukan ilmu agama……… 51

D. Kaitan antara sains dan agama…... 53

E. Dunia pendidikan dan tantangan zaman……… 56

1. Belajar tentang zaman……….. 56

2. Dunia pendidikan dalam menyikapi perubahan zaman 61 F. Pendidikan dan Dekadansi Moral... 62

BAB V Kesimpulan Dan Saran A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA... 70

DAFTAR UJI REFERENSI LAMPIRAN – LAMPIRAN


(7)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Bimbingan Skripsi Lampiran II : Daftar Uji Referensi


(8)

(9)

i

ABSTRAK

Ifah Nabilah Zahidah (109011000288), Konsep Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena popularitas kebudayaan Barat yang mempengaruhi generai muda. Idealnya pendidikan menurut Murtadha Muthahhari secara teoritik, praksis, maupun filosofis mampu menjadi sebuah instrument bagi upaya penegakan moralitas. Namun dalam kenyataannya, perilaku yang tidak bermoral sering terjadi. Tentunya pendidikan yang Islami sebagaimana yang diutarakan Murtadha Muthahhari harus mempunyai peran dalam membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep pendidikan Murtadha Muthahhari.

Penelitian ini ingin mendeskripsikan serta mendapatkan data dan fakta mengenai pokok-pokok pemikiran pendidikan menurut Murtadha Muthahhari. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih dalam pengembangan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam pendidikan Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan (library research). Dalam penelitian ini data diolah dari pelbagai buku, surat kabar, majalah dan beberapa tulisan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

Hasil penulisan skripsi ini mengenai konsep pendidikan Murtadha Muthahhari menunjukkan bahwa pendidikan terkait erat dengan fitrah, kewajiban mencari ilmu adalah kunci dari semua kewajiban, sains (ilmu pengetahuan) dan agama (keimanan) adalah dua hal yang saling melengkapi satu sama lain, dan sikap dunia pendidikan dalam menghadapi perubahan zaman adalah tidak secara buta menerima seluruh perkembangan zaman dan tidak seluruhnya menolak perkembangan zaman.


(10)

i

ABSTRAK

Ifah Nabilah Zahidah (109011000288), Konsep Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahhari. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini dilatarbelakangi fenomena popularitas kebudayaan Barat yang mempengaruhi generai muda. Idealnya pendidikan menurut Murtadha Muthahhari secara teoritik, praksis, maupun filosofis mampu menjadi sebuah instrument bagi upaya penegakan moralitas. Namun dalam kenyataannya, perilaku yang tidak bermoral sering terjadi. Tentunya pendidikan yang Islami sebagaimana yang diutarakan Murtadha Muthahhari harus mempunyai peran dalam membentuk peserta didik yang berakhlak mulia. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep pendidikan Murtadha Muthahhari.

Penelitian ini ingin mendeskripsikan serta mendapatkan data dan fakta mengenai pokok-pokok pemikiran pendidikan menurut Murtadha Muthahhari. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih dalam pengembangan khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam pendidikan Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan teknik penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan (library research). Dalam penelitian ini data diolah dari pelbagai buku, surat kabar, majalah dan beberapa tulisan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini.

Hasil penulisan skripsi ini mengenai konsep pendidikan Murtadha Muthahhari menunjukkan bahwa pendidikan terkait erat dengan fitrah, kewajiban mencari ilmu adalah kunci dari semua kewajiban, sains (ilmu pengetahuan) dan agama (keimanan) adalah dua hal yang saling melengkapi satu sama lain, dan sikap dunia pendidikan dalam menghadapi perubahan zaman adalah tidak secara buta menerima seluruh perkembangan zaman dan tidak seluruhnya menolak perkembangan zaman.


(11)

ii

KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, nikmat akal, serta nikmat yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang disucikan, dan para sahabat setianya serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat: 1. Aba dan Umi tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberi motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Marhamah Saleh, LC, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

5. Bapak Dr. Muhammad Dahlan, M.Hum selaku dosen pembimbing yang mau meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan motivasi kepada penulis selama proses bimbingan.

6. Bapak Ghufron Ihsan selaku penasehat akademik.

7. Seluruh dosen dan staff jurusan Pendidikan Agama Islam.

8. Kakak dan adik-adikku yang selalu menghibur dan seluruh keluarga yang turut memberi motivasi dan doa.

9. Ali Alatas, S.Kom yang terus memberi semangat dan dukungan serta bantuan lainnya kepada penulis.

10.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Agama Islam angkatan 2009 terutama untuk anak kelas G, semoga sukses selalu.


(12)

iii

12.Untuk semua orang yang ada dalam kehidupan penulis yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan atas jasanya yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bidang ilmu pengetahuan, Amiin.

Jakarta, 12 Maret 2014 Penulis

Ifah Nabilah Zahidah NIM.109011000288


(13)

ii

KATA PENGANTAR

Puji sukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat, nikmat akal, serta nikmat yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW, para keluarganya yang disucikan, dan para sahabat setianya serta kepada para pengikutnya hingga akhir zaman.

Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan, dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat: 1. Aba dan Umi tercinta yang senantiasa mendoakan dan memberi motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Bapak Abdul Majid Khon, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Marhamah Saleh, LC, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

5. Bapak Dr. Muhammad Dahlan, M.Hum selaku dosen pembimbing yang mau meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan motivasi kepada penulis selama proses bimbingan.

6. Bapak Ghufron Ihsan selaku penasehat akademik.

7. Seluruh dosen dan staff jurusan Pendidikan Agama Islam.

8. Kakak dan adik-adikku yang selalu menghibur dan seluruh keluarga yang turut memberi motivasi dan doa.

9. Ali Alatas, S.Kom yang terus memberi semangat dan dukungan serta bantuan lainnya kepada penulis.

10.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Agama Islam angkatan 2009 terutama untuk anak kelas G, semoga sukses selalu.


(14)

iii

11.Sahabat-sahabatku Ika, Ina, Kokom, Ikoh, yang selalu mengerjakan sama-sama di perpustakaan. Semoga kita terus berhubungan baik dan saling silaturahmi.

12.Untuk semua orang yang ada dalam kehidupan penulis yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi.

Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan atas jasanya yang diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bidang ilmu pengetahuan, Amiin.

Jakarta, 12 Maret 2014 Penulis

Ifah Nabilah Zahidah NIM.109011000288


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, setiap manusia belajar seluruh hal yang belum diketahui. Bahkan dengan pendidikan, seorang manusia dapat menguasai dunia dan tidak terikat lagi oleh batas-batas yang membatasi dirinya. Pendidikan melahirkan seorang yang berilmu, yang dapat menjadi khalifah

Allah di bumi ini. Seperti diungkapkan Muhammad „Abduh, seorang tokoh

pembaharu Muslim terkenal, bahwa pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia dan dapat mengubah segala sesuatu.1

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup oleh umat Islam dan tidak ada lagi keraguan didalamnya. Ia mengandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing dan secara fungsional dapat memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.

Al-Qur'an telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, Jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain: menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat.

Manusia menurut al-Qur’an, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang

1


(16)

memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Allah juga menegaskan bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas. Allah berfirman:2













Artinya: “kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (QS.

Al-Isra’: 85)

Iman dan ilmu adalah karakteristik kemanusiaan, maka pemisahan keduanya akan menurunkan martabat manusia. Iman tanpa ilmu akan mengakibatkan fanatisme dan kemunduran, takhayul dan kebodohan. Ilmu tanpa iman akan digunakan untuk memuaskan kerakusan, kepongahan, ambisi, penindasan, perbudakan, penipuan dan kecurangan. Muthahhari menegaskan bahwa Islamlah satu-satunya agama yang memadukan iman dan ilmu (sains).3

Keterkaitan antara iman dan ilmu serta pertalian keduanya yang tidak dapat dipisahkan selalu mewarnai pemikiran dan dasar pemikiran pendidikan Muthahhari. Lazimnya para ulama yang lain, Muthahhari menegaskan bahwa kewajiban menuntut ilmu tidak bisa tergantikan.





























































Artinya: “Katakanlah, „Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang

-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az Zumar:9).

Sebagaimana ayat al-Qur’an di atas, banyak sekali hadis-hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. “Mencari ilmu wajib hukumnya bagi setiap

muslim”. Arti dari hadis ini adalah bahwa salah satu kewajiban Islam, yang

2

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,2000), Cet ke-XI, h.435-436

3

Murtadha Muthahhari, “Tafsir” Holistik Kajian Seputar Relasi Tuhan, Manusia, dan


(17)

3

sejajar dengan semua kewajiban lainnya adalah mencari ilmu. Mencari ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap orang muslim; tidak hanya dikhususkan bagi satu kelompok dan tidak bagi kelompok yang lain.4

Di dalam sejarah disebutkan bahwa pada masa sebelum datangnya Islam, sebagian masyarakat berperadaban pada waktu itu memandang bahwa mencari ilmu adalah hak sebagian kelompok, dan tidak mengakui bahwa mencari ilmu adalah hak seluruh lapisan masyarakat. Di dalam Islam, ilmu bukan hanya dianggap sebagai hak setiap orang, melainkan Islam menganggapnya sebagai tugas dan kewajiban bagi semua orang. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban sebagaimana kewajiban-kewajiban yang lain seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.

Islam pada abad keemasan bagaikan harta karun kekayaan peradaban intelektual yang tidak ternilai harganya. Ia menyebar hampir ke seluruh dunia. Kehebatan imperium Islam dalam abad keemasan tersebut melampaui kehebatan imperium Romawi, 7 abad sebelumnya. Di antara nilai peradaban intelektualnya yaitu:

Pertama, semangat mencari ilmu yang luar biasa dari orang-orang Islam. Hal ini bisa terjadi karena dipicu oleh doktrin Islam, bahwa mencari ilmu, mengembangkan dan kemudian mengamalkannya untuk membangun kehidupan, adalah wajib hukumnya. Semangat pencarian ilmu tersebut menjadi kunci penjelajahan intelektual Islam pada puncaknya abad ke-9, 10, dan 11M.

Kedua, semangat pencarian ilmu menemukan momentumnya dalam imperium Islam di bawah bimbingan para khalifah. Pada masa itu dana serta fasilitas dari istana untuk mempercepat perkembangan peradaban baru yang berbasis pengetahuan (knowledge based) merupakan kebijakan prioritas.5

Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang baik laki-laki ataupun perempuan. Menuntut ilmu juga tidak memiliki batasan waktu atau masa

4

Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan, (Jakarta: Lentera, 1999), Cet. Ke-1, h. 157.

5

Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. Ke-1, h. 71-72.


(18)

tertentu, sebagaimana hadis Nabi saw, “Carilah Ilmu dari buaian sampai ke

liang kubur” (Bukhari & Muslim). Pada setiap zaman manusia haruslah menggunakan kesempatan yang ada untuk mencari ilmu. Keluasan kewajiban menuntut ilmu juga digambarkan dalam hadis, “Carilah ilmu walaupun di

negeri Cina”. Artinya bahwa mencari ilmu tidak memiliki batasan tempat tertentu.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Islam telah memerintahkan menuntut ilmu dengan tiada batasan golongan tertentu, waktu, tempat dan pengajarnya tetapi mengapa Islam begitu mundur dan generasi muda saat ini selalu berteman dengan kebodohan? Hal inilah yang sangat menyedihkan karena sesungguhnya perintah-perintah yang mulia ini telah ditinggalkan begitu saja oleh generasi muda saat ini.

Masih dalam konsep kewajiban mencari ilmu, Muthahhari menukil salah satu hadis Rasulullah SAW, “Seandainya engkau mengetahui apa yang terkandung di dalam mencari ilmu, maka niscaya mencarinya meskipun

sampai harus mengalirkan darah dan menyelami lautan”. Dalam mengambil ilmu sebagai hikmah Muthahhari juga tidak membatasi pada satu golongan tertentu. Hal ini berdasarkan hadis Rasul SAW, “Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, yang akan diambil di mana saja mereka

menemukannya”. Dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali KW juga menyatakan,

“Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, maka ambillah hikmah itu

meskipun dari orang munafik”.6

Dilihat dari perspektif pendidikan dan pengajaran, ketentuan-ketentuan akhlak Islam ditujukan untuk mendidik manusia agar sesuai dan selaras dengan apa yang diinginkan oleh Islam. Sasaran utama pendidikan dipandang dari sisi sebuah kerangka pengantar terbentuknya masyarakat yang baik, maka pembentukan kepribadian seseorang sangatlah penting. Islam sangat menjaga dan menghormati kejejatian individu dan masyarakat.7

6

Murtadha Muthahhari, op. cit., h.158.

7

Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Sadra International Institute, 2011), Cet ke-1, h.2.


(19)

5

Untuk mengetahui lebih jauh pemikiran Murtadha Muthahhari tentang pendidikan, penulis akan meneliti lebih dalam lagi mengenai “Konsep

Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, menunjukkan bahwa mencari ilmu wajib hukumnya. Tidak membeda-bedakan baik laki-laki atau perempuan dan tidak memiliki batasan waktu atau masa tertentu. Maka penulis mencoba mengidentifikasi beberapa masalah, antara lain:

1. Kurangnya semangat dalam belajar mengajar

2. Murtadha Muthahhari menyatakan banyak pendidikan yang belum dapat mendidik akhlak atau moral seseorang.

3. Pendidikan modern mendominasi pembelajaran.

C.

Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar kajian menjadi jelas dan terarah, sehingga tujuan kajian tercapai. Dalam kajian ini permasalahan dibatasi pada: pemikiran Murtadha Muthahhari tentang pendidikan.

Berdasarkan pembatasan masalah, masalah kajian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana konsep pendidikan menurut Murtadha Muthahhari?

D.

Tujuan Penelitian

Dengan melihat dan memperhatikan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan konsep pendidikan menurut Murtadha Muthahhari.

E.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dapat dijelaskan manfaat dari kajian ini adalah sebagai berikut:


(20)

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan, terutama bagi kemajuan ilmu pendidikan, khususnya menyangkut konsep pendidikan Muthahhari yang belum begitu dikenal akrab oleh pakar-pakar di bidang pendidikan.

2. Menambah sumber referensi bagi jurusan ilmu pendidikan (tarbiyyah), yang akan meneliti lebih lanjut mengenai konsep pendidikan menurut Murtadha Muthahhari.

3. Memberikan masukan bagi para pakar di bidang pendidikan mengenai keunggulan dan originalitas konsep pendidikan Muthahhari, yang nantinya diharapkan dapat ditransfer ke dalam dunia pendidikan Islam Indonesia.


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah proses yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, setiap manusia belajar seluruh hal yang belum diketahui. Bahkan dengan pendidikan, seorang manusia dapat menguasai dunia dan tidak terikat lagi oleh batas-batas yang membatasi dirinya. Pendidikan melahirkan seorang yang berilmu, yang dapat menjadi khalifah

Allah di bumi ini. Seperti diungkapkan Muhammad „Abduh, seorang tokoh

pembaharu Muslim terkenal, bahwa pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia dan dapat mengubah segala sesuatu.1

Al-Qur'an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup oleh umat Islam dan tidak ada lagi keraguan didalamnya. Ia mengandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing dan secara fungsional dapat memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalahan yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.

Al-Qur'an telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, Jika al-Qur'an dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi dalam al-Qur'an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain: menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat.

Manusia menurut al-Qur’an, memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang

1


(22)

memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Allah juga menegaskan bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas. Allah berfirman:2













Artinya: “kamu tidak diberi pengetahuan kecuali sedikit”. (QS.

Al-Isra’: 85)

Iman dan ilmu adalah karakteristik kemanusiaan, maka pemisahan keduanya akan menurunkan martabat manusia. Iman tanpa ilmu akan mengakibatkan fanatisme dan kemunduran, takhayul dan kebodohan. Ilmu tanpa iman akan digunakan untuk memuaskan kerakusan, kepongahan, ambisi, penindasan, perbudakan, penipuan dan kecurangan. Muthahhari menegaskan bahwa Islamlah satu-satunya agama yang memadukan iman dan ilmu (sains).3

Keterkaitan antara iman dan ilmu serta pertalian keduanya yang tidak dapat dipisahkan selalu mewarnai pemikiran dan dasar pemikiran pendidikan Muthahhari. Lazimnya para ulama yang lain, Muthahhari menegaskan bahwa kewajiban menuntut ilmu tidak bisa tergantikan.





























































Artinya: “Katakanlah, „Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang

-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (QS. Az Zumar:9).

Sebagaimana ayat al-Qur’an di atas, banyak sekali hadis-hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. “Mencari ilmu wajib hukumnya bagi setiap

muslim”. Arti dari hadis ini adalah bahwa salah satu kewajiban Islam, yang

2

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan,2000), Cet ke-XI, h.435-436

3

Murtadha Muthahhari, “Tafsir” Holistik Kajian Seputar Relasi Tuhan, Manusia, dan


(23)

3

sejajar dengan semua kewajiban lainnya adalah mencari ilmu. Mencari ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap orang muslim; tidak hanya dikhususkan bagi satu kelompok dan tidak bagi kelompok yang lain.4

Di dalam sejarah disebutkan bahwa pada masa sebelum datangnya Islam, sebagian masyarakat berperadaban pada waktu itu memandang bahwa mencari ilmu adalah hak sebagian kelompok, dan tidak mengakui bahwa mencari ilmu adalah hak seluruh lapisan masyarakat. Di dalam Islam, ilmu bukan hanya dianggap sebagai hak setiap orang, melainkan Islam menganggapnya sebagai tugas dan kewajiban bagi semua orang. Mencari ilmu adalah sebuah kewajiban sebagaimana kewajiban-kewajiban yang lain seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.

Islam pada abad keemasan bagaikan harta karun kekayaan peradaban intelektual yang tidak ternilai harganya. Ia menyebar hampir ke seluruh dunia. Kehebatan imperium Islam dalam abad keemasan tersebut melampaui kehebatan imperium Romawi, 7 abad sebelumnya. Di antara nilai peradaban intelektualnya yaitu:

Pertama, semangat mencari ilmu yang luar biasa dari orang-orang Islam. Hal ini bisa terjadi karena dipicu oleh doktrin Islam, bahwa mencari ilmu, mengembangkan dan kemudian mengamalkannya untuk membangun kehidupan, adalah wajib hukumnya. Semangat pencarian ilmu tersebut menjadi kunci penjelajahan intelektual Islam pada puncaknya abad ke-9, 10, dan 11M.

Kedua, semangat pencarian ilmu menemukan momentumnya dalam imperium Islam di bawah bimbingan para khalifah. Pada masa itu dana serta fasilitas dari istana untuk mempercepat perkembangan peradaban baru yang berbasis pengetahuan (knowledge based) merupakan kebijakan prioritas.5

Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap orang baik laki-laki ataupun perempuan. Menuntut ilmu juga tidak memiliki batasan waktu atau masa

4

Murtadha Muthahhari, Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan, (Jakarta: Lentera, 1999), Cet. Ke-1, h. 157.

5

Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. Ke-1, h. 71-72.


(24)

tertentu, sebagaimana hadis Nabi saw, “Carilah Ilmu dari buaian sampai ke

liang kubur” (Bukhari & Muslim). Pada setiap zaman manusia haruslah menggunakan kesempatan yang ada untuk mencari ilmu. Keluasan kewajiban menuntut ilmu juga digambarkan dalam hadis, “Carilah ilmu walaupun di

negeri Cina”. Artinya bahwa mencari ilmu tidak memiliki batasan tempat tertentu.

Dalam hal ini dapat dilihat bahwa Islam telah memerintahkan menuntut ilmu dengan tiada batasan golongan tertentu, waktu, tempat dan pengajarnya tetapi mengapa Islam begitu mundur dan generasi muda saat ini selalu berteman dengan kebodohan? Hal inilah yang sangat menyedihkan karena sesungguhnya perintah-perintah yang mulia ini telah ditinggalkan begitu saja oleh generasi muda saat ini.

Masih dalam konsep kewajiban mencari ilmu, Muthahhari menukil salah satu hadis Rasulullah SAW, “Seandainya engkau mengetahui apa yang terkandung di dalam mencari ilmu, maka niscaya mencarinya meskipun

sampai harus mengalirkan darah dan menyelami lautan”. Dalam mengambil ilmu sebagai hikmah Muthahhari juga tidak membatasi pada satu golongan tertentu. Hal ini berdasarkan hadis Rasul SAW, “Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, yang akan diambil di mana saja mereka

menemukannya”. Dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali KW juga menyatakan,

“Hikmah adalah barang orang mukmin yang hilang, maka ambillah hikmah itu

meskipun dari orang munafik”.6

Dilihat dari perspektif pendidikan dan pengajaran, ketentuan-ketentuan akhlak Islam ditujukan untuk mendidik manusia agar sesuai dan selaras dengan apa yang diinginkan oleh Islam. Sasaran utama pendidikan dipandang dari sisi sebuah kerangka pengantar terbentuknya masyarakat yang baik, maka pembentukan kepribadian seseorang sangatlah penting. Islam sangat menjaga dan menghormati kejejatian individu dan masyarakat.7

6

Murtadha Muthahhari, op. cit., h.158.

7

Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Sadra International Institute, 2011), Cet ke-1, h.2.


(25)

5

Untuk mengetahui lebih jauh pemikiran Murtadha Muthahhari tentang pendidikan, penulis akan meneliti lebih dalam lagi mengenai “Konsep

Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan, menunjukkan bahwa mencari ilmu wajib hukumnya. Tidak membeda-bedakan baik laki-laki atau perempuan dan tidak memiliki batasan waktu atau masa tertentu. Maka penulis mencoba mengidentifikasi beberapa masalah, antara lain:

1. Kurangnya semangat dalam belajar mengajar

2. Murtadha Muthahhari menyatakan banyak pendidikan yang belum dapat mendidik akhlak atau moral seseorang.

3. Pendidikan modern mendominasi pembelajaran.

C.

Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Pembatasan masalah dimaksudkan agar kajian menjadi jelas dan terarah, sehingga tujuan kajian tercapai. Dalam kajian ini permasalahan dibatasi pada: pemikiran Murtadha Muthahhari tentang pendidikan.

Berdasarkan pembatasan masalah, masalah kajian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana konsep pendidikan menurut Murtadha Muthahhari?

D.

Tujuan Penelitian

Dengan melihat dan memperhatikan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan konsep pendidikan menurut Murtadha Muthahhari.

E.

Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka dapat dijelaskan manfaat dari kajian ini adalah sebagai berikut:


(26)

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan, terutama bagi kemajuan ilmu pendidikan, khususnya menyangkut konsep pendidikan Muthahhari yang belum begitu dikenal akrab oleh pakar-pakar di bidang pendidikan.

2. Menambah sumber referensi bagi jurusan ilmu pendidikan (tarbiyyah), yang akan meneliti lebih lanjut mengenai konsep pendidikan menurut Murtadha Muthahhari.

3. Memberikan masukan bagi para pakar di bidang pendidikan mengenai keunggulan dan originalitas konsep pendidikan Muthahhari, yang nantinya diharapkan dapat ditransfer ke dalam dunia pendidikan Islam Indonesia.


(27)

7

BAB II

DEFINISI PENDIDIKAN

A.

Pengertian Pendidikan Islam

Berbicara masalah pendidikan merupakan suatu kajian yang cukup menarik, karena pemahaman makna tentang pendidikan adalah beragam. Pendidikan dalam arti sempit yaitu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam arti luas pendidikan adalah menyangkut seluruh pengalaman.1

Menurut Ibrahim Amini, pendidikan adalah memilih tindakan dan perkataan yang sesuai, menciptakan syarat-syarat dan faktor-faktor yang diperlukan, dan membantu seorang individu yang menjadi objek pendidikan supaya dapat dengan sempurna mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya, dan secara perlahan-lahan bergerak maju menuju tujuan dan kesempurnaan yang diharapkan.2

Menurut Ahmad Tafsir, pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, dengan menjelaskan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati.3

Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani memaknai pendidikan adalah suatu proses mengubah tingkah laku individu, pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat.4

1

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. Ke-7, h.24-25

2

Ibrahim Amini 1, Asupan Ilahi, (Jakarta: Al-Huda, 2011), Cet. Ke-1, h.21

3

Ahmad Tafsir, op. cit., h.26

4


(28)

Menurut Ali Ashraf, pendidikan adalah sebuah aktivitas tertentu yang memiliki maksud tertentu yang diarahkan untuk mengembangkan individu sepenuhnya.5

Menurut Murtadha Muthahhari sendiri pendidikan identik dengan proses pengembangan yang bertujuan agar membangkitkan sekaligus mengaktifkan potensi-potensi yang terkandung (al-malakat al-kaminah) dalam diri manusia.6

Menurut Marimba pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama menurut ukuran-ukuran Islam.7

Menurut Musthafa Al-Ghulayaini Pendidikan Islam ialah menanamkan akhlak yang mulia di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya dan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga akhlak itu menjadi salah satu kemampuan (meresap dalam) jiwanya kemudian buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cinta bekerja untuk kemanfaatan tanah air.

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Pendidikan Islam ialah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.

Pendidikan mempunyai peran yang sangat urgen untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan juga menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa, dan menjadi cermin kepribadian masyarakatnya.8 Begitu pula dengan ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan haruslah berorientasi pada nilai-nilai Islami.

Yang harus dilakukan dalam pendidikan pada dasarnya adalah orientasi terhadap masa depan. Karena pendidikan Islam tidak hanya

5

Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996), h. 1

6

Murtadha Muthahhari, Dasar-dasar Epistimologi Islam, (Jakarta: Sadra Press, 2011), h. 37

7

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al Ma’arif,

1989), h.19

8

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. Ke-1, h.27.


(29)

9

berorientasi pada masa sekarang tetapi juga berorientasi pada masa depan, yang sekaligus merupakan ciri visi dan misi pendidikan Islam. Islam mengajarkan agar kita tidak hanya memperhatikan masa kini tetapi juga memperhatikan serta mempersiapkan diri untuk masa depan, dengan mengantisipasi serta menetapkan sasaran atas apa-apa yang akan menjadi hasil atau akibat yang diharapkan dari tindakan-tindakan yang dilakukan.9

Pada zaman Nabi, pendidikan merupakan sesuatu yang dinamis, praktis, dan relevan sesuai dengan kebutuhan masyarakat riil, sehingga pendidikan di kala itu mempunyai kekuatan dalam hal memberi inspirasi dan mentransformasikan kehidupan manusia menyeluruh. Model pendidikan profetik ini mempunyai substansi pengalaman kehidupan sehari-hari dan permasalahan-permasalahan komunitas muslim pada awalnya dari masa ke masa. Pendidikan tersebut tidak seperti pendidikan Islam yang ada sekarang, yang stagnan dan tidak respontif.10

Pendidikan sebagai proses penyiapan peserta didik agar memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan hari ini dan esok harus dilihat dari dimensi informasi. Dengan kata lain, kemampuan tersebut akan dicapai hanya melalui intensitas mencari, mengolah, dan menginterpretasikan informasi. Menguasai informasi hari ini berarti mampu menguasai informasi hari esok. Menguasai permasalahan hari ini berarti menguasai permasalahan hari esok. Sekarang dan esok sebenarnya bersifat saling berkaitan dan merupakan jaringan-jaringan masalah yang kompleks meski dengan tingkat kompleksitas yang beragam.11

Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan pendidik sangat penting artinya dalam proses pendidikan, karena dia yang bertanggung jawab dan menentukan arah pendidikan tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bertugas sebagai pendidik, karena memiliki ilmu pengetahuan untuk

9

Muthahhari, op.cit., h. 25.

10

Zainuddin, Paradigma Pendidikan Terpadu, (Malang: UIN MALANG PRESS, 2008), h. 106

11


(30)

melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Pendidik mempunyai tugas yang mulia, sehingga Islam memandang pendidik mempunyai derajat yang lebih tinggi dari pada orang-orang yang tidak berilmu dan orang-orang yang bukan sebagai pendidik.12

B.

Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan adalah suatu proses, maka proses tersebut akan berakir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan.

Pendidikan harus bergerak dinamis, berjalan tiada henti mengikuti perkembangan bahkan memimpin perkembangan itu menuju kemajuannya. Maka tujuan yang utama bagi pendidikan ialah melatih anak didik supaya membiasakan diri untuk berdiri sendiri, dan harus mampu memandang dan menjangkau jauh ke depan, kepada masa datang yang bakal ditempatinya.13 Menurut Murtadha Muthahhri, pendidikan dan pembelajaran bertujuan untuk memaksimalkan potensi berpikir pelajar.14

Secara filosofis, pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk al-insan kamil atau manusia paripurna. Beranjak dari konsep di atas, maka setidaknya pendidikan Islam diarahkan pada dua dimensi, yaitu: pertama, dimensi dialektika horizontal terhadap sesamanya. Kedua, dimensi ketundukan vertikal kepada Allah.15

Pada dimensi pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan pemahaman tentang kehidupan konkret dalam konteks dirinya, sesama manusia, dan alam semesta. Akumulasi berbagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental merupakan bekal utama pemahaman terhadap makna

12

Zuhairini, dkk. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet ke 4, h. 167.

13

Zainal Abidin, Memperkembang dan MempertahankanPendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang ), h. 16.

14

Muthahhari, op. cit., h. 13

15

A.M. Saefuddin, Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi, (Bandung: Mizan, 1991), h. 126


(31)

11

kehidupan. Sementara pada dimensi kedua, memberikan arti bahwa pendidikan sains dan tekhnologi, selain menjadi alat untuk memanfaatkan, memelihara, dan melestarikan sumber daya alami, juga menjadi jembatan dalam mencapai hubungan yang abadi dengan Sang Pencipta. Untuk itu, pelaksanaan ibadah dalam arti seluas-luasnya merupakan sarana yang dapat menghantarkan manusia ke arah ketundukan vertikal kepada Khaliknya.

Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan kepada Allah. Yang dimaksud menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup menusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Seperti firman-Nya:16















Artinya: “Dan Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Zariyat:56)

Tujuan merupakan sesuatu yang esensial bagi kehidupan manusia. Dengan adanya tujuan, semua aktivitas dan gerak manusia menjadi lebih dinamis, terarah, dan bermakna. Tanpa tujuan, semua aktivitas manusia akan kabur dan terombang-ambing. Dengan acuan ini, manusia dan makhluk ciptaan-Nya juga memiliki tujuan dalam kehidupannya, yaitu untuk mengabdi kepada-Nya seperti dalam firman-Nya:

























Artinya: “Katakanlah sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,

hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. Al-An’am ayat:162)

16


(32)

Jalal menyatakan bahwa sebagian orang mengira ibadah itu terbatas pada menunaikan shalat, shaum pada bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat, ibadah Haji, serta mengucapkan syahadat. Tetapi sebenarnya ibadah itu mencakup semua amal, pikiran, dan perasaan yang dihadapkan (atau disandarkan) kepada Allah. Aspek ibadah merupakan kewajiban orang islam untuk mempelajarinya agar ia dapat mengamalkannya dengan cara yang benar.17

Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan Islam adalah “mengenal

dan mencari keridhoan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak

mulia”,18

serta “mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan

berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya”.19

Pandangan-pandangan di atas memberikan makna, bahwa secara substansial pendidikan Islam tidak hanya bertujuan mencetak ulama. Tujuan ini bahkan mungkin hanya feriferal, mengingat keulamaan bukan sekedar soal kedalaman ilmu, akan tetapi juga berkaitan dengan akhlak, pengakuan masyarakat (social recognition), dan aktivias kehidupan kekinian. Oleh karena itu, tujuan pendidikan Islam sesungguhnya lebih berorintasi pada transinternalisasi ilmu kepada peserta didik agar mereka menjadi insan yang berkualitas, baik dalam aspek keagamaan maupun sosial. Dalam arti lain, tujuan pendidikan Islam yang dibangunnya bukan hanya bersifat internal bagi peserta didik guna memiliki sejumlah ilmu pengetahuan dan mengenal Khaliknya, akan tetapi juga secara eksternal mampu hidup dan merefleksikan ilmu yang dimiliki bagi kemakmuran alam semesta. Untuk mencapai tujuan ideal ini, maka pendidikan Islam hendaknya diformulasi secara sistematis dan integral, sehingga dapat merangsang tumbuhnya dinamika fitrah peserta didik secara optimal.20

17

Tafsir, op. cit., h.46-47.

18

HAMKA, op. cit., h. 190.

19

HAMKA, Lembaga Budi, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 2-3.

20

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran HAMKA Tentang Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 117.


(33)

13

Menurut Muhammad Abduh, tujuan pendidikan Islam sebagai upaya mendidik akal dan jiwa serta menyampaikannya hingga batas-batas kemungkinan manusia (peserta didik) mampu mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.21 Pandangan ini seirama dengan rumusan tujuan pendidikan pada Kongres se-Dunia ke II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad. Pada kongres tersebut, dinyatakan bahwa:

Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah, dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi komunitas, maupun seluruh umat manusia.

Berpijak pada tujuan pendidikan Islam yang dikemukakannya di atas, pendidikan Islam hendaknya senantiasa berorientasi pada upaya mengantarkan peserta didik agar mampu menjawab tantangan zaman yang timbul dalam kehidupan sosial sebagai konsekuensi logis dari perubahan peradabannya. Untuk itu, alternatif yang terbaik adalah bersikap terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum dan menanamkan nilai-nilai agama kepada peserta didik ecara seimbang.22

Tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia agar mampu menjalankan fungsinya sebagai abid Allah dan khalifahNya, manusia yang memiliki unsur-unsur jasmani, akal, dan jiwa. Pembinaan akalnya akan menghasilkan ilmu, sedangkan pembinaan jasmaninya menghailkan keterampilan dan pembinaan jiwa menghasilkan akhlak (moral) yang

21

Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: LOGOS Wacana Ilmu, 1999), h. 24.

22


(34)

dilakukan secara integral. Dengan demikian terciptalah makhluk dwi-dimensi dalam satu keseimbangan ilmu, amal, dan iman.23

Tujuan dari pendidikan Islam bukanlah untuk memberi informasi tentang Islam kepada anak-anak didik saja, tetapi lebih menekankan bagaimana menjadi seorang muslim dan memberi mereka inspirasi sehingga ilmu tersebut bisa ditransformasikan dalam kehidupan mereka.24

Menurut pandangan Islam manusia itu satu hakikat tetapi mempunyai tiga dimensi wujud, yaitu; wujud jasmani (fisik), wujud hewani, dan wujud insani.25 Dari sisi sebagai jasmani manusia mempunyai rupa dan susunan khusus yang dengannya manusia dapat tumbuh dan berketurunan. Oleh karena itu, pendidikan berpengaruh terhadap kondisi fisik anak, dan tentunya hal ini harus mendapat perhatian dari para pendidik. Para pendidik harus memperhatikan perkembangan fisik anak, dan harus berusaha mendidik mereka menjadi individu yang sehat, kuat dan seimbang.

Dari sisi sebagai hewan, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang untuk memenuhinya telah diletakkan berbagai insting dalam dirinya dan untuk mencapainya telah diciptakan baginya anggota-anggota tubuh yang sesuai. Manusia memiliki perasaan, kehendak, kemampuan gerak, syahwat dan marah, yang jika ia kehilangan salah satu darinya maka kehidupan hewaninya menjadi terganggu. Oleh karena itu, dalam mendidik anak para pendidik harus mengembangkan insting dan sifat-sifat hewani si anak secara seimbang.

Akan tetapi manusia tidak terbatas hanya pada dimensi-dimensi fisik, tumbuhan dan hewan saja, melainkan manusia juga mempunyai dimensi insani. Manusia memiliki kemampuan keilmuan yang tidak dimiliki hewan-hewan yang lain. Manusia diciptakan bebas, mempunyai kemampuan memilih dan mengemban kewajiban di pundaknya. Manusia mempunyai fitrah mencari dan menyembah Tuhan. Dengan perantara ilmu, iman, amal sholeh dan

23

Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2002), h.173

24

Zainuddin, op. cit., h. 107.

25


(35)

15

berakhlak terpuji, diri manusia menjadi sempurna dan menjadi dekat dengan Alllah SWT; sebaliknya keyakinan yang menyimpang, amal perbuatan buruk dan akhlak tercela akan menjatuhkan dan menjerumuskannya.

Untuk itu, para pendidik harus mengembangkan sisi-sisi kemanusiaan anak dan mendidiknya supaya menjadi manusia. Para pendidik harus mendidik mereka menjadi manusia yang berakal, cerdas, beriman, mengenal kewajiban, gigih, ulet, dan lain-lain. Oleh karena itu, target dan tujuan pendidikan itu luas dan harus mencakup seluruh dimensi wujud manusia terutama dimensi-dimensi insaninya.

Peran seorang pendidik tentunya tidak hanya terbatas kepada pemberian informasi dan mengajarkan kepada pelajar agar mampu menguasai ilmu. Karena hal ini hanya akan menjadikan otak para pelajar membeku sehingga tidak termotivasi agar menggunakan nalar dan kreasi mereka.26

C.

Dasar-dasar Pendidikan Islam

Pendidikan merupakan sebuah sistem yang mengandung aspek visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, proses belajar mengajar, guru, murid, manajemen, sarana prasarana, biaya, lingkungan dan sebagainya. Berbagai komponen pendidikan tersebut membentuk sebuah sistem yang memiliki konstruksi atau bangunan yang khas. Agar konstruksi atau bangunan pendidikan tersebut kukuh, maka ia harus memiliki dasar, fundament, atau asas yang menopang dan menyangganya, sehingga bangunan konsep pendidikan tersebut dapat berdiri kukuh dan dapat digunakan sebagai acuan dalam praktek pendidikan. Dengan demikian, dasar-dasar pendidikan yaitu segala sesuatu yang bersifat konsep, pemikiran dan gagasan yang mendasari, melandasi, dan mengasasi pendidikan. Agar bangunan pendidikan tersebut benar-benar memberikan keyakinan bagi orang yang menggunakannya, maka ia harus memiliki dasar, fundamen atau asas yang kukuh pula.

26


(36)

Kajian tentang dasar pendidikan telah banyak dibicarakan para ahli. Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir misalnya berpendapat, bahwa dasar pendidikan Islam merupakan landasan operasional yang dijadikan untuk merealisasikan dasar ideal/sumber pendidikan Islam. Namun menurut Prof. Abudin Nata lebih cenderung mengatakan, bahwa dasar pendidikan bukanlah landasan operasional, tetapi lebih merupakan landasan konseptual. Karena dasar pendidikan tidak secara langsung memberikan dasar bagi pelaksanaan pendidikan, namun lebih memberikan dasar bagi penyusunan konsep pendidikan.27

Dasar ilmu pendidikan Islam bersumber dari al-Qur`an, sunnah Rasulullah SAW, dan ra`yu (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah, apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan al-Qur`an, dan ra`yu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah. Macam-macam dasar-dasar pendidikan Islam:

1. Al-Qur`an

Al-Qur`an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Muhammad SAW dalam bahasa Arab yang terang, guna menjelaskan jalan hidup yang bermaslahat bagi umat manusia baik di dunia maupun di akhirat. Terjemahan al-Qur`an ke dalam bahasa lain dan tafsirannya bukanlah al-Qur`an, dan karenanya bukan nash yang qath`i dan sah dijadikan rujukan dalam menarik kesimpulan ajarannya.28

Al-Qur`an menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk. Allah swt menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya:

27

Nata, op. cit., h. 89-90.

28


(37)

17











































Artinya:“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”. (Q.S. Al-Isra:9)

Petunjuk al-Qur`an sebagaimana dikemukakan Mahmud Syaltut dikelompokkan menjadi tiga pokok yang disebutnya sebagai maksud-maksud al-Qur`an, yaitu:

a. Petunjuk tentang aqidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.

b. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan.

c. Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubugannya dengan Tuhan dan sesamanya.

Pengelompokan tersebut dapat disederhanakan menjadi dua, yaitu petunjuk tentang akidah dan petunjuk tentang syari`ah. Dalam menyajikan maksud-maksud tersebut, al-Qur`an menggunakan metode-metode sebagai berikut:

1. Mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah SWT.

2. Menceritakan kisah umat terdahulu kepada orang-orang yang mengerjakan kebaikan maupun yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah itu manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang diberlakukan Allah terhadap mereka.

3. Menghidupkan kepekaan bathin manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berfikir tentang awal dan materi kejadiannya,


(38)

kehidupannya dan kesudahannya, sehingga insyaf akan Tuhan yang menciptakan segala kekuatan.

4. Memberi kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman.

Menurut M. Quraish Shihab hubungan al-Qur`an dan ilmu tidak dilihat dari adakah suatu teori tercantum di dalam al-Qur`an, tetapi adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi kemajuan ilmu atau sebaliknya, serta adakah satu ayat al-Qur`an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkannya kepada masyarakat, tetapi juga diukur terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu itu.29

Dalam hal ini para ulama sering mengemukakan perintah Allah SWT langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk berfikir, merenung, menalar dan sebagainya, banyak sekali seruan dalam al-Qur`an kepada manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran dikaitkan dengan peringatan, gugatan,atau perintah supaya ia berfikir, merenung dan menalar.

2. Sunnah

Al-Qur`an disampaikan oleh Rasulallah SAW kepada manusia dengan penuh amanat, tidak sedikitpun ditambah ataupun dikurangi. Selanjutnya, manusialah hendaknya yang berusaha memahaminya, menerimanya dan kemudian mengamalkannya. Sering kali manusia menemui kesulitan dalam memahaminya, dan ini dialami oleh para sahabat sebagai generasi pertama penerima al-Qur`an. Karenanya mereka meminta penjelasan kepada Rasulallah SAW, yang memang diberi otoritas untuk itu. Allah SWT menyatakan otoritas dimaksud dalam firman Allah SWT di bawah ini:

29

M. Qurais Shihab, Membumikan al-Qur`an : Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyaraka,, (Bandung: Mizan, 1995), h. 42.


(39)

19







































Artinya:“…dan Kami turunkan kepadamu al-Dzikri (Al Quran), agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir”. (Q. S. al-Nahl:44)

Penjelasan itu disebut al-Sunnah yang secara bahasa al-Thariqoh yang artinya jalan, adapun hubungannya dengan Rasulullah SAW berarti perkataan, perbuatan, atau ketetapannya. Para ulama meyatakan bahwa kedudukan Sunnah terhadap al-Qur`an adalah sebagai penjelas. Bahkan Umar bin al-Khaththab mengingatkan bahwa Sunnah merupakan

penjelasan yang paling baik. Ia berkata “ Akan datang suatu kaum yang

membantahmu dengan hal-hal yang subhat di dalam al-Qur`an. Maka hadapilah mereka dengan berpegang kepada Sunnah, karena orang-orang yang bergelut dengan sunah lebih tahu tentang kitab Allah SWT.30

Menurut Abdurrahman al-Nahlawi mengemukakan dalam lapangan pendidikan sunnah mempunyai dua faedah:

a. Menjelaskan sistem pendidikan Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur`an dan menerangkan hal-hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya.

b. Menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktikkan.

3. Ra`yu

Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, wewenang dan sebagainya.31

30

http://berbagi-makalah.blogspot.com/2012/06/dasar-dasar-pendidikan-islam.html

31

Soerjono Soekanto, Pokok - Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 198), h. 67-88.


(40)

Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang mestinya tidak dijumpai pada masa Rasulullah SAW, tetapi memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari para pendidik muslim. Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh-sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku, orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.

Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak zaman shahabat. Namun, tampaknya literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa ijtihad masih terpusat pada hukum syarak, yang menurut Ali Hasballah ialah proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat (seperti wajib, haram, sunnat) yang disandarkan pada perbuatan manusia, baik lahir maupun bathin.32

Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia ini tampaknya aspek lahir lebih menonjol ketimbang aspek bathin. Dengan perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti dari pada fiqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadat, muamalat lebih dominan ketimbang kajian tentang ikhlas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri, dan tidak menyakiti oang lain. Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu mengimbangi ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan bathinnya).

Salah satu dasar pendidikan dan pembelajaran adalah berorientasi kepada perkembangan atau kecerdasan emosi. Kecerdasan emosional ini berbeda dalam setiap umur dan perkembangan anak, semakin dewasa seseorang maka kecerdasan emosinya pun makin berkembang. Secara umum emosi anak mulai stabil ketika berumur 17 tahun ke atas. Karena itu Islam sangat memperhatikan pendidikan sesorang mulai sejak usia 7 tahun hingga 30 tahun. Dalam banyak hadis Rasulullah saw diingatkan bahwa

32


(41)

21

periode 7 sampai 30 tahun ini di anggap sebagai periode untuk pendidikan dan pembelajaran. Suatu periode yang cocok untuk mengembangkan berbagai potensi diri, baik potensi keagamaan, potensi keilmuwan, potensi akhlak, dan sebagainya. Bahkan periode ini dianggap sebagai fase umur dan keterbukaan. Pada fase ini segala aspek pembelajarannya berkembang secara aktif, melalui pertambahan informasi, perkembangan potensi berpikir, dan perkembangan perasaan dan mental secara umum. Pada fase ini, daya ingat dan daya tangkap baik sekali. Fase ini merupakan fase produktif seseorang dalam segala bidang, dan sangat menentukan unsur material dan spiritual masa depannya.

Aspek yang sangat penting dalam konteks ini berkaitan dengan sejauh mana perspektif Islam dalam mendidik manusia, karena manusia terdiri dari fisik dan mental. Menurut ilmu jiwa, jiwa manusia terdiri dari potensi-potensi fisik atau jasmani dan potensi-potensi psikis atau rohani.33

D. Kajian Terdahulu yang Relevan

Ayatullah Murtadha Muthahhari adalah salah seorang arsitek utama kesadaran baru Islam di Iran. Muthahhari juga di kenal sebagai tokoh intelektual Iran yang terkenal sangat produktif dalam menelurkan pemikiran-pemikiran baru mengenai ajaran Islam lewat karya-karyanya. Bisa dikatakan, beliau adalah kampiun bagi kebangkitan tradisi intelektual di dunia Muslim.

Kajian terdahulu ini dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana masalah ini pernah ditulis oleh orang lain sebelum kajian ini dilakukan. Kemudian untuk menghindari penelitian yang sama akan ditinjau sejauh mana perbedaan antara tulisan sebelumnya dengan kajian ini.

Dibawah ini beberapa penelitian yang telah menulis tentang Murtadha Muthahhari, yaitu:

1. Mahbubillah, dengan judul Pemikiran Murtadha Muthahhari Tentang Manusia dan Tujuan Pendidikan Islam. Dalam skripsinya, Mahbubillah menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk multi dimensi. Manusia

33


(42)

dilengkapi dengan berbagai potensi seperti akal pikiran, agar dapat menegmbangkan dirinya ke arah yang positif. Dari konsep manusia menurut Murtadha Muthahhari, maka tujuan pendidikan Islam adalah pertama, pendidikan Islam mengarahkan seluruh potensi tersebut secara maksimal dan ke arah yang jelas dan benar. Kedua, pendidikan Islam membentuk manusia secara integral dengan mengembangkan nilai-nilai insaniyah secara seimbang untuk menjadi manusia sempurna (insan kamil).34

2. Zuhriadi, dengan judul Konsep Pendidikan Akhlak Muratdha Muthahhari. Dalam skripsinya, zuhriadi menjelaskan tujuan dari pendidikan akhlak Murtadha Muthahhari adalah usaha menanamkan, membimbing keutamaan perangai, tabiat yang dimiliki anak didik. Konsep pendidikan akhlak Murtadha Muthahhari sangat relevan dengan pendidikan akhlak di Indonesia. Murtadha Muthahhari meletakkan sebuah konsep pendidikan akhlak melalui kerangka berfikir ilmiah serta pengembangan semua potensi yang ada pada anak didik.35

Dari paparan hasil kajian tersebut diatas, penulis menawarkan sebuah tulisan yang berbeda, di karenakan banyaknya karya ilmiah yang telah ditulis atau diteliti oleh para pendahulu mengenai pemikiran-pemikiran Murtadha Muthahhari. Dengan demikian jelas bahwa perbedaannya adalah Tulisan ini lebih mengacu kepada pandangan Murtadha Muthahhari konsep pendidikan yang difokuskan bagaimana menghadapi tantangan zaman yang terus berkembang.

34

Mahbubillah, Pemikiran Murtadha Muthahhari Tentang Manusia dan Tujuan Pendidikan Islam, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003.

35

Zuhriadi, Konsep Pendidikan Akhlak Murtadha Muthahhari, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009.


(43)

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah tempat atau lokasi di mana penelitian dilakukan. Sedangkan waktu penelitian berisi penjelasan kapan penelitian dilakukan (semester, tahun pelajaran) dan lama penelitian dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, tempat penelitian biasa disebut latar atau setting penelitian. Latar berisi penjelasan secara rinci situasi sosial meliputi: lokasi, tempat, aktivitas, atau tokoh yang diteliti.1

Penelitian yang berjudul “Konsep Pendidikan Menurut Murtadha

Muthahhari” ini dilaksanakan dalam waktu beberapa bulan, mulai dari bulan Juli-Maret (2013-2014)

B.

Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah, termasuk penelitian dapat menggunakan salah satu dari tiga grand metode, yaitu library research, field research, dan bibliography research. Yang dimaksud dengan dengan library research adalah karya ilmiah yang didasarkan pada literature atau pustaka. Field research adalah penelitian yang didasarkan pada studi lapangan. Sedangkan bibliography research adalah penelitian yang memfokuskan pada gagasan yang terkandung dalam teori.

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif, yang memfokuskan penelitian pada kajian kepustakaan (library research) dan mencoba mengkaji seorang tokoh yakni Murtadha Muthahhari tentang pemikiran konsep pendidikan. Untuk mempertajam analisis metode deskritif kualitatif, peneliti menggunakan teknis content analisys, yaitu

1


(44)

suatu analisis yang menekankan pada analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi. Content analysis memanfaatkan prosedur yang dapat menarik kesimpulan benar dari sebuah buku atau dokumen. Proses content analysis adalah dimulai dari isi pesan komunikasi tersebut, dipilah-pilah, kemudian dilakukan kategorisasi (pengelompokan) antara data yang sejenis, dan selanjutnya dianalisis secara kritis dan obyektif.2

Sedangkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Pendekatan historis, yaitu pendekatan yang dilakukan untuk mengungkapkan sejarah sang tokoh, yakni Murtadha Muthahhari. Oleh karena itu, studi tokoh harus menggunakan kaidah-kaidah kesejarahan yang tidak lepas dari ruang dan waktu beserta fakta-fakta sejarahnya.

b. Pendekatan sosio cultural religius, maksudnya dalam melakukan studi pemikiran sang tokoh peneliti tidak bisa melepaskannya dari konteks sosio cultural religi sang tokoh, karena pada dasarnya perasaan, pikiran dan tindakan sang tokoh merupakan refleksi dari sosio cultural sang tokoh tersebut.

C.

Sumber Data

Sumber data dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu sumber primer dan sumber sekunder.

1.

Data Primer

Data primer adalah data utama dari berbagai referensi atau sumber-sumber yang memberikan data langsung dari tangan pertama.3 Sumber utama dalam penelitian ini adalah buku-buku karya Murtadha Muthahhari yang

2

Soejono, dkk, Metode Penelitian ; Suatu Pemikiran dan Penerapan, (Jakarta : Rineka

Cipta,1999), h. 8-18.

3


(45)

25

memuat pemikirannya mengenai konsep pendidikan Islam. Di antara buku yang menjadi sumber utama dalam penelitian ini adalah:

a. Dasar-dasar Epistimologi Pendidikan Islam, Jakarta: Sadra International Institute, 2011.

b. Man and Universe. Qum: Ansariyan Publication, 1401 H.

c. Ceramah-ceramah Seputar Persoalan Penting Agama dan Kehidupan, terjemahan Dah Guftor oleh A. Subandi. Jakarta: Lentera, 1999.

d. Manusia dan Agama. Bandung: Mizan, 1995.

e. Bimbingan untuk Generasi Muda, Jakarta: Sadra International Institute, 2011.

2.

Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian dan memberi interpretasi terhadap sumber primer.4

Adapun data skunder dalam penulisan skripsi ini adalah buku-buku pendidikan, artikel-artikel, majalah dan sebagainya yang relevan dengan pembahasan skripsi.

D.

Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam hal metode atau strategi yang dipakai dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode dokumentasi. Data dokumentasi ini biasanya digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh dari wawancara, namun karena peneliti tidak menggunakan metode wawancara maka dokumentasi ini hanya digunakan penulis untuk mencatat tulisan-tulisan tokoh lain yang berkaitan dengan sang tokoh. Dalam hal ini, peneliti menggunakan tehnik documenter yang diperoleh dari karya tulis orang terdekat Murtadha Muthahhari dan karya orang lain yang berkaitan

4


(46)

dengan obyek kajian, tanpa menggunakan karya tulis dari sang tokoh, dikarenakan sang tokoh tidak meninggalkan pemikiran tentang konsep pendidikan dalam karya tulis.

Pengambilan data dengan tehnik dokumenter dapat dilakukan dengan beberapa tahap. Pertama, mencari dan menelusuri data tentang pemikiran Murtadha Muthahhari tentang konsep pendidikan. Kedua, dari data-data tersebut akan ditemukan pemikiran Murtadha Muthahhari tentang konsep pendidikan. Ketiga, setelah ditemukan data-data tersebut kemudian dibaca dan dipelajari secara teliti dan mendalam. Keempat, tahap pencatatan dan penulisan data, baik secara tekstual maupun kontekstual.

E.

Teknik Pengolahan Data

Sesuai dengan jenis data penelitian ini, data diolah dengan menggunakan teknik analisis non statistic atau analisis data kualitatif, yaitu mempelajari data yang akan diteliti secara mendasar dan mendalam. Langkah-langkah dalam analisis tehnik non statistik ini adalah: Pertama, klasifikasi data, yaitu menggolongkan aneka ragam data ke dalam kategori-kategori yang jumlahnya lebih terbatas. Secara teknik kategori-kategori tersebut harus disusun berdasarkan kriteria yang lengkap, sehingga tidak ada satu pun yang tidak mendapat tempat serta kategori satu dengan yang lain terpisah secara jelas dan tidak saling tumpang tindih. Kedua, mengklasifikasikan data tersebut dengan memberi tanda sesuai dengan data yang dibutuhkan. Ketiga, memeriksa keabsahan data. Keempat, penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substansif, dan Kelima, penarikan kesimpulan.

Analisis atau pengolahan data dalam studi pemikiran sang tokoh dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menemukan pola atau tema tertentu. Artinya peneliti berusaha menangkap karakteristik pemikiran sang tokoh dengan cara menata dan melihatnya


(47)

27

berdasarkan dimensi suatu bidang keilmuan sehingga dapat ditemukan pola atau tema tertentu.

2. Mencari hubungan logis antara pemikiran sang tokoh dalam suatu bidang keilmuan sehingga dapat ditemukan alasan mengenai pemikiran tersebut. Peneliti juga berupaya untuk menemukan arti dibalik pemikiran tersebut berdasarkan kondisi social politik yang mengitarinya.

3. Mencapai generalisai gagasan yang spesifik, artinya berdasarkan temuan-temuan yang spesifik tentang pemikiran sang tokoh, peneliti akan dapat menemukan aspek-aspek pemikiran yang dapat dikomparasikan (dibandingkan) dengan tokoh-tokoh lain yang sebelumnya sudah dipaparkan dalam kumpulan atauteori yang telah ada. Selain itu, dapat ditemukan pula aspek-aspek pemikiran sang tokoh yang dapat diimplikasikan dalam kumpulan pengetahuan yang telah mapan, dalam hal ini peneliti dapat menemukan aspek pemikiran sang tokoh yang dapat diaktualisasikan pada pendidikan Islam di abad 21.


(48)

28

A.

Biografi Murtadha Muthahhari

Ayatullah Murtadha Muthahhari adalah salah seorang arsitek utama kesadaran baru Islam di Iran. Ia dilahirkan di Fariman di propinsi Khurasan pada tanggal 2 Februari 1920. Ayahnya, Hujjatul Islam Muhammad Husein Muthahhari, terkenal sebagai alim ulama yang dihormati.1

Awal Muthahhari bersentuhan dengan dunia pendidikan dari ayahnya. Ia belajar pengetahuan agama di bawah asuhan ayahnya di sebuah madrasah tradisional di Fariman yang mengajarkan membaca dan mempelajari surat-surat pendek dari al-Qur’an dan sastra Arab. Sejak kecil telah tampak bakat dan kecintaannya yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan, serta kecerdasan dan perhatiannya yang besar terhadap ilmu kalam (teologi).2

Di usia yang ke 12 tahun, Muthahhari mulai belajar ilmu-ilmu agama di Hauzah Ilmiyah di Masyhad (pusat belajar dan ziarah kaum Syi’ah yang besar di Iran Timur). Di tempat itulah Muthahhari semakin tertarik dengan dunia filsafat, teologi, dan irfan. Di antara guru yang sangat berkesan di Masyhad ialah sosok pribadi dan pemikiran Mirza Mahdi Syahid Razavi,3 yang mengajarkan tentang filsafat Ilahiyah di pusat kajian ini.4

Razavi wafat pada tahun 1936, ketika Muthahhari belum cukup umur untuk mengikuti kuliah-kuliahnya. Ia meninggalkan Masyhad pada tahun berikutnya untuk belajar di lembaga pengajaran di Qum yatitu pusat kajian agama di Iran yang diminati oleh banyak siswa.

1

Murtadha Muthahhari, Pengantar Pemikiran Shadra: Filsafat Hikmah, terj: Tim penerjemah Mizan, (Bandung: Mizan, 2002), cet 1, h. 23.

2

M. Dawam Raharjo, Konsepsi Manusia Menurut Islam, (Jakarta: Grafitti Press, 1987), h. 127.

3

Muthahhari, op. cit., h. 24.

4

Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid, (Bandung: Yayasan Muthahhari, 1988), cet 2, h. 25.


(1)

72

Syamsuri,

Manusia Sempurna Perspektif Murtadha Muthahhari,

Penelitian Dosen

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN, 2001

Sobah, Izkar,

Kejahatan dan Keadilan Tuhan Dalam Perspektif Teologi Murtadha

Muthahhari,

Aqidah Filsafat: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, 2006

Soejono, dkk,

Metode Penelitian ; Suatu Pemikiran dan Penerapan

, Jakarta :

Rineka Cipta,1999

Soekanto, Soerjono,

Pokok - Pokok Sosiologi Hukum,

Jakarta: Rajawali Pers,

1998

Saefuddin, A.M.,

Desekularisasi Pemikiran Landasan Islamisasi,

Bandung:

Mizan, 1991

Tafsir, Ahmad,

Ilmu Pendidikan Islami

, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012

…….

,

Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam,

Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2007

Zainuddin,

Paradigma Pendidikan Terpadu

, Malang: UIN MALANG PRESS,

2008

Zuhairini, dkk.

Filsafat Pendidikan Islam

, Jakarta: Bumi Aksara, 2004

Zuhriadi,

Konsep Pendidikan Akhlak Murtadha Muthahhari

, UIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta, 2009. Tidak dipublikasikan


(2)

r/

I

DAFTAR UJI RBFERENSI

Nama : IfahNabilahZahidah

N i m : 1 0 9 0 1 1 0 0 0 2 8 8

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul skripsi : Konsep Pendidikan Menurut Murtadha Muthahhari

NO Referensi Paraf Pembimbing

I Ibrahim Amini, Antpan Ilahi I, Jakarta: Al-Huda, 201 1

2 .

Ibrahim Amini. Asuoan llahi 2. Jakarta: Al-Huda. 2011

a

J . Ali Ashral Horison Baru Penclidikan Islam, Jakarta: Pustaka

Firdaus, 1996

4. Zainal Abidin, Memperkembang dan Mempertaltankan

Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang

5 .

Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Kudus: Perpustakaan kudus

6 .

Saefudin Azurar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1 9 9 8

7 .

Haidar Bagir, Murtadha Muthahhari Sang Mujahid, Bandung:

Yayasan Muthahhari, 1 988

8 . Osman Bakar, Hierarki llmu,Bandung: Mizan, 1998

9 . Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raj

Grafindo Persada.1996

t0.

HAMKA, Lembaga Hidup, Jakarta: Djajamumi, 1962

u

HAMKA, Lembaga Budi,Iakarta: Pustaka Panjimas, 1983

t 2 .

Muhsin Labib, Para Filosof; Sebelum dan Sesudah Mulla Sadre

Jakarta: al-Huda,2005

1 3 .

Murtadha Muthahhari, "Tafsir" Holistik Kajian Tuhan, Manusia, dan Alam, Terj. dari Man and Ilyas Hasan, (Jakarta: Citra, 2012)

Seputar Relasi Universe oleh


(3)

,/

I

Penting Agama dan Kehidupan, Jakarta: Lentera, 1999

t

1 l

T

1 5 .

Murtadha Muthahhari, Dasar-Dasar Epistimologi Pendidikan

Islam, Jakarta: Sadra International Institute. 2011

u">

1 6 .

Murtadha Muthahhari, Pengantar Pemikiran Shadra: Filsafot

Hihnah, terj : Tim penerj emah Mizan, B andung : Mizan, 2002

1 7 . Murtadha Muthahhari, Bimbingan Untuk Generasi Muda,

Jakarta: Sadra International Institute. 2011

1 8 . Murtadha Muthahhari, Perspektif al-Qur'an tentang Manusia dan

Agama, Terj: Haidar Bagir, Bandung: Mizan, 1995

19.

Murtadha Muthahhari, Pengantar llmu-ilnru Islam, Jakarta:

Pustaka Azzahra,2003

20.

Murtadha Muthahhari, Keadilan llahi; Asas Pandangan Dunia

Islam, Terj: Agus Efendi, Bandung: Mizan,1995

2 t .

Murtadha Muthahhari, Islam Menjawab Tuntutan Zaman, Bandung: Yayasan Muthahhari, 1993

\

22.

Murtadha Muthahhari, Muhadharat fi ad-Din wa al-Ijtima',

Teheran: Muassasah al-Bi'tsah. I 395 H

2 3 .

Murtadha Muthahhari, Manusia dan Agama, Bandung: PT Mizan Pustaka.2007

24.

Murtadha Muthahhari, Fitrah, Terj. dari al-Fithrah oleh H. Alif

Muhammad, Jakarta: CITRA, 2011

25.

Murtadha Muthahhari, Konsep Pendidikan Islam, Terj. da

"Tarbiyatul Islam", Jakarta: Ikra Kurnia Gemilang, 2005

26.

Mastuhu, Sistem Pendidikan Nasional Visioner, Jakarta: Lentera

Hati,2007

27.

Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islsm, Jakarta:

LOGOS Wacana Ilmu, 1999

l^r

28.

Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam,

Bandung: al Ma'arif, 1989

li"

-"\

,J


(4)

'lt I

dan Tujuan Pendidikan Islam,IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,

2003. Tidak dipublikasikan

ll.^4

3 0 .

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: KENCANA, 2012

I

3 1 .

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelekhrul dan

Pemikiran HAMKA Tentang Pendidikan Islant, Jakarta: Kencana, 2008

3 2 .

Rif at Syauqi Nawawi, Kepribaclian Qur'ani, Jakarta: AMZAH,

2OIT

J J . Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: FITK UIN Syarif

Hidayatullah,2013

3 4 .

M. Dawam Raharjo, Konsepsi Manusia Memtrut Islam, Jakarta:

Grafitti Press. 1987

3 5 .

Jalaluddin Rahmat, et. al, "Kuliah-htliah Tasawttf', dalam Husein Shahab, Tasawuf dalant Perspektif Mazhab Etika, Jakarta:

Pustaka Hidayah, 2000

3 6 .

Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur'an, Bandung: Mizan, 2000

J t - Quraish Shihab, Memb umikan Al- Qur' an, B andung : Mizan, 2002

3 8 .

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an : Fungsi dan Peran

Wahyu D al am Kehi hry an Masy araka,, B andung ; Mizan, 199 5

3 9 .

Syamsuri, Manusia Sempurna Perspektif Murtadha Muthahhari, Penelitian Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. UIN. 2001

40.

Izkar Sobah, Kejahatan dqn Keadilan Tuhan Dalam

Teologi Murtadha Muthahhari, Aqidah Filsafat: Ushuluddin dan Filsafat . 2006

Perspektf

Fakultas

4r.

Soejono, dkk, Metode Penelitian ; Suatu Pemikiran dan

Penerapan, Jakarta : Rineka Cipta,l999

42.

Soerjono Soekanto, Pokok - Pokok Sosiologi Httkum, Jakarta:

Rajawali Pers, 1998

[,{^t


(5)

I

Bandung: Mizan,l99l

l l .

il tl

44. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islami, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2012

ll\2,_lt,

' - /

45.

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidiknn Dalam Perspektif Islam,

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007

46. Zainuddin, Paradignta Pendidikan Terpadu, Malang: UIN

MALANG PRESS, 2OO8

47.

Zuhairini, dld<. Filsafat Pendidikan Islant, Jakarta: Burni Aksara,

2004

4 8 . Zuhiadi, Konsep Pendidikan Akhlak Murtadha Muthahhari, UIN

Sunan Kalij aga, Yogyakarta, 2009. Tidak dipublikasikan

49.

http://berbagi-rnakalah.blogspot.com/20 I

2/06/dasar-dasar-pendidikan-i slam.htrnl

t\/\-L

u - /

Jakarta,

07 Mei 2014

I

fl'*-J

\V-LA-/'^---[ - /


(6)

KEMENTERIAN AGAMA

FORM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081

UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

FITK No. Revisi: : 02

Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1

SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/.../20103 Jakarta, 19 Juni 2014

Lamp. : -

Hal : Bimbingan Skripsi

Kepada Yth.

Dr. Muhammad Dahlan, M.Hum

Pembimbing Skripsi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Assalamu’alaikum wr.wb.

Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I/II (materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:

Nama : Ifah Nabilah Zahidah

NIM : 109011000288

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Semester : IX (Sembilan)

Judul Skripsi : Konsep Pendidikan MurtadhaMuthahhari

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal

... , abstraksi/outline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan

redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

a.n. Dekan

Kajur Pendidikan Agama Islam

Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag NIP. 19580707 198703 1 005

Tembusan:

1. Dekan FITK 2. Mahasiswa ybs.