FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI CONCEPTION RATE PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

ABSTRACT

THE FACTOR INFLUENCES CONCEPTION RATE OF BALI CATTLES IN PRINGSEWU REGENCY

By

Frandy Febrianthoro

The purpose of this reserch are to know value conception rate and the factors which disturb conception rate of Bali Cattles in Pringsewu Regency. This Research was held on December 2014 until January 2015 by using Bali Cattles that had been inseminated of 100 farmers as much 131 Bali Cattles and secondary data IB result from 5 Inseminators. Data was analysis by multifactors regression with SPSS (Statistics Packet for Social Science) program.

The result showed that Conception Rate of Bali Cattles at Pringsewu Regency is 50,38%. Factors that affect the conception rate are the system of provision of water that positively associated with factor value 0,255, shape of enclosure wall that negatively associated with factor value 0,142, age of Bali Cattles that negatively associated with factor value 0,015, service per conception that negatively associated with factor value 0,295.


(2)

ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHICONCEPTION RATE

PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

Frandy Febrianthoro

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya conception rate dan faktor-faktor yang memengaruhiconception rate pada Sapi Bali di Kabupaten pringsewu. Penelitian dilakukan pada Desember 2014 – Januari 2015 menggunakan Sapi Bali yang telah di IB milik 100 orang peternak dengan jumlah sapi sebanyak 131 ekor dan data sekunder hasil IB dari 5 orang inseminator. Data yang digunakan analisis regresi dengan program SPSS (Statistics Packet for Social Science).

Hasil penelitian menunjukan bahwa CR di Kabupaten Pringsewu sebesar 50,38%. Faktor-faktor yang memengaruhi nilai CR pada Sapi Bali adalah sistem pemberian air minum berasosiasi positif dengan besar faktor 0,255, bentuk dinding kandang berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,142, umur sapi berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,015, service per conception berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,295.


(3)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHICONCEPTION RATE

PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU ( Skripsi )

Oleh

FRANDY FEBRIANTHORO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarajana Peternakan

Pada

Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI CONCEPTION RATE PADA SAPI BALI DI KABUPATEN PRINGSEWU

( Skripsi )

Oleh

FRANDY FEBRIANTHORO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL ... iii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian ... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Sapi Bali ... 7

B. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu ... 9

C. Conception Rate... 10

1. Jumlah pemberian hijauan ... 11

2. Bentuk dinding kandang ... 11

3. Bahan lantai dan luas kandang ... 12

4. Lama beternak dan pengetahuan peternak tentang IB ... 14

III. BAHAN DAN METODE ... 15

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 15


(6)

C. Alat Penelitian ... 15

D. Metode Penelitian ... 15

1. Teknik pengambilan sampel... 15

2. Variabel yang digunakan... 16

3. Pelaksanaan penelitian ... 17

4. Analisis data ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

A. Gambaran Umum Ternak di Kabupaten Pringsewu... 18

B. Gambaran Umum Peternak di Kabupaten Pringsewu ... 19

C. Gambaran Umum Inseminator di Kabupaten Pringsewu ... 20

D. Faktor-faktor yang Memengaruhi Angka Kebuntingan... 20

1. Sistem pemberian air minum ... 22

2. Bentuk dinding kandang ... 24

3. Umur sapi ... 25

4. Service per conception ... 25

E. Penerapan Model ... 26

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 28

A. Simpulan... 28

B. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA... 29


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kriteria penentuan skor kondisi tubuh sapi potong... 36 2. Daftar variabel ternak yang digunakan dalam

analisis regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhiconception ratepada sapi Bali

di Kabupaten Pringsewu ... 37 3. Daftar variabel inseminator yang digunakan dalam

analisis regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhiconception ratepada sapi Bali

di Kabupaten Pringsewu ... 38

4. Daftar variabel peternak yang digunakan dalam analisis regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhiconception ratepada sapi Bali

di Kabupaten Pringsewu ... 39

5. Hasil pengamatan variabel pada tingkat ternak untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi angka

conception ratepada sapi Bali di Kabupaten Pringsewu... 40 6. Hasil pengamatan variabel pada tingkat inseminator untuk

mengetahui faktor-faktor yang memengaruhiconception rate

pada sapi Bali di Kabupaten Pringsewu... 41 7. Hasil pengamatan variabel pada tingkat peternak untuk

mengetahui faktor-faktor yang memengaruhiconception rate


(8)

(9)

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sebelum

mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri

(Q.S. Ar-Ra d:11)

Allah tidak akan membebani sesorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya

(Q.S. Al. Baqarah:286, Al An am:152)

Jangan menunda pekerjaan, karena pekerjaan setiap hari itu akan terus

bertambah

(Papa dan almh. Mama)

Mundur satu langkah untuk maju sepuluh langkah berikutnya

(Frandy Febrianthoro)


(10)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah swt dan junjungan kita Nabi Muhammad saw.

Dengan segala ketulusan serta kerendahan hati, sebuah

Karya Sederhana ini kupersembahkan kepada :

Papa dan (almh) Mama tercinta yang telah membesarkan,

Mendidik dan menyayangiku, serta selalu berdoa

Untuk keberhasilan dan keberkahan

Dari ilmu yang ku dapat.

Kakak-kakakku tercinta atas motivasi dan doanya selama ini

Seseorang yang mencintai kekurangan dan kelebihanku

Serta

Lembaga yang turut membaentuk pribadi diriku, mendewasakanku

dalam berpikir dan bertindak.

Almamater hijau

UNILA


(11)

(12)

RIWAYAT HIDUP

Frandy Febrianthoro dilahirkan di Kotabumi pada 15 Februari 1993, putra ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Daryanto dan Ibu Tuti Misratin. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar negeri di SDN 3 Tanjung Aman Kotabumi pada tahun 2005; sekolah menengah pertama di SMP Xaverius Kotabumi pada tahun 2008, sekolah menengah atas di SMA Yayasan Pembina Universita Lampung pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian

Universitas Lampung pada jurusan Peternakan melalui jalur Ujian Mandiri Lokal (UML). Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di BBPTU-HPT Sapi Perah Baturraden, Purwokwerto, Jawa Tengah pada Juni-Juli 2014 dan penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Bengkunat, Pesisir Barat pada Januari-Februari 2015. Selama masa studi penulis pernah menjadi Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Himpunan Mahasiswa Peternakan (HIMAPET) periode 2013-2014.


(13)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi dengan judul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Conception Rate pada

Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Jurusan Peternakan di Universitas Lampung

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.—selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampungatas izin yang diberikan;

2. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P.selaku Ketua Jurusan Peternakan dan Pembimbing Anggota—atas gagasan, saran, bimbingan,nasehat, dan segala bantuan yang diberikan selama penulisan skripsi;

3. Bapak drh. Madi Hartono, M.P.—selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing Akademikatas saran, motivasi, arahan, ilmu, dan bimbingannya serta segala bantuan selama penulisan skripsi ini;

4. Bapak drh. Purnama Edy Santosa, M.Si.—selakuPembahas—atas bimbingan, motivasi, kritik, saran, dan masukan yang positif kepada penulis serta segala bentuk bantuan selama masa studi dan penyusunan skripsi;


(14)

5. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Peingsewu, atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian ini;

6. Bapak drh. Johan sebagai penanggung jawab Puskeswan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Pringsewu atas kesediaannya dalam membimbing dan mendampingi penulis selama penelitian;

7. Pak Supardi, bang Taufik, bang Femi, pak Hanafi, pak Mardi selaku Inseminator Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu yang telah mendampingi Penulis selama penelitian;

8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Unila—atas bimbingan, nasehat, dan ilmu yang diberikan selama masa studi;

9. Papa dan almh. mamatercinta atas segala do’a, dorongan, semangat,

pengorbanan, dan kasih sayang yang tulus ikhlas dan senantiasa berjuang untuk keberhasilan ku, kakak-kakak ku Endar Yulianthina dan Indri Martyas Tanti tercinta serta Eyang Putriku atas nasihat dan dukungannya dalam bentuk moril maupun materil;

10. Seseorang yang selalu menanti keberhasilan dan mencintai kekurangan serta kelebihanku, Ajeng Indyfitria Lihawa;

11. Dwi Haryanto, Bastian Rusdi, Amita Juliana, Dea Ftiri Ariandrie, Putri Handayani sebagai rekan seperjuangan—atas persaudaraan dan kerjasamanya selama penelitian;

12. Teman-teman terbaikku Depo Kurniawan, Dimas Cahyo, Angga Alvianto, Arista Pribadi, Fakhri Aji, Miftahudin, Istiana, Tri Atika, Atikah, Dewi Novriani, Luthfi, M. Fadhil, Gusti Kadek, Ramadhan Agung, Restu—atas kekeluargaan, persahabatan, motivasi yang diberikan kepada penulis;


(15)

13. Keluarga besarAngkatan 2011” (Ade Irma, Aji, Ali, Apri, Arie, Bekti, Bowo, Dimas R, Edwin, Eko, Fauzan, Fery, Fitri Y, Gusma, Haekal, Hermawan, Solihin, Putu, Imah, Jenny, Konita, Laras, Lasmi, Linda, Lisa, Septia, Maria, Okta, Putri, Riswanda, Sarina, Sakroni, Rahmat, Riki Dwi, Ayu Astuti, Citra, Devi, Dina, Fitria, Nia, Komalasari, Retno, dan Siti Unayah) atas suasana kekeluargaan dan kenangan indah selama masa studi serta motivasi yang diberikan pada penulis;

14. Seluruh kakak-kakak (Angkatan 2009 dan 2010) serta adik-adik (Angkatan 2012, 2013 dan 2014) jurusan peternakan—atas persahabatan dan

motivasinya;

15. Semua aktor yang telah mengisi kehidupan dan menemaniku meskipun dari kejauhan dengan segala kasih sayang, dukungan, dan kenangan indah yang hanya menjadi persinggahan yang tidak dapat terlupa;

Semoga semua bantuan dan jasa baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dari Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, November 2015 Penulis


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang semakin meningkat serta kesadaran tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada peningkatan kebutuhan produk hewani. Daging sapi merupakan produk hewani yang keberadaannya selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Permintaan daging sapi diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, sehingga jumlah populasi sapi diharapkan terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan daging, pemerintah berupaya meningkatkan populasi sapi potong diantaranya dengan cara

meningkatkan efisiensi reproduksi dan mengatasi kasus gangguan reproduksi.

Sapi Bali adalah salah satu jenis sapi potong yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan daging. Sapi Bali merupakan sapi hasil domestikasi dari banteng (Bos bibos), Sapi Bali memiliki ciri-ciri khas yaitu kepala agak pendek, dahi datar, tanduk pada jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sedangkan betina agak ke bagian dalam, kaki pendek sehingga menyerupai kerbau (Sugeng, 1992). Keunggulan Sapi Bali yaitu cepat berkembang biak/fertiltas tinggi, mudah beradaptasi dengan lingkungannya, dapat hidup di lahan kritis, mempunyai daya cerna yang baik terhadap pakan dan persentase karkas yang tinggi.


(17)

2

Pada tahun 2011, jumlah populasi Sapi Bali di Provinsi Lampung yaitu sebesar 186.712 ekor dan jumlah populasi Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu sebesar 3.632 ekor (PSPK, 2011). Dalam upaya untuk meningkatkan populasi Sapi Bali ini, Pemerintah Kabupaten Pringsewu telah menerapkan teknologi Inseminasi Buatan (IB) . Saat ini, Sapi Bali yang sudah di IB di Kabupaten Pringsewu berjumlah 131 ekor (Dinas Peternakan Pringsewu, 2013).

Dalam memenuhi kebutuhan daging sapi yang terus meningkat tentunya tidak semudah yang diharapkan. Banyak permasalahan yang sering dijumpai oleh petani ternak dalam mengembangkan populasi ternak Sapi Bali. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh petani ternak adalah rendahnya efisiensi reproduksi pada ternak.

Angka konsepsi atauconception ratemerupakan salah satu metode untuk mengukur tinggi rendahnya efisiensi reproduksi. Conception rate(CR) adalah persentase sapi betina yang bunting dari inseminasi pertama (Sakti,2007). Conception rateyang ideal untuk suatu populasi ternak sapi adalah sebesar 65--75%, semakin tinggi nilai CR maka semakin subur sapinya dan begitu juga sebaliknya (Hardjopranjoto, 1995). Rendahnya nilai CR bisa menimbulkan sebuah kerugian ekonomis pada petani peternak karena perlu melakukan

inseminasi buatan lebih dari satu kali. Angka kebuntingan ditentukan berdasarkan diagnosis kebuntingan yang dilakukan dalam waktu 40—60 hari setelah di IB (Toelihere, 1985).


(18)

3

Penelitian yang dilakukan oleh Fitraldi (2014) tentang conception ratepada sapi potong di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan adalah 36,02%; dengan faktor-faktor yang mempengaruhi lama masa sapih, waktu IB, perkawinan kembali setelah beranak, jarak beranak ataucalving interval,umur ternak, dan birahi pertama setelah beranak.

Berdasarkan uraian di atas, CR dan faktor-fator yang memengaruhi pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai kesuburan sapi. Angka CR yang tinggi menunjukkan sapi yang subur, sebaliknya nilai CR yang rendah menunjukkan rendahnya tingkat kesuburan sapi tersebut. Angka kebuntingan dan faktor-faktor yang memengaruhi belum diketahui pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu, menjadikan alasan untuk melakukan penelitian ini. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui angka kebuntingan (conception rate) dan faktor-faktor yang memengaruhi angka kebuntingan pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1) besarnyaconception ratepada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu;

2) faktor-faktor yang mempengaruhiconception ratepada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang memengaruhiconception ratepada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu baik


(19)

4

untuk peternak maupun pemerintah sehingga dapat membantu upaya dalam meningkatkan nilaiconception ratesehingga terjadi peningkatan efisiensi reproduksi dan pendapatan peternak. Penelitian ini juga dapat menyumbangkan data atau informasi bagi penelitian selanjutnya.

D. Kerangka Pemikiran

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari Banteng(bibos banteng)(Hardjosubroto, 1994) dan merupakan sapi asli Pulau Bali (Payne dan Rollinson, 1974). Pemenuhan kebutuhan daging masyarakat Indonesia dapat disediakan dari jenis sapi ini, untuk memenuhi kebutuhan daging tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan populasi Sapi Bali. Sapi Bali mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi dan dapat digunakan sebagai ternak kerja di sawah dan ladang (Putuet al. 1998), daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan persentase kelahiran dapat mencapai 80,00% (Tanari, 2001) serta sapi induk (betina) mampu melahirkan setahun sekali. Selain itu, kualitas dagingnya sangat baik dengan persentase karkas (daging dan tulang dalam, tanpa kepala, kaki dan jeroan) mencapai 60% (Suryana, 2007).

Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa peningkatan populasi sapi potong akan menjadi lebih cepat jika efisiensi reproduksinya baik serta angka gangguan reproduksinya rendah. Oleh karena itu, sangat diperlukan pengelolaan reproduksi yang baik dengan tujuan utama mengurangi kasus gangguan reproduksi.


(20)

5

Menurut Hardjopranjoto (1995), parameter yang dipakai untuk menyatakan adanya gangguan reproduksi pada suatu peternakan antara lain:

1. rata-rata jumlah S/C lebih dari 2;

2. jarak antar melahirkan melebihi 400 hari;

3. jarak antar melahirkan sampai bunting kembali melebihi 120 hari; 4. jumlah sapi yang membutuhkan lebih dari tiga kali IB untuk terjadinya

kebuntingan melebihi 30%. 5. CR kurang dari 50%;

Angka kebuntingan atauconception rate(CR) adalah persentase sapi betina yang bunting dari inseminasi pertama (Sakti, 2007), CR ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. Parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi reproduksi dalam upaya meningkatkan populasi Sapi Bali yaituconception rate,karena CR

merupakan salah satu nilai untuk mengukur tinggi/rendahnya efisiensi reproduksi pada suatu peternakan.

Menurut Hardjopranjoto (1995), efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik apabila CR dapat mencapai 65--75%. Berdasarkan penelitian Pohan (1999), persentase CR pada Sapi Bali anestruspostpartumdengan penambahan hormone gonadotropin di Nusa Tenggara Timur sebesar 37,5% dengan faktor yang

memengaruhinya adalah kecepatan timbulnya estrus dan lama estrus.

Nilaiconception ratepada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu dan faktor-faktor yang memengaruhi belum diketahui, nilai CR dapat diketahui dengan menghitung jumlah betina yang bunting setelah di diagnosa parektal per jumlah betina yang di


(21)

6

Inseminasi di kalikan 100%, sedangkan faktor-faktor yang memengaruhinya dapat diperoleh dari mengetahui manajemen reproduksi dan pemeliharaan Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu. Dengan diketahuinya nilai CR dan faktor-faktor yang memengaruhi nilai CR tersebut, sehingga akan menjadi dasar untuk membantu peternak dan pemerintah dalam meningkatkan efisiensi reproduksi Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu.

E. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat beberapa faktor dan perbedaan besar faktor yang memengaruhiconception ratepada Sapi Bali di Kabupaten


(22)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Bali

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari Banteng(bibos banteng)(Hardjosubroto, 1994). Payne dan Rollinson (1973) menyatakan bahwa asal mula Sapi Bali adalah dari Pulau Bali mengingat tempat ini merupakan pusat distribusi Sapi Bali di Indonesia.

Menurut Williamson dan Payne (1993), bangsa Sapi Bali memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut

Phylum : Chordata Subphylum :Vertebrata Class : Mamalia Sub class : Theria Infra class : Eutheria Ordo : Artiodactyla Sub ordo : Ruminantia Infra ordo : Pecora Family : Bovidae Genus : Bos (cattle) Group : Taurinae


(23)

8

Menurut Hardjosubroto (1994), Sapi Bali mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. warna sapi jantan adalah coklat ketika muda tetapi kemudian warna ini berubah

agak gelap pada umur 12--18 bulan sampai mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas;

2. kaki di bawah persendian telapak kaki depan (articulatio carpo metacarpeae) dan persendian telapak kaki belakang (articulatio tarco metatarseae) berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut berbentuk oval (white mirror). Bulu Sapi Bali dapat dikatakan bagus (halus) pendek-pendek dan mengkilap; 3. ukuran badan berukuran sedang dan bentuk badan memanjang;

4. badan padat dengan dada yang dalam;

5. tidak berpunuk dan seolah-olah tidak bergelambir; 6. kakinya ramping, agak pendek menyerupai kaki kerbau;

7. pada tengah-tengah punggungnya selalu ditemukan bulu hitam membentuk garis memanjang dari gumba hingga pangkal ekor;

8. cermin hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam;

9. tanduk pada sapi jantan tumbuh agak ke bagian luar kepala, sebaliknya untuk jenis sapi betina tumbuh ke bagian dalam.

Di Indonesia Sapi Bali mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi, dan dapat digunakan sebagai ternak kerja di sawah dan ladang (Putuet al. 1998; Moran, 1990), daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan persentase kelahiran


(24)

9

dapat mencapai 80,00% (Tanari, 2001), serta sapi induk (betina) mampu melahirkan setahun sekali. Selain itu, kualitas dagingnya sangat baik dengan persentase karkas (daging dan tulang dalam, tanpa kepala, kaki dan jeroan) mencapai 60% (Suryana, 2007). Menurut Hardjosubroto (1994), Sapi Bali memiliki beberapa kekurangan yaitu pertumbuhannya lambat, peka terhadap penyakit Jembrana, penyakit ingusan (malignant catarrhal fever) dan Bali ziekte.

B. Gambaran Umum Kabupaten Pringsewu

Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tanggamus, dan dibentuk

berdasarkan Undang-undang Nomor 48 tahun 2008 tanggal 26 November 2008 dan diresmikan pada tanggal 3 April 2009 oleh Menteri Dalam Negeri.

Secara geografis Kabupaten Pringsewuterletak diantara 104045’25”--10508’42” Bujur Timur (BT) dan 508’10”--5034’27” Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah dimiliki sekitar 625 km2 atau 62.500 Ha. Kabupaten Pringsewu terdiri dari 9 (sembilan) wilayah kecamatan, yaitu : Kecamatan Padasuka, Kecamatan Ambarawa, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Pagelaran Utara, Kecamatan Pringsewu, Kecamatan Gading Rejo, Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Banyumas, Kecamatan Adiluwih (Diskominfo Kabupaten Pringsewu, 2014)

Pengembangan usaha peternakan sapi potong merupakan salah satu usaha yang cukup prospektif di Kabupaten Pringsewu. Kabupaten Pringsewu memiliki populasi Sapi Bali sebesar 3.623 ekor yang terdiri dari 2.894 betina dan 729 ekor pejantan (Dinas Peternakan Kabupaten Pringsewu, 2013).


(25)

10

C. Conception Rate

Conception rate(CR) adalah persentase sapi betina yang bunting dari inseminasi pertama (Sakti, 2007), sedangkan menurut Hadisutanto (2008), CR adalah jumlah induk sapi yang bunting dari sejumlah induk yang diinseminasi pertama pasca partus. CR ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. CR merupakan salah satu nilai untuk mengukur tinggi/rendahnya efisiensi reproduksi pada suatu peternakan.

Menurut Hardjopranjoto (1995), tinggi rendahnya efisiensi reproduksi

sekelompok ternak dapat ditentukan oleh lima hal, yaitu: angka kebuntingan atau conception rate; jarak antara melahirkan ataucalving interval; jarak waktu antara melahirkan sampai bunting kembali atauservice periode; angka perkawinan per kebuntingan atauservice per conception; dan angka kelahiran ataucalving rate. Efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik apabila CR dapat mencapai 65,00—

75,00% (Hardjopranjoto, 1995).

Beberapa faktor sangat memengaruhi nilai CR, baik itu dari sistem reproduksi maupun faktor manajemen pemeliharaan. Berdasarkan hasil penelitian Al Arif (2013), persentase CR pada sapi potong setelah dilakukan sinkronisasi estrus di Kabupaten Lampung Tengah sebesar 60,63% dengan faktor-faktor yang

memengaruhinya adalah jumlah pemberian hijauan, bentuk dinding kandang, lantai kandang, luas kandang, pengetahuan dan pengalaman beternak.

Menurut penelitian Nurjanah (2013), faktor-faktor yang memengaruhi CR adalah jumlah pemberian hijauan, frekuensi pemberian hijauan, jumlah pemberian air,


(26)

11

bentuk dinding kandang, pemberian konsentrat, pengetahuan beternak, dan pengetahuan estrus dan perkawinan.

Berdasarkan penelitian Al Arif (2013) dan Nurjanah (2013) terdapat persamaan faktor yang dapat memengaruhi CR yaitu jumlah pemberian hijauan, bentuk dinding kandang, lantai kandang, luas kandang, pengetahuan beternak, dan pengalaman beternak.

1. Jumlah pemberian hijauan

Menurut Siregaret al.(1997), pakan yang berkualitas baik adalah pakan yang mengandung zat makanan yang lengkap dan cukup kandungan gizinya sehingga kebutuhan nutrisi sapi dapat terpenuhi baik untuk kebutuhan pokok maupun tingkat reproduksinya. Terjadinya kekurangan pemberian pakan bukan saja berakibat pada produksi daging yang rendah, namun juga tidak tercapai efisiensi reproduksi yang baik.

Hijauan yang diberikan oleh peternak adalah rumput, legum, dan jerami, biasanya sapi-sapi ini ada yang digembalakan dan ada yang dipotongkan rumput. Bila dibutuhkan pada musim kemarau para peternak menyimpan jerami, penyimpanan bahan pakan ini tidak perlu banyak karena rata-rata peternak hanya memelihara ternak 4--6 ekor.

2. Bentuk dinding kandang

Bentuk dinding kandang tertutup mengurangi sirkulasi udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam kandang, sehingga udara yang bersih sedikit dan


(27)

12

harus memiliki sirkulasi udara yang cukup dan mendapat sinar matahari serta tidak lembab. Dalam mendesain konstruksi kandang sapi potong harus didasarkan agroekosistem wilayah setempat, tujuan pemeliharaan, dan status fisiologis ternak. Model kandang sapi potong di dataran tinggi, diupayakan lebih tertutup untuk melindungi ternak dari cuaca yang dingin, sedangkan untuk dataran rendah kebalikannya yaitu bentuk kandang yang lebih terbuka sehingga hal ini dapat meningkatka nilai CR.

3. Bahan lantai kandang dan luas kandang

Kandang merupakan suatu bangunan yang memberikan rasa aman dan nyaman bagi ternak. Kandang berfungsi untuk melindungi sapi terhadap gangguan luar yang merugikan dan dapat mengancam keselamatan seperti sengatan terik matahari, kedinginan, kehujanan, tiupan angin kencang, dan binatang buas. Kandang yang luas juga menjadikan sirkulasi udara lancar sehingga ternak tidak mengalami stres.

Bahan lantai kandang biasanya terbuat dari semen dan dari tanah. Keunggulan menggunakan bahan lantai dari semen yaitu pada saat sanitasi lantai kandang yang terbuat dari semen lebih mudah dibersihkan dibandingkan dengan jenis bahan lantai kandang dari tanah sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan reproduksi. Menurut Hardjopranjoto (1995), sanitasi lingkungan khususnya kandang, sangat menentukan tingkat pencemaran uterus setelah induk beranak karena lantai kandang merupakan tempat berkembang biaknya bakteri nonspesifik penyebab infeksi uterus sepertiStreptococcus, Staphylococcus,


(28)

13

E. coli,danCorine bacterium pyogensserta dapat menyebabkan kawin berulang ataurepeat breeder.

Lantai kandang dari semen juga lebih memberikan kenyamanan pada sapi karena kandang menjadi cepat kering, sapi tidak mudah terpeleset pada lantai kandang, dan lantai kandang tahan lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (1992) dalam Rosmawati (2009) menyatakan bahwa pembuatan lantai kandang harus benar-benar memenuhi syarat, yaitu tidak licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan injakan, dan awet serta memberikan kenyamanan apabila ternak berdiri ataupun pada saat berbaring.

Luas kandang yang dibutuhkan untuk sapi potong adalah tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor atau volume kandang sebaiknya 5,0—6 m3/ekor bila keadaan

lingkungan terkontrol. Luas kandang yang kurang dari ukuran standar

mengakibatkan sirkulasi udara terganggu dan sapi tidak bergerak dengan bebas. Sirkulasi udara yang kurang baik secara terus menerus menyebabkan gangguan fisiologis dan kesehatan sehingga memengaruhi CR (Santoso, 2004).

Bangunan kandang sapi potong harus menjamin adanya aliran angin sehingga pertukaran udara yang kotor keluar dan udara yang segar ke dalam kandang dapat terjadi. Oleh karena itu dinding kandang sebaiknya terbuka, namun pada daerah yang hembusan anginnya cukup kuat dinding kandang setinggi sapi diperlukan untuk menahan kencangnya tiupan angin. Namun, kandang harus mendapat cukup sinar matahari baik langsung maupun tidak langsung sehingga keadaannya terang.


(29)

14

Menurut AAK (1995), jarak ideal antara kandang dengan bangunan rumah

minimal 10 meter. Bangunan kandang hendaknya diusahakan agar sinar matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang.

4. Lama beternak dan pengetahuan peternak tentang IB

Menurut Hartono (1999), semakin lama peternak menekuni dan bergelut di bidang peternakan maka pengalaman peternak dalam memelihara dan penanganan

beternak semakin meningkat dan mahir. Pengalaman ini peternak dapatkan dari hasil lapangan selama peternak memelihara ternak. Pengetahuan tentang birahi dan perkawinan sangat penting untuk mengetahui siklus reproduksinya terutama deteksi pada saat birahi dapat dilakukan dengan baik sehingga perkawinan tepat waktu. Hal ini disebabkan peternak yang memiliki pengetahuan tentang birahi untuk mengawinkan sapinya pada waktu yang tepat dan tanda-tanda birahi pada sapi dapat terdeteksi sehingga waktu perkawinannya tidak tertunda dan angka konsepsinya akan meningkat.

Pengetahuan yang didapat secara turun-temurun biasanya sudah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan dan terkadang banyak yang salah menerapkan cara beternaknya, sehingga hasilnya tidak maksimal. Menurut Sudono,et al. (2003), salah satu syarat menjadi peternak sapi potong harus mempunyai pengetahuan dasar tentang cara beternak sapi potong, yaitu sistem perkawinan dan seleksi. Dengan memperoleh pengetahuan dari belajar, peternak akan lebih mudah mengetahui informasi baru yang sangat berguna untuk efisiensi reproduksi. Selain itu, masalah-masalah yang dapat menurunkan nilai CR dapat dikurangi.


(30)

15

III. METODE PENELETIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014–Januari 2015, pada peternak yang ada di Kabupaten Pringsewu.

B. Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan obyek berupa sapi Bali yang telah di IB milik petani peternak yang berada di Kabupaten Pringsewu. Jumlah sapi Bali yang digunakan adalah 131 ekor milik 100 orang petenak dan data sekunder hasil IB dari 5 orang inseminator.

C. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner mengenai ternak dan peternak, serta inseminator yang ada di Kabupaten Pringsewu.

D. Metode Penelitian

1. Teknik pengambilan sampel

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei dengan cara pengambilan sampel total (total sampling) atau sensus, terhadap Sapi Bali yang di IB.


(31)

16

Data primer diperoleh dari proses mengamati manajemen pemliharaan Sapi Bali dan melakukan wawancara pada peternak serta inseminator yang ada di

Kabupaten Pringsewu. Data sekunder diperoleh darirecordinghasil IB oleh inseminator.

2. Variabel yang Digunakan

Variabeldependentyang di gunakan dalam penelitian ini adalah nilaiconception ratepada Sapi Bali. Variabelindependentuntuk ternak dan peternak adalah umur sapi (UMRSPI), skor kondisi tubuh (SKT), umur birahi pertama

(UMRBRHPRTM), umur pertama kali dikawinkan (UMRPTMDKWNKN), birahi pertama setelah beranak (BRHPRTMSTLBRNAK), pemeriksaan kebuntingan (PKB), gangguan reproduksi (GNGUANREP), status reproduksi (STTSREP), pendidikan peternak (PNDDKNPTNK), alasan beternak

(ALSNBTNK), lama beternak (LMBTNK), pernah mengikuti kursus (PNHMNGKTIKRSUS), umur penyapihan pedet (UMRPNYPHNPDT), frekuensi pemberian hijauan (FRKNSIPMBRIANHJAUAN), jumlah hijauan (JMLHJUAN), frekuensi pemberian konsentrat (FRPMBRNKNSTRT), jumlah konsentrat (JMLKNSTRT), sistem pemberian air minum

(SSTMPMBRIANAIRMNM), jumlah pemberian air minum (JMLPMBRAIR), luas kandang (LUASKNDG), letak kandang (LTKKNDG), bentuk dinding kandang (BTKDNDGKNDG), bahan lantai kandang (LANTAI), bahan atap kandang (ATAP). Variabelindependentuntuk inseminator adalah pendidikan inseminator (PDDKNIB), lama menjadi inseminator (LMAMNJDIB), tempat


(32)

17

pelatihan inseminator (TMPTPLTHN), jumlah akseptor (JMLAKSPTR), lama thawing(LMATHAWING),service per conception(S/C).

3. Pelaksanaan Penelitian

Teknis pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. melakukan pendataan Sapi Bali yang digunakan sebagai bahan penelitian, 2. mengumpulkan data primer dan data sekunder melalui kuisioner yang

diberikan pada sampel peternak dan inseminator,

3. melakukan pengisian kuisioner, dengan cara wawancara kepada sampel peternak terpilih dan inseminator,

4. melakukan pengamatan terhadap manajemen pemeliharaan Sapi Bali di lokasi penelitian,

5. menghitung nilaiconception ratepada Sapi Bali yang terdapat di lokasi penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisisregresi.

Sebelum dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean terhadap data ternak dan anak kandang untuk memudahkan analisis yang kemudian diolah dalam program SPSS (statistik packet for social science) (Sarwono, 2006).

Variabel dengan nilai P terbesar dikeluarkan dari penyusunan model kemudian dilakukan analisis kembali sampai didapatkan model dengan nilai P≤ 0,10.


(33)

1

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada inseminator, peternak dan ternak di Kabupaten Pringsewu maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Conception rate(C/R) pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu sebesar 50,38%;

(2) faktor-faktor yang memengaruhi nilai C/R pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu adalah sistem pemberian air minum berasosiasi positif dengan besar faktor 0,255, bentuk dinding kandang berasosiasi negatif dengan besaran faktor 0,142, umur sapi berasosiasi negatif dengan besaran faktor 0,015,service per conception berasosiasi negatif dengan besaran faktor 0,295.

B. Saran

Dari hasil penelitian, penulis menyarankan bahwa usaha yang dapat dilakukan peternak agar dapat meningkatkan angka kebuntingan (C/R) yaitu dengan cara melakukan sistem pemberian air minum dengan caraad libitum,sebaiknya menggunakan dinding kandang terbuka, memperhatikan umur induk Sapi Bali (hanya menggunakan Sapi Bali yang masih produktif), serta meminimalisir nilai service per conception.


(34)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Beternak Sapi Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta Al Arif, Z. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Angka Kebuntingan

(Conception Rate) Pada Sapi Potong Setelah Dilakukan Sinkronisasi Estrus Di Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan : B. Srogandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pringsewu. 2014.

http://pringsewukab.go.id/bidang-pertanian. Diakses pada 26 Oktober 2014 Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Pedoman Pelaksanaan Inseminasi Buatan

pada Ternak Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta

Dinas Peternakan Pringsewu. 2013. Buku Saku Peternakan. Pringsewu Fitraldi, F. 2015. Conception ratePada Sapi Potong di Kecamatan Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hadisutanto, B. 2008. Study on Several Reproductive Performance of Various Prties in Days Open Formulating of Fries Holland Dairy Cows. Disertai. http://disertasibambang.blogspot.com/2008/10/html. Diakses pada 26 Oktober 2014

Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Terrnak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Hartono, M. 1999. Faktor-faktor dan Analisis Garia Edar Selang Beranak pada Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta


(35)

Haryanto, D. 2015. Beberapa Faktor Yang MemengaruhiService Per

ConceptionPada Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hunter , R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Alihbahasa oleh DK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Kurniadi, R. 2009. Faktor-faktor yang MemengaruhiService per Conception pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternakan Bandung Selatan

Pengalengan Bandung Jawa Barat. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Nurjanah, Tri. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Angka Kebuntingan (Conception Rate) Pada Sapi Potong Setelah Dilakukan Sinkronisasi Estrus Di Kabupaten Pringsewu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya.

Jakarta

Payne, W.J.A and Rollinson, D.H.L. 1973. Bali Cattle. Word Anim. Rev. 7, 13-21

Pohan, A. 1991. Aplikasi Hormon Gonadrotropin dalam Peningkatan Fertilitas Ternak Betina Anestrus Postpartum di Pulau Timor-NTT. Karya Ilmiah. http://ntt.litbang.deptan.go.id/karya-ilmiah/1.pdf. Diakses pada 20 Oktober 2014

Putu, I.G., P. Situmorang, A. Lubis, T.D. Chaniago, E. Triwulaningsih, T.

Sugiarti, I.W. Mathius dan B. Sudaryanto. 1998. Pengaruh pemberian pakan konsentrat tambahan selama dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran terhadap performan produksi dan reproduksi sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998

PSPK. 2011. Rilis Akhir PSPK 2011. Kementerian pertanian Badan Pusat Statistik. Http://ditjennak.pertanian.go.id. Diakses pada 20 Oktober 2014 Rosmawati. 2009. Faktor-faktor yang Memengaruhi Repeat Breeder Sapi

Potong di Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sakti, S. 2007. Repeat Breeder pada sapi.

http://satrisakti.blogspot.com/2007/12/repeat-breeder-pada-sapi.html. Diakses pada 28 Oktober 2014

Salisbury, G.W. dan N.L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Alih bahasa oleh Djanuar, R. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta


(36)

Santosa, U. 2004. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta

Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Penerbit Andi Yogyakarta

Siregar T.N. 1997. Teknologi Reproduksi Pada Ternak. Hand Out CV. Mita Mulia. Banda Aceh

Sugeng, Y.B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta

Suryana, A. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Pangan Peternakan Bermutu, Aman dan Halal. Balitbang Deptan. Jakarta

Sudono, A., R.F. Rosdiana dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Sudono, A. 1983. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

Tanari, M. 2001. Usaha Pengembangan Sapi bali sebagai Ternak Lokal dalam Menunjang Pemenuhan Kebutuhan Protein asal Hewani di Indonesia. http://rudyct.250x.com/sem1_012/m_tanari.htm. Diakses pada 30 Oktober 2014

Tilman, A.D.H Hartadi, S. Reksohardiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1997. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Tolihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. Williamson and Payne. 1993. Pengantar peternakan di Daerah Tropis. Gadjah


(1)

16

Data primer diperoleh dari proses mengamati manajemen pemliharaan Sapi Bali dan melakukan wawancara pada peternak serta inseminator yang ada di

Kabupaten Pringsewu. Data sekunder diperoleh darirecordinghasil IB oleh inseminator.

2. Variabel yang Digunakan

Variabeldependentyang di gunakan dalam penelitian ini adalah nilaiconception ratepada Sapi Bali. Variabelindependentuntuk ternak dan peternak adalah umur sapi (UMRSPI), skor kondisi tubuh (SKT), umur birahi pertama

(UMRBRHPRTM), umur pertama kali dikawinkan (UMRPTMDKWNKN), birahi pertama setelah beranak (BRHPRTMSTLBRNAK), pemeriksaan kebuntingan (PKB), gangguan reproduksi (GNGUANREP), status reproduksi (STTSREP), pendidikan peternak (PNDDKNPTNK), alasan beternak

(ALSNBTNK), lama beternak (LMBTNK), pernah mengikuti kursus (PNHMNGKTIKRSUS), umur penyapihan pedet (UMRPNYPHNPDT), frekuensi pemberian hijauan (FRKNSIPMBRIANHJAUAN), jumlah hijauan (JMLHJUAN), frekuensi pemberian konsentrat (FRPMBRNKNSTRT), jumlah konsentrat (JMLKNSTRT), sistem pemberian air minum

(SSTMPMBRIANAIRMNM), jumlah pemberian air minum (JMLPMBRAIR), luas kandang (LUASKNDG), letak kandang (LTKKNDG), bentuk dinding kandang (BTKDNDGKNDG), bahan lantai kandang (LANTAI), bahan atap kandang (ATAP). Variabelindependentuntuk inseminator adalah pendidikan inseminator (PDDKNIB), lama menjadi inseminator (LMAMNJDIB), tempat


(2)

17

pelatihan inseminator (TMPTPLTHN), jumlah akseptor (JMLAKSPTR), lama thawing(LMATHAWING),service per conception(S/C).

3. Pelaksanaan Penelitian

Teknis pelaksanaan penelitian ini adalah :

1. melakukan pendataan Sapi Bali yang digunakan sebagai bahan penelitian, 2. mengumpulkan data primer dan data sekunder melalui kuisioner yang

diberikan pada sampel peternak dan inseminator,

3. melakukan pengisian kuisioner, dengan cara wawancara kepada sampel peternak terpilih dan inseminator,

4. melakukan pengamatan terhadap manajemen pemeliharaan Sapi Bali di lokasi penelitian,

5. menghitung nilaiconception ratepada Sapi Bali yang terdapat di lokasi penelitian.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisisregresi.

Sebelum dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean terhadap data ternak dan anak kandang untuk memudahkan analisis yang kemudian diolah dalam program SPSS (statistik packet for social science) (Sarwono, 2006).

Variabel dengan nilai P terbesar dikeluarkan dari penyusunan model kemudian dilakukan analisis kembali sampai didapatkan model dengan nilai P≤ 0,10.


(3)

1

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada inseminator, peternak dan ternak di Kabupaten Pringsewu maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

(1) Conception rate(C/R) pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu sebesar 50,38%;

(2) faktor-faktor yang memengaruhi nilai C/R pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu adalah sistem pemberian air minum berasosiasi positif dengan besar faktor 0,255, bentuk dinding kandang berasosiasi negatif dengan besaran faktor 0,142, umur sapi berasosiasi negatif dengan besaran faktor 0,015,service per conception berasosiasi negatif dengan besaran faktor 0,295.

B. Saran

Dari hasil penelitian, penulis menyarankan bahwa usaha yang dapat dilakukan peternak agar dapat meningkatkan angka kebuntingan (C/R) yaitu dengan cara melakukan sistem pemberian air minum dengan caraad libitum,sebaiknya menggunakan dinding kandang terbuka, memperhatikan umur induk Sapi Bali (hanya menggunakan Sapi Bali yang masih produktif), serta meminimalisir nilai service per conception.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Beternak Sapi Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta Al Arif, Z. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Angka Kebuntingan

(Conception Rate) Pada Sapi Potong Setelah Dilakukan Sinkronisasi Estrus Di Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Blakely, J. dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan : B. Srogandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pringsewu. 2014.

http://pringsewukab.go.id/bidang-pertanian. Diakses pada 26 Oktober 2014 Direktorat Jenderal Peternakan. 2010. Pedoman Pelaksanaan Inseminasi Buatan

pada Ternak Sapi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta

Dinas Peternakan Pringsewu. 2013. Buku Saku Peternakan. Pringsewu Fitraldi, F. 2015. Conception ratePada Sapi Potong di Kecamatan Jati Agung

Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hadisutanto, B. 2008. Study on Several Reproductive Performance of Various Prties in Days Open Formulating of Fries Holland Dairy Cows. Disertai. http://disertasibambang.blogspot.com/2008/10/html. Diakses pada 26 Oktober 2014

Hardjopranjoto, H.S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Terrnak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Hartono, M. 1999. Faktor-faktor dan Analisis Garia Edar Selang Beranak pada Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta


(5)

Haryanto, D. 2015. Beberapa Faktor Yang MemengaruhiService Per

ConceptionPada Sapi Bali Di Kabupaten Pringsewu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hunter , R.H.F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. Alihbahasa oleh DK Harya Putra. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Kurniadi, R. 2009. Faktor-faktor yang MemengaruhiService per Conception pada Sapi Perah Laktasi di Koperasi Peternakan Bandung Selatan

Pengalengan Bandung Jawa Barat. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Nurjanah, Tri. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Angka Kebuntingan (Conception Rate) Pada Sapi Potong Setelah Dilakukan Sinkronisasi Estrus Di Kabupaten Pringsewu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya.

Jakarta

Payne, W.J.A and Rollinson, D.H.L. 1973. Bali Cattle. Word Anim. Rev. 7, 13-21

Pohan, A. 1991. Aplikasi Hormon Gonadrotropin dalam Peningkatan Fertilitas Ternak Betina Anestrus Postpartum di Pulau Timor-NTT. Karya Ilmiah. http://ntt.litbang.deptan.go.id/karya-ilmiah/1.pdf. Diakses pada 20 Oktober 2014

Putu, I.G., P. Situmorang, A. Lubis, T.D. Chaniago, E. Triwulaningsih, T.

Sugiarti, I.W. Mathius dan B. Sudaryanto. 1998. Pengaruh pemberian pakan konsentrat tambahan selama dua bulan sebelum dan sesudah kelahiran terhadap performan produksi dan reproduksi sapi potong. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998

PSPK. 2011. Rilis Akhir PSPK 2011. Kementerian pertanian Badan Pusat Statistik. Http://ditjennak.pertanian.go.id. Diakses pada 20 Oktober 2014 Rosmawati. 2009. Faktor-faktor yang Memengaruhi Repeat Breeder Sapi

Potong di Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Sakti, S. 2007. Repeat Breeder pada sapi.

http://satrisakti.blogspot.com/2007/12/repeat-breeder-pada-sapi.html. Diakses pada 28 Oktober 2014

Salisbury, G.W. dan N.L. VanDenmark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Alih bahasa oleh Djanuar, R. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta


(6)

Santosa, U. 2004. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta

Sarwono, J. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS. Penerbit Andi Yogyakarta

Siregar T.N. 1997. Teknologi Reproduksi Pada Ternak. Hand Out CV. Mita Mulia. Banda Aceh

Sugeng, Y.B. 1992. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta

Suryana, A. 2007. Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Pangan Peternakan Bermutu, Aman dan Halal. Balitbang Deptan. Jakarta

Sudono, A., R.F. Rosdiana dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Sudono, A. 1983. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

Tanari, M. 2001. Usaha Pengembangan Sapi bali sebagai Ternak Lokal dalam Menunjang Pemenuhan Kebutuhan Protein asal Hewani di Indonesia. http://rudyct.250x.com/sem1_012/m_tanari.htm. Diakses pada 30 Oktober 2014

Tilman, A.D.H Hartadi, S. Reksohardiprojo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 1997. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Tolihere, M.R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. Williamson and Payne. 1993. Pengantar peternakan di Daerah Tropis. Gadjah