CONCEPTION RATE PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

ABSTRAK
CONCEPTION RATE PADA SAPI POTONG DI KECAMATAN JATI
AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh
Fajar Fitraldi
1014061034

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya CR dan faktor-faktor dan
besarnya faktor yang memengaruhi CR pada sapi potong di Kecamatan Jati
Agung Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada April
2014 terhadap 1.410 ekor sapi potong milik 776 peternak . Metode penelitian
yang dipakai adalah metode survei. Data yang digunakan adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara mengamati ternak dan manajemen
pemeliharaan sapi potong serta melakukan wawancara kepada peternak. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari rekording. Sebelum dilakukan analisis
data, dilakukan pengkodean terhadap data peternak dan ternak untuk
memudahkan analisis yang kemudian diolah dalam program SPSS (statistik
packet for social science).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CR di Kecamatan Jati Agung sebesar
36,03±1,16%. Faktor-faktor yang memengaruhi CR pada sapi potong di

Kecamatan Jati Agung pada tingkat peternak adalah letak kandang dari rumah
dengan besar faktor 0,003, jumlah pemberian konsentrat dengan besar faktor
0,027, jumlah hijauan dengan besar faktor 0,003, luas kandang dengan besar
faktor 0,020, dan jumlah sapi yang dipelihara dengan besar faktor 0,049 dan
berasosiasi positif adalah pernah mengikuti kursus dengan besar faktor 0,112.
Faktor-faktor yang memengaruhi CR pada sapi potong di Kecamatan Jati Agung
pada tingkat ternak adalah lama masa sapih berasosiasi negatif dengan besar
faktor 0,013, perkawinan kembali setelah beranak berasosiasi positif dengan besar
faktor 0,376, jarak beranak berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,412, umur
ternak berasosiasi positif dengan besar faktor 0,006, birahi pertama setelah
beranak 0,37 dan waktu IB berasosiasi negatif dengan besar faktor 0,406.

Kata kunci : conception rate, sapi potong, dan faktor yang berpengaruh

ABSTRACT

CONCEPTION RATE AT BEEF CATTLE IN JATI AGUNG DISTRICT
SOUTH LAMPUNG REGENCY

Theaim of this research was to determine the conception rate and the factors

value that affectin beef cattle in the district Jati Agung, South Lampung regency.
This study was conducted in April 2014 to 1,410 head of beef cattle belonging to
776 farmers. The research used a survey method with primary and secondary
data. Analysis data used regression analysis with SPSS ( Statistic Packet for
Social Science) program.
The results showed that the conception rate in the district Jati Agung is a great
identity for 36.03 ± 1.16. Factors that effect conception rates in beef cattle in the
district Jati Agung is distance between the cowshed with house that negatively
assosiated with factor value 0.003, number of factor concentrate that negatively
assosiated with factor value of 0.027, amount of forage factor that negatively
assosiated with factor value 0.003, a large area of the cage that negatively
assosiated with factor value 0.020, and amount of beef cows that maintained that
negatively assosiated with factor value 0.049 and a positive association was never
followed a course that positively assosiated with factor value 0.112. The factors
that influence conception rates in beef cattle farm level is great on long weaning
period that negatively assosiated with factor value 0.013, mating postpartum that
positiively assosiated with factor value 0.376, calving interval that negatively
assosiated with factor value 0.412, the age of cattle that positively assosiated with
factor value 0.006, the first estrus postpartum artificial insemination that
positively assosiated with factor value 0.133 and time to insemination that

negatively assosiated with factor value 0,406.

Key Words: conception rate, beef cows, the factors and value.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung 16 April 1992 sebagai anak pertama dari
empat bersaudara pasangan Bapak Ilham Dirgahayu dan Ibu Ririn Farida.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Amalia, Bandar
Lampung, diselesaikan pada 1998; Sekolah Dasar di SDN 3 Perumnas Way
Kandis, Bandar Lampung, telah diselesaikan pada 2004; Sekolah Menengah
Pertama di SMPN 19 Bandar Lampung diselesaikan pada 2007; Sekolah
Menengah Atas di SMAN 15 Bandar Lampung diselesaikan pada 2010.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi
Negeri pada 2010. Selama menjadi mahasiswa penulis melakukan Praktik Umum
di Unit Pelaksana Teknis Daerah Negeri Sakti pada Juni 2013. Kuliah Kerja
Nyata di Desa Karya Mulya Sari, Candipuro, Lampung Selatan pada Januari
2014. Penulis aktif di oraganisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa
Peternakan periode 2011-2012 sebagai anggota bidang Penelitan dan

Pengembangan, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian periode 20112012 sebagai anggota bidang minat dan bakat, Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Pertanian periode 2012-2013 sebagai sekretaris komisi sarana dan
infrastruktur, dan Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Pertanian Unila periode
2012-2013 sebagai anggota anggota bidang Perguruan Tinggi dan Kepemudaan.

Allhamdulillah......
Segala Puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
serta suri tauladanku Nabi Muhammad SAW yang seluruh
perjalanan hidupnya menjadi pedoman hidup seluruh umat
Dengan kerendahan hati karya kecil dan sederhana ini
kupersembahkan kepada
Ibu...ibu...ibu...malaikat bumiku dan ayah sang juara satu dunia
dengan ketulusan dalam iringan do’a
semoga Allah SWT kelak menempatkan keduanya dalam surga-Nya.
Hadiah cinta untuk para dosen, sahabat, serta segenap keluarga
besarku, yang telah memberikan do’a dan dukungan selama Aku
menuntut ilmu
Untuk “seseorang” yang dijanjikan Allah Untukku (Insya Allah) di
saat yang tepat, dengan cara yang bersih, dan untuk berdampingan
denganku, bersama meraih surga...

Serta
Lembaga yang turut membaentuk pribadi diriku, mendewasakanku
dalam berpikir dan bertindak.
Almamater hijau
UNILA

“Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang ia usahakan?”
(Q.S. 53 Surat An Najm ayat 39)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya”
(Q.S. Al. Baqarah:286, Al An’am:152)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(QS. Al-Insyiroh: 4-5)
“Berilah yang terbaik jika ingin mendapatkan yang terbaik pula”
(Fajar Fitraldi)
“Jangan menyusahkan orang lain dan jangan tinggalkan solat”
(Ayah dan ibu di rumah)


UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya
penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul Conception Rate pada Sapi
Potong di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Skripsi ini
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana
(S-1) pada Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih atas segala dukungan,
bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak selama proses studi dan juga selama
proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak drh. Madi Hartono, M.P. --selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing
Akademik--atas ketulusan hati, kesabarannya dalam membimbing penulis dan
memberikan motivasi terbaik, arahan, serta ilmu yang diberikan selama masa
studi dan penyusunan skripsi;
2. Bapak drh. Purnama Edy Santosa, M.Si. --selaku Pembimbing Anggota--atas
kebaikan, bimbingan, dan sarannya;
3. Bapak Siswanto, S.Pt., M.Si. --selaku Pembahas--atas bimbingan, saran, dan
perbaikannya, dan bimbingannya dalam pengoreksian skripsi ini;

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S.--selaku Ketua Jurusan Peternakan--atas
persetujuan, segala saran, arahan, dan bimbingan yang diberikan kepada
penulis selama masa studi;

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.--selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung--atas izin yang telah diberikan;
6. Ibu dan bapak dosen jurusan peternakan yang dengan ikhlas memberikan
ilmunya dan memberikan pembelajaran yang banyak diadopsi oleh penulis;
7. Masyarakat Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan—atas kerjasamanya;
8. Ayah , Ibu, beserta keluarga besarku--atas semua kasih sayang, nasehat,
dukungan, dan keceriaan di keluarga serta do'a tulus yang selalu tercurah tiada
henti bagi penulis;
9. Jefri Hermawan teman seperjuangan dalam penelitian yang paling dahsyat,
atas kerjasama dan persahabatan yang terjalin, akhirnya berhasil juga;
10. Barkah, Fauzan, Ijal, Fandi, Repki, Yuli, Jay, Ayyub, (Alm) Ucok, Andri,
Dewa, Nano, dan rekan-rekan di Jurusan Peternakan angkatan 2010 yang telah
memberikan bantuan baik fisik maupun pemikiran.
11. Seluruh kakak tingkat hingga 2008, dan adik-adik angkatan 2011, 2012, dan
2013 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas do’a, kenangan, motivasi,
bantuan, dan kebersamaannya;

12. Indah Iftinandari yang selalu setia menemani di saat suka dan duka dan tiada
henti memberikan motivasi, dukungan, dan pengertian yang tiada tara.
13. Ajil, Hotman, Casper, Faqih, Hikmat, Farah, Fara, Friska, Hotma, dan
Faridatu atas segala kebersamaan dalam KKN yang menakjubkan dan
persahabatan yang indah, sangat menyenangkan bisa bersama kalian

Ada begitu banyak nama yang ingin kutuliskan, tetapi halaman ini terlalu kecil
untuk menuliskan semua kebaikan kalian. Semoga semua yang diberikan kepada
penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan
di masa mendatang dan semoga karya ini dapat bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, September 2014
Penulis

Fajar Fitraldi Dirgahayu

DAFTAR ISI


Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
C. Kegunaan Penelitian ............................................................................ 3
D. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 3
E. Hipotesis............................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
A. Sapi Potong .......................................................................................... 7
B. Gambaran Umum Kecamatan Jati Agung............................................ 12
C. Inseminasi Buatan ................................................................................ 13
D. Conception Rate .................................................................................. 14
III. BAHAN DAN METODE ........................................................................ 21
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 21
B. Bahan Penelitian................................................................................... 21
C. Alat Penelitian ...................................................................................... 21

D. Metode Penelitian ................................................................................ 21
1. Teknik pengambilan sampel……………………………….... ...... 21
2. Besaran penentuan sampel ……………………………… ............ 22
3.
Variabel yang digunakan…………………………………...... 23
4.
Pelaksanaan penelitian…………………………………….. ... 24
5.
Analisis data……………………………………………….. ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.. .............................................................. 26
A. Gambaran Umum Peternak di Kecamatan Jati Agung.. ..................... 26
B. Gambaran Umum Ternak di Kecamatan Jati Agung ........................... 28
C. Faktor-faktor yang Memengaruhi Conception Rate ........................... 29
1. Faktor-faktor yang memengaruhi conception rate tingkat peternak31
a. Jumlah hijauan yang diberikan ................................................... 31
b. Letak kandang dari rumah .......................................................... 33
c. Jumlah konsentrat ....................................................................... 34
d. Luas kandang .............................................................................. 35

e. jumlah sapi yang dipelihara ........................................................ 36

f. Pernah mengikuti kursus ............................................................. 37
2. Faktor-faktor yang memengaruhi conception rate tingkat ternak... 38
a. Lama masa sapih ......................................................................... 38
b. Waktu IB..................................................................................... 40
c. Perkawinan kembali setelah beranak .......................................... 41
d. Jarak beranak atau calving interval ............................................ 41
e. Umur ternak ................................................................................ 42
f. Birahi pertama setelah beranak ................................................... 43
D. Penerapan Model.................................................................................. 43
1. Menggunakan data hasil pengamatan peternak ............................... 44
2. Menggunakan data hasil pengamatan ternak .................................. 45
3. Menggunakan data peternak yang ideal .......................................... 46
4. Menggunakan data ternak yang ideal .............................................. 47
V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 50
LAMPIRAN .................................................................................................... 54

DAFTAR TABEL

Tabel
Halaman
1. Penentuan jumlah sampel peternak dan sapi potong betina
produktif..................................................................... .......................... 55
2.

Daftar variabel peternak yang digunakan dalam
analisis regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi conception rate pada sapi potong
di Kecamatan Jati Agung ..................................................................... 59

3.

Daftar variabel ternak yang digunakan dalam
analisis regresi untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi conception rate pada sapi potong
di Kecamatan Jati Agung ..................................................................... 60

4. Kriteria penentuan skor kondisi tubuh sapi potong.............................. 61
5. Hasil pengamatan variabel pada tingkat peternak untuk
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi angka
conception rate pada sapi potong di Kecamatan Jati Agung ............... 62
6. Hasil pengamatan variabel pada tingkat ternak untuk
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi conception rate
pada sapi potong di Kecamatan Jati Agung ......................................... 64
7. Analisis CR berdasarkan variabel peternak ........................................ 65
8. Analisis CR berdasarkan variabel ternak............................................. 72

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Halaman

1. Besaran sampel....................................................................... ............... 56
2. Kuisoner untuk data ternak dan peternak......................... ...................... 57

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sapi potong merupakan komoditas sumber pangan hewani terutama daging yang
bertujuan untuk mensejahterakan manusia, memenuhi kebutuhan selera konsumen
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup, dan mencerdaskan masyarakat.
Konsumsi daging di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun,
peningkatan tersebut tidak diimbangi dengan produksi daging yang memadai
sehingga impor daging selalu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan daging
nasional. Dalam memenuhi kebutuhan daging pemerintah berupaya
meningkatkan populasi sapi potong salah satunya dengan jalan mengatasi kasus
gangguan reproduksi.

Gangguan reproduksi akan memperlambat peningkatan populasi sapi potong dan
mengakibatkan rendahnya efisiensi reproduksi. Kesuburan pejantan, kesuburan
betina induk, dan tatalaksana perkawinan merupakan faktor-faktor yang
memengaruhi berhasil tidaknya suatu perkawinan pada sapi untuk menghasilkan
kebuntingan. Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan perkawinan adalah
dengan menghitung conception rate (CR).

Conception rate merupakan ukuran terbaik dalam penilaian keberhasilan
inseminasi yang dapat dicapai dari perhitungan jumlah sapi betina yang bunting

2
pada inseminasi yang dilakukan pertama. Rata-rata CR pada sapi adalah 60%
(Hardjopranjoto,1995), makin tinggi nilai CR makin subur sapinya dan
sebaliknya. Angka kebuntingan ditentukan berdasarkan diagnosis kebuntingan
yang dilakukan dalam waktu 40—60 hari setelah di IB (Toelihere, 1981). Faktorfaktor yang mememngaruhi nilai CR yang sering ditemui di lapangan seperti
lingkungan, manajemen pemeliharaan (pakan dan kandang), peternak,
inseminator, serta dari ternak itu sendiri.

Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan merupakan sentra peternakan
ruminansia terutama sapi potong karena memiliki jumlah sapi terbesar di
Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung
Selatan memiliki jumlah sapi potong betina produktif sebanyak 8.774 ekor dan
memiliki nilai CR sebesar 42,18% (UPT Kesehatan Hewan dan Peternakan
Kecamatan Jati Agung, 2013). Banyak faktor yang dapat memengaruhi tinggi
atau rendahnya nilai CR sapi potong. Sampai saat ini belum diketahui faktorfaktor yang memengaruhi CR di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung
Selatan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktorfaktor yang memengaruhi conception rate sapi potong di Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan.

3
B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
(1) besarnya CR pada sapi potong di Kecamatan Jati Agung
Kabupaten Lampung Selatan;

(2) faktor-faktor dan besar faktoryang memengaruhi CR pada sapi potong di
Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi CR pada sapi potong betina produktif terutama di Kecamatan Jati
Agung Kabupaten Lampung Selatan, agar dapat diupayakan langkah utama dalam
usaha memperbesar nilai CR sehingga terjadi peningkatan efisiensi reproduksi dan
pendapatan peternak. Selain itu, penelitian ini juga menyumbangkan data atau
informasi bagi peternak dan para inseminator yang ada di Kecamatan Jati Agung
dan untuk informasi bagi peneliti selanjutnya.

D. Kerangka Pemikiran

Populasi sapi potong yang ada di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan
daging nasional. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), populasi sapi potong
nasional berkisar antara 13,5 juta sampai 13,8 juta ekor, dan hanya mampu
memenuhi 20 % dari kebutuhan nasional, sisanya 80 % dipenuhi melalui impor.

Peternakan sapi potong di Kecamatan Jati Agung merupakan peternakan yang
masih tergolong dalam peternakan rakyat dan dikelola secara tradisional.

4
Kecamatan Jati Agung memiliki populasi ternak sapi potong yang cukup besar
tetapi produktivitas sapi potong masih sangat rendah karena populasinya masih
jauh dari target yang diperlukan konsumen. Menurut Hardjopranjoto (1995),
peningkatan populasi sapi potong akan menjadi lebih cepat jika efisiensi
reproduksinya baik serta angka gangguan reproduksinya rendah. Oleh karena itu,
sangat diperlukan pengelolaan reproduksi yang baik dengan tujuan utama
mengurangi kasus gangguan reproduksi.

Menurut Hardjopranjoto (1995), parameter yang dipakai untuk menyatakan
adanya gangguan reproduksi pada suatu peternakan antara lain:
1.

CR kurang dari 50%;

2.

rata-rata jumlah S/C lebih dari 2;

3.

jarak antar melahirkan melebihi 400 hari;

4.

jarak antar melahirkan sampai bunting kembali melebihi 120 hari;

5.

jumlah sapi yang membutuhkan lebih dari tiga kali IB untuk terjadinya
kebuntingan melebihi 30%.

Conception rate merupakan ukuran terbaik dalam penilaian keberhasilan
inseminasi yang dapat dicapai dari perhitungan jumlah sapi betina yang bunting
pada inseminasi pertama. Berdasarkan penelitian Pohan (1991), persentase CR
pada sapi Bali anestrus postpartum dengan penambahan hormon gonadotropin di
Nusa Tenggara Timur sebesar 37,5% dengan faktor-faktor yang memengaruhinya
adalah kecepatan timbulnya estrus dan lama estrus, sedangkan hasil penelitian
Ron dan Bar-Anan (1984), persentase CR pada sapi dara sebesar 64,3% dan sapi

5
laktasi 40,4% dengan faktor-faktor yang memengaruhinya adalah manajemen
perkawinan, pelayanan inseminasi buatan (IB) dan manajemen pemeliharaan.

Menurut Hafez (2000), CR adalah jumlah induk sapi yang bunting dari sejumlah
induk yang diinseminasi pertama pasca partus. CR ditentukan berdasarkan hasil
diagnosa kebuntingan dalam waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. CR
merupakan salah satu nilai untuk mengukur tinggi/rendahnya efisiensi reproduksi
pada suatu peternakan. Menurut Hardjopranjoto (1995), efisiensi reproduksi pada
sapi dianggap baik apabila CR dapat mencapai 60%.

Menurut Sakti (2007), conception rate ditentukan oleh 3 faktor yaitu kesuburan
pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Menurut Corah dan Lusby
(2002), CR ditentukan oleh umur pertama kali dikawinkan, birahi pertama setelah
beranak, adanya gangguan reproduksi, usia induk, kesehatan induk, dan produksi
susu. Menurut Sakti (2007), pada perkawinan normal jarang ditemukan suatu
keadaan hewan jantan dan betina mencapai kapasitas kesuburan 100%. Walaupun
masing-masing mencapai tingkat kesuburan 80%, pengaruh kombinasinya akan
menghasilkan CR sebesar 64%. Salisbury dan VanDemark (1985) mengatakan
bahwa menurunnya angka konsepsi dalam kelompok ternak disebabkan oleh
empat kategori utama yaitu kesuburan sapi betina, kesuburan pejantan (semen),
keakuratan deteksi birahi dan teknik inseminasi.

6
E. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat beberapa faktor dan perbedaan besar
faktor yang memengaruhi conception rate pada sapi potong di Kecamatan Jati
Agung Kabupaten Lampung Selatan.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi Potong

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja,
dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di
dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili
Bovidae, seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika
(Syncherus), dan Anoa (Sugeng, 2003).
Menurut Sugeng (2003), domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM.
Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika
dan ke seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India
dimasukkan ke Pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat
pembiakan sapi Ongole murni. Sapi merupakan salah satu genus dari Bovidae.
Ada beberapa sapi jenis primitif yang telah mengalami domestikasi. Sapi-sapi ini
digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Bos indicus
Bos indicus (Zebu : sapi berpunuk) saat ini berkembang biak di India, dan
akhirnya sebagian menyebar ke berbagai negara, terlebih di daerah tropis seperti
Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Afrika, dan Amerika. Di Indonesia terdapat

8
sapi keturunan Zebu, yakni sapi Ongole dan Peranakan Ongole (PO), serta
Brahman.
2. Bos taurus
Bos taurus adalah bangsa sapi yang menurunkan bangsa-bangsa sapi potong dan
sapi perah di Eropa. Golongan ini akhirnya menyebar ke berbagai penjuru dunia
seperti Amerika, Australia dan Selandia Baru. Belakangan ini, sapi keturunan Bos
taurus telah banyak dikembangkan di Indonesia, misalnya Aberdeen Angus,
Hereford, Shorthorn, Charolais, Simmental dan Limousin.
3. Bos sondaicus (bos Bibos)
Golongan ini merupakan sumber asli bangsa-bangsa sapi di Indonesia. Sapi yang
sekarang ada di Indonesia merupakan keturunan banteng (Bos bibos), yang
sekarang dikenal dengan nama Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Jawa, Sapi Sumatera
dan sapi lokal lainnya. Menurut Sugeng (2003), penyebaran sapi ternak di
Indonesia belum merata. Ada daerah yang sangat padat, ada yang sedang dan ada
yang jarang atau terbatas populasinya. Ada beberapa faktor penyebab tingkat
populasi sapi di Indonesia, yaitu faktor pertanian dan penyebaran penduduk,
faktor iklim, adat istiadat dan agama.

Hardjosubroto (1994) mengemukakan bahwa produktivitas dan reproduksi ternak
dipengaruhi oleh faktor genetik 30% dan lingkungan 70%. Beberapa sapi potong
yang saat ini banyak terdapat di Indonesia adalah: Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi
Ongole, Sapi Limousin, Sapi Simmental, Sapi Brangus dan sapi Brahman.

9
a. Sapi Bali

Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi
dari Banteng (Bos-bibos) (Hardjosubroto, 1994). Sapi Bali mempunyai
kemampuan reproduksi tinggi, dan dapat digunakan sebagai ternak kerja di sawah
dan ladang (Putu et al., 1998; Moran, 1990), daya adaptasi yang tinggi terhadap
lingkungan dan persentase kelahiran dapat mencapai 80 persen (Tanari, 2001)
serta sapi induk (betina) mampu melahirkan setahun sekali. Selain itu, kualitas
dagingnya sangat baik dengan persentase karkas (daging dan tulang dalam, tanpa
kepala, kaki dan jeroan) mencapai 60 persen. Hardjosubroto (1994), Sapi Bali
memiliki beberapa kekurangan yaitu pertumbuhannya lambat, peka terhadap
penyakit Jembrana, penyakit ingusan (malignant catarrhal fever) dan Bali ziekte.

b. Sapi Madura

Sapi Madura adalah salah satu bangsa sapi Indonesia, banyak didapatkan di Pulau
Madura mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang
terdapat warna putih pada moncong, ekor, dan kaki bawah. Jenis sapi ini
mempunyai daya pertambahan berat badan rendah. Salah satu kelebihan sapi
Madura adalah tahan terhadap kondisi pakan yang berkualitas rendah. Namun ada
kecenderungan bahwa mutu sapi Madura menurun produktivitasnya atau terjadi
pergeseran nilai (produktivitas) dari waktu ke waktu, yang sampai saat ini
penyebabnya belum diketahui dengan jelas. Menurut Hardjosubroto (1994),
bahwa umur pertama kali kawin sapi Madura pada pejantan 2,6 tahun, sedangkan
pada betina 2,1 tahun.

10
c. Sapi Ongole

Sapi Ongole memiliki cici-ciri berwarna putih dengan warna hitam di beberapa
bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis sapi
ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan
Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya
lebih rendah (Sugeng, 2003). Menurut Hardjosubroto (1994), umur pertama kali
kawin sapi ini rata-rata adalah 27,72 bulan. Sapi Peranakan Ongole nilai S/C
1,28, dan nilai Conception Rate (CR) 75,34 %.

d. Sapi Limousine

Sapi ini berasal dari Perancis dan merupakan tipe sapi potong ciri yang dimilki
sapi ini adalah warna bulu merah cokelat, tetapi pada sekeliling mata dan kaki
mulai dari lutut ke bawah berwarna agak terang ukuran tubuh besar dan panjang,
pertumbuhan bagus. Tanduk pada jantan tumbuh keluar dan agak
melengkung.berat badan sapi betina 650 kg, dan jantan 850 kg (Sugeng, 2003).
Menurut Nuryadi dan Sri (2010) sapi Peranakan Limousin nilai S/C 1,34 dan nilai
Conception Rate (CR) 66%.

e. Sapi Simental

Sapi Simmental adalah bangsa Bos taurus (Siregar, 1999), berasal dari daerah
Simme di negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua
Eropa dan Amerika, merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu coklat
kemerahan (merah bata), dibagian muka dan lutut kebawah serta ujung ekor

11
berwarna putih, sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg
sedang betina dewasanya 800 kg. Bentuk tubuhnya kekar dan berotot, sapi jenis
ini sangat cocok dipelihara di tempat yang iklimnya sedang. Persentase karkas
sapi jenis ini tinggi, mengandung sedikit lemak. Dapat difungsikan sebagai sapi
perah dan potong.

Secara genetik, sapi Simmental adalah sapi potong yang berasal dari wilayah
beriklim dingin, merupakan sapi tipe besar, mempunyai volume rumen yang
besar, voluntary intake (kemampuan menambah konsumsi di luar kebutuhan yang
sebenarnya) yang tinggi dan metabolic rate yang cepat, sehingga menuntut tata
laksana pemeliharaan yang lebih teratur.

f.

Sapi Brahman

Bangsa sapi Brahman dikembangkan di Amerika Serikat dengan mencampurkan
darah 3 bangsa sapi India yaitu bangsa-bangsa Gir, Guzerat, dan Nellor. Sapi
Brahman merupakan bangsa sapi ukuran medium, pedetnya juga berukuran berat
medium, namun berat sapih umumnya termasuk ringan. Sapi ini bertanduk dan
warnanya bervariasi mulai dari abu-abu muda, totol-totol sampai hitam. Terdapat
punuk pada punggung dibelakang kepala, yang merupakan kelanjutan dari otototot pundak, dengan telinga yang berpedulous panjang, serta adanya pendulous
yang longgar sepanjang leher. Sapi Brahman mempunyai sifat-sifat yang hanya
dipunyai oleh beberapa bangsa sapi tertentu, yaitu ketahanannya terhadap kondisi
tatalaksana yang sangat minimal, toleransi terhadap panas, kemampuan untuk
mengasuh anak, dan daya tahan terhadap kondisi lingkingan yang jelek. Oleh

12
karena itu, sapi ini banyak digunakan untuk persilangan dengan sapi-sapi lainnya.
Berat badan sapi betina mencapai 500 kg dan sapi jantan 600 kg (Blakely dan
Bade, 1994).

g. Sapi Brangus

Sapi Brangus merupakan hasil persilangan antara Brahman dan Aberdeen Angus
dan merupakan tipe sapi potong. Ciri-ciri yang dimiliki sapi ini adalah bulunya
halus dan pada umumnya berwarna hitam atau merah. Sapi ini juga bertanduk,
bergelambir, dan bertelinga kecil. Sapi ini juga berpunuk, tetapi kecil. Berat sapi
betina mencapai 900 kg, dan jantan 1.100 kg (Sugeng, 2003).

B. Gambaran Umum Kecamatan Jati Agung

Kecamatan Jati Agung merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
Lampung Selatan Provinsi Lampung yang terletak di bagian paling utara.
Kecamatan Jati Agung berbatasan langsung dengan Kota Bandar Lampung dan
Kabupaten Lampung Timur. Kecamatan Jati Agung memiliki topografi tanah
yang rata dengan letak geografis: 105˚08’-105˚45’ BT dan 05˚15’-06˚10’ LS,
suhu udara 23-37˚C dengan kelembapan berkisar antara 60-85%. Kondisi alam
seperti ini dinilai cocok untuk peternakan sapi potong dan. Kecamatan Jati Agung
ini merupakan sentra peternakan berupa ternak kecil seperti ayam petelur dan
memiliki populasi sapi terbesar di Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah
Kecamatan Jati Agung memiliki 21 Desa antara lain: Fajar Baru, Karang Sari, Jati
Mulyo, Marga Karya, Marga Agung, Margodadi, Margorejo, Margomulyo,

13
Sidodadi Asri, Gedung Agung, Sumber Jaya, Gedung Harapan, Karang Rejo,
Sinar Rejeki, Purwotani, Sidoharjo, Rejomulyo, Marga Lestari, Way Huwi,
Karang Anyar, dan Banjar Agung.

Kecamatan Jati Agung ini memiliki populasi sapi sebanyak 17.296 ekor yang
dipelihara oleh 7.598 peternak yang tersebar di seluruh Desa di Kecamatan Jati
Agung. Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kecamatan Jati Agung memiliki petugas
IB sebanyak 6 orang, paramedis 1 orang, dokter hewan 1 orang dan petugas
recording 3 orang yang dikepalai oleh kepala UPT.

C. Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan adalah pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran
kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia, bukan secara
alami. IB pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli fisiologis Italia yang
bernama Lazzaro Spallanzani yang telah berhasil dilakukan pada anjing.
Kemudian IB diperkenalkan di Indonesia oleh Prof. B. Seit pada tahun 1950-an
(Taurin. et. al., 2000).

Semua usaha untuk mensukseskan pelaksanaan inseminasi buatan dengan
penampungan, perlakuan dan pengolahan semen secara sempurna akan sia-sia
apabila pendeteksian dan pelaporan berahi tidak tepat serta kurangnya
keterampilan inseminator (Toelihere, 1981b).

Toelihere (1981a) menyatakan saat ideal pada inseminasi buatan haruslah
mempertimbangkan waktu kapasitasi spermatozoa yang merupakan suatu proses

14
fisiologis yang dialami oleh spermatozoa di dalam saluran organ kelamin betina
guna memperoleh kesanggupan membuahi ovum. Oleh karena itu pada ternak
sapi waktu inseminasi dianjurkan tidak boleh kurang dari 4 jam sebelum ovulasi
atau tidak boleh melebihi 6 jam sesudah akhir estrus. Jadi waktu optimum untuk
melakukan inseminasi harus diperhitungkan dengan waktu kapasitasi yang
lamanya sekitar 2--6 jam.

Dalam melakukan inseminasi tidak perlu dua kali pada satu periode estrus, kecuali
kalau memang terjadi penundaan ovulasi. Spermatozoa sapi dapat tahan hidup
kira-kira 30 jam sampai 48 jam dalam saluran organ kelamin betina. Ukuran
keberhasilan inseminasi buatan adalah terjadinya fertilasi dan kebuntingan
selanjutnya dengan kelahiran anak sapi (Udin dan Afriyani, 2001).

D. Conception Rate

Angka kebuntingan atau conception rate (CR) adalah persentase sapi betina yang
bunting dari inseminasi pertama (Sakti, 2007). Menurut Hafez (2000), CR adalah
jumlah induk sapi yang bunting dari sejumlah induk yang diinseminasi pertama
pasca partus. CR ditentukan berdasarkan hasil diagnosa kebuntingan dalam
waktu 40 sampai 60 hari sesudah inseminasi. CR merupakan salah satu nilai
untuk mengukur tinggi/rendahnya efisiensi reproduksi pada suatu peternakan.

Menurut Hardjopranjoto (1995), tinggi rendahnya efisiensi reproduksi
sekelompok ternak dapat ditentukan oleh lima hal, yaitu: angka kebuntingan atau
conception rate; jarak antara melahirkan atau calving interval; jarak waktu antara

15
melahirkan sampai bunting kembali atau service periode; angka perkawinan per
kebuntingan atau service per conception; dan angka kelahiran atau calving rate.

Menurut Hardjopranjoto (1995), efisiensi reproduksi pada sapi dianggap baik
apabila CR dapat mencapai 60%. Berdasarkan penelitian Pohan (1999),
persentase CR pada sapi Bali anestrus postpartum dengan penambahan hormon
gonadotropin di Nusa tenggara Timur sebesar 37,3% dengan faktor-faktor yang
memengaruhinya adalah timbulnya estrus, sedangkan hasil penelitian Ron dan
Bar-Anan (1984), persentase CR pada sapi dara sebesar 64,3% dengan faktorfaktor yang memengaruhinya adalah manajemen perkawinan, pelayanan IB dan
manajemen pemeliharaan.

Beberapa faktor sangat memengaruhi nilai CR, baik itu dari sistem reproduksi
maupun faktor manajemen pemeliharaan. Berdasarkan hasil penelitian Al Arif
(2013), persentase CR pada sapi potong setelah dilakukan sinkronisasi estrus di
Kabupaten Lampung Tengah sebesar 60,63% dengan faktor-faktor yang
memengaruhinya adalah jumlah pemberian hijauan, bentuk dinding kandang,
lantai kandang, luas kandang, pengetahuan dan pengalaman beternak.
Menurut penelitian Nurjanah (2013), faktor-faktor yang memengaruhi CR adalah
jumlah pemberian hijauan, frekuensi pemberian hijauan, jumlah pemberian air,
bentuk dinding kandang, pemberian konsentrat, pengetahuan beternak, dan
pengetahuan estrus dan perkawinan.

Menurut penelitian Sari (2010), faktor-faktor yang memengaruhi CR pada sapi
perah laktasi di KPSBU Jawa Barat adalah jumlah sapi yang dipelihara, peternak

16
yang pernah mengikuti kursus, alasan beternak, pengetahuan birahi dan
perkawinan, jumlah konsentrat, bahan lantai kandang, luas kandang, pemberian
air minum, umur sapi, perkawinan kembali setelah beranak, dan lama waktu
penyapihan pedet.

Berdasarkan penelitian Al Arif (2013), Nurjanah (2013), dan Sari (2010) terdapat
persamaan faktor yang dapat memengaruhi CR yaitu jumlah pemberian hijauan,
bentuk dinding kandang, lantai kandang, luas kandang, pengetahuan beternak, dan
pengalaman beternak.

1. Jumlah pemberian hijauan

Menurut Siregar et al. (1997), pakan yang berkualitas baik adalah pakan yang
mengandung zat makanan yang lengkap dan cukup kandungan gizinya sehingga
kebutuhan nutrisi sapi dapat terpenuhi baik untuk kebutuhan pokok maupun
tingkat reproduksinya. Terjadinya kekurangan pemberian pakan bukan saja
berakibat pada produksi daging yang rendah, namun juga tidak tercapai efisiensi
reproduksi yang baik.
Hijauan yang diberikan oleh peternak adalah rumput, legum, dan jerami, biasanya
sapi-sapi ini ada yang digembalakan dan ada yang dipotongkan rumput. Bila
dibutuhkan pada musim kemarau para peternak menyimpan jerami, penyimpanan
bahan pakan ini tidak perlu banyak karena rata-rata peternak hanya memelihara
ternak 4--6 ekor.

17
2. Bentuk dinding kandang

Bentuk dinding kandang tertutup mengurangi sirkulasi udara dan sinar matahari
yang masuk ke dalam kandang, sehingga udara yang bersih sedikit dan
pengeringan kandang berkurang. Menurut Sudono (1983), kandang yang baik
harus memiliki sirkulasi udara yang cukup dan mendapat sinar matahari serta
tidak lembab. Dalam mendesain konstruksi kandang sapi potong harus
didasarkan agroekosistem wilayah setempat, tujuan pemeliharaan, dan status
fisiologis ternak. Model kandang sapi potong di dataran tinggi, diupayakan lebih
tertutup untuk melindungi ternak dari cuaca yang dingin, sedangkan untuk dataran
rendah kebalikannya yaitu bentuk kandang yang lebih terbuka sehingga hal ini
dapat meningkatka nilai CR.

3. Bahan lantai kandang dan luas kandang

Kandang merupakan suatu bangunan yang memberikan rasa aman dan nyaman
bagi ternak. Kandang berfungsi untuk melindungi sapi terhadap gangguan luar
yang merugikan dan dapat mengancam keselamatan seperti sengatan terik
matahari, kedinginan, kehujanan, tiupan angin kencang, dan binatang buas.
Kandang yang luas juga menjadikan sirkulasi udara lancar sehingga ternak tidak
mengalami stres.

Keunggulan menggunakan bahan lantai dari semen karena pada saat sanitasi lantai
kandang yang terbuat dari semen lebih mudah dibersihkan dibandingkan dengan
jenis bahan lantai kandang dari tanah sehingga dapat mencegah terjadinya
gangguan reproduksi. Menurut Hardjopranjoto (1995), sanitasi lingkungan

18
khususnya kandang, sangat menentukan tingkat pencemaran uterus setelah induk
beranak karena lantai kandang merupakan tempat berkembang biaknya bakteri
nonspesifik penyebab infeksi uterus seperti Streptococcus, Staphylococcus,
E. coli, dan Corine bacterium pyogens serta dapat menyebabkan kawin berulang
atau repeat breeder.
Lantai kandang dari semen juga lebih memberikan kenyamanan pada sapi karena
kandang menjadi cepat kering, kaki sapi tidak mudah jatuh ke dalam lantai
kandang, dan lantai kandang tahan lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng
(1992) dalam Rosmawati (2009) bahwa pembuatan lantai kandang harus benarbenar memenuhi syarat, yaitu tidak licin, tidak mudah menjadi lembab, tahan
injakan, dan awet serta memberikan kenyamanan apabila ternak berdiri ataupun
pada saat berbaring.

Luas kandang yang dibutuhkan untuk sapi potong adalah tidak boleh kurang dari
2,0 m2/ekor atau volume kandang sebaiknya 5,0—6 m3/ekor bila keadaan
lingkungan terkontrol. Luas kandang yang kurang dari ukuran standar
mengakibatkan sirkulasi udara terganggu dan sapi tidak bergerak dengan bebas.
Sirkulasi udara yang kurang baik secara terus menerus menyebabkan gangguan
fisiologis dan kesehatan, sehingga memengaruhi CR (Santoso, 2004).

Bangunan kandang sapi potong harus menjamin adanya aliran angin sehingga
pertukaran udara yang kotor keluar dan udara yang segar ke dalam kandang dapat
terjadi. Hal itu dinding kandang sebaiknya terbuka, namun pada daerah yang
hembusan anginnya cukup kuat dinding kandang setinggi sapi diperlukan untuk

19
menahan kencangnya tiupan angin. Namun, kandang harus mendapat cukup sinar
matahari baik langsung maupun tidak langsung sehingga keadaannya terang.

Menurut AAK (1995), jarak ideal antara kandang dengan bangunan rumah
minimal 10 meter. Bangunan kandang hendaknya diusahakan agar sinar matahari
pagi dapat masuk ke dalam kandang. Menurut Girisanto (2006), sinar matahari
pagi yang tidak begitu panas akan lebih banyak mengandung sinar ultraviolet
yang berfungsi sebagai desinfektan dan membantu pembentukan vitamin D serta
sangat baik untuk kesehatan sapi.

5. Lama beternak dan pengetahuan peternak tentang IB

Menurut Hartono (1999), semakin lama peternak menekuni dan bergelut di bidang
peternakan maka pengalaman peternak dalam memelihara dan penanganan
beternak semakin meningkat dan mahir. Pengalaman ini peternak dapatkan dari
hasil lapangan selama peternak memelihara ternak. Pengetahuan tentang birahi
dan perkawinan sangat penting untuk mengetahui siklus reproduksinya terutama
deteksi pada saat birahi dapat dilakukan dengan baik sehingga perkawinan tepat
waktu. Hal ini disebabkan peternak yang memiliki pengetahuan tentang birahi
untuk mengawinkan sapinya pada waktu yang tepat dan tanda-tanda birahi pada
sapi dapat terdeteksi sehingga waktu perkawinannya tidak tertunda dan angka
konsepsinya akan meningkat.

Pengetahuan yang didapat secara turun-temurun biasanya sudah tidak sesuai
dengan kondisi di lapangan dan terkadang banyak yang salah menerapkan cara
beternaknya, sehingga hasilnya tidak maksimal. Menurut Sudono, et al. (2003),

20
salah satu syarat menjadi peternak sapi potong harus mempunyai pengetahuan
dasar tentang cara beternak sapi potong, yaitu sistem perkawinan dan seleksi.
Dengan memperoleh pengetahuan dari belajar, peternak akan lebih mudah
mengetahui informasi baru yang sangat berguna untuk efisiensi reproduksi.
Selain itu, masalah-masalah yang dapat menurunkan nilai CR dapat dikurangi.

21

III. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada 2 April 2014 sampai 5 Mei 2014, di Kecamatan Jati
Agung Kabupaten Lampung Selatan.

B. Bahan Penelitian

Ternak yang digunakan sebagai obyek dalam penelitian ini adalah sapi potong
betina produktif sebagai sampel sebanyak 1.410 ekor milik 776 peternak yang ada
di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan (Data Primer Terolah,
2014).

C. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner mengenai ternak
dan peternak yang ada di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.

D. Metode Penelitian

1. Teknik pengambilan sampel

Metode penelitian yang dipakai adalah metode survei. Penyamplingan pada
ternak dilakukan secara proporsional dan peternak secara acak. Penentuan jumlah

22
sampel peternak yang terpilih didasarkan pada asumsi setiap peternak memiliki
dua ekor induk produktif dan penyamplingan pada ternak dilakukan dengan cara
setiap 45 ekor sapi potong betina produktif diwakili oleh satu peternak pada
masing-masing desa yang ada di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung
Selatan. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dengan cara mengamati ternak dan manajemen pemeliharaan sapi
potong serta melakukan wawancara kepada peternak. Data sekunder adalah data
yang diperoleh dari recording. Tingkat konfidensi yang digunakan sebesar 95 %
dengan besar galat yang diinginkan 5 %.

2. Penentuan besaran sampel

Untuk mencari besaran sampel digunakan rumus (Martin. et. al. 1987) :
n = 4 PQ / L²
Keterangan:
n : besaran sampel yang diperlukan
P : asumsi kejadian CR di lokasi penelitian
L : galat yang diinginkan
Q : (1-P)

Populasi sapi potong di Kecamatan Jati Agung sebanyak 17.296 ekor dengan
jumlah sapi betina potong produktif sebanyak 8.774 ekor (Rekapitulasi Data
Ternak BPP Jati Agung, 2011). Jumlah peternak di Kecamatan Jati Agung 7.598
dengan asumsi setiap peternak memiliki sapi betina produktif 1--2 ekor.
Persentase sapi potong yang memiliki nilai conception rate yang bermasalah
diasumsikan sebesar 42,18 % (UPT Kesehatan Hewan dan Peternakan Kecamatan
Jati Agung, 2013) dari seluruh sapi betina produktif di Kecamatan Jati Agung.

23
Besar sampel yang didapat adalah 390 dan indeks ternak yang didapatkan
berdasarkan sampel sapi potong betina produktif adalah 2 ekor/peternak (data
primer terolah, 2013). Setiap peternak diasumsikan memiliki 2 ekor sapi potong
betina produktif. Dengan demikian total seluruh desa akan terpilih sampel
peternak sebanyak 194 orang. Selanjutnya, untuk mengoreksi sampling tahapan
berganda baik pada sampel ternak dan peternak maka jumlah peternak dan ternak
dilipatkan empat (Martin. et .al. 1987), sehingga jumlah sampel ternak sebanyak
1.552 ekor sapi potong betina produktif dan 776 peternak.

3. Variabel yang digunakan

Variabel yang digunakan dalam penelitan ini adalah variabel dependent dan
independent. Variabel dependent yang digunakan adalah nilai conception rate
pada sapi potong, sedangkan variabel independent adalah : PKRJNUTM
(pekerjaan utama peternak) ; PNDDKN (pendidikan peternak) ; JMLSAPI (
jumlah sapi potong yang dipelihara) ; PGLMNBTRNK (pengalaman beternak) ;
PNHKURS (pernah kursus atau pelatihan) ; ALSNBTRNK (alasan beternak) ;
PGTHNBTRNK (pengetahuan beternak) ; CRKWN (cara mengawinkan sapi) ;
PGTHNBRHPRKWN (pengetahuan birahi dan perkawinan) ; PKB (pemeriksaan
kebuntingan sapi) ; FREKHIJ (frekuensi pemberian hijauan) ; JUMHIJ (jumlah
pemberian hijauan), FREKKONS (frekuensi pemberian konsentrat) ; JUMKONS
(jumlah pemberian konsentrat) ; SISAIR (sistem pemberian air minum) ;
JUMAIR (frekuensi pemberian air minum) ; LTKKDG (letak kandang) ;
BTKDDG (bentuk dinding kandang) ; TNKDG (bahan lantai kandang) ;

24
BHNATP (bahan atap kandang) ; LUASKDG (luas kandang perekor) ;UMUR
(umur sapi) ; BGS (bangsa sapi potong) ; BIRH (munculnya birahi pertama
setelah beranak) ; SKOR (skor kondisi tubuh sapi) ; CI (selang beranak) ; SAPIH
(umur penyapihan pedet) ; REPRO (penyakit-penyakit reproduksi yang dialami
sapi) ; WKTIB (waktu IB) ; CRTHWG (cara thawing) ; ASALSTRW (asal
straw).

4. Pelaksanaan penelitian

Langkah pertama yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah menentukan
sampling berdasarkan jumlah populasi sapi potong betina produktif yang ada di
desa- desa di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan dengan cara
setiap 45 ekor sapi potong betina produktif diwakili oleh satu peternak pada
masing-masing desa. Penyamplingan ternak dilakukan secara acak dari peternak
terpilih. Data-data yang dibutuhkan diperoleh dengan cara pengisian kuisoner
kepada peternak yang terpilih sebagai sampel dan melihat catatan yang ada di
Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan. Pengisian kuisioner
dilakukan dengan cara mewawancarai secara langsung terhadap peternak yang
terpilih, melihat data rekording yang ada, dan mengamati manajemen
pemeliharaan sapi potong milik peternak di lokasi penelitian.

5. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi.
Sebelum dilakukan analisis data, dilakukan pengkodean terhadap data peternak

25
dan ternak untuk memudahkan analisis yang kemudian diolah dalam program
SPSS (statistik packet for social science) (Sarwono, 2006). Variabel dengan nilai
P terbesar dikeluarkan dari penyusunan model kemudian dilakukan analisis
kembali sampai didapatkan model dengan nilai P

0,15.

48

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada peternak, ternak, dan inseminator di Kabupaten
Lampung Selatan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.

conception rate (CR) pada sapi potong setelah di Inseminasi Buatan adalah
36,02%;

2.

pada tingkat peternak, faktor yang memengaruhi conception rate dan
berasosiasi negatif adalah letak kandang dari rumah dengan besar faktor
0,075, jumlah pemberian konsentrat dengan besar faktor 0,024, jumlah
hijauan dengan besar faktor 0,016, luas kandang dengan besar faktor 0,048,
dan jumlah sapi yang dipelihara dengan besar faktor 0,000 serta faktor yang
berasosiasi positif adalah pernah mengikuti kursus dengan besar faktor 0,092;

3.

pada tingkat ternak, faktor yang memengaruhi nilai conception rate adalah
dan berasosiasi negatif adalah lama masa sapih dengan besar faktor 0,043,
jarak beranak dengan besar faktor 0,000, waktu IB dengan besar faktor 0,000,
serta faktor yang berasosiasi positif adalah perkawinan kembali setelah
beranak dengan besar faktor 0,000, umur ternak berasosiasi positif dengan
besar faktor 0,128, dan birahi pertama setelah beranak dengan besar faktor
0,133.

49
B.

Saran

Dari hasil penelitian, penulis menyarankan pemberian hijauan yang berkualitas
dengan memperhatikan nutrisinya, pemberian konsentrat harus dilakukan secara
kontinu, letak kandang dari rumah berjarak 3 meter, luas kandang 3 m², peternak
agar mengikuti kursus, pedet dipisahkan dari induk pada bulan kedua ; dan
mengintensifkan deteksi birahi agar waktu IB dilakukan dengan tepat.

50

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Beternak Sapi Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Al Arif, Zulfi. 2013. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Angka Kebuntingan
(Conception Rate) Pada Sapi Potong Setelah Dilakukan Sinkronisasi Estrus
Di Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi Unila. Bandar Lampung
Badan Pusat Statistik. 2013. Populasi sapi di Indonesia. http /
yuari.wordpress.com/2013/12/18/ hasil sensus ternak 2013 mengasilkan
data populasi sapi yang lebih valid. (18 desember 2013)
Bandini, Y. 1999. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta
Bearden, H.J. dan J.W. Fuquay. 1984. Applied Animal Reproduction. Dalam
M. Hartono. Faktor-faktor dan Analisis Garis Edar Selang Beranak pada
Sapi Perah di Kecamatan Musuk Kabupaten Boyolali. Tesis. Program Pasca
Sarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Blakely, J. dan D. H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Terjemahan
: B. Srogandono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Budiyanto. 2012. Peningkatan Tingkat Kebuntingan dan Kelahiran Sapi di
Indonesia dan Masalah-Masalah yang Terkait. Disampaikan di Seminar
Updating Penyakit Gangguan Reproduksi dan Penanganannya pada
Ruminansia Besar
Church, D. C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Vol: 1
Second Edition. Jhon Wiley and Sons. New York
Corah, L. dan K. Lusby. 2002. Factors Influencing Conception Rate. Uneversity
of Wiscosin. http://iowabeefcenter.org/pdfs/bch/02210.