IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kualitas Air
Hasil analisis kualitas air pada Sungai Sepauk yang dibandingkan dengan kriteria mutu air sebagaimana termuat dalam lampiran PP nomor 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dapat dilihat pada Tabel 3 . Tabel 3. Hasil Analisis Kualitas Air pada Sungai Sepauk
Parameter Satuan
Lokasi Penelitian Kriteria mutu air kelas 1 PP
No.82 TH.2001 Hulu
Tengah Hilir
pH -
7,68 a 7,68 a
8,09 b 6 - 9
Suhu
o
26,8 a C
26,9 a 26,7 a
25 - 32 DO
Disolved oxygen
mg.L
-1
5,6 a 5,4 a
5,5 a 6
COD mg.L
-1
25,5 a 24 b
24,5 ab 10
BOD mg.L
0,95 a
-1
0,85 b 1 c
2 Debit Air
M
3
0,1 a detik
0,1 a 0,04 b
CO Mgl
2
7,41 a 8,67 a
10,36 a Keterangan : Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada
taraf α = 5
Derajat keasaman pH mempengaruhi keberadaan logam merkuri dalam sungai. Hasil pengukuran keasaman air permukaan menunjukkan pH minimum 7,68 dan maksimum 8,09 yang
artinya masih berada dalam kisaran pH yang ditentukan 6 – 9, lihat Tabel 3. Menurut Palar 1994, pH air rendah akan menyebabkan merkuri yang ada dalam perairan menjadi stabil,
sedangkan apabila pH air tinggi dapat menurunkan kelarutan logam dalam air, karena kenaikan pH dapat mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi hidroksida yang membentuk ikatan
dengan partikel pada badan air, sehingga akan menguap membentuk lumpur. Hasil uji statistik
tidak ada perbedaan yang signifikan antara hulu dan tengah lihat Tabel 3 dan Lampiran 3. Hasil uji pH di daerah hilir cenderung lebih tinggi, karena pada daerah hilir aktivitas penduduk
lebih banyak MCK, limbah rumah tangga maupun sampah – sampah yang berasal dari ruko di daerah hulu dan tengah menumpuk di daerah hilir.
Hasil pemeriksaan suhu air tidak menunjukkan adanya pengaruh yang besar. Suhu air Sungai Sepauk berkisar antara 26 – 26,9°C lihat Tabel 3. Hasil uji statistik tidak ada perbedaan
yang signifikan antara hulu, tengah dan hilir lihat Tabel 3, suhu tersebut relatif normal untuk perairan. Menurut Darmono 1995, apabila suhu tinggi maka logam merkuri akan
menguap ke udara sesuai dengan sifatnya yang mudah menguap, sehingga kadarnya dalam perairan akan menurun. Menurut Ariawan 1994, faktor utama yang berpengaruh terhadap
penurunan suhu dalam suatu badan air adalah intensitas cahaya yang diterima oleh badan air dan senyawa logam yang ada di volume air. Kondisi suhu air di Sungai Sepauk tidak terlalu banyak
menyebabkan perubahan kadar merkuri di dalam air, karena intensitas cahaya yang masuk ke badan air tidak terlalu besar.
Adanya oksigen terlarut di dalam air sangat penting untuk kehidupan ikan dan organisme lainnya, hasil pemeriksaan air diketahui bahwa kandungan oksigen terlarut di Sungai Sepauk
berkisar antara 5,4 – 5,6 mg.L
-1
yang artinya mendekati kriteria mutu air kelas 1 yang ditentukan lihat Tabel 3. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada beda nyata pada daerah hulu, tengah
dan hilir lihat Tabel 3. Menurut Effendi 2003, pada perairan alami, ikan dan organisme akuatik lainnya membutuhkan oksigen terlarut kurang dari 10 mg.1
-1
untuk melakukan proses metabolismenya. Hal ini terlihat dari masih adanya ikan yang hidup di perairan Sungai Sepauk
walaupun tidak terlalu banyak.
Hasil pemeriksaan BOD pada daerah hulu 0,95 mg.L
-1
, tengah 0,85 mg.L
1
, dan hilir 1 mg.L
-1
Hasil analisis COD di Sungai Sepauk berkisar antara 24 – 25,5 mg.L lihat Tabel 3. Hasil uji statistik terdapat perbedaan yang signifikan, daerah hilir lebih
tinggi lihat Tabel 3 dan Lampiran 4. Hal ini disebabkan daerah hilir banyak pemukiman penduduk sehingga aktivitas yang terjadi di sungai semakin banyak. Nilai BOD yang tinggi
menunjukkan semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah oksigen di perairan.
-1
Pengukuran Debit Air dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan sampel air, lumpur dan ikan. Hasil perhitungan debit air pada masing masing lokasi yaitu hulu 0,1 m
, yang artinya berada di atas ambang batas yang diperbolehkan. Hasil uji statistik terdapat beda nyata pada
daerah hulu, tengah dan hilir lihat Tabel 3 dan Lampiran 4, hal ini disebabkan perairan Sungai Sepauk terjadi penumpukan limbah rumah tangga yang sulit terurai, keadaan di lapangan
menunjukkan Sungai Sepauk terlihat keruh dan berbau. Nilai COD yang diperoleh pada penelitian ini jauh lebih besar dibandingkan BOD, menurut Darmono 2001, perbedaan nilai
COD dengan BOD biasanya terjadi pada perairan tercemar karena bahan organik yang mampu diuraikan secara kimia lebih besar dibandingkan penguraian secara biologi.
3
detik, tengah 0,1 m
3
detik, hilir 0,04 m
3
detik. Hasil uji statistik dari masing – masing lokasi menunjukkan perbedaan yang signifikan lihat Tabel 3 dan Lampiran 12. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan penyerapan oksigen oleh air rendah, makin cepat aliran air makin tinggi kadar oksigen terlarut. Menurut Mulyana 2007, faktor utama yang mempengaruhi debit air
sungai, adalah curah hujan dan siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang kemarau pendek, atau kemarau panjang musim hujan pendek. Debit air sungai Sepauk pada
daerah hilir rendah karena daerah hilir merupakan pertemuan antara Sungai Sepauk dengan Sungai Kapuas, sehingga arus pada daerah hilir menjadi lambat.
Kadar karbondioksida bebas di sungai Sepauk berkisar antara 7,41 – 10,36 mgl. Hasil uji statistik tidak ada perbedaan yang signifikan lihat Tabel 3. Meningkatnya kadar CO
2
pada daerah hilir diikuti oleh penurunan kadar oksigen terlarut, sehingga kemampuan air
membersihkan pencemar secara alamiah menjadi sedikit karena tergantung dengan ada tidaknya oksigen terlarut. Menurut Sastrawijaya 1991, kadar karbondioksida bebas di perairan berkaitan
erat dengan bahan organik dan kadar oksigen terlarut. karbondioksida yang tinggi pada daerah hilir akan mempengaruhi proses pernafasan organisme perairan, sehingga akan terjadi kematian
pada ikan.
B. Analisis Merkuri Dalam Air Sungai