Analisis Kandungan Merkuri Pada Air Sungai Dan Ikan Akibat Tambang Emas Tradisional Serta Tata Cara Penggunaan Merkuri oleh Penambang Emas Di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal

(1)

1

MANDAILING NATAL

SKRIPSI

OLEH: A N A S NIM.101000308

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

2

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI PADA AIR SUNGAI DAN IKAN AKIBAT TAMBANG EMAS TRADISIONAL SERTA TATA CARA PENGGUNAAN MERKURI OLEH PENAMBANG EMAS DI DESA

HUTAPUNGKUT KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH: A N A S NIM.101000308

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : ANALISIS KANDUNGAN MERKURI PADA AIR SUNGAI DAN IKAN AKIBAT TAMBANG EMAS TRADISIONAL SERTA TATA CARA PENGGUNAAN MERKURI OLEH PENAMBANG EMAS DI DESA HUTAPUNGKUT KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILIING NATAL

Nama Mahasiswa : A n a s Nomor Induk Mahasiswa : 101000308

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Kesehatan Lingkungan Tanggal Lulus : 24 April 2014

Disahkan Oleh, Komisi Pembimbing

Medan, April 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP. 19610831 198903 1 001


(4)

4

ABSTRAK

Kegiatan penambangan emas di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dilakukan secara tradisional tanpa teknik perencanaan yang baik dan peralatan seadanya, yaitu sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan dan sumur mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas tinggi. Sistem pengolahannya menggunakan campuran merkuri yang berpotensi untuk menimbulkan pencemaran lingkungan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan merkuri pada air dan ikan di Sungai Aek Sayu serta tata cara penggunaan merkuri oleh penambang emas di Desa Hutapungkut.

Penelitian ini bersifat survei diskriftif yaitu untuk mendapatkan gambaran akibat lumpur sisa olahan (tailing) yang dibuang ke sungai terhadap kandungan merkuri pada air dan ikan Sungai Aek Sayu serta cara penggunaan merkuri oleh penambang emas. Teknik pengambilan sampel adalah purposif sampling dengan jumlah sampel 60 orang penambang emas. Objek penelitian adalah sampel air sungai dan sampel ikan jurung (Neolissochilus thienemanni). Data penelitian diambil melalui observasi langsung dan pemeriksaan laboratorium kadar merkuri dalam air dan ikan.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kandungan merkuri pada air sungai adalah 0.0013 ppm, tidak memenuhi syarat menurut PP No. 82 Tahun 2001 dan pada ikan 0,003 ppm, masih memenuhi syarat ketetapan BPOM RI. Penyimpanan merkuri oleh penambang di sekitar tempat pengolahan emas. Penggunaan merkuri oleh penambang dalam pengolahan emas antara 25 s/d 100 gr per hari. Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan sarung tangan karet sebanyak 7 orang atau 11,7%. Pengolahan emas dan pembuangan lumpur sisa olahan dilakukan di sungai.

Dari penelitian ini disimpulkan kandungan merkuri pada air Sungai Aek Sayu sudah melewati Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 0,001ppm. Disarankan kepada penambang untuk membangun instalasi pengolahan lumpur sisa olahan sebelum dibuang ke sungai.

Kata kunci: Air Sungai, Ikan, Merkuri, Penambangan Emas Tradisional


(5)

ABSTRACT

Gold mining activities in Hutapungkut Village, Kotanopan Distrik Mandailing Natal are carried out in the traditional way without good planning techniques and sophisticated tools, namely the system of underground mining tunnels and by making a well in the direction predicted with high gold content. Processing system used a mixture of mercury with the potential to cause environmental pollution.

The objective of this study was to know the levels of mercury in water an fishin Aek Sayuriverand procedures for theuse of ercury by gold miners in Hutapungkut village.

This study was a descriptive survey, namely to get an overview as a result of residual sludge processed (tailig) discharged into the river on the content of mercury in water and fishin Aek Sayu River and how the use of mercury by gold miners in Hutapungkut village. The technique used in collecting the sample was purposive random sampling with a total 60 gold miners. The research object was samples of river water and fish jurung (Neoalissochilus thienemanni) samples. The data were taken through direct observation and laboratory examination of water and mercury levels in water and fish.

The results showed that the average value of mercury in river water was 0.0013 ppm and was still eligible top Rule No. 82 of 2001 and 0,003 ppm in fish and was still under Rule BPOM of Republic of Indonesia concerning with the storage of mercury by miners in nearby gold processing. The use of mercury by miners in the gold processing was ranged between 25 up to 100 grams per day. The use of Personal Protective Equipment (PPE) by gold miners only used rubber gloves as many as 7 people or 11.7%. The processing of gold and disposal of residual sludge processing was done in the river .

From this study, it can be concluded that the levels of mercury in water in Aek Sayu river had passed Threshold Limit Value (TLV )to 0,001 ppm. It is suggested for gold miners to reduce the impact of hazards of mercury in the gold mining process.

Keywords: Water River, Fish, Mercury, Traditional Gold Mining


(6)

6

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisa Kandungan Merkuri Pada Air dan Ikan Akibat Penambangan Emas Tradisional Serta Tata Cara Penggunaan Merkuri Oleh Penambang Emas di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal” yang merupakan karya penulis atas ilmu yang didapatkan selama ini. Besa harapan penulis skripsi ini dapat dimanfaatkan untuk perkembangan ilmu pengetahuan.

Dalam proses pembuatan skripsi ini telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Ir. Evi Naria, M.Kes dan dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembingbing Skripsi yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis mulai dari awal sampai berakhirnya pembuatan skripsi agar skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.

2. Dr. Taufik Azhar, MKM dan dr. Devi Nur Aini Santi, M.Kes, selaku Dosen Penguji yang banyak memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini sehingga menjadi lebih baik.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(7)

4. Para dosen dan pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Keberhasilan saya juga tidak terlepas dari pengorbanan almarhum Ayahanda Abd.Aziz Lubis dan almarhumah Ibunda Hj. Khodijah Nasution yang tulus dan ikhlas yang telah membesarkan, mendidik, mengajar dan mebimbing saya sejak kecil sehingga saya dapat menyelesaikan studi.

6. Yang tak mungkin terlupakan, istriku tercinta Nurleli Batubara S.Pd dan ananda tersayang Harun Al Rasyid Lubis, Faiz Akbar Lubis, Ihda Wardhani Lubis dan Faiza Alya Aziza Lubis yang senantiasa memotivasi dan berdo’a sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

7. Sahabat-sahabatku di FKM USU terutama di Departemen Kesehatan Lingkungan, atas dukungannya sehingga menambah semangat bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran skripsi ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Medan, April 2014 Penulis

A n a s iv


(8)

8

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pencemaran Air ... 9

2.1.1. Sumber Pencemaran Air... 10

2.1.2. Komponen Pencemaran Air ... 10

2.1.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pencemaran Air... 11

2.2. Pencemaran Sungai oleh Merkuri... 12

2.2.1 Merkuri (Hg) ... 12

2.2.2 Kegunaan Merkuri ... 15

2.3. Toksikokinetika Merkuri... 19

2.4. Dampak Pencemaran Merkuri... 23

2.4.1. Dampak Pencemaran Merkuri terhadap Manusia ... 23

2.4.2. Dampak Pencemaran Merkuri terhadap Lingkungan... 26

2.5. Karakteristik Ikan Jurung ... 28

2.6. Kadar Batas Aman... 28

2.7. Kerangka Konsep ... 29


(9)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian... 30

3.2. Lokasi dan waktu penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 30

3.3. Objek Penelitian... 30

3.3.1. Air Sungai ... 30

3.3.2. Ikan ... 31

3.3.3. Masyarakat ... 31

3.4. Metoda Pengumpulan Data ... 32

3.4.1. Data Primer ... 32

3.4.2. Data Sekunder ... 32

3.5. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian... 32

3.5.1. Pengambilan Sampel Air Sungai... 32

3.5.2. Pengambilan Sampel Ikan... 33

3.6. Alat dan Bahan Penelitian ... 34

3.6.1. Alat Penelitian ... 34

3.7. Cara Preparasi sampel Dengan Metoda VGA ... 36

3.7.1. Mercury (Hg) ... 36

3.7.2. Teknik Preparasi Sample ... 37

3.8. Pengoperasian AAS VGA 77 ... 38

3.8.1. Pembuatan Method ... 38

3.8.2. Edit Method... 38

3.8.3. Optimasi... 39

3.8.4. Kalibrasi dan Analisa... 41

3.9. Defenisi Operasional ... 41

3.10. Teknik Analisa Data... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 44

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

4.1.1. Keadaan Geografi dan Jumlah Penduduk ... 44

4.2. Hasil Penelitian ... 45

4.2.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Merkuri Pada Air Sungai Aek Sayu ... 45

4.2.2. Hasil Pemeriksaan Merkuri pada Ikan ... 47

4.2.3. Tata Cara Penggunaan Mekuri oleh Penambang ... 48

4.2.3.1. Penggunaan Alat Pelindung Diri ... 48

4.2.3.2. Jumlah Penggunaan Merkuri Per Hari oleh Penambang Emas ... 48

4.2.3.3. Pengolahan Emas dan Pembuangan Limbah yang Mengandung Merkuri... 48


(10)

10

BAB V PEMBAHASAN ... 50

5.1. Kandungan Merkuri pada Air Sungai Aek Sayu ... 50

5.2. Kandungan Merkuri Pada Ikan ... 55

5.3. Penyimpanan Merkuri oleh Penambang ... 56

5.4. Tata Cara Penggunaan Merkuri oleh Penambang... 57

5.5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ... 58

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

6.1. Kesimpulan... 60

6.2. Saran ... 61 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Merkuri Pada Air Sungai

Aek Sayu ... 45

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kadar Merkuri Pada Ikan ... 46

Tabel 4.3 Penggunaan Merkuri Per Hari Oleh Penambang Emas ... 47

Tabel 4.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ... 48

Tabel 4.5 Lokasi Pengolahan Dan Pembuangan Limbanh yang Mengandung Merkuri ... 48


(12)

4

ABSTRAK

Kegiatan penambangan emas di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dilakukan secara tradisional tanpa teknik perencanaan yang baik dan peralatan seadanya, yaitu sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan dan sumur mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas tinggi. Sistem pengolahannya menggunakan campuran merkuri yang berpotensi untuk menimbulkan pencemaran lingkungan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan merkuri pada air dan ikan di Sungai Aek Sayu serta tata cara penggunaan merkuri oleh penambang emas di Desa Hutapungkut.

Penelitian ini bersifat survei diskriftif yaitu untuk mendapatkan gambaran akibat lumpur sisa olahan (tailing) yang dibuang ke sungai terhadap kandungan merkuri pada air dan ikan Sungai Aek Sayu serta cara penggunaan merkuri oleh penambang emas. Teknik pengambilan sampel adalah purposif sampling dengan jumlah sampel 60 orang penambang emas. Objek penelitian adalah sampel air sungai dan sampel ikan jurung (Neolissochilus thienemanni). Data penelitian diambil melalui observasi langsung dan pemeriksaan laboratorium kadar merkuri dalam air dan ikan.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kandungan merkuri pada air sungai adalah 0.0013 ppm, tidak memenuhi syarat menurut PP No. 82 Tahun 2001 dan pada ikan 0,003 ppm, masih memenuhi syarat ketetapan BPOM RI. Penyimpanan merkuri oleh penambang di sekitar tempat pengolahan emas. Penggunaan merkuri oleh penambang dalam pengolahan emas antara 25 s/d 100 gr per hari. Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan sarung tangan karet sebanyak 7 orang atau 11,7%. Pengolahan emas dan pembuangan lumpur sisa olahan dilakukan di sungai.

Dari penelitian ini disimpulkan kandungan merkuri pada air Sungai Aek Sayu sudah melewati Nilai Ambang Batas (NAB) yaitu 0,001ppm. Disarankan kepada penambang untuk membangun instalasi pengolahan lumpur sisa olahan sebelum dibuang ke sungai.

Kata kunci: Air Sungai, Ikan, Merkuri, Penambangan Emas Tradisional


(13)

ABSTRACT

Gold mining activities in Hutapungkut Village, Kotanopan Distrik Mandailing Natal are carried out in the traditional way without good planning techniques and sophisticated tools, namely the system of underground mining tunnels and by making a well in the direction predicted with high gold content. Processing system used a mixture of mercury with the potential to cause environmental pollution.

The objective of this study was to know the levels of mercury in water an fishin Aek Sayuriverand procedures for theuse of ercury by gold miners in Hutapungkut village.

This study was a descriptive survey, namely to get an overview as a result of residual sludge processed (tailig) discharged into the river on the content of mercury in water and fishin Aek Sayu River and how the use of mercury by gold miners in Hutapungkut village. The technique used in collecting the sample was purposive random sampling with a total 60 gold miners. The research object was samples of river water and fish jurung (Neoalissochilus thienemanni) samples. The data were taken through direct observation and laboratory examination of water and mercury levels in water and fish.

The results showed that the average value of mercury in river water was 0.0013 ppm and was still eligible top Rule No. 82 of 2001 and 0,003 ppm in fish and was still under Rule BPOM of Republic of Indonesia concerning with the storage of mercury by miners in nearby gold processing. The use of mercury by miners in the gold processing was ranged between 25 up to 100 grams per day. The use of Personal Protective Equipment (PPE) by gold miners only used rubber gloves as many as 7 people or 11.7%. The processing of gold and disposal of residual sludge processing was done in the river .

From this study, it can be concluded that the levels of mercury in water in Aek Sayu river had passed Threshold Limit Value (TLV )to 0,001 ppm. It is suggested for gold miners to reduce the impact of hazards of mercury in the gold mining process.

Keywords: Water River, Fish, Mercury, Traditional Gold Mining


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Di Indonesia pembangunan disektor industri terus meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan manusia di dalam mengelola dan mengolah lingkungan sangat berperan terhadap kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan dapat memperbaiki kualitas hidup manusia dan pendapatan masyarakat. Tetapi pada sisi yang lain pembangunan dapat menurunkan kualitas lingkungan dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran.

Dalam UU No. 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan lingkungan Hidup, pencemaran lingkungan didefenisikan sebagai: Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Demikian juga halnya dengan lingkungan perairan akan terkena dampak pencemaran dari proses industri dari kegiatan manusia dalam mengekpliotasi lingkungan, sehingga air akan menjadi tercemar dan tidak bisa dimanfaatkan lagi oleh manusia untuk kebutuhan hidupnya,

Menurut Perturan Pemerintah RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran air, disebutkan bahwa pencemaran air


(15)

adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemaran dapat berasal dari industri, pertambangan, domestik, maupun sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke sungai,/laut selanjutnya mencemari manusia melalui ikan, air minum, atau air sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar. Suatu tatanan lingkungan hidup dapat tercemar atau menjadi rusak disebabkan oleh banyak hal dan yang paling utama yang menjadi penyebabnya adalah limbah, antara lain limbah kimia yang mengandung bahan toksik seperti logam berat ( Palar, 2008 ).

Salah satu jenis logam berat adalah merkuri yang banyak dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan seperti dalam bidang pertambangan. Dimana masyarakat menggunakan merkuri untuk memisahkan butiran-butiran emas dari batuan melalui proses amalgam ( Widowati, 2008).

Menurut Darmono (2001), pengaruh bahan kimia inorganik seperti Pb, Cd, Hg dalam kadar yang tinggi dapat menyebabkan perubahan kualitas air sehingga tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya, disamping menyebabkan matinya kehidupan biota air seperti ikan, plankton.

Penambangan emas tradisional yang berkembang dewasa ini dengan cara amalgamasi yang merupakan pengolahan bahan galian emas memakai merkuri untuk mengikat emas, sangat berpotensi menimbulkan dampak pencemaran terhadap lingkungan perairan seperti sungai dan laut. Dimana dalam teknik pengoperasiannya


(16)

3

limbah daripada tailing yang mengandung merkuri langsung dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu dan dapat mencemari biota air seperti ikan dan tumbuhan air lainnya. Selanjutnya akan merusak rantai makanan di lingkungan perairan.

Peristiwa keracunan karena terkontaminasi oleh merkuri sudah banyak terjadi. Menurut Wardhana (2004) , Kasus wabah keracunan merkuri pernah terjadi di Minamata (Jepang) pada tahun 1953 sampai tahun tahun 1960. Pada kurun waktu itu lebih 100 orang menderita cacat dan 43 orang diantaranya meninggal. Korban lainnya adalah 119 bayi yang lahir cacat. Sumber utama keracunan merkuri adalah pembuangan limbah pabrik plastik yang mengandung merkuri ke air (laut). Sehingga ikan-ikan yang terdapat disekitar perairan tersebut tercemar dimana warga sekitar teluk Minamata yang mengkonsumsi ikan mengalami keracunan merkuri.

Di Indonesia sudah banyak dilakukan penelitian terhadap pencemaran sungai yang disebabkan pembuangan limbah pengolahan bijih emas yang mengandung merkuri oleh penambang emas tradisional, Hasil penelitian oleh Pusarpedal-KLH (2004) di Teluk Buyat dan Sungai Totok menunjukkan bahwa perairan disekitar Teluk Buyat telah tercemar merkuri yang disebabkan pembuangan tailing oleh perusahaan tambang emas PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) dan kegiatan tambang rakyat disekitar Sungai Totok ( Siregar, dalam Widowati, 2008).

Menurut Rusli, (2005), yang melakukan penelitian pada air sungai Muara Botung salah satu anak sungai dari sungai Batang Gadis di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang berasal Penambangan Emas Tradisional yang diolah di sekitar S. Muara Botung ditemukan bahwa kandungan dari merkuri adalah


(17)

0,1176 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar merkuri pada air sungai sudah melewati Nilai Ambang Batas yaitu 0,001 mg/l berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor: 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air.

Kasus-kasus keracunan yang disebabkan oleh logam berat seringkali terjadi pada orang-orang yang bekerja dalam bidang penambangan emas. Keracunan kronis itu disebabkan karena untuk memurnikan emas yang di peroleh dari penambangan (penggalian) biasanya dengan menggunakan merkuri. Lama kelamaan uap merkuri yang masuk dan mengendap atau menumpuk dalam tubuh semakin banyak dan mulai menimbulkan gejala-gejala keracunan (Palar, 2008).

Penambangan emas tradisional banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia seperti penambangan emas tradisional yang terdapat di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Kegiatan penambangan dilakukan di daerah pegunungan dan juga di sungai. Hasil dari penambangan ini adalah bijih emas dan limbah berupa merkuri yang mencemari air dan tanah, serta dampaknya yang sangat berbahaya bagi kesehatan khususnya masyarakat sekitarnya. Dimana para penambang menggunakan merkuri sebagai pengikat emas (dalam bentuk amalgam). Penambangan emas berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan pada sungai karena limbah dari kegiatan tersebut masuk ke dalam sungai, yang berbahaya bagi manusia dan organisme air seperti plankton dan ikan. Selanjutnya ikan dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber makanan.


(18)

5

Kegiatan penambangan emas tradisional yang terdapat di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dicirikan oleh penggunaan teknik eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan murah. Lubang tambang dibuat dalam bentuk sumur dengan kedalaman tertentu menggunakan peralatan cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya. Batuan dan urat kuarsa yang mengandung emas atau bijih emas ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat galundung (tromel, berukuran panjang 55-60 cm dan diameter 30 cm dengan alat penggiling 3-5 batang besi). Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih emas dengan merkuri untuk membentuk amalgam dengan media air. Galundung ditempatkan di tepi sungai dan dioperasikan dengan memanfaatkan aliran air sungai. Proses penggilingan batuan yang mengandung emas yang dicampur dengan merkuri di dalam galundung sering terjadi kebocoran dan percikan merkuri dan tumpah ke sungai sehingga dapat mencemari air sungai.

Di Desa Hutapugkut luas area penambangan yang dikelola oleh masyarakat lebih kurang 10 Ha yang sebagian besar terdiri dari hutan yang tidak produktif dan tidak ditanami oleh masyarakat. Sebagian dari area tambang adalah milik perseorangan dan sebagian merupakan tanah adat masyarakat desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

Tata cara penggunaan merkuri yang biasa dilakukan oleh penambang emas adalah dengan menuangkan langsung merkuri ke dalam galundung tidak memakai alat pelindung diri ( APD ) dengan ukuran tertentu tanpa memperdulikan bahaya


(19)

merkuri terhadap kesehatan bila terjadi kontak langsung dengan merkuri baik waktu menuangkan ke galundung atau saat menyaring bullion dari lumpur hasil pengolahan bijih emas. Lumpur atau tailing hasil pengolahan bijih emas yang mengandung merkuri langsung dibuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu.

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kandungan merkuri pada air Sungai Aek Sayu dan ikan disekitar lokasi tambang rakyat juga tentang tata cara penggunaan merkuri oleh penambang emas di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah analisis kandungan merkuri pada air Sungai Aek Sayu dan ikan disekitar lokasi tambang emas rakyat di Desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal apakah sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor: 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Dan juga tata cara penggunaan merkuri oleh penambang.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengatahui konsentrasi merkuri (Hg) pada air dan ikan Sungai Aek Sayu disekitar lokasi Penambangan Emas Tradisional serta tata cara penggunaan merkuri oleh penambang di desa Hutapungkut, Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.


(20)

7

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kadar merkuri pada air Sungai Aek Sayu di desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

2. Mengetahui kadar merkuri pada ikan yang ditangkap di sekitar aliran Sungai Aek Sayu desa Hutapungkut, Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

3. Untuk mengetahui tata cara penggunaan merkuri oleh penambang emas di desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka keluaran yang diharapkan dari pembuatan tulisan ini adalah :

1. Pemerintah Daerah

Sebagai bahan informasi dan pertimbangan kepada pemerintah Kabupaten khususnya Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bepedalda), Dinas Kesehatan untuk perencanaan, pemantauan dan pengendalian pencemaran merkuri (Hg).

2. Pengusaha

Sebagai bahan informasi kepada pengusaha dalam mengambil kebijakan pengaturan manajemen lingkungan khususnya dalam proses pengelolaan biji emas dengan menggunakan bahan merkuri.


(21)

3. Penambang Emas dan Masyarakat

Sebagai informasi kepada penambang emas dan masyarakat dalam hal penggunaan bahan merkuri dalam proses pengelolaan biji emas serta dampak merkuri terhadap kesehatan manusia dan lingkungan.


(22)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

Pengertian pencemaran air menurut Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yaitu, Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga ualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Air merupakan kehidupan pokok bagi manusia di bumi ini yang dipergunakan untuk berbagai kebutuhan. Menurut Wardhana (2004), sesuai dengan kegunaannya, air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi dan mencuci, air untuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk sanitasi dan air untuk transportasi baik di sungai maupun di laut yang termasuk kegunaan air secara konvensional.

Menurut Palar (2008 ), suatu lingkungan dikatakan tercemar oleh bahan-bahan tercemar atau polutan adalah apabila telah terjadi perubahan-bahan-perubahan-bahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk aslinya, sebagai akibat masuknya dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan itu.

Menurut Darmono (2001), bahan inorganik pencemar lingkungan yang banyak pengaruhnya terhadap lingkungan hidup ialah unsur logam berat dan


(23)

senyawanya, seperti merkuri (Hg), Cadmium (Cd), timbal (Pb), arsen (As) merupakan logam yang beracun terhadap makhluk hidup.

2.1.1. Sumber Pencemaran Air

Menurut Mukono (2010), sumber pencemaran air dibagi dalam 3 kelompok : 1. Domestik (Rumah Tangga)

Yaitu berasal dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus dan dapur, seperti: detergen, sampah organik dan anorganik.

2. Industri

Jenis polutan yang dihasilkan oleh industri sangat tergantung pada jenis industrinya sendiri, sehingga jenis polutan yang dapat mencemari air tergantung pada bahan baku, seperti; pembuatan lampu listrik, pabrik pulp dan kertas dimana senyawa FMA (fenil merkuri asetat) digunakan untuk pembentukan jamur.

3. Pertanian dan Perkebunan

Merkuri banyak digunakan dalam bidang pertanian sebagai fungisida yang menjadi penyebab keracunan merkuri pada organisme hidup dan juga dapat mencemari air tanah.

2.1.2. Komponen Pencemaran Air

Bahan buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab utama terjadinya pencemaran air. Komponen pencemar air dikelompokkan sebagai berikut:

a. Bahan buangan padat b. Bahan buangan organik


(24)

11

c. Umumnya berupa limbah yang dapat membusuk oleh mikroorganisme. d. Bahan buangan anorganik

e. Bahan buangan anorganik biasanya berasal dari industri yang menggunakan logam seperti Pb, As, Cd, Hg, Cr, Ni, Ca, Mg, Co.

f. Bahan Buangan Cairan Berminyak.

Bahan Buangan Zat Kimia, seperti: sabun insektisida, zat warna kimia, larutan penyamak kulit, zat radioaktif Wardhana (2004 ).

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Air

Menurut Mukono (2010), beberapa faktor yang dapat mempengauhi pencemaran air yaitu :

1. Mikroorganisme

Salah satu indikator bahwa air tercemar adalah adanya mikroorganisme pathogen dan non pathogen yang terdapat di lingkungan perairan yang menyebabkan penyakit pada makhluk hidup seperti : bakteri, virus, protozoa dan parasit.

2. Curah Hujan

Curah buangan hujan di suatu daerah akan menentukan volume dari badan air dalam rangka mempertahankan efek pencemaran terhadap bahan buangan di dalamnya (deluting effects). Curah hujan yang tinggi sepanjang musim dapat lebih mengencerkan (mendispersikan) air yang tercemar.


(25)

3. Kecepatan Aliran Air (Stream Flow)

Bila suatu badan air memiliki aliran yang cepat, maka keadaan itu dapat memperkecil kemungkinan timbulnya pencemaran air karena bahan polutan dalam air akan lebih cepat terdispersi.

4. Kualitas Tanah

Kualitas tanah (pasir atau lempung) juga mempengaruhi pencemaran air, ini berkaitan dengan pencemaran tanah yang terjadi di dekat sumber air. Beberapa sumber pencemaran tanah dapat berupa bahan beracun seperti pestisida, herbisida, logam berat dan sejenisnya serta penimbunan sampah secara besar-besaran (misalnya

open dumping).

2.2. Pencemaran Sungai oleh Merkuri 2.2.1. Merkuri

Logam merkuri (Hg), mempunyai nama kimia hydragyrum yang berarti cair. Logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada periodika unsur kimia Hg menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom (BA 200,59). Merkuri telah dikenal manusia sejak manusia mengenal peradapan. Logam ini dihasilkan dari bijih sinabar, HgS, yang mengandung unsur merkuri antara 0,1% - 4%.

HgS + O2 Hg + SO2

Merkuri yang telah dilepaskan kemudian dikondensasi, sehingga diperoleh logam cair murni. Logam cair inilah yang kemudian digunakan oleh manusia untuk bermacam-macam keperluan Palar (2008 ).


(26)

13

Merkuri atau air raksa (Hg) muncul di lingkungan secara alamiah dan berada dalam beberapa bentuk yang pada prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 bentuk utama yaitu :

1. Merkuri Metal (HgO)

Merupakan logam berwama putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk cairan. Pada suhu kamar akan menguap dan membentuk uap merkuri yang tidak berwama dan tidak berbau. Makin tinggi suhu, makin banyak yang menguap. Banyak orang yang telah menghirup merkuri mengatakan bahwa terasa logam dimulutnya. Digunakan juga untuk bahan pembuat themometer, barometer. Merkuri metal banyak digunakan untuk produksi gas klorin dan kaustik soda dan untuk pemurnian emas.

2. Senyawa merkuri anorganik

Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan dengan elemen lain seperti klorin (Cl ), sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini biasa disebut garam-garam merkuri. Senyawa merkuri anorganik berbentuk bubuk putih atau kristal. Senyawa Hg anorganik digunakan sebagai fungisida. Garam-garam merkuri anorganik termasuk amoniak merkurik klorida dan merkuri iodide digunakan untuk cream pemutih kulit. Merkuri chlorida (HgCl2) adalah sebagai antiseptik atau desinfektan.

3. Senyawa merkuri organik

Seperti senyawa merkuri organik, metil merkuri dan fenil merkuri ada dalam bentuk garam-garamnya seperti metal merkuri klorida dan fenil merkuri asetat.


(27)

Metilmerkuri dihasilkan dari proses mikroorganisme (bakteria dan fungi) di lingkungan. Penggunaan metilmerkuri untuk berbagai produk sekarang sudah dilarang karena proses penguapan dari merkuri ( Lestarisa, 2010).

Menurut Palar (2008) secara umum logam merkuri memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

1. Berwujud cair pada suhu kamar (25oC) dengan titik beku paling rendah -39oC 2. Masih berwujud cair pada suhu 396o C . Pada temperatur 396o C ini telah terjadi

pemuaian secara menyeluruh.

3. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam logam yang lain.

4. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik.

5. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang disebut juga dengan amalgram.

6. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) maupun dalam bentuk persenyawaan.

Merkuri (Hg), merupakan logam yang berwujud cair pada suhu ruang. Merkuri, baik logam maupun metil merkuri (CH3Hg+), biasanya masuk tubuh manusia lewat pencernaan. Bisa dari ikan, kerang, udang, maupun perairan yang terkontaminasi. Merkuri dalam bentuk logam tidak begitu berbahaya,tetapi bila terpapar di lingkungan bisa bereaksi dengan metana yang berasal dari dekomposisi senyawa organik membentuk metil merkuri yang bersifat toksis. Dalam bentuk metal


(28)

15

merkuri, sebagian besar akan berakumulasi di otak. Karena penyerapannya besar, dalam waktu singkat bisa menyebabkan berbagai gangguan. Mulai dari rusaknya keseimbangan tubuh, tidak bisa berkonsentrasi dan tuli (Widowati, 2008).

2.2.2. Kegunaan Merkuri

Pemakaian bahan merkuri telah berkembang sangat luas. Merkuri digunakan dalam bermacam-macam pekerjaan seperti :

1. Bidang perindustrian

Dalam industri khlor-alkali, merkuri digunakan untuk menangkap logam natrium (Na). Logam natrium tersebut dapat ditangkap oleh merkuri melalui proses elektrolisa dari larutan garam natrium klorida (NaCl). Sedangkan dalam industri pulp dan kertas banyak digunakan senyawa FMA (fenil merkuri asetat) yang digunakan untuk mencegah pembentukan kapur pada pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan. Merkuri juga digunakan dalam industri cat untuk mencegah pertumbuhan jamur sekaligus sebagai komponen pewarna.

2. Bidang pertanian

Merkuri banyak digunakan sebagai fungisida. Contohnya, senyawa metil merkuri disiano diamida (CH3-Hg-NH-CHHNHCN), metal merkuri siano (CH3 -Hg-CN), metil merkuri asetat (CH3-Hg-CH2- COOH), dan senyawa etil merkuri khorida (C2H5-Hg-Cl). Walaupun pemakaian merkuri dalam jumlah yang relatif sedikit tetapi digunakan pada areal pertanian yang luas. Ini berarti pencemaran lingkungan dan tingkat peracunan oleh merkuri semakin meningkat pula. Dari areal pertanian sebagian merkuri akan meresap dan sebagian akan meresap ke dalam tanah.


(29)

3. Bidang pertambangan

Logam merkuri digunakan untuk membentuk amalgam. Contohnya dalam pertambangan emas, logam merkuri digunakan untuk mengikat dan memurnikan emas. Merkuri yang dicampur dengan batuan bijih emas dalam galundung mengalami proses penubukan dan penggilingan sebagian menyatu dengan lumpur hasil pengolahan bijih emas dan sebagian terpercik dan jatuh ke sungai selanjutnya terakumulasi pada sedimen sungai ( Widowati, 2008).

4. Bidang kedokteran

Logam merkuri digunakan untuk campuran penambal gigi. 5. Peralatan fisika

Merkuri digunakan dalam thermometer, barometer, pengatur tekanan gas dan alat-alat listrik.

Merkuri dan senyawa-senyawanya sangat beracun sehingga kehadirannya di lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Selain itu pencemaran merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan.

Menurut Palar (2008), logam merkuri yang masuk ke badan air atau sungai dan mengendap pada sedimen akan diubah oleh aktivitas bakteri pada sedimen dasar


(30)

17

perairan menjadi senyawa Hg2+ dan Hg0 dan karena dipengaruhi oleh faktor fisika maka senyawa-senyawa tersebut mudah menguap ke udara. Kemudian merkuri yang menguap ke lingkungan udara kembali masuk ke badan air oleh datangnya hujan. Selanjutnya ion Hg2+ yang mengendap dalam lumpur kembali mengalami perubahan bentuk oleh kegiatan bakteri menjadi dimetil merkuri (CH3)2Hg dan ion metal merkuri (CH3)2Hg karena faktor fisika dimetil merkuri akan menguap dan terurai menjadi metana (CH4), Etana (C2H6) dan logam HgO. Sedangkan ion metil merkuri mudah larut dalam air dan dimakan oleh biota perairan seiring dengan sistem rantai makanan. Dimana manusia yang akan mengkonsumsi baik ikan maupun burung-burung air yang telah terkontaminasi oleh senyawa merkuri.

Pendauran merkuri sebagai hasil kerja dari bakteri-bakteri dapat dilihat pada skema sebagai berikut :

Udara CH4 + C2H6 + HgO

(CH3)2Hg

Ikan, udang dan lain-lain

Air plankton

CH3Hg+

Hg0 (CH3)2Hg

Sedimen CH3Hg+

Lumpur bakteri bakteri

Bakteri Hg22+ Hg2++Hg0


(31)

Dari skema diatas, dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut: persenyawaan merkuri yang terdapat di dalam endapan dasar perairan, oleh adanya aktivitas kehidupan bakteri pada endapan tersebut mengakibatkan persenyawaan merkuri yang ada diubah menjadi Hg2+ dan HgO. Logam merkuri yang dihasilkan dari aktivitas bakteri ini karena dipengaruhi oleh faktor fisika dapat langsung menguap ke udara. Tetapi pada akhirnya merkuri yang telah menguap dan berada dalam tatanan udara itu akan masuk ke dalam badan perairan oleh hujan atau faktor-faktor fisika lainnya.

Berikut adalah gambar perjalanan merkuri di biosfir sampai ke manusia :

Gambar.1 Skema Perjalanan Merkuri di Biosfir. Sumber : Fardiaz, 1992

Kotoran Fungisida

Otak dan

Syaraf Hati Ginjal

Ekskresi Burung Ikan dan

Kerang Zooplankton Fitoplankton Bahan-Bahan Industri

Air minum

Sungai dan Laut

Biodegradasi

Dimakan manusia


(32)

19

Senyawa Hg yang berasal dari pertanian dan industri dilepas ke lingkungan akan mengalami perubahan bentuk senyawanya oleh aktivitas mikroorganisme menjadi metil merkuri (CH3Hg) dalam air dan tanah. Metil Hg mengalami proses biodegradasi dalam tubuh biota air seperti : fitoplankton, zooplankton dan ikan, selanjutnya ikan dan biota air yang sudah terkontaminasi merkuri dikonsumsi oleh manusia. Di dalam tubuh manusia metal merkuri akan melewati usus halus selanjutnya metal merkuri sebagian akan tersimpan di otak dan syaraf, hati dan ginjal melalui pembuluh darah dan sebagian metal merkuri akan diekskresikan melalui ginjal dan kotoran. Seterusnya metal merkuri kembali lagi ke sungai ataupun laut (Widowati, 2008).

2.3. Toksikokinetika Merkuri

Perjalanan suatu bahan toksik dalam tubuh sampai timbulnya efek terhadap tubuh mengalami beberapa tahapan atau proses, sebagai berikut: Absorpsi, distribusi,metabolisme dan ekskresi (Soemirat, 2009).

Sedangkan pendistribusian merkuri dalam tubuh berbeda berdasarkan jenisnya, antara lain golongan anorganik dan aril merkuri didistribusi pada banyak jaringan tubuh, terutama di distribusikan pada otak dan ginjal. Dalam tubuh sesuai dengan sifatnya yang mudah berikatan dengan senyawa lain seperti belerang akan dapat berikatan dengan sulfhidril dan dapat mempengaruhi kerja sejumlah enzim sel. Proses pengikatan merkuri dengan gugus sulfihidril dapat membentuk zat polutan


(33)

yaitu metallotionin (protein berat molekul rendah kaya sulfhidril ) yang dapat meningkat setelah pajanan merkuri (Sari Lubis, 2002).

Menurut Dompas, (2010), metallotionin adalah polutan merkuri memiliki sifat yang dapat mudah berikatan dengan gugus sulfuhidril (-SH), pengikatan Hg oleh gugus sulfuhidril dapat menghambat aktifitas enzim. Metalotionin mampu mengikat logam-logam berat dengan sangat kuat khususnya merkuri (Hg), kadmium (Cd), perak (Ag), dan seng (Zn).

Berikut tahapan perjalanan merkuri di dalam tubuh sampai dibuang sebagai hasil samping dari metabolisme tubuh :

1. Absorbsi

Absorbsi metal merkuri di dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui makanan, minuman dan pernafasan, serta kontak kulit. Paparan merkuri melalui jalur kulit biasanya berupa senyawa HgCl2, dimana jumlah Hg yang diabsorbsi tergantung kepada jalur masuknya, lama paparan dan bentuk senyawa merkuri. Dari beberapa data hasil penelitian pada manusia menunjukkan bahwa metal merkuri segera diserap melalui saluran cerna. uap senyawa metal merkuri seperti uap metil merkuri klorida dapat diserap melalui pernafasan. Penyerapan metil merkuri dapat juga melalui kulit. Merkuri setelah di absorbsi di jaringan mengalami oksidasi membentuk merkuri divalent (Hg2+) yang dibantu enzim katalase. Inhalasi merkuri bentuk uap akan di absorbsi melalui sel darah merah, lalu ditransformasikan menjadi merkuri divalen (Hg2+). Sebagian akan menuju otak, yang kemudian diakumulasi di dalam jaringan.


(34)

21

2. Distribusi

Pada saat terpapar oleh logam merkuri dan diabsorbsi dalam jaringan, logam merkuri akan ditransper ke dalam darah, seperti uap logam merkuri (Hg) akan terserap oleh alveoli dan diteruskan kedalam darah. Dalam darah akan mengalami proses oksidasi dengan bantuan enzim hidrogeperoksida katalase sehingga berubah menjadi ion Hg2+, selanjutnya dibawa ke seluruh tubuh bersama peredaran darah dan terakumulasi di hati dan ginjal. Sebagian merkuri dikeluarkan bersama urine.

Selain menumpuk, ternyata merkuri dapat menembus membrane plasenta pada wanita hamil. Senyawa merkuri tersebut masuk bersama makanan melewati plasenta karena dibawa oleh peredaran darah ke janin. Sehingga dapat merusak otak janin dan bayi lahir kemungkinan akan cacat.

3. Metabolisme

Pada proses metabolisme dalam tubuh setelah diabsobsi di dalam jaringan, merkuri organik dan anorganik akan sangat mudah berikatan dengan protein dan berbagai jenis enzim seperti enzim katalase. Sebagian dari senyawa merkuri organik seperti alkil merkuri akan diubah menjadi senyawa merkuri anorganik. Setelah lewat waktu paruh senyawa merkuri akan dikeluarkan dari dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme. Hanya sebagian kecil yang dikeluarkan jika dibandingkan dengan jumlah uap atau senyawa merkuri yang masuk ke dalam tubuh. Sebagian besar senyawa atau uap merkuri akan ditranspormasikan melalui sel darah merah selanjutnya akan terakumulasi dalam berbagai organ bagian dalam tubuh seperti hati, ginjal dan otak.


(35)

4. Ekskresi

Ekskresi merkuri dari tubuh melalui urin dan feses dipengaruhi oleh bentuk senyawa merkuri, besar dosis merkuri, serta waktu paparan. Merkuri yang masuk ke dalam hati akan terbagi dua. Sebagian akan terakumulasi dalam hati, dan sebagian lainnya akan dikirim ke empedu. Di dalam kantong empedu merkuri organik dirombak menjadi merkuri anorganik kemudian akan dikirim lewat darah ke ginjal, dimana sebagian akan terakumulasi dalam ginjal dan sebagian lagi akan dibuang bersama dengan urine. Sedangkan ekskresi merkuri organik sebagian besar terjadi dengan ekskresi feses. Waktu paruh dari pada merkuri untuk bisa dibuang atau terkumulasi dalam jaringan adalah 40 hari ( Palar, 2008 ).

Paparan uap merkuri dapat diserap melalui paru-paru, tetapi beberapa merkuri juga dapat diserap oleh kulit. Penyerapan unsur merkuri melalui konsumsi oral sedikit. Elemental raksa uap mengalami penyerapan hampir lengkap dari udara yang dihirup. Merkuri akan terakumulasi dalam paru-paru pada hewan percobaan setelah terjadi paparan garam merkuri anorganik dengan dosis konsumsi tertentu. Dalam separuh waktu merkuri inorganik akan terserap ke dalam pernafasan tikus. Sekitar lima jam merkuri akan melekat pada jaringan paru-paru dan teroksidasi di dalam paru-paru tikus. Beberapa unsur merkuri yang terlarut dalam darah, mungkin akan diangkut melalui darah ke otak dan teroksidasi dalam jaringan otak. Ini bisa menjelaskan efek retensi dan beracun pada sistem saraf pusat.

Senyawa alkil merkuri sangat berbeda dari merkuri organik lainnya, metil merkuri merupakan bahaya yang paling serius di antara kelompok-kelompok ini dari


(36)

23

senyawa merkuri. Pentingnya pengaruh toksikologi metal merkuri ini disebabkan karena lebih signifikan di transformasi pada lingkungan dari bentuk lain merkuri menjadi metil merkuri. Memang garam monoalkil dan dialkil merkuri lebih tinggi lebih dan mudah detoksifikasinya daripada metil merkuri (Louis J. Casarett dan John Doull, 1975).

2.4. Dampak Pencemaran Merkuri

2.4.1. Dampak Pencemaran Merkuri terhadap Manusia

Manusia dapat terpapar oleh merkuri yang berasal dari industri dan lingkungan pertanian atau zat kimia yang terbentuk secara alami yang dapat menimbulkan keracunan atau efek merugikan. Menurut Zul Alfian (2002), bentuk senyawa merkuri, darimana masuknya dan berapa lama tertumpuk di organ tubuh akan mempengaruhi efek toksisitas yang ditimbulkan oleh merkuri.

Ion merkuri dapat menyebabkan toksik terhadap manusia karena dapat berikatan dengan protein, menghambat kerja enzim dan bersifat korosif. Dan juga dalam darah dapat berikatan dengan gugus sulfuhidril, fosforil, amida dan amina, dimana dalam gugus tersebut reaksi fungsi enzim akan terganggu. Pengaruh toksisitas merkuri pada manusia, seperti bentuk merkuri (HgCl2) lebih toksik dari pada merkuri HgCl karena bentuk divalent lebih mudah larut dibandingkan dengan bentuk monovalen, juga lebih cepat dan mudah diabsorbsi sehingga daya toksisitasnya lebih tinggi (Darmono, 2001).


(37)

Menurut Volkovic, (1977) yang dikutip oleh Zul Alfian, (2001), senyawa organik dapat larut dalam lapisan lemak dibawah kulit yang menyelimuti korda syaraf, Uap metal merkuri dapat diserap melalui pernafasan dan menembus membrane paru-paru, apabila masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan protein sulfuhidril yang terdapat dalam darah selanjutnya diserap ke dalam sel darah merah sehingga metal merkuri dapat ditemukan pada rambut. Uap merkuri (Hg) menimbulkan toksisitas yang sangat berbahaya bagi manusia karena elemen Hg sifatnya dapat menembus membrane sel dan mudah larut dalam lipida sehingga mudah sekali menembus barier darah otak dan akhirnya terakumulasi di otak, Dan juga elemen merkuri sangat mudah teroksidasi membentuk merkuri oksida (HgO) atau ion merkuri (Hg2+) dimana kedua bentuk merkuri tersebut dapat menimbulkan keracunan kronis pada jenis organ yang berbeda yaitu syaraf pusat (otak) dan ginjal. a. Keracunan Akut

Keracunan akut didefenisikan sebagai suatu bentuk keracunan yang terjadi dalam waktu singkat atau sangat singkat (Palar, 2008). Keracunan akut dapat terjadi bila manusia atau biota lain menghirup atau menelan bahan beracun secara tidak sengaja dalam jumlah yang besar. Keracunan akut yang disebabkan oleh logam merkuri biasanya di tandai dengan gejala-gejala, seperti: peradangan pada tekak (pharyngitis), dyspagia, rasa sakit pada bagian perut, mual-mual dan muntah, murus disertai darah dan shock. Bila gejala tersebut tidak di atasi maka penderita dapat mengalami pembengkakan pada kelenjar ludah, radang pada ginjal dan radang hati.


(38)

25

Menurut (Palar, 2008), konsentrasi paparan merkuri sebesar 0,5 mg/m3 sampai dengan 1,2 mg/m3 akan dapat menyebabkan keracunan akut. Untuk senyawa HgCl2 dengan konsentrasi 29 mg/kg, merkuri organik seperti Hg(CN)2 dengan konsentrasi 10 mg/kg akan dapat menyebabkan kematian.

b. Keracunan kronis

Keracunan kronis didefenisikan dengan terhirup atau tertelannya bahan beracun dalam dosis rendah tetapi dalam jangka waktu yang panjang (Palar, 2008). Penderita biasanya tidak menyadari dalam tubuh sudah menumpuk sejumlah racun, dan bekerja sampai pada daya tahan tubuh tidak mampu mentolerir efek dari racun tersebut.

Peristiwa keracunan kronis dapat menyerang orang-orang yang tidak hanya kontak langsung dengan merkuri tetapi manusia yang berada disekitar lokasi yang menggunakan merkuri sebagai alat produksinya. Keracunan kronis oleh merkuri akan menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan dan system syaraf.

Gejala-gejala keracunan kronis oleh merkuri dapat berupa: radang gusi (gingivitis), gigi mudah lepas, tremor pada ujung jari tangan atau kaki akan terus menjalar sampai ke wajah, lidah, pangkal tenggorokan (larynx) dan Parkinson.

Tidak seperti toksisitas Pb, diagnosis toksisita Hg tidak dapat dilakukan dengan tes biokimia. Indikator toksisitas Hg hanya dapat didiagnosis dengan analisis kadar Hg dalam darah atau urin dan rambut, (Darmono, 2001).


(39)

2.4.2. Dampak Pencemaran Merkuri terhadap Lingkungan a. Lingkungan Perairan dan Biota Air

Pembuangan limbah sisa pengolahan lumpur atau tailing ke lingkungan perairan dapat mengakibatkan kerugian pada manusia karena sifatnya yang mudah larut dan terikat dalam jaringan tubuh organisme air. Selain itu pencemaran merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap dan terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme air, baik melalui proses bioakumulasi maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan.

Pada sedimen dasar perairan terjadi persenyawaan merkuri diakibatkan oleh adanya aktivitas kehidupan bakteri yang mengubah persenyawaan merkuri menjadi Hg2+ dan HgO. Selanjutnya Ion Hg2+ yang dihasilkan dari perombakan persenyawaan merkuri pada endapan lumpur (sedimen), dengan bantuan bakteri akan berubah menjadi dimetil merkuri (CH3)2Hg, dan ion metil merkuri (CH3Hg2+ ). Sementara itu ion metil merkuri mudah larut dalam air dan dimakan oleh biota perairan seiring dengan sistem rantai makanan ini adalah manusia yang akan mengkontaminasi baik ikan maupun burung-burung air yang telah terkontaminasi oleh senyawa merkuri (Palar, 2008).

Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme.


(40)

27

b. Lingkungan Udara

Pencemaran merkuri di udara dapat berasal dari industri dalam bentuk uap merkuri dan metal merkuri (CH3Hg), di udara akan mengalami dekradasi dan oksidasi menjadi bentuk logam merkuri (HgO) ( Darmono, 2001).

Disamping iti, penggunaan merkuri pada tambang-tambang emas tradisional, tumpahan merkuri dari peralatan laboratorium akan menyebabkan terjadinya penguapan merkuri ke udara dalam bentuk logam(HgO). Uap logam merkuri bila terhirup akan menyebabkan keracunan pada organisme yang menghirupnya. Penguapan juga dapat terjadi darisenyawa metil merkuri (CH3)2Hg) dan ion metal merkuri(CH3Hg+) yang terbentuk dari hasil aktivitas bakteri dalam lumpur di dasar perairan ( Palar, 2008).

c. Dampak Pencemaran Merkuri Pada Tanah

Penggunaan senyawa organo merkuri dalam bidang pertanian seperti metal merkuri asetat dan etil merkuri klorida sebagai anti jamur pada bibit turut memberikan pengaruh pencemaran merkuri di tatanan lingkungan. Walaupun pemakaian merkuri dalam jumlah yang sedikit tetapi bila digunakan untuk areal pertanian dalam skala yang luas berarti pemakaian merkuri akan bertambah banyak. Sebagian dari merkuri akan meresap ke dalam tanah dan sebagian akan terbawa aliran air permukaan (run off) seterusnya akan masuk ke sungai. Sisa merkuri yang ada pada air sungai akan terserap oleh tanaman melalui sistim metabolism tanaman dan kemudian terakumulasi pada jaringan tanaman tersebut (Palar, 2008).


(41)

Berdasarkan penelitian yang pernah di lakukan pada beras yang dipanen dari sawah yang menggunakan irigasi dari sungai yang mengandung limbah penambangan emas tradisional di Nungkul, Pongkor, Jawa Barat ditemukan kandungan Hg sebesar 0,45 ppm (Surono, dalam Widowati, 2008).

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa merkuri yang digunakan sebagai anti jamur pada bibit telah mengalami perpindahan ke dalam biji padi.

2.5. Karakteristik Ikan Jurung

Ikan Jurung adalah sejenis ikan sungai air deras yang hidup di sungai-sungai berair deras. Ikan Jurung nama ilmiahnya adalah Tor tombroides degan ordonya

Cyriniformes (carps), termasuk dalam klas Actinopterygii. Secara umum ikan ini dikenal dengan nama Mahseer. Ikan Jurung sungai biasanya hidup bergerombol di lubuk sugai atau bagian terdalam pusaran sungai. Ukurannya dapat mencapai sampai 2 kg, sirip dan sisiknya berwarna perak, mobilisasi gerak dari jenis ikan jurung termasuk pendek (Edwin, 2009).

2.6. Kadar Batas Aman

Konsentrasi merkuri (Hg) pada air sungai yang direkomendasikan oleh Peraturan Pemerintah RI No.82. Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air adalah 0,001 mg/l. Sedangkan batas maksimum kandungan merkuri yang diperbolehkan pada ikan menurut BPOM adalah 0,5 ppm.


(42)

29

Menurut World Health Organization (WHO) bahwa batasan maksimum yang direkomendasikan lebih rendah, yaitu 0,0001 ppm = 0,0001 mg/l untuk air dan 0,50 ppm = 0,50 mg/kg untuk ikan. Sedangkan kadar normal Hg dalam darah yang diperbolehkan berkisar antara 5 μg/l – 10 μg/l, dalam rambut kadar merkuri berkisar antara 1 mg/kg – 2 mg/kg, sedangkan konsentrasi Hg dalam urine rata-ratan 4 μg/l.

2.7. Kerangka Konsep

Kadar Hg di -Air sungai - Ikan

Tata Cara Penggunaan Merkuri oleh Penambang

Uji kualitatif merkuri pada air sungai dan ikan

(Laboratorium)

Tidak ada Ada

Uji kuantitatif merkuri (Laboratorium)

Memenuhi syarat

Tidak memenuhi


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survey deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran kadar merkuri (Hg) pada air sungai dan ikan akibat penambangan emas tradisional serta tata cara penggunaan merkuri oleh penambang emas di desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di aliran sungai Aek Sayu di desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, dan selanjutnya sampel air sungai dan sampel ikan diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2012 – Maret 2014. 3.3. Objek Penelitian

3.3.1. Air Sungai

Air sungai Aek Sayu sebagai tempat pembuangan limbah dari pengolahan batuan emas yang mengandung merkuri (Hg) yang berasal dari penambangan emas tradisional di desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.


(44)

31

3.3.2. Ikan

Sampel ikan pada penelitian ini adalah Ikan Jurung(Neoalissochilus thienemanni) yang ditangkap di sekitar lokasi pengolahan batuan emas di Sungai Aek Sayu desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. 3.3.3. Masyarakat

a. Populasi

Masyarakat penambang emas di desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal berjumlah 150 orang

b. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi penambang emas yang dihitung dengan menggunakan rumus Tarro Yamane yang dikutip dalam Notoadmojo, 2002.

N n = 1+N (d)2 Dimana :

N = Besar populasi n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (0,1) Maka :

150____ n = 1+ 150 (0,1)2

n = 60


(45)

3.4. Metoda Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan secara observasi langsung, pengambilan sampel dilakukan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Aek Sayu didesa Hutapungkut, untuk mengetahui kadar merkuri (Hg) dilakukan pemeriksaan di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.

Wawancara langsung dengan masyarakat penambang emas tentang tata cara pemakaian merkuri.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Kantor Camat dan Kantor Kepala Desa sebagai data demografi desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal.

3.5. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Objek penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling yaitu peneliti menentukan sampel tidak secara acak (non random) dari populasinya dan dianggap sebagai sampel yang representatif dan memiliki sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri dan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmodjo, 2010). 3.5.1. Pengambilan Sampel Air Sungai

Pengambilan sampel air dilakukan pada aliran sungai Aek Sayu di desa Hutapungkut Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal:


(46)

33

1. 100 meter ke arah hulu Sungai Aek Sayu sebelum pengolahan bijih emas yang pertama sebagai sampel pembanding.

2. Lokasi tempat pengolahan bijih emas yang pertama. 3. 200 meter dari tempat pengolahan emas yang pertama 4. Lokasi pengolahan emas yang terakhir

5. 100 meter dari lokasi pengolahan emas yang terakhir

Penentuan titik pengambilan sampel dilakukan pada titik tengah lebar sungai dengan kedalaman 0,5 kedalaman sungai, berdasarkan pertimbangan debit air adalah < 5 m3/detik untuk lebar sungai < 3 meter.

Sampel diambil dengan menggunakan botol minuman mineral dengan volume 600 ml dan disimpan kedalam ice box siap untuk diperiksa di Balai Laboratorium Kesehatan Medan.

3.5.2. Pengambilan Sampel Ikan

Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menangkap ikan pakai jala pada lokasi disekitar titik-titik pengambilan sampel air sungai Aek Sayu. Ikan ditangkap sebanyak 2-3 ekor pada tiap-tiap titik pengambilan sampel kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan disimpan dalam ice box untuk selanjutnya dibawa ke Balai Laboratorium Kesehatan Medan.


(47)

3.6. Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1. Alat Penelitian

1. Dilapangan:

1. Botol Air Mineral 600 cc 2. Alat tulis

3. Kertas 4. Selotif 2. Di Laboratorium

Bahan :

a. Larutan standar Hg 1000 mg/L b. Air suling

c. Asam Nitrat, HNO3 pekat d. Kertas saring

e. Gas Argon Peralatan :

a. Inductively Couple Plasma (ICP) b. Pemanas listrik

c. Pipet volume 3, 5, 10, 25 mL d. Labu ukur 1000 mL

e. Corong


(48)

35

3. Persiapan Sampel

a. Pengujian Raksa Terlarut

 Saring sampel sebanyak 50 mL ke dalam erlenmeyer 250 mL  Filtrat hasil saringan siap untuk diuji

b. Pengujian Raksa Total

 Masukkan 50 mL sampel ke dalam erlenmeyer 250 mL

 Tambahkan 5 mL HNO3 pekat dan panaskan perlahan-lahan sampai sisa volumenya 15 – 20 mL

 Tambahkan lagi 5 mL HNO3 pekat, tutup erlenmeyer dengan kaca arloji dan panaskan lagi

 Lanjutkan penambahan asam dan pemanasan sampai semua logam larut, yang terlihat dari warna endapan dalam sampel menjadi agak putih atau sampel menjadi jernih

 Tambahkan lagi 2 mL HNO3 pekat dan panaskan kira-kira 10 menit

 Bilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke dalam erlenmeyer  Sampel siap untuk diuji

4. Pembuatan Larutan Baku Raksa

a. Pembuatan Larutan Baku Raksa 5 mg/L

 Pipet 5 mL larutan baku Hg 1000 mg/L ke dalam labu ukur 1000 mL  Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera.


(49)

b. Pembuatan Larutan Baku Raksa 0.05 mg/L

 Pipet 10 mL larutan baku Hg 5 mg/L ke dalam labu ukur 1000 mL  Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera

c. Pembuatan Larutan Kerja Raksa

 Pipet 0, 3, 5, 10, 15, 25 mL larutan baku Hg 0.05 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL

 Tambahkan air suling sampai tepat tanda tera sehingga diperoleh kadar Raksa 0 ; 0.0015 ; 0.0025 ; 0.0050 ; 0.0075 ; 0.0125 mg/L

 Masukkan masing-masing larutan kerja tersebut ke dalam erlenmeyer 250 mL

5. Prosedur Analisa

 Atur alat ICP dan optimalkan sesuai dengan petunjuk penggunaan alat untuk pengujian kadar Raksa

 Isapkan larutan baku dan larutan sampel satu per satu ke dalam alat ICP melalui pipa injeksi alat.

 Catat konsentrasi masing-masing sampel yang terbaca di layar komputer

3.7. Cara Preparasi sampel Dengan Metoda VGA 3.7.1. Mercuri (Hg)

Larutan Reductant : Terdiri dari 20% b/v SnC12 dilarutkan dengan HCL 25 % v/v Pa. Kemudian dipanaskan sampai larutan


(50)

37

bening. Kemudian larutkan dengan Aquabidest sampai Volume yang diinginkan

Larutan Acid : Aquabidest

Larutan Sample : Blanko Sample (NHO3 20% v/v)

Larutan Standard : Buat deret standard 5 ppb, 10 ppb, 15 ppb dst (sesuai dengan keinginan) dengan menggunakan pelarut HNO3 20% v/v.

3.7.2. Teknik Preparasi Sample

 Pipet sample 50 ml kemudian larutkan dengan HNO3 pa sebanyak 50 ml. Kemudian panaskan diatas Waterbath/ hotplate dengan temperature dibawah 80° C seiama 1 sampai 1,5 jam.

 Kemudian tambahkan KMnO4 2% sebanyak 2 ml sambil dipanaskan, Jika warna ungu (violet) dari KMnO4 hilang berarti larutan masih mengandung Organics. Jadi harus ditambahkan KMnO4 sampai warna ungu dari KMnO4 tidak hilang. Jika pada saat penambahan KMnO4 2 ml warna ungu dari sample tidak hilang berarti sample sudah tidak mengandung Organik

Note : Sample harus bebas dari organic agar pada saat pembacaan tidak terjadi busa di glass separator yang dapat menyebabkan penyumbatan pada tubing yang mengakibatkan absorbance Hg akan turun.


(51)

 Kemudian sample yang berwama ungu ditambahkan HidroSilamin 3% sampai warna ungu dari sample hilang.

 Kemudian himpitkan dengan aquadest ke labu 100 ml Sample siap di baca/analisa.

3.8. Pengoperasian AAS VGA 77 3.8.1. Pembuatan Method

 Aktifkan Spectr AA Software dengan meng-klik 2 x logo SpectrAA.  Klik button Worksheet kemudian klik New.

 Isi nama file, operator dan lain-lain, kemudian klik OK.  Pada menu bar Develop klik Add Method.

 Pastikan bahwa Method Type = Vapor.

 Pilih element yang akan dianalisa kemudian klik OK 1.8.2. Edit Method

 Klik button Edit Method.

Type/Mode : Sampling Mode = Manual

Measurement:

Measurement Mode = Integration

Calibration Mode = Concentration

Measurement Time (s) =waktu pembacaan

Delay Time (s) = waktu tunda pembacaan


(52)

39

Optical:

Lamp Position = posisi lampu

Standard:

Standards Cone = konsentrasi standard

 Klik menu bar Labels, kemudian beri label sample sesuai dengan yang diinginkan.

 Batasi jumlah baris sample dengan meng-klik button Total Row, I S

3.8.3. Optimasi:

 Klik menu bar Analysis kemudian klik Optimize.

 Pilih Lampu yang akan dioptimasi lalu klik OK, sehingga muncul bar indicator lampu dan tunggu beberapa saat untuk warm up lamp.

 Klik button Optimize Lamp. Putar dua buah Tured Adjuster secara bergantian untuk mendapatkan peak yang optimum (maksimum) gunakan/ klik button Rescale jika bar indicator penuh. Kondisi optimum ditandai dengan tercapainya Gain terkecil.

 Pasang absorbance cel pada burner kemudian atur posisi vertical, horizontal dan putaran burner untuk meluruskan untuk meluruskan absorbance cel dengan lampu sehingga besarnya gain mendekati gain tanpa Absorbance Cel.

 Nyalakan VGA dan pastikan bahwa indicator Low Pressure tidak menyala (jika menyala berarti tekanan gas N2 kurang atau tertutup).


(53)

 Untuk element selain Hg, tekan tombol Ignite pada AAS sehingga flame menyala (untuk Hg tanpa flame).

 Aspirasikan aquadest untuk membilas tubing dan mengatur Uptake Rate : Reductant dan Acid = 1 mL/menit.

Sample = 6-8 mL/menit.

 Masukkan tubing Reductant dan Acid ke botol masing - masing, tubing sample tetap pada aquadest.

 Klik button Optimasi Signal

 Aspirasikan blank tunggu ± 1 menit kemudian klik button Instrument Zero sehingga absorbance = 0.000 ±10.

 Aspirasikan standard yang maksimal dan atur absorbance sehingga memenuhi acuan sensitivitasnya.

Contoh; Hg  11.5 ppb = 0.2 Abs

(Acuan ini berlaku secara linier untuk konsentrasi standard yang lain). Jika diaspirasikan 11.5 ppb, putar / atur penjepit tubing Reductant, Acid dan Sample untuk mengatur Uptake Ratenya untuk dapat memenuhi acuan absorbance tersebut

 Jika sudah tercapai, aspirasikan blank, kemudian klik OK.  Pada dialog box Optimize, klik Cancel

3.8.4. Kalibrasi dan Analisa


(54)

41

 Aspirasikan blank.

 Pada tabel Standard* klik pada Call Zero, kemudian klik button Read, Tunggu sampai replicate terakhir selesai ( hasil diperoleh ).

 Klik pada Standard h kemudian klik Read, Tunggu sampai replicate terakhir selesai ( hasil diperoleh).

 Lakukan cara yang sama untuk Standard yang lain dan sample

 Setelah selesai analisa, bilas masing - masing tubing dengan aquadest ±15 menit dan kosongkan.

3.9. Defenisi Operasional

1. Tata cara penggunaan merkuri adalah suatu cara masyarakat penambang dalam hal pemakaian merkuri untuk memisahkan bijih emas dari bahan-bahan tambang lainnya seperti tembaga dan perak sampai dengan proses pembuangan limbah. 2. Penambang adalah penduduk setempat yang sehari-harinya bekerja sebagai

penambang emas yang sesuai dengan karakteristik sampel penambang.

3. Air sungai adalah air sungai Aek Sayu yang digunakan oleh masyarakat keperluan sehari-hari dan pengairan sawah.

4. Ikan adalah ikan yang ditangkap di sungai Aek Sayu yang menjadi sumber makanan hewani bagi masyarakat.

5. Kadar Hg pada air sungai adalah kandungan kadar merkuri (Hg) pada air yang diambil pada aliran sungai Aek Sayu berdasarkan pemeriksaan laboratorium.


(55)

6. Kadar Hg pada ikan adalah kandungan kadar merkuri (Hg) pada ikan yang di ambil pada sungai Aek Sayu berdasarkan pemeriksaan laboratorium.

7. Uji kualitatif adalah untuk menentukan ada tidaknya merkuri (Hg) pada sampel air dengan pemeriksaan laboratorium

8. Uji kuantitatif adalah untuk menentukan banyaknya kadar merkuri (Hg) yang terkandung pada sampel air dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorbance Spectrophotometer).

9. Memenuhi syarat adalah apabila konsentrasi merkuri(Hg) yang ditemukan didalam air tidak melampaui NAB Merkuri untuk badan air sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas AIR Dan Pengendalian Pencemaran Air yaitu 0,001 mg/l. dan pada ikan sesuai dengan Surat Keputusan Kepala BPOM RI yaitu 0,5 mg/kg.

10.Tidak memenuhi syarat adalah apabila ditemukan konsentrasi merkuri (Hg) di dalam sampel air dan ikan melampaui NAB Merkuri sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air dan Surat Keputusan Kepala BPOM RI yaitu 0,5 mg/kg.

3.10. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan diperoleh dengan cara observasi langsung kemudian data tersebut dianalisa secara deskriftif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(56)

43 BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Hutapungkut merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kotanopan yang memiliki luas wilayah ± 12,60 Km2. Keadaan topografi desa Hutapungkut umumnya adalah perbukitan dan hanya sebagian kecil areal persawahan. Mata pencaharian dan potensi ekonomi penduduk Desa Hutapungkut berusaha di bidang usaha tani seperti: berladang/sawah, menyadap karet, pedagang, menangkap ikan dan penambang emas (Profil Kecamatan). Kegiatan penambangan emas di Desa Hutapungkut secara resmi belum terdata, diperkiran sudah berlangsung ± 15 tahun, tetapi pengolahan emas dengan menggunakan merkuri untuk mengekstrak emas baru sekitar ± 10 tahun.

Keberadaan Sungai Aek Sayu yang melintas di sekitar Desa Hutapungkut adalah sangat penting artinya bagi masyarakat sekitarnya selain untuk kepentingan irigasi pertanian, sungai Aek Sayu juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menangkap ikan untuk dikonsumsi dan menambah pendapatan masyarakat. Melihat pemanfaatan dan kepentingan masyarakat akan keberadaan Sungai Aek Sayu peranannya cukup tinggi, namun disisi lain perhatian terhadap kualitas Sungai Aek Sayu kurang mendapat perhatian dalam pemanfaatannya, karena masyarakat penambang emas melakukan pengolahan emas dan membuang lumpur sisa olahan yang mengandung merkuri di daerah aliran sungai Aek Sayu.


(57)

4.1.1. Keadaan Geografi dan Jumlah Penduduk

Desa Hutapungkut terletak di Kecamatan Kotanopan mempunyai batas - batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Manambin b. Sebelah Selatan : Desa Tamiang c. Sebelah Barat : Desa Muara Pungkut d. Sebelah Timur : Desa Hutarimbaru

Ketinggian desa Hutapungkut antara 100 -500 meter dari permukaan laut. (Data Profil Kecamatan Kotanopan, Tahun 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Hutapungkut jumlah penduduk adalah 2989 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 716 KK.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Merkuri pada Air Sungai Aek Sayu Sampel yang digunakan adalah air Sungai Aek Sayu dengan karakteristik lebar sungai ± 3 meter dan kedalaman rata-rata 1 meter dan kemiringan sungai yang beragam. Sampel diambil di titik tengah lebar sungai pada kedalaman 0,5 meter. Sampel pertama diambil paa lokasi 100 meter ke arah hulu sebelum pengolahan emas, sampel kedua sampai dengan sampel ke empat diambil tempat pengolahan emas yang tersebar di sepanjang aliran Sungai Aek Sayu. Sedangkan pengambilan sampel ke lima dilakukan pada lokasi dengan jarak 100 meter dari tempat pengolahan yang terakhir.


(58)

45

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Kadar Merkuri pada Air Sungai Aek Sayu Tahun 2014 Kadar Merkuri Pada Air No Kode Sampel Air Lokasi Pengambilan Sampel Air

pbb ppm

Baku Mutu Merkuri pada

Air (ppm) 1 2 3 4 5 1A 2A 3A 4A 5A

100 meter ke arah hulu sebelum pengolahan bijih emas yang pertama.

lokasi pengolahan emas yang pertama

200 m dari lokasi pengolahan emas yang pertama.

lokasi pengolahan emas yang terkhir.

100 meter dari pengolahan emas yang terakhir.

0,893 1,030 1,746 1,647 1,258 0,0008 0,001 0,0017 0,0016 0,0012 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001

Berdasarkan Tabel 4.1. di atas dapat dilihat bahwa kadar merkuri paling tinggi terdapat pada titik ketiga yaitu sebesar 1,746 ppb atau 0,0017 ppm dan terendah terdapat pada titik pertama yaitu sebesar 0,893 ppb atau 0,0008 ppm.

Kadar merkuri air Sungai Aek Sayu pada pada titik ke 1 dan titik ke 2 pengambilan sampel air ≤ 0,001 ppm dan belum melewati Nilai Ambang Batas sedangkan pada titik ke 3, titik ke 4 dan titik ke 5 pengambilan sampel air ke arah hilir sungai Aek Sayu kadar merkuri air sungai lebih besar 0,001 ppm dan sudah melebihi Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan.

Dari hasil pengukuran, rerata kadar merkuri pada air Sungai Aek Sayu adalah sebesar 0,0013 ppm, hal ini menjelaskan bahwa kadar merkuri pada air Sungai Aek Sayu sudah melewati NAB yaitu 0,001 ppm.


(59)

4.2.2. Hasil Pemeriksaan Merkuri pada Ikan

Jenis ikan yang ditangkap untuk sampel pemeriksaan kadar merkuri adalah ikan jurung (Neolissochilus thiemanni). Penangkapan ikan dilakukan dengan memakai jala yaitu dibagian hulu sungai, disepanjang tempat pengolahan emas dan juga dibagian hilir sungai setelah tempat yang terakhir pengolahan emas. Jumlah ikan yang ditangkap pada tiap titik pengambilan sampel sebanyak 1 – 2 ekor. Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Merkuri pada Ikan Tahun 2014

Kadar Merkuri Pada Ikan No Kode Sampel Ikan Lokasi Pengambilan Sampel Ikan

pbb ppm

Baku Mutu Merkuri pada Ikan (ppm) 1 2 3 4 5 1I 2I 3I 4I 5I

100 meter ke arah hulu sebelum pengolahan bijih emas yang pertama.

Pada lokasi pengolahan emas yang pertama.

200 m dari titik pengambilan sampel air yang kedua. Pada lokasi pengolahan emas yang terkhir.

Pada lokasi 100 meter dari pengolahan emas yang terakhir. 3,850 3,423 6,849 0,583 0,763 0,0038 0,0034 0,0068 0,0005 0,0007 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

Berdasarkan Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa kandungan merkuri pada ikan tertinggi terdapat pada titik ketiga yaitu sebesar 6,849 ppb atau 0,0068 ppm, sedangkan kandungan merkuri terendah terdapat pada titik keempat yaitu sebesar 0,583 ppb atau 0,0006 ppm. Kadar merkuri sampel ikan pada titik ke 1, titik ke 2, titik ke3, titik ke 4 dan titik ke 5 pengambilan sampel lebih kecil dari 0,5 ppm dan belum melebihi Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan.


(60)

47

4.2.3. Tata Cara Penggunaan Mekuri oleh Penambang Emas 4.2.3.1. Penyimpanan Merkuri oleh Penambang Emas

Para penambang emas mendapatkan merkuri dari pedagang emas dalam kemasan botol kecil dan penambang menyimpan merkuri disekitar lokasi pengolahan emas dipinggiran sungai.

4.2.3.2. Jumlah Penggunaan Merkuri Per Hari oleh Penambang Emas Penggunaan merkuri oleh penambang emas dibedakan atas 3 (tiga) kelompok berdasarkan jumlah merkuri yang dipakai/hari, seperti yang diuraikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3. Penggunaan Merkuri/hari oleh Penambang Emas No Jumlah Merkuri yang

Digunakan/Hari (gr) Jumlah (org) Persentase (%)

1 25 12 20

2 50 29 48,3

3 100 19 31,7

Jumlah 60 100

Berdasarkan Tabel 4.4. di atas dapat dilihat bahwa penggunaan merkuri yang paling banyak yaitu 50 gr terdapat 29 penambang atau 48,3 % dan paling sedikit penambang menggunakan merkuri yaitu 25 gr terdapat 12 penambang atau 20 %.

4.2.3.3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Tabel 4.4. PenggunaanAlat Pelindung Diri (APD)

No Jenis APD yang digunakan Jumlah Persentase(%)

1 Sarung tangan karet 7 11,7

2 Masker 0 0

3 4

Pakaian lengan panjang Tidak pakai APD

0 53

0 88,3


(61)

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa penambang emas yang menggunakan Alat Pelindung Diri hanya memakai sarung tangan karet yaitu sebanyak 7 orang atau 11,7 %, sedangkan pemakaian masker dan pakaian lengan panjang tidak ada.

4.2.3.4. Pengolahan Emas dan Pembuangan Limbah yang Mengandung Merkuri

Tabel 4.4. Lokasi Pengolahan Emas dan Pembuangan Lumpur Sisa Olahan

No Jenis Kegiatan Lokasi Jumlah (org)

1 Pengolahan batuan emas Sungai 60

2 Pembuangan lumpur sisa olahan Sungai 60

Berdasarkan Tabel 4.5. di atas dapat dijelaskan bahwa semua penambang emas melakukan pengolahan batuan emas dan pembuangan lumpur sisa olahan yang telah mengandung merkuri di daerah aliran sungai.


(62)

49 BAB V PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Merkuri pada Air Sungai Aek Sayu

Berdasarkan pemeriksaan kadar merkuri pada air Sungai Aek Sayu diperoleh bahwa kadar merkuri tertinggi berada pada titik 3 yaitu sebesar 1,746 ppb atau 0,0017 ppm dan terendah terdapat pada titik 1 yaitu sebesar 0,893 ppb atau 0,0008 ppm.

Hasil tersebut di atas menunjukkan bahwa air Sungai Aek Sayu sudah tercemar oleh merkuri diperkirakan merupakan ekses dari kegiatan penambangan emas tradisional di Desa Hutapungkut yang telah dilakukan selama lebih kurang 15 tahun oleh masyarakat sekitar. Kadar merkuri yang terdapat pada air sungai sudah melewati Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan kecuali sampel air pada titik ke 1 pengambilan sampel tetapi bila pengolahan emas dan pembuangan lumpur sisa olahan yang mengandung merkuri masih tetap dilakukan pada air sungai dapat menyebabkan akumulasi merkuri akan meningkat pada air sungai dan endapan lumpur di dasar sungai.

Kegiatan penambangan emas di Desa Hutapungkut ditandai dengan peralatan dan teknologi rendah tanpa teknik perencanaan yang baik. Penambangan dilakukan di

daerah perbukitan dengan menggali lubang atau terowongan yang berukuran 1,5 x 1,5 m sampai ditemukan urat kuarsa atau batuan yang mengandung emas. Urat


(63)

kuarsa yang mengandung biji emas ditumbuk sampai berukuran 1 - 2 cm, proses penumbukan dilakukan dilokasi penambangan.

Selanjutnya digiling dengan alat gelundungan (trommel) sampai berbentuk serbuk pasir. Kemudian diolah dengan teknik amalgamasi, yaitu mencampur serbuk pasir urat kuarsa dengan Merkuri membentuk amalgam (alloy). Amalgam kemudian dipisahkan melalui proses penggarangan (pemijaran) sampai didapat logam paduan emas (bullion), sebelumnya dicuci dengan menyemprotkan air pada campuran

amalgam kemudian diperas dengan kain parasut. Sebagian merkuri ditampung untuk dipergunakan kembali dan sebagian lagi merkuri menyatu dengan amalgam. Semua proses pencampuran dengan menggunakan merkuri seperti di atas, dilakukan oleh pekerja tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung tangan karet, sepatu boot dan pakaian panjang.

Tailing atau lumpur sisa olahan dari proses amalgamasi yang mengandung merkuri langsung dibuang ke lingkungan (sungai) tanpa diproses terlebih dahulu, sehingga sangat berpotensi timbulnya dampak yang menyebabkan pencemaran bagi lingkungan khususnya air dan ikan di Sungai Aek Sayu. Selain itu, lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Pembuangan tailing ke sungai merupakan potensi terakumulasinya merkuri di sedimen atau endapan lumpur sehingga mengakibatkan tercemarnya air sungai.

Keadaan yang menyebabkan kandungan merkuri pada air sungai berbeda pada setiap titik pengambilan sampel juga dipengaruhi oleh faktor-faktor: kemiringan


(64)

51

sungai, mikroorganisme, curah hujan dan kualitas tanah, Mukono (2008). Kemiringan sungai dan curah hujan yang tinggi akan menyebabkan pengenceran kandungan merkuri pada sedimen sungai. Sebaliknya pada musim kemarau kandungan merkuri akan meningkat pada sedimen atau endapan lumpur hasil pembuangan tailing.

Jenis aliran akan berpengaruh terhadap proses pengedapan kadar merkuri pada air dan sedimen. Pada titik 1 sebagai titik pembanding kadar merkuri terukur adalah paling rendah yaitu 0,893 ppb atau 0,0008 ppm. Hal ini dapat di jelaskan bahwa pada titik ke 1 kadar merkuri belum melewati Nilai Ambang Batas karena terdapatnya merkuri pada titik ke 1 pengambilan sampel air selain dari aktifitas pengolahan penambangan emas, secara alamiah dalam tanah terdapat deposit-deposit merkuri Palar (2008), misalnya dari tanah bekas galian dari lubang-lubang tambang yang terdapat di atas bukit sekitar aliran sungai Aek Sayu yang hanyut oleh hujan sehingga kadar merkuri pada titik ke 1 masih rendah dan belum mengganggu ke tatanan lingkungan perairan. Kadar merkuri pada titik 2 dengan jarak 100 meter dari titik ke 1 ke arah hilir yaitu 1,030 ppb atau 0,001 ppm, belum melewati Nilai Ambang Batas yang diperbolehkan. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah galundung pada titik ke 2 hanya terdapat 2 galundung dan kemiringan sungai lebih curam sehingga lumpur sisa olahan tidak banyak yang mengendap dan tidak mengakibatkan peningkatan konsentrasi merkuri yang signifikan pada air sungai. Sedangkan kadar merkuri tertinggi terdapat pada titik 3 dengan jarak 100 meter ke arah hilir dari titik ke 2 pengambilan sampel air yaitu 1,746 ppb atau 0,0017 ppm dan titik ke 4 dengan jarak 100 meter dari titik ke 3 ke arah hilir yaitu 1,647 ppb atau 0.0016 ppm.. Dari hasil observasi di lapangan,


(1)

Soemirat, Juli, 2009. Toksikologi Lingkungan, Gajah Mada University, Press, Yokyakarta

Soemirat, Juli, 2003, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University, Press. U. N. Mahida, 1981. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri.

Penerbit CV Rajawali, Jakarta.

Wardhana, Wisnu Arya, dkk. 2008. Efek Toksik Logam. Andi, Yogyakarta.

Widodo, 2008. Pencemaran Air Raksa (Hg) Sebagai Dampak Pengolahan Bijih Emas di Sungai Ciliunggunung, Waluran, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Geologi Indonesia, Vol.3.No.3 September 2008 : 139 – 149.

_______, 2008. Pengaruh Perlakuan Amalgamasi Terhadap Tingkat Perolehan

Emas dan Kehilangan Merkuri,

http://dspace.ipk.lipi.go.id/dspace/bitstream/.../241/1/5 widodo 1. Pdf diakses tanggal 20 Juni 2012.

Widowati, dkk, 2008, Efek Toksik Logam, Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran, ANDI, Yogyakarta

.


(2)

LEMBAR OBSERVASI

TATA CARA PENGGUNAAN MERKURI OLEH PENAMBANG

EMAS DI DESA HUTAPUNGKUT KECAMATAN KOTANOPAN

KABUPATEN MANDAILING NATAL

NO PENGAMATAN HASIL

1 Penyimpanan merkuri - Wadah tempat penyimpanan - Dimana merkuri disimpan sebelum

pemakaian

2 Penggunaan merkuri

- Jumlah Pemakaian merkuri / hari

- Pemakaian alat pelindung diri sewaktu menggunakan merkuri seperti :

1. Masker 2. Sarung tangan 3. Baju lengan panjang 3 Proses pengolahan:

- Batu dipecah menjadi kecil-kecil - Pencucian batuan dari tanah - Penggilingan batuan


(3)

- Penyaringan

- Pembakaran / penggarangan biji emas

4 Pembuangan limbah hasil pengolahan batuan biji emas dengan menggunakan merkuri:

- Lokasi pengolahan biji emas

- Lokasi pembuangan lumpur sisa pengolahan yang mengandung merkuri


(4)

DOKUMENTASI PENELITIAN


(5)

Campur an Emas & Mer kur i Pr oses Pencampur an Mer kur i

Galundung t empat pengolahan bij i emas


(6)

Dokumen yang terkait

Tinjauan Sosial Dan Ekonomi Keluarga Penambang Emas Di Tambang Emas Rakyat di Desa Hutabargot Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal

3 66 133

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Penambangan Emas Tradisional Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

3 11 100

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

2 41 136

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Penambangan Emas Tradisional Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

0 0 14

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 16

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 2

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 5

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 30

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017

0 0 2

Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air Sawah Masyarakat Di Lokasi Pertambangan Emas Tradisional Di Desa Saba Padang Kecamatan Hutabargot Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2017 Appendix

0 0 54