Perancangan Media Informasi Nilai Simbolis Pada Atribut Busana Mempelai Wanita Sunda Priangan

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA INFORMASI TERKAIT NILAI SIMBOLIS PADA ATRIBUT BUSANA MEMPELAI WANITA ADAT SUNDA PRIANGAN

DK 38315/ Tugas Akhir Semester I 2015-2016

Oleh:

Syamsul Rizal 51911220

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

iv KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan khadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Tugas Akhir dengan tajuk, “Perancangan Media Informasi: Nilai Simbolis pada Atribut Busana Mempelai Wanita Adat Sunda”.

Laporan ini disusun sebagai prasyarat mata kuliah Tugas Akhir dalam menempuh jenjang pendidikan S1 program studi desain komunikasi visual Universitas Komputer Indonesia, Bandung.

Dalam pengerjaan laporan ini, penulis mendapat banyak sekali dukungan baik secara moril maupun materi. Penulis sangat menyadari bahwa laporan pengantar ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Maka dari itu masukan dan saran masih sangat dibutuhkan.

Penulis berterimakasih kepada Bapak Ivan Kurniawan, S.Sn, M.Ds sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama pelaksanaan Tugas Akhir.

Sekian yang dapat penulis sampaikan. Semoga laporan ini dapat diterima dan bermanfaat, Amin.

Penulis

Syamsul Rizal NIM. 51911220


(5)

vii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS ...ii

SURAT PERSETUJUAN PUBLIKASI ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ...1

I.2 Identifikasi Masalah ...3

I.3 Fokus Permasalahan ...3

I.4 Batasan Masalah ...3

I.5 Tujuan Penelitian ...4

BAB II ARTI SIMBOLIS PADA ATRIBUT BUSANA MEMPELAI WANITA ADAT SUNDA II.1 Landasan Teori ...5

II.1.1 Pengertian Simbol secara Garis Besar ...5

II.1.2 Jenis-jenis Simbol ...6

II.1.3 Simbol Seni dan Simbol dalam Seni ...7

II.1.4 Makna Simbolis Dasar dalam Peribahasa Sunda ...8

II.2 Objek Penelitian ...10

II.2.1 Busana ...10

II.2.2 Busana Mempelai Wanita Adat Sunda Priangan ...10

II.2.2.1 Atribut Busana Mempelai Adat Sunda Priangan ...11

II.3 Ringkasan Masalah ...25


(6)

viii

II.4.1 Demografis ...26

II.4.2 Psikografis...27

II.4.3 Geografis...28

II.5 Resume Singkat Solusi Perancangan ... 28

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan ...29

III.1.1 Tujuan Komunikasi...29

III.1.2 Pendekatan Komunikasi...29

III.1.3 Pendekatan Visual ...30

III.1.4 Materi Pesan ...30

III.1.5 Gaya Bahasa ...31

III.1.6 Khalayak Sasaran Perancangan ...31

III.1.6.1 Target Primer ...31

III.1.6.1 Target Sekunder...32

III.1.7 Strategi Kreatif ...32

III.1.7.1 Tampilan Buku ...32

III.1.7.2 Konten Buku ...33

III.1.8 Strategi Media ...33

III.1.8.1 Media Primer ...34

III.1.8.1.1 Sampul ...34

III.1.8.1.2 Halaman ...35

III. 1.8.2 Media Sekunder...36

III.1.9 Strategi Distribusi dan Penyebaran Media ...37

III.2 Konsep Visual ...38

III.2.1 Format Desain ...38

III.2.2 Tata Letak/Layout ...38

III.2.3 Tipografi ...40

III.2.4 Ilustrasi ...42


(7)

ix BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Media Utama ... 44

IV.1.1 Proses Pembuatan Buku Informasi Pengantin Sunda Priangan ...45

IV.2 Aplikasi Media ... 49

IV.2.1 Media Promosi ... 49

IV.2.2 Merchandise ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Kesenian adalah representasi dari pemikiran manusia yang hidup pada zamannya dan hasilnya akan selalu mencerminkan situasi, kondisi dan budaya saat itu. Kesenian tidak dapat terlepas dari simbol yang digunakan untuk mewujudkannya. Menurut Ernst Cassirer dalam bukunya yang berjudul “Manusia dan Kebudayaan” (1990) mengatakan bahwa hampir disetiap kegiatan manusia selalu menggunakan simbol karena manusia juga merupakan animal simbolicum atau makhluk yang bermain dengan simbol-simbol. Disamping itu manusia adalah homo estheticus, karena disadari atau tidak setiap manusia memiliki rasa indah. Hubungan antara simbol dan seni sangat erat karena biasanya berkaitan dengan pemujaan terhadap sesuatu atau yang sifatnya religius.

Secara khusus, simbol bukan hanya representasi atau identitas dari suatu kumpulan atau kelompok kepercayaan. Dari segi fungsinya, simbol dapat juga menjadi lambang yang digunakan untuk mengungkapkan nilai spiritual dan estetika yang ada pada benda-benda atau atribut yang dikenakan pada ritual upacara adat tradisional. Suku Sunda contohnya merupakan suku yang juga menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan nilai spiritual dalam berbagai ritual upacara sakral.

Menurut pandangan orang Belanda jaman dahulu seperti dituangkan dalam buku Encyclopaedië vol.4 (1921:23) menyatakan bahwa budaya tradisonal adat Sunda adalah budaya yang menjungjung tinggi sopan santun, etika dan moral. Kecenderungan atas karakter masyarakat Sunda yang dikenal someah ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah, silih asuh; yang berarti saling mengasihi, saling menyempurnakan, dan saling melindungi satu sama lain. Nilai inilah yang menjadi dasar simbolis pada atribut tradisional adat Sunda. Pada upacara misalnya upacara pernikahan adat Sunda terdapat benda-benda atribut yang memiliki nilai spiritual misalnya; ‘Siger’ yang merupakan benda sejenis


(9)

2 mahkota untuk riasan kepala mempelai wanita berbentuk gunungan keatas memiliki makna bahwa semua manusia akan kembali kepada maha pencipta. Kembang tanjung yang terdapat pada sanggulan mempelai wanita memiliki makna kesetiaan. Seiring dengan perkembangan mode dan globalisasi, penggunaan atribut lengkap busana pegantin adat Sunda Priangan sudah mulai dikurangi, bahkan ditinggalkan serta tidak dilestarikan. Globalisasi telah melahirkan generasi masyarakat yang lebih praktis dan mengesampingan nilai estetika serta nilai spiritual akan tradisi disekelilingnya. Masyarakat tidak lagi mengenal atribut perlengkapan busana pengantin adat Sunda serta nilai spiritual yang terdapat dalam setiap pernak-pernik atribut perlengkapan busana pengantin adat Sunda.

Berdasarkan hasil pra-penelitian yang dilakukan terkait minat terhadap pemakaian riasan pengantin tradisional adat Sunda dan pengetahuan akan nilai-nilai spiritual yang terdapat pada atribut busana mempelai wanita adat Sunda yang dilakukan secara acak terhadap sekelompok masyarakat dengan latar pendidikan, ekonomi dan budaya yang beragam, penulis mengambil sampel penelitian dari 50 responden usia dewasa pria dan wanita, didapat data sebanyak 44% responden yang berminat menerapkan tema busana tradisional adat Sunda bagi yang belum menikah dan sudah menerapkan tema busana Adat Sunda Tradisional bagi yang sudah menikah, kemudian didapat 40% responden yang bisa menyebutkan beberapa contoh atribut busana mempelai wanita Adat Sunda seperti; ‘Siger’, ‘melati’, ‘kembang goyang’, ‘gelung’ dan ‘ngeningan daun sirih’. Hanya 2% responden yang mengetahui nilai spiritual yang terdapat pada atribut busana mempelai. Dari ringkasan penelitian diatas, dapat diasumsikan bahwa masyarakat yang tidak mengetahui contoh-contoh serta makna simbolis atribut pelengkap busana mempelai wanita adat Sunda lebih banyak daripada masyarakat yang mengetahuinya, entah karena faktor ketidaktertarikan atau memang kurangnya informasi terkait hal tersebut.


(10)

3 Dari pemaparan asumsi diatas, muncul ketertarikan untuk membuat suatu rancangan media informasi terkait nilai-nilai spiritual yang terdapat pada atribut busana mempelai wanita adat Sunda.

I.2 Identifikasi Masalah

Dari pemaparan latar belakang diatas, maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Pernak-pernik atribut pada busana pengantin adat Sunda memiliki nilai spiritual yang dipercayai masyarakat Sunda sejak jaman dahulu.

b. Nilai spiritual yang terdapat pada pernak-pernik atribut pengantin adat Sunda didasari oleh kecenderungan karakter orang Sunda terhadap nilai- nilai kehidupan yang berasal dari Sang Pencipta.

c. Minat masyarakat akan pengetahuan mengenai nilai spiritual yang terdapat pada atribut busana adat Sunda semakin berkurang.

I.3 Rumusan masalah

Semakin berkembangnya mode dari waktu ke waktu, budaya berbusana pada upacara pernikahan tradisional adat Sunda dengan atribut yang lengkap sudah tidak populer digunakan oleh masyarakat Sunda. Jelas terlihat bahwa pada era ini, masyarakat lebih senang akan hal-hal yang berbau modern dan trend. Hal ini menyebabkan melemahnya popularitas busana pernikahan adat Sunda serta pemakaian atribut busana yang mengandung nilai spiritual pada upacara pernikahan adat Sunda masa kini. Hal ini tidak dapat terelakkan namun dapat diupayakan pelestariannya, maka dari itu masyarakat membutuhkan media informasi terkait sejarah dan nilai-nilai simbolis yang terdapat pada atribut perlengkapan busana mempelai dalam upacara pernikahan adat Sunda.

I.4 Batasan Masalah

Bahasan mengenai nilai-nilai simbolis pada atribut perlengkapan busana mempelai wanita adat Sunda memiliki ruang lingkup luas. Maka dari itu topik permasalahan dibatasi hanya dalam cakupan atribut/ pernak-pernik yang dimaksud merupakan detil aksesoris yang dikenakan pada busana mempelai


(11)

4 wanita adat Sunda Priangan pada jaman dahulu. Nilai simbolis yang dimaksud adalah nilai kehidupan yang berkaitan dengan kecenderungan karakter masyarakat suku Sunda seperti estetika, humanisme dan kepercayaan.

I.5 Tujuan Perancangan

Pentingnya upaya pelestarian budaya tradisional busana pernikahan adat Sunda dengan atribut lengkap merupakan hal utama yang melatar belakangi perancangan media informasi. Masalah pelestarian harus diupayakan sebagai peranan masyarakat tradisional.

Perancangan media informasi terkait masalah yang mempresentasikan nilai-nilai spiritual yang terdapat pada tiap atribut perlengkapan busana pengantin adat Sunda memiliki tujuan untuk menciptakan suatu media visual yang edukatif dan informatif sebagai bentuk upaya sederhana dalam membantu melestarikan kebudayaan tradisional adat Sunda.


(12)

5 BAB II

ARTI SIMBOLIS PADA ATRIBUT BUSANA MEMPELAI WANITA ADAT SUNDA

II.1 Landasan Teori

II.1.1 Pengertian Simbol Secara Garis Besar

Secara etimologis istilah “simbol” diserap dari kata symbol dalam bahasa Inggris yang berakar pada kata symbolicum dalam bahasa Latin. Sementara dalam bahasa Yunani, kata symbolon dan symballo, yang juga menjadi akar kata symbol, memiliki beberapa makna generik, yaitu; memberi kesan, berarti dan menarik. Dalam sejarah pemikiran, simbol memiliki dua pengertian yang sangat berbeda. Dalam pemikiran dan praktik keagamaan, simbol biasa dianggap sebagai pancaran Realitas Transenden. Dalam sistem pemikiran secara logika dan ilmiah, istilah simbol dipakai dalam arti tanda abstrak. Simbol merupakan jembatan antara dasar hakikat kenyataan yang tidak terbatas dengan pengalaman dan penghayatan manusia yang terbatas. (www.pengertianahli.com)

Gambar II.1 Ilustrasi Simbol

Sumber: http://www.pengertianahli.com/2014/04/pengertian-simbol-apa-itu-simbol.html (23 November 2015)

Menurut Charles Sanders Peirce (Theory of sign: 220), Simbol merupakan tanda yang hadir karena mempunyai hubungan yang sudah disepakati bersama atau sudah memiliki perjanjian (arbitrary relation) antara penanda dan petanda. Simbol juga merupakan suatu tanda atau gambar yang mengingatkan kita kepada


(13)

6 penyerupaan benda yang kompleks yang diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang lebih spesifik atau lebih khusus. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karya WJS Poerwadarminta (1976) disebutkan bahwa simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan perkataan, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud tertentu. Secara konseptual, kata simbol ini memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

 Sesuatu yang biasanya merupakan tanda yang terlihat yang menggantikan gagasan atau objek tertentu.

 Kata, tanda dan isyarat yang digunakan untuk mewakili hal lain seperti; arti, kualitas, abstraksi, gagasan dan objek.

 Segala hal yang diartikan dengan persetujuan umum dan/atau dengan kesepakatan atau kebiasaan. Misalnya lampu lalu lintas.

 Tanda konvesional, yaitu sesuatu yang dibangun oleh masyarakat atau individu-individu dengan arti tertentu yang dibangun, disepakati dan dipakai anggota masyarakat itu.

II.1.2 Jenis-jenis Simbol

Terdapat dua macam pembedaaan simbol; pertama simbol diskursif (discursive symbol) dan kedua simbol presentasional atau penghadir (presentational symbol). (Susanne Langer: 1957)

 Simbol diskursif adalah simbol yang cara penangkapannya menggunakan nalar atau intelektual, maka dari itu juga disebut simbol nalar. Penyampaian hal yang akan diungkapkan berlangsung secara berurutan dan tidak spontan. Bahasa adalah satu-satunya yang tergolong dalam simbol diskursif, baik itu bahasa sehari-hari (languange of ordinary thought), bahasa ilmu (languange of scientific knowledge) ataupun bahasa filsafat (languange of philosophical thought). Dalam simbol diskursif terkandung suatu struktur yang dibangun oleh kata-kata menurut hukum tata bahasa dan sintaksis. Pengabaian terhadap hukum tersebut dapat menyebabkan kalimat kehilangan maknanya atau tidak dapat dipahami sehingga terjadi kekaburan makna.


(14)

7  Simbol presentasional adalah simbol yang cara pengungkapannya tidak memerlukan intelek, dengan spontan ia menghadirkan apa yang dikembangkannya (Wibisono, 1977:147). Pemahaman simbolisme persentasional tidak tergantung kepada hukum yang mengatur hubungan unsur-unsurnya, akan tetapi dengan intuisi atau perasaan. Simbol seperti inilah yang kita jumpai dalam alam dan kreasi manusia, seperti tarian, lukisan, ornamen, dan lain sebagainya, maknanya tidak ditangkap dengan logika, tetapi dengan intuisi langsung.

II.1.3 Simbol Seni dan Simbol dalam Seni

Simbol seni merupakan simbol yang dalam pengertian khusus tidak menandakan sesuatu tapi hanya mengartikulasikan dan memperlihatkan emosi menjanjikan yang dikandungnya. Simbol seni merupakan komposisi organis tersendiri dan bukan merupakan unsur-unsur pokok yang lepas dan ekspresif dalam ragam emosinya. Elemen-elemen dalam suatu karya seni selalu diciptakan secara baru dengan totalitas citranya, walaupun adanya analisis dari apa yang disumbangkan bagi citranya, tidak dimungkinkan menetapkan apapun makna yang dikandungnya terpisah dari keseluruhannya (Langer, 1957 : 43-135).

Simbol seni adalah simbol tunggal dan maknanya tidak tergabung dalam nilai-nilai simbolnya secara terpisah. Makna simbol seni bukan merupakan gabungan makna yang dikandungnya secara konstributif. Banyak seniman-seniman mengabungkan simbol-simbol itu ada di dalam seni dan merupakan konstribusi secara khusus yang tergabung dalam karya seni. Beberapa seniman berkarya dengan menggabungkan simbol-simbol yang ada, seperti lukisan Guernica misalnya. Lukisan yang merupakan simbol pemberontakan dan kebebasan ini, diciptakan dari kumpulan bentuk simbol-simbol yang sifatnya lebih terpisah. Simbol-simbol di dalam seni dapat mengandung arti dalam kesuburan, kesucian, kelahiran kembali, kewanitaan, cinta, tirani, dan sebagainya. Pengertian ini masuk di dalam karya seni sebagai elemen-elemen yang menciptakan serta mengartikulasikan bentuk organisnya, sebagaimana pokok persoalan yang dikandungnya (Peursen, 1993:140). Perbedaan antara simbol seni yang digunakan


(15)

8 dalam seni bukanlah hanya pada fungsinya, namun juga dalam hal macamnya. Simbol dalam seni adalah simbol-simbol dalam pengertian umum.

Langer (1957) berpendapat bahwa:

Then, it may be said that the difference between the Art Symbol and the symbol used in art is a difference not only of function but of kind. Symbols occuring in art are symbols in the usual sense, though of all degrees of complexity, from simplest directness to extreme indirectness, from singleness to deep interpenetration, from perfect lucidity to the densest overdetermination. (P.139).

Maka dikatakanlah bahwa perbedaan antara Simbol Seni dan Simbol dalam Seni bukan hanya terdapat pada fungsinya tapi juga jenisnya. Simbol yang terdapat pada seni adalah simbol pada indera biasa, dari segala tingkat kompleksitas, dari kelangsungan yang paling sederhana hingga ketidaklangsungan yang ekstrim, dari ketunggalan sampai ke-interpenetrasi yang mendalam, dari kejelasan yang sempurna sampai kepada ketidakjelasan yang paling pekat. (Hal.139).

Simbol seni merupakan jenis simbol presentasional, simbol seni dapat dipahami tanpa mempergunakan nalar, cukup dengan intuisi atau perasaan. Simbol seni merupakan simbol yang berdiri sendiri yang tidak dapat dibagi lagi dalam bentuk- bentuk simbol yang lain. Karya seni sebagai simbol tidak berupa suatu konstruksi atau susunan yang bisa diuraikan unsur-unsurnya, melainkan suatu kesatuan yang utuh, maknanya ditangkap dalam arti keseluruhan melalui hubungan antara elemem-elemen simbol dalam struktur keseluruhan.

II.1.4 Makna Simbolis Bentuk Dasar dalam Peribahasa Sunda

Dalam khasanah seni rupa, desain dan arsitektur serta matematika dikenal tiga bentuk dasar yaitu segi empat bujursangkar, lingkaran dan segitiga. Ketiga bentuk dasar ini ditemukan dalam babasan (ungkapan) dan paribasa (peribahasa) Sunda. (Jamaludin, 2011:9)

 Segi Empat

Bentuk segi empat bujur sangkar terdapat dalam ungkapan “Hirup kudu masagi”. Ungkapan yang berisi petuah yang artinya hidup harus serba bisa. Bentuk lain, ”jelema masagi” (Natawisastra,1979 dan Hidayat,2005)


(16)

9 artinya orang yang memiliki banyak kemampuan dan tidak ada kekurangan. Masagi berasal dari kata pasagi (persegi) yang artinya menyerupai (bentuk) persegi. Ciri bujursangkar adalah keempat sisinya berukuran sama. Kesamaan ukuran empat bidang pada bentuk bujursangkar ini diibaratkan berbagai aspek dalam bentuk tindakan atau perbuatan di dalam kehidupan yang harus sama dalam kualitas dan kuantitasnya.

 Lingkaran

Bentuk lingkaran terdapat dalam ungkapan “Niat kudu buleud” (niat harus bulat). Niat berkaitan dengan persoalan keteguhan sikap, keyakinan serta kepercayaan yang pada ujungnya bermuara pada masalah keimanan atau spiritual.

 Segitiga

Bentuk segitiga terdapat dalam ungkapan “bale nyungcung”dan Buana Nyuncung (tempat para dewa dan hyang dalam kosmologi masyarakat Kanekes). Bale Nyungcung adalah sebutan lain untuk tempat atau bangunan suci, yang dalam Islam adalah masjid. Mengacu pada alam, bentuk nyungcung adalah bentuk umum gunung. Gunung berperan penting dalam perjalanan sejarah Sunda khususnya karena berbagai situs megalitikum dan makam keramat umumnya terdapat di gunung (Wessing, 2006). Wessing lebih jauh mengungkapkan penelitian Hidding (1933 dan 1935) bahwa pegunungan adalah perbatasan antara hunian manusia (settled area) dan wilayah asing tempat kehidupan manusia berakhir dan kehidupan lain mulai. Misalnya situs Gunung Padang di Cianjur dan Ciwidey, Astana Gede Kawali dan Arca Domas di gunung Kendeng desa Kanekes (Baduy).


(17)

10 II.2 Objek Penelitian

II.2.1 Busana

Kata Busana berasal dari bahasa sanskerta yaitu “bhusana”. Secara umum busana adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari kepala sampai ujung kaki yang memberi kenyamanan dan menampilkan keindahan bagi si pemakai. Secara garis besar busana meliputi :

 Busana mutlak yaitu busana yang tergolong busana pokok seperti baju, rok, kebaya dan lain-lain.

 Milineris yaitu pelengkap busana yang sifatnya melengkapi busana mutlak, serta mempunyai nilai guna disamping juga untuk keindahan seperti sepatu, tas, topi, kaus kaki, kaca mata, selendang, jam tangan dan lain-lain.

 Aksesoris yaitu pelengkap busana yang sifatnya hanya untuk menambah keindahan si pemakai seperti cincin, kalung, leontin, bross dan lain sebagainya.

Busana memiliki tiga fungsi utama yaitu untuk melindungi diri secara fisik, untuk berhias dan fungsi etika/ kesopanan. Selain memiliki nilai fungsional, busana juga memiliki nilai estetika yang didapat jika disesuaikan dengan aspek-aspek seperti:

 Bentuk tubuh  Kepribadian  Warna kulit

 Kesempatan yang dihadiri  Trend mode yang sedang berlaku

II.2.2 Busana Mempelai Wanita Adat Sunda Priangan

Budaya berbusana dalam upacara pernikahan adat Sunda sudah ditemukan sejak jaman dahulu kala. Budaya berbusana dalam upacara pernikahan terlahir seiring dengan perkembangan budaya yang di alami oleh masyarakat Sunda dari waktu ke waktu. Terdapat banyak versi mengenai silsilah busana pernikahan adat Sunda. Secara umum busana mempelai wanita adat Sunda tergolong menjadi tiga macam


(18)

11 corak busana mempelai wanita adat Sunda yaitu busana mempelai wanita Sunda Priangan, Cirebon, dan Kaleran. Ketiga jenis busana adat tersebut diklasifikasikan berdasarkan daerah penyebaran budaya, pengaruh budaya asing dan letak geografis yang tersebar di provinsi Jawa Barat.

Gambar II.2 Siklus penyebaran pengaruh budaya asing dalam terciptanya corak busana adat Sunda Priangan, Cirebon dan Kaleran

(Sumber: Wibisana, dkk: 1986)

II.2.2.1 Atribut Busana Mempelai Wanita Adat Sunda Priangan

Priangan merupakan sebutan untuk daerah sekitar kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Cianjur. Latar belakang budaya Priangan ini masih cenderung berorientasi kepada latar belakang budaya Pajajaran, Mataram dan bangsa Eropa. Ketiga kebudayaan ini memiliki peran terciptanya kreasi busana adat mempelai wanita Sunda Priangan. Adapun unsur pokok dalam tata rias mempelai wanita dikelompokan menjadi tiga yaitu tata rias, tata busana dan perhiasan. Berikut ini merupakan atribut busana pernikahan yang dikenakan oleh pengantin sunda Priangan:


(19)

12

Gambar II.3 Pengantin adat Sunda Priangan

Sumber: http://www.yakiniaku.com/2012/09/foto-foto-pakaian-pengantin-adat.html (23 November 2015)

Gambar II.4 Gambar atribut utama mempelai wanita Sunda Priangan (Sumber: Wibisana, dkk: 1986)


(20)

13  Siger

Gambar II.5 Siger pengantin adat Sunda Priangan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

‘Siger’ merupakan perhiasan kepala yang terbuat dari logam bermatakan batu-batuan. Siger merupakan perlambangan kesempurnaan wanita. siger pada adat Sunda Priangan terispirasi dari tokoh Subardha dan Srikandi yang memiliki sifat pemberani, anggun, cantik dan disenangi masyarakat. Mempelai menggunakan siger sebagai harapan agar wanita Sunda Priangan memiki sifat seperti halnya Subrada dan Srikandi. Bentuk siger sendiri yaitu segitiga menggunung melambangkan bahwa hidup kita harus memuncak dan kita harus senantiasa ingat bahwa kehidupan kita akan tetap kembali pada yang di atas.

 Gelung

‘Gelung’ merupakan tempat dimana siger dipasangkan. Dari segi fungsi, gelung merupakan tempat menempelnya atribut kepala pengantin seperti siger, mangle dan kembang goyang. Konon masyarakat Sunda Priangan percaya bahwa tidak sembarang wanita dapat menggunakan gelung. Hanya wanita yang hendak naik ke pelaminan atau yang sudah menikah


(21)

14 yang dapat memakai gelung. Gelung memiliki makna kedewasaan dan kematangan seorang wanita Sunda Priangan.

Gambar II.6 Gelung Adat Sunda Priangan (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 Mangle/ Untaian Bunga

‘Mangle’ merupakan untaian bunga untuk dipasang pada sanggul

mempelai wanita adat Sunda Priangan. Panjang untaian mangle biasanya dua puluh hingga tiga puluh sentimeter. Mangle pada umumnya disusun menggunakan bunga kemboja, tanjung, melati atau bunga sedap malam. Bunga kamboja melambangkan “nunung” atau berarti bertahta, sehingga sering dipergunakan untuk keperluan upacara kerajaan seperti dalam pepatah: “Nunjung Ratu Waskita Alaning Pratala”, artinya, menjadi raja untuk mengetahui penderitaan.


(22)

15

Gambar II.7 Mangle kembang melati (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Dalam adat Sunda terdapat berbagai jenis mangle yaitu:

a) Mayang Sari, merupakan rangkaian bunga pendek (tidak sampai menyentuh bahu) yang dipasang di sebelah kiri di belakang telinga. Mayang Sari memiliki makna spiritual yang mendeskripsikan harapan kelak tidak ada perselisihan antara suami dan istri.

Gambar II.8 Mayang sari (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(23)

16 b) Sedangkan di belakang telinga sebelah kanan menjuntai rangkaian bunga panjang sampai pinggang, yang dikenal dengan sebutan Mangle Susun. Panjangnya mangle susun melambangkan rencana pekerjaan rumah tangga telah disusun dengan rapi.

Gambar II.9 Mangle susun (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

c) Rangkaian bunga yang panjang dipasang di belakang telinga kanan dan kiri menjuntai hingga ke pinggang dikenal Ronce Bawang Sebungkul. Panjang yang sama dalam pemasangan ronce bawang sebungkul menggambarkan keseimbangan dalam hidup.

Gambar II.10 Ronce bawang sebangkul (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

d) Hiasan bunga berbentuk bintang dipasang di kanan dan kiri sanggul, dikenal dengan sebutan Mangle Sisir Bintang. Mangle sisir bintang merupakan simbol harapan, sepertinya indahnya malam yang bercahaya di tengah kegelapan.


(24)

17

Gambar II.11 Mangle sisir bintang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

e) Pada sekeliling sanggul bagian atas dipasang hiasan bunga membentuk setengah lingkaran dari telinga kiri ke telinga kanan sebanyak 5 atau 7 buah yang dikenal dengan Mangle Pasung.

Gambar II.12 Mangle pasung (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

f) Hiasan bunga yang dipasang di sekeliling sanggul sebagai dasar mangle pasung seperti bando disebut Pinti. Pinti merupakan gambaran kesucian seorang gadis.

Gambar II.13 Pinti (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(25)

18 g) Dibagian tengah ada susunan bunga yang berbentuk bulat yang disebut dengan Panetep Bunga. Susunan bunga ini menggambarkan ketepatan dalam memutuskan sesuatu hal.

Gambar II.14 Panetep Bunga (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

h) Untaian melati untuk menutupi sanggul yang berbentuk jala disebut Tutup Sanggul Rambang Melati. Tutup sanggul rambang melati memiliki makna seorang perempuan yang harus pandai menabung untuk masa depan.

Gambar II.15 Tutup sanggul rambang melati (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

i) Kuntum-kuntum melati yang ditaburkan di atas sanggul dan kepala pengantin wanita sunda sebanyak 5 atau 17 bunga dikenal dengan sebutan Taburan Melati. Taburan melati sebanyak 5 buah sebagai simbol sholat 5 waktu, sedangkan sebanyak 17 sebagai lambang jumlah rakaat shalat yang harus dilaksanakan setiap hari.


(26)

19

Gambar II.16 Taburan melati (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

 Kembang Goyang

Seperti halnya siger, kembang goyang juga merupakan hiasan kepala mempelai wanita yang terbuat dari logam bermatakan batu-batuan. Kembang goyang berjumlah tujuh buah dan dipasang diatas sanggul mempelai wanita. bentuknya seperti bunga kemboja dengan tangkai yang memiliki sambungan sererti spiral sehingga akan bergoyang jiga disentuh atau digerakan. Tujuh buah kembang goyang memiliki makna kebaikan rejeki dan sari-sari kebaikan bagi kedua mempelai sedangkan angka tujuh melambangkan tujuh kebajikan.

Gambar II.17 Kembang goyang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(27)

20  Perhiasan logam

Selain hiasan kepala mempelai wanita, perhiasan logam juga menjadi ciri khas atribut busana mempelai wanita Sunda Priangan. Perhiasan logam mengandung nilai estetika dan juga melambangkan kemakmuran dan status sosial keluarga mempelai wanita. Berikut ini beberapa jenis perhiasan logam yang dikenakan mempelai wanita adat Sunda Priangan:

a. Giwang atau suweng merupakan hiasan sejenis anting yang dikenakan oleh mempelai wanita Sunda Priangan yang umumnya terbuat dari logam mulia. Giwang pada umumnya terbuat dari logam mulia dan berbentuk bunga logam. Giwang yang digunakan biasanya adalah milik pribadi sehingga melambangkan kemakmuran bagi mempelai wanita.

Gambar II.18 Giwang/suweng (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

b. Kalung

Kalung yang digunakan oleh mempelai wanita terdapat dua jenis yaitu; kalung permata/kolye dan kalung panjang. Kalung permata memiliki panjang sedang sehingga terlihat melingkari leher, bandulnya berhiaskan batu-batu mulia yang berkilauan dan yang satunya menjuntai hingga ujung bawah lidah kebaya.


(28)

21

Gambar II.19 Kalung permata dan kalung panjang (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

c. Gelang

Gelang yang dipergunakan mempelai wanita terbuat pula dari logam berhiaskan permata dengan bentuk mengacu pada bunga kemboja.

Gambar II.20 Gelang Adat Sunda (Sumber: Pribadi)

d. Cincin

Cincin yang dikenakan memiliki bentuk biasanya serupa dengan gelang dan atribut perhiasan lainnya. Dilihat dari bentuk cincin yang melingkar cincin memiliki simbol keteguhan sikap dalam menentukan pasangan hidup. Bentuk cincin yang tidak berujung


(29)

22 memiliki makna harapan kelak rumah tangga mempelai tidak akan pernah ada ujungnya dalam kata lain tidak akan pernah ada kata berpisah.

Gambar II.21 Cincin bunga kamboja (Sumber: Dokumentasi Pribadi) e. Bros

Bros adalah perhiasan yang dikenakan pada busana mempelai wanita yang terletak di dada/tengah kerah kebaya. Dari segi estetika bros memperindah tampilan kebaya Priangan yang sederhana dan secara fungsi bros melindungi kancing kebaya terlepas secara tidak sengaja.

Gambar II.22 Bros

(Sumber: Dokumentasi Pribadi) f. Kilat Bahu

Kilat bahu adalah perhiasan logam yang dipasang dilengan atas sebelah kiri mempelai wanita Adat Sunda. Kilat bahu terinspirasi dari tokoh pemberani/dewi Hindu jaman dahulu, maka dari itu kilat bahu melambangkan kekuatan layaknya dewi pada menurut kepercayaan umat Hindu.


(30)

23

Gambar II.23 Kilat bahu (Sumber: Dokumentasi Pribadi)  Benten

Benten adalah sejenis ikat pinggang yang dikenakan mempelai wanita yang memiliki nilai fungsi sebagai pengencang kebaya supaya tidak terlihat longgar dan memiliki nilai estetika yang membuat mempelai terlihat lebih ramping dan anggun. Dalam ukuran kecantikan wanita Sunda terdapat istilah “cangkengna lengkeh lir papanting” yang berarti pinggangnya ramping bagaikan ‘papanting’. Papanting merupakan sejenis serangga yang berpinggang ramping.

Gambar II.24 Benten adat Sunda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(31)

24  Ngeningan Daun Sirih

Ngeningan daun sirih merupakan hiasan daun sirih berbentuk segi empat ketupat memanjang kebawah. Masyarakat Sunda percaya bahwa panetep merupakan penolak bala bagi mempelai wanita dari kejahatan yang sifatnya magis.

Gambar II.25 Ngeningan daun sirih (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

II.3 Ringkasan Masalah

Budaya berbusana dalam upacara pernikahan adat Sunda kian berubah dan terpengaruhi seiring berkembangnya jaman dan teknologi. Secara tidak langsung globalisasi mempengaruhi minat dan pengetahuan masyarakat terkait nilai-nilai kebudayaan dan spiritual adat Sunda khususnya terkait atribut busana mempelai wanita adat Sunda. Hal ini terkemuka berdasarkan survey yang telah dilakukan terhadap 50 responden secara random sekitar wilayah Kabupaten Bandung. Didapati responden berjenis kelamin wanita sebanyak 94% dan sebagian besar adalah pegawai swasta serta beberapa diantaranya adalah mahasiswa didapat data survey bahwa hanya 1 dari 50 responden yang mengetahui nilai simbolis yang terdapat pada atribut busana mempelai wanita Adat Sunda.

Survey juga dilakukan terhadap responden yang sudah menikah. Beberapa responden yang menggunakan tema pernikahan adat Sunda pada saat


(32)

25 kelangsungan pernikahannya sebagian besar tidak mengetahui atribut apa saja yang dikenakan. Responden hanya mengetahui secara garis besar bahwa yang dikenakan adalah pakaian adat Sunda tanpa mengetahui atribut yang digunakan serta nilai simbolis yang terkandung didalamnya. Selain dilakukan survey terhadap masyarakat, dilakukan pula survey terhadap salah satu penyedia jasa rias pengantin dan dekorasi penikahan adat Sunda. Hasil wawancara menyatakan bahwa mereka menyediakan beragam pilihan riasan pengantin sesuai dengan keinginan calon mempelai. Sebagian besar menginginkan tema riasan minimalis dan tidak terlalu mengenakan banyak atribut. Contohnya penggunaan siger tidak banyak diminati karena tatanan rambut modern sudah kian populer. Tatanan rambut atau hair-do sudah menggantikan siger sebagai hiasan kepala. Biasanya hair-do dilengkapi mahkota kecil yang jauh terlihat modern.

Penyedia jasa rias pengantin menyebutkan bahwa semakin modern dan update riasan dan busana yang ditawarkan maka disitulah kostumer akan semakin tertarik untuk menggunakan penyedia jasa rias pengantin tersebut. Hal ini menunjukan terjadinya pergeseran selera dan minat masyarakat terhadap riasan dan busana pernikahan adat Sunda yang menjurus kearah modernisasi yang berimbas pula terhadap fasilitas jenis riasan dan busana yang ditawarkan penyedia jasa rias pengantin.

Diasumsikan bahwa pergeseran selera masyarakat terjadi dikarenakan karena beberapa faktor. Faktor lingkungan seperti keluarga, pergaulan, lingkungan kerja dapat mempengaruhi minimnya pengetahuan terkait masalah karena pada umumnya lingkungan seperti ini tidak menyediakan informasi berkaitan dengan hal tradisional. Selain lingkungan, media elektronik seperti handphone, televisi dan jejaring sosial pula umumnya hanya menyediakan informasi yang update seputar dunia luar dan bukan tentang hal berbau adat istiadat tapi justru menyediakan informasi yang menjurus kepada hal yang modern.


(33)

26 II.4 Sasaran Audiens

Dari pemaparan ringkasan masalah, maka ditentukan target audiens dengan tujuan agar rancangan media informasi dapat secara efektif diperkenalkan demi tercapainya upaya sederhana melestarikan budaya Sunda atau lebih khususnya budaya berbusana dalam upacara adat Sunda. Adapun penjelasan terkait sasaran audiens dikelompokkan berdasarkan aspek demografis, psikografis dan geografis.

II.4.1 Demografis  Umur

Masyarakat umur 18 tahun keatas akan menjadi target audiens yang ideal karena pada kisaran umur sekian, sebagian besar orang sedang berada dalam tahap persiapan menuju ke kehidupan yang mulai matang dalam artian masa depan pernikahan. Masyarakat kisaran umur tersebut biasanya mulai memikirkan tentang masa depan perkawinan atau bahkan banyak diantara mereka yang sedang merencanakan atau sedang dalam proses persiapan naik ke pelaminan. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, sekitar 42% responden berusia 18-27 tahun sedang dalam proses merencanakan masa depan pernikahan. Sementara responden yang sedang tidak dalam tahap persiapan masa depan pernikahan pun bisa menjadi target audiens sekunder karena media informasi ini bersifat global dan tidak terlalu berspesifikasi dalam hal audiens.

 Pendidikan

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan penulis, sebagian besar responden berpendidikan terakhir SMA/SMK maka sasaran audiens membidik masyarakat dengan pedidikan terakhir minimal SMA/SMK.

 Status Pekerjaan

Pegawai swasta dan mahasiswa menjadi target audiens primer sesuai hasil survey terhadap 50 orang responden yang sebagian besar adalah pegawai swasta dan mahasiswa. Pegawai dan mahasiswa dapat menjadi target audiens yang potensional karena golongan masyarakat ini sebagian besar


(34)

27 telah merencanakan masa depan pernikahan baik mempersiapkan materi ataupun psikis.

 Status Ekonomi

Sasaran audiens berdasarkan aspek ekonomi adalah semua golongan masyarakat baik masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah maupun menengah ke atas. Hasil survey sendiri menyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki pendapatan lebih dari dua juta rupiah perbulan dan dikelompokan sebagai masyarakat golongan menengah keatas.

II.4.2 Psikografis

Dari keseluruhan survey terhadap 50 responden dapat disimpulkan bahwa responen memiliki gambaran psikografis yang praktis, modern dan dinamis. Terlihat dari minat sebagian responden yang ingin menerapkan tema pernikahan klasik dan modern serta minat terhadap tema pernikahan adat Sunda yang meskipun dominan, namun faktanya mereka tidak mengetahui nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Pergeseran minat dalam hal bersifat budaya yang menuju kearah modernisasi adalah hal yang berlangsung sejak dahulu. Menurut Triandis (1980), psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai prilaku dan pengalaman sebagaimana terjadi dalam budaya yang berbeda yang dipengaruhi budaya dan mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.

Secara psikografis, sasaran audiens menargetkan masyarakat yang memiliki pemikiran yang matang dan stabil.

II.4.3 Geografis

Rancangan media informasi ini diperuntukkan kepada masyarakat suku Sunda khususnya yang bertempat tinggal di wilayah sekitar Kabupaten dan Kota Bandung.


(35)

28 II.5 Resume Singkat Solusi Perancangan

Berdasarkan permasalahan bahwa masyarakat yang belum mengetahui silsilah nilai-nilai yang terkandung dalam unsur atribut busana pernikahan adat Sunda, maka dirancang media informasi utama berupa buku informasi berjudul “Pengantin Sunda Priangan” yang didesain secara apik dan tidak terlihat membosankan bagi audiens serta dirancang pula media-media informasi sekunder yang dapat memperkenalkan kembali budaya berbusana pengantin adat Sunda. Buku dipilih sebagai media solusi terkait permasalahan karena buku dapat secara mudah diakses dan dipahami oleh masyarakat secara manual. Perancangan diharapkan dapat berguna dan diterima secara positif oleh audiens.


(36)

29 BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan bertujuan agar informasi disampaikan dengan baik kepada audiens. Dalam hal ini, strategi perancangan berorientasi kepada latar belakang masalah yaitu globalisasi berpengaruh terhadap berkurangnya pengetahuan masyarakat terkait atribut busana upacara pernikahan adat Sunda maka media informasi primer dirancang berbentuk buku yang memiliki konten seputar nilai-nilai simbolis pada atribut busana mempelai wanita adat Sunda. Buku dipilih sebagai media informasi primer agar secara praktis dapat dijangkau dengan mudah oleh semua golongan audiens. Buku ini dirancang untuk diperlihatkan ditempat-tempat yang strategis seperti perpustakaan umum, perpustakaan sekolah, penyedia jasa dekorasi dan rias pengantin, salon, toko buku dan sebagainya. Media informasi sekunder dirancang agar memberi kesan lebih bagi audiens terhadap media utama. Media sekunder juga dirancang sebagai pelengkap media primer yang dicetak dan diletakkan ditempat-tempat umum yang dapat dengan mudah dibaca oleh audiens.

III.1.1 Tujuan Komunikasi

Perancangan media informasi ini bertujuan untuk menambah referensi dan informasi seputar sejarah dan nilai-nilai simbolis pada atribut busana mempelai wanita adat Sunda.

III 1.2 Pendekatan Komunikasi

Konten media informasi primer dirancang dengan pola deskriptif untuk menjelaskan satu persatu informasi terkait atribut busana mempelai wanita baik sejarah maupun nilai simbolis yang terkandung disetiap item-nya. Dalam media informasi disajikan pula sejarah busana pengantin di wilayah tatar Sunda dan kebudayaan apa saja yang ikut berperan dalam terciptanya corak busana upacara pernikahan adat Sunda Priangan.


(37)

30 Media informasi sekunder dirancang agar menarik minat audiens dengan kalimat-kalimat yang mudah untuk difahami sehingga tidak memerlukan waktu lama bagi audiens untuk mengerti maksud media informasi.

III.1.3 Pendekatan Visual

Agar terlihat lebih modern dan dinamis namun tetap tidak menghilangkan nilai luhur kebudayaan adat Sunda, media informasi primer dirancang dengan tema tradisional dan minimalis. Sampul buku didesain dengan gaya mask clipping. Mask Clipping merupakan gaya editing yang membuat suatu gambar terlihat ada pada gambar atau bidang gambar lainnya yang biasanya digunakan untuk merepresentasikan keterkaitan antara kedua gambar tersebut.

Gambar III.1 Contoh desain sampul buku dengan gaya mask clipping

(Sumber: http://graphicriver.net/2015/04/wpid-wp-14278427.jpg)

III.1.4 Materi Pesan

Materi pesan adalah informasi yang ingin disampaikan meliputi sejarah Sunda, sejarah busana mempelai wanita adat Sunda Priangan, penyebaran budaya asing yang mempengaruhi corak busana pengantin adat Sunda Priangan, jenis-jenis atribut busana serta nilai-nilai spiritual yang terdapat pada atribut busana pengantin wanita adat Sunda Priangan. Hal ini dingkat menjadi bahasan bertujuan agar masyarakat mengetahui apa saja hal terkait busana pernikahan dan diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dan kearifan dalam menghargai kebudayaan Sunda.


(38)

31 III.1.5 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang dipergunakan dalam rancangan media informasi adalah bahasa yang baku dan deskriptif. Seluruh informasi disampaikan serinci mungkin agar audiens mudah memahami isi informasi.

III.1.6 Khalayak Sasaran Perancangan

Berikut adalah segmentasi khalayak yang akan menjadi sasaran perancangan media informasi nilai-nilai simbolis atribut busana mempelai adat Sunda Priangan.

III.1.6.1 Target Primer  Demografis

a. Usia : Dewasa 18 tahun keatas

Pada usia ini masyarakat mulai memikirkan bahkan sudah mulai merencanakan masa depan pernikahannya. Ketika itu pula masyarakat akan lebih tertarik mengenai informasi seputar hal-hal berkaitan dengan pernikahan.

b. Jenis kelamin : Perempuan dan laki-laki

Perempuan akan cenderung lebih aktif dalam mempersiapkan segala sesuatu berkaitan dengan pernikahan. Namun tidak menutup kemungkinan pula jika laki-laki akan lebih mempersiapkan hal-hal mengenai pernikahannya.

c. Pendidikan : SMA – perguruan tinggi

 Psikografi

Rancangan media informasi ditujukan untuk orang dewasa yang sudah matang mengenai perencangan masa depan pernikahannya. Secara aspek pola pikir, ditargetkan audiens yang memiliki pemikiran luas, dinamis dan berkembang. Selain itu ditargetkan pula masyarakat yang senang mengikuti perkembangan trend, memiliki kulturalisme dan keperayaan terhadap hal yang sifatnya ketuhanan.


(39)

32  Geografis

Audiens yang ditargetkan adalah audiens yang berdomisili di Kabupaten dan Kota Bandung secara infrastruktur.

III.1.6.2 Target Sekunder

Semua golongan masyarakat umum selain daripada kriteria target primer. Semua orang yang tertarik untuk mencari informasi terkait sejarah dan nilai spiritual pada atribut busana mempelai wanita adat Sunda.

III.1.7 Strategi Kreatif

Dalam perancangan media informasi dibutuhkan strategi kreatif untuk menarik minat pembaca. Strategi kreatif ini sangat berpengaruh terhadap seberapa banyak minat dan apresiasi audiens. Strategi kreatif yang digunakan dalam perancangan buku dibagi menjadi dua aspek yaitu tampilan (appearance) dan konten buku (book content).

III.1.7.1 Tampilan Buku

Seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya bahwa tampilan visual buku informasi ini dirancang dengan tema tradisional dan minimalis. Buku ini dirancang menggunakan warna-warna yang lembut dan tradisional seperti; putih, krem, coklat, beige, dan sebagainya. Tujuan pemilihan tema tampilan buku adalah agar selaras dengan bahasan konten buku yang mengandung informasi tentang hal yang tradisional dan sarat makna spiritual namun juga tidak terlihat kuno dan membosankan.

Selain warna dan gaya visual, untuk aspek tipografi buku informasi ini menggunakan font yang sederhana dan klasik menyesuaikan dengan tema visual buku.

 Layout

Judul buku disusun rata tengah dan konten buku disusun secara justified agar terkesan rapi dan teratur. Konten yang berisi penjelasan item dilengkapi ilustrasi gambar/fotografi serta keseluruhan buku didesain menggunakan layout sederhana yang berkesan tradisional.


(40)

33  Tipografi

Font yang digunakan adalah font tegas dan standar. Tujuannya agar maksud pembahasan buku dapat tersampaikan secara optimal karena pembaca dapat secara jelas membaca konten buku dengan huruf sederhana dalam artian sederhana berarti jenis font yang digunakan adalah font yang tidak mengandung ornamen font lainnya sehingga tidak rumit untuk dibaca.

 Warna

Warna yang mendominasi buku ialah warna coklat dan putih. Warna coklat adalah warna mengilustrasikan ketradisionalan. Pada cover depan, warna coklat dipilih sebagai warna tema karena warna coklat identik dengan hal yang tradisional. Misalnya beberapa kerajinan khas Sunda lebih menggunakan kayu yang berwarna coklat, juga kain batik yang biasa dikenakan masyarakat Sunda pun berwarna coklat.

III.1.7.2 Konten Buku

Sistemastis penyajian konten buku dimulai dengan cover yang menampilkan judul buku; Pengantin Sunda Priangan. Kemudian isi buku menjelaskan tentang sejarah sunda dan sejarah corak busana pernikahan adat Sunda Priangan. Konten utama buku menjelaskan satu persatu atribut yang dikenakan mempelai wanita sunda Priangan dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan pola tulisan deskriptif disertai gambar yang jelas.

III.1.8 Strategi Media

Media yang dirancang terdiri dari media primer dan sekunder. Media ini adalah sebagai bentuk solusi yang dirancang terkait permasalahan mengenai minimnya pengetahuan masyarakat terhadap nilai simbolis yang terkandung dalam atribut busana mempelai wanita adat Sunda.

III.1.8.1 Media Primer

Media utama yang di produksi adalah buku informasi berjudul “Pengantin Sunda Priangan”. Buku ini merupakan jenis buku yang menggunakan gambar fotografi


(41)

34 dan tulisan. Hal ini diharapkan akan membuat pembaca lebih mudah memahami informasi yang disampaikan lewat media buku ini.

Pada sampul buku diberi gambar siger sebagai ciri khas utama pengantin wanita Sunda Priangan. Dibalut dengan gaya mask clipping membentuk segitiga. Dipadukan dengan warna yang klasik dan desain sampul yang low profile mencerminkan hal yang bersifat tradisional.

III.1.8.1.1 Sampul 1. Sampul Depan

Secara keseluruhan sampul depan di desain hanya menggunakan unsur gambar menggunakan editing clip masking dan judul buku dengan font tegak dan tebal. Unsur gambar utama yaitu Siger, giwang dan Mangle yang diaplikasikan dan diatur pencahayaan saja tanpa adanya unsur digital editing. Ketiga item itu dipilih untuk diterapkan di cover depan karena ketiga item tersebut menjadi ciri khas yang dikenal oleh masyarakat sebagai bagian dari busana pernikahan adat Sunda. Hal ini terkemuka pula dalam survey yang sebelumnya dilakukan, sebagian besar orang yang dapat menyebutkan atribut busana pengantin adat Sunda mencantumkan kata siger, melati, dan perhiasan. konsep visualnya, ketiga gambar item tersebut diletakkan dalam bentuk bidang segitiga menggunakan gaya clip masking. Konsep layout untuk cover menggunakan clip masking bertujuan untuk merepresentasikan keterkaitan antara atribut busana mempelai wanita Sunda Priangan dengan bentuk segitiga yang merupakan perlambang dari bentuk gunung yang disakralkan bagi masyarakat Sunda.

Judul buku bertuliskan “Pengantin Sunda Priangan” dengan sub judul bertuliskan “Makna dibalik keindahan busana mempelai wanita Sunda Priangan” dan dibagian bawah buku terdapat nama perancang.

2. Sampul Belakang

Pada sampul belakang terdapat tulisan judul buku “Pengantin Sunda Priangan” seperti halnya terdapat pada sampul depan, hanya saja ukuran font nya saja


(42)

35 yang lebih kecil dari pada sampul depan. Pada sampul diberi paragraf berisi bahasan review buku yang menjelaskan konten buku secara ringkas dan jelas. Dibagian atas kiri diterapkan hiasan motif batik khas Sunda Priangan.

Gambar III.2 Buku Pengantin Sunda Priangan tampak sampul depan-belakang (Sumber: Dokumentasi pribadi)

III.1.8.1.2 Isi Halaman

Isi halaman atau konten yang disusun dalam buku ini terbilang umum layaknya buku informasi lainnya karena hanya terdiri dari tulisan/bacaan dan gambar ilustrasi serta sedikit gaya layout. Mengenai konten bacaannya, bahasa bahasan terbilang tidak terlalu rumit dan dapat dipahami dengan mudah asalkan bahasannya diikuti secara seksama. Konten buku sebagian besar adalah tulisan/ teks karena memang poin yang ingin disampaikan adalah seputar sejarah, makna dan pengetahuan tambahan lainnya. Maka akan lebih mudah jika dituangkan kedalam teks yang bersifat kronologis dan deskriptif. Gambar hanyalah sebagai ilustrasi pendukung yang menjelaskan hal yang membutuhkan contoh visual seperti peta Jawa Barat, jenis-jenis atribut dan tokoh sejarah. Perbandingan antara ilustrasi gambar dan teks adalah 1:2 atau sekitar 70% persen teks dan 30% gambar.

Mengenai layout, digunakan ornamen ribbon berupa gambar batik priangan yang telah di tracing ulang dan diterapkan di bagian atas tiap halaman


(43)

36 dan juga penomeran halaman sederhana. Dari segi ilustrasi, tidak jarang pula gaya clip masking diterapkan dibeberapa halaman.

Gambar III.3 Tampilan halaman buku Pengantin Sunda Priangan (Sumber: Dokumentasi pribadi)

III.1.8.2 Media Sekunder

Media sekunder dirancang dengan tujuan menarik semakin banyak audiens untuk mengenal media utama. Media sekunder terdiri dari media promosi dan media kreatif.

 Media Promosi

Media promosi merupakan media yang bersifat persuasi. Tujuannya adalah menarik minat audiens untuk mengenal media primer. Media promiosi yang dirancang adalah poster, x-banner dan flyer.

 Media Kreatif

Media kreatif merupakan media tambahan yang lebih seperti merchandise dan hiasan. Media kreatif yang dirancang adalah display, sticker, pin, gantungan kunci, mug dan T-shirt.

III.1.9 Strategi Distribusi dan Penyebaran Media

Distribusi media informasi dilakukan dalam kurun waktu kurang lebih 3 bulan. Masing-masing media memiliki waktu penyebaran yang berbeda tergantung sifat


(44)

37 media masing-masing. Seperti halnya media utama yang akan didistribusikan sepanjang waktu distribusi atau kurang lebih selama 3 bulan karena media utama merupakan inti dari informasi yang ingin disebarkan. Media pendukung seperti poster, flyer, mug, pin dan sebagainya akan didistribusikan dengan jangka waktu lebih singkat dari media utama. Dari segi kwantitas, media pendukung bisa saja lebih banyak didistribusikan dengan maksud agar dapat menjangkau lebih banyak masyarakat agar tertarik untuk lebih mengenal media informasi.

Tabel III.1 Strategi Pendistribusian

(Sumber: Dokumentasi pribadi (29 November 2015))

III.2 Konsep Visual

Konsep visual merupakan hasil dari ide dan strategi untuk menarik minat audiens dari segi tampilan media utama.

III.2.1 Format Desain

Format desain yang digunakan dalam pembuatan buku ini menggunakan ukuran 148 mm x 210 mm. Gambar objek bahasan dalam buku di ambil secara manual dengan kamera pribadi dan di seleksi dipisahkan dari background dan hanya di edit kecerahannya saja supaya terlihat lebih cerah dan detail.


(45)

38

Gambar III.4 Objek sebelum dan sesudah diseleksi dan di edit kecerahannya pada aplikasi Adobe Photoshop CS6

(Sumber: Dokumentasi pribadi ( 10 Januari 2016 ))

III.2.2 Tata Letak (Layout)

Layout buku pada bagian cover menggunakan gaya mask clipping pada objek utama yaitu siger, giwang dan mayang sari. Mask clipping yaitu penggabungan antara dua objek sehingga salah satu objek terlihat berada pada objek lainnya. Dalam hal ini, bentuk siger, giwang dan mayang sari seolah olah terlihat berada pada bentuk segitiga.

Gambar III.5 Mask Clipping pada cover antara bentuk segitiga dan gambar siger (Sumber: Dokumentasi pribadi ( 10 Januari 2016 ))

Untuk konten buku menggunakan layout yang sama disetiap halaman. unsur layout konten buku terdiri dari hasil tracing motif batik priangan yang dijadikan ribbon yang terletak dibagian atas.


(46)

39

Gambar III.6 unsur utama layout media utama (Sumber: Dokumentasi pribadi ( 10 Januari 2016 )

III.2.3 Tipografi

Menurut Adien Gunarta (2010), tipografi didalam komputer biasa disebut dengan font. terdapat tiga jenis font yaitu, TrueType, PostScript dan OpenType. Mereka disimpan dalam direktori yang berbeda pada sistem operasi yang berbeda, yaitu:

 TrueType Font (.ttf & .tte) Font TrueType hanya memerlukan satu file untuk digunakan tetapi memerlukan file terpisah untuk setiap tipe dari font (seperti bold, italic dan bold-italic). Font TrueType dapat diperbesar ukurannya dan jelas dibaca dalam semua ukuran. Font TrueType mengandung data untuk screen dan printer dalam dalam satu file, ini membuat font lebih mudah untuk di-install. Untuk alasan ini, TrueType adalah pilihan yang baik bagi mereka yang memiliki pengalaman terbatas dalam bekerja dan meng-install font.

 OpenType Font (.otf) Font OpenType adalah cross-platform yang kompatibel sehingga mudah untuk berbagi file di sistem operasi. Font manajemen ini lebih sederhana karena hanya ada satu file yang terlibat. Sebuah file font OpenType berisi semua outline, data metrik dan bitmap dalam satu file. Hal ini dapat berisi TrueType (ekstensi .ttf) atau PostScript (ekstensi .otf) data font dan menggunakan ATM (Adobe Type Manager)


(47)

40 untuk membuat font pada screen. Adobe® InDesign® dan Adobe® Photoshop® mendukung OpenType yang dapat menggunakan set karakter dan fitur tata letak.

 PostScript Font (.pfb, .pfm & .afm) The PostScript atau "Type 1" format font yang dikembangkan oleh Adobe pada 1980-an, beberapa tahun sebelum merilis TrueType. Format ini didasarkan pada teknologi cetak Adobe PostScript, sebuah bahasa pemrograman yang memungkinkan output resolusi tinggi grafis yang dapat diperbesar. PostScript telah lama dipandang sebagai pilihan yang dapat diandalkan, terutama untuk profesional, penerbit desainer dan pencetak. Namun, pengguna PC pada sistem operasi dibawah Windows 2000, perlu menginstal ATM (Adobe Type Manager) untuk menggunakan font PostScript.

Tipografi yang digunakan pada media utama disesuaikan dengan tema bahasan buku. Digunakan beberapa font berbeda yang ditempatkan sesuai dengan kebutuhan. Berikut dijelaskan font yang dipergunakan dalam media utama:

 Orial_

Gambar III.7 Font Orial_ yang digunakan untuk judul buku

Orial_ digunakan untuk penjudulan buku karena memiliki karakter font yang tegas dan tebal serta dibalut dengan keindahan ornament font yang bentuknya seperti tanaman yang terlihat serasi dengan judul buku yang diangkat mengenai hal kesundaan.


(48)

41  Multicolore

@

#

^ *()

Gambar III.8 Font Multicolore yang digunakan untuk sub judul pada cover depan

Font ini memiliki karakter sederhana dan tegas. Font ini dipilih karena sangat sesuai dengan sub judul yang diketik tidak terlalu besar namun masih dapat terlihat tegas.

 Mongolian Baiti

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

1234567890!@#$%^&*()

Gambar III.9 Font Mongolian Baiti digunakan untuk konten buku secara konsisten

Font ini memiliki karakter font sederhana dan dapat jelas terbaca meskipun berukuran kecil sekalipun. Font ini bersifat halus dan tidak akan membuat mata lelah meskipun banyak sekali ketikan.

III.2.4 Ilustrasi

Ilustrasi merupakan tambahan penjelasan teks yang diwujudkan dalam bentuk visual. Fungsi ilustrasi bagi suatu buku adalah menjelaskan dan mendukung teks yang tidak dapat digantikan dengan kata-kata atau memberi gambaran visual terhadap apa yang sedang dijelaskan.


(49)

42 Dalam buku ini, ilustrasi yang terdapat berupa gambar/foto objek yang didapat dari dokumetasi pribadi serta gambar beberapa tokoh sejarah yang didapat dari sumber elektronik.

Fotografi dipilih sebagai ilustrasi dalam buku ini karena pada dasarnya tujuan dirancangnya buku ini adalah supaya pembaca mengetahui apa dan seperti apa atribut busana pengantin adat Sunda Priangan. Maka pembaca membutuhkan ilustrasi yang tampak nyata untuk memahami informasi yang terkandung. Contohnya foto ‘siger’ yang tidak di edit secara digital agar pembaca mengetahui bentuk siger secara jelas.

III.2.5 Warna

Warna yang mendominasi layout pada buku ini adalah warna-warna tradisional seperti coklat, krem dan putih. Warna yang digunakan yaitu CMYK (Cyan Magenta Yellow Key/Black), karena warna CMYK dalam percetakan menghasilkan warna yang baik dan juga RGB (Red Green Blue) untuk pemakaian pada media-media digital.

Gambar III.10 Warna utama yang digunakan pada layout buku (Sumber: Dokumentasi pribadi)


(50)

44 BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA IV.1 Media Utama

Media utama merupakan buku informasi yang memuat informasi pokok mengenai bahasan. Media utama dirancang setelah didapatya hasil penelitian objek kajian yaitu seputar minat audiens yang minim terhadap riasan tradisional adat Sunda dan pengetahuan seputar jenis atribut dan makna simbolis atribut busana mempelai wanita adat Sunda Priangan.

Segala bentuk bahasan dituangkan melalui media tulisan dan ilustrasi berupa fotografi. Secara visual buku dikonsep terlebih dahulu dengan tema minimalis dan tradisional. Buku secara keseluruhan dibalut dengan warna coklat, putih, dam krem. Desain yang digunakan untuk sampul ialah teknik clip masking sederhana. Dari segi konten, buku disusun menjadi empat bab dan satu beberapa halaman pembukaan:

a. Pembukaan : Latar Belakang, Pendahuluan

b. BAB I : Pembahasan mengenai Sunda, dari segi Etimologi, Geografi dan sejarah.

c. BAB II : Pembahasan mengenai Priangan, dari segi Etimologi, Geografi dan Sejarah.

d. BAB III : Pembahasan terkait Pernikahan adat Sunda mencakup sub bab Tujuan Pernikahan Menurut Kepercayaan Adat Sunda, Upacara sebelum perkawinan, Upacara pelaksanaan perkawinan, Upacara setelah perkawinan.

e. BAB IV : Pembahasan mengenai Busana Mempelai Wanita Adat Sunda Priangan serta pemaparan Fungsi dan Arti Simbolis Atribut busana Mempelai Adat Sunda Priangan.


(51)

45

Gambar IV.1 Buku Pengantin Sunda Priangan (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Media Utama : Buku Pengantin Sunda Priangan

Ukuran : 148 mm x 210 mm

Material : Art Paper 260gr Teknik Produksi : Cetak Offset Separasi

Jilid : Softcover Laminasi

IV.1.1 Proses Pembuatan Buku Informasi Pengantin Sunda Priangan

Proses pembuatan media utama ini dimulai dengan proses pengambilan gambar untuk item-item aksesoris busana pengantin adat Sunda Priangan. Setelah beberapa gambar didapat kemudian gambar disortir dan dipilih gambar yang terlihat bagus dan jelas untuk selanjutnya diterapkan kedalam buku informasi.

Untuk gambar siger yang terdapat pada sampul depan didesain menggunakan gaya clip masking. Namun sebelum mengaplikasikan gambar siger, giwang dan mangle kedalam masking, gambar terlebih dahulu di edit pencahayaannya agar terlihat semakin jelas.


(52)

46

Gambar IV.2 Teknik dasar penyesuaian kecerahan gambar yang terdapat pada menu

image-adjusment pada software Adobe CS6 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Setelah gambar diatur kecerahan dan warnanya, kemudan dibuat layer berukuran A5 sebagai background dasar buku berwarna coklat. Kemudian dibentuk beberapa segitiga pada layer baru yang selanjutnya akan dibuat clipping mask terhadap gambar siger, giwang dan mangle kembang melati.

Gambar IV.3 Proses editing sebelum di masking


(53)

47

Gambar IV.4 Proses editing setelah di masking

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Setelah clipping mask dibuat, kini giliran pemilihan font untuk judul buku yang tepat dan serasi dengan tema buku. Begitu pula dilakukan pemilihan font untuk subjudul dan konten buku dilakukan di software Adobe Photoshop CS6.

Gambar IV.5 Pemilihan font untuk judul buku sampul depan (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Ornamen layout pada halaman buku yang terdiri dari gambar motif batik khas Sunda Priangan yang sudah di tracing dan dibuat seperti halnya ribbon diletakkan pada bagian atas hampir semua halaman buku.


(54)

48

Gambar IV.6 Hasil tracing motif batik Sunda Priangan (Sumber: Dokumentasi pribadi)

IV. 2 Aplikasi Media

Demi menunjang pengenalan buku informasi ini terhadap audiens, maka didesain beberapa media pendukung yang terdiri dari beberapa media promosi dan merchandise yang didesain dengan tema visual yang tampak match dengan tampilan media utama.

IV.2.1 Media Promosi  X-Banner

X-Banner ini merupakan media yang memuat informasi mengenai peluncuran buku Pengantin Sunda Priangan ini. Secara visual, X-Banner ini terlihat sederhana, hanya menampilkan gambar buku dan dikombinasi dengan tulisan-tulisan dan ornament batik priangan menghiasi bagian bawah X-Banner. Secara fisik X-Banner dicetak dengan ukuran 70cm x 160cm menggunakan material luster dan stand penopang x-banner yang terbuat dari kawat besi.


(55)

49

Gambar IV.7 Media Pendukung: X-Banner (Sumber: Dokumentasi pribadi)

 Poster

Seperti halnya X-Banner, Poster juga memuat informasi seputar peluncuran buku informasi. Perbedaannya terdapat pada tempat media pendukung diperlihatkan. Dari segi material poster dicetak pada kertas art-paper 210 gram yang dicetak menggunakan cetak laser berukuran A3.

Gambar IV.8 Media Pendukung: Poster (Sumber: Dokumentasi pribadi)


(56)

50  Flyer

Secara visual, flyer tidak jauh berbeda dengan poster, flyer merupakan media pendukung yang paling banyak dicetak karena memang cara penyebaran medianya sangat cepat dan dalam kuantiti yang banyak. Flyer berukuran A5 ini dicetak menggunakan kertas art paper 120 gram yang kemudian diberi finishing berupa laminating glossy.

Gambar IV.9 Media Pendukung: Flyer

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

IV.2.2 Merchandise  T-Shirt

T-Shirt ini hadir dalam warna putih. Desainnya cukup sederhana karena hanya terdiri dari gambar siger dan tulisan “The Book of Pengantin Sunda Priangan”. T-shirt diproduksi dari bahan cotton carded dengan ukuran Fit to size L.


(57)

51

Gambar IV.10 Media Pendukung: T-Shirt (Sumber: Dokumentasi pribadi)

 Gantungan Kunci

Desain gantungan kunci yaitu berbentuk daun dan terdapat gambar siger dan tulisan yang sama seperti halnya pada kaos. Materi utama gantungan kunci adalah plastik akrilik berukuran 5cmx6cm dengan rantai bermaterial besi.

Gambar IV.11 Media Pendukung: Gantungan Kunci (Sumber: Dokumentasi pribadi)

 Sticker

Tema Sticker dibuat identik dengan media pendukung lainnya. Terdapat tiga varian untuk sticker. Sticker dicetak menggunakan kertas sticker glossy berukuran 5x7cm.


(58)

52

Gambar IV.12 Media Pendukung: Sticker

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

 Mug

Mug didesain dengan warna coklat tua dan diberi gambar batik khas Priangan dan diberi tulisan “The Book of Pengantin Sunda Priangan” seperti halnya media pendukung lainnya. Mug berbahan keramik ini memiliki diameter 8cm dan tinggi sekitar 9cm.

Gambar IV.13 Media Pendukung: Mug (Sumber: Dokumentasi pribadi)


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Danton Sihombing, MFA (2003). Tipografi dalam Desain Grafis.

DEPDIKBUD. (1982). Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Barat. Jakarta

Jamaludin. (2011). Estetika Sunda dan Implementasinya dalam Desain Kontemporer. Bandung: Yayasan Kebudayaan Rancages. Jaya, Brillianto. (2009). Dunia Tanpa Simbol.

http://notenggakpenting.blogspot.co.id/2009/02/dunia-tanpa-simbol.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.

Natawisastra, Mas. (1978). Saratus Paribasa Jeung Babasan. Jakarta:

DEPDIKBUD Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah

Prawirasuganda, A. (1964). Upatjara Adat di Pasundan. Bandung: Sumur Bandung

Poerwadarminta, W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Surianto Rustian (2008). Layout Dasar dan Penerapannya. Sacini. (2010).Simbol Kesenian.

https://sacini.wordpress.com/2010/08/16/kesenian-kesenian. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2015.

Saleh, Erna. (2015). Perbedaan Simbol dan Lambang.

http://ernasalehnewaddres.blogspot.co.id/2015/06/perbedaan-simbol-dan-lambang.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.

Short, T.L. (2007). Peirce’s Theory of Sign. Cambridge: Cambridge Univ. Press. Wibisana, W., Zakarsih, R., Sumarsono, T. (1986). Arti Perlambang dan Fungsi

Tata Rias Pengantin dalam Menanamkan Nilai-nilai Budaya Daerah Jawa Barat. Bandung.


(60)

(61)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Syamsul Rizal

Tempat, tanggal lahir : Bandung, 1 November 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status : Belum kawin

Identitas : KTP no. 3204370111910001

Alamat : Kp. Cigembreng RT 04 / RW 06 No.101

Kec.Soreang Kab.Bandung 40912 Jawa Barat, INDONESIA

Nomor Kontak : 088218734424

E-Mail : benibongo@yahoo.com

Pendidikan Formal

1998 - 2004 : SDN Soreang 2 2004 - 2007 : SMPN 1 Soreang 2008 - 2011 : SMAN 1 Katapang


(1)

50  Flyer

Secara visual, flyer tidak jauh berbeda dengan poster, flyer merupakan media pendukung yang paling banyak dicetak karena memang cara penyebaran medianya sangat cepat dan dalam kuantiti yang banyak. Flyer berukuran A5 ini dicetak menggunakan kertas art paper 120 gram yang kemudian diberi finishing berupa laminating glossy.

Gambar IV.9 Media Pendukung: Flyer (Sumber: Dokumentasi pribadi)

IV.2.2 Merchandise  T-Shirt

T-Shirt ini hadir dalam warna putih. Desainnya cukup sederhana karena hanya terdiri dari gambar siger dan tulisan “The Book of Pengantin Sunda Priangan”. T-shirt diproduksi dari bahan cotton carded dengan ukuran Fit to size L.


(2)

51 Gambar IV.10 Media Pendukung: T-Shirt

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

 Gantungan Kunci

Desain gantungan kunci yaitu berbentuk daun dan terdapat gambar siger dan tulisan yang sama seperti halnya pada kaos. Materi utama gantungan kunci adalah plastik akrilik berukuran 5cmx6cm dengan rantai bermaterial besi.

Gambar IV.11 Media Pendukung: Gantungan Kunci (Sumber: Dokumentasi pribadi)

 Sticker

Tema Sticker dibuat identik dengan media pendukung lainnya. Terdapat tiga varian untuk sticker. Sticker dicetak menggunakan kertas sticker glossy berukuran 5x7cm.


(3)

52 Gambar IV.12 Media Pendukung: Sticker

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

 Mug

Mug didesain dengan warna coklat tua dan diberi gambar batik khas Priangan dan diberi tulisan “The Book of Pengantin Sunda Priangan” seperti halnya media pendukung lainnya. Mug berbahan keramik ini memiliki diameter 8cm dan tinggi sekitar 9cm.

Gambar IV.13 Media Pendukung: Mug (Sumber: Dokumentasi pribadi)


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Danton Sihombing, MFA (2003). Tipografi dalam Desain Grafis.

DEPDIKBUD. (1982). Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Barat. Jakarta

Jamaludin. (2011). Estetika Sunda dan Implementasinya dalam Desain Kontemporer. Bandung: Yayasan Kebudayaan Rancages. Jaya, Brillianto. (2009). Dunia Tanpa Simbol.

http://notenggakpenting.blogspot.co.id/2009/02/dunia-tanpa-simbol.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.

Natawisastra, Mas. (1978). Saratus Paribasa Jeung Babasan. Jakarta:

DEPDIKBUD Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah

Prawirasuganda, A. (1964). Upatjara Adat di Pasundan. Bandung: Sumur Bandung

Poerwadarminta, W.J.S. (1976). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Surianto Rustian (2008). Layout Dasar dan Penerapannya. Sacini. (2010).Simbol Kesenian.

https://sacini.wordpress.com/2010/08/16/kesenian-kesenian. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2015.

Saleh, Erna. (2015). Perbedaan Simbol dan Lambang.

http://ernasalehnewaddres.blogspot.co.id/2015/06/perbedaan-simbol-dan-lambang.html. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.

Short, T.L. (2007). Peirce’s Theory of Sign. Cambridge: Cambridge Univ. Press. Wibisana, W., Zakarsih, R., Sumarsono, T. (1986). Arti Perlambang dan Fungsi

Tata Rias Pengantin dalam Menanamkan Nilai-nilai Budaya Daerah Jawa Barat. Bandung.


(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Syamsul Rizal

Tempat, tanggal lahir : Bandung, 1 November 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Status : Belum kawin

Identitas : KTP no. 3204370111910001

Alamat : Kp. Cigembreng RT 04 / RW 06 No.101 Kec.Soreang Kab.Bandung 40912

Jawa Barat, INDONESIA Nomor Kontak : 088218734424

E-Mail : benibongo@yahoo.com

Pendidikan Formal

1998 - 2004 : SDN Soreang 2 2004 - 2007 : SMPN 1 Soreang 2008 - 2011 : SMAN 1 Katapang