c. Patofisiologi
Menurut Stoll 2001, infeksi faringitis diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi dua, yaitu dapat dilihat pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Klasifikasi infeksi faringitis secara klinis dan patofisiologis
Jenis Gejala dan Tanda
Patofisiologi
Faringitis akut
Mukosa dan tonsil merah,
malaise, nyeri tenggorok,
demam dan batuk Terjadi infiltrasi pada lapisan epitel,yang
apabila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi, terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfnuklear
Faringitis kronis Faringitis hipertrofi
Faringitis atrofi Faringitis granular
kronik Gatal, kering, berlendir
yang sukar dikeluarkan dari tenggorokan,
disertai batuk Tenggorokan terasa
kering dan tebal, mulut berbau
Pembengkakan folikel limfe pada dinding
faring
Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring granuler, tampak mukosa menebal
serta hipertrofi kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang faring posterior
2. Sekret Tenggorok
Spesimen sekret tenggorok diambil oleh dokter atau personel yang terlatih. Pasien harus duduk menghadap sumber cahaya yang kemudian lidah
ditekan dengan spatula, sebuah lidi kapas steril diusapkan dengan kuat pada tiap tonsil, melalui dinding belakang faring dan semua tempat yang meradang. Jika
spesimen tidak dapat diproses dalam 4 jam, usapan harus dimasukkan dalam media transpor misalnya, Amies atau Stuart Vandepitte, 2010.
Pemeriksaan tenggorokan dengan cara asupan tenggorok dilakukan untuk menentukan terapi antibiotik yang tepat. Pemeriksaan kultur ini memiliki
sensitivitas 90-95 untuk mendiagnosis, sehingga lebih diandalkan sebagai penentu penyebab faringitis Anjos et al., 2014.
3. Antibiotika
Antibiotika adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri Mitrea, 2008. Menurut Neal 2006, antibiotik
mempunyai toksisitas selektif sebagai bakteriostatik menghambat pertumbuhan
bakteri dan bakterisid membunuh bakteri sehingga bakteri terhadap antibiotik dapat menjadi sensitif dan resisten. Bakteri resisten jika organisme terus tumbuh
meskipun telah diberikan antibiotik, dan bakteri sensitif terhadap antibiotik apabila organisme tersebut dapat dihambat atau dimusnahkan Jawetz et al.,
2005.
Tabel 3. Antibiotika untuk pasien faringitis
Berdasarkan Organisme penyebab
Antibiotika Pedoman
penggunaan antibiotik RSUD
Dr. Moewardi tahun 2011
Streptococcus grup A
Rekomendasi terapi : penicillin oral
amoxycillin, ampicillin clindamycin, makrolida,
dan aminopenicillin yang dikombinasi inhibitor
β- laktamase.
Alternatif terapi : Cefalosporin oral,
cefotaxime, dan ciprofloxacin.
4. Resistensi bakteri
Resistensi adalah ketahanan mikroba terhadap antibiotik yang berupa resistensi alamiah. Kegagalan terapi antibiotik terjadi apabila bakteri telah resisten
terhadap antibiotik. Resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat dilihat pada tabel 4.
Menurut pedoman umum penggunaan antibiotik Kemenkes RI, 2011 resistensi bakteri terhadap antibiotik dibagi menjadi 5 yaitu :
a. Merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi
b. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik
c. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri
d. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel akibat perubahan sifat dinding sel
bakteri e.
Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari dalam sel melalui mekanisme transpor aktif ke luar sel.
5. Algoritme terapi faringitis