Program-program pembangunan internasional di Bangladesh salah sasaran Perbedaan persepsi dalam mendefinisikan kaum miskin

65 membayar utang-utangnya pada para pedagang dan menjual produk- produknya dengan harga yang baik” Yunus, 2007:51.

3. Program-program pembangunan internasional di Bangladesh salah sasaran

Program-program pembangunan internasional di wilayah pedesaan selalu terfokus pada petani dan pemilik lahan. Di Bangladesh, separuh dari jumlah penduduk jauh lebih miskin ketimbang petani marjinal. Petani yang tidak memiliki lahan umumnya menjadi buruh harian dengan upah termurah. Merekalah kaum perempuan melarat yang jika tidak punya pekerjaan akan mengemis. Selama 10 jam sehari, kaum perempuan miskin ini akan mengirik gabah dengan kakinya demi 40 sen AS,4. Kaum perempuan ini banyak yang janda karena suaminya meninggal, cerai, atau suaminya meninggalkannya pergi dengan anak-anak yang harus diberinya makan Yunus 2007: 41. Beberapa program pembangunan internasional yang salah sasaran, antara lain: 1 bantuan benih dan pupuk yang hanya diterima oleh para petani yang cenderung hidup layak dan bukannya kaum miskin, 2 kredit usaha tani yang hanya dapat dimanfaat oleh para petani dan tidak dapat dimanfaatkan oleh kaum miskin 3 kredit-kredit bank dunia yang hanya bisa dimanfaatkan oleh peminjam yang memiliki agunan, dan tidak dapat dimanfaatkan oleh kaum miskin yang tidak memiliki agunan. 66

4. Perbedaan persepsi dalam mendefinisikan kaum miskin

Saat Yunus mempelajari Jobra, birokrat pemerintah dan ilmuwan sosial tidak pernah mengklarifikasi siapa sesungguhnya ”si miskin” itu. Waktu itu, ”orang miskin” bisa berarti banyak hal. Bagi sebagian, istilah itu bisa mengacu pada pengangguran, orang buta huruf, orang tunakisma, atau orang tunawisma. Bagi yang lain, orang miskin adalah yang tidak bisa mendapatkan cukup pangan untuk menghidupi keluarganya selama setahun penuh. Sementara yang lainnya berpikir orang miskin adalah orang yang memiliki rumah gubuk beratap rumbia, yang menderita gizi buruk, atau yang tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya. Ketidakjelasan konseptual semacam ini sangat merugikan upaya- upaya mengentaskan kemiskinan. Satu hal, kebanyakan definisi kemiskinan mengabaikan perempuan dan anak-anak. Oleh karena itu, Yunus mendefinisikan kemiskinan dengan menambahkan kategori wilayah, pekerjaan, agama, latar belakang etnis, jenis kelamin, umur, dsb. Kriteria pekerjaan atau wilayah mungkin tidak bisa seterukur kriteria aset pendapatan, tetapi membantu dalam membuat sebuah matriks kemiskinan yang multidimensi Yunus, 2007: 42.

C. Model-model Pengentasan Kemiskinan