Kajian Hukum terhadap Pelunasan Kredit dengan Menyerahkan Jaminan kepada Bank dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Penelitian pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Kantor Wilayah VI Medan)

(1)

TESIS

Oleh

SUHAILI

097011058/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUHAILI

097011058/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

TBK. KANTOR WILAYAH VI MEDAN) Nama Mahasiswa : Suhaili

Nomor Pokok : 097011088

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 4. Notaris Rosniaty Siregar, SH, MKn


(5)

Nama : SUHAILI

NIM : 097011058

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : KAJIAN HUKUM TERHADAP PELUNASAN KREDIT

DENGAN MENYERAHKAN JAMINAN KEPADA

BANK DALAM MENYELESAIKAN KREDIT

BERMASALAH (PENELITIAN PADA PT. BANK

DANAMON INDONESIA TBK. KANTOR WILAYAH VI MEDAN)

Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan plagiat, apabila dikemudian hari diketahui tesis saya tersebut plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat

Medan,

Yang Membuat Pernyataan

Nama : SUHAILI NIM :097011058


(6)

penyerahan jaminan sebagai pelunasan kredit pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan, pelunasan dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dikaitkan dengan ketentuan yang ada, dan permasalahan yang timbul dalam pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dan upaya penyelesaiannya.

Penelitian ini bersifat deskripsi yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan cara pendekatanyuridis normatif. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan, Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berasal dari karangan ilmiah, buku-buku referensi dan informasi, akta perjanjian kredit dan sertifikat hak tanggungan, dan bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.

Proses penyerahan jaminan sebagai pelunasan kredit pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain dilakukan terlebih observasi dan penilaian kembali atas jaminan yang kreditnya macet tersebut, setelah itu diadakan kesepakatan antara debitor dan/ atau pemilik jaminan dengan bank untuk mengalihkan jaminan kepada pihak bank yang didahului dengan penandatanganan akta penyelesaian/ pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan, kemudian dilanjutkan dengan pengikatan jual beli, selanjutnya bank akan melunaskan kredit debitor dengan penerbitan surat keterangan lunas kepada debitor, selanjutnya pihak bank akan melakukan penjualan jaminan kepada pihak lain, baik di bawah tangan maupun melalui lelang sebagaimana diamanatkan dalam UUHT, UU Perbankan, Peraturan BI, Surat Edaran BI dan peraturan-peraturan terkait lainnya. Pelunasan dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dalam prakteknya selama ini secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meskipun ada beberapa langkah-langkah yang diambil belum menerapkan ketentuan hukum yang sepenuhnya dan cenderung menimbulkan risiko bagi bank itu sendiri. Permasalahan yang timbul dalam pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI umumnya diakibatkan karena biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan dalam proses penyerahan/ pengambilalihan jaminan, Upaya penyelesaiannya berbagai bentuk permasalahan tersebut di atas adalah melalui penerapan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan penyerahan jaminan/ pengambilalihan jaminan, yakni dengan melakukan observasi menyeluruh terhadap objek jaminan yang akan diambil alih dan terhadap pemilik jaminan tersebut.


(7)

debtor’s assets by the bank. The problems to be discussed in this study were the process of collateral submission as payment of credit to PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan, collateral submission to PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan related to the existing stipulation, and the constraints aroused in the payment of credit by submitting the collateral to PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan and its attempt of settlement.

The purpose of this descriptive study with normative juridical approach was to describe and analyze the problems mentioned above. The data for this study were the primary, secondary and tertiary legal materials related to the regulations of legislation, scientific writing, reference books, and information, credit agreement deed and certificate of right of guarantee, any legal materials directing and explaining the secondary legal materials such as general dictionary, dictionary of legal terms/law, journals, articles, magazines and so forth.

The process of submission of collateral as payment of credit to PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan was done in several stages such as observation, reappraisal of the collateral for the non-performing credit, making an agreement between the debtor and/or the owner of collateral and the bank to transfer the collateral to the bank which is preceded by endorsing the certificate of settlement/ payment of credit by submitting the collateral, followed by a trade binding, then the bank will state that the debtor’s credit has been paid by issuing a certificate of redemption for the debtor, then the bank will sell the collateral to the other party either underhanded or through auction as mandated in Law on HT, Law on Banking, Regulation of Bank Indonesia, Circulars of Bank Indonesia and the other related regulations. In general, the practice of paying the credit by submitting the collateral to the bank at PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan is in accordance with the provisions of the existing law even though several steps taken have not yet applied full legal stipulation and tend to inflict risk to the bank itself. The problem that aroused in the paying off the credit by submitting collateral to the bank at PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan is usually caused by the high cost should be spent in the process of collateral submission/transfer. The attempt to settle various forms of the problems mentioned above was done by applying efficiency and effectiveness in the implementation of collateral submission/take over by doing an overall observation on the collateral object which will be taken over and the owner of the collateral.


(8)

berkat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Kajian Hukum terhadap Pelunasan Kredit dengan Menyerahkan Jaminan kepada Bank dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Penelitian pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Kantor Wilayah VI Medan)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku ketua pembimbing, Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum selaku anggota pembimbing, juga Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn dan Ibu Notaris Rosniaty Siregar, SH, MKn selaku para anggota penguji yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Juga semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.


(9)

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.

6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama menjalani pendidikan.


(10)

8. Keluarga tercinta, H. M. Yakub Nasution dan Hj. Sofiah Lubis selaku orang tua, Ir, Indra Mulia Lubis dan Hj. Lisdawaty Dalimunthe selaku mertua, serta Drg. Lira Fasyamuju Lubis, dan buah hati Yandra Habibie Nasution, istri dan anak Penulis yang telah menyayangi dan memotivasi Penulis dalam penyelesaian studi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 9. Rekan-rekan Mahasiswa dan Mahasiswi di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, khususnya angkatan tahun 2009 dan Kelas A yang telah banyak memberikan motivasi kepada Penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapa Penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis mendapat balas yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin

Medan, Januari 2012 Penulis,


(11)

B. Tempat Tanggal Lahir : Purbabaru, 25 Juni 1972 C. Jenis Kelamin : Pria

D. Tinggi Badan : 167 cm E. Berat Badan : 75 Kg F. Status : Menikah G. Kewarganegaraan : Indonesia H. Agama : Islam

I. Alamat Rumah : Jln. Karya Kasih, Gg. Kasih Dalam No. 14, Kel. P. Mashur, Kec. Medan Johor, Medan L. Nama Bapak : H. M. Yakub Nasution

M. Nama Ibu : Hj. Sofiah Lubis

II. RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL

A. SD Negeri 112162 Tamat Tahun 1985 B. SMP Negeri Kayulaut Tamat Tahun 1988 C. SMU Negeri Panyabungan Tamat Tahun 1991

D. S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara Medan Tamat Tahun 1995 E. S2 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU Tamat Tahun 2012

III. RIWAYAT PENDIDIKAN INFORMAL

1. Pendidikan Advokat/Pengacara - Medan, Nopember 1996

2. Training Penyehatan Kredit Bermasalah - Medan, 10 Nopember 1998 3. Training Pelayanan Prima-1, Medan, 9 Nopember 2000

4. Legal Drafting dan Legal Opini - Ciawi, Bogor, 28 April 2003

5. Danamon Legal Counsel Program - Ciawi, Bogor, Maret 2003 s/d Agustus 2003 6. Recovery Training Program (Advanced Negotiation Skill, Litigation Process, Asset

Based finance, Direct Auction), Jakarta, 2005 7. Workshop kredit bermasalah - Bogor, 2006.


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 14

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian... 16

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi ... 20

1. Kerangka Teori... 20

2. Kerangka Konsepsi ... 30

G. Metode Penelitian... 31

BAB II PROSES PENYERAHAN JAMINAN SEBAGAI PELUNASAN KREDIT PADA PT. BANK DANAMON INDONESIA TBK. WILAYAH VI MEDAN...36

A. Pengertian dan Unsur-unsur Jaminan Kredit ... 36


(13)

BAB III PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN

MENYERAHKAN JAMINAN KEPADA BANK PADA PT.

BANK DANAMON INDONESIA TBK. WILAYAH VI MEDAN

DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERBANKAN... 74

A. Timbulnya Kredit Bermasalah ... 74

B. Penggolongan Kredit Bermasalah... 78

C. Dampak Kredit Bermasalah ... 79

D. Upaya Penyelamatan Dan Penyelesaian Kredit Bermasalah ... 82

E. Penyerahan Agunan oleh Debitor/ Pengambilalihan Agunan oleh Bank dalam Perspektif Undang-Undang Perbankan... 90

BAB IV PERMASALAHAN YANG TIMBUL DALAM PELUNASAN KREDIT DENGAN MENYERAHKAN JAMINAN KEPADA BANK PADA PT. BANK DANAMON INDONESIA TBK. WILAYAH VI... 96

A. Hambatan-Hambatan Hukum... 96

B. Upaya Mengatasi Hambatan-hambatan melalui Penerapan Efisiensi dan Efektifitas ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran... 111


(14)

penyerahan jaminan sebagai pelunasan kredit pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan, pelunasan dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dikaitkan dengan ketentuan yang ada, dan permasalahan yang timbul dalam pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dan upaya penyelesaiannya.

Penelitian ini bersifat deskripsi yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan cara pendekatanyuridis normatif. Sumber data dalam penelitian ini berasal dari bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan, Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang berasal dari karangan ilmiah, buku-buku referensi dan informasi, akta perjanjian kredit dan sertifikat hak tanggungan, dan bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.

Proses penyerahan jaminan sebagai pelunasan kredit pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dilakukan dalam beberapa tahapan, antara lain dilakukan terlebih observasi dan penilaian kembali atas jaminan yang kreditnya macet tersebut, setelah itu diadakan kesepakatan antara debitor dan/ atau pemilik jaminan dengan bank untuk mengalihkan jaminan kepada pihak bank yang didahului dengan penandatanganan akta penyelesaian/ pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan, kemudian dilanjutkan dengan pengikatan jual beli, selanjutnya bank akan melunaskan kredit debitor dengan penerbitan surat keterangan lunas kepada debitor, selanjutnya pihak bank akan melakukan penjualan jaminan kepada pihak lain, baik di bawah tangan maupun melalui lelang sebagaimana diamanatkan dalam UUHT, UU Perbankan, Peraturan BI, Surat Edaran BI dan peraturan-peraturan terkait lainnya. Pelunasan dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dalam prakteknya selama ini secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meskipun ada beberapa langkah-langkah yang diambil belum menerapkan ketentuan hukum yang sepenuhnya dan cenderung menimbulkan risiko bagi bank itu sendiri. Permasalahan yang timbul dalam pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI umumnya diakibatkan karena biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan dalam proses penyerahan/ pengambilalihan jaminan, Upaya penyelesaiannya berbagai bentuk permasalahan tersebut di atas adalah melalui penerapan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan penyerahan jaminan/ pengambilalihan jaminan, yakni dengan melakukan observasi menyeluruh terhadap objek jaminan yang akan diambil alih dan terhadap pemilik jaminan tersebut.


(15)

debtor’s assets by the bank. The problems to be discussed in this study were the process of collateral submission as payment of credit to PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan, collateral submission to PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan related to the existing stipulation, and the constraints aroused in the payment of credit by submitting the collateral to PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan and its attempt of settlement.

The purpose of this descriptive study with normative juridical approach was to describe and analyze the problems mentioned above. The data for this study were the primary, secondary and tertiary legal materials related to the regulations of legislation, scientific writing, reference books, and information, credit agreement deed and certificate of right of guarantee, any legal materials directing and explaining the secondary legal materials such as general dictionary, dictionary of legal terms/law, journals, articles, magazines and so forth.

The process of submission of collateral as payment of credit to PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan was done in several stages such as observation, reappraisal of the collateral for the non-performing credit, making an agreement between the debtor and/or the owner of collateral and the bank to transfer the collateral to the bank which is preceded by endorsing the certificate of settlement/ payment of credit by submitting the collateral, followed by a trade binding, then the bank will state that the debtor’s credit has been paid by issuing a certificate of redemption for the debtor, then the bank will sell the collateral to the other party either underhanded or through auction as mandated in Law on HT, Law on Banking, Regulation of Bank Indonesia, Circulars of Bank Indonesia and the other related regulations. In general, the practice of paying the credit by submitting the collateral to the bank at PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan is in accordance with the provisions of the existing law even though several steps taken have not yet applied full legal stipulation and tend to inflict risk to the bank itself. The problem that aroused in the paying off the credit by submitting collateral to the bank at PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, Regional VI Medan is usually caused by the high cost should be spent in the process of collateral submission/transfer. The attempt to settle various forms of the problems mentioned above was done by applying efficiency and effectiveness in the implementation of collateral submission/take over by doing an overall observation on the collateral object which will be taken over and the owner of the collateral.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Arah kebijakan pembangunan bidang ekonomi sesuai dengan GBHN adalah mempercepat pemulihan ekonomi dan mewujudkan landasan pembangunan yang lebih kukuh bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan diprioritaskan berdasarkan sistem pembangunan di bidang ekonomi.1Hal tersebut selaras dengan arah, kebijakan pembangunan di bidang hukum yang antara lain menyeimbangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam menghadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional.2

Upaya pembangunan ekonomi tersebut bukanlah semata-mata menjadi tugas pemerintah, tetapi sektor swasta juga memegang peranan yang sangat besar. Sektor swasta, baik perorangan maupun badan hukum dapat ikut melaksanakan pembangunan selain dari modal sendiri juga yang sangat diperlukan adalah pembiayaan yang diperoleh dari pengucuran kredit oleh bank. Dalam hal ini perbankan berfungsi sebagai pranata yang strategis dalam kegiatan perekonomian, karena kegiatan usahanya terutama menghimpun dana dan menyalurkan kredit. Secara etimologi kredit dapat diartikan pada dua kegiatan, yaitu menjual dengan kredit atau membeli dengan kredit. Kesamaan dari pengertian di atas terletak pada

1 Propenas 2000-2004,

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal. 21.


(17)

kegiatan pembayarannya, yaitu pembayaran yang dilakukan dengan angsuran. Istilah kredit berasal dari bahasa Romawicredere yang berarti percaya. Jadi seseorang yang telah mendapatkan kredit dari bank berarti ia telah mendapatkan kepercayaan dari bank tersebut.3

Bank sebagai badan usaha dalam memberikan kredit kepada nasabahnya berusaha mendapatkan keuntungan. Dalam menjalankan usahanya, risiko yang mungkin timbul akibat pemberian kredit yaitu tidak kembalinya pinjaman yang telah diberikan. Risiko kredit merupakan risiko yang paling berpotensi dari seluruh potensi kerugian bank. Menurut Bank Indonesia dalam pedoman penerapan perkreditan, bank dalam melakukan pengelolaan kredit dengan cara mengidentifikasi, mengukur, memonitor, mengontrol risiko kredit, serta memastikan tersedianya modal yang cukup dan dapat diperoleh kompensasi yang sesuai atas risiko yang timbul.4 untuk melindungi bank dari kerugian, maka dalam Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan bahwa segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan.5 Hal tersebut lebih dikenal dengan jaminan.

3Djuhaendah Hasan, Lembaga Kebendaan bagi Tanah dan Benda lain yang Melekat pada

Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 140.

4Bank Indonesia,Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di Perbankan Indonesia, (Jakarta: 2001), hal. 3.

5Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. Ke-34, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1985), Pasal 1131.


(18)

Mengingat pemberian fasilitas kredit ini memerlukan jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut, lembaga jaminan ini memerlukan perhatian khusus dalam pembinaan hukumnya. Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan adalah konsekuensi logis yang merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan.6

Oleh karena lembaga jaminan bertugas untuk melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, maka jaminan yang baik adalah:7

1. Jaminan yang secara mudah membantu perolehan kredit oleh pihak yang memerlukannya

2. Jaminan yang tidak melemahkan potensi/ kekuatan si pencari kredit untuk melakukan/ meneruskan usahanya

3. Jaminan yang memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat dengan mudah diuangkan untuk menerima utang si pemohon kredit. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian kredit untuk melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank dan disalurkan dalam bentuk kredit harus memperhatikan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang berbunyi sebagai berikut:

6 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia (Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan), (Yogyakarta: Liberty, 1980), hal. 1.


(19)

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan debitor untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Berdasarkan penjelasan Pasal tersebut, kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam setiap pemberian kredit atau pembiayaan yang sehat sebaiknya dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap berbagai aspek. Asas yang digunakan dalam melakukan pertimbangan tersebut dikenal dengan sebutan theFive C’s of Credit Analysisatau prinsip 5 C, yang meliputi:8

1. Watak (Character) 2. Kemampuan (Capacity) 3. Modal (Capital)

4. Jaminan (Collateral), dan

5. Kondisi ekonomi (Condition of Economy).

Konsep 5 C ini pada prinsipnya akan dapat memberikan informasi mengenai itikad baik dan kemampuan membayar debitor untuk melunasi kembali pinjaman berikut bunga dan beban lainnya.9

8Teguh Puji Mulyono,Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial, Cet. III, (Yogyakarta: BPFE, 1993), hal. 11.

9Rachmadi Usman,Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 246.


(20)

Apabila bank telah memperoleh keyakinan atas kemampuan debitor untuk mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan yang lazim disebut dengan agunan pokok. Namun untuk mengamankan kepentingan bank selaku kreditor dalam hal debitor wanprestasi, bank tidak dilarang untuk meminta agunan tambahan di luar agunan pokok. Dalam prakteknya setiap memberikan fasilitas kredit, bank selalu meminta debitor menyerahkan jaminan untuk menjamin pelunasan utang debitor.

Benda yang dapat dijadikan objek jaminan dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Benda tersebut juga harus memiliki nilai ekonomis sehingga mudah diuangkan sewaktu-waktu oleh kreditor jika debitor melakukan wanprestasi. Pada umumnya benda yang diserahkan antara lain hak atas tanah, rumah/ bangunan, emas, deposito, mesin-mesin, bahan baku, stok barang dagangan dan sebagainya. Jaminan berupa hak atas tanah adalah jaminan yang lebih diminati oleh bank karena memberikan kepastian dan perlindungan bagi kreditor karena adanya ketentuan hukum yang lebih jelas dan nilai ekonomis yang pada umumnya terus meningkat.

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT), objek hak tanggungan harus telah dimiliki oleh pemberi hak tanggungan pada saat hak tanggungan dibebankan. Hak atas tanah yang baru akan dipunyai oleh seseorang di kemudian hari tidak dapat dijaminkan dengan hak tanggungan bagi pelunasan suatu utang. Begitu juga tidaklah mungkin untuk membebankan hak tanggungan pada suatu


(21)

hak atas tanah yang baru akan ada di kemudian hari.10 Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam Pasal 8 ayat (2) UUHT yang menentukan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Hal ini dikarenakan lahirnya hak tanggungan adalah pada saat didaftarnya hak tanggungan tersebut, maka kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan pada saat pembuatan buku tanah hak tanggungan. Untuk itu harus dibuktikan keabsahan kewenangan tersebut pada saat didaftarnya hak tanggungan yang bersangkutan.

Meskipun hak tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang telah ada, sepanjang hak tanggungan itu dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah, ternyata Pasal 4 ayat (4) UUHT memungkinkan hak tanggungan dapat dibebankan pula atas benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sekalipun benda-benda tersebut belum ada, tetapi baru akan di kemudian hari. Berdasarkan Pasal 4 ayat (4) UUHT, Hak Tanggungan dapat dibebankan bukan saja pada hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan, tetapi juga berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut. Bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut adalah dimaksudkan oleh UUHT sebagai “benda-benda yang berkaitan dengan tanah”.

10 Sutan Remy Sjahdeni,

Hak Tanggungan: Asas-asas Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), (Bandung: Alumni, 1999), hal. 25.


(22)

Pemberian kredit oleh bank memerlukan persyaratan yang dituangkan dalam suatu perjanjian kredit. Perjanjian yang merupakan hubungan hukum ini pada prinsipnya harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.11

Perjanjian kredit bank hingga saat ini belum terdapat pengaturannya secara khusus sehingga dalam pelaksanaannya diserahkan kepada kehendak para pihak yang mengikatkan diri. Dalam mengikatkan diri, debitor lebih diarahkan oleh bank untuk menyesuaikan dengan fasilitas-fasilitas kredit yang dapat diberikan oleh bank. Dalam berbagai fasilitas kredit dirumuskan klausula-klausula sebagai bentuk prestasi dan kontra prestasi yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak. Klausula yang disusun memiliki urgensi yang sangat besar bagi bank untuk menjamin pengembalian kredit tepat pada waktunya.12

Kredit bermasalah bagi perbankan merupakan persoalan yang hingga saat ini belum ada suatu formulasi yang mumpuni. Penanganan kredit bermasalah oleh kreditor dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik melalui proses litigasi maupun pendekatan non litigasi, hasilnya masih jauh dari harapan. Sementara itu dengan semakin meningkatnya jumlah kredit bermasalah hingga menekankan perbankan

11Suharnoko,

Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 1. 12 Johanes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral dalam Upaya Penyelesaian Kredit


(23)

pada kondisi sulit sebagai konsekuensinya banyak diketengahkan berbagai kiat baru yang dilakukan bank untuk menagih kredit bermasalah.

Melalui praktek penyelesaian kredit bermasalah melalui pengadilan, bank sering mengalami kendala untuk menegakkan haknya terhadap penerapan hukum yang masih diatur oleh aturan-aturan zaman Belanda, seperti KUHD dan KUH Perdata ataupun aturan-aturan lain yang dianggap semakin usang. Di samping itu terdapat sesuatu yang keliru dalam proses pembentukan undang-undang yang terkesan bertele-tele, lamban dan kurang memenuhi opini publik, dan gambaran bahwa wakil rakyat yang berperan besar dalam pembentukan undang-undang yang menguasai persoalan secara baik, sehingga semakin menambah kurang kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Sistem hukum semakin rumit sehingga yurisprudensi banyak dijadikan sebagai alternatif untuk memproduksi hukum. Yurisprudensi yang digunakan oleh para hakim sering ditafsirkan secara sempit.13

Undang-undang yang dibentuk sebagai pelaksanaan dari Pasal 51 UUPA adalah UUHT yang diundangkan dan diberlakukan pada 9 April 1996. UUHT telah mengatur cara yang dapat dilakukan apabila kreditor/ bank menghadapi kredit yang bermasalah, antara lain dengan memberikan hak kepada kreditor pemegang hak tanggungan untuk melakukan eksekusi terhadap objek hak tanggungan dengan cara menjual benda objek jaminan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum seperti ditegaskan di dalam Pasal 6 UUHT yang menyebutkan bahwa:

13 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 12.


(24)

“Apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”

Menurut ketentuan KUH Perdata, kekuasaan menjual sendiri objek jaminan harus diperjanjikan terlebih dahulu, berbeda dengan pengaturan dalam UUHT yang memberikan secara langsung kekuasan untuk menjual sendiri objek hak tanggungan, seperti yang diatur dalam Pasal 6 UUHT. Dengan adanya ketentuan Pasal 6 UUHT, diharapkan penyelesaian kredit bermasalah dengan cara eksekusi objek jaminan dapat lebih optimal, sesuai dengan salah satu ciri dari hak tanggungan, yaitu mudah dan pasti dalam eksekusinya.

Mengenai kuat tidaknya pengikatan jaminan berupa hak tanggungan dimulai dengan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tangungan (SKMHT) yang wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan format standar sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah dan Hak Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan. Substansi SKMHT dibatasi, yaitu hanya memuat perbuatan hukum membebankan hak tanggungan, tidak memuat hak untuk menggantikan penerima kuasa melalui pengalihan. Di samping membatasi mengenai substansinya, untuk mencegah berlarut-larutnya pemberian kuasa dan


(25)

tercapainya kepastian hukum, SKMHT itu juga dibatasi jangka waktu berlakunya sesuai dengan ketentuan dari Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996. Apabila persyaratan tentang jangka waktu itu tidak dipenuhi, maka SKMHT itu batal demi hukum. SKMHT diperlukan jika pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan PPAT. Pemberi hak tanggungan wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasa dengan SKMHT yang berbentuk akta otentik. Apabila pemberi hak tanggungan langsung memberikan hak tanggungan dengan menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) maka SKMHT tidak diperlukan, kemudian dilakukan pembebanan hak tanggungan yang ditandai dengan pembuatan APHT.

APHT adalah akta otentik yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT yang ditandatangani kreditor sebagai penerima hak tanggungan dan pemilik hak atas tanah yang dijaminkan. APHT merupakan bentuk standar yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dipergunakan oleh PPAT. APHT ditandatangani oleh pemilik jaminan di hadapan PPAT kemudian didaftarkan pada Kantor Pertanahan oleh PPAT. Kantor Pertanahan kemudian menerbitkan sertipikat hak tanggungan untuk diberikan kepada kreditor pemegang hak tanggungan.14

Pembuatan APHT ini menandai bahwa berdasarkan kesepakatan antara kreditor dan debitor, debitor telah menyerahkan jaminan hak tanggungan kepada kreditor untuk menjamin pelunasan hutang debitor apabila terjadi hal-hal yang tidak


(26)

sesuai dengan isi perjanjian kredit, yakni salah satunya berupa terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet. Melalui penyerahan ini tentunya hak-hak kreditor untuk menerima pelunasan dari debitor dapat terlindungi, sehingga risiko kerugian kreditor akibat kredit bermasalah debitor dapat dihindari.

Apabila kredit yang disalurkan oleh bank macet, hal inilah yang menjadi permasalahan bagi bank. Dengan demikian, berarti debitor sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian kredit yang dilakukan antara debitor dengan bank (kreditor), sehingga salah satu upaya yang dilakukan oleh bank untuk menyelamatkan dana yang telah digunakan oleh debitor adalah melalui eksekusi atas jaminan debitor yang diikat melalui pengikatan jaminan, seperti hak tanggungan, namun dalam prakteknya tidaklah semudah dan setegas apa yang diatur dalam undang-undang dan peraturan yang terkait lainnya.

Salah satu bentuk penyelesaian kredit macet yang dilakukan oleh bank adalah melalui penyerahan jaminan debitor kepada bank atau pengambilalihanasset debitor oleh bank. Praktek pelaksanaan penyerahan jaminan ini dilakukan karena terdapatnya berbagai hambatan atau kendala dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan yang merugikan pihak bank sebagai kreditor serta salah satu upaya jangka pendek bank untuk mengatasi tingginya jumlah kredit macet yang berpengaruh besar terhadap kelangsungan usaha bank itu sendiri.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 A ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998


(27)

menyatakan bahwa “Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan umum maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah/ debitor tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli wajib dicairkan secepatnya.

Berdasarkan ketentuan tersebut, unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah 1. Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan

2. Dilakukan melalui pelelangan maupun di luar pelelangan 3. Berdasarkan penyerahan sukarela oleh pemilik agunan

4. Berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan 5. Debitor tidak memenuhi kewajiban kepada bank

6. Agunan yang dibeli wajib dicairkan secepatnya.

Dengan demikian, dalam rangka penyelesaian kredit macet, bank dapat membeli sebagian atau seluruh agunan melalui:

1. Pelelangan

2. Di luar pelelangan, berdasarkan penyerahan sukarela oleh pemilik agunan, atau kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan

Dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya. Ketentuan bank dapat membeli sebagian atau seluruh agunan di luar pelelangan merupakan ketentuan yang penyempurnaan dari ketentuan yang mengatur hal yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf ketentuan UU No. 7 Tahun 1992


(28)

tentang Perbankan. Melalui penyempurnaan tersebut dimaksudkan untuk membantu bank agar mempercepat penyelesaian kewajiban nasabah/ debitornya.

Dalam prakteknya, penyelesaian kredit melalui penyerahan jaminan ini cukup menyulitkan bank, khususnya bank swasta. Hal ini disebabkan karena berbagai ketentuan umum dalam Pasal 12 UUHT yang menyebutkan bahwa objek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh kreditor apabila debitor cidera janji. Selain itu, ketentuan tentang status hak milik atas tanah dan bangunan menurut UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 yang tidak dapat dimiliki oleh badan hukum swasta nasional juga cukup menyulitkan bank. Oleh karena itu penyerahan jaminan secara sukarela dari debitor/ pemilik jaminan kepada pihak bank dilakukan dengan cara memakai nama karyawan yang ditunjuk oleh bank.

Penyelesaian kredit macet melalui penyerahan jaminan telah lama digunakan oleh bank-bank di Indonesia, salah satunya dilakukan oleh Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN) untuk mengatasi bank-bank bermasalah di Indonesia pada akhir tahun 1990-an. Umumnya penyerahan jaminan dilakukan terhadap jaminan-jaminan berupa tanah dan bangunan serta benda-benda bergerak lainnya yang digunakan oleh debitor dalam kegiatan usahanya, seperti mesin pabrik, kendaraan dan lain-lain. Namun tidak semua jaminan tersebut serta merta dapat diambil alih oleh bank apabila debitor wanprestasi. Akan tetapi melalui berbagai proses hukum dan pertimbangan bank apakah jaminan/ agunan yang diambil alih bermanfaat bagi bank atau tidak.


(29)

Dalam prakteknya sendiri pelaksanaan penyerahan jaminan ini juga tidak terlepas dari berbagai masalah, terutama menyangkut kepentingan pihak ketiga yang secara tidak langsung berkaitan dengan jaminan atas tanah yang diikat dengan hak tanggungan tersebut. Selain itu, pelaksanaan penyerahan jaminan itu sendiri hanya bersifat sementara sebelum dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli.

Setelah melihat berbagai hal-hal tersebut di atas yang melatarbelakangi timbulnya praktek pelaksanaan eksekusi hak tanggungan melalui penyerahan jaminan/ pengambilalihan jaminan oleh pihak kreditor (bank) dan berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan penyerahan jaminan tersebut, di dalam penelitian ini akan diuraikan praktek pelaksanaan penyerahan jaminan oleh debitor kepada pihak bank sebagai salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada bank, khususnya di PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, adapun latar permasalahan dalam penelitian tesis ini adalah:

1. Bagaimanakah proses penyerahan jaminan sebagai pelunasan kredit pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan?

2. Apakah pelunasan dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan telah sesuai dengan ketentuan yang ada?


(30)

3. Permasalahan apa sajakah yang timbul dalam pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dan bagaimana upaya penyelesaiannya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses penyerahan jaminan sebagai pelunasan kredit pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan.

2. Untuk mengetahui pelunasan dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan telah sesuai dengan ketentuan yang ada.

3. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul dalam pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada bank pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan dan upaya penyelesaiannya.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat menambah referensi atau khasanah kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya hukum jaminan kredit perbankan.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi penelitian yang akan datang apabila sama bidang penelitiannya.


(31)

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai pelaksanaan lembaga jaminan kredit perbankan di dalam masyarakat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum jaminan kredit perbankan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Kajian Hukum terhadap Pelunasan Kredit dengan Menyerahkan Jaminan kepada Bank dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Penelitian pada PT. Bank Danamanon Indonesia Tbk. Kantor Wilayah VI Medan)” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut “asli” sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang “Kajian Hukum terhadap Pelunasan Kredit dengan Menyerahkan Jaminan kepada Bank dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah (Penelitian pada PT. Bank Danamanon Indonesia Tbk. Kantor Wilayah VI Medan)”, dan juga pemeriksaan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, ternyata penelitian ini belum pernah dilakukan dalam topik


(32)

dan permasalahan yang sama oleh peneliti lainnya baik di lingkungan Universitas sumatera Utara maupun Perguruan Tinggi lainnya.

Beberapa penelitian yang telah ada sebelumnya yang juga berkaitan dengan dengan penelitian ini adalah:

1. Kiki Riahma (002111044), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Fungsi dan Kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam Perjanjian Kredit (Suatu Penelitian di PT. Bank Bukopin Cabang Medan)”. Adapun permasalahan yang diteliti adalah:

a. Apakah fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996?

b. Bagaimana hambatan-hambatan dalam pelaksanaan membuat Akta Pembebanan Hak Tanggungan sesudah dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam praktek Perbankan?

c. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan bila terjadi kredit macet sebelum jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan berakhir? 2. Nur Asmalina Siregar (017011047), Magister Kenotariatan Universitas

Sumatera Utara, dengan judul “Penyelesaian Kredit Macet Melalui Penjualan Di Bawah Tangan Benda Jaminan Yang Diikat Dengan Hak Tanggungan (Studi Kasus Terhadap Praktek Perbankan di Kota Medan)”. Adapun permasalahan yang diteliti adalah:


(33)

a. Apakah faktor-faktor dan dasar hukum yang digunakan dalam melaksanakan penjualan di bawah tangan?

b. Bagaimana pelaksanaan penjualan di bawah tangan benda jaminan yang diikat dengan hak tanggungan?

c. Bagaimana kekuatan hukum hak atas benda jaminan pasca penjualan di bawah tangan bagi pihak ketiga?

3. Asido Sihombing (077011005), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Analisis Yuridis terhadap Gross Akta Notaris sebagai Pengikatan Jaminan Dikaitkan Dengan Kredit Macet (Studi di Kota Medan). Adapun permasalahan yang diteliti adalah:

a. Apakah eksekusi terhadap objek jaminan kredit dapat dilakukan kreditor berdasarkan gross akta pengakuan hutang yang dibuat oleh notaris?

b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kreditor dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan kredit berdasarkan gross akta yang dibuat oleh notaris?

c. Bagaimanakah kepastian hukum terhadap gross akta dalam pelaksanaan eksekusi sebagai penyelesaian kredit macet?

4. Ermalia Tarigan (027011017), Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Eksekusi Barang Jaminan oleh Bank dalam Penyelesaian Kredit Macet (Studi Kasus pada Bank “D” di Medan). Adapun permasalahan yang diteliti adalah:


(34)

a. Apakah yang menyebabkan terjadinya kredit macet pada bank “D” di Medan?

b. Bagaimanakah proses eksekusi barang jaminan dalam penyelesaian kredit macet pada bank “D” di Medan?

c. Bagaimanakah bank tersebut menyelesaikan kredit macet apabila timbul kendala dalam proses eksekusi barang jaminan?

5. Mahadi (077011040), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Aspek Juridis Penanganan Kredit Bermasalah di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Medan Putri Hijau. Adapun permasalahan yang diteliti adalah: a. Bagaimanakah relevansi aspek juridis dalam penanganan kredit

bermasalah di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk?

b. Bagaimanakah analisis aspek juridis dalam penanganan kredit bermasalah di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk?

c. Bagaimanakah upaya juridis dalam penanganan kredit bermasalah guna melindungi bisnis PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk?

Dengan demikian jika diperhadapkan permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu penelitian adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.


(35)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,15 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.16 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.17

Fungsi teori di dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan arahan/ petunjuk dan menjelaskan hal yang akan diteliti, sehingga oleh karena penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori ini diarahkan secara khas ilmu hukum, dan secara khusus pada masalah Perjanjian Kredit sebagai dasar dari timbulnya Kuasa Menjual objek jaminan tersebut. Teori juga memiliki fungsi untuk dapat memahami bahwa pemberian Kuasa Menjual objek jaminan dalam perjanjian kredit sebagai kaidah hukum telah ditentukan dan diatur pula di dalam peraturan perundang-undangan (khususnya KUH Perdata).

Dalam penelitian yang dilakukan ini, kerangka teori yang dipakai oleh adalah:18

15M. Hisyam, J.J.J.M Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: FE UI, 1996), hal. 203.

16Ibid.,hal. 16 17M Solly Lubis,

Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. 18 Komar Andasasmita, Notaris II, Contoh akta Otentik dan Penjelasannya, (Daerah Jawa Barat: Ikatan Notaris Indonesia, 1990), hal. 482.


(36)

a. Teori Mandat, Menurut teori mandat pelaksanaan penjualan yang dilakukan oleh kreditor dalam hal wanprestasi berdasarkan kuasa menjual terdapat unsur perwakilan, oleh karenanya kreditor di dalam melakukan penjualan adalah bertindak mewakili dan selaku kuasa dari debitor/ pemilik jaminan.

b. Teori Eksekusi yang disederhanakan, menurut teori eksekusi yang disederhanakan dalam pelaksanaan penjualan yang dilakukan oleh kreditor tidak terdapat unsur perwakilan, melainkan kreditor bertindak guna memperoleh haknya sendiri, bukan untuk kepentingan debitor, bahkan dalam hal ini bertentangan dengan kepentingan debitor.

Untuk meminimalkan tingkat pembiayaan bermasalah salah satu proses yang sangat penting adalah pada saat analisis kredit. Terdapat tiga fungsi yang menyertai proses kredit, yaitu:19

a. Business developmentdan analisis kredit

Aktivitas Business development terkonsentrasi untuk mengidentifikasi debitor yang memiliki potensi lancar dan membangun hubungan dalam kredit.

Analisis kredit adalah proses untuk menaksir risiko termasuk di antaranya adalah melakukanreviewdata finansial debitor.

b. Eksekusi kredit dan administrasi

Secara formal staf kredit menerima atau menolak pengajuan kredit dan melakukan dokumentasi kredit


(37)

c. Reviewkredit

Petugas kredit akan melakukan reviewkredit secara periodik terutama ketika masa kredit perlu diperbaharui. Pada saat review tersebut, mungkin masa kredit perlu diubah dan disesuaikan dengan perubahan status debitor.

Sebelum memberikan kredit, pihak kreditor biasanya melakukan penelitian terlebih dahulu terhadapCharacter(watak).Capacity(kemampuan),Capital(modal),

Collateral (agunan) dan Condition of Economic (prospek usaha debitor) atau yang lebih dikenal dengan istilah 5C. Sebelum melakukan pemberian kredit, sekurang-kurangnya kreditor harus melakukan analisis kelayakan usaha melalui penerapan faktor 5C serta penilaian terhadap aspek kemampuan membayar, yakni:20

a. Character

Faktor ini menyangkut kemauan debitor untuk membayar kembali kreditnya. Kemauan debitor dapat dilihat dari track record pembayaran pinjaman sebelumnya maupun pertimbangan terhadap latar belakang pendidikan dan pengalaman dalam bisnis.

b. Capacity

Faktor ini untuk menjawab pertanyaan “can he pay?” atau kemampuan debitor untuk membayar kreditnya. Kemampuan ini dapat dilihat dari cash flow. Sejarah pembayaran juga akan menjadi pertimbangan untuk melihat kemungkinan pembayaran yang akan datang.


(38)

c. Capital

Capital diperlukan untuk menjawab pertanyaan “how much can he pay?”

Capital juga dapat diartikan jumlah uang yang diinvestasikan dalam bisnis tersebut dan besarnya risiko yang perlu ditanggung ketika bisnis tersebut gagal.

d. Condition of Economy

Penilaian faktor ini menyangkut kondisi bisnis seperti tujuan peminjaman ataupun kondisi eksternal yang berada di luar kendali debitor seperti kondisi ekonomi dan tingkat persaingan usaha.

e. Collateral

Apabila terjadi suatu kegagalan oleh debitor yang menyebabkan macetnya kredit, pemberi pinjaman akan menggunakan agunan (collateral) untuk melunasi kredit. Jadi agunan merupakan second way out bagi kreditor untuk menjamin pembayaran kredit atau sebagai bentuk sekuritisasi kreditnya. Jaminan disini berarti kekayaan yang dapat dikaitkan sebagai jaminan guna kepastian pelunasan dikemudian hari jika penerima kredit tidak melunasi hutangnya.21 Jika kreditor menilai bahwa seorang calon debitor telah memenuhi kriteria di atas, barulah kreditor mau memberikan kredit yang diminta debitor tersebut.


(39)

Kegiatan perkreditan akan berjalan lancar apabila adanya saling mempercayai dari semua pihak yang terkait dengan kegiatan tersebut. Keadaan itupun dapat terwujud hanya apabila semua pihak yang terkait mempunyai integritas moral. Kondisi dasar seperti ini sangat diperlukan oleh kreditor dalam usaha dan alokasi dana untuk kredit, karena dana yang ada pada kreditor kemungkinan sebagian besar dana merupakan milik pihak ketiga yang dipercayakan kepada kreditor tersebut. Dengan demikian sebaliknya pula bank dituntut dan kewajiban untuk selalu menjaga kepercayaan yang diberikan oleh pihak ketiga dalam menjalankan penggunaan dana tersebut.22

Pemberian kredit atau pembiayaan selalu meminta jaminan dari debitor, jaminan yang dimaksud adalah keyakinan kreditor atas kemampuan debitor untuk melunasi utangnya. Keyakinan tersebut diperoleh setelah kreditor menilai watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan prospek usaha dari debitor (condition of economy). Seringkali kreditor tidak saja memegang agunan pokok yaitu barang yang dibiayai dengan kredit bank, tetapi juga meminta agunan tambahan dari debitor berupa barang yang tidak dibiayai oleh kredit yang diikat secara hukum. Konsekuensinya jika kreditnya macet, maka kreditor dapat memperoleh prioritas pengembalian dananya dengan mencairkan (melelang) agunan yang diberikan nasabah.23

22Muhammad Djumhana,

Op. cit.,hal. 366.

23Zulkarnain Sitompul,Perlindungan Dana Nasabah Bank, (Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal. 30


(40)

Pendapatan penjualan benda jaminan/ agunan tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara yang berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan. Ketentuan ini merupakan jaminan umum yang timbul dari undang-undang yang berlaku umum bagi semua kreditor. Di sini para kreditor mempunyai kedudukan yang sama (paritas creditorum), kecuali apabila kreditor mempunyai hak istimewa.

Selain teori di atas, teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini, sebagaimana yang dikemukakan Komariah, bahwa: hukum perdata sebagai rangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum subjek hukum (orang dan badan hukum) yang satu dengan subjek hukum yang lain yang menitikberatkan pada kepentingan subjek hukum tersebut.24

Berdasarkan pengertian di atas, kerangka hukum perdata kemudian dirasakan tepat untuk mendefinisikan dan menguraikan peraturan hukum yang mengatur adanya hubungan hukum antara satu subjek hukum dengan subjek hukum lainnya. Salah satu pranata hukum yang termasuk dalam kerangka hukum perdata, adalah keberadaan lembaga hak tanggungan sebagai suatu lembaga hak jaminan, sebagaiman diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).

Lembaga hak tanggungan ini adalah sebagai pengganti lembaga hipotik dan


(41)

Staatsblad 1908-542 beserta perubahannya. Lembaga hak tanggungan termasuk dalam kerangka hukum perdata disebabkan karena adanya aspek hukum kebendaan yang melekat pada hak tanggungan sebagai salah satu hak jaminan kebendaan. Dalam ketentuan hukum perdata dinyatakan bahwa suatu benda yaitu segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang,25 memberikan hak kebendaan (zakelijke recht) yaitu suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang.26

Hak kebendaan ini kemudian memberikan 2 (dua) fungsi kepada pihak yang memilikinya sesuai dengan sifat yang dimiliki benda tersebut, yaitu hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan.27Lembaga hak tanggungan merupakan salah satu dari hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan.28

Lembaga hak tanggungan akan timbul sebagai suatu pranata hukum yang memberikan perlindungan dan jaminan kepastian hukum, pada saat para pihak dalam melakukan interaksi dan hubungan hukum dalam suatu kegiatan usaha, membutuhkan penyediaan dana. Lembaga hak tanggungan akan timbul sebagai suatu lembaga hak jaminan, di saat pihak yang memerlukan dana dan pihak yang memberikan dana, mengikatkan diri pada suatu perjanjian hutang piutang.

Lembaga hak tanggungan ini akan berfungsi sebagai lembaga hak jaminan yang akan menjamin pelunasan hutang tersebut. Lembaga hak tanggungan ini

25Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata,cet ke-24, (Jakarta: Intermasa, 1992), hal. 60. 26Ibid.,hal. 62.

27

Komariah,Op. cit.,hal. 97.

28J. Satrio,Hukum Jaminan Hak Tanggungan Kebendaan,cet-4, (Bandung: PT. Citra Aditya BAkti, 2002), hal. 16.


(42)

merupakan lembaga hak jaminan atas tanah, dimana ditentukan dalam ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan bahwa tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan.29Hak tanggungan ini juga meliputi hak pakai atas tanah negara tertentu.

Berdasarkan hubungan hukum yang terjadi dan dipergunakan pengertian hukum perdata dalam menyikapi permasalahan lembaga jaminan ini, dapat dipahami lembaga hak tanggungan ini mempunyai aspek perdata dan termasuk dalam kerangka hukum perdata.

Adanya hubungan hukum antara para pihak, mengakibatkan timbulnya suatu perikatan yaitu suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.30 Pihak yang berhak menuntut sesuatu dalam suatu perikatan hutang piutang dinamakan kreditor atau si berpiutang dan pihak lain yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut dinamakan debitor atau si berutang.31

Syarat untuk dapat dibebaninya suatu hak atas tanah dengan hak tanggungan adalah bahwa hak ini menurut sifatnya harus dapat dialihkan (karena jika terpaksa dilakukan eksekusi, hak itu harus dijual untuk pelunasan hutang), dan harus didaftarkan dalam daftar umum (untuk memenuhi asas publisitas), selanjutnya secara

29Pasal 25, 33, dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).


(43)

formal hak yang memenuhi syarat tersebut perlu ditunjuk oleh undang-undang sebagai hak yang dapat dibebani hak tanggungan. Dalam UUPA hak-hak yang sudah jelas memenuhi kedua syarat pertama di atas adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan. Oleh karena itu, ketiga jenis hak itu ditunjuk dalam Pasal 25, 33 dan 39 UUPA sebagai hak-hak yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan. Sehubungan dengan itu yang disebut dalam Pasal 51 UUPA juga hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan.32 Hal ini tidaklah berarti bahwa yang dapat dibebani hak tanggungan untuk selanjutnya terbatas pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan saja.

Selanjutnya perjanjian hak tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian induk atau perjanjian pokok. Perjanjian hak tanggungan bagi perjanjian pokok adalah suatu perjanjianaccessoir. Dalam butir 8 Penjelasan Umum disebutkan: “oleh karena hak tanggungan menurut sifatnya merupakan ikutan atau

accessoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya”.

Perjanjian hak tanggungan adalah suatu perjanjian accessoir berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UUHT, karena:


(44)

a. Perjanjian untuk memberikan hak tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang yang bersangkutan.

b. Hak tanggungan hapus karena hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan.

Sifat hak tanggungan dalam UUHT ditegaskan, hak tanggungan sebagai jaminan atas tanah yang memberikan kedudukan istimewa kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain droite de preference dan mengikuti bendanya atau objeknyadroit de suite. Hak kebendaan droite de preference dalam hak tanggungan ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1) UUHT.

Pasal 1 angka 1 UUHT:

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Pasal 20 ayat (1) UUHT:

Apabila debitor cidera janji, berdasarkan:

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau

b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) maka obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-kreditor lainnya. Di sisi lain kedudukan preferensi hak tanggungan, secara jelas diatur dalam Pasal 5 UUHT, bahwa peringkat masing-masing hak tanggungan ditentukan tanggal


(45)

pendaftaran hak tanggungan tersebut. Kemudian dalam Pasal 7 UUHT hak kebendaan

droite de suite secara tegas dinyatakan bahwa hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun.

2. Kerangka Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi adalah pendapat, pangkalan pendapat. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.33 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

a. Jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitor berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditor dan debitor.34 b. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan

itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

33 Tan Kamello,

Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, (Medan: PPs USU), hal. 35.


(46)

kreditor dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.35

c. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/ atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.36

d. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.37

G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Dari judul dan permasalahan yang dalam penelitian ini dan supaya dapat memberikan hasil yang bermanfaat maka penelitian ini dilakukan dengan penelitian yang bersifat deskripsi38 yaitu menggambarkan dan menganalisa masalah-masalah yang akan dikemukakan, yang dilakukan dengan cara pendekatanyuridis normatif.39

35

Pasal 1 angka (11) undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

36Ibid., Pasal 1 angka 2. 37Pasal 1 ayat (1) UUHT.

38Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 9 39

Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, lebih lanjut lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum


(47)

Pendekatan yuridis normatif ini digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai teori.40Pendekatan yuridis normatifdalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,41 sumber-sumber hukum,42 peraturan perundang-undangan yang bersifat teoretis ilmiah yang dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas serta ditambah data lainnya yang diperoleh di lapangan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pelaksanaan pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada bank dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT. Bank Danamon Indonesia Tbk.

2. Sumber data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung penelitian lapangan, sebagai berikut:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi

40 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hal 11.

41M. Solly Lubis,Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945,(Bandung: Alumni, 1997), hal. 89, mengatakan asas-asas hukum adalah dasar kehidupan yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang dimasyarakatkan menjadi landasan hubungan-hubungan sesama anggota masyarakat.

42 Amiruddin A. Wahab, dkk, Pengantar Hukum Indonesia, Bahan Ajar Untuk Kalangan Sendiri, (Banda Aceh, FH-Unsyiah, 2007), hal. 73.


(48)

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier,43 yaitu:

1) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan peraturan perundang-undangan, yaitu:

a) Undang-Undang Dasar 1945

b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Serta peraturan pelaksanaan yang terkait lainnya dengan pelaksanaan Hak Tanggungan dalam pemberian kredit pada bank.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer yaitu karangan ilmiah, buku-buku referensi dan informasi, akta perjanjian kredit dan sertifikat hak tanggungan.

3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.


(49)

b. Penelitian Lapangan (Field Research) tentang pelaksanaan pelunasan kredit dengan menyerahkan jaminan kepada bank dalam menyelesaikan kredit bermasalah di PT. Bank Danamon Indonesia Tbk untuk mendapatkan data primer yang dilakukan dengan cara wawancara dengan Pejabat/ Pegawai PT. Danamon Indonesia Tbk, sebanyak 2 (dua) orang.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data primer, diperoleh melalui wawancara langsung dengan pejabat/ pegawai bagian kredit bermasalah/ Recovery pada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. Wilayah VI Medan

b. Data sekunder, diperoleh melalui studi pustaka atau literatur. Data sekunder tersebut meliputi:

1) Bahan hukum primer, yang merupakan bahan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini, seperti Undang-Undang Dasar 1945, KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 beserta penjelasannya, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996


(50)

tentang Hak Tanggungan Atas tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, dan lain-lain.

2) Bahan-bahan hukum sekunder, yang merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai badan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer, sebagai contoh buku-buku, jurnal, majalah, bulletin dari internet.

3) Bahan hukum tertier, yang merupakan bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan sebagainya.

4. Analisis data

Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan studi kepustakaan maupun studi lapangan maka data tersebut dianalisa secara kualitatif44 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti lalu ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui menjadi suatu kesimpulan yang bersifat khusus.45

44 Bambang Sunggono

, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal.10


(51)

BAB II

PROSES PENYERAHAN JAMINAN SEBAGAI PELUNASAN KREDIT PADA PT. BANK DANAMON INDONESIA TBK. WILAYAH VI MEDAN

A. Pengertian dan Unsur-unsur Jaminan Kredit

Istilah Jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

Zekerheid”, sedangkan istilah”Zekerheidsrecht” digunakan untuk hukum jaminan atau hak jaminan. Namun istilah hukum jaminan ternyata mempunyai makna yang lebih luas dan umum serta bersifat mengatur dibandingkan dengan hak jaminan seperti halnya hukum kebendaan yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan mempunyai sifat mengatur dari pada hak kebendaan.

Sedangkan istilah kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu” Credere”, yang jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi kredit, yang artinya ialah kepercayaan. Seseorang atau badan hukum yang memberikan kredit percaya bahwa si penerima di masa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar diberikan kredit ialah kepercayaan. Apabila dilihat dari sudut ekonomi, kredit adalah penundaan pembayaran. Maksud dari penundaan pembayaran ialah pengembalian atas penerimaan uang atau barang yang tidak dilakukan bersama pada saat menerimanya tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa yang telah ditentukan.

Ada beberapa pengertian jaminan dan kredit yang terdapat di dalam literatur hukum, yaitu:


(52)

1. Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitor dan atau pihak ketiga kepada kreditor untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.46

2. Thomas Suyatno, ahli perbankan menyatakan bahwa jaminan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang.47

3. Hartono Hadisaputro menyatakan jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitor kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.48

4. J. Satrio berpendapat bahwa hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang debitor.49

5. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan berpendapat bahwa hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.50

46

Mariam Darus Badrulzaman,Aneka Hukum Bisnis, Cet. 2, (Bandung: PT. Alumni, 2005), hal. 12.

47Thomas Suyatno,Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hal. 70. 48Frieda Husni Hasbullah,Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2, (Jakarta: Ind - Hil Co, 2002), hal. 6.

49

J. Satrio,Op. cit.,hal. 3.


(53)

6. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pada Pasal 1 ayat 11 yang berbunyi kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga.51

7. J.A. Levy menyatakan bahwa pengertian kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit, penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang hari.52 Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian jaminan kredit atau kredit garansi adalah bentuk penanggungan dimana seseorang penanggung (perorangan) menanggung untuk memenuhi hutang debitor sebesar sebagaimana tercantum dalam perutangan pokok. Sedangkan dalam praktek perbankan, jaminan kredit atau kredit garansi disebut dengan istilah jaminan perseorangan/ orang, personal guaranty adalah perjanjian antara kreditor dan penanggung, dimana seorang mengikatkan diri sebagai penanggung untuk memenuhi hutang debitor, baik itu karena ditunjuk oleh kreditor (tanpa sepengetahuan atau

51Indonesia,Undang-Undang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, Pasal 1 ayat 11. 52Mariam Darus Badrulzaman,Perjanjian Kredit Bank,Op. cit.,, hal. 24.


(54)

persetujuan debitor) maupun yang diajukan oleh debitor atas perintah dari kreditor. Unsur-unsur dari jaminan kredit adalah:53

1. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum tertulis dan kaidah hukum tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan hukum tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.

2. Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, yang bertindak sebagai pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan, yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum.

3. Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditor adalah jaminan material dan immaterial. Jaminan material merupakan jaminan yang berupa


(55)

hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan immaterial merupakan jaminannonkebendaan.

4. Adanya fasilitas

Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan lainnya.

B. Sumber-Sumber Hukum Jaminan Kredit

Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukkan hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekomomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan), hasil penelitian ilmiah, dan keadaan geografis. Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal berlaku. Contoh dari sumber hukum formal adalah undang-undang, perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.

Sumber hukum formal dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu sumber hukum formal tertulis dan tidak tertulis. Dengan hal ini, maka sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis, yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum jaminan tertulis terdapat di dalam peraturan


(56)

perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tidak tertulis, seperti terdapat dalam hukum kebiasaan. Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis antara lain:54

1. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tahun 1848. Diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordasi. KUH Perdata terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang Orang, Buku II tentang Hukum Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang masih berlaku dalam Buku II KUH Perdata hanyalah gadai (pand) dan hipotik kapal laut. Gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata dan hipotik diatur dalam Pasal 1162 sampai 1232 KUH Perdata. Sedangkan ketentuan tentang hipotik atas tanah kini sudah tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan ketentuan yang masih berlaku hanya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hipotik kapal laut, yang beratnya 20 m3(dua puluh meter kubik) ke atas.


(57)

2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang)

KUH Dagang diatur dalam Staatsblad 1847 Nomor 23. KUH Dagang terdiri atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada umumnya dan Buku II tentang Hak-hak dan Kewajiban yang timbul dalam Pelayaran. Pasal-Pasal yang erat kaitan dengan jaminan adalah Pasal-Pasal yang berkaitan dengan hipotik kapal laut. Pasal-Pasal yang mengatur hipotik kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang.

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria (UUPA)

Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal 51 dan Pasal 57 UUPA. Pasal 51 UUPA berbunyi “Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang”.

4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotik sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1908-542 sebagaimana telah diubah dalam Stb. 1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stb. 1937-190 adalah tidak sesuai lagi dengan


(58)

kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia.

5. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Ada tiga pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu: pertama kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan, kedua jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif, ketiga untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

6. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

Dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran yang berbunyi ayat pertama kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotik, ayat kedua ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat pertama diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah tentang penjabaran Pasal ini sampai saat ini belum ada, namun di dalam Penjelasan


(59)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 ditentukan substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang meliputi syarat dan tata cara pembebanan hipotik.

C. Macam-Macam Jaminan Kredit

Jaminan dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) mencerminkan suatu jaminan umum, sedangkan Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) disamping sebagai kelanjutan dan penyempurnaan Pasal 1131 yang menegaskan persamaan kedudukan para kreditor, juga memungkinkan diadakannya suatu jaminan khusus apabila diantara kreditor ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena ketentuan Undang-Undang maupun karena diperjanjikan.55

1. Jaminan Umum

Dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa “Segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Sedangkan dalam Pasal 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang


(1)

bermasalah pada bank karena penyelesaian kredit macet dengan cara ini membawa dampak yang cukup besar bagi kelangsungan usaha bank itu sendiri apabila dilakukan secara terus menerus dan dalam jumlah yang banyak. Oleh karenanya dalam program peluncuran kredit, tidak semata-mata menyandarkan penilaian pada jaminan, namun character dan capacity juga harus benar-benar dipertimbangkan secara matang. Selanjutnya diharapkan agar pihak bank benar-benar melakukan sosialisasi tentang penerapan penyelesaian kredit macet dengan cara menyerahkan jaminan kepada debitor, oleh karenanya akta yang dibuat harus benar-benar dibacakan dan harus benar-benar dipahami oleh debitor agar tidak terjadi permasalahan antara pihak bank dan debitor di kemudian hari.

2. Perlu ditetapkan suatu ketentuan yang memberikan kesempatan dilakukan pengalihan tanah dan bangunan dari debitor kepada bank dengan cara memberikan jangka waktu yang cukup bagi bank untuk menguasai hak atas tanah dan bangunan.

3. Dalam proses penyerahan jaminan dalam penyelesaian/ pelunasan kredit debitor, perlu dibuat sebuah akta perdamaian di hadapan notaris antara pihak bank dengan pihak debitor yang mengatur tentang kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan kredit melalui penyerahan jaminan kepada pihak bank. Hal ini diperlukan untuk menjaga agar di kemudian hari, setelah proses penyelesaian/ pelunasan kredit dengan penyerahan/ pengambilalihan jaminan


(2)

selesai dilakukan, tidak muncul lagi permasalahan (saling gugat-menggugat) antara para pihak. Selanjutnya perlu dibuat akta pernyataan dan pengakuan bahwa debitor menyerahkan jaminan kepada bank tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Andasasmita, Komar, Notaris II, Contoh akta Otentik dan Penjelasannya, Daerah Jawa Barat: Ikatan Notaris Indonesia, 1990.

Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Cet. 2, Bandung: PT. Alumni, 2005.

_______________________, Perjanjian Kredit Bank, Cet. 1, Bandung: Alumni, 1989.

Bank Indonesia, Pedoman Penerapan Manajemen Risiko di Perbankan Indonesia, Jakarta: 2001.

Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Firdaus, Rachmat dan Ariyanti, Maya, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Teori, Masalah, Kebijakan dan Aplikasinya Lengkap dengan Analisis Kredit, Jakarta: Alfabeta, 2003.

Hasan, Djuhaendah,Lembaga Kebendaan bagi Tanah dan Benda lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

Hasbullah, Frieda Husni, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2, Jakarta: Ind - Hil Co, 2002.

Henderson, J.W dan Maness, T.S., The Financial Analisys Desk Book: A Cash Flow Approach to Liquidity, New York: Van Nostrand Reinhold, 1989.

Hisyam, M, & Wuisman, J.J.J.M,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta: FE UI, 1996.

Hutagalung, Arie S, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Tanah, Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.

Ibrahim, Johanes, Cross Default & Cross Collateral dalam Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Jakarta: PT. Refika Aditama, 2004.


(4)

Kamello, Tan, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs USU. Komariah,Hukum Perdatacet-2, Malang: UMM Press, 2003.

Lubis, M. Solly,Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945,Bandung: Alumni, 1997. _____________,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994.

Masassya, Elvyn G, Kredit Bermasalah, Penyebab dan Upaya Mengatasinya, Bank dan Manajemen November, 1994.

Mulyono, Teguh Puji, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial, Cet. III, Yogyakarta: BPFE, 1993.

Propenas 2000-2004, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004, Jakarta: Sinar Grafika, 2001. Ruchiyat, Eddy Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, Bandung:

Alumni, 1994.

Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Satrio, J,Hukum Jaminan. Hak-hak Jaminan Kebendaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991.

Sitompul, Zulkarnain, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2002.

Sjahdeni, Sutan Remy,Hak Tanggungan: Asas-asas Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Bandung: Alumni, 1999.

Soewarso, Indrawati, Aspek Hukum Jaminan Kredit, Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 2002.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia (Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan), Yogyakarta: Liberty, 1980.


(5)

___________ dan Mamudji, Sri,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Subekti,Hukum Perjanjian,cet-12, Jakarta: Intermasa, 1990.

______, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan) menurut Hukum Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

______,Pokok-Pokok Hukum Perdata,cet ke-24, Jakarta: Intermasa, 1992. Suharnoko,Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana, 2004. Sunggono,Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1997.

Sutarno,Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta, 2005. Sutojo, Siswanto,Menangani Kredit Bermasalah, Konsep, Teknik dan Kasus, Cet I,

Jakarta: PT Gramedia, 1997.

Suyatno, Thomas,Dasar-Dasar Perkreditan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hal. 70. T, Haryanto, Cara Mendapatkan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah, Surabaya: Usaha

Nasional, 1981.

Usman, Rachmadi, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Wahab, Amiruddin A, dkk., Pengantar Hukum Indonesia, Bahan Ajar Untuk Kalangan Sendiri, Banda Aceh: FH-Unsyiah, 2007.

Widjanarto,Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Jakarta: Grafiti, 2005.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. Ke-34, Jakarta: Pradnya Paramita, 1985. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).


(6)

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Surat Edaran Bank Indonesia tentang Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan Atas Aktiva, SK BI No.23/12/BPPP tentang Penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan Atas Aktiva.

Surat Keputusan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif, SK BI No. 31/147/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif.

Internet

Komisi Hukum Nasional, “Teknis Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Pendekatan Hukum”, <http://www.komisihukum.go.id/konten.php?nama= Artikel&op=detail_artikel&id=28.> Diakses tanggal 25 Nopember 2011.