Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Bandung Tanggal 03 Mei – 31 Mei 2010

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT (LAFI DITKESAD)

BANDUNG

TANGGAL 03 MEI – 31 MEI 2010

Disusun oleh:

Sri Reny Hartati, S. Farm NIM 093202064

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

LEMBAGA FARMASI

DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

TANGGAL 03 MEI – 31 MEI 2010

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan

Disusun Oleh:

Regina L.E. Simangunsong, S. Farm 093202052

Lembaga Farmasi

Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Bandung

Pembimbing,

Drs. Agoes Iman Noegroho, Apt Mayor Ckm NRP. 1910011300860

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker dan laporan ini di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung.

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lafi Ditkesad ini berlangsung mulai tanggal 03 Mei sampai 31 Mei 2010. Laporan ini merupakan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang kami laksanakan di Lafi Ditkesad sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kolonel Ckm Drs.WSM. Manurung, Apt, M.Bus.MARS., selaku Kepala Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

2. Letkol Ckm. (K). Dra. Nur Laila, Apt., M.Si., selaku Kepala Instalasi Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 3. Letkol Ckm Drs. Yan Suryana Ilham, Apt., M.M., selaku Kepala Instalasi

Penelitian dan Pengembangan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

4. Letkol Ckm Drs. Abdul Azis, S.M., selaku Kepala Bagian Administrasi Logistik Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

5. Mayor Ckm Drs. Junaedi, Apt., selaku Kepala Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing PKPA.

6. Mayor Ckm Drs. Agoes Iman Noegroho, Apt., selaku Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat dan sebagai pembimbing PKPA.

7. Mayor Ckm. (K). Dra. Emmy Winarni, Apt., selaku Kepala Instalasi Penyimpanan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 8. Mayor Ckm Drs. T.P.H. Simorangkir, Apt., M.Si., selaku Koordinator

Praktik Kerja Mahasiswa di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.


(4)

9. Mayor Ckm Tantri Murdoyo, S.Si., Apt., selaku Kepala Seksi Perencanaan dan Pemprograman Anggaran Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

10. Mayor Ckm Gogok Hariyanto SSi Apt. MSi., selaku Kepala Sediaan Cair Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Angkatan Darat dan sebagai pembimbing PKPA.

11. Dra. Lisa Olii, Apt., M.Si., selaku Kepala Seksi Sediaan Non Betalaktam Instalasi Produksi Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 12. Dra. Neneng Cahyati, Apt., selaku Kepala Seksi Kemas Instalasi Produksi

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat.

13. Dra. Weni Widaningsih, Apt., selaku Kepala Seksi Kimia Fisika Instalasi Pengawasan Mutu Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat. 14. Bapak/Ibu serta seluruh staf Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan

Angkatan Darat yang telah memberikan bantuan, pengalaman, bimbingan, dan kerjasama selama pelaksanaan PKPA.

15. Rekan-rekan mahasiswa Profesi Apoteker UI, UNPAD, UNAIR,UP dan UNAND atas kerjasamanya selama mengikuti PKPA di Lafi Ditkesad.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang kami peroleh selama menjalani praktek kerja profesi apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang memerlukan.

Bandung, Mei 2010


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan Praktek Kerja Profesi ... 2

1.3Waktu & Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Industri Farmasi ... 3

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi ... 3

2.1.2 Izin Usaha Industri Farmasi ... 3

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ... 3

2.2.1 Manajemen Mutu ... 4

2.2.2 Personalia ... 5

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas ... 9

2.2.4 Peralatan ... 6

2.2.5 Sanitasi dan Higiene ... 6

2.2.6 Produksi ... 7

2.2.7 Pengawasan Mutu ... 7

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 8

2.2.8.1 Inspeksi Diri ... ... 8

2.2.8.2 Audit Mutu ... 9 2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan


(6)

Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 19

2.2.10 Dokumentasi ... 10

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak ... 10

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi ... 11

2.2.12.1 Kualifikasi ... 11

2.2.12.2 Validasi .... ... 12

BAB III TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DAR ... 15

3.1 Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad ... 15

3.2 Visi, Misi dan Tujuan Lafi Ditkesad ... 16

3.2.1 Visi ... 16

3.2.2 Misi ... 16

3.2.3 Tujuan ... 17

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad ... 17

3.4 Kegiatan Lafi Ditkesad ... 17

3.7.1 Kegiatan Bagminlog ... 18

3.7.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu ... 19

3.7.3 Kegiatan Instalasi Produksi ... 21

3.7.4 Kegiatan Instalasi Penyimpanan ... 23

3.7.5 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sisjang... 26

3.7.6 Pengolahan Dokumen ... 26

BAB IV PEMBAHASAN... 27

4.1 Manajemen Mutu ... 27


(7)

4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 28

4.3.1 Instalasi Produksi ... 28

4.3.2 Instalasi Penyimpanan ... 29

4.3.3 Instalasi Pengawasan Mutu ... 30

4.3.4 Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang ... 30

4.4 Peralatan ... 31

4.5 Sanitasi dan Higiene ... 31

4.6 Produksi ... 32

4.7 Pengawasan Mutu ... 33

4.8 Inspeksi Diri ... 33

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian ... 34

4.10 Dokumentasi ... 34

4.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak ... 35

4.12 Kualifikasi dan Validasi ………. ... 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

5.1 Kesimpulan ... 38

5.2 Saran ... 38

BAB VI PENDAHULUAN ... 40

6.1 Latar Belakang ... 40

6.2 Tujuan ... 40

BAB VII TINJAUAN PUSTAKA ... 41

7.1 Definisi Tablet ... 41


(8)

7.3 Komposisi Umum Sediaan Tablet ... 42

7.4 Metode Pembuatan Tablet ... 44

7.5 Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet ... 47

BAB VIII STUDI PRAFORMULASI ... 49

8.1 Keterangan Spesifikasi Bahan ... 49

8.1.1 Zat Aktif ... 49

8.1.2 Spesifikas Bahan Tambahan ... 54

8.2 Formulasi ... 58

8.2.1 Formulasi I ... 58

8.2.2 Formulasi II ... 61

BAB IX PEMBAHASAN... 64

BAB X KESIMPULAN ... 66


(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk melayani kebutuhan akan obat adalah industri farmasi. Menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Industri farmasi merupakan salah satu tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian terutama menyangkut pengadaan, pengolahan dan pengemasan, pengendalian mutu sediaan farmasi, penyimpanan, pendistribusian dan pengembangan obat.

Sasaran utama industri farmasi adalah memproduksi obat jadi dengan mengutamakan keamanan, keefektifan, kualitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk menghasilkan obat jadi yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya, setiap industri farmasi harus menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik).

Sebagai upaya untuk memberikan wawasan yang luas tentang industri farmasi bagi mahasiswa profesi apoteker, maka Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan bekerjasama dengan Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung memberikan kesempatan bagi calon apoteker untuk mengenal lingkungan kerja dan memperluas pengetahuan tentang industri farmasi melalui program Praktek Kerja Profesi Apoteker.


(10)

1.2Tujuan Praktek Kerja Profesi

Tujuan Praktek Kerja Profesi di industri farmasi antara lain:

1. Mengetahui dan memahami penerapan aspek-aspek CPOB di divisi Lembaga Farmasi Angkatan Darat.

2. Mengetahui dan memahami peran apoteker di industri farmasi.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dilakukan pada tanggal 3-31 Mei 2010 di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat Jl. Gudang Utara No. 25-26 Bandung.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi

2.1.1 Pengertian Industri Farmasi

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan industri bahan baku obat. industri obat jadi adalah industri yang memproduksi suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Industri bahan baku adalah industri yang memproduksi bahan baku dimana bahan baku tersebut adalah seluruh bahan, baik berkhasiat ataupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam proses pengolahan obat.

2.1.2 Izin usaha industri farmasi

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan pelaksanaannya.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh rangkaian proses di industri farmasi dalam pembuatan obat jadi, sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang


(12)

senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi aspek-aspek yang merupakan cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek-aspek yang dibicarakan, yaitu:

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu “kebijakan mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manjemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.

Semua bagian sistem pemastian mutu hendaklah didukung dengan tersedianya personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang cukup dan memadai.

Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.


(13)

2.2.2 Personalia

Jumlah personil di semua tingkat harus memadai serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. Kesehatan mental dan fisik yang baik harus dimiliki personil agar mampu melaksanakan tugas secara profesional. Selain itu, para personil hendaklah memiliki sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan, tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap risiko terjadi kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Lokasi bangunan hendaklah dapat mencegah terjadinya pencemaran dari lingkungan sekelilingnya.

2. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara dan berfungsi sebagaimana mestinya:

a. Permukaan bagian dalam haruslah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi. Lantai terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata yang memudahkan proses pembersihan secara cepat dan efisien. Dinding kedap air dan mudah dicuci. Sudut dinding hendaklah berbentuk lengkungan.

b. Bangunan hendaklah mendapatkan penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai.


(14)

c. Adanya perbedaan kelas pemisahan ruang di dalam bangunan produksi, misalnya ruang untuk bahan baku, kamar ganti pakaian dan pengolahan produksi.

d. Kondisi bangunan diperiksa secara teratur dan dilakukan perbaikan bila diperlukan.

e. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran produk.

3. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta ventilasi yang baik.

4. Tenaga listrik, suhu, kelembaban dan ventilasi harus tepat supaya tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan penyimpanan.

2.2.4 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat sehingga mutu setiap produk obat terjamin secara seragam dari bets ke bets serta untuk memudahkan pembersihan serta perawatannya dan pemeliharaanya.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi dan wadahnya. Sumber pencemaran hendaknya dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.


(15)

2.2.6 Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).

Prinsip utama produksi adalah:

a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets.

b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah diproduksi maupun yang akan diproduksi.

Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. Pada proses produksi, mutu produk yang dihasilkan sangat ditentukan oleh bahan awal, proses produksi, personil, dan sistem tervalidasi.

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analitis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini juga mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian


(16)

yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode pengujiaannya.

Laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah secara fisik dari ruang produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pemprosesan atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan, dan uji monitoring lainnya secara periodik.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu 2.2.8.1 Inspeksi Diri

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan secara indepeden dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan disamping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.


(17)

Inspeksi meliputi personil, bangunan, penyimpanan, bahan awal, obat jadi, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi dan pemeliharaan gedung serta peralatan.

2.2.8.2 Audit Mutu

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu.

Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari rantai distribusi karena keputusan bahwa produk tidak layak lagi untuk diedarkan.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri atau beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri karena kerusakan, daluwarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang dapat menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, keamanan obat serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis.

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat, dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri, dan memerlukan penanganan serta pengkajian secara teliti.


(18)

Keluhan atau informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang, dan bagian pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedik, klinik, rumah sakit, apotek, distributor.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik yang merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan pengawasan mutu. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya sehingga memperkecil risiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena mengandalkan komunikasi lisan.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu).


(19)

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi 2.2.12.1 Kualifikasi

Kualifikasi adalah “kegiatan pembuktian” bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang digunakan dalam suatu proses/sistem akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan konsisten.

Validasi/kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang terdiri dari 4 tingkatan, yaitu:

a. Kualifikasi Rancangan (Design Qualification)

Kualifikasi rancangan adalah unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan dipasang atau dibangun sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Kualifikasi ini dilakukan sebelum instalasi (pemasangan) alat/mesin/prasarana produksi.

b. Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification)

Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Kualifikasi instalasi dilakukan pada waktu instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan alat yang bersangkutan.

c. Kualifikasi Operasional (Operational Qualification)

Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan


(20)

spesifikasi yang diinginkan. Kualifikasi operasional dilakukan setelah kualifikasi instalasi (pemasangan baru), modifikasi atau pemindahan alat yang bersangkutan.

d. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification)

Tujuannya adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dengan cara menjalankan sistem sesuai dengan tujuan penggunaan.

2.2.12.2 Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan.

Kegiatan validasi meliputi kualifikasi (personil, peralatan dan sistem), kalibrasi (instrumen dan alat ukur) dan validasi (prosedur dan proses).

a. Validasi Metode Analisa

Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa semua metode analisa yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus). Dalam validasi metode analisa yang divalidasi adalah Protap atau Prosedur Tetap pengujian yang bersangkutan. Protap tersebut bisa dibuat oleh bagian pengawasan mutu. Apabila protap belum tersedia maka harus dibuat terlebih dahulu, baru divalidasi.


(21)

b. Validasi Proses Produksi

Tujuannya adalah:

− Untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur produksi yang berlaku dan digunakan dalam proses produksi rutin, senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus-menerus.

− Mengidentifikasi dan mengurangi masalah yang terjadi selama proses produksi dan memperkecil kemungkinan terjadinya proses ulang.

− Meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses produksi. c. Validasi Proses Pengemasan

Tujuannya adalah:

− Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang berlaku dan digunakan dalam proses pengemasan rutin sesuai dengan persyaratan rekonsiliasi yang telah ditentukan, secara konsisten.

− Operator yang melakukan proses pengemasan kompeten serta mengikuti prosedur pengemasan yang telah ditentukan.

− Proses pengemasan yang dilakukan, tidak terjadi peristiwa mix-up

(campur baur) antar produk maupun antar bets. d. Validasi Pembersihan

Tujuannya adalah:

− Memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pembersihan yang berlaku dan digunakan sudah tepat dan dapat dilakukan berulang-ulang.


(22)

− Peralatan/mesin yang dibersihkan tidak terdapat pengaruh yang negatif karena efek pembersihan.

− Operator yang melakukan pembersihan kompeten, mengikuti prosedur pembersihan dan peralatan pembersihan yang telah ditentukan.

− Cara pembersihan menghasilkan tingkat kebersihan yang telah ditetapkan, misalnya sisa residu, kadar kontaminan, dan sebagainya.


(23)

BAB III

TINJAUAN KHUSUS LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT

3.1 Sejarah Perkembangan Lafi Ditkesad

Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) berasal dari MSL (Militaire Scheikundig Laboratorium). Lembaga ini berfungsi sebagai tempat pemeriksaan obat-obatan bagi kebutuhan tentara Belanda.

Pada tanggal 23 Januari 1950 dibentuk panitia pengalihan, dan selanjutnya pada tanggal 1 Juni 1950 dilakukan serah terima dari MSL kepada TNI AD yang menjadi dasar dalam penetapan hari jadi Lafi Ditkesad melalui SK No. Kep/23/I/1997 tanggal 31 Januari 1997. Setelah proses serah terima pada tanggal 1 Juni 1950 MSL terbagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Laboratorium Kimia Tentara (LKT) yang kemudian berkembang menjadi Laboratorium Kimia Angkatan Darat (LKAD).

2. Depot Obat Tentara Pusat (DOTP) yang berkembang menjadi Depot Obat Angkatan Darat (DOAD).

Berdasarkan SK Dirkesad No. Kpts/61/10/IX/1960 tanggal 13 September 1960 terhitung mulai tanggal 8 Juni 1960 LKAD dan DOAD disatukan menjadi Lembaga Farmasi Angkatan Darat (LAFIAD). Pada tanggal 15 Oktober 1970 LAFIAD dipisah kembali menjadi:

1. LAFIAD yang akhirnya menjadi Lembaga Farmasi Jawatan Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Jankesad).


(24)

2. Depot Obat Angkatan Darat (DOAD) berkembang menjadi Depot Alat Peralatan Kesehatan (Dopalkes) dan berakhir menjadi Depot Pusat Perbekalan Kesehatan (Dopusbekkes) Jankesad

Selanjutnya tahun 1985 antara Lafi Jankesad dan Dopusbekkes Jankesad disatukan kembali menjadi Lafi Ditkesad hingga 31 Maret 2005 dan mulai 1 April 2005 dipisah lagi menjadi Lafi Ditkesad dan Gudang Pusat II Ditkesad.

3.2 Visi, Misi dan Tujuan Lafi Ditkesad 3.2.1 Visi

Visi Lafi Ditkesad adalah menjadi salah satu lembaga produksi yang mampu memenuhi kebutuhan obat yang bermutu bagi prajurit dan PNS TNI Angkatan Darat serta keluarganya.

3.2.2 Misi

Lafi Ditkesad mempunyai misi sebagai berikut:

− Memberikan jasa dan informasi yang terbaik terhadap penggunaan obat (rational use of drug).

− Membantu fungsi pelayanan kesehatan atas ketersediaan obat atau produk kesehatan lainnya untuk prajurit dan PNS TNI Angkatan Darat serta keluarganya.

− Terlibat secara aktif dalam fungsi dukungan kesehatan pada penggunaan kekuatan untuk prajurit tugas operasi.

− Memanfaatkan kapabilitas atau kemampuan produksi untuk kepentingan strategis.


(25)

3.2.3 Tujuan

− Terwujudnya kesehatan yang optimal bagi prajurit, PNS Angkatan Darat serta keluarganya.

− Terwujudnya satuan kesehatan lapangan yang tangguh dalam dukungan kesehatan.

− Terwujudnya instalasi kesehatan yang prima dalam pelayanan kesehatan.

− Meningkatnya kemampuan lembaga produksi dalam mendukung bekal kesehatan.

− Meningkatnya kemampuan penelitian dan pengembangan dalam mendukung pembinaan kesehatan melalui kaidah-kaidah ilmiah.

− Meningkatnya pelaksanaan fungsi organik di satuan kesehatan.

3.3 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Lafi Ditkesad

Lafi Ditkesad adalah badan pelaksana di tingkat Ditkesad yang berkedudukan langsung di bawah Direktur Kesehatan Angkatan Darat (Dirkesad). Tugas pokok Lafi Ditkesad adalah membantu Dirkesad dalam menyelenggarakan pembinaan dan melaksanakan produksi, penelitian dan pengembangan obat dalam rangka mendukung tugas pokok Ditkesad.

3.4 Kegiatan Lafi Ditkesad

Kegiatan Lafi Ditkesad dalam melaksanakan tugas dan fungsi produksi obat-obatan meliputi perencanaan dan pengadaan barang, penyimpanan barang, proses produksi, pengawasan mutu, penelitian dan pengembangan, pemeliharaan dan kegiatan administrasi.


(26)

3.4.1 Kegiatan Bagminlog

Perencanaan dan pengadaan barang untuk produksi obat Lafi Ditkesad dilakukan berdasarkan data dari Sub Direktorat Pembinaan Pelayanan Kesehatan (Subditbinyankes) yang disusun berdasarkan masukan pola penyakit dari daerah dan laporan dari masing-masing Kesehatan Daerah Militer (Kesdam), Satuan Kesehatan (Satkes) dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Rencana pengadaan obat kemudian dibuat dengan melakukan penyesuaian antara daftar kebutuhan obat dengan anggaran yang tersedia dan selanjutnya dianalisa dan dievaluasi oleh Subditbinyankes yang dilakukan setahun sebelum pelaksanaan.

Bagminlog membuat rencana kebutuhan produksi obat Lafi Ditkesad yang terdiri dari rencana kebutuhan bahan aktif, bahan pembantu dan bahan pengemas (embalage). Perencanaan tersebut disusun berdasarkan formula dan spesifikasi obat yang telah ditentukan oleh Lafi Ditkesad, disamping itu Bagminlog juga menyusun rencana dan anggaran untuk pemeliharaan sarana operasional yang digunakan di tiap instalasi.

Pengadaan barang dilakukan oleh Ditkesad melalui panitia pengadaan atau lelang, kemudian Dirkesad membentuk tim komisi penerimaan barang yang bertugas memeriksa keadaan barang secara administrasi dan fisik, uji kimia dan uji mutu dilakukan oleh Instalwastu. Setelah barang lulus uji mutu maka dibuat Laporan Hasil Pengujian (LHP) dan Berita Acara (BA) penerimaan. Bila barang yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi diminta atau tidak memenuhi syarat, maka barang akan dikembalikan untuk diganti, kemudian barang yang lolos administrasi dan uji mutu dikirim ke Gudang Pusat II yang disertai dengan surat Perintah Penerimaan Material (PPnM).


(27)

3.4.2 Kegiatan Instalasi Pengawasan Mutu (Instalwastu)

Pengawasan mutu merupakan bagian integral dari suatu produksi obat. Instalwastu bertanggung jawab terhadap setiap hal yang menyangkut kualitas bahan baku obat, bahan pembantu, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan obat jadi yang dihasilkan sampai dengan pemantauan kualitas setelah didistribusikan (dengan standar waktu kadaluarsa). Selain itu instalasi pengawasan mutu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja yang meliputi pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas penunjang lainnya seperti pemeriksaan sirkulasi udara, pengendalian mutu air dan pemeriksaan limbah. Pelaksanaan kegiatan di Instalwastu ditunjang oleh fasilitas Instrumen HPLC, spektrofotometer dengan sistem terkomputerisasi, Laminar Air Flow, Read Biotic (pembaca hambatan bakteri), Climatic Chamber, Dissolution Tester serta berbagai fasilitas penunjang lainnya.

Dalam menjalankan tugasnya, instalasi pengawasan mutu didukung oleh personil yang terdiri dari apoteker dan analis yang terlatih dan berpengalaman dalam menjalankan tugasnya.

Kegiatan instalasi pengawasan mutu tersebut dilaksanakan pada tahap persiapan, selama proses produksi dan setelah proses produksi.

Beberapa kegiatan instalasi pengawasan mutu diantaranya:

1. Menyiapkan metode pemeriksaan, pengujian dan validasi metoda analisa yang sesuai dengan acuan standar resmi seperti Farmakope Indonesia. 2. Menyiapkan prosedur pengambilan sampel untuk pemeriksaan dan

pengujian, dimana setiap sampel yang diambil dicatat dan didokumentasikan.


(28)

3. Menyiapkan dan menyimpan baku pembanding kerja untuk pengujian. 4. Menyimpan contoh pertinggal setiap bets produk jadi dan bahan baku serta

Catatan Pengujian atau Pemeriksaan.

5. Meluluskan atau menolak bahan yang akan digunakan dalam produksi meliputi bahan baku obat, bahan baku pembantu dan bahan pengemas. 6. Melaksanakan In Process Control (IPC) selama proses produksi dan

memberikan keputusan atas diluluskan atau tidaknya hasil suatu tahap produksi sampai hasil produk akhir.

7. Melaksanakan pengujian terhadap hasil jadi suatu sediaan yang diperoleh. 8. Meneliti dokumen produksi (Catatan Pengolahan Bets dan Catatan

Pengemasan Bets) sebelum obat diluluskan.

9. Melaksanakan uji stabilitas dipercepat untuk menetapkan kondisi penyimpanan dan masa edar suatu produk.

10. Membantu pelaksanaan validasi proses produksi.

11. Memantau stabilitas produk-produk yang telah dikeluarkan atau didistribusikan sampai beberapa waktu setelah batas kadaluarsa terutama untuk sediaan antibiotika.

Hasil pengujian laboratorium yang dilaksanakan diringkas, dicatat dan didokumentasikan dalam lembaran yang disebut Laporan Hasil Pengujian.

Bangunan instalasi pengawasan mutu terdiri dari: 1. Laboratorium kimia

Ruang laboratorium kimia memiliki peralatan kimia yang menunjang pemeriksaan mutu secara kimia, lemari asam dan climatic chamber.


(29)

2. Laboratorium mikrobiologi

Laboratorium mikrobiologi dilengkapi dengan ruangan steril dan Laminar Air Flow dan alat pembaca daya hambat bakteri (Read Biotic).

3. Laboratorium fisika

Peralatan yang terdapat di ruang fisika antara lain adalah alat uji kekerasan tablet, keregasan tablet, waktu hancur tablet dan alat uji kebocoran strip. 4. Ruang Instrumen

Peralatan yang terdapat di ruang Instrumen adalah spektrofotometer UV– Vis, alat uji disolusi dan HPLC.

5. Ruang Uji Coba 6. Ruang timbang

7. Ruang contoh pertinggal

Ruang ini sebagai tempat penyimpanan contoh Bets dari tiap item yang diproduksi Lafi dengan masa simpan satu tahun setelah masa kadaluarsa. 8. Gudang reagen

9. Perpustakaan 10. Ruang staff

3.4.3 Kegiatan Instalasi Produksi (Instalprod)

Kegiatan produksi obat-obatan dilaksanakan oleh Instalprod yang meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengendalian. Produk yang dihasilkan oleh Lafi Ditkesad berupa produk Betalaktam dan produk non Betalaktam, dimana masing-masing produk dikerjakan pada gedung yang berbeda. Pada Instalprod terdapat empat seksi yaitu: seksi non Betalaktam, seksi sediaan


(30)

Betalaktam, seksi sediaan sefalosporin dan seksi kemas. Masing-masing seksi dikepalai oleh seorang Apoteker.

Obat-obat yang diproduksi oleh Lafi Ditkesad tidak diperdagangkan bagi masyarakat umum, namun demikian proses produksinya tetap dilaksanakan sesuai dengan Pedoman CPOB yang dikeluarkan oleh Badan POM.

Seluruh proses produksi yang dilaksanakan, dicatat dan didokumentasikan dalam Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets (Batch Record)

yang disusun oleh tim CPOB dan disetujui oleh Kainstalprod dan Kainstalwastu, kemudian didistribusikan dan didokumentasikan. Hal yang diuraikan dalam catatan pengolahan bets dan catatan pengemasan bets adalah kode produk, nama produk, nomor bets, besar bets, bentuk sediaan, kemasan, tanggal dan cara pengolahan serta tanggal dan cara pengemasan.

Selain itu dalam catatan pengolahan bets diuraikan mengenai komposisi, spesifikasi, peralatan, penimbangan bahan, prosedur pengolahan dan rekonsiliasi. Pada catatan pengemasan bets di cantumkan tentang penerimaan bahan pengemas, prosedur pengemasan primer, prosedur pengemasan sekunder pelulusan oleh pengawasan mutu, rekonsiliasi pengemasan dan pengiriman obat jadi ke Instalsimpan.

Pengemasan dilakukan pada produk ruahan tablet, kaplet, kapsul, sirup, salep, dan cairan obat luar. Pengemasan tablet dilakukan setelah proses stripping. Tablet yang sudah distrip, dipilih yang baik kemudian dimasukkan ke dalam sak plastik dilengkapi dengan brosur lalu diseal, setiap sak plastik berisi 25 strip, tiap-tiap strip berisi 10 tablet. Hasil seal kemudian dimasukkan ke dalam dus


(31)

dilengkapi dengan identitas berupa slip pak dimana setiap dus isinya berbeda sesuai dengan ukuran diameter tablet yaitu:

a. Untuk tablet dengan diameter 6,5-7,5 mm, setiap dus berisi 50 sak plastik. b. Untuk tablet dengan diameter 10-13 mm, setiap dus berisi 30 sak plastik. c. Untuk kaplet dan kapsul, setiap dus berisi 20 sak plastik.

Setelah pengemasan selesai, dilakukan pemeriksaan oleh Instalasi Pengawasan Mutu dan tim komisi, kemudian Instalwastu menempelkan label

released di kemasan sekunder dan setelah diperiksa oleh tim komisi seksi kemas membuat laporan administrasi yang terdiri dari laporan bulanan dan bukti penyerahan obat jadi yang dikirim ke Instalasi Penyimpanan.

3.4.4 Kegiatan Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan)

Instalasi Penyimpanan (Instalsimpan) bertanggung jawab terhadap penyimpanan barang- barang yang berkaitan dengan setiap proses kerja yang berlangsung di Lafi Ditkesad yaitu produksi, pengawasan mutu, administrasi dan logistik serta proses pendukung lainnya. Barang- barang yang disimpan di gudang Instalsimpan disusun berdasarkan jenis dan sifat barang. Adapun penyelenggaraan administrasi yang menyertai pemindahan tanggung jawab dari Instalsimpan ke Gudang Pusat II dan sebaliknya adalah sebagai berikut:

1. Perintah Pengiriman Material (PPM) 2. Perintah Penerimaan Material (PPnM) 3. Berita Acara Penyerahan Barang (BAPB) 4. Bukti Pengeluaran (BP)

5. Blanko Kartu Gudang 6. Surat Keluar Barang (SKB)


(32)

8. Kartu Kendali

9. Buku Harian Penerimaan Barang

10. Buku Besar Penerimaan dan Pengeluaran Barang Kegiatan yang dilakukan oleh Instalsimpan meliputi :

1. Menerima dan menyimpan bahan baku, bahan pendukung produksi, reagensia, dan bahan lain serta peralatan produksi dari Gudang Pusat II. 2. Menyerahkan bahan baku, bahan pengemas, reagensia, dan bahan lain

serta peralatan kepada bagian dan Instalasi yang membutuhkan. 3. Menerima obat jadi dari Instalasi Produksi

4. Menyerahkan obat jadi ke Gudang Pusat II.

Instalsimpan mempunyai 2 gudang terpisah untuk material non betalaktam dan betalaktam. Material non betalaktam disimpan di instalsimpan yang memiliki ruang-ruang dengan 2 kelas yang berbeda tingkat kebersihannya yaitu kelas III dan IV terdiri dari ruang timbang, ruang stagging yang digunakan untuk penyimpanan bahan baku obat yang sudah ditimbang, dan ruang sampling. Kelas IV terdiri dari ruang administrasi, gedung bahan baku, gudang bahan pendukung, gudang bahan kemas, gudang cairan, gudang sejuk untuk menyimpan bahan baku obat dan bahan pendukung yang memerlukan kondisi penyimpanan khusus dan gudang obat jadi.

Material untuk produksi betalaktam disimpan tersendiri di gedung produksi betalaktam. Penyimpanannya juga dibagi menjadi 2 kelas yaitu kelas III (ruang timbang dan ruang stagging) dan kelas IV (ruang sejuk, ruang bahan baku zat aktif, ruang bahan pendukung produksi, dan ruang obat jadi).


(33)

3.4.5 Kegiatan Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang

Instalasi pemeliharaan dan Sistem Penunjang merupakan pelaksana fungsi pemeliharaan dan perbaikan terhadap alat produksi sehingga siap digunakan, penatalaksanaan limbah industri, menyiapkan utilitas guna mendukung kegiatan produksi dan merencanakan kebutuhan suku cadang untuk mendukung kegiatan pemeliharaan dan perbaikan. Seluruh kegiatan pemeliharaan dan perbaikan dilaporkan kepada Kalafi.

Fasilitas pendukung (utility) yang ada di Lafi Ditkesad adalah: pengolahan air baku farmasi, instalasi listrik, instalasi boiler (steam), instalasi udara bertekanan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dan sistem pengaturan udara (AHS). Penanggung jawab pengolahan fasilitas utility ini adalah Kepala Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang (Kainstalhar & Sisjang).

3.4.6 Pengolahan Dokumen

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi menajemen sebuah organisasi perusahaan. Dokumentasi di Lafi Ditkesad meliputi :

1. Dokumentasi seluruh pedoman yang berkenaan dengan aktifitas Lafi Ditkesad dengan pelaksanaan fungsinya sebagai lembaga produksi obat yang dituangkan dalam Prosedur Tetap (Protap) yang meliputi bidang personalia, administrasi dan logistik, operasional peralatan dan Instalasi umum, sanitasi dan higiene, prosedur operasional dan perawatan alat, prosedur pembersihan alat atau ruangan, kalibrasi dan validasi, spesifikasi bahan, prosedur pengolahan dan pengujian, metoda dan instruksi serta protap-protap lain yang diperlukan.


(34)

prosedur, metoda dan Instruksi, catatan dan laporan selama proses produksi berlangsung dari mulai penimbangan sampai pengemasan yang menggambarkan riwayat lengkap dari bets obat yang diproduksi.

3. Dokumentasi untuk setiap pengambilan sampel dan bahan uji, baik bahan baku, bahan setengah jadi, produk ruahan maupun obat jadi serta hasil pengujiannya.

4. Dokumen untuk setiap obat yang telah diluluskan oleh Instalasi Pengawasan Mutu dan telah didistribusikan.

5. Dokumentasi juga dilakukan untuk segala aktifitas yang berkenaan dengan perbaikan, pemantauan dan pengendalian, misalnya lingkungan, perlengkapan, peralatan dan personalia.

6. Dokumentasi tentang spesifikasi, bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi.

Seluruh dokumen di atas dikelola dan disimpan oleh bagian-bagian yang bersangkutan dengan aktifitas yang dilaksanakan tetapi Master Document

disimpan di produksi. Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets yang sudah diisi, disimpan di Instalasi Pengawasan Mutu.


(35)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu pada Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan sesuai dengan petunjuk CPOB, dimana mutu suatu produk obat jadi tidak ditentukan pada hasil akhirnya saja, tetapi terus dipantau di setiap tahapan proses produksi. Semua langkah produksi dan pengendalian diterapkan sesuai CPOB. Demikian juga pengawasan terhadap produk antara, ruahan, dan obat jadi dilakukan pengawasan selama proses (in proses control).

Struktur organisasi dalam industri farmasi juga termasuk dalam kategori manajemen mutu dalam CPOB. Lafi Ditkesad telah melakukan pemisahan tugas dan tanggung jawab yang jelas dalam struktur organisasinya sesuai dengan petunjuk CPOB agar dapat dihasilkan kinerja perusahaan yang optimal. Hal ini terlihat dari penempatan tenaga farmasi pada posisi kepala instalasi produksi, kepala instalasi penelitian dan pengembangan, kepala instalasi pemeliharaan dan sistem penunjang, kepala instalasi penyimpanan, dan kepala instalasi pengawasan mutu.

4.2Personalia

Dalam struktur organisasi Lafi Ditkesad setiap personil mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas, sehingga tiap personil mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Instalasi Produksi dan Instalasi Pengawasan Mutu dipimpin oleh masing-masing seorang Apoteker yang berbeda, tetapi memiliki kewajiban yang sama untuk menghasilkan produk yang bermutu.


(36)

Lafi Ditkesad senantiasa melakukan pelatihan bagi personil yang pelaksanaannya selalu mengacu pada CPOB serta disesuaikan dengan bidang tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Materi pelatihan dibuat secara bertahap dan tertulis dalam bentuk prosedur tetap yang disetujui oleh Kepala Instalasi Pengawasan Mutu dan Kepala Instalasi Produksi. Materi tersebut disampaikan secara bertahap dan terjadwal disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis materi.

4.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi dan tata letak yang memadai, serta disesuaikan dengan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk mempermudah pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang atau kesalahan lain, memudahkan pembersihan, serta sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang.

4.3.1 Instalasi Produksi

Lafi Ditkesad mempunyai gedung produksi non betalaktam dan betalaktam. Kegiatan produksi non betalaktam dilaksanakan di dua tempat yaitu gedung lama di Jl. Gudang Utara No.25 dan gedung baru di Jl. Gudang Utara No. 26. Hampir semua kegiatan produksi dilakukan di gedung baru. Kegiatan yang masih dilakukan di gedung lama adalah pembuatan salep dan larutan cairan obat luar, meskipun kondisinya sudah tidak memadai. Dalam pelaksanaannya diusahakan secara maksimal untuk tetap menjaga kualitas obat yang diproduksi.


(37)

Kegiatan produksi yang dilakukan di gedung baru adalah penimbangan, pencampuran, granulasi basah, pengeringan granul, pengayakan, pencetakan, penyalutan, striping, pengisian kapsul dan pembuatan sirup. Hal ini disebabkan karena gedung baru sedang dalam proses penyempurnaan pembangunan dan fasilitas.

Pada gedung produksi betalaktam dan non betalaktam permukaan lantai, dinding dan langit-langit dilapisi cat epoksi, permukaannya rata, halus dan dihindari adanya celah, tidak terdapat sambungan agar tidak terjadi pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, tahan terhadap bahan pembersih, tidak melepas atau menahan partikel dan sudut-sudut antara dinding, lantai dan langit-langit berbentuk lengkungan.

Untuk mengendalikan udara, pada ruang produksi betalaktam dilengkapi dengan sarana pengatur suhu, kelembaban, tekanan, jumlah partikel, jumlah mikroba, air change, dan air flow. Penyaringan udara dilakukan melalui filter udara yang dilengkapi dengan pre-filter, medium filter dan HEPA filter. HEPA filter mampu menyaring partikel berukuran 0,3 m dengan efisiensi 99,997%. Pada ruang produksi obat-obat golongan non betalaktam, bangunan telah memenuhi aspek CPOB tetapi sistem HVAC belum beroperasi secara maksimal karena masih adanya ruang produksi yang tekanannya lebih rendah daripada koridor seperti ruang pengisian kapsul.

4.3.2 Instalasi Penyimpanan

Bangunan instalasi penyimpanan di Lafi Ditkesad dibagi menjadi gudang cairan, gudang obat jadi, gudang bahan pengemas, gudang peralatan, gudang botol, ruang penimbangan, ruang administrasi, dan ruang sejuk (suhu 8-15oC)


(38)

untuk menyimpan bahan baku obat yang tidak tahan terhadap suhu lingkungan yang panas. Penyimpanan barang di Lafi Ditkesad tidak diurutkan secara alfabetis tetapi hanya berdasarkan adanya tempat yang kosong. Selain itu, pada instalasi penyimpanan belum terdapat gudang obat jadi sehingga obat jadi disimpan pada koridor kelas empat yang mengakibatkan karyawan tidak leluasa melewati koridor dan kemungkinan kontaminasi terhadap produk juga lebih tinggi pada koridor.

4.3.3 Instalasi Pengawasan Mutu

Bangunan instalasi pengawasan mutu telah memenuhi persyaratan CPOB dengan adanya pembagian ruangan yang jelas untuk setiap bagian. Penataan ruangan di instalasi pengawasan mutu dibuat sesuai dengan tujuan penggunaannya, seperti ruangan uji potensi antibiotik terhadap mikroba dipisahkan dengan ruangan sterilisasi.

4.3.4 Instalasi Pemeliharaan dan Sistem Penunjang

Utilitas merupakan sarana pendukung yang diperlukan untuk terlaksananya proses produksi di dalam suatu pabrik yang meliputi berbagai komponen seperti instalasi listrik, air, AHS, steam, kompresi, vakum, gas dan air limbah.

Sebagai sarana penunjang, komponen listrik sangat berperan penting bagi terlaksananya semua kegiatan yang berkaitan dengan produksi seperti proses pencampuran, pencetakan, pengisian sirup, stripping, pengemasan, sistem tata udara, pengawasan mutu, Sistem Pengolahan Air (SPA), Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan lain sebagainya.

Dalam hal ini LAFI AD sebagai salah satu industri farmasi menyuplai tenaga listrik dari PLN. Jika terjadi pemadaman listrik secara bergilir maka dua


(39)

hari sebelumnya akan diberitahukan oleh pihak PLN sehingga semua proses yang berkaitan dengan proses produksi akan dihentikan untuk sementara waktu.

4.4 Peralatan

Mesin-mesin produksi dan peralatan penunjang dalam proses produksi betalaktam, non betalaktam dan pengawasan mutu sebagian besar telah memenuhi persyaratan CPOB. Perawatan dan kualifikasi ulang juga dilakukan secara berkala untuk menjamin proses produksi senantiasa terjaga dan kinerja mesin senantiasa terawat. Setiap peralatan dilengkapi dengan protap yang memudahkan operator dalam mengoperasikan alat tersebut.

4.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene di Lafi Ditkesad sudah dilaksanakan dengan baik walaupun masih banyak yang harus dibenahi lagi seperti higiene perorangan dan sanitasi bangunan yang masih belum maksimal pelaksanaannya dan perlu pengawasan yang lebih ketat lagi. Selain itu, higiene pakaian karyawan belum maksimal karena tempat pengeringan pakaian karyawan masih dilakukan di lingkungan terbuka yang dapat mengakibatkan kontaminasi pada produk farmasi. Penerapan sanitasi dan higiene pada bangunan dan ruangan di Lafi Ditkesad, yaitu:

1. Gedung atau ruang untuk proses produksi dirancang sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan.

2. Tersedia toilet dan ruang ganti dalam jumlah yang cukup, berventilasi baik, mudah dicapai dari daerah kerja tetapi tidak berhubungan langsung dengan daerah kerja.


(40)

3. Upaya pembersihan atau sanitasi terhadap mikroba dan pencegahan terhadap serangga atau binatang kecil lainnya, binatang pengerat dan lain-lain sudah dilaksanakan dan ditunjang dengan penyediaan sarananya.

4. Sanitasi dilakukan secara teratur dan periodik yang didukung oleh prosedur tetap yang terperinci, antara lain metode, jadwal dan alat yang dipakai, bahan pembersih dan desinfektan yang dipakai, pelaksana dan penanggung jawab, pemeriksa dan pengawasan serta dokumentasi.

Prosedur sanitasi dan higiene belum divalidasi dan dievaluasi secara periodik sehingga penerapan prosedur yang bersangkutan belum dapat dinyatakan seratus persen memenuhi persyaratan.

4.6 Produksi

Setiap bahan awal yang masuk ke instalasi produksi telah dinyatakan lulus uji mutu. Pelaksanaan produksi senantiasa mengikuti protap yang telah dibuat sesuai CPOB. Setiap produk yang akan diproduksi memiliki catatan bets tersendiri sehingga produk obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.

Setiap produk telah memiliki batch record tersendiri, sehingga produk obat yang dihasilkan dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Setiap personil yang terlibat dalam proses produksi telah menyadari akan pentingnya mengikuti petunjuk yang ada dalam batch record. Kedisiplinan setiap personil di bagian produksi dalam mencatat semua kejadian selama proses produksi dalam kolom yang tersedia di batch record, merupakan suatu konsekuensi dari tugas dan tanggung jawabnya.


(41)

4.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari cara pembuatan obat yang baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Instalasi pengawasan mutu Lafi Ditkesad bertugas melakukan pengawasan mutu terhadap obat-obat produksi Lafi Ditkesad yang mencakup pemeriksaan bahan awal, produk antara, produk ruahan, in process control dan obat jadi. Hal ini dilakukan tanpa adanya campur tangan dari pihak produksi dalam menentukan kualitas bahan baku, bahan pengemas dan obat jadi. Instalasi pengawasan mutu juga melakukan pengujian stabilitas dipercepat dan penetapan tanggal kadaluarsa, validasi metode analisa, dokumentasi dari suatu bets dan penyimpanan contoh pertinggal.

Selain itu instalasi pengawasan mutu juga bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan kerja menyangkut pengawasan bangunan, ruangan dan peralatan serta fasilitas penunjang lain seperti kualitas udara dan pengendalian mutu air.

4.8 Inspeksi Diri

Inspeksi diri adalah peninjauan kembali atau pemeriksaan secara jujur seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap segi yang dapat berpengaruh pada jaminan mutu. Tujuan dari inspeksi diri adalah menilai penerapan CPOB dalam seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Inspeksi diri dilakukan terhadap karyawan, bangunan dan fasilitas, ,penyimpanan bahan baku, obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu dan pemeliharaan gedung. Sasaran inspeksi diri adalah mencari


(42)

setiap kekurangan dalam penerapan CPOB dan memberi saran untuk dilakukan perbaikan, Inspeksi diri di Lafi Ditkesad dilaksanakan minimal setahun sekali.

4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Lafi Ditkesad memiliki tempat penyimpanan khusus untuk contoh pertinggal dari obat-obat yang telah diproduksi dengan tujuan jika suatu saat terjadi keluhan terhadap obat yang diproduksi, pihak Lafi Ditkesad dalam hal ini instalasi pengawasan mutu dapat memeriksa kembali produk obat tersebut. Pemeriksaan dilakukan melalui retained sample (sampel pertinggal) sebagai bahan pembanding yang dilakukan oleh instalasi pengawasan mutu. Hasil pemeriksaan tersebut dianalisis dan dievaluasi oleh instalasi pengawasan mutu, kemudian instalasi pengawasan mutu akan melakukan perbaikan-perbaikan, bila perlu dilakukan penarikan produk obat tersebut.

4.10 Dokumentasi

Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dari sebuah organisasi perusahaan. Lafi Diketsad merupakan sebuah perusahaan obat yang juga harus mempunyai dokumentasi yang berkaitan dengan seluruh kegiatan terutama yang berkenaan dengan kegiatan pengadaan, produksi dan distribusi obat yang ada di lingkungan Lafi Ditkesad. Lafi Ditkesad telah melakukan kegiatan dokumentasi dengan baik, yaitu meliputi dokumen batch record, protap untuk produksi, operasional, perawatan gedung, perawatan alat dan peralatan penunjang lainnya, spesifikasi bahan dan produk, metode dan prosedur analisa, penyimpanan dan sebagainya.


(43)

4.11 Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu toll out dan toll in. Toll out adalah kerjasama antara Lafi Diketsad dengan industri farmasi lain, tetapi manufacturing dilakukan di industri farmasi lain, sedangkan toll in adalah kebalikannya, yaitu manufacturing produk industri farmasi lain yang dilakukan di Lafi Ditkesad. Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak yang dilakukan di Lafi Diketsad hanya berupa kerjasama toll in dari industri farmasi lain, karena sarana dan prasarana di Lafi Diketsad sudah memenuhi persyaratan CPOB, sehingga tidak perlu melakukan manufacturing di industri farmasi lain.

Berdasarkan CPOB, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat meyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis harus dibuat secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.

4.12 Kualifikasi dan Validasi

Kualifikasi dan validasi di Lafi Ditkesad telah dilakukan dengan baik. Validasi yang dilakukan meliputi validasi proses, metoda analisis dan pembersihan.

a. Validasi Proses

Untuk validasi proses di Lafi Ditkesad mencakup validasi proses baru ketika menggunakan alat atau formula standart baru dalam memproduksi suatu obat, validasi bila terjadi perubahan proses seperti penyesuaian alat atau formula saat melakukan kerja dengan formula standart yang berbeda


(44)

atau formula standart yang sama tetapi menggunakan bahan baku yang berbeda serta validasi ulang yang bertujuan untuk melihat kinerja alat yang digunakan agar senantiasa sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. b. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis di Lafi Diketsad ada 4 jenis yaitu uji identifikasi, uji kuantitatif, kandungan, impuritas, uji batas impuritas dan uji kuantitatif zat aktif dalam obat jadi. Selain keempat uji metode analisa diatas, metode analisis lain seperti uji disolusi obat atau penentuan ukuran partikel untuk bahan baku aktif juga dilakukan validasi. Validasi ulang juga dilakukan pada metode analisis jika terjadi perubahan sintesa bahan aktif, komposisi produk jadi dan perubahan metode analisis.

c. Validasi Pembersihan

Pada proses pembersihan di Lafi Ditkesad dilakukan setelah proses produksi selesai. Validasi prosedur dilaksanakan hanya untuk permukaan alat yang bersentuhan langsung dengan produk. Hal yang dikerjakan adalah melihat efektivitas pembersihan, penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan pembersih dan cemaran mikroba. Sampling bahan obat yang digunakan untuk validasi pembersihan adalah bahan yang memiliki potensi cemaran yang besar dan bahan yang sukar larut dalam air.

Kegiatan kualifikasi di Lafi Ditkesad meliputi tiga hal yaitu a. Kualifikasi Desain

Tujuan kualifikasi desain adalah untuk menjamin dan mendokumentasikan bahwa sistem atau peralatan atau bangunan yang akan dipeaang atau


(45)

dibangun sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Jadi kualifikasi desain dilaksanakan sebelum mesin, peralatan produksi atau sarana penunjang tersebut dibeli atau dipasang/dibangun.

b. Kualifikasi Instalasi

Kualifikasi instalasi dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang di modifikasi. Kualifikasi instalasi dilakukan dengan menyesuaikan alat dan sarana penunjang lainnya dengan manual book dari masing-masing alat tersebut. Bagian yang berperan dalam kualifikai instalasi di Lafi Ditkesad adalah bagian instalasi pemeliharaan dan sistem penunjang.

c. Kualifikasi Operasional

Kegiatan operasional di Lafi Ditkesad mencakupi kalibrasi, prosedur pengoperasian dan pembersihan, pelatihan operator dan ketentuan perawatan preventif. Setelah kualifikasi operasional selesai dilakukan selanjutnya dibuat suatu persetujuan tertulis yang menyatakan bahwa alat tersebut dapat bekerja sesuai dengan spesifikasinya.

d. Kualifikasi Kinerja

Setelah kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui selanjutnya dilakukan kualifikasi kinerja untuk melihat kerja alat yang bersangkutan apakah memberikan hasil kinerja sesuai dengan kapasitas hasil produksi maksimal dan minimal yang tertera di manual book.


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Secara umum ruangan yang dimiliki oleh Lafi Ditkesad telah memenuhi persyaratan ruangan yang telah ditentukan oleh CPOB, sehingga menjamin kualitas dari bahan baku obat sampai dengan obat jadi.

2. Sistem HVAC ruang produksi obat-obat golongan non betalaktam belum beroperasi secara maksimal.

3. Penyimpanan barang di instalasi penyimpanan tidak disusun secara alfabetis dan tidak terdapat gudang obat jadi.

4. Higiene karyawan belum diterapkan dengan maksimal dan belum terdapat ruangan khusus untuk pengeringan pakaian karyawan.

5. Tim inspeksi diri belum mempunyai jadwal yang jelas sehingga tidak dapat bekerja secara maksimal.

5.2Saran

1. Sebaiknya sistem HVAC di ruang produksi obat-obat golongan non betalaktam dioperasikan secara maksimal.

2. Sebaiknya penyimpanan barang di instalasi penyimpanan disusun secara alfabetis dan gudang obat jadi sebaiknya disediakan.

3. Sebaiknya higiene karyawan diterapkan secara optimal dan terdapat ruangan khusus untuk pengeringan pakaian karyawan.


(47)

4. Sebaiknya tim inspeksi diri memiliki jadwal yang jelas untuk menilai penerapan CPOB dalam seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu di Lafi Ditkesad.


(48)

BAB VI PENDAHULUAN 6.1 Latar Belakang

Sensasi ansietas/cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi, dimana pada setiap orang tidaklah sama. Obat yang digunakan untuk pengobatan ansietas ialah sedatif, atau obat-obat yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif. Antiansietas yang utama adalah golongan benzodiazepine.

Defisiensi vitamin neurotropik seperti vitamin B1, B6 dan B12 dapat mengakibatkan pegal, capek, keram dan kesemutan.

Pada proses pembuatan tablet selain bahan aktif juga dibutuhkan beberapa bahan tambahan seperti zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok. Pengembangan formulasi obat menjadi penting untuk keperluan manufacturing sehingga dapat menghasilkan obat yang bermutu, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai tujuan penggunaannya.

6.2Tujuan

Mampu merencanakan formula tablet yang mengandung klordiazepoksid, vitamin B1, B6, dan B12.


(49)

BAB VII

TINJAUAN PUSTAKA 7.1 Definisi Tablet

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa bahan aktif dan biasanya dibuat dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan.

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu atau jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok. Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

7.2Keuntungan dan Kerugian Tablet 7.2.1 Keuntungan Tablet

a. Tablet merupakan bentuk sediaan yang biaya pembuatannya paling rendah.

b. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling kompak.

c. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim.


(50)

d. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah, tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.

e. Tablet yang paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal ditenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan pecah atau hancurnya tablet tidak segera terjadi.

f. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk diproduksi secara besar-besaran.

g. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran kimia, mekanik & stabilitas mikrobiologi yang paling baik.

7.2.2 Kerugian Tablet

a. Beberapa zat aktif sulit dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.

b. Zat aktif yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan.

7.3 Komposisi Umum Sediaan Tablet

Secara umum, tablet memiliki komposisi sebagai berikut:

1. Zat aktif dimana zat aktif dapat terdiri dari satu atau lebih komponen. 2. Pengisi

Pengisi adalah zat inert yang ditambahkan dalam formula tablet yang ditujukan untuk membuat bobot tablet sesuai dengan yang diharapkan.

Contoh: laktosa, avicel, spray-dried lactose, sukrosa, dektrosa, manitol,


(51)

3. Pengikat

Pengikat bertanggung jawab untuk menjaga kekompakan dan daya tahan tablet. Bahan pengikat berperan dalam penyatuan bersama dari partikel serbuk dalam sebuah butir granula.

Contoh: amilum, starch 1500, gum, gelatin. 4. Lubrikan (Pelicir)

Fungsinya untuk menghilangkan gesekan atau friksi saat pengempaan dan penarikan tablet keluar cetakan. Semakin kecil ukuran granul, semakin banyak lubrikan yang dibutuhkan. Lubrikan akan membentuk lapisan di sekitar granul, sehingga dapat mengurangi kerusakan setelah ditempa.

Contoh: carbowax, Mg-lauril sulfat, Mg-stearat, talk, sodium asetat, sodium lauril sulfat.

5. Glidant (Bahan Pelicin)

Digunakan untuk memacu aliran serbuk atau granul dengan jalan mengurangi gesekan antar partikel.

Contoh: talkum, corn starch, aerosil. 6. Disintegrants (Penghancur)

Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya tablet ketika berkontak dengan cairan saluran pencernaan. Dapat berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang, dan menyebabkan tablet pecah.


(52)

7. Zat pewarna dan Pemanis

Gunanya adalah untuk menutupi warna tablet yang kurang baik, memudahkan identifikasi hasil produksi, dan membuat suatu produk tampak lebih menarik.

Contoh: zat warna FD&C

7.4 Metode Pembuatan Tablet

Sediaan tablet dapat dibuat melalui tiga macam metode, yaitu granulasi basah, granulasi kering dan kempa langsung. Pemilihan metode pembuatan sediaan tablet ini biasanya disesuaikan dengan karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet, apakah zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab, kestabilannya, besar kecilnya dosis, dan lain sebagainya.

a. Granulasi Basah

Adalah memproses campuran partikel zat aktif dan eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi. Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari metode granulasi basah adalah membasahi masa tablet dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu pula, kemudian masa basah tersebut digranulasi. Contoh tablet dengan teknik granulasi basah yaitu tablet vitamin C (asam askorbat).

Langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut:


(53)

1) Penimbangan dan pencampuran

Bahan aktif, pengisi dan bahan penghancur yang diperlukan dalam formulasi ditimbang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan, kemudian dicampur dan diaduk dengan baik, biasanya menggunakan mesin pencampur serbuk atau mikser. Diantara pengisi yang digunakan adalah laktosa, kaolin, manitol, amilum, dan kalsium fosfat.

2) Pembuatan granulasi basah

Mengubah serbuk menjadi granula dengan menambahkan cairan pengikat atau perekat ke dalam campuran serbuk. Bahan pengikat yang dapat digunakan adalah 10-20% cairan berair yang dibuat dari tepung jagung, 25-50% larutan glukosa, molase, macam-macam gom alam, derivat selulosa, gelatin dan povidon. Cairan pengikat yang ditambahkan harus memberikan kelembaban yang cukup supaya serbuk dapat bercampurdengan meremas menggunakan tangan sampai secukupnya.

3) Penyaringan adonan lembab menjadi pelet atau granul

Pada umumnya granulasi basah ditekan melalui ayakan no. 6 atau 8. Setelah semua bahan berubah menjadi granul, kemudian ditebarkan di atas selembar kertas yang lebar dalam nampan yang dangkal dan dikeringkan.

4) Pengeringan granul

Pada umumnya granul dikeringkan pada kabinet pengering dengan sistem sirkulasi udara dan pengendalian temperatur.

5) Penyaringan kering

Setelah dikeringkan, granul dilewatkan melalui ayakan dengan lubang lebih kecil. Biasa dipakai ayakan no 12 sampai 20.


(54)

6) Lubrikan atau pelincir

Setelah pengayakan kering, bahan pelincir kering ditambahkan ke dalam granul. Bahan pelincir yang umum digunakan antara lain talk, magnesium stearat dan kalsium stearat. Manfaat dari pelincir adalah untuk mempercepat aliran granul dalam corong ke dalam rongga cetakan, mencegah melekatnya granul pada punch

dan cetakan, mengurangi gesekan antar tablet dan dinding cetakan pada saat pengeluaran tablet dari cetakan.

7) Pencetakan tablet

Granul dimasukkan ke dalam ruang cetakan dan dikempa oleh kedua gerakan punch atas dan bawah membentuk tablet.

b. Granulasi Kering

Proses ini disebut juga slugging, yaitu memproses partikel zat aktif dan eksipien dengan mengempa campuran bahan kering menjadi massa padat yang selanjutnya dipecah lagi untuk menghasilkan partikel yang berukuran lebih besar dari serbuk semula (granul).

Dengan metode ini, baik bahan aktif maupun pengisi harus memiliki sifat kohesif agar massa yang jumlahnya besar dapat dibentuk. Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau suhu tinggi (6).

Setelah penimbangan dan pencampuran bahan (sama seperti pada metode granulasi basah), serbuk di ”slugged” atau dikompresi menjadi tablet yang lebar dan datar ataupelet dengan diameter sekitar 1 inci. Kempaan harus cukup keras agar ketika dipecahkan tidak menimbulkan serbuk berceceran. Tablet kempaan ini dihancurkan dengan tangan atau alat dan diayak, kemudian ditambahkan pelincir


(55)

lalu di kempa menjadi tablet (6). Contoh tablet dengan teknik granulasi kering antara lain tablet desogestrel, alendronat sodium, alupurinol, amitryprilin.

c. Kompresi Langsung

Adalah pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan metode yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun hanya dapat digunakan pada kondisi zat aktif yang kecil dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Ada beberapa zat berbentuk kristal seperti NaCl, NaBr dan KCl yang mungkin langsung dikempa, tetapi sebagian besar zat aktif tidak mudah untuk langsung dikempa, selain itu zat aktif tunggal yang langsung dikempa untuk dijadikan tablet kebanyakan sulit untuk pecah jika terkena air (cairan tubuh). Secara umum sifat zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung adalah alirannya baik, kompresibilitasnya baik, bentuknya kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas dan kohesifitas dalam massa tablet. Contoh tablet dengan teknik kempa langsung yaitu tablet asetaminofen.

7.5 Permasalahan Dalam Pencetakan Tablet

Masalah-masalah yang dapat muncul selama proses pencetakan tablet secara umum, seperti :

a. Capping : pemisahan sebagian atau keseluruhan bagian atas/bawah tablet dari badan tablet

b. Laminasi : pemisahan tablet menjadi dua bagian atau lebih c. Chipping : keadaan dimana bagian bawah tablet terpotong


(56)

d. Cracking : keadaan dimana tablet pecah, lebih sering di bagian atas-tengah

e. Picking : keadaan dimana granul menempel pada dinding die (

f. Sticking : perpindahan bahan dari permukaan tablet dan menempel pada permukaan punch

g. Mottling : keadaan dimana distribusi zat warna pada permukaan tablet tidak merata


(57)

BAB VIII

STUDI PRAFORMULASI 8.1 Keterangan Spesifikasi Bahan

8.1.1 Zat Aktif a. Klordiazepoksida

Rumus molekul : C16H14ClN3O

Bobot molekul : 299,76

Klordiazepoksida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0% C16H14ClN3O, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian: Serbuk hablur; kuning; tidak berbau; peka terhadap cahaya matahari

Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam kloroform P dan dalam etanol (95%P)

Stabilitas penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Indikasi: derivat benzodiazepin digunakan untuk menimbulkan sedasi, menghilangkan rasa cemas, dan keadaan psikosomatik yang ada hubungan dengan rasa cemas, hipnotik, antikonvulsi, pelemas otot dan induksi anastesi umum.


(58)

Data farmakologi dan farmakodinamik Klordiazepoksid

Mekanisme kerja : Merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Dari hasil penelitian ternyata klordiazepoksid bekerja pada system limbic otak yang berhubungan dengan respon emosi.

Farmakodinamik: Bekerja secara sentral tetapi perifer pada susunan secara kolinergik, adrenergic dan triptaminergik. Pemberian oral mencapai kadar tertinggi dalam 8 jam dan tetap tinggi sampai 24 jam. Ekskresi melalui ginjal lambat; setelah pemberian satu dosis, obat ini masih ditemukan dalam urin selama beberapa hari.

b. Thyamin Hidroklorida (Vitamin B1)

Rumus molekul : C12H17ClN4OS,HCl

Bobot molekul : 337,27

Thyamin Hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C12H17ClN4OS,HCl dihitung terhadap zat aktif yang telah

dikeringkan.

Pemerian : Hablur kecil atau serbuk hablur; putih; bau khas lemah mirip ragi; rasa pahit

Kelarutan : Mudah larut dalam air. Sukar larut dalam etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam eter P dan dalam Benzen P; larut dalam gliserol P


(59)

Susut pengeringan : Tidak lebih dari 5%; pengeringan dilakukan pada suhu 1050 selama 2 jam, menggunakan 500 mg.

Stabilitas penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik terlindung dari cahaya Indikasi: Pencegahan dan pengobatan defisiensi thyamin: dengan dosis 2-5 mg per hari untuk pencegahan defisiensi dan 5-10 mg untuk pengobatan defisiensi. Berguna untuk pengobatan berbagai neuritis, yang disebabkan oleh defisiensi vitamin.

Data farmakokinetik dan farmakodinamik Thyamin Hidroklorida

Farmakokinetik: Absorpsi oral berlangsung dalam usus halus dan duodenum, maksimal 8-15 mg per hari yang dicapai dengan pemberian oral sebanyak 40 mg. Dalam satu hari sebanyak 1 mg thyamin mengalami degradasi di jaringan tubuh. Jika asupan jauh melebihi jumlah tersebut, maka zat ini akan dikeluarkan melalui urin sebagai thyamin atau primidin.

Farmakodinamik: Pada dosis kecil atau dosis terapi thyamin tidak memperlihatkan efek farmakodinamik yang nyata. Meskipun thyamin berperan dalam metabolisme karbohidrat, pemberian dosis besar tidak mempengaruhi kadar gula darah.

c. Piridoksina Hidroklorida (Vitamin B6)


(60)

Bobot molekul : 205,64

Piridoksina hidroklorida mengandung tidak kurang dari 98% C8H11NO3.HCl

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak berbau, rasa asin

Kelarutan : Mudah larut dalam air. Sukar larut dalam etanol (95%) P; praktis tidak larut dalam eter P

Jarak titik lebur: antara 2040 dan 2080, disertai peruraian

Susut pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; pengujian dilakukan dalam hampa udara diatas fosforpentoksida P selama 4 jam.

Stabilitas penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya Indikasi: Pencegahan dan pengobatan defisiensi vitamin B6, mencegah atau

mengobati neuritis perifer oleh obat, misalnya isoniazid, sikloserin, hidralazin,penisilamin yang bekerja sebagai antagonis piridoksin. Indikasi lain untuk anemia yang responsif terhadap piridoksin yang biasanya sideroblastik dan mungkin disebabkan kelainan genetik.

Data farmakokinetik dan farmakodinamik Piridoksin Hidroklorida

Farmakokinetik: Piridoksin mudah diabsorpsi melalui saluran cerna. Ekskresi melalui urin terutama dalam bentuk 4-asam piridoksat (metabolit) dan piridoksal

Farmakodinamik: Pemberian piridoksin secara oral tidak menunjukkan efek farmakodinamik yang nyata.


(61)

d. Sianokobalamin (Vitamin B12)

Rumus molekul : C63H88CON14O14P

Bobot molekul : 1355,35

Sianokobalamin mengandung tidak kurang dari 96,0% C63H88CON14O14P

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian: Hablur atau serbuk hablur; merah tua; tidak berbau. Bentuk anhidrat sangat higroskopik

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol 95% (P); praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam aseton P

Susut pengeringan: Tidak lebih dari 12%; penetapan dilakukan 20 mg Stabilitas penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya Indikasi: Anemia pernisiosa. Penderita penyakit berat yang disertai kerusakan neurologik yang menyolok, penyakit hati yang berat atau komplikasi bentuk lain. Defisiensi sianokobalamin yang bisa disebabkan oleh gangguan fungsi atau struktur pada ileum, penyakit pankreas dan investasi parasit pada usus. Data farmakologi dan farmakokinetik Sianokobalamin

Farmakokinetik: Absorpsi peroral berlangsung lambat di ileum. Kadar puncak dicapai 8-12 jam setelah pemberian 3 mcg. Absorpsi ini berlangsung dengan


(62)

absorpsi secara langsung. Setelah diabsorpsi hampir semua vitamin B12 dalam

darah terikat dengan protein plasma. Sebagian besar terikat pada beta-globulin atau transkonalamin 2, sisanya terikat pada alfa-glikoprotein atau transkobalamin 1 dan inter-alfa-glikoprotein atau transkobalamin 3.

8.1.2 Spesifikasi Bahan Tambahan a. Microcrystalline Cellulose (Avicel)

(C6H10O5)n ≈ 36000, dimana n ≈ 2200

Pemerian : Putih, tidak berbau, tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri dari partikel berpori.

Kelarutan : Sedikit larut dalam 5% b/v larutan NaOH; praktis tidak larut dalam air; asam encer; dan banyak pelarut organik.

pH : 5,0 – 7,5

Berat jenis : 1,512 – 1,668 g/cm3 Titik lebur : 260 – 270oC

Kandungan lembab : Secara khas kurang dari 5% b/b. Akan tetapi, berbeda grade mengandung jumlah air yang bervariasi pula, microcrystalline cellulose higroskopis.

Inkompatibilitas: Microcrystalline cellulose inkompatibel dengan oksidator kuat.

Kegunaan: Adsorbent; suspending agent; pengisi tablet dan kapsul; disintegran tablet.


(63)

b.Amilum

Rumus empiris dan Berat molekul : (C6H10O5)n 50000 – 160000

Dimana n = 300 – 1000

Amilum terdiri dari amilosa dan amilopektin, dua polisakarida yang didasarkan α-glukosa.

Pemerian: Tidak berbau dan tidak berasa, serbuk halus, berwarna putih. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam etanol dingin (95%) dan dalam air dingin. Amilum mengembang dalam air 5-10% pada 37oC. polivalen ion memproduksi lebih banyak swelling daripada monovalen, efek dari pH hanyan sedikit pengaruhnya.

pH: 5,5 – 6,5 untuk 2% b/v larutan disperse dari amilum jagung pada 25oC. Sifat alir : 10,8 – 11,7 g/s untuk amilum jagung, 30% untuk amilum jagung (carr’s index ). Amilum jagung bersifat kohesif dan mempunyai sifat alir yang buruk.

Kandungan kelembaban : Semua amilum bersifat higroskopis dan secara cepat diabsorbsi oleh suhu lembab.


(64)

Suhu gelatinisasi : 73oC untuk amilum jagung, 72oC untuk amilum kentang, dan 63oC untuk amilum gandum.

Viskositas : 13,0 mPa s (13,0 cP) untuk 2% b/v larutan disperse amilum jagung pada 25oC.

Inkompatibilitas : -

Kegunaan: Glidan; pengisi tablet dan kapsul; penghancur tablet dan kapsul; pengikat tablet.

Aplikasi dalam formulasi farmasi: Merupakan eksipien utama dalam formulasi padat sebagai pengisi, pengikat dan penghancur. Amilum yang tidak dimodifikasi mempunyai sifat kempa yang kurang baik dan cenderung meningkatkan friabilitas tablet dan capping jika digunakan pada konsentrasi tinggi.

b. Talkum

Pemerian : Serbuk sangat halus (fines), putih atau putih keabu-abuan, tidak berbau, tidak berasa, serbuk kristal.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam asam dan basa ancer, pelarut organik dan air.

pH : 7-10 untuk 20% b/v cairan disperse. Kekerasan : 1,0 – 1,5

Kandungan kelembaban : Talk secara tidak signifikan menyerap air pada suhu 25oC dan kelembaban relatif sekitar 90%.

Inkompatibilitas : Dengan senyawa ammonium kwartener.

Kegunaan : Anticaking; glidan; pengisi tablet dan kapsul; lubrikan tablet dan kapsul.


(65)

c. Magnesium Stearat

[CH3(CH2)16COO]2Mg

Berat molekul : 591,34

Pemerian : Sangat halus, putih terang, serbuk tidak berasa dan low bulk density, mempunyai bau lemah seperti asam stearat, dan rasa yang khas. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol, etanol 95%, eter, dan air. Sedikit larut dalam benzene hangat dan etanol hangat (95%).

Sifat alir : Sifat alir buruk, serbuk kohesif. Titik lebur : 126 – 130oC

Inkompatibilitas: Inkompatibel dengan asam dan basa kuat serta garam besi. Hindari pencampuran dengan bahan oksidator. Tidak dapat digunakan dengan produk yang mengandung aspirin, beberapa vitamin, dan banyak garam alkaloid.

Kegunaan : Lubrikan tablet dan kapsul

Aplikasi dalam formulasi farmasi : Digunakan secara luas dalam formulasi kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Terutama digunakan sebagai lubrikan tablet dan kapsul dengan konsentrasi antara 0,25% sampai 0,5% b/b.

e. Aerosil

Aerosil memiliki luas permukaan spesifik yang tinggi dan terbukti sangat menguntungkan sebagai bahan pengatur aliran. Produk ini dapat mengatasi lengketnya partikel satu sama lain sehingga mengurangi gesekan antar partikel. Aerosil mampu mengikat lembab melalui gugus silanolnya dan sebagai serbuk masih mampu mempertahankan daya alirnya yang baik.


(66)

f. L-HPC (Low-Substituted Hydroxypropyl Cellulose)

L-HPC dapat digunakan sebagai penghancur dan pengikat. Sangat bagus untuk mengurangi kekerasan tablet. Dapat digunakan untuk metode cetak langsung dan granulasi basah. Stabil terhadap obat-obatan yang higroskopis. L-HPC tidak larut dalam air tetapi mengembang. Tidak melarut ataupun mengembang pada pelarut organik biasa tetapi melarut di dalam larutan NaOH 10% untuk member kelarutan yang kental.

8.2 Formulasi 8.2.1 Formula I

Bobot tablet 500 mg per tablet

Klordiazepoksid 5 mg

Vitamin B1 100 mg

Vitamin B6 200 mg

Vitamin B12 200 mcg

Mucilago Starch 1500 10 %

Avicel 6 %

Primogel 4 %

Mg Stearat 1 %

Talk 1 %

Aerosil 0,1%

Starch 1500 qs

Formula satu bets (20.000 tablet):

Klordiazepoksid 100 g


(1)

Aerosil 10 g

Laktosa ad 10 kg

Larutan Penyalut

HPMC 10 %

Triethyl citrate 2 % Titanium dioksida 1 % Sorbitan sesquioleat 0,0025%

Water 85 %

Fungsi Bahan Tambahan:

1. L-HPC: merupakan eksipien dalam formulasi sebagai penghancur 2. Laktosa: merupakan eksipien dalam formulasi sebagai pengisi. 3. Talk: sebagai glidant (pelicin)

4. Mg stearat: sebagai lubrikan (pelincir)

5. Aerosil: melindungi sifat higroskopis vitamin B12 Prosedur pembuatan:

1) Semua bahan aktif dan bahan tambahan ditimbang

2) Dimasukkan Lactose ke dalam super mixer untuk melapisi pori-pori mesin, lalu ditambahkan vitamin B6, B1, Klordiazepoksid dan B12.

3) Dimasukkan LHPC lalu di mixer ± 10 menit sampai homogen.


(2)

mm sambil dilakukan pemeriksaan setiap 15 menit yaitu dengan mengatur tekanan mesin agar diperoleh bobot dan kekerasan tablet yang diinginkan.Metode pencetakan adalah cetak langsung.

7) Setelah pencetakan selesai masukkan dalam container tertutup rapat, ambil tablet untuk IPC tablet, tutup rapat dan karantina selama proses pemeriksaan.

8) Setelah lulus QC, tablet disalut dengan menggunakan larutan penyalut. 9) Setelah lulus QC, tablet dikemas dengan kemasan strip sambil dilakukan

pemeriksaan, ambil sampel untuk IPC dan karantina selama proses pemeriksaan.


(3)

BAB IX PEMBAHASAN

Pada formula I (granulasi basah), penggunaan starch 1500® memiliki dua fungsi yang berbeda yaitu sebagai pengisi dan pengikat. Starch 1500® dalam air dingin mempunyai efektifitas yang tinggi sebagai pengikat terhadap sediaan padat dan mempunyai viskositas lebih rendah daripada mucilago amili lainnya. Penambahan starch 1500® pada granulasi basah akan memberikan daya ikat yang kuat sehingga tablet menjadi lebih kuat dan lebih cepat hancur. Daya ikat starch 1500® sebesar 15% jika digunakan dengan metode granulasi basah dan daya hancurnya kurang dari 1 menit.

Avicel® (mikrokristalin selulosa) sangat baik bila digunakan sebagai penghancur, kadarnya sebagai penghancur dibawah 10%. Berfungsi memasukan air ke dalam matrik tablet melalui pori-pori kapiler. Kadar optimumnya adalah 6%.

Primogel® merupakan modifikasi sodium strach glycolate, pemakaiannya 1% - 20% dengan konsentrasi optimum 4%, mampu menyerap air 200% - 300%. Waktu desintegrasi dipengaruhi oleh bahan tambahan lain yang bersifat hidrofob, seperti lubricant, namun Primogel® tidak. Tablet yang menggunakan zat ini cenderung berada dalam kondisi yang baik selama penyimpanan. Primogel® relatif stabil serta memiliki sifat fisika yang tidak berubah selama lebih dari 4 tahun jika


(4)

sterat sebagai lubrikan dalam formulasi tablet adalah mengurangi friksi antar partikel dan memfasilitasi keluarnya tablet dari die (fungsi lubrikan), serta mencegah lengketnya pada permukaan punch dan die (anti adheren).

Talk berfungsi sebagai glidan untuk memperbaiki sifat alir granul atau serbuk massa tablet dan memperbaiki gesekan sesama partikel. Dengan meningkatkan laju alir dari granul maka dapat mengurangi penyimpangan bobot tablet. Talk merupakan bahan yang mudah didapat dan tidak bersifat higroskopis sehingga tidak melekat pada alat cetak tablet. Aerosil digunakan untuk menutupi sifat higroskopis dari vitamin B12.

Pada formula II dilakukan dengan metoda cetak langsung, secara umum pengisi digunakan laktosa karena laktosa memiliki stabilitas yang baik bila dikombinasikan dengan bahan obat lain, biasanya dalam bentuk hidrat dan anhidrat.

L-HPC memiliki kemampuan yang baik sebagai pengikat dibandingkan pengikat yang lain dan memiliki kemampuan untuk mencegah terjadinya capping pada proses pencetakan. Dapat digunakan untuk metode cetak langsung dan granulasi basah. Stabil terhadap obat-obatan yang higroskopis. L-HPC tidak larut dalam air tetapi mengembang. Pada konsentrasi L-HPC 6% sudah dapat mengikat tablet dengan sangat baik.


(5)

BAB X

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Formula II (metode cetak langsung) lebih baik digunakan untuk memproduksi klordiazepoksid, vitamin B1, B6 dan B12.

5.2 Saran

Sebaiknya digunakan Formula II untuk memproduksi tablet klordiazepoksid, vitamin B1, B6 dan B12.


(6)

Anonim, 1989, Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 05410/A/SK/XII/1989 tentang Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1988, Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 43/SK/Menkes/II/1988 tentang pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1990, Keputusan Mentri Kesehatan RI No. 245/SK/Menkes/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Izin Usaha Industri farmasi, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2007, Kepala Staf TNI AD, Peraturan Kasad Nomor Perkasad/219/XII/2007 tentang Organisasi dan Tugas Lembaga Farmasi, Ditkesad (Orgas Lafi Ditkesad), Bandung.

Anonim, 2006, Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Anonim, 2006, Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Priyambodo, B. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka Utama, Yogyakarta.

British Pharmacopeia 2002.

Anief, Moh. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik, Gadjah Mada University Press. 2006.

Anonim. Farmakope Indonesia III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 1979. Hal 6-8.

Anonim. Farmakope Indonesia IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. 1995. Hal 4.

Lachmann, Leon et al. Teori dan Praktek Farmasi Industi Jilid 2. Penerjemah : Siti Suyatmi. Jakarta : UI Press. 1989. Hal 644-646, 697-705.

Ansel, Howard C. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Penerjemah: Farida Ibrahim. Jakarta: UI Press. 1989. Hal 261-266, 269-271.


Dokumen yang terkait

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Industri Farmasi Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Periode 03 – 28 Oktober 2011 Bandung

4 48 99

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) Bandung 03 – 28 Oktober 2011

7 70 101

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Industri Farmasi Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Periode 2 – 31 Mei 2011 Bandung

1 36 105

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Periode 3 Mei 2010 – 31 Mei 2010

0 58 119

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Bandung Periode 03 Mei – 31 Mei 2010

0 28 96

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Bandung Tanggal 03 Mei – 31 Mei 2010

0 34 102

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Bandung Tanggal 03 Mei – 31 Mei 2010

2 36 108

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Periode 3 Agustus – 31 Agustus 2009

0 45 79

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD) Periode 3 Agustus – 31 Agustus 2009

1 62 93

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri di Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (LAFI DITKESAD)Periode 3 Agustus – 31 Agustus 2009

2 33 100