Berpartisipasi pembuatan analisis risiko bencana, 2 Melakukan penelitian terkait kebencanaan, 3 Membuat Rencana Aksi Komunitas,
4 Aktif dalam Forum prabencana, 5 Melakukan upaya pencegahan bencana, 6 Bekerjasama dengan pemerintah dalam upaya mitigasi, 7
Mengikuti pendidikan, pelatihan dan penyuluhan untuk upaya prabencana, dan
8 Bekerjasama
mewujudkan DesaKelurahan
Tangguh Bencana.Ramli, 2011.
2.4 Manajemen Penanganan Krisis Kesehatan di Indonesia
2.4.1 Pengorganisasian Menurut Depkes RI 2007 tugas penyelenggaraan penanggulangan bencana
ditangani oleh Badan Nasional Penggulangan Bencana BNPB di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD di tingkat daerah.
1. Tingkat pusat Badan nasional penanggulangan bencana BNPB mempunyai tugas:
a. Memberikan pedoman
dan pengarahan
terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencangkup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi secara adil
dan setara. b. Menetapkan
standarisasi dan
kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan. c. Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat.
d. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap
saat dalam kondisi darurat bencana. e. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbanganbantuan
nasional dan internasional. f. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
anggaran pendapatan dan belanja Negara g. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan h. Menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana
daerah.
2. Daerah BPBD mempunyai tugas:
a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan BNPB terhadap usaha penanggulangan
bencana yang mencangkup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.
b. Menetapkan standarisasi
serta kebutuhan
penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan.
c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana. d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.
3. Unit pelaksanaan teknis Depkes Kantor kesehatan pelabuhan KKP dan balai teknis kesehatan lingkungan
pemberantasan penyakit menular merupakan unit-unit pelaksanaan teknis Depkes di daerah.
2.4.2 Mekanisme pengelolaan bantuan 1. Obat dan Perbekalan Kesehatan
Penyedian obat dalam situasi bencana merupakan salah satu unsur penunjang yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan pada saat bencana.
Pengaturan dan pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan adalah sebagai berikut Depkes RI, 2007:
a. Posko kesehatan langsung meminta obat dan perbekalan kesehatan kepada Dinas Kesehatan setempat.
b. Obat dan perbekalan kesehatan yang tersedia di pustu dan puskesmas dapat langsung dimanfaatkan untuk melayani korban bencana, bila terjadi
kekurangan minta tambahan ke dinas kabkota Instansi farmasi kabkota. c. Dinkes kabkota instansi farmasi kabkota menyiapkan obat dan
perbekalan kesehatan selama 24 jam untuk seluruh sarana kesehatan yang melayani korban bencana baik di puskesmas, pos kesehatan, RSU, sarana
pelayanan kesehatan TNI dan POLRI maupun swasta. d. Bila persediaan obat di dinkes kabkota mengalami kekurangan dapat
segera meminta kepada dinkes provinsi dan atau depkes c.q pusat penanggulangan krisis berkoordinasi dengan ditjen binfar dan alkes.
Prinsip utama yang harus dipenuhi dalam proses pemberian bantuan obat dan perbekalan kesehatan mengacu kepada “Guidelines for Drug Donations”,
yaitu : a. Prinsip pertama: obat sumbangan harus memberikan keuntungan yang
sebesar-besarnya bagi Negara penerima, sehingga bantuan harus didasarkan pada kebutuhan, sehingga kalau ada obat yang tidak
diinginkan, maka kita dapat menolaknya. b. Prinsip kedua:obat sumbangan harus mengacu kepada keperluan dan
sesuai dengan otoritas penerima dan harus mendukung kebijakan pemerintah dibidang kesehatan dan sesuai dengan persyaratan
administrasi yang berlaku. c. Prinsip ketiga:tidak boleh terjadi standar ganda penetapan kualitas salah
satu item obat tidak diterima di Negara donor, sebaiknya hal ini juga diberlakukan di Negara penerima.
d. Prinsip keempat:adalah harus ada komunikasi yang efektif antara Negara donor dan Negara penerima, sumbangan harus berdasarkan permohonan
dan sebaiknya tidak dikirimkan tanpa adanya pemberitahuan.
2.5 SPGDT di Indonesia