PENGARUH PENAMBAHAN RAGI (YEAST) DAN VITAMIN C PADA PAKAN BUATAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON IMUN NON SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG DIUJI TANTANG Aeromonas salmonicida

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN RAGI (YEAST) DAN VITAMIN C PADA PAKAN BUATAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON

IMUN NON SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio) YANG DIUJI TANTANG Aeromonas salmonicida

Oleh

Tutut Yuniarsih

Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan. Permintaan ikan mas yang sangat pesat menyebabkan budidaya ikan mas dilakukan secara intensif. Kegiatan budidaya tidak terlepas dari adanya penyakit, salah satunya disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicida. Selama ini, penanggulangan penyakit pada budidaya umumnya menggunakan antibiotik. Pemakaian antibiotik sebagai obat utama dalam penanganan suatu penyakit akan menimbulkan resistensi dari bakteri penyebab penyakit dan dapat mencemari lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukan alternative untuk menggantikan antibiotik. Salah satunya yaitu dengan penambahan imunostimulan pada pakan yang bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas salmonicida. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Budidaya Perairan. Rancangan yang digunakan adalah RAL dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan, dimana perlakuan A (tanpa ragi dan vitamin C/kontrol), B (penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 500 mg/kg pakan), C (penambahan ragi 10 g/kg pakan dan vitamin C 500 mg/kg pakan), D (penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan), E (penambahan ragi 10 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan). Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kelangsungan hidup ikan, gejala klinis, perhitungan total leukosit, dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahan imunostimulan berupa ragi dan vitamin C memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan dan total leukosit (P<0,05). Perlakuan D (penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan) memberikan hasil terbaik dengan menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi yaitu 88,89% dan jumlah leukosit sebesar 135.860sel/mm3.

Kata kunci : ikan mas, imunostimulan, ragi dan vitamin C, Aeromonas salmonicida


(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ADDITION YEAST AND VITAMIN C ON

ARTIFICIAL FEED AS IMUNOSTIMULANT TOWARD NON SPESIFIC IMMUNE RESPONSE COMMON CARP (Cyprinus carpio) THAT

INJECTED BY Aeromonas salmonicida By

Tutut Yuniarsih

Common carp is a freshwater fish consumption that cultivated a lot. Demand on carp that is always increase lead to intensive carp culture. Carp culture can not be separated from diseases, such as infection of Aeromonas salmonicida. Nowdays, prevention of diseases in aquaculture generally use antibiotics. The use of antibiotics as the main drug in the treatment of a disease will cause resistance of disease-causing bacteria and can contaminate the environment. Therefore, alternatives are needed to replace antibiotics. One of them is the addition of immunostimulants on feed that aims to prevent the occurrence of infections caused by Aeromonas salmonicida infection. The research was conducted from August until October 2011 in the Laboratory of Aquaculture. Experiment design used was completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 3 replications. The treatment were treatment A (without yeast and vitamin C / control), B (addition of yeast 5 g / kg of feed and vitamin C 500 mg / kg of feed), C (addition of 10 g yeast / kg feed and vitamin C 500 mg / kg of feed), D (the addition of yeast 5 g / kg of feed and vitamin C 750 mg / kg of feed), E (the addition of yeast 10 g / kg of feed and vitamin C 750 mg / kg of feed) . Parameters measured in this study were RPS, clinical symptoms, number of total leukocyte, and water quality. The results showed that the use of immunostimulants in the form of yeast and vitamin C to give significant effect on the survival of fish and total leukocytes (p<0.05). Treatment D (the addition of yeast 5 g / kg of feed and vitamin C 750 mg / kg of feed) gave the best performance by generating the highest survival of 88,89% and amount of leukocytes by 135.860 cells/mm3.

Key word : common carp, immunostimulant, yeast and vitamin C, Aeromonas salmonicida


(3)

PENGARUH PENAMBAHAN RAGI (YEAST) DAN VITAMIN C PADA PAKAN BUATAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON

IMUN NON SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L) YANG DIUJI TANTANG Aeromonas salmonicida

Oleh

TUTUT YUNIARSIH

Skripsi

Sebagai Salah Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN

Pada

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG 2012


(4)

PENGARUH PENAMBAHAN RAGI (YEAST) DAN VITAMIN C PADA PAKAN BUATAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPON

IMUN NON SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L) YANG DIUJI TANTANG Aeromonas salmonicida

(SKRIPSI)

Oleh Tutut Yuniarsih

0714111016

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 6

2. Morfologi Ikan Mas ... 8

3. Bakteri Aeromonas salmonicida ... 10

4. Saccharomyces cerevisiae ... 17

5. Gambar struktur kimia vitamin C ... 18

6. Rata-rata RPS (Relative Percent Survival) ... 35


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

C. Kerangka Pemikiran ... 4

D. Hipotesis ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Mas (Cyprinus carpio L) ... 8

1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas ... 8

2. Habitat Ikan Mas ... 9

B. Aeromonas salmonicida ... 10

C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan ... 12

D. Imunostimulan ... 14

E. Ragi (Yeast) ... 15

1. Sacharomyces cerevisiae ... 16

2. Sacharomyces cerevisiae sebagai Imunostimulan ... 17

F. Vitamin C ... 18

1. Suplemen Vitamin C dalam Pakan ... 18

2. Vitamin C sebagai Imunostimulan ... 19

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 21

B. Alat dan Bahan ... 21

C. Desain Penelitian ... 22

D. Prosedur Penelitian ... 22

1. Tahap Persiapan ... 22

a. Sterilisasi Alat dan Bahan ... 22

b. Persiapan Wadah dan Ikan Uji ... 23

c. Pencampuran Pakan ... 23


(7)

a. Uji LD50 ... 24

b. Pemeliharaan Ikan dan Pemberian Pakan ... 24

c. Uji Tantang ... 24

3. Tahap Pengamatan ... 25

a. Gejala Klinis ... 25

b. Perhitungan RPS (Relative Percent Survival) Ikan Mas ... 25

c. Aspek Haematologi ... 26

d. Kualitas Air... 27

E. Analisis Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji LD50 ... 28

B. Pengamatan Gejala Klinis ... 28

1. Pergerakan Renang Ikan ... 29

2. Respon Makan Ikan... 30

3. Peradangan pada Kulit Ikan ... 32

C. RPS (Relative Percent Survival) ... 33

D. Perhitungan Total Leukosit ... 35

E. Kualitas Air ... 39

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 40

B. Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 4

C. Kerangka Pemikiran ... 4

D. Hipotesis ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ikan Mas (Cyprinus carpio L) ... 8

1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas ... 8

2. Habitat Ikan Mas ... 9

B. Aeromonas salmonicida ... 10

C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan ... 12

D. Imunostimulan ... 14

E. Ragi (Yeast) ... 15

1. Sacharomyces cerevisiae ... 16

2. Sacharomyces cerevisiae sebagai Imunostimulan ... 17

F. Vitamin C ... 18

1. Suplemen Vitamin C dalam Pakan ... 18

2. Vitamin C sebagai Imunostimulan ... 19

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 21

B. Alat dan Bahan ... 21

C. Desain Penelitian ... 22

D. Prosedur Penelitian ... 22

1. Tahap Persiapan ... 22


(9)

iii

b. Persiapan Wadah dan Ikan Uji ... 23

c. Pencampuran Pakan ... 23

2. Tahap Pelaksanaan ... 24

a. Uji LD50 ... 24

b. Pemeliharaan Ikan dan Pemberian Pakan ... 24

c. Uji Tantang ... 24

3. Tahap Pengamatan ... 25

a. Gejala Klinis ... 25

b. Perhitungan RPS (Relative Percent Survival) Ikan Mas ... 25

c. Aspek Haematologi ... 26

d. Kualitas Air ... 27

E. Analisis Data ... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji LD50 ... 28

B. Pengamatan Gejala Klinis ... 28

1. Pergerakan Renang Ikan ... 29

2. Respon Makan Ikan ... 30

3. Peradangan pada Kulit Ikan ... 32

C. RPS (Relative Percent Survival) ... 33

D. Perhitungan Total Leukosit ... 35

E. Kualitas Air ... 39

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 40

B. Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA


(10)

iiii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 6

2. Morfologi Ikan Mas ... 8

3. Bakteri Aeromonas salmonicida ... 10

4. Saccharomyces cerevisiae... 17

5. Gambar struktur kimia vitamin C ... 18

6. Rata-rata RPS (Relative Percent Survival) ... 35


(11)

iiv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tingkah Laku Ikan Mas Setelah Uji Tantang ... 30

2. Respon Makan Ikan Mas ... 31

3. Peradangan Pada Ikan Mas ... 33


(12)

iv DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tata Letak Akuarium ... 47

2. Pengenceran Konsentrasi Bakteri ... 48

3. Perhitungan Uji LD50 ... 49

4. Pembuatan Media TSA dan TSB ... . . 50

5. Gejala Klinis Ikan Mas ... .. 51

6. Data Total Leukosit Ikan Mas Selama Penelitian ... .. 52

7. Proses Pencampuran Pakan ... .. 53

8. Perhitungan Total Leukosit ... .. 54

9. Analisis Sidik Ragam ... .. 55


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae untuk Ternak. Wartazoa Vol. 15 No. 48-55

Ahmad, R. Z. 2008. Efektivitas Cendawan Duddingtonia flagrans dan

Saccharomyces cerevisiae dalam Pengendalian Cacing Haemonchus contortus pada Ternak. Tesis. IPB. Bogor

Amri, K. dan Khairuman. 2008. Ciri Morfologi Ikan Mas. Jakarta. AgroMedia Pustaka

Angka, S. L, BP Priosoeryanto, BW. Lay dan E. Harris. 2004. Penyakit Motile Aeromonas Septicemia pada Ikan Lele Dumbo : Upaya Pencegahan dan Pengobatannya dengan Fitofarmaka. Forum pascasarjana. 27: 339-350 Anonim, 2008. Pemantauan Hama dan Penyakit Ikan Karantina di Pulau Batam

dan sekitarnya. Pusat Karantina Ikan.

Ariaty, L. 1991. Morfologi Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio), Nila Merah (Oreochromis sp.) dan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dari Sukabumi. Skripsi. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor. 87hal

Austin, B. DA Austin. 1993. Bacterial Fish Patogens, Diseases in Farm and Wild Fish. Ellis Herwood (ed). London. Hal: 173-177

Bakri, F. F. 2010. Pengaruh Dosis Ragi (Yeast) dan Vitamin C Pada Pakan Buatan Sebagai Imunostimulan Untuk Pencegahan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Buchanan, R.E. dan Gibbbons, N.E. 1974. Bergey’s manual of determinative bacteriology. Eighth wdition, The Williams dan Wilkins Co., Baltimore, pp. 747-842


(14)

Cipriano, R. C dan Bullock, GL. 2001. Furunculosis And Other Diseases Caused By

Aeromonas salmonicida. Fish Disease Leaflet 66.

Cholik, F., Jagatraya. G. Poernomo, dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur. Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman Akuarium Air Tawar: Jakarta.

Dana, D. dan Angka. S. L. 1990. Masalah Penyakit Parasit dan Bakteri pada Ikan Air Tawar Serta Cara Penanggulangannya. Hal : 10-23. Prosiding Seminar Nasional II Penyakit Ikan dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor. 227 hal.

Effendi, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Utama, Bogor. 162 hal. Ellis A.E. 1997. Immunization Wg Bacterial Antigens: Furunculosis.

Developments in Biological Stdanardization. 90: 107-116.

Fahry, B. 2009. Bakteri Aeromonas sp. http/el-fahribimantara.blog.htm. diakses 15 Maret 18.30 WIB

Fitriani, M. 2010. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Ketahanan Tubuh Ikan Mas (Ciprinus carpio L) yang Terinfeksi Aeromonas salmonicida. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung

Giri, 2008. Efektifitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Terhadap Ketahanan Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio) Yang Diinfeksi Koi Herves Virus (KHV). Skripsi. FPIK IPB : Bogor. Hal 12,13.

Holt, J. G., N. R. Krieg, P. H. A. Sneath, J. T. Staley, S. T. Williams.. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ninth Edition. The Williams dan Wilkin Company, Baltimore.

Inglis, V., R.J. Roberts dan N.R. Bromage. 1993. Bacterial Diseases of Fish. Blackwell Scientific Publications. London. P: 143-152.

Irianto, A. 2002. A Study of Probiotics Effective for the Control of Aeromonas salmonicida Infection in Fish. PhD. Thesis. Heriot-Watt University. Edinburgh, UK.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. GMU Press. Yogyakarta.

Khairuman, Sudenda. D, dan Gunadi. B. 2008. Budidaya Ikan Mas secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta

Kordi, K. dan Ghufran, H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT. Sadi Mahasatya. Jakarta. 194hal.


(15)

Kurniastuty, T. Tusihadi, dan Hartono, P. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam Pembenihan Ikan Kerapu. DKP, Dirjen Perikanan Budidaya, Balai Budidaya Laut Lampung, Lampung.

Lesmanawati, W. 2006. Potensi Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) Sebagai Antibakteri dan Imunostimulan Pada Ikan Patin (Pangasionodon hypophthalmus) yang Diinfeksi Aeromonas hydrophila. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.

Life Source Basics. 2002. WGP. Beta glucan. http: www. Life Source Basics.com/beta_glucan. Diakses 15 Maret 2011 pukul 16.15 WIB Lingga, P. 1987. Ikan Mas Kolam Air Deras. Jakarta. Penerbit Penebar Swadaya

cetakan II.

Mariyono dan Sudana. 2002. Teknik Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Bercak Merah pada Ikan Air Tawar yang Disebabkan Oleh Bakteri Aeromonas hydrophila. Buletin Teknik Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Vol. 7 (1): 33-36

Mones, R. A. 2008. Gambaran Darah Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn) Strain Majalaya Yang Berasal Dari Daerah CIAMPEA-BOGOR. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nabib, R., FH. Pasaribu. 1989. Pathology dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Hal 158

Nikon. 2004. Saccharomyces Yeast Cells : Nikon Mikroscopy. Phase Contrast ImageGallery.http//www.microscopy.com/gallaries/saccharomycessmall.h tml. diakses 15 Maret 16.25 WIB

Nitimulyo, K.H., I.Y.B. Lelono, dan A. Surono. 1993. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri Buku 2. Pusat Karantina Pertanian: Jakarta.

Nur, E. M dan Santoso, B. 2003. Pemberian Ektrak Khamir Untuk Kekebalan Terhadap Serangan Penyakit Bercak Putih Viral Pada Udang. Skripsi. Balai Pengembangan Budidaya Air Payau. Jepara

Nuranto. 1991. Pengaruh Vitamin C Terhadap Pertumbuhan Ikan Lele (Clarias batrachus). Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 73hal Nursalim, A. W. 2006. Hama dan Penyakit Ikan Karantina. ikasia_saka: Malang


(16)

Pratama, N.Z. 2010. Efektivitas Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) Sebagai Antibakteri pada Ikan Mas (Ciprinus carpio) yang Diinfeksi Aeromonas salmonicida. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung Raharjo, S. B. 2010. Efektivitas Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia Cattapa L.)

Untuk Meningkatkan Imunitas Ikan Patin (Pangasioniodon Hypophthalmus) Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas Salmonicida. Skripsi . Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan 2. Binacipta, Jakarta. 520 hal

Sanger. 2004. Peptidase of Saccharomyces cerevisiae. http/merops.sanger.ac.Uk/speccards/peptidase/sp000895.htm. diakses 15 Maret pukul 17.45 WIB

Santoso, B. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. 2009. Yogyakarta. Penerbit Kanisius Cetakan 15.

Siregar, H.C.H. 2010. Pengaruh Penggunaan Probiotik Saccharomyces Cerevisiae Dalam Ransum Ternak Terhadap Produksi dan Reproduksi. Info Riset Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

SNI. 1999. Produksi Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linneaus) Strain Majalaya Kelas Benih Sebar. Ringkasan SNI Perikanan Budidaya. Hal. 2.

Soeseno, S. 1991. Pemeliharaan Ikan di Kolam Perkarangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Cetakan 12

Suhartono E, Fachir H dan Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres Oksidatif Dasar dan Penyakit. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin: Pustaka Benua

Supriyadi, H. 2000. Sistem Pertahanan Tubuh Pada Ikan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Jakarta

Susanto, dkk. 2009. Vitamin C Sebagai Antioksidan. Makalah Ilmu Pangan dan Gizi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Suseno. 2000. Pengelolaan Usaha Pembenihan Ikan Mas. Jakarta: Penebar Swadaya.

Wahyuningsih, S. P. A. 2001. Pengaruh Imunostimulan B-Glukan terhadap Jumlah Total Leukosit pada Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Jurnal Penelitian Medika Eksakta. Vol. 2. No. 1


(17)

Widiyati, Ani dan Praseno, Ongko. 2002. Warta Penelitian Perikanan Indonesia Volume 8 Nomor 1. Balai Penelitian dan Perikanan Air Tawar. Sukamandi Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas Potensi dan Aplikasi


(18)

I. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2011, di Laboratorium Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium 50x40x40 cm3 sebanyak 15 buah, instalasi aerasi, scoopnet, sprayer, timbangan analitik, termometer, pH meter, DO meter, cawan petri, tabung reaksi, bunsen, autoclave, gelas obyek, mikroskop, jarum ose, pipet tetes, erlenmeyer, haemocytometer, spektrofotometer, tabung eppendorf, sentrifuge, vortex, mikropipet, hot plate stirrer, jarum suntik (spuit) ukuran 0,5” 23G, dan tissu (Lampiran 10).

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ikan mas (Cyprinus carpio L) strain Majalaya asal Pagelaran dengan ukuran 10-15cm sebanyak 150 ekor, pakan buatan (pellet), ragi dengan komposisi Saccharomyces cerevisiae (fermipan), vitamin C (Premiun C dengan kandungan asam askorbat 400mg/100g), isolat bakteri Aeromonas salmonicida, TSA (Tryptic Soy Agar), TSB (Tryptic Soy Broth), aquades, dan alkohol 70% (Lampiran 10).


(19)

C. Desain Penelitian

Penelitian ini disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan dan ulangan sebanyak 3 kali. Penentuan dosis berdasarkan penelitian Bakri (2010) yang menambahkan ragi (yeast) dan vitamin C pada pakan buatan sebagai imunostimulan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele (Clarias gariepinus). Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

Perlakuan A : tanpa penambahan ragi dan vitamin C

Perlakuan B : penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 500 mg/kg pakan Perlakuan C : penambahan ragi 10 g/kg pakan dan vitamin C 500 mg/kg pakan Perlakuan D : penambahan ragi 5 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan Perlakuan E : penambahan ragi 10 g/kg pakan dan vitamin C 750 mg/kg pakan

D. Prosedur Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk membebaskan peralatan dari mikroorganisme kontaminan. Peralatan yang akan digunakan dimasukkan ke dalam autoclave dan plastik tahan panas, yang sebelumnya alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas kopi yang bertujuan untuk mencegah alat-alat tersebut terkena air. Sterilisasi dilakukan pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15-20 menit.


(20)

b. Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Wadah yang akan digunakan berupa akuarium berukuran 50x40x40 cm3 dengan jumlah 15 unit. Wadah disusun dan diberi label secara acak (Lampiran 1). Sebelum digunakan, akuarium terlebih dahulu dibersihkan dengan cara dicuci menggunakan air dengan detergen, lalu diberi klorin dan dikeringkan. Setelah itu dipasang peralatan aerasi lalu diisi air yang telah diendapkan selama 24 jam sampai ketinggian 25 cm.

Ikan uji yang digunakan adalah ikan mas strain majalaya asal Pagelaran dengan ukuran 10-15 cm dengan berat kurang lebih 20 gram. Sebelum ikan dimasukkan ke dalam akuarium, ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 7 hari. Selama masa tersebut, ikan uji diberi pakan berupa pellet dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari pada pagi, siang, dan sore hari dengan FR 3% dari rata-rata berat ikan.

c. Pencampuran Pakan

Pakan buatan yang digunakan berupa pellet apung (781-2) yang mengandung protein 31-33% ditimbang sebanyak 1 kg. Kemudian ragi ditimbang sesuai dosis yang telah ditentukan dan dicampurkan air 100 ml, lalu dicampurkan pakan dengan bantuan sprayer. Pakan didiamkan selama 24 jam agar Saccharomyces cerevisiae dapat tumbuh. Setelah itu vitamin C ditimbang sesuai dosis dan dicampurkan dengan pakan yang sudah tercampur ragi sampai homogen dan diaduk dengan spatula. Pellet dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, kemudian didinginkan pada suhu kamar dan dikemas dalam wadah (Lampiran 7).


(21)

2. Tahap pelaksanaan

a. Uji LD50

Sebelum masuk pada percobaan, terlebih dahulu dilakukan uji LD50. Uji ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi bakteri yang dapat menyebabkan kematian ikan uji sebanyak 50%. Ikan disuntik secara intramuskular dengan bakteri Aeromonas salmonicida sebanyak 0,1 ml/ekor dengan konsentrasi 104, 105, 106, 107, dan 108 cfu/ml. Parameter yang diamati adalah jumlah kematian dan gejala klinis.

Berdasarkan Reed dan Muench (1938); Lesmanawati (2006) perhitungan LD50 sebagai berikut :

Log negatif LD50 = Log negatif konsentrasi 50% + selang proporsi

b. Pemeliharaan Ikan dan Pemberian Pakan

Pemeliharaan ikan dilakukan selama 28 hari. Sebelum diberi perlakuan, ikan diaklimatisasi terlebih dahulu selama 3 hari. Ikan dipelihara dan diberi pakan buatan yang telah dicampur dengan ragi dan vitamin C sebanyak 4% (SNI,1999) dari rata-rata bobot ikan per hari. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.00, 12.00, dan 16.00. Untuk menjaga kualitas air, dilakukan penyiponan dan pergantian air setiap hari pada pagi hari.

c. Uji Tantang

Pada minggu ke-2 pemeliharaan ikan, dilakukan uji tantang dengan cara menginfeksi ikan mas melalui penyuntikan bakteri Aeromonas salmonicida


(22)

sebanyak 0,1 ml/ekor dengan kepadatan yang diperoleh saat uji LD50 secara intramuscular. Pada masa pengamatan setelah uji tantang, ikan dipelihara seperti masa sebelumnya dengan pemberian pakan dan penyiponan. Pengamatan gejala klinis dan kelangsungan hidup ikan dilakukan setiap hari selama 14 hari.

3. Tahap Pengamatan a. Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis dilakukan setiap hari selama 14 hari (setelah uji tantang). Gejala klinis yang diamati adalah pergerakan ikan, respon makan, peradangan kulit dan sirip rusak. Adapun cara pengamatan gejala klinis sebagai berikut :

 Pergerakan ikan dapat diamati dengan cara memperhatikan cara berenang ikan, masih stabil atau tidak stabil,

 Respon makan dapat diamati dengan melihat reaksi ikan uji pada saat pemberian pakan, apakah langsung tanggap, kurang tanggap, atau tidak tanggap,

 Peradangan pada kulit dapat diamati dengan memperhatikan bagian kulit ikan uji, apakah ikan mengalami pendarahan, abses, perut agak gembung (dropsy), timbul bercak merah, dan

b. Perhitungan RPS (Relative Percent Survival) Ikan Mas

Pengamatan jumlah kematian ikan dari masing-masing perlakuan akan dihitung menggunakan persentase perlindungan relatif (RPS) dengan rumus sebagai berikut (Amend, 1981) :


(23)

[ ]

RPS (Relative Percent Survival) merupakan tingkat perlindungan relatif yang menunjukkan efikasi bahan imunostimulan berupa ragi dan vitamin C dalam melindungi ikan dari serangan bakteri. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat ketahanan ikan uji yang diberi perlakuan (ragi dan vitamin C) dengan ikan tanpa perlakuan.

c. Aspek Haematologi (melalui perhitungan sel darah putih)

Salah satu aspek dari infeksi adalah terjadinya perubahan aspek darah. Darah mengalami perubahan yang serius, khususnya bila terkena penyakit infeksi (Amlacher 1970; Bakri, 2010). Pada ikan yang terinfeksi terjadi perubahan pada kandungan hemoglobin, jumlah sel darah putih (leukosit), dan sel darah merah (eritrosit) (Lagler et al., 1977; Bakri, 2010).

Sampel darah dikumpulkan dari ikan (3 ekor dari setiap akuarium atau 30% dari populasi ikan). Pengambilan darah dilakukan pada hari pertama, hari ke-14 (sebelum uji tantang) dan hari ke-21 (setelah uji tantang). Pengambilan darah dilakukan pada bagian vena caudalis yang berada di pangkal ekor ikan, kemudian dihitung jumlah sel darah putihnya (Lampiran 8). Alat yang digunakan untuk menghitung sel darah putih adalah haemocytometer. Penghitungan total leukosit (Lampiran 8) dilakukan pada 4 kotak besar haemocytometer dengan rumus :


(24)

d. Kualitas air

Untuk menjaga kualitas air selama penelitian dilakukan penyiponan dan pergantian air sebanyak 10% dari volume air setiap hari. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, DO, dan pH. Pengukuran kualitas air tersebut dilakukan dua kali sehari pada pagi dan sore hari, mulai dari masa pemeliharaan sampai masa pengamatan setelah uji tantang.

E. Analisis Data

Hasil pengamatan total leukosit akan dianalisis menggunakan analisis ragam pada selang kepercayaan 95% dengan software SPSS 16. Jika hasil yang diperoleh berbeda nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan dengan selang

kepercayaan 95%. Selain itu, analisis data deskriptif dilakukan pada perhitungan RPS (Relative Percent Survival), pengamatan gejala klinis dan kualitas air.


(25)

“Hanya orang takut yang bisa berani, karena keberanian

adalah melakukan sesuatu yang ditakutinya. Maka, bila merasa takut, Anda akan punya kesempatan

untuk bersikap berani” “Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi

Anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun.

Namun jika menyerah, rasa sakit itu terasa selamanya”

(Lance Amstrong)

“Waktu mengubah semua hal, kecuali kita. Kita mungkin

menua dengan berjalanannya waktu, tetapi belum tentu membijak. Kita-lah yang harus mengubah diri kita sendiri”


(26)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual yang tinggi. Peningkatan permintaan ikan mas konsumsi di pasaran, mendorong dikembangkannya teknologi budidaya dengan sistem intensif. Namun dalam pelaksanaannya, budidaya intensif sering mengalami berbagai masalah, antara lain munculnya serangan penyakit. Serangan penyakit tersebut dapat menimbulkan kegagalan hasil panen dan kerugian ekonomis.

Penyakit yang menyerang ikan mas ada yang merupakan penyakit non-infeksi dan non-infeksi (Supriyadi, 2000). Penyakit non-non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibat adanya gangguan faktor selain patogen, misalnya karena faktor lingkungan, kualitas pakan yang kurang baik, dan penyakit karena turunan (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Sedangkan penyakit infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus (Kurniastuty et al., 2004). Salah satu penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan mas adalah penyakit bakteri yang juga biasa menyerang ikan-ikan air tawar jenis lainnya, yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Ikan mas yang terkena penyakit akibat bakteri keadaannya cukup parah harus segera dimusnahkan (Anonim, 2008).

Salah satu jenis dari bakteri Aeromonas sp adalah Aeromonas salmonicida. Secara umum Aeromonas salmonicida merupakan bakteri penyebab utama


(27)

penyakit infeksi pada ikan-ikan salmonid dengan penyakit yang dikenal dengan furunculosis, namun sejumlah laporan menunjukkan bahwa terdapat juga gejala infeksi bakteri Aeromonas salmonicida pada ikan - ikan Cyprinid misalnya ikan mas hias dan ikan mas konsumsi (Irianto, 2005). Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stress yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan yang kurang cermat (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Penularan bakteri Aeromonas sp. dapat berlangsung melalui kontak langsung dengan ikan sakit, melalui peralatan budidaya, sisa-sisa tubuh ikan, hewan atau tumbuhan air, dan aliran air bekas ikan sakit (Dana dan Angka, 1990). Pengendalian bakteri ini sulit karena bakteri tersebut memiliki banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten terhadap obat-obatan (Kamiso dan Triyanto, 1993 ; Fahry, 2009).

Permasalahan akibat serangan agen patogenik pada ikan diatasi oleh para petani maupun pengusaha ikan menggunakan berbagai bahan-bahan kimia maupun antibiotik dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun, penggunaan bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan dosis yang kurang tepat, dapat menimbulkan strain bakteri yang resisten dan bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya (Mariyono dan Sudana, 2002). Oleh karena itu, diperlukan solusi alternatif untuk mengurangi penggunaan antibiotik dan bahan kimia. Sebaiknya dipilih cara yang dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan sebagai upaya pencegahan secara efektif dengan biayanya murah, mudah didapat, ramah terhadap lingkungan, dan tidak menyebabkan resistensi terhadap bakteri. Salah satunya dengan meningkatkan kekebalan tubuh atau imunitas pada ikan melalui pemberian imunostimulan. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa


(28)

imunostimulan adalah suatu bahan bila diberikan pada hewan atau manusia dapat menyebabkan peningkatan sistem pertahanan tubuh untuk menghadapi serangan penyakit (Supriyadi dan Taufik, 1983 ; Fahry, 2009). Sejumlah bahan imunostimulan telah diketahui memiliki potensi untuk meningkatkan ketahanan tubuh ikan. Penggunaan imunostimulan pada budidaya ikan dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ikan dan pencegahan terhadap penyakit (Anderson, 1992; Bakri, 2010).

Ragi merupakan salah satu sumber imunostimulan yang potensial. Strukturnya terdiri dari polisakarida unit glukosa dengan cabang β-1,3 dan β-1,6 glukan (Sanger, 2004). Glukan merupakan salah satu dari elemen struktural penting pada dinding sel khamir Saccharomyces cerevisiae dan dikenal dapat merangsang mekanisme pertahanan non spesifik pada organisme tingkat tinggi (Raa et al., 1992). Selain itu ragi juga dapat berperan sebagai probiotik karena khamir yang terkandung dalam ragi berupa khamir Saccharomyces cerevisiae yang dapat meningkatkan jumlah bakteri aerob dan anaerob yang menguntungkan serta mengurangi jumlah bakteri merugikan dalam usus (Tedesco et al., 1994)

Sumber imunostimulan yang lain adalah vitamin C. Pemberian vitamin C berguna untuk mencegah kelainan bentuk tulang, meningkatkan pertumbuhan, mencegah pengaruh negatif dari gangguan lingkungan atau stress, mempercepat penyembuhan luka dan meningkatkan kekebalan alami melawan infeksi bakteri (Navarre dan Havler, 1998 ; Bakri, 2010). Selain itu pemberian vitamin C dosis tinggi bermanfaat bagi pemulihan kondisi ikan yang terserang penyakit atau stress.


(29)

Penelitian ini menggunakan ragi dan vitamin C sebagai bahan imunostimulan yang ditambahkan pada pakan dengan pertimbangan bahan alami yang mudah didapat, aman dan murah, sehingga dapat dengan mudah diaplikasikan oleh para pembudidaya. Selain itu, penelitian mengenai penggunaan ragi dan vitamin C dalam bentuk kombinasi pada ikan mas dilakukan untuk mengetahui peningkatan respon imun non spesifik dengan uji tantang bakteri Aeromonas salomicida .

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan :

1. mengetahui pengaruh ragi dan vitamin C untuk peningkatan sistem imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida

2. mengetahui dosis ragi dan vitamin C yang tepat untuk peningkatan sistem imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida

C. Kerangka Pemikiran

Timbulnya penyakit pada ikan umumnya didahului stress yang dapat terjadi karena tidak seimbangnya interaksi antara ikan, agen penyakit (patogen) dan lingkungan. Penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu non-infeksi dan non-infeksi (Supriyadi, 2000). Penyakit non-non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibat adanya gangguan faktor yang bukan patogen, seperti penyakit yang disebabkan faktor lingkungan, kualitas pakan yang kurang baik, dan penyakit karena turunan. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena


(30)

gangguan organisme patogen berupa parasit, jamur, bakteri, dan virus. Salah satu penyakit bakteri yang mungkin menyerang ikan air tawar yaitu Aeromonas sp. dan Pseudomonas sp. Salah satu penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri Aeromonas sp yaitu Motile Aeromonas Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah (Afrianto dan Liviawaty, 1992). Pada tahun 1980, di Indonesia terjadi kematian sebanyak 125 ribu ekor ikan mas dan 30% induk ikan mas di daerah Jawa Barat yang disebabkan serangan bakteri Aeromonas sp. Hal tersebut menyebabkan penurunan produksi dan kerugian kira-kira 4 milyar rupiah (Nursalim, 2006).

Pencegahan dan penanggulangan penyakit perlu dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan budidaya ikan di masa sekarang dan masa yang akan datang, salah satunya dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Supriyadi, 2000). Sistem pertahanan tubuh atau imunitas yang terdiri dari substansi, sel-sel dan organ-organ diperlukan untuk membentuk sistem pertahanan yang kompeten (Meyer, 1964; Fahry, 2009). Sistem pertahanan pada ikan diperlukan untuk melindungi tubuh terhadap serangan patogen seperti virus, bakteri, jamur, dan parasit lainnya.

Untuk itu, diperlukan bahan imunostimulan yang dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh untuk menghadapi serangan penyakit. Bahan yang sering digunakan adalah β-1,3 glukan yang banyak terkandung dalam sel dinding ragi dari jenis Saccharomyces cerevisiae (Ahmad, 2005). Saccharomyces cerevisiae tergolong cendawan berupa khamir (yeast) pembuat kue dan roti yang ternyata mempunyai potensi sebagai imunostimulan.

Selain ragi, vitamin C juga diketahui dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan dengan cara membantu memelihara fungsi sel-sel fagosit melalui


(31)

peningkatan kegiatan kemotaktik neutrofil dan makrofag serta mobilitas fagosit yang secara keseluruhan berpengaruh langsung terhadap pembentukan sel-sel fagosit (Nuranto, 1991). Vitamin C juga berperan dalam sintesa protein yang diperlukan dalam pembentukan respon imun.

Ragi dan vitamin C merupakan bahan imunostimulan yang dapat meningkatkan imunitas ikan. Kombinasi dosis yang dilakukan antara ragi dengan vitamin C pada pakan buatan diduga dapat meningkatkan daya tahan ikan dalam mencegah penyakit yang disebabkan bakteri Aeromonas salmonicida pada ikan mas (Cyprinus carpio L).

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Munculnya masalah penyakit

Sintasan

Pakan buatan

Vitamin C Bahan imunostimulan

Ragi (yeast)

Meningkatkan sistem imun ikan Meningkatkan sistem pertahanan tubuh

Usaha budidaya ikan mas

Hasil panen

Laju pertumbuhan


(32)

D. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. H0 : σi = σj = 0; untuk i≠j → Tidak ada pengaruh perbedaan dosis ragi dan vitamin C terhadap respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida

H1: σi = σj = 0; untuk i≠j → Perbedaan dosis ragi dan vitamin C berpengaruh terhadap respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida

2. H0 : σi = 0 → Tidak ada pengaruh antar perlakuan dosis ragi dan vitamin C terhadap respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida

H1 : σi ≠ 0 → Minimal ada satu perlakuan perbedaan dosis ragi dan vitamin C terhadap respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai penambahan ragi dan vitamin C yang tepat pada pakan buatan sebagai upaya terhadap peningkatan respon imun nos spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida


(33)

Judul Skripsi : Pengaruh Penambahan Ragi (Yeast) dan Vitamin C Pada Pakan Buatan Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Yang Diuji Tantang Aeromonas salmonicida

Nama Mahasiswa : Tutut Yuniarsih

NPM : 0614111016

Program Studi : Budidaya Perairan

Fakultas : Pertanian

MENYETUJI 1. Komisi Pembimbing

Limin Santoso, S. Pi., M.Si. Esti Harpeni, S.T., MAppSc.

NIP.197703272005011001 NIP. 197911182002122001

2. Ketua Program Studi Budidaya Perairan

Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. NIP.196402151996032001


(34)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Limin Santoso, S.Pi., M.Si. ...

Sekretaris : Esti Harpeni, S.T., MAppSc. ...

Penguji Utama : Wardiyanto, S.Pi., M.P ...

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001


(35)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrahim…

Dengan segenap rasa syukur kehadirat Allah swt,,,

Ku persembahkan karya sederhana ini untuk…

Ayahanda “Ari Sudarto” dan Ibunda “Siti Muslikah” yang tak pernah henti-hentinya memberikan semangat, bimbingan, serta doa yang senantiasa mengiringi setiap langkahku untuk kebahagian dan kesuksesanku,

Mbak ku ”Titik Lestari Ningsih” dan Adik ku ”Titis Aiyudiya”

yang selalu memberikan support setiap keluh kesah qu,

”Quinsha Aureliza Ardanis”, keponakan tersayang qu yang

selalu membuat qu tersenyum, Almamater Universitas Lampung


(36)

RIWAYAT HIDUP

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh penulis yaitu, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Gunung Madu Plantation (GMP), Lampung Tengah pada tahun 2001, SMP Satya Dharma Sudjana Gunung Madu Plantation (GMP), Lampung Tengah yang diselesaikan pada tahun 2004, SMA Perintis 1 Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung, diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung tahun 2007 melalui jalur Pencarian Kompetensi Akademik dan Bakat (PKAB). Selama menjadi mahasiswa pengalaman organisasi penulis di Unila yaitu HIDRILA (Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila) sebagai anggota bidang Kewirausahaan 2008/2009, anggota Greenforce BEM Fakultas Pertanian Unila tahun 2008/2009 dan anggota PANSUS PEMIRA Unila tahun 2008/2009. Selain itu, selama kuliah penulis pernah menjadi asisten dosen (Asdos) mata kuliah Manajemen Kesehatan Ikan (MKI) pada tahun 2011.

Penulis dilahirkan di Gunung Madu, Lampung Tengah pada tanggal 01 Juni 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Ari Sudarto dan Ibu Siti Muslikah.


(37)

Penulis melakukan praktik umum di Dunia Air Tawar (DAT) TMII, Jakarta Timur pada tahun 2010 dengan judul “Pembenihan Ikan Barbus Sumatera (Puntius Tetrazona)”. Tahun 2012 penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan menulis skripsi yang berjudul ”Pengaruh Penambahan Ragi (Yeast) Dan Vitamin C Pada Pakan Buatan Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus Carpio L) Yang Diuji Tantang Aeromonas Salmonicida”.


(38)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang karena atas ridha dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Ragi (Yeast) Dan Vitamin C Pada Pakan Buatan Sebagai Imunostimulan Terhadap Respon Imun Non Spesifik Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Yang Diuji Tantang Aeromonas Salmonicida ” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan motivasi baik moral maupun finansial untuk melangkah menuju sukses.

2. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian 3. Ir. Siti Hudaidah, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan

sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi dan nasehat;

4. Limin Santoso, S.Pi., M.Si. selaku Pembimbing utama atas bimbingan, motivasi, nasehat, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini; 5. Esti Harpeni, S.T., MAppSc. selaku Pembimbing kedua atas bimbingan,

motivasi, nasehat, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini; 6. Wardiyanto, S.Pi., M.Si. selaku penguji utama atas masukan, kritik dan saran


(39)

7. Mbak ku “Titik Lestari Ningsih” dan adik ku “Titis Aiyudiya” tersayang yang selalu memberikan semangat kepadaku;

8. Yoga Priambodo atas bantuan mencari judul dan bahan penelitian serta motivasinya, Ariyo Priatmojo atas dukungan dan tempat curhatnya selama ini, Putri Fitriana yang telah mengisi hari-hari di kosan;

9. Sahabat-sahabatku Rista (FKIP’07), Kepi, Chooey, Niken, Devira, Tia, Hume’, Revi, Yeni, Septa, Dedew dan keluarga besar 2007 yang selalu mendukung dan memberikan keceriaan di kampus. Kak Agung, Kang Hasyim, Kak Zuki dan anak-anak sekret yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian;

10.Kakak-kakakku angkatan 2004, 2005, 2006 serta adik-adik angakatan 2008, 2009, 2010, dan 2011 atas bantuan dan semangat kepada penulis;

11.Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis ucapkan terima kasih. Semoga apa yang kalian berikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfat bagi pembaca, Amin.

Bandar Lampung, Januari 2012 Penulis,


(40)

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Mas (Cyprinus carpio L)

1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio L)

Sejarahnya, ikan mas berasal dari daratan Cina dan Rusia. Saat ini ikan mas telah menyebar merata di seluruh dunia (Santoso, 2009). Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus caprio L

Gambar 2. Ikan Mas (Cyprinus carpio L)

Ikan mas memiliki bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak (compressed). Mulutnya terletak di bagian tengah ujung kepala (terminal) dan dapat disembulkan (Ariaty, 1991). Bagian anterior mulut terdapat dua pasang


(41)

sungut. Ujung dalam mulut memiliki gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) yang terbentuk atas tiga baris gigi geraham (Suseno, 2000).

Secara umum hampir seluruh tubuh ikan mas ditutupi sisik dan hanya sebagian kecil tidak ditutupi sisik (Cholik, et al., 2005). Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan ke dalam tipe sisik cycloid (lingkaran) dengan warna yang sangat beragam (Rochdianto, 2005). Sirip punggungnya (dorsal) memanjang dengan bagian belakang berjari keras dan di bagian akhir (sirip ketiga dan keempat) bergerigi (Mones, 2008). Letak sirip punggung (dorsal) berseberangan dengan permukaan sisip perut (ventral) (Santoso, 2009). Sirip duburnya (anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung, yaitu berjari keras dan bagian akhirnya bergerigi (Mones, 2008). Garis rusuknya (linea lateralis atau gurat sisi) tergolong lengkap, berada di pertengahan tubuh dengan bentuk melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Khairuman, 2008)

2. Habitat Ikan Mas

Ikan mas hidup di perairan tawar di dataran rendah sampai tinggi. Suhu optimum untuk ikan mas berkisar antara 26oC hingga 28oC dan pH air antara 6 sampai 8 (Ariaty, 1991). Ikan mas memerlukan kandungan oksigen yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya yaitu antara 4 hingga 5 ppm, walaupun ikan ini masih tahan hidup pada kadar oksigen 1 hingga 2 ppm (Santoso, 2009). Dalam keadaan kelarutan oksigen yang rendah ikan ini biasanya berenang di permukaan air untuk mengambil oksigen dari udara sebagaimana dapat diamati di kolam pada pagi hari (Suseno, 2000). Meskipun tergolong ikan air tawar, ikan mas terkadang ditemukan di perairan payau dengan salinitas kurang dari 5 ppt (Cholik et al., 2005) atau muara sungai yang bersalinitas 25-30%o (Khairuman, 2008)


(42)

B. Aeromonas salmonicida

Klasifikasi bakteri Aeromonas salmonicida menurut Buchanan dan Gibbsons (1974) dalam Pratama (2010) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Aeromonadales

Famili : Aeromonadaceae

Genus : Aeromonas

Spesies : Aeromonas salmonicida

Aeromonas salmonicida merupakan gram negatif, coccobacillus dengan panjang 2-3 µm, tampak seperti rantai berpasangan, bersifat non-motil dan tidak dapat bertahan lama di luar tubuh inangnya (Gambar 3). Aktivitas tertinggi terjadi pada suhu 23oC dan pada suhu 35oC pertumbuhannya terhambat (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Gambar 3. Bakteri Aeromonas salmonicida (Sumber : Cipriano dan Bullock, 2001)

Aeromonas salmonicida merupakan bakteri yang terdiri dari empat subspesies, yaitu salmonicida, achromogenes, masoucida, dan smithia (Fitriani, 2010). Strain dari Aeromonas salmonicida subspesies salmonicida dapat


(43)

menimbulkan gejala furunculosis dan dapat menyebabkan septicemia bahkan kematian (Pratama, 2010). Sedangkan subspesies yang lain tidak menimbulkan gejala yang sama, tetapi sering menyebabkan gejala karakteristik yaitu ulcerasi pada kulit dan kerusakan pada bagian luar tubuh dengan atau tanpa septicemia (Holt et al., 1994)

Aeromonas salmonicida adalah bakteri obligat pathogen pada ikan yang dapat diisolasi dari ikan yang sakit atau ikan sehat yang carrier (Raharjo, 2010). Bakteri ini dapat hidup beberapa minggu di luar hospes, tergantung salinitas, pH, temperature dan detritus level air (Roberts, 1989; Pratama, 2010). Bakteri Aeromonas salmonicida banyak dijumpai di perairan tawar dan laut serta mempunyai kisaran inang yang luas mulai dari ikan-ikan air tawar dan laut (Fahri, 2009). Bakteri ini dapat bertahan hidup dalam air atau sedimen selama beberapa hari atau beberapa minggu tetapi tidak dapat berbiak, dan bersifat obligat (Nitimulyo et al, 1993). Aeromonas salmonicida dapat bertahan dalam air pada periode waktu yang lama. Lamanya waktu tergantung pada kandungan mineral, pH dan temperatur air (Dana et al., 1990). Peningkatan suhu, akan meningkatkan virulensinya (Inglis et al., 1993).

Serangan bakteri Aeromonas salmonicida akan terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stress yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang baik (Nitimulyo et al, 1993). Ikan yang terserang bakteri Aeromonas biasanya akan memperlihatkan gejala seperti kemampuan berenangnya menurun, sering berenang di permukaan air karena insangnya rusak sehingga sulit bernapas, warna tubuhnya berubah menjadi agak gelap, mata rusak dan agak menonjol (exopthalmia), timbul


(44)

pendarahan yang selanjutnya dapat terjadi ulcerasi pada kulit, terjadi pendarahan pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal, atau limpa, seluruh siripnya rusak, insangnya menjadi pucat, dan perut terlihat agak kembung (dropsy) (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Gejala klinis atau tanda-tanda utama serangan Aeromonas salmonicida pada ikan adalah pembentukan ulkus-ulkus yang menyerupai bisul, perdarahan sirip, sirip putus/patah, perdarahan pada insang, lendir berdarah pada rectum, dan pembentukan cairan berdarah (Pratama, 2010). Banyak jenis ikan air tawar yang dapat terserang penyakit ini. Penyakit furunculosis pada ikan yang disebabkan oleh bakteri ini memiliki ciri-ciri luka yang khas yaitu nekrosis pada otot, pembengkakan di bawah kulit, dengan luka terbuka berisi nanah, dan jaringan yang rusak di puncak luka tersebut seperti cekungan (Nitimulyo, et al., 1993).

C. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan

Sistem pertahanan pada ikan diperlukan untuk melindungi tubuh terhadap serangan patogen seperti virus, bakteri, cendawan dan parasit lainnya (Irianto, 2005). Ikan memiliki sistem pertahanan diri atau imunitas terhadap penyakit terutama yang disebabkan oleh bakteri (Dana et al., 1990). Sistem pertahanan tersebut terdiri dari sistem pertahanan spesifik dan non spesifik (Supriyadi 2000).

Sistem pertahanan spesifik terdiri atas dua faktor yaitu antibodi (humoral immunity) dan selluler (cell mediated immunity). Sistem pertahanan spesifik berfungsi melawan penyakit yang memerlukan rangsangan terlebih dahulu (Ellis, 1988). Sifat yang membedakan sistem pertahan spesifik dengan sistem pertahanan lainnya adalah kespesifikan dan kemampuan untuk mengingat suatu penyebab


(45)

infeksi tertentu, sehingga dapat memberikan resistensi yang serupa pada individu yang telah sembuh dari infeksi (Nabib dan Pasaribu, 1989).

Sistem pertahanan non spesifik berfungsi untuk melawan segala jenis patogen yang menyerang bahkan termasuk beberapa penyakit non hayati (Supriyadi, 2000). Pertahanan non spesifik bersifat permanen dan tidak perlu dirangsang terlebih dahulu, sehingga sering menentukan suatu jenis ikan lebih tahan terhadap patogen dibanding jenis lainnya (Almendras, 2001; Bakri, 2010). Pertahanan non spesifik terdiri dari sistem pertahanan pertama (kulit, sisik, lendir) dan sistem pertahanan kedua (darah). Irianto (2005) menjelaskan bahwa lendir memiliki kemampuan menghambat kolonisasi mikroorganisme pada kulit, insang, dan mukosa. Lendir ikan mengandung immunoglobulin (IgM) alami yang dapat menghancurkan patogen yang menginvasi (Angka, et. al., 2004)

Pertahanan non spesifik penting lainnya adalah darah, khususnya sel darah putih yang terdiri dari monosit, limfosit, neutrofil yang dapat bergerak ke tempat masuknya antigen asing melalui dinding kapiler dan juga memiliki enzim lisozim (Maryono dan Sudana, 2002). Enzim lisozim merupakan enzim yang mempunyai sifat bakteriolotik (Robert, 1978; Bakri, 2010).

Ellis (1989) menjelaskan bahwa sistem pertahanan yang awalnya berfungsi adalah sistem pertahanan non spesifik, kemudian berkembang sistem pertahanan spesifik yang dapat berfungsi dengan baik. Mekanisme kerja kedua sistem pertahanan tersebut saling menunjang satu sama lain melalui mediator dan komunikator seperti sitokin, interferon, dan interleukin (Anderson, 1992; Bakri, 2010).


(46)

D. Imunostimulan

Imunostimulan adalah bahan alami berupa zat kimia, obat-obatan, stressor, atau aksi yang dapat meningkatkan respon imun non-spesifik atau bawaan (innate immune respon) yang berinteraksi secara langsung dengan sel dari sistem yang mengaktifkan respon imun bawaan tersebut (Almendras, 2001; Wayuningsih, 2001). Imunostimulan adalah zat-zat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi penyakit, bukan meningkatkan respon imun spesifik (adaptive immune respon), tetapi meningkatkan respon imun non-spesifik baik melalui mekanisme pertahanan humoral maupun pertahanan seluler (Sakai, 1999; Bakri, 2010). Ikan telah diketahui lebih mengandalkan mekanisme sistem kekebalan non-spesifiknya atau bawaan (innate immune sistem) dari pada sistem kekebalan spesifiknya atau adaptif (Anderson, 1992; Bakri, 2010). Pertahanan non spesifik merupakan lapis pertahanan pertama yang meliputi barrier mekanik dan kimiawi serta respon seluler yang melibatkan sel-sel yang mampu memfagosit (makrofag dan kelompok granulosit). Sirkulasi sel darah putih (monosit/makrofag dan granulosit) dapat membentuk suatu kesatuan jaringan pertahanan yang mampu mengeliminasi berbagai patogen penyerang melalui fagositosis tanpa suatu aktivasi awal (Ellis, 1997)

Mekanisme kerja imunostimulan menurut Raa et al. (1992) dalam Lesmanawati (2006) yaitu apabila stimulan tersebut masuk ke dalam tubuh ikan, akan merangsang makrofag untuk memproduksi interleukin yang akan membuat sel limfosit membelah menjadi T dan B serta membuat limfosit-B menjadi lebih aktif dalam memproduksi antibodi. Limfosit-T memproduksi interferon yang meningkatkan makrofag sehingga dapat memakan dan membunuh


(47)

banyak bakteri, virus, dan partikel asing lainnya (Tizard, 1987; Raharjo 2010). Stimulan tersebut juga akan merangsang makrofag untuk memproduksi lebih banyak lisozim dan komplemen (Bakri, 2010)

Cara penggunaan imunostimulan memiliki pengaruh terhadap system kekebalan tubuh, yaitu dengan merangsang makrofag untuk mencegah masuknya benda asing yang akan menyerang tubuh ikan (Wahyuningsih, 2001). Pada pemberian imunostimulan dosis tinggi akan menyebabkan penekanan mekanisme pertahanan, sebaliknya pada pemberian dosis rendah akan membuat imunostimulan menjadi tidak efektif (Anderson, 1992; Bakri, 2010).

E. Ragi

Ragi merupakan salah satu bahan utama pembuatan roti atau kue yang sudah sejak lama dipakai dan salah satunya diketahui sebagai khamir Saccharomyces cerevisiae (Nur dan Santoso, 2003). Saccharomyces cerevisiae sebagai khamir (ragi) di Indonesia telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan pembuatan roti/kue dan tape singkong (Bakri, 2010). Selain untuk keperluan pembuatan roti/kue, khamir tersebut dapat dipakai untuk meningkatkan kesehatan ikan, unggas, dan ruminansia yaitu sebagai probiotik dan imunostimulan dalam bentuk feed additive (Fuller, 1992; Ahmad, 2005). Keuntungan penggunaan Saccharomyces cerevisiae sebagai probiotik adalah tidak membunuh mikroba, tetapi menambah jumlah mikroba yang menguntungkan, berbeda dengan antibiotik yang dapat membunuh mikroba menguntungkan ataupun merugikan tubuh, dan mempunyai efek resistensi (Siregar, 2010). Demikian juga dengan penggunaan Saccharomyces cerevisiae sebagai bahan


(48)

imunostimulan. Imunostimulan berfungsi untuk meningkatkan kesehatan tubuh dengan cara sistem pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan bakteri, cendawan, dan virus (Ahmad, 2005).

1. Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval, atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya (Gambar 4). Saccharomyces cerevisiae dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui budding cell (Nikon, 2004). Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel (Ahmad, 2008). Penampilan makroskopik Saccharomyces cerevisiae yaitu mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan akrospora 1-8 buah (Nikon, 2004). Taksonomi Saccharomyces spp. menurut Sanger (2004) adalah :

Kingdom : Eukaryota

Filum : Fungi

Sub filum : Ascomycota

Kelas : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Famili : Saccharomycetaceae

Genus : Saccharomyces


(49)

Gambar 4. Saccharomyces cerevisiae (Sumber Sanger, 2004)

Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa (Marx, 1991; Bakri, 2010). Komposisi kimia Saccharomyces cerevisiae terdiri dari; protein kasar 50-52%, karbohidrat 30-37%, lemak 4-5%, dan mineral 7-8% (Reed dan Nagodawhitana, 1991; Bakri, 2010).

2. Saccharomyces cerevisiae sebagai Imunostimulan

Salah satu bahan yang esensial sebagai imunostimulan adalah beta-D glukan (sanger, 2004). Komponen tersebut berasal dari dinding sel khamir (Nur dan Santoso, 2003). Komponen tersebut mempunyai sebuah campuran unik dengan efektivitas dan intensitasnya sebagai suatu sistem pertahanan tubuh melalui aktivasi sel darah putih yang spesifik seperti makrofag dan sel limfosit (Ahmad, 2005). Beta-D glukan akan berkaitan dengan permukaan sel makrofag dan sel limfosit yang berfungsi sebagai pemicu untuk proses aktivitas makrofag (Lesmanawati, 2006). Hasil proses ini berupa peningkatan sirkulasi makrofag di dalam tubuh untuk mencari benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh, selain itu pula untuk meningkatkan jumlah sel-sel makrofag (Life Source Basic, 2002)


(50)

F. Vitamin C

1. Suplemen Vitamin C dalam Pakan

Vitamin C adalah nutrien yang dibutuhkan untuk proses fisiologis hewan, termasuk ikan dan merupakan nutrien esensial (Bakri, 2010). Vitamin C merupakan senyawa yang mudah larut dalam air dan merupakan unsur yang ditambahkan dalam pakan (Nuranto, 1991). Hal ini disebabkan karena ikan tidak mampu mensintesis vitamin C di dalam tubuhnya (Masumoto et al, 1991; Widiyati et a, 2002). Adapun rumus bangun vitamin C yaitu :

Gambar 5. Struktur kimia vitamin C (Sumber : Susanto et.al, 2009)

Kebutuhan vitamin pada umumnya didasarkan pada tingkat minimum tetapi dapat mendukung pertumbuhan maksimum, atau untuk mencegah gejala-gejala defisiensi (Widiyati, et.al., 2002). Terjadinya gejala defisiensi vitamin C pada ikan disebabkan kurang tersedianya senyawa ini dalam pakan yang diberikan (Robinson, 1984; Bakri, 2010).

Besarnya kebutuhan vitamin C dipengaruhi oleh laju pertumbuhan, tahap kematangan gonad, formulasi pakan, penyakit dan stress, serta kondisi lingkungan (Robinson, 1984; Bakri, 2010). Sehingga dibutuhkan sumber vitamin C dari luar untuk pertumbuhan normal.


(51)

Vitamin C berperan menormalkan fungsi kekebalan, mengurangi stress dan mempercepat penyembuhan luka pada ikan (Widiyati, 2002). Masumoto et al. (1991) dalam Widiyati et al (2002) menjelaskan bahwa vitamin C sangat penting dalam meningkatkan ketahanan tubuh karena vitamin C berperan menjaga bentuk reduksi ion Cu sebagai kofaktor yang dibutuhkan oleh enzim dopamin beta-hydroxylase dan menekan produksi noradrenalin dan adrenalin pada proses cathecholamine (memacu produksi glukosa darah untuk dipakai sebagai energi).

2. Vitamin C sebagai Imunostimulan

Vitamin C dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan dengan cara membantu memelihara fungsi sel-sel fagosit melalui peningkatan kegiatan kemotaktik neutrofil dan makrofag serta mobilitas fagosit dimana kegiatan tersebut berpengaruh langsung terhadap pembentukan sel-sel fagosit (Nuranto, 1991). Selain itu vitamin C juga berperan dalam sintesa protein yang diperlukan dalam pembentukan respon imun (Widiyati, et. al., 2002)

Vitamin C juga berperan banyak pada sistem metabolisme enzim. Enzim hanya dapat berfungsi optimal apabila terdapat vitamin yang merupakan penggiatnya, dan vitamin C merupakan salah satu zat penggiat yang berupa koenzim (Winarsi, 2007). Vitamin C sampai dosis tertentu dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh, dimana mekanismenya adalah sebagai koenzim (Navarre dan Halver, 1989; Bakri, 2010)

Vitamin C mempunyai fungsi sebagai koenzim atau kofaktor (Susanto, 2009). Asam askorbat adalah bahan yang kemampuan reduksinya kuat dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi untuk melindungi


(52)

antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan (Susanto, 2009). Sebagai antioksidan, vitmin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler (Winarsi, 2007). Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil dan monosit, sehingga vitamin C dapat mencegah masuknya penyakit infeksi akibat parasit, bakteri, jamur, dan virus (Hariyatmi, 2004; Widiyati et al, 2007).

Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Menurut Zakaria, et al. (1996) dalam Susanto (2009), asam askorbat merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Menurut Foyer (1993) dalam Winarsi (2007) asam askorbat berperan sebagi reduktor untuk menangkal berbagai radikal bebas, yang berkaitan dengan penyakit, Radikal bebas dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, memiliki peran sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Winarsi, 2007).


(53)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan bahan imunostimulan ragi dan vitamin C pada berbagai dosis memberikan pengaruh pada peningkatan total leukosit dalam meningkatkan respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida

2. Perlakuan terbaik dalam penelitian ini yaitu perlakuan D (dosis ragi 5g/kg pakan dan vitamin C 750mg/kg pakan) dengan nilai RPS 88,89%

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh antara ragi dan vitamin C pada pakan buatan yang lebih dominan dalam meningkatkan ketahanan tubuh ikan terhadap infeksi bakteri Aeromonas salmonicida.


(1)

imunostimulan. Imunostimulan berfungsi untuk meningkatkan kesehatan tubuh dengan cara sistem pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan bakteri, cendawan, dan virus (Ahmad, 2005).

1. Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval, atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya (Gambar 4). Saccharomyces cerevisiae dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui budding cell (Nikon, 2004). Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel (Ahmad, 2008). Penampilan makroskopik Saccharomyces cerevisiae yaitu mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan akrospora 1-8 buah (Nikon, 2004). Taksonomi Saccharomyces spp. menurut Sanger (2004) adalah :

Kingdom : Eukaryota Filum : Fungi Sub filum : Ascomycota Kelas : Saccharomycetes Ordo : Saccharomycetales Famili : Saccharomycetaceae Genus : Saccharomyces


(2)

Gambar 4. Saccharomyces cerevisiae (Sumber Sanger, 2004)

Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula kompleks disakarida yaitu sukrosa (Marx, 1991; Bakri, 2010). Komposisi kimia Saccharomyces cerevisiae terdiri dari; protein kasar 50-52%, karbohidrat 30-37%, lemak 4-5%, dan mineral 7-8% (Reed dan Nagodawhitana, 1991; Bakri, 2010).

2. Saccharomyces cerevisiae sebagai Imunostimulan

Salah satu bahan yang esensial sebagai imunostimulan adalah beta-D glukan (sanger, 2004). Komponen tersebut berasal dari dinding sel khamir (Nur dan Santoso, 2003). Komponen tersebut mempunyai sebuah campuran unik dengan efektivitas dan intensitasnya sebagai suatu sistem pertahanan tubuh melalui aktivasi sel darah putih yang spesifik seperti makrofag dan sel limfosit (Ahmad, 2005). Beta-D glukan akan berkaitan dengan permukaan sel makrofag dan sel limfosit yang berfungsi sebagai pemicu untuk proses aktivitas makrofag (Lesmanawati, 2006). Hasil proses ini berupa peningkatan sirkulasi makrofag di dalam tubuh untuk mencari benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh, selain itu pula untuk meningkatkan jumlah sel-sel makrofag (Life Source Basic, 2002)


(3)

F. Vitamin C

1. Suplemen Vitamin C dalam Pakan

Vitamin C adalah nutrien yang dibutuhkan untuk proses fisiologis hewan, termasuk ikan dan merupakan nutrien esensial (Bakri, 2010). Vitamin C merupakan senyawa yang mudah larut dalam air dan merupakan unsur yang ditambahkan dalam pakan (Nuranto, 1991). Hal ini disebabkan karena ikan tidak mampu mensintesis vitamin C di dalam tubuhnya (Masumoto et al, 1991; Widiyati et a, 2002). Adapun rumus bangun vitamin C yaitu :

Gambar 5. Struktur kimia vitamin C (Sumber : Susanto et.al, 2009)

Kebutuhan vitamin pada umumnya didasarkan pada tingkat minimum tetapi dapat mendukung pertumbuhan maksimum, atau untuk mencegah gejala-gejala defisiensi (Widiyati, et.al., 2002). Terjadinya gejala defisiensi vitamin C pada ikan disebabkan kurang tersedianya senyawa ini dalam pakan yang diberikan (Robinson, 1984; Bakri, 2010).

Besarnya kebutuhan vitamin C dipengaruhi oleh laju pertumbuhan, tahap kematangan gonad, formulasi pakan, penyakit dan stress, serta kondisi lingkungan (Robinson, 1984; Bakri, 2010). Sehingga dibutuhkan sumber vitamin C dari luar untuk pertumbuhan normal.


(4)

Vitamin C berperan menormalkan fungsi kekebalan, mengurangi stress dan mempercepat penyembuhan luka pada ikan (Widiyati, 2002). Masumoto et al. (1991) dalam Widiyati et al (2002) menjelaskan bahwa vitamin C sangat penting dalam meningkatkan ketahanan tubuh karena vitamin C berperan menjaga bentuk reduksi ion Cu sebagai kofaktor yang dibutuhkan oleh enzim dopamin beta-hydroxylase dan menekan produksi noradrenalin dan adrenalin pada proses cathecholamine (memacu produksi glukosa darah untuk dipakai sebagai energi).

2. Vitamin C sebagai Imunostimulan

Vitamin C dapat meningkatkan ketahanan tubuh ikan dengan cara membantu memelihara fungsi sel-sel fagosit melalui peningkatan kegiatan kemotaktik neutrofil dan makrofag serta mobilitas fagosit dimana kegiatan tersebut berpengaruh langsung terhadap pembentukan sel-sel fagosit (Nuranto, 1991). Selain itu vitamin C juga berperan dalam sintesa protein yang diperlukan dalam pembentukan respon imun (Widiyati, et. al., 2002)

Vitamin C juga berperan banyak pada sistem metabolisme enzim. Enzim hanya dapat berfungsi optimal apabila terdapat vitamin yang merupakan penggiatnya, dan vitamin C merupakan salah satu zat penggiat yang berupa koenzim (Winarsi, 2007). Vitamin C sampai dosis tertentu dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh, dimana mekanismenya adalah sebagai koenzim (Navarre dan Halver, 1989; Bakri, 2010)

Vitamin C mempunyai fungsi sebagai koenzim atau kofaktor (Susanto, 2009). Asam askorbat adalah bahan yang kemampuan reduksinya kuat dan bertindak sebagai antioksidan dalam reaksi-reaksi hidroksilasi untuk melindungi sel dari stress (Asada, 1992; Winarsi, 2007). Vitamin C merupakan senyawa


(5)

antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan (Susanto, 2009). Sebagai antioksidan, vitmin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler (Winarsi, 2007). Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil dan monosit, sehingga vitamin C dapat mencegah masuknya penyakit infeksi akibat parasit, bakteri, jamur, dan virus (Hariyatmi, 2004; Widiyati et al, 2007).

Vitamin C atau asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air dan memiliki peranan penting dalam menangkal berbagai penyakit. Menurut Zakaria, et al. (1996) dalam Susanto (2009), asam askorbat merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Menurut Foyer (1993) dalam Winarsi (2007) asam askorbat berperan sebagi reduktor untuk menangkal berbagai radikal bebas, yang berkaitan dengan penyakit, Radikal bebas dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, memiliki peran sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Winarsi, 2007).


(6)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan bahan imunostimulan ragi dan vitamin C pada berbagai dosis memberikan pengaruh pada peningkatan total leukosit dalam meningkatkan respon imun non spesifik ikan mas yang diuji tantang bakteri Aeromonas salmonicida

2. Perlakuan terbaik dalam penelitian ini yaitu perlakuan D (dosis ragi 5g/kg pakan dan vitamin C 750mg/kg pakan) dengan nilai RPS 88,89%

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh antara ragi dan vitamin C pada pakan buatan yang lebih dominan dalam meningkatkan ketahanan tubuh ikan terhadap infeksi bakteri Aeromonas salmonicida.


Dokumen yang terkait

PENGARUH PERBEDAAN DOSIS PROBIOTIK TERHADAP RESPON IMUN NON SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) DENGAN UJI TANTANG BAKTERI Aeromonas salmonicida

0 27 56

PENGARUH PERBEDAAN DOSIS PROBIOTIK TERHADAP RESPON IMUN NONSPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) YANG DIUJI TANTANG DENGAN BAKTERI Aeromonas hydrophila

2 14 23

PENGARUH PERBEDAAN DOSIS PROBIOTIK TERHADAP RESPON IMUN NONSPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) YANG DIUJI TANTANG DENGAN BAKTERI Aeromonas hydrophila

0 26 37

PENGARUH WAKTU PEMBERIAN PROBIOTIK YANG BERBEDA TERHADAP RESPON IMUN NON-SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) YANG DIUJI TANTANG DENGAN BAKTERI Aeromonas salmonicida

4 25 61

RESPON IMUN NON SPESIFIK VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida PADA IKAN MAS ( Cyprinus carpio )

1 33 50

IMUNOGENISITAS KOMBINASI VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida DAN VITAMIN C PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

1 52 43

RESPON IMUN SPESIFIK LARVA IKAN MAS (Cyprinus carpio) MELALUI IMUNITAS MATERNAL YANG DIBERI VAKSIN INAKTIF WHOLE CELL Aeromonas salmonicida

0 4 80

PENINGKATAN IMUNOGENISITAS VAKSIN INAKTIF Aeromonas salmonicida DENGAN PENAMBAHAN ADJUVANT PADA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

0 0 8

PENGARUH WAKTU PEMBERIAN PROBIOTIK YANG BERBEDA TERHADAP RESPON IMUN NON-SPESIFIK IKAN MAS (Cyprinus carpio L.) YANG DIUJI TANTANG DENGAN BAKTERI Aeromonas salmonicida EFFECT OF DIFFERENT TIME OF PROBIOTIC ADMINISTRATION TO NON- SPECIFIC IMMUNE RESPONSE O

0 0 8

PENGARUH PENAMBAHAN RAGI ROTI ( Saccharomyces cerevisiae ) PADA PAKAN SEBAGAI IMUNOSTIMULAN TERHADAP RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN NILA (Oreochromis niloticus) - repository perpustakaan

0 0 15