Landasan Tujuan Hakikat Akhlak Pendidikan Anak

Penggolongan manusia pada mahluk otonom dan hetoronom didasarkan atas pandangan mengenai kebebasan dan kekuasaanya. Pendapat yang mengatakan bahwa manusia mempuyai kebebasan dan kekuatan berbuat dalam menentukan dirinya sendiri, menggolongkan manusia sebagai mahluk otonom, sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa manusia kurang memiliki kebebasan dan kekuasaan berbuat untuk menentukan diri sendiri cenderung memasukan manusia sebagai makhluk hetoronom. Konsekuensi pada pendidikan akhlak rasional memberikan dorongan kuat bagi terciptannya manusia dinamis. Adapun konsekuensi yang diperoleh dari pendidikan akhlak mistik kurang memberikan dorongan kuat bagi terciptanya manusia yang dinamis. Ibnu Miskawaih 2003:114- 139 dalam bukunya Filsafat Akhlak memberikan konsepsi tentang pendidikan akhlak sebagai berikut:

1. Landasan

Ibn Miskawaih banyak mengutip pendapat para filosof Yunani dan filosof Muslim sebelumnya, bahkan kata-kata hikmah dari Persia dan India. Akan tetapi untuk memperkuat pendapat yang dikemukakan, ia juga mengutip ayat-ayat Al-Quran, Hadis, ucapan Ali ibn Thalib, dan puisi-puisi arab. Karena itu, “Abd Al-Rahman Badawi seperti dikutip M.M Syarif berpendapat bahwa kebudayaan Islam mempunyai pengaruh penting terhadap pemikiran Ibn Miskawaih. Hal yang dijadikan landasan bagi Ibnu Miskawaih untuk mengemukakan pemikiran- pemikirannya adalah Al-Qur’an dan Hadis dilengkapi dengan beberapa pemikiran filosof Yunani, Persia,India. Sastrawan Arab, dan pata filosof Muslim.

2. Tujuan

Tujuan pendidikan akhlak yang dirumuskan Ibn Miskawaih adalah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan bernilai baik, sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan yang sempurna al-sa’adat. Dengan alasan ini, maka Ahmad’AbdAl-Hamid Al-Sya’ir dan Muhammad Yusuf Musa menggolongkan Ibn Miskawaih sebagai filosof yang bermazhab al-sa’adat di bidang akhlak. Al-sa’adat memang merupakan persoalan utama dan mendasar bagi hidup manusia dan sekaligus bagi pendidikan akhlak. Al-sa’adat merupakan konsep komprehesif yang di dalamnya terkandung unsur kebahagiaan happiness, kemakmuran prosperity, keberhasilan success, kesempurnaan perfection, kesenangan blessedness, dan kebagusankecantikan. Seperti telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, al-sa’adat dalam pengertian di atas, hanya bisa diraih oleh para nabi dan filosof. Ibn Miskawaih juga meyadari bahwa, orang yang mencapai tingkatan ini sangat sedikit. Oleh sebab itu, akhirnya ia perlu menjelaskan adanya perbedaan antara kebaikan al-khair dan al-sa’adat. Di samping juga membuat berbagai tingkatan al-sa’adat. Kebaikan bisa bersifat umum. sedangkan al-sa’adat merupakan kebaikan relatif, bergantung orang perorang al-khair bi al-idafat ila shahibiha. Menurutnya, kebaikan mengandung arti segala sesuatu yang bernilai al-syai’ al-nafi. Oleh karenanya, kebaikan merupakan tujuan setiap orang.

3. Materi