Kasus Posisi Penerapan asas cabotage bagi Indutri Migas.

2.4 Penerapan asas cabotage bagi Indutri Migas.

2.4.1 Kasus Posisi

Pada tahun 2005 lalu, presiden mengeluarkan sebuah Inpres yaitu, Inpres No. 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, dalam Inpres tersebut ditekankan mengenai penerapan asas cabotage, bahwa setiap kapal yang berlayar di wilayah perairan Indonesia, yang digunakan untuk kegiatan pengangkutan adalah harus berbendera Indonesia. Implikasi dari diterapkannya hal ini, tidak hanya persoalan mengenai penggantian bendera tetapi juga menyangkut kepemilikan saham, bahwa perusahaan kapal tersebut haru dimiliki sahamnya oleh orang Indonesia, sebanyak 51 saham. Industri hulu Migas, menyangkut BP Migas sebagai badan pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, melaksanakan tugas pengendalian ketentuan dalam kontrak kerja sama pada kegiatan usaha hulu migas, ikut merasakan penerapan asas cabotage ini. Sebenarnya, BP Migas tidak begitu memikirkannya, karena sebanyak 90 dari kapal yang dipergunakan oleh BP Migas untuk kegiatan usaha hulu adalah telah berbendera Indonesia, dan hanya sekitar 10 saja yang berbendera asing. Masalah timbul karena 10 dari kapal tersebut yang berbendera asing, adalah termasuk jenis kapal Jack Up Rig dan 3D seismic vessel, kapal besar yang sangat menunjang kegiatan hulu pertambangan minyak dan gas bumi. Jack Up Rig dan 3D Seismic Vessel masuk ke dalam katagori kapal menurut UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, karena termasuk dalam pengertian kapal pada pasal 1 angka 36, Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Jack Up rig dan 3D Seismic Vessel adalah alat apung atau bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah, maka dari itu masuk dalam katagori kapal menurut UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Masalah ini menjadi serius karena dengan berhentinya operasi drilling rig, maka produksi minyak pun terhenti. Ini berdampak pada berkurangnya produksi minyak mentah siap jual atau lifting pada tahun 2011. Pada APBN 2011, pemerintah mengasums ikan lifting pada tahun 2011 akan ada di posisi 970.000 barrel per hari. Namun, akibat akumulasi masalah, antara lain masalah drilling rig, maka target lifting diperkirakan akan berkurang menjadi 940.000 barrel per hari. Sebelumnya, untuk mencegah penghentian operasi pengeboran minyak lepas pantai akibat masalah azas cabotage, pemerintah akan membuat sebuah aturan yang berfungsi sebagai penjembatan antara undang- undang pelayaran dengan kebutuhan pelaku usaha di bidang pengeboran minyak. Aturan ini akan ditetapkan dalam sebuah peraturan pemerintah yang memberikan pengecualian pada drilling rig atau fasilitas eksploitasi minyak lepas pantai sebagai alat yang tidak terkena azas cabotage . Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi BPMIGAS mewujudkan semangat Nasionalisme melalui penandatanganan perjanjian komitmen penggunaan armada kapal berbendera Indonesia untuk operasi hulu minyak dan gas bumi dengan sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama KKS yang beroperasi di Indonesia. Kontraktor KKS yang menandatangani komitmen penggunaan kapal Nasional untuk operasi hulu minyak dan gas bumi di Indonesia adalah Santos, Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, JOB Pertamina – Petrochina East Java, Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java, CNOOC SES Ltd, Star Energy, Sele Raya dan Kangean Energi Indonesia. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi BPMIGAS memperkirakan hingga tahun 2015, industri hulu minyak dan gas bumi membutuhkan tambahan armada baru sebanyak 235 kapal berbendera Indonesia dari berbagai jenis, kapasitas dan ukuran untuk memenuhi azas cabotage yang tercantum dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Menteri Perhubungan No 48 tahun 2011 yang menetapkan batas waktu untuk pemenuhan kapal-kapal tersebut adalah tahun 2015.

2.4.2 Penerapan asas cabbotage terhadap kapal-kapal dalam industri migas di Indonesia