IMPLIKASI HUKUM PENERAPAN ASAS CABOTAGE DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN TERHADAP OPERASI DAN PENGANGKUTAN DI SEKTOR MIGAS.

IMPLIKASI HUKUM PENERAPAN ASAS CABOTAGE DALAM UNDANGUNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERLAYARAN TERHADAP
PERKEMBANGAN OPERASI DAN PENGANGKUTAN DI SEKTOR
MINYAK DAN GAS BUMI
Mutty Ashila Nadira Reza
110110090110

ABSTRAK

Asas cabotage membatasi lalu lintas domestik suatu negara untuk kapalkapal berbendera nasional. Masalah timbul ketika kapal-kapal Indonesia yang
digunakan dalam usaha hulu migas offshore tidak tersedia sehingga pasokan
energi berpotensi terganggu. Padahal secara filosofis asas ini berperan
sebagai penggerak ekonomi dan wujud aplikatif kedaulatan negara di laut.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa implikasi hukum diberlakukannya
asas cabotage dalam UU Pelayaran terhadap kapal-kapal dan stakeholders
terkait perkembangan operasi dan pengangkutan di sektor migas serta
bagaimana peraturan pelaksanaan mengaturnya.
Penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif dengan menitikberatkan pada penggunaan data sekunder
dan bahan pustaka, baik berupa peraturan dasar, peraturan perundangundangan, asas-asas hukum dan pengertian-pengertian hukum. Spesifikasi
penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu dengan cara menghimpun,
mengolah dan menganalisis ketentuan-ketentuan, kenyataan dan teoriteori hukum yang berlaku terhadap objek penelitian. Penulis melakukan

pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa kebijakan
cabotage Indonesia mewajibkan kapal terkait berbendera Indonesia, dimiliki
badan hukum nasional dan diawaki oleh Warga Negara Indonesia. Namun,
kurangnya sinkronisasi antara peraturan pelaksana dengan UU Pelayaran
mengecualikan sementara asas cabotage untuk kapal-kapal penunjang
industri migas. Selain itu, Dirjen Hubla dan SKK MIGAS harus mengevaluasi
ruang ketersediaan kapal Indonesia, Kontraktor Kontrak Kerja Sama harus
mentaati cabotage ketika melakukan pengadaan barang dan/atau jasa
supply chain, vendor dan supplier harus memenuhi persyaratan kapal
berkebangsaan Indonesia dan Indonesian National Shipowners Association
harus menaungi para pemilik kapal penunjang operasi minyak dan gas bumi.

LEGAL IMPLICATIONS ARISING FROM THE CABOTAGE PRINCIPLE
IN THE INDONESIAN SHIPPING ACT LAW NO. 17/2008 TO THE
DEVELOPMENT OF OPERATIONS AND SHIPPING ARRANGEMENTS IN
THE OIL AND GAS SECTOR
Mutty Ashila Nadira Reza
110110090110


ABSTRACT
The cabotage principle reserves the domestic shipping route of a state
for its national flagged vessels. Complications arise from the absence of
Indonesian flagged vessels needed for offshore exploration and exploitation
operations in the upstream oil and gas sector, potentially endangering the
energy supply; whereas philosophically, cabotage in virtue lies within its
intention to uphold the economy and state sovereignty at sea. This study
aims to analyze the legal implications resulting from the cabotage principle in
the Indonesian Shipping Law Act against vessels and stakeholders involved
in the development of operations and shipping arrangements in the oil and
gas sector and how the Act’s technical regulations follow.
The study methodology emphasizes basic legal grounds, positive law,
legal principles and definitions, known as the judicial normatives method.
The descriptive analytical analysis is used in particular through elaborating
regulations, legal reality and its theories towards the object of this study.
Furthermore, data collection was gained through literature and on site
research.
In conclusion, Indonesia’s cabotage policy legally obliges vessels to
use Indonesian flags owned by national shipping companies and manned
with Indonesians. However, unsynchronized technical regulations of the Act

have led to the temporary exclusion of cabotage for ships used in the oil and
gas industry. Furthermore, the law gives mandate to the Government, via
Dirjen Hubla and SKK MIGAS, to evaluate the availibilty of Indonesian oil
and gas vessels; oil and gas contractors are compelled to put duly notice on
its shipping tenders at the supply chain stage in compliance with cabotage
regulations; vendors and suppliers must comply to adjust their vessels
into Indonesian nationality and lastly, the Indonesian National Shipowners
Association needs to extend their advocacy with oil and gas vessel owners
and related associations.

Dokumen yang terkait

Perkawinan Campuran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Tentang Perkawinan

2 93 97

Perkawinan Dibawah Umur Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Hukum Adat Serta Kompilasi Hukum Islam

6 131 125

Tinjauan Yuridis Pernikahan Siri Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

3 77 140

Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Pengangkutan Laut Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

12 141 80

Mediasi Di Pengadilan Pasca Keluarnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan

0 24 135

BAB I POLITIK HUKUM PEMBERLAKUAN ASAS CABOTAGE YANG DIAMANATKAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

0 5 9

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN ASAS RETROAKTIF DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAM.

0 4 12

Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Terhadap Strategi Humas Pemerintah Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Terhadap Strategi Humas Pemerintah (Studi Kasus Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Te

0 3 14

Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Terhadap Strategi Humas Pemerintah (Studi Kasus Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Implikasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Terhadap Strategi Humas Pemerintah (Studi Kasus Implik

0 3 15

Contoh Makalah tentang Hukum Pengangkutan (Maritim) Penerapan Asas Cabotage dalam Industri Migas

0 1 26