MASYARAKAT MADANI DALAM PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID

(1)

ABSTRACT

CIVIL SOCIETY IN PERSPECTIVE NURCHOLISH MADJID

GEMA STIAWAN

Since first coming to Indonesia in the 1990s, civil society and the responses received great appreciation from intellectual circles in Indonesia. Intellectual circles in Indonesia began to search for and study the concepts that come from the West. Various translations of the meaning of civil society emerging from intellectual circles in Indonesia. One translation of the meaning of civil society is civil society. This term was introduced by Anwar Ibrahim, and later developed by Indonesian intellectuals. But these efforts can be said to fail, because the definition of civil society is still close to the origin.

This study uses qualitative research methods with descriptive type. Where is the data source used in this study are the data obtained from literature studies and documentation study, namely by studying and analyzing the books, articles, magazines, websites etc. related to this research. Data collection techniques using documentary techniques. Meanwhile, in analyzing the data using content analysis techniques and interpretation methods hermeunetic

As an intellectual, Nurcholish Madjid always release the ideas of an independent, universal and inclusive. Including ideas about civil society. This is not independent of Nurcholish Madjid mindset that is open, modern and universal, especially in religious and political discourse. This mindset can not be separated


(2)

from his family background, education and environment interact figures that she admires. Thus forming a figure that has Nurcholish Madjid typical thinking. This can be seen in the conception of civil society that he remove it.

Nurcholish Madjid provide different conceptions of other intellectuals of understanding of civil society. Using as reference the classical Islamic life as the foundation of civil society. Nurcholish Madjid managed to create a conception of civil society that stands alone and different from the civil society that come from the West. Conception of civil society was initiated by the Nurcholish Madjid, a collaboration of ideas and Nurcholish Madjid about modernity with Islamic theology is based on inclusiveness, which is typical of him.

According to Nurcholish Madjid have 6 (six) characteristics or conditions of a society can be said as a civil society, the six traits are: adherence to the law, tolerance, respect for the principles of pluralism, egalitarianism, an award based on merit, and openness of participation of all communities. According to Nurcholish Madjid, the sixth feature must be created, so that if the six traits or conditions can be implemented it will create a civilized order of society or civil society.

Keywords: civil society


(3)

ABSTRACT

CIVIL SOCIETY IN PERSPECTIVE NURCHOLISH MADJID

GEMA STIAWAN

Since first coming to Indonesia in the 1990s, civil society and the responses received great appreciation from intellectuals in Indonesia. Intellectuals in Indonesia began to search for and study the concepts that come from the West. Various translations of the meaning of civil society emerging from intellectual circles in Indonesia. One translation of the meaning of civil society is civil


(4)

society. This term was introduced by Anwar Ibrahim, and later developed by Indonesian intellectuals. But these efforts can be said to fail, because the definition of civil society is still close to the origin of the concept of civil society. Different definitions of civil society initiated by Nurcholish Madjid. Nurcholish Madjid made the classical Islamic life as a picture of modern life or civilized society. Drafts issued by Nurcholish Madjid this makes the concept of civil society that initially did not differ significantly with the initial concept of civil society, a concept that stands alone and has a distinct historical foundation of civil society that come from the West.

This study uses qualitative research methods with descriptive type. Where is the data source used in this study are the data obtained from literature studies and documentation study, namely by studying and analyzing the books, articles, magazines, websites etc. related to this research. Data collection techniques using documentary techniques. Meanwhile, in analyzing the data using content analysis techniques and interpretation methods hermeunetics.

Results in this study is to determine what kind of picture of the concept of civil society in the perspective of Nurcholish Madjid. As a thinker as well as theologians, Nurcholish Madjid not quit thinking with a view religiouns. This view is not free from family influence, educational environment and the people who interact and admired by Nurcholish Madjid. Of understanding of civil society, Nurcholish Madjid made the lives of the people of Medina at the time of the prophet as an example of modern life that can be applied to the present. It is not released from Nurcholish Madjid fascination with classical Islamic life.


(5)

ABSTRAK

MASYARAKAT MADANI DALAM PERSPEKTIF NURCHOLISH MADJID

GEMA STIAWAN

Sejak pertamakali masuk ke Indonesia pada tahun 1990-an, civil society mendapat apresiasi dan respon besar dari kalangan intelektual di Indonesia. Kalangan intelektual di Indonesia mulai mencari dan mempelajari konsep yang datangnya dari Barat ini. Berbagai terjemahan dari makna civil society bermunculan dari kalangan intelektual di Indonesia. Salah satu terjemahan makna dari civil society adalah masyarakat madani. Istilah ini diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim dan kemudian dikembangkan oleh intelektual Indonesia. Namun usaha tersebut dapat dikatakan gagal, karena definisi dari masyarakat madani masih mendekati konsep asal yaitu civil society.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Dimana Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dan menganalisa buku-buku, artikel-artikel, majalah-majalah, website-website dan lain sebagainya yang berhubungan dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumenter. Sedangkan dalam menganalisis data menggunakan teknik analysis content dan metode tafsir hermeunetik.


(6)

Sebagai seorang intelektual, Nurcholish Madjid selalu mengeluarkan gagasan-gagasan yang independen, universal dan inklusif. Termasuk gagasannya mengenai masyarakat madani. Hal ini tidak terlepas dari pola pikir Nurcholish Madjid yang terbuka, modern dan universal terutama dalam wacana keagamaan dan politik. Pola pikir ini tidak terlepas dari latar belakang keluarga, pendidikan lingkungan berinteraksi dan tokoh-tokoh yang dikaguminya. Sehingga membentuk seorang sosok Nurcholish Madjid yang mempunyai pemikiran yang khas. Hal tersebut dapat dilihat dalam konsepsi masyarakat madani yang beliau keluarkan.

Nurcholish Madjid memberikan konsepsi yang berbeda dari intelektual lainnya dalam memaknai masyarakat madani. Dengan menggunakan referensi kehidupan Islam klasik sebagai landasan dari masyarakat madani. Nurcholish Madjid berhasil menciptakan sebuah konsepsi masyarakat madani yang berdiri sendiri dan berbeda dengan civil society yang berasal dari Barat. Konsepsi masyarakat madani yang digagas oleh Nurcholish Madjid tersebut, merupakan kolaborasi dari ide-ide Nurcholish Madjid mengenai Keislaman dan kemodernan dengan dilandasi dengan teologi inklusif yang merupakan ciri khas beliau.

Menurut Nurcholish Madjid ada 6 (enam) ciri atau syarat suatu masyarakat dapat dikatakan sebagai masyarakat madani, keenam ciri tersebut adalah: patuh terhadap hukum, adanya toleransi, menjunjung prinsip pluralisme, egalitarianisme, penghargaan berdasarkan prestasi, serta keterbukaan partisipasi seluruh masyarakat. Menurut Nurcholish Madjid, keenam ciri tersebut haruslah diciptakan, sehingga apabila keenam ciri atau syarat tersebut dapat diterapkan maka akan tercipta sebuah tatanan masyarakat yang berperadaban atau masyarakat madani.


(7)

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak pertama kali muncul di Indonesia pada tahun 1990-an, istilah civil society telah mendapat apresiasi yang sangat besar dalam wacana publik Indonesia. Begitu banyak cendekiawan, kaum intelektual dan LSM membicarakan dan mencari makna dari konsep civil society. Civil society menjadi tema yang sangat menarik diperbincangkan dalam acara seminar, diskusi bahkan penelitian. Hal ini terbukti dari penelitian Ahmad Baso seorang intelektual yang concern dalam mengamati perkembangan civil society di Indonesia.

Hendro Prasetyo (2002:69) Penelitian Ahmad Baso terhadap tulisan-tulisan mengenai gagasan civil society pada kalangan Muslim intelektual di Indonesia, tercatat sekitar 80-an yang secara eksplisit menyebut istilah civil society. Dari penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Baso tersebut, dapat dilihat bahwa meskipun tergolong baru di Indonesia istilah civil society telah


(9)

diterima di Indonesia, hal ini dikarenakan bahwa gagasan-gagasan pokok yang ada didalamnya seperti pluralisme, demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) merupakan persoalaan utama yang dihadapi di Indonesia pada saat itu, terutama pada era orde baru.

Berbeda di tempat asalnya yaitu di Eropa Barat, konsep mengenai civil society di Indonesia ternyata mengalami penerjemahan dan pemaknaan yang beragam terutama pada kalangan intelektual Muslim. M. Dawam Rahardjo (1999:133) menjelaskan bahwa berbagai pemikiran dan kajian terhadap istiliah civil society di Indonesia telah mengalami berbagai terjemahan seperti: ”masyarakat sipil”, “masyarakat warga/kewargaan” dan “masyarakat madani”. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan latar belakang sosial, politik dan budaya dari kalangan Muslim itu sendiri.

Perbedaan mengenai penerjemahan makna mengenai civil society khususnya pada kalangan umat muslim, menggambarkan begitu luasnya makna dari civil society itu sendiri. Seperti apa yang diungkapkan oleh Hendro Prasetyo (2002:7) ” civil society dapat mengejawantahkan dalam ruang-ruang publik yang sangat beragam, misalnya ekonomi, politik, budaya, pendidikan, pengetahuan dan lain sebagainya”. Namun demikian perbedaan latar belakang sosial-politik dapat dikatakan lebih dominan dalam mempengaruhi pemaknaan dari civil society dikalangan umat muslim, khususnya pada masa orde baru.

Rezim orde baru yang penuh dengan otoritarian dimana negara menghegemoni secara dominan dihampir seluruh proses kehidupan


(10)

3

ekonomi, politik dan kenegaraan yang dibuktikan dengan masih sangat kecilnya partisipasi politik pada masa itu. Dalam hal ini penguatan civil society sangat dibutuhkan di indonesia.

Umat Islam sebagai penduduk mayoritas di Indonesia mempunyai peran penting dalam penguatan civil society di Indonesia. Umat Islam mempunyai potensi yang besar untuk menentukan format dan kehidupan politik di Indonesia dan diharapkan dapat menjadi kekuatan pengimbang dari kekuatan negara yang cenderung dominatif dan otoriter. Berbicara mengenai Umat Islam di Indonesia memang begitu menarik dan berbeda dengan negara-negara atau masyarakat Muslim di dunia. Seperti apa yang dikatakan oleh Serif Mardin.

Menurut Mardin, masyarakat Muslim, khususnya di kawasan Timur Tengah kurang memiliki prasyarat bagi terbentuknya civil society. Faktor-faktor penting yang menghambatnya adalah tidak adanya nilai individualisme, masih kuatnya model kepemimpinan kharismatik, kurangnya ikatan hukum dan belum terbentuknya komunitas yang plural. Berbeda dengan kondisi umat Islam di Indonesia, yang terdiri dari komunitas yang plural dan adanya hukum serta menghargai hak-hak pribadi dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. (Hendro Prasetyo,2002:11)

Masyarakat madani merupakan salah satu penerjemahan konsep dari civil society yang begitu menarik untuk dibahas. Sejak pertama kalinya diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim, konsep ini mendapat respon yang begitu luar biasa oleh para kalangan inelektual Muslim di Indonesia. Banyak


(11)

kalangan yang kemudian mencoba memperdalam dan mempelajari konsep masyarakat madani. Namun usaha tersebut dapat dikatakan tidak berhasil karena gambaran konsep masyarakat madani yang dijelaskan masih lebih mendekati konsep asal, yaitu konsep civil society.

Pada saat intelektual lain mengalami kesulitan dalam melepaskan konsep masyarakat madani dengan konsep civil society. Nurcholish Madjid kemudian dengan wawasan mengenai sejarah Islam klasik memberikan landasan yang bersifat spritual dan religius. Beliau memberikan landasan normatif yang diambil dari sejarah Islam dengan menjadikan kehidupan masyarakat Madinah pada zaman Nabi Muhammad saw sebagai prototype sebuah masyarakat modern yang berperadaban. Seperti yang dikatakan oleh Nurcholish madjid sebagai berikut:

Bukanlah suatu kebetulan bahwa wujud nyata masyarakat madani itu untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia merupakan hasil usaha utusan Tuhan untuk akhir zaman, Nabi Muhammad, Rasulullah saw. Sesampai Nabi di kota hijrah, yaitu Yastrib, Beliau mengganti nama itu menjadi Madinah. Dengan tindakan itu, Nabi Muhammad saw telah merintis dan memberi teladan kepada umat manusia dalam membangun masyrakat madani, yaitu masyarakat yang berperadaban (ber-madaniyah) karena tunduk dan patuh (dana-yadinu) kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dalam supremasi hukum dan peraturan. (Hendro Prasetyo, 2002:172)

Landasan normatif yang dikatakan oleh Nurcholish Madjid tersebut secara otomatis memberikan pembedaan yang jelas antara konsep civil society yang merupakan konsep dari Barat dengan masyarakat madani yang mempunyai landasan khasanah Islam klasik. bahkan Beliau menjadikan masyarakat Madinah pada masa kepemimpinan Rasullullah saw sebagai protype dari sebuah masyarakat yang modern dan kemudian Nurcholish


(12)

5

Madjid menolak dengan tegas Islam dijadikan sebagai Ideologi dari negara dan tidak mendukung adanya partai Islam.

Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji secara analitis tentang perspektif Nurcholish madjid mengenai masyarakat madani, maka penulis mencoba untuk mencari tahu mengenai basis sosial, lingkungan keluarga, pendidikan dan karir dari Nurcholish Madjid, siapa-siapa sajakah yang menjadi panutan atau sumber rujukan beliau, intelektual lain yang sependapat dengan beliau dan pengikut-pengikut beliau.

Kemudian penulis mencoba untuk mengungkapkan gagasan-gagasan masyarakat madani dari Nurcholish madjid, mulai dari apa yang di maksudkan dengan masyarakat madani Nurcholish Madjid, wilayah gagasan-gagasan masyarakat madani menurut beliau, sehingga menghasilkan gagasan masyarakat masyarakat madani dalam perspektif Nurcholish Madjid.


(13)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan pokok yang akan diteliti adalah :

“Seperti apakah gagasan masyarakat madani dalam perspektif Nurcholish Madjid ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai gagasan masyarakat madani dalam perspektif Nurcholish Madjid.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memperkaya kajian dalam bidang study pemikiran dalam jurusan ilmu pemerintahan Fisip Unila.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan acuan lebih lanjut bagi penelitian serupa. Terutama dalam bidang study literature/pemikiran tentang Nurcholish Madjid.


(14)

BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Sejarah dan Pengertian Masyarakat Madani

1. Sejarah Masyarakat Madani

Konsep masyarakat madani, tidak terlepas dengan konsep civil society. Karena masyarakat madani merupakan salah satu istilah dari penerjemahan konsep civil society. Seperti apa yang dikatakan AS Culla.

Istilah masyarakat madani sebenarnya hanya salah satu diantara beberapa istilah yang seringkali digunakan orang dalam penerjemahan civil society. Disamping masyarakat madani, padanan kata yang lain yang sering digunakan adalah masyarakat warga/kewargaan, masyarakat sipil, masyarakat beradab atau masyarakat berbudaya. (AS Culla, 2002:3)

Konsep civil society sendiri berasal dari peradaban masyarakat barat inti dari konsep ini adalah penolakan terhadap otoritarianisne dan totalitarianisme. Konsep Civil Society pertama kali diperkenalkan oleh seorang orator, politsi dan filosof Roma yaitu Cicero yang berasal dari bahasa Latin yaitu societas civilis yang pada masa itu masih disamakan dengan negara (the state) yang merupakan sekelompok masyarakat yang mendominasi seluruh kelompok lain.


(15)

Sekitar abad 15 sampai dengan abad 17 banyak ahli yang mencoba untuk menggagas konsep dari civil society seperti Thomas Hobbes yang berpendapat bahwa perjanjian masyarakat diadakan oleh individu-individu untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara. John Locke dengan konsep Masyarakat politik (political society). Kemudian dilanjutkan dengan JJ. Rousseau denagan teori kontrak sosialnya.(Ahmad Fathan Aniq:2008) Pada abad 18 konsep mengenai civil society berkembang dengan pesat. Pada masa ini para ahli mulai mencoba membedakan antara masyarakat sipil dan negara. Dalam AS Culla (2002:89) Adam Ferguson dan Thomas Paine lebih memberi penekanan terhadap makna dari civil society dimana mereka mulai membedakan antara negara dan masyarakat sipil. Masyarakat sipil dinilai sebagai anti tesis dari negara dan harus memiliki kekuatan yang lebih kuat untuk mengontrol negara.

Menurut Hegel dalam Ken Kusumandaru (2004:12) civil society tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa adanya kontrol yang jelas. Hegel kemudian memberi pembedaan antara masyarakat politik (the state) dan masyarakat sipil (civil society). Hegel memaknai civil society sebagai masyarakat borjuis.

Berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Hegel, Alexis de Tocqueville dalam AS Culla (2002:92) berpendapat adanya legitimasi negara untuk mengontrol civil society akan menyebabkan timbulnya negara despotik. Dalam artikel Ahmad Fathan Aniq Tocqueville mengatakan:


(16)

9

Masyarakat sipil tidak secara a priori subordinatif terhadap negara, tetapi lebih dari itu ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang menghadapi intervensi negara dan tidak hanya berorientasi pada kepentingan sendiri tetapi juga terhadap kepentingan publik. (Ahmad Fathan Aniq:2008)

Pencarian mengenai konsepsi civil society sempat terhenti dalam waktu yang lama. Wacana civl society kembali mengemuka ketika terjadi gerakan perlawanan yang terjadi di Polandia dibawah pimpinan Lech Walesa yang melakukan perlawanan terhadap dominasi pemerintahan Jendral Jeruzelski. Dalam perlawanannya kelompok gerakan tersebut memakai istilah civil society sebagai dasar gerakan perlawanan. Keberhasilan dari gerakan tersebut kembali memicu perbincangan mengenai civil society diberbagai negara termasuk negara-negara di Asia dan Afrika.

Hendro Prasetyo (2000:79) Istilah civil society pertama kali muncul di Indonesia pada abad 19 tepatnya pada tahun 1988 melalui konferensi yang diselenggarakan oleh Monash University Australia pada tanggal 25-27 November 1988 dengan tema “State and Cicil Society in Contemporary Indonesia.

Semenjak saat itu wacana mengenai civil society berkembang begitu cepat dikalangan intelektual Indonesia. Berbagai terjemahan dan pengertian civil society dikeluarkan oleh para intelektual Indonesia dengan argumen dan pandangannya masing-masing. Salah satu istilah atau penerjemahan dari civil society yang paling populer dan diterima oleh masyarakat Indonesia adalah “masyarakat madani”.


(17)

2. Tinjauan Masyarakat Madani

Istilah masyarakat madani pertama kali diperkenalkan oleh mantan Timbalan Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional pada Festival Istiqlal di Jakarta pada tanggal 26 September 1995. Kemudian istilah tersebut dipopulerkan oleh Nurcholish Madjid. Anwar Ibrahim menggambarkan konsep masyarakat madani sebagai berikut:

Sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu baik dari segi pemikiran, seni, ekonomi, dan teknologi. Sistem sosial yang cakap dan seksama serta pelaksanaan pemerintahan mengikuti undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan atau predectability sertaketulusan atau transparency sebagai satu sistemnya. (Hendro Prasetyo, 2002:157-158)

Menurut Nurcholish Madjid masyarakat madani secara istilah berasal dari kata Arab al-madaniyah yang artinya “peradaban”. Sedangkan secara etimologis kata madinah berarti “kota”. Dalam bahasa Inggris istilah yang sama dengan ini adalah civility yang berarti “keadaban”, sedangkan dalam bahasa Arab modern terjemahan cvil society adalah al-mujtama’ al-madani. Nurcholish Madjid juga menyatakan istilah ini pun dipergunakan dalam bahasa Ibrani menjadi madinah, madinat atau medinat dan mengalami perubahan makna menjadi negara. Dalam bahasa Ibrani nama resmi Israel adalah Madinat Israel. (Hendro Prasetyo, 2002:173)

Nurcholish Madjid menjadikan masyarakat Madinah pada masa kepemimpinan Rasullulah saw sebagai rujukan atau prototype negara yang


(18)

11

modern. Dalam artikel Ahmad fathan Aniq Nurcholish madjid mengartikan konsep masyarakat madani yaitu:

Masyarakat yang berperadaban (ber-“madaniyyah”) karena tunduk dan patuh (dana-yadinu) kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dalam supremasi hukum dan peraturan. Ia pada hakikatnya adalah reformasi total terhadap masyarakat tak kenal hukum (lawless) Arab jahiliyah, dan terhadap supremasi kekuasaan pribadi seorang penguasa seperti yang selama ini menjadi pengertian umum tentang negara. Oleh karena itu, menurutnya konsep masyarakat madani bisa disetarakan dengan konsep civil society.

B. Tinjauan Tentang Perspektif

Perspektif adalah sudut pandang, sudut pandang dalam melihat, menilai sesuatu dan bersifat subjektif karena perspektif itu sangat tergantung oleh “siapa” yang melakukannya. Dengan demikian perspektiflah yang mendasari opini kemudian membentuk mindset atau pola pikir seseorang. (www.google.com\pengertian perspektif\anomali perspektif\edo:2008) Perspektif merupakan suatu kumpulan asumsi maupun keyakinan tentang sesuatu hal, dengan perspektif orang akan memandang sesuatu hal berdasarkan cara-cara tertentu, dan cara-cara tersebut berhubungan dengan asumsi dasar yang menjadi dasarnya, unsur-unsur pembentuknya dan ruang lingkup apa yang dipandangnya.

Perspektif dapat membimbing seseorang untuk menentukan bagian yang relevan dengan fenomena yang terpilih dari konsep-konsep tertentu untuk dipandang secara rasional. Secara ringkas dapat disi mpulkan bahwa perspektif adalah sekumpulan asumsi, nilai, gagasan yang mempengaruhi


(19)

cara pandang manusia, sehingga menghasilkan tindakan dalam suatu konteks situasi atau hal tertentu

Sedangkan pada Wikipedia English dijelaskan makna dari perspektif adalah “one’s “point of view”, the choice of a context for opinions, beliefs and experiences”, “the related experience of the narrator”. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perspektif merupakan suatu sudut pandang seseorang dalam melihat suatu fenomena atau peristiwa dan bersifat subjektif.

C. Kerangka Pikir

Sejak masuknya wacana civil society di Indonesia, wacana ini mendapat respon positif. Hal ini dikarenakan bahwa gagasan-gagasan pokok yang ada didalamnya seperti pluralisme, demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) merupakan persoalaan utama yang dihadapi di Indonesia pada saat itu, terutama pada era orde baru. Kaum-kaum intelektual Indonesia berusaha untuk mengkaji konsep yang lahir dari budaya barat ini.

Berbeda di tempat asalnya yaitu di Eropa Barat, konsep mengenai civil society di Indonesia ternyata mengalami penerjemahan dan pemaknaan yang beragam terutama pada kalangan intelektual Muslim, salah satunya adalah masyarakat madani. Konsep ini diperkenalkan pertama kali oleh Anwar Ibrahim, namun konsep tersebut hampir sama dengan konsep civil society yang muncul dari Barat.


(20)

13

Konsep masyarakat madani tersebut kemudian disempurnakan oleh Dawam Rahardjo. Namun tidak berbeda jauh dengan Anwar Ibrahim. Masyarakat madani dalam perspektif Dawam Rahardjo masih tidak berbeda jauh dengan civil society. Nurcholish Madjid kemudian mencoba untuk mencari landasan dan pengertian dari masyarakat madani. Dengan menjadikan kehidupan Islam klasik sebagai referensinya, Nurcholish Madjid menjadikan kehidupan masyarakat Madinah pada zaman kehidupan Nabi Muhammad saw sebagai prototype dari kehidupan yang berperadaban.

Konsep masyarakat madani yang digagas Nurcholish Madjid tersebut membuat istilah masyarakat madani terlepas dari konsep civil society, meskipun ada prinsip-prinsip yang sama. Dengan pengertian masyarakat madani dalam perspektif Nurcholish Madjid membuat konsep yang awalnya dikembangkan oleh Anwar Ibrahim ini terlepas dari konsep civil society yang berasal dari Barat. Hal ini juga membuktikan bahwa Islam juga mempunyai referensi mengenai kehidupan modern.

Latar belakang mengenai basis sosial, lingkungan keluarga, pendidikan dan karir dari Nurcholish Madjid serta panutan atau sumber rujukan beliau, intelektual lain yang sependapat dengan beliau dan pengikut-pengikut beliau, menjadi faktor utama dalam pembentukan pemikiran beliau. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap pemikiran Nurcholish Madjid dalam memaknai konsep masyarakat madani.


(21)

Melihat deskripsi diatas, penulis mencoba mengetahui dan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai gagasan masyarakat madani dalam perspektif Nurcholish Madjid.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Perspektif Nurcholish Madjid Tentang Masyarakat Madani 1. Patuh terhadap hukum

2. Adanya toleransi

3. Menjunjung prinsip pluralisme 4. Egalitarianisme

5. Penghargaan berdasarkan prestasi

6. Keterbukaan partisipasi seluruh masyarakat Pemikiran Nurcholish

Madjid Tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiran

Nurcholish Madjid

Periodeisasi pemikiran Nurcholish

Madjid Teman-teman

yang mempengaruhi

pemikiran Nurcholish


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif. Menurut Moh Nazir (1988:63), penelitian deskriptif merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau tulisan secara sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Metode penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian berdasarkan fakta yang tampak atau bagaimana adanya secara utuh. M. Hadari dan Martini Hadari (1992:60), bahwa analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Alasan peneliti menggunakan tipe penelitian ini adalah karena peneliti ingin membuat deskripsi, gambaran atau tulisan secara sistematis, faktual dan


(23)

aktual mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena mengenai pandangan Nurcholish Madjid terhadap masyarakat madani. B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian sangat penting dalam suatu penelitian yang bersifat kualitatif, karena fokus penelitian memegang peranan penting dalam memandu serta mengarahkan jalannya suatu penelitian sehingga dapat memisahkan data yang dibutuhkan dengan data yang dibuang. Antara rumusan masalah dan fokus penelitian sangat terkait karena permasalahan penelitian dijadikan acuan penentuan fokus penelitian dapat berubah dan berkurang sesuai dengan data yang ada di lapangan. (Nawawi, 1992:46) Pada penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada pemikiran Nurcholish Madjid dalam memandang masyarakat madani. Dalam Artikel yang ditulisnya, Nurcholish Madjid mengungkapkan prinsip-prinsip yang terdapat dalam masyarakat madani yaitu:

1. Patuh terhadap hukum. 2. Adanya toleransi.

3. Menjunjung prinsip pluralisme. 4. Egalitarianisme.

5. Penghargaan berdasarkan prestasi.

6. Keterbukaan partisipasi seluruh masyarakat.

Alasan peneliti memfokuskan terhadap pemikiran atau perspektif Nurcholish Madjid terhadap masyarakat madani adalah karena gagasan Nurcholish Madjid mengenai masyarakat madani termasuk salah satu gagasan beliau


(24)

17

yang kontroversial dan masih menjadi perdebatan dikalangan intelektual hingga saat ini.

C. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam suatu penelitian kepustakaan biasanya adalah sumber sekunder, dalam arti bahwa peneliti memperoleh bahan dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan pertama dilapangan. Namun demikian data pustaka pada tingkat tertentu terutama dilihat dari sudut pandang metode sejarah, juga bisa berarti sumber primer apabila ia ditulis secara langsung oleh tangan pertama atau oleh pelaku sejarah itu sendiri (Zed, 2004: 5). Jadi jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dari tangan pertama dan diolah oleh organisasi atau perorangan. Yaitu buku-buku, tulisan-tulisan dan pernyataan-pernyataan langsung dari Nurcholish madjid. Buku-buku karangan Nurcholish Madjid yang bisa menjadi sumber data primer. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh suatu organisasi atau

perorangan melalui pihak lain yang telah mengumpulkan dan mengolahnya. Yaitu dari pihak lain yang membahas buku-buku, tulisan-tulisan dari Nurcholish Madjid atau kutipan-kutipan yang ada disumber lain.


(25)

Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan studi dokumentasi, yaitu mempelajari, melakukan pencatatan, pengutipan terhadap sumber-sumber data dan informasi yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti yang diambil dari buku-buku, artikel-artikel, majalah-majalah, website-website dan lain sebagainya yang berhubungan dengan penelitian. Sebagai seorang pemikir yang produktif, banyak karya-karya yang dihasilkan oleh Nurcholish Madjid baik buku-buku maupun artikel. Adapun buku-buku karangan Nurcholish yang relevan dengan penelitian ini adalah antara lain :  Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1987, 1988)  Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta, Paramadina, 1992)

 Islam, Agama Kemanusiaan (Jakarta, Paramadina, 1995)  Islam, Agama Peradaban (Jakarta, Paramadina, 1995)

 Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta, Paramadina, 1999)  Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat; Kolom-Kolom di Tabloid

Tekad (Jakarta, Paramadina, 1999)

 Atas Nama Pengalaman Beragama dan Berbangsa di Masa Transisi (Jakarta, Paramadina, 2002)

 Indonesia Kita (Jakarta, Gramedia, 2004)

 Menembus Batas Tradisi (Jakarta, Kompas, 2006)  Ensikopedia Nurcholish Madjid (Az-Zaytun, 2009)  Menuju Masyarakat Madani (artikel),dll

Data-data yang diambil merupakan perspektif atau sudut pandang dari Nurcholish madjid mengenai masyarakat madani yang diambil dari


(26)

19

kumpulan risalah, pidato ataupun buku-buku karangan Beliau atau yang memuat tentang pemikiran-pemikiran Nurcholish Madjid.Selain itu juga buku-buku yang ditulis oleh para tokoh luar yang berbicara dan membahas pemikiran dari Nurcholish Madjid dan juga sumber-sumber lainnya yang memuat latar belakang ataupun biografi dari Nurcholish madjid.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan metode penelitian yang dipakai, maka teknik pengumpulan data yang tepat dalam penelitian ini adalah teknik dokumenter, hal ini dilakukan dengan cara membaca literature, karya tulis ilmiah serta catatan-catatan hasil perkuliahan penulis, untuk memperoleh teori-teori yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Dalam teknik dokumenter ini instrument yang digunakan yaitu dengan mengumpulkan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan masyarakat madani.Dengan menggunakan panduan pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini sangat penting untuk memahami secara benar teknik apa yang digunakan untuk menganalisis data yang didapatkan. Dalam menganalisis penelitian literartur ada metode yang bisa digunakan untuk menganalisis data, salah satunya adalah content analysis (analisis data). Menurut Winarno Surakhmad (Ruhliana, 2007:32), sebuah penelitian yang menggunakan metode analisis data terdapat empat tahapan yang harus dilalui, yaitu :


(27)

1. Pengumpulan data, pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi atau penelitian kepustakaan. Pengumpulan data tersebut disertai dengan pemiliahan, rechecking dan reduksi data yang relevan.

2. Agar reduksi data dan objektivitas data dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan, maka penilaian data tersebut akan dilakukan melalui tahap : (a) pengkategorian data yang dilaksanakan dengan system pencatatan yang relevan; dan (b) memberikan kritik penilaian terhadap data yang diperoleh, dengan maksud untuk mengontrol apakah data tersebut relevan digunakan.

3. Interpretasi data. Tahap ini dimaksudkan untuk memberikan penafsiran lebih jauh terhadap data yang telah tersedia dengan cara menarik hubungannya dengan permasalahan yang telah dirumuskan. Data tersebut coba dipahami dalam kerangka analisis dan pendekataan teori yang telah disusun sebelumnya, untuk selanjutnya dicari pemaknaannya terhadap keseluruhan masalah.

4. Penarikan kesimpulan. Setelah data yang dinilai dan ditafsirkan berdasarkan kerangka analisis dan teori yang ada, maka dilakukanlah penarikan kesimpulan.

Dari tahapan-tahapan diatas penulis merasa diskursus ke filsafatan, berkenaan dengan pemahaman teks, terdapat sebuah metode yang cukup representative dalam membahas permasalahan interpretasi teks, yaitu hermeneutik karena setiap pengarang, teks dan pembaca tidak lepas dari


(28)

21

konteks sosial, politis, psikologis, teologis dan konteks lainnya dalam ruang dan waktu tertentu.

Menurut Imam Ghanafie Al-jauhari (10:1999), dalam memahami sebuah teks yang diperlukan bukan hanya transfer makna, melainkan juga transformasi makna, karena sebuah ungkapan dalam bentuk pendapat dan tulisan kadangkala kebenaran serta maksudnya berada jauh didepan. Dan bukan hanya berhenti pada sekedar apa yang diucapkan pada waktu itu. Artinya isi maksud dan pengertian yang diharapkan pengarang dapat secara utuh ditangkap oleh pembaca.

Metode yang digunakan dalam melakukan analisa dari pemikiran Nurcholish Madjid ini, peneliti manafsirkan data yang didapat dengan menggunakan metode hermeneutik. Hermeneutik adalah sebuah metode filsafat , secara etimologis, kata hermeneutik berasal dari bahasa Yunani, hermeneuien yang berarti „menafsirkan’. Maka, kata benda hermenia secara harfiah dapat diartikan sebagai „penafsiran’ atau interpretasi.(Sumaryono, 1999: 23). Menurut Palmer (Sumaryono, 1999: 24), hermeutik dapat diartikan sebagai „proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti’.

Pada bidang filsafat, pentingnya hermeneutik tidak dapat ditekankan secara berlebihan.Karena pada kenyataannya keseluruhan filsafat adalah interpretasi. Sebagaimana terdapat dalam kesusastraan, dalam filsafat pun tidak ada aturan yang baku untuk interpretasinya.


(29)

Syarat dalam melakukan interpretasi, seseorang harus terlebih dahulu mengerti dan memahami.Namun keadaan „lebih dahulu mengerti’ ini bukan didasarkan atas penentuan waktu, melainkan bersifat alamiah.Ada kesertamertaan antara mengerti dan membuat interpretasi. Keduanya bukan dua moment dalam satu proses.

Mengerti dan interpretasi selanjutnya akan menimbulkan „lingkaran hermeneutik’. Hermeneutik adalah sebuah metode pemikiran kefilsafatan yang bersifat tidak mematri atau menyegel atau bahkan memenjarakan jalan pikiran kita dalam berspekulasi maupun membuat analisis kefilsafatan. (Sumaryono,1999:142). Menurut Emilio Betti (Al-jauhari,1999:28) bahwa tugas orang yang melakukan interpretasi adalah menjernihkan persoalan mengerti, yaiu dengan cara menyelidiki setiap detail proses interpretasi. Seseorang yang melakukan interpretasi harus dapat mengenal pesan dan kecondongan dari sebuah teks, kemudian ia harus meresapi isi teks sehingga yang pada awalnya “yang lain’ kini menjadi “aku” penafsir sendiri. Maka mengerti secara sungguh-sungguh hanya dapat berkembang bila berdasarkan atas pengetahuan yang benar, yaitu berpilar dengan menggunakan makna yang terkandung dalam teks tersebut, dan pembaca diharuskan keluar dari pendiriannya agar terbuka terhadap pendirian pengarang.

Untuk mencapai sebuah interpretasi yang objektif, menurut Betti (Nafisul.A dan A. Fahrudin, 2003: 40) bahwa tujuan utamnya adalah mengklarifikasi perbedaan esensial antara penafsiran dan peran penafsir dalam penyerahan


(30)

23

makna terhadap objek.Penafsiran terhadap objek menurut betti merupakan sebuah objektivikasi dari semangat manusia yang diekspresikan dalam bentuk pikiran yang sehat. Betti kemudian menawarkan empat moment dalam proses hermeneutika yang akan memfasilitasi pemahaman, yaitu :

1. Penafsir melakukan investigasi fenomena linguistik dari pembicaraan atau teks.

2. Dalam mengkritik “moment”, penafsir harus menghindari dari kepentingan sosial, ideology, komitmen atau sumber-sumber yang intoleran yang bisa menghalangi pemahaman.

3. Penafsir harus menempatkan dirinya dalam posisi seseorang untuk dipahami, dengan menggunakan imajinasi dan wawasan.

4. Melakukan rekonstruksi untuk memasukkan situasi dan kondisi untuk memperoleh hasil yang ingin dicapai baik berupa ungkapan atau teks. Hans Georg Gadamer (Palmer, 2003: 237) untuk melakukan penafsiran pada sebuah teks atau tulisan, perlu melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Proses peleburan. Dimana baik interpreter maupun teks bersama-sama meleburkan dirinya agar terdapat suatu kebutuhan untuk menemukan suatu cara badi dialog untuk saling member dan menerima (take and give).

2. Membawa teks keluar dari alienasi, dimana ia mendapatkan dirinya (sebagai bentuk tertulis) kembali kedalam suasana kekinian.

3. Ketika sebuah teks yang ditransmisikan menjadi sebuah objek bagi interpretasi, ia mendapatkan suatu pertanyaan bagi penafsir dimana ia


(31)

mencoba untuk menjawabnya melalui interpretasi. Disinilah letak proses memahami sebuah teks yang berarti memahami pertanyaan ini. 4. Selanjutnya penafsir memahami teks dalam bentuk pertanyaan yang

dihawabnya, jelas penafsir harus mencari dengan menelisik dibalik teks (kontekstual) agar dapat menafsirkannya.

Dalam hermeneutika ada kesamaan pola umum yang dikenal sebagai pola hubungan segitiga (triadic) antara teks, si pembuat teks dan si pembaca (penafsir teks). Dalam hermeneutika, seorang penafsir (hermeneut) dalam memahami sebuah teks baik itu teks kitab suci maupun teks umum dituntut untuk tidak sekedar melihat apa yang ada pada teks, tetapi lebih kepada apa yang ada dibalik teks.

Pemahaman umum yang dikembangkan, teks selain produk yang dibuat oleh pengarang juga merupakan produk budaya episteme suatu masyarakat.Karenanya konteks historis dari teks menjadi sesuatu yang sangat signifikan untuk dikaji.Dengan demikian, urgensi hermenetika dan penerapannya memiliki peran yang cukup besar dalam menafsirkan suatu pengalaman manusia yang diungkapkan dalam bentuk bahasa atau tulisan yang tampak asing bagi pembaca.


(32)

iv

iv DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 . Bagan Kerangka Pikir ... 14 Gambar 2 . Kerangka Pemikiran Nurcholish Madjid ... 93


(33)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... .... i DAFTAR ISI ... .... ii DAFTAR GAMBAR ……….. iii I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1 B. Perumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Kegunaan Penelitian ... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Sejarah dan Pengertian Masyarakat Madani ... 7 1. Sejarah Masyarakat Madani... 7 2. Tinjauan Masyarakat Madani... 10 B. Tinjauan Tentang Perspektif ... 11 C. Kerangka Pikir ... 12 III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ... 15 B. Fokus Penelitian ... 16 C. Jenis Data ... 17 D. Sumber Data ... 18 E. Teknik Pengumpulan Data ... 19 F. Teknik Analisis Data ... 19 IV. BIOGRAFI NURCHOLISH MADJID

A. Latarbelakang Keluarga dan Pendidikan ... 26 B. Periodeisasi Pemikiran Nurcholish Madjid ... 30 1. Nurcholish Madjid Pada Masa SMA atau Sederajat... 31


(34)

iii

2. Aktivitas dan Pemikiran Nurcholish Madjid Saat Mahasiswa... 37 3. Aktivitas dan Pemikiran Nurcholish Madjid setelah S3...49 C. Tokoh yang Mempengaruhi Pemikiran Nurcholish Madjid ... 60 1. Buya Hamka... 61 2. Mohammad Natsir... 64 3. Fazlur Rahman... 67 4. Ibnu Taymiyah... 72 D. Teman-Teman yang Mempengaruhi Pemikiran

Nurcholish Madjid ... 75 1. Utomo Dananjaya ... 75 2. M. Dawam Rahardjo... 79 3. Djohan Effendi... 82 4. Ahmad Wahib... 85 V. PEMBAHASAN

A. Kerangka Pemikiran Nurcholish Madjid ... 92 B. Masyarakat Madani Dalam Perspektif Nurcholish Madjid ... 96 B. Ciri-Ciri Masyarakat Madani dalam Perspektif

Nurcholish Madjid... 104 1. Patuh Terhadap Hukum... 105 2. Adanya Toleransi... 107 3. Menjunjung Prinsip Pluralisme... 110 4. Egalitarianisme...114 5. Penghargaan Berdasarkan Prestasi... 116 6. Keterbukaan Partisipasi Seluruh Masyarakat... 118 VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 122 B. Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA


(35)

BAB V PEMBAHASAN

A. Kerangka Pemikiran Nurcholish Madjid

Pada bab sebelumnya telah dipaparkan gambaran umum Nurcholish Madjid. Mulai dari latar balakang keluarga, pendidikan, hingga teman-teman yang mempengaruhi serta membantu dalam membentuk konstruksi berpikir Beliau. Hal tersebut diharapkan mampu memberi gambaran bagi peneliti untuk memahami pola pemikiran Nurcholish Madjid, khususnya pemikiran Nurcholish Madjid dalam menerjemahkan konsep masyarakat madani.

Sebagai seorang cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid memiliki wawasan yang begitu luas. Pemikiran-pemikirannya secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi keislaman, keindonesian dan kemodernan. Seperti apa yang dikatakan oleh M. Syafi’i Anwar dalam Jurnal Ulumul Qur’an, sebagai berikut:

Kalau diamati dengan seksama dan sabar, pemikiran Nurcholish pada dasarnya merupakan dialektika tiga ide dalam kesatuan, yakni: keislaman, kemodernan dan keindonesiaan. Dialektika dan kesatuan tiga ide besar itu, melahirkan ide-ide pendukung (supporting ideas) yang berfungsi memperkuat konstruksi seluruh bangunan ide, yakni neo-modernisme, integrasi dan pembangunan. Adapun untuk


(36)

93

mempersatukan seluruh konstruksi bangunan ide adalah teologi inklusif. (M. Syafi’i Anwar)

Analisis M. Syafi’i Anwar ini secara sederhana kemudian digambarkan dalam sebuah kerangka pemikiran Nurcholish Madjid, yaitu sebagai berikut:

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Nurcholish Madjid

Analisis dari pemikiran Nurcholish Madjid yang dilakukan oleh Syafi’i Anwar diatas sangat menarik. Hal tersebut juga bermanfaat bagi peneliti dalam memahami pemikiran Nurcholish Madjid yang begitu luas. Apabila melihat diagram pemikiran Nurcholish Madjid diatas, lalu kemudian berada dimana pemikiran Nurcholish Madjid mengenai masyarakat madani? Untuk itu

KEISLAMAN

Integrasi Neo-modernisme

KEINDONESIAN KEMODERNAN Pembangunan


(37)

peneliti mencoba memasukan analisis peneliti dalam mencari gagasan masyarakat madani Nurcholish Madjid berdasarkan diagram diatas.

Peneliti berpendapat bahwa perspektif Nurcholish Madjid dalam memaknai masyarakat madani berada dalam ide-ide kemodernan Nurcholish Madjid yang kemudian berkolerasi dengan ide-ide keislamannya. Hal ini didasarkan pada pandangan Nurcholish Madjid dalam memahami tentang modernisasi. Menurut Nurcholish Madjid modernisasi merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari dan juga merupakan keharusan sejarah (historical necessity).

Nurcholish Madjid mencoba memberi keyakinan bahwa Islam itu tidak bertentangan dengan modernisasi. Dengan mengutip pendapat dari dua ahli sosiologi agama yaitu Marshall Hodgson dan Ernest Gellner, Nurcholish Madjid ingin menumbuhkan rasa percaya diri umat Islam dalam merespon modernisasi. Namun, walaupun Nurcholish Madjid terbuka dengan modernisasi, beliau tetap apresiasi terhadap tradisi dan intelektual Islam klasik yang kaya akan wawasan. Syafi’i Anwar mengatakan dalam artikelnya sebagai berikut:

Berbeda dengan modernis lainnya, Nurcholish sangat menekankan perlunya apresiasi terhadap tradisi dan intelektual klasik Islam yang kaya dimensi itu, sambil menggunakannya untuk memperkaya wawasan intelektual Islam yang baru. Itulah sebabnya ia sangat apresiatif dengan jargon klasik kalangan ulama yang terkenal, yakni al muhafazah „ala al-qadim al-salih wa „l-akhdi b‟il-jadid al-aslah (memelihara yang lama yang baik, dan mengambil yang baru yang baik. (M. Sayafi’i Anwar)

Apresiasi Nurcholish Madjid terhadap warisan Islam klasik inilah yang membedakan beliau dengan intelektual modernis lainnya. Dengan menghargai prinsip ini, Nurcholish Madjid dengan mudah dapat mencari makna


(38)

95

masyarakat madani yang berbeda dengan konsep awalnya, yaitu civil society. Dengan metode seperti ini, Greg Barton menyebutkan Nurcholish Madjid sebagai pelopor gerakan neo-modernis di Indonesia.

Neo-modernis merupakan gerakan yang diformulasikan oleh Fazlur Rahman. Pada intinya gerakan neo-modernis merupakan sebuah gerakan yang menganjurkan kaum Muslimin, dalam menyambut abad modern, harus lebih mengkaji dunia barat serta gagasan-gagasannya secara objektif. Kemudian pada saat yang sama juga mendalami ajaran-ajaran dan gagasan-gagasan keagamaannya sendiri.

Dengan demikian dapat terlihat dengan jelas dimana letak gagasan masyarakat madani Nurcholish Madjid diantara gagasan Nurcholish Madjid yang begitu luas. Peneliti berpendapat bahwa dengan berdasarkan pada diagram pemikiran Nurcholish Madjid yang dibuat oleh Syafi’i Anwar gagasan masyarakat madani yang dikeluarkan oleh Nurcholish Madjid itu terletak pada ide kemodernan dan keislaman Nurcholish Madjid yang kemudian melahirkan gerakan neo modernisme.

Nurcholish Madjid mencoba untuk memahami civil society yang berasal dari Barat, kemudian mencari referensi dari sejarah Islam klasik. Sehingga melahirkan sebuah konsep masyarakat madani khas Nurcholish Madjid yang berbeda dengan konsep masyarakat madani menurut Anwar Ibrahim serta Dawam Rahardjo.


(39)

B. Masyarakat Madani dalam Perspektif Nurcholish Madjid

Seperti sudah dibahas sebelumnya, bahwa konsep masyarakat madani berawal dari terjemahan civil society yang masuk di Indonesia pada tahun 1990. Konsep civil society tersebut kemudian mengalami islamisasi melalui Anwar Ibrahim. Anwar Ibrahim menerjemahkan konsep civil society menjadi masyarakat madani yaitu sebuah sistem tatanan masyarakat yang subur yang diasakan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Gambaran mengenai masyarakat madani yang dijelaskan oleh Anwar Ibrahim, dapat dikatakan masih terlalu umum.

Penerjemahan konsep civil society menjadi masyarakat madani yang dilakukan oleh Anwar Ibrahim, ternyata mendapat respon dari kalangan intelektual Muslim di Indonesia. Respon tersebut datang dari kalangan Muslim modernis yang berusaha mencari landasan dan visi dari konsep masyarakat madani. Namun menurut Hendro Prasetyo, usaha tersebut dapat dikatakan tidak berhasil, karena gambaran konsep masyarakat madani yang dijelaskan masih lebih mendekati konsep asal, yaitu konsep civil society. (Hendro Prasetyo, 2002:167)

Pada saat intelektual lain mengalami kesulitan dalam mencari landasan historis dari konsep masyarakat madani. Nurcholish Madjid dengan mudah dapat menelusuri dan menemukan landasan yang tepat untuk konsep masyarakat madani. Nurcholish Madjid menjadikan kehidupan masyarakat


(40)

97

Madinah pada saat kepemimpinan Nabi Muhammad saw sebagai landasan historis dan prototype dari konsep masyarakat madani.

Berbeda dengan konsep masyarakat madani yang digagas oleh Anwar Ibrahim dan Dawam Rahardjo yang masih identik dengan konsep civil society. Gagasan masyarakat madani yang dikeluarkan oleh Nurcholish Madjid, sangat berbeda dengan konsep civil society yang berasal dari Barat. Nurcholish Madjid berhasil memberikan warna dan landasan yang berbeda dari konsep civil society. Nurcholish Madjid berhasil menciptakan konsep masyarakat madani yang berdiri sendiri dari konsep civil society.

Menurut Nurcholish Madjid, masyarakat madani adalah suatu masyarakat dengan civility (keadaban) sebagai mana yang pernah dilakukan Nabi Muhammad dengan mendirikan negara kota Madinah. Lebih lanjut Nurcholish Madjid menggambarkan masyarakat madani dalam sebuah artikelnya yang berjudul “Asas-Asas Pluralisme dan Toleransi dalam Masyarakat Madani” menulis sebagai berikut:

Bukanlah suatu kebetulan bahwa wujud nyata dari masyarakat madani itu untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia merupakan hasil usaha utusan Tuhan untuk akhir zaman, Nabi Muhammad saw. Sesampai Nabi di kota hijrah, yaitu Yastrib (Yunani:Yethroba), Beliau mengganti nama itu menjadi Madinah. Melalui tindakan itu, Nabi saw, telah merintis dan memberi teladan kepada umat manusia dalam membangun masyarakat madani, yaitu masyarakat yang berperadaban (ber-madaniyah) karena tunduk dan patuh (dana-yadinu) kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dalam supremasi hukum dan peraturan. (Abudin Nata (ed), 2002:2)

Wawasan kesejarahan dan sosiologis yang dimiliki oleh Nurcholish Madjid, memungkinkan Beliau untuk memberi landasan sosio-historis terhadap konsep masyarakat madani dengan mudah. Dalam setiap gagasan yang


(41)

dikeluarkannya, Nurcholish Madjid selalu mengaitkan dengan wawasan kesejarahan Islam klasik. Sehingga tidak menjadi hal yang sulit apabila Nurcholish Madjid berusaha untuk mencari landasan sosio-historis dalam mencari makna dari masyarakat madani.

Nurcholish berpandangan bahwa masyarakat Madinah pada saat kepemimpinan Nabi Muhammad saw merupakan sebuah gambaran masyarakat yang ideal dan beradab. Nabi Muhammad berhasil melakukan reformasi total terhadap masyarakat Madinah yang pada saat itu masih tidak kenal hukum menjadi masyarakat yang adil, demokratis dan patuh terhadap hukum. Nurcholish Madjid menggambarkan proses tersebut secara singkat, sebagai berikut:

Adalah Nabi Muhammad, Rasulullah saw sendiri yang memberi teladan kepada umat manusia kearah pembentukan masyarakat berperadaban. Setelah belasan tahun berjuang di kota Makkah tanpa hasil yang terlalu menggembirakan, Allah memberinya petunjuk untuk hijrah ke Yastrib, kota wahah atau oase yang subur sekitar 400 km sebelah utara Makkah. (Nurcholish Madjid, 1999:163)

Menurut Nurcholish Madjid, langkah awal yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam menciptakan sebuah masyarakat yang berperadaban yaitu merubah nama kota tersebut dari Yastrib menjadi Madinah. Langkah tersebut dianggap Nurcholish Madjid bukanlah suatu kebetulan. Menurut Nurcholish Madjid, perubahan nama tersebut menunjukkan semacam perjuangan Muhammad saw dalam menciptakan masyarakat yang teratur.

Nurcholish Madjid menulis sebagai berikut: “Tindakan Nabi saw mengubah nama Yastrib menjadi Madinah pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat atau proklamasi, bahwa Beliau bersama pendukung Beliau yang terdiri


(42)

99

dari kaum Muhajirin dan Anshar hendak mendirikan dan membangun masyarakat beradab”. (Nurcholish Madjid, 1999:164)

Analisis Nurcholish Madjid tersebut diatas tidak terlepas dari pengertian secara leksikal dari kata Madinah. Menurut Nurcholish Madjid, istilah Madinah secara ilmu kebahasan mengandung makna “peradaban”. Hal ini didasarkan bahwa dalam bahasa Arab “peradaban” dinyatakan dalam kata -kata “madaniyah” atau “tamaddun”, selain dari kata-kata “hadlarah”. Nurcholish Madjid juga menyebutkan bahwa perkataan Arab Madinah, berasal dari kata kerja “madana-yamdunu” yang berarti mendirikan bangunan. (Nurcholish Madjid, 2004:46)

Nurcholish Madjid kemudian menjelaskan bahwa sebenarnya kata Madinah itu mempunyai makna yang sama dengan polis atau negara-kota. Namun Madinah kemudian berkembang menjadi pengertian yang lebih luas, yaitu sebuah tata pergaulan bersama dalam suatu kesatuan kemasyarakatan tertentu untuk mengembangkan kehidupan yang beradab melalui ketaatan pada hukum dan aturan.

Setelah merubah nama kota Yastrib menjadi kota Madinah, Nabi Muhammad saw kemudian berusaha membangun sebuah sistem masyarakat yang teratur. Nabi Muhammad saw mulai menyatukan masyarakat Madinah yang majemuk yang terdiri dari bangsa Yahudi, Nasrani dan Muslim. Dalam upaya menyatukan masyarakat Madinah, Nabi Muhammad saw membuat sebuah peraturan yang menjadi dasar-dasar masyarakat madani. Peraturan tersebut kemudian dikenal dengan Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah).


(43)

Nurcholish Madjid menyebut Piagam Madinah tersebut sebagai dokumen pertama di dunia yang mengatur kebebasan terutama dibidang ekonomi, serta tanggung jawab sosial politik, khusunya pertahanan secara bersama. (Nurcholish Madjid, 1999:165) Lebih lanjut Nurcholish Madjid berpandangan bahwa Piagam ini menjadi yang pertama di dunia yang meletakan dasar-dasar pluralisme dan toleransi. Lebih jelas, Nurcholish Madjid menulis sebagai berikut:

Ketika tiba di Madinah, Nabi membuat semacam perjanjian, namanya Mîtsâq Madînah atau sebut saja Piagam Madinah. Piagam inilah yang sering disebut oleh orientalis sebagai konstitusi Madinah yang meletakkan dasar-dasar kehidupan bersama. Idenya ialah pluralisme, yang mengakui eksistensi semua golongan: orang Yahudi, orang Muslim, orang non- Yahudi dan non-Muslim, yaitu orang-orang Madinah sendiri, minus orang Kristen. (Nurcholish Madjid, 2009: 2670)

Dengan adanya Piagam tersebut, masyarakat Madinah hidup rukun dan berdampingan. Dimana Nabi Muhammad saw sebagai pemimpinnya. Dalam pandangan Nurcholish Madjid, Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw adalah sebuah entitas politik berdasarkan pengertian tentang negara-bangsa (nation-state). yaitu negara untuk seluruh umat atau warga negara demi kemaslahatan bersama.

Prinsip tersebut secara jelas tertulis dalam Piagam Madinah. Bahwa negara-bangsa didirikan atas dasar penyatuan seluruh kekuatan masyarakat menjadi bangsa yang satu. Dengan tidak membeda-bedakan antara kelompok-kelompok keagamaan yang ada di Madinah. Semua warga Madinah mempunyai kewajiban dan hak yang sama.


(44)

101

Gambaran kehidupan masyarakat Madinah pada zaman Nabi Muhammad inilah yang menjadi landasan sosio-historis dari konsep masyarakat madani menurut Nurcholish Madjid. Sebuah masyarakat yang hidup rukun dan tentram diantara kemajemukan agama. Nabi Muhammad pun berperan dengan begitu adil dan bijaksana. Walaupun Beliau adalah seorang Rasul utusan Tuhan, namun dalam hal menjalankan perannya sebagai kepala negara Beliau juga melakukan musyawarah dengan yang lain dalam mengambil keputusan. Nurcholish Madjid menyebutkan ciri-ciri masyarakat madani yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw pada saat itu antara lain, egalitarianisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi, keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan penentuan kepemimpinan melalui pemilihan bukan berdasarkan kepada keturunan. (Nurcholish Madjdi, 1999:169-170) Semenjak Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah, Nabi mulai meletakan agenda-agenda politik kerasulan. Beliau bertindak sebagai utusan Allah, kepala negara, komandan tentara, dan pemimpin masyarakat. Ilustrasi tentang sikap Nabi Muhammad tersebut digambarkan dengan jelas oleh Nurcholish Madjid, sebagai berikut:

Dalam menjalankan peran sebagai seorang Nabi, Beliau adalah seorang tokoh yang tidak boleh dibantah, karena mengemban tugas suci dengan mandate dan wewenang suci. Sedangkan dalam menjalankan peran sebagai seorang kepala negara, Beliau melakukan musyawarah sesuai dengan perintah Allah, yang dalam musyawarah itu Beliau tidak jarang mengambil pendapat orang lain dan meninggalkan pendapat pribadi. (http//media.isnet.org)

Gambaran kehidupan Madinah pada zaman Nabi Muhammad ini dapat dikatakan sebagai sebuah tatanan masyarakat yang sudah berperadaban dan


(45)

modern. Nurcholish Madjid dengan menggunakan pendapat Robert N Bellah. Seorang ahli sosiologi agama terkenal berpandangan bahwa kehidupan pada zaman itu sudah modern, bahkan terlalu modern untuk zamannya. Menurut Robert N. Bellah, sistem yang dibangun Nabi pada saat itu dan kemudian diteruskan oleh para khalifah,adalah suatu contoh bangunan komunitas nasional modern yang lebih baik dari pada yang dibayangkan.

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad saw, sistem tersebut tidak bertahan terlalu lama. Timur Tengah dan umat manusia saat itu belum cukup siap dengan prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial yang dirintis oleh Nabi Muhammad saw. Nurcholish Madjid dalam bukunya menulis sebagai berikut:

Masyarakat berbudi luhur atau berahlak mulia itulah masyarakat berperadaban, masyarakat madani, civil society. Masyarakat madani yang dibangun oleh Nabi itu oleh Robert N. Bellah, seorang ahli sosilogi agama terkemuka, disebut sebagai masyarakat yang untuk zaman dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern sehingga setelah Nabi sendiri wafat, tidak bertahan lama. Timur Tengah dan umat manusia saat itu belum siap dengan prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial yang modern seperti dirintis Nabi. (Nurcholish Madjid, 1999:168-169)

Tatanan yang dibangun oleh Nabi ini, hanya bertahan 30 tahun saja pasca wafatnya Nabi Muhammad. Sistem sosial masyarakat madani kembali berubah menjadi sebuah sistem masyarakat pada saat sebelum Islam masuk. Sebuah sistem yang bersifat kesukuan dan menggunakan sistem dinasti keturunan atau geneologis dalam menentukan pemimpin. Analisis ini terlihat dalam artikel Nurcholish Madjid sebagai berikut:

Seperti yang dikatakan Robert N. Bellah, prasarana sosial-budaya untuk menopang modernitas ide masyarakat madani terhadap bangsa Arab 15 abad yang lalu itu belum sepenuhnya terbentuk. Untuk itu


(46)

103

sebagaimana telah diisyaratkan sebelumnya, masyarakat madani kemudian dapat dijegal oleh dinasti bani Umayyah, ketika Muawiyah memutuskan untuk menunjujk anaknya sendiri, Yazid, sebagai penggantinya. Sejak iu dunia Islam hanya mengenal sistem kekuasaan dinasti geneologis, yaitu sistem kekuasaan atas dasar pertalian darah. Maka, konsep negara di dunia Islam kemudian dikenal sebagai negara klan atau suku. (Abudin Nata (ed), 2002:11)

Walaupun tidak bertahan lama, tatanan masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw dan dilanjutkan oleh sahabat-sahabatnya setidaknya mampu memberi gambaran bagaimana contoh masyarakat yang modern. Secara historis kehidupan masyarakat Madinah pada saat itu telah memberikan semangat optimisme untuk membangun kembali tatanan masyarakat Madinah untuk masa sekarang.

Semangat optimisme tersebut terlihat dari penjelasan Nurcholish Madjid. Menurut Nurcholish Madjid, kesempatan untuk membangun masyarakat madani justru mungkin akan lebih besar pada saat sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan pada masa sekarang ini, perkembangan sebagian negara Muslim yang menerapkan konsep negara republik dan tidak lagi menggunakan sistem dinasti geneologis.

Usaha Nurcholish Madjid dalam mencari landasan historis dari wacana civil society dengan cara menelusuri kembali warisan khasanah Islam adalah sesuatu yang penting. Karena menurut Nurcholish Madjid, usaha dalam mencari teladan dari sejarah sebelumnya adalah suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk menciptkan masa depan yang lebih baik. Dalam artikelnya Nurcholish Madjid menulis:

Menghadapi masa depan bangsa kita, khasanah wawasan kenegaraan dan kemasyarakatan Madinah baik sekali kita jadikan rujukan dan


(47)

teladan. Hal ini dirasakan amat mendesak bagi masyarakat kita, mengingat akhir-akhir ini banyak tersingkap prilaku yang menunjukan tiadanya kesejatian dan ketulusan dalam mewujudkan nilai-nilai madani. Disebabkan oleh adanya trauma-trauma masa lalu, baik di Indonesia maupun tempat-tempat lain diseluruh dunia, khusunya dibarat, sebagian golongan masyarakat enggan merujuk pada ajaran keagamaan untuk mencari otentisitas dan keabsahan sejati bagi pandangan-pandangan kemasyarakatan dan kenegaraan. (Abudin Nata (ed), 2002:4)

Landasan sosio-historis yang diberikan Nurcholish Madjid terhadap konsep masyarakat madani, ternyata mendapat respon baik dari kalangan intelektual Muslim lain. Kalangan intelektual Muslim tidak lagi mengalami ketakutan dan stigma dalam menanggapi wacana tersebut. Bahkan menurut Ahmad Baso dalam beberapa hal, rumusan Nurcholish Madjid tersebut menjadi titik akhir dari usaha merumuskan visi tentang civil society bagi kalangan Muslim. (Hendro Prasetyo, 2002:165)

C. Ciri-Ciri Masyarakat Madani Dalam Perspektif Nurcholish Madjid Masyarakat madani tidak tercipta begitu saja tanpa adanya langkah-langkah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Berawal dari pergantian nama kota Yastrib menjadi Madinah, kemudian dilanjukan dengan membuat sebuah perjanjian yang bernama Piagam Madinah. Masyarakat Madinah kemudian hidup berdampingan dengan landasan-landasan yang pada saat itu begitu modern. Misalnya toleransi, egaliarianisme, pluralisme, menjunjung hak asasi, dan sebagainya.

Landasan-landasan yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat Madinah yang dikatakan modern pada saat itu, menurut Nurcholish Madjid merupakan


(48)

105

turunan (derivasi) dari budaya Islam. Secara lengkap Nurcholish Madjid menulis sebagai berikut:

Budaya Islam adalah budaya yang mengunggulkan ikatan-ikatan keadaban (bond of civility), seperti hormat pada hukum, hormat pada toleransi dan pluralisme, mempertahankan egalitarianisme dan hak-hak asasi sebagai bagian dari paham kemanusian universal, penghargaan orang kepada prestasi bukan prestise, keterbukaan partisipasi seluruh masyarakat, dan seterusnya yang biasa kita sebut masyarakat madani. (Nurcholish Madjid, 2009:306)

Dari penjelasan Nurcholish Madjid tersebut, maka ada beberapa ciri-ciri atau landasan yang harus dipenuhi agar tercipta masyarakat madani, yaitu:

1. Patuh Terhadap Hukum

Nurcholish Madjid berkata bahwa: “Konsep Madinah adalah pola kehidupan sosial yang sopan, yang ditegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk patuh kepada peraturan atau hukum”. Secara filosofis sikap untuk tunduk dan patuh terhadap hukum atau kebenaran adalah sifat dasar manusia, karena menurut Nurcholish Madjid manusia sebenarnya adalah hanif.

Menurut Nurcholish Madjid manusia sebagai mahluk sosial (zoon politicon) tidak mungkin untuk hidup secara inidividu dan harus hidup berkelompok. Maka dari itu, menurut Nurcholish Madjid, dalam menjalankan kehidupan sosialnya, manusia harus membuat peraturan atau hukum yang harus disepakati bersama. Peraturan tersebut dapat berupa sumber keagamaan yang bersumber dari Tuhan maupun peraturan yang dibuat antar sesama manusia.


(49)

Nurcholish Madjid berpandangan bahwa masyarakat berperadaban tidak akan terwujud apabila hukum tidak ditegakan secara adil. Untuk itu dalam konsep negara-bangsa, haruslah berfungsi sebagai negara hukum, bukan negara kekuasaan. Semua masyarakat yang ada didalamnya harus tunduk dan patuh terhadap hukum yang berlaku. Masyarakat maupun penguasa secara bersama-sama harus mematuhi peraturan yang berlaku. Untuk mendukung prinsip itu, Nurcholish Madjid mengatakan bahwa masyarakat berperadaban adalah masyarakat yang mensyaratkan kepatuhan warga negara kepada hukum, bukan kepada penguasa, baik penguasa pribadi zalim (otokrat) maupun penguasa sekelompok orang kaya (plutokrat).

Negara bangsa adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan seperti sistem Fir„aun. Ketaatan atas dasar hubungan kontraktual dan transaksional terbuka itu mengasumsikan setiap warga negara taat kepada kekuasaan atau kepemimpinan atas dasar pertimbangan bahwa kekuasaan dan kepemimpinan itu dijalankan dengan benar dan adil, dengan mengikuti hukum yang berlaku. Tidak ada kewajiban taat terhadap kezaliman dan pelanggaran hukum. Ketaatan yang dikembangkan ialah ketaatan terbuka, rasional, kalkulatif, dan kontraktual-transaksional. Maka, tidak dibenarkan adanya kesetiaan tertutup, tanpa pertimbangan yang kritis. Di dalam masyarakat harus selalu ada komunitas yang terus-menerus melakukan pengawasan sosial, dengan menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan (amar ma‟ruf, nahi munkar). (Nucholish Madjid, 2009:884-885)

Dari ungkapan Nurcholish Madjid diatas terlihat jelas bahwa salah satu ciri dari masyarakat madani adalah terciptanya negara hukum (rech staat), bukan negara kekuasaan (macht staat). Dalam menjalankan dan menegakan prinsip kepatuhan terhadap hukum ini, Nurcholish Madjid


(50)

107

menjelaskan bahwa masyarakat Madinah pada masa Nabi merupakan contoh yang baik untuk ditiru.

Menurut Nurcholish Madjid, Masyarakat Madinah telah menjalankan prinsip ini dengan baik. Nurcholish Madjid, menggambakan dalam artikelnya yang berjudul: Islam dan Politik Suatu Tinjauan Atas Prinsip-Prinsip Hukum dan Keadilan. yaitu sebagai berikut:

Dalam hal keteguhan berpegang kepada hukum dan aturan itu, masyarakat Madinah pimpinan Nabi saw telah memberi teladan yang sebaik-baiknya. Masyarakat Madinah adalah masyarakat hukum dan keadilan dengan tingkat kepastian yang sangat tinggi. Kepastian itu melahirkan rasa aman pada masyarakat, sehingga masing-masing warga dapat menjalankan tugasnya dengan tenang dan mantap. (http//media.isnet.org)

Dengan adanya kepastian hukum, masyarakat dapat menjalankan kehidupannya dengan tenang. Oleh sebab itu, Nurcholish Madjid meletakan prinsip kepatuhan terhadap hukum ini sebagai prinsip dasar, bagi terciptanya masyarakat madani. Banyak negara atau masyarakat yang hancur akibat tidak adanya kepatuhan terhadap hukum.

2. Adanya Toleransi

Ciri masyarakat madani selanjutnya adalah adanya toleransi dalam masyarakat tersebut. Adanya toleransi dalam masyarakat madani sangat penting. Bahkan menurut Nurcholish Madjid, salah satu penyebab dari kemunduran umat Islam adalah tidak adanya sikap saling toleransi antara umat Muslim itu sendiri. Umat Islam saling beranggapan bahwa paham atau alirannya yang paling benar. Sehingga mengakibatkan konflik-konflik internal umat yang berkepanjangan.


(51)

Nurcholish Madjid, berpandangan bahwa, Civility (masyarakat beradab) haruslah mengandung makna toleransi, yaitu kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima berbagai macam pandangan politik dan tingkah laku sosial serta kesediaan untuk menerima pandangan yang sangat penting bahwa tidak selalu ada jawaban yang benar atas suatu masalah.

Nurcholish Madjid menganggap bahwa selama ini masyarakat memahami toleransi hanya secara prosedural, padahal menurut Nurcholish Madjid persoalan toleransi adalah persoalan prinsip bukan hanya persoalan prosedural semata. Selama ini masyarakat hanya memahami toleransi hanya sebatas tata cara pergaulan yang “enak” antara kelompok yang berbeda-beda. (Nurcholish Madjid, 1999:63) Lebih lanjut Nurcholish Madjid menjelaskan makna toleransi, sebagai berikut:

Toleransi adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan “enak” antara berbagai kelompok yang berbeda, maka hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan suara ajaran yang benar. Hikmah atau manfaat itu adalah sekunder nilainya, sedangkan yang primer adalah ajaran yang benar itu sendiri. Maka sebagai yang primer, toleransi harus kita laksanakan atau wujudkan dalam masyarakat, sekalipun untuk kelompok tertentu bisa jadi untuk diri kita sendiri pelaksanaan toleransi secara konsekuen itu mungkin tidak menghasilkan sesuatu yang enak. (Nurcholish Madjid, 1999:63-64)

Pernyataan Nurcholish Madjid tersebut menunjukkan bahwa terkadang dalam pelaksanaan menjalankan sikap toleransi terkadang tidak menguntungkan bagi sebagian kalangan, namun toleransi harus tetap


(52)

109

dijunjung tinggi dan dijalankan. Hal ini merupakan konsekuensi dari pemaknaan toleransi sebagai ajaran kebenaran, bukan hanya sebagai prosedural. Dan sebagai sebuah ajaran kebenaran setiap orang wajib melaksanakannya walaupun terkadang tidak enak.

Pemaknaan toleransi sebagai sebuah ajaran kebenaran atau dalam ungkapan Nurcholish Madjid yaitu “al hanifayat as samhah” (semangat kebenaran yang toleran). Ungkapan tersebut di kutip pada hadist Nabi Muhammad saw. Menurut Nurcholish Madjid, konsep toleransi yang muncul pada zaman Nabi ini berbeda dengan konsep yang berkembang di masyarakat barat.

Pada analisis Nurcholish Madjid, konsep toleransi yang berkembang di dunia barat atau Eropa. Di Eropa, toleransi dikembangkan sebagai bentuk ketidakpedulian orang terhadap agama, bukan karena keyakinan kepada nilai toleransi itu sendiri. Hal ini menurut Nurcholish Madjid disebabkan karena kebencian masyarakat Eropa kepada agama terutama pada saat revolusi Prancis. Akibatnya toleransi dikembangkan hanya sebagai suatu cara agar manusia dapat menyingkir dari agama atau agama menyingkir dari manusia. (Nurcholish Madjid, 1999:65)

Pemahaman toleransi dunia Eropa tersebut sangat berbeda dengan pemahaman toleransi dalam Islam. Dalam artikelnya yang berjudul Toleransi Islam, Nurcholish Madjid menulis sebagai berikut:


(53)

Berpangkal dari berbagai pandangan asasi mengenai toleransi Islam, Al Quran mengajarkan bahwa umat Islam harus menghormati semua pengikut kitab suci (Ahl al- Kitâb). Sama halnya dengan semua kelompok manusia, termasuk umat Islam sendiri, di antara kaum pengikut kitab suci itu ada yang lurus dan ada yang tidak. Dari mereka ada yang memusuhi kaum beriman, tapi juga ada yang menunjukkan sikap persahabatan yang tulus. (Nurcholish Madjid, 2009:3435)

Lebih lanjut, Nurcholish Madjid menjelaskan sebagai berikut:

Toleransi adalah salah satu asas masyarakat madani (civil society) yang kita cita-citakan. Dan sebagai asas, ia lebih prinsipil dari pada toleransi seperti apa yang pernah tumbuh di masyarakat Eropa. Jika toleransi diharapkan membawa berkah, yaitu berkah pengalaman suatu prinsip ajaran kebenaran, kita tidak boleh memahaminya seperi di Eropa pada abad-abad yang lalu itu. Toleransi bukanlah sejenis netralisme kosong yang bersifat prosedural semata-mata, tetapi adalah suatu pandangan hidup yang berakar dalam ajaran agama yang benar. (Nurcholish Madjid, 1999:65)

Dari penjelasan Nurcholish Madjid, dapat terlihat dengan jelas perbedaan pemahaman konsep toleransi antara Barat dan Islam. Toleransi dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk tidak menyingkirkan agama dengan manusia atau sebaliknya. Melainkan rasa saling menghormati dan menghargai antara agama. Dalam hal ini Nabi Muhammad saw telah memberikan kepada kita teladan yang baik bagaimana menerapkannya.

3. Menjunjung Prinsip Pluralisme

Sebagai seorang teolog dan pemikir yang inklusive, Nurcholish Madjid menganggap bahwa pluralisme adalah sebuah ketentuan dari Tuhan (sunatullah). Hal ini mengacu pada firman Allah yang berbunyi:


(54)

111

“Dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikannya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap apa yang telah diberikan-Nya padamu. Maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kami kembali semuanya. Lalu diberitahukn-Nya kepadamu apa yang telah kami perselisihkan itu”. (QS 5: 48)

Sebagai sakah satu ketentuan Tuhan, pluralisme merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan. Namun sama seperti toleransi, pluralisme sebagai salah satu ciri dari masyarakat madani masih dipahami secara prosedural saja. Menurut Nurcholish Madjid, walaupun pluralisme merupakan sesuatu yang sering diwacanakan di didalam kehidupan sehari-hari, tapi masyarakat hanya memahami secara sepintas saja.

Menurut Nurcholish Madjid, pluralisme pada hakikatnya tidak cukup hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan bahwa masyarakat itu bersifat majemuk. Lebih dari itu, pluralisme harus dipahami secara lebih mendasar, yaitu dengan cara menerima kenyataan kemajemukan itu dengan sikap tulus serta positif dan merupakan sebagai rahmat Tuhan kepada manusia.

Nurcholish Madjid berpandangan bahwa paham kemajemukan masyarakat atau pluralisme merupakan bagian amat penting dari tatanan masyarakat maju (masyarakat madani). Karena pluralisme tidak saja mengisyaratkan adanya sikap bersedia untuk mengakui hak dari kelompok lain untuk ada dan beraktifitas, lebih dari itu pluralisme


(55)

juga harus mengandung makna kesediaan berlaku adil kepada kelompok lain atas dasar perdamaian dan saling menghormati.

Pluralisme menurut Nurcholish Madjid harus dipahami sebagai suatu pertemuan yang sejati dari keseberagaman dalam ikatan-ikatan kesopanan (bonds of civiliy). Nurcholish Madjid menulis dalam artikelnya yang berjudul “Pluralisme Agama di Indonesia” sebagai berikut:

Ide tentang pluralitas ini merupakan prinsip dasar dalam Islam. Dan pluralisme Islam dapat terus-menerus diransformasikan ke dalam pluralisme modern, yang merupakan sesuatu yang berbeda dari sikap toleransi belaka. Pluralisme diopahami sebagai suatu pertemuan yang sejati dari keseberagaman dalam ikatan-ikatan kesopanan (bonds of civility). (Nurcholish Madjid) Secara historis Islam telah menunjukkan contoh yang nyata dalam pelaksanaan prinsip pluralisme yang benar. Hal ini dijelaskan oleh Nurcholish Madjid dengan mengutip analisis Max I. Dimont sebagai berikut:

Untuk mencari pluralisme yang benar sangatlah jarang dalam sejarah. Namun seperti apa yang dinyatakan oleh Max I. Dimont, seorang sarjana terkemuka dalam bidang sejarah kaum Yahudi, tidaklah terlalu salah bila dikatakan bahwa Islam telah menunjukkan kemungkonan semacam itu dalam kasus Spanyol Islam. Dimont berkata “Penaklukan Arab pada Spanyol pada 711 telah menghentikan konversi (kepercayaan) secara paksa terhadap orang-orang Yahudi kepada agama Kristen yang dimulai dari raja Reccared pada abad ke 6. Pada 500 tahun berikutnya, peraturan kaum Muslim telah memunculkan sosok spanyol dalam tiga agama dan “satu kamar tidur” di dalamnya (the Spain of tree religions and “one bedroom”). Kaum Muslim, orang-orang Kristen. dan Yahudi bersama-sama memberikan peradaban yang brilian, suatu pencampurbauran yang mempengaruhi garis keturunan (bloodlines) sama banyaknya dengan afiliasi-afiliasi keagamaan. (Nurcholish Madjid)


(1)

yang diselenggarakan oleh BEM FISIP Unila dan HMJ Pemerintahan FISIP Unila (2009) dan yang terakhir penulis mengikuti acara “Diskusi Caleg 2009” yang diadakan oleh Orange Comunity serta “Voter Education” menjelang Pemilu Legislatif 2009 yang diadakan oleh LSSP Cendikia (2009).

Sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, penulis mengikuti kegiatan Kemah Sosial dan Ilmiah Mahsiswa (KSIM) di Desa Campang Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus (2009). Selanjutnya penulis memberikan pengabdian kepada masyarakat dengan menjadi staf pengajar Sekolah Rakyat di Pesisir Teluk Lampung.

Penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang diadakan oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan pada bulan Januari sampai dengan Maret pada tahun 2008, sebagai salah satu syarat dalam pengajuan skripsi. Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang penulis ikuti bertempat di Desa Jati Mulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.


(2)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin…

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, Rabb pencipta seluruh alam semesta, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Atas seluruh nikmat dan ujian yang diberikan sehingga menjadikan penulis lebih kuat. Sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tulisan sederhana yang bernama skripsi ini. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha seoptimal mungkin untuk mempersembahkan yang terbaik. Namun sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan sehingga penulis menyadari bahwa apa yang telah penulis berikan belum dapat dikatakan sempurna sehingga masih perlu mendapat kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.

Melalui proses yang cukup panjang, akhirnya skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Tentunya tidak hanya berkat penulis sendiri saja, sehingga skripsi ini bisa selesai. Penulis banyak dibantu oleh orang-orang yang luar biasa baik moril maupun materil. Sehingga untuk melengkapi rasa syukur yang teramat oleh penulis, maka penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung serta Pembimbing Akademik.

2. Drs. Hi. Aman Toto Dwijono, M.H. selaku Ketua jurusan Ilmu Pemerintahan 3. Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Pemerintahan.

Terima kasih atas bimbingan, perhatian, dan doanya.


(3)

5. Drs. Piping Setia Priangga, M.Si. selaku dosen Pembimbing Utama dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas segala totalitas dan kesabaran yang bapak berikan dalam membimbing penulis. Banyak pelajaran yang bisa penulis ambil dalam proses penyelesaian penelitian ini.

6. Arizka Warganegara, M.A. selaku dosen Pembimbing Pembantu dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih kanda atas saran, kritikan dan marahan dari kanda. Terima kasih juga atas pinjaman buku-bukunya yang sangat berguna untuk pembuatan skripsi ini.

7. DR. Pitojo Budiono, M.Si selaku Pembahas Dosen sekaligus Penguji Utama yang telah memberikan saran serta masukan yang sangat begitu berarti kepada penulis. Satu hal yang saya dapat dari bapak, bagaimana menjalankan sesuatu haruslah dengan ikhlas. Tetap semangat ya pak menikmati perjalanan tiap minggunya Lampung, Bogor dan Jogja.

8. Seluruh bapak, ibu, staf, serta civitas akademik FISIP Unila yang telah membantu penulis atas berbagai macam bantuan baik akademik maupun organisasi.

9. Teristimewa kepada kedua orangtuaku, terimakasih banyak atas segala do’a dan perhatian yang khas selama ini. Untuk Mamah, mohon maaf atas segala moment yang Gema lewatin di rumah. Sebenarnya Gema jarang pulang bukan nginep di rumahnya Boy, tapi di Komisariat. Untuk Bapak, mohon maaf atas segala perbedaan pandangan yang terjadi selama ini, tapi Gema sudah paham maksud Bapak, percayain Gema untuk mewujudkannya dengan cara Gema sendiri.

10.Bayu dan Topan, mungkin bisa dihitung pake angka, seberapa banyak kita ngobrol. Terimakasih atas gambaran kehidupan yang telah diberikan oleh kalian.


(4)

Bayu, udah bisa agaknya untuk jadi pengganti Bapak. Topan, mandirilah, Gema yakin lo bisa. Tapi bagaimanapun, Gema bangga punya kakak seperti kalian. 11.Pandu, sorry brother jarang nemenin lo tidur lagi, pasti lo kesepian ga ada gw di

rumah, untung ada lo di rumah, adek paling rajin sedunia. Buruan lagi lulusnya. 12.Ponakan-ponakan penulis yang lucu-lucu (Akbar, Amel, April, Farel). Nanti kalo

Ka’ Gema udah sukses, Kaka Beliin apa yang kalian mw. Oya juga untuk kakak -kakak Ipar, terimakasih udah ngasih ponakan yang lucu-lucu.

13.Untuk Keluarga Besar Kakek dan Nenek ku semua yang ada di Lampung dan di Jakarta. Untuk om dan tante, sepupu-sepupu yang penulis udah ga tw lagi ada berapa jumlahnya. Untuk bg Wawan (alm) semoga tenang di alam sana, maaf ga bisa nyelamatin bg wawan. Pasti Gema ingat nasihat terakhir di motor itu.

14.Temen, sahabat di SMA Negeri 4 Bandar Lampung: Ray Agatha (ucok) polisi tambun (86 Dan !!), Agus Erliyanto (kirun) terimakasih run udah anter jemput gw pas gw blom punya motor, Ramadhan Triyandi (uya) kapan kita one on one lagi?? Dedi (gorilla) jangan kasar dong maennya. Tito (anak pak Min), akhirnya kita bisa pake kostum no 13 walaupun dalam kondisi bukan satu tim. Suatu saat kita ketemu dengan kesuksesan masing-masing. Kawan-kawan Dream Team Basket Ball Texas 04, terimakasih untuk semua moment yang ga terlupakan terutama pas tanding di Cirebon. Untuk kawan-kawan IPS 2, kapan kita kemana??

15.Teman-teman di Felix Basket Ball club yang berevolusi menjadi Revolusi ’08. Mas Budi, Om Roy, Ka Haryy Kemek (coach), Sesar, Adi, Agung, sama para junior-junior, giat-giat lah berlatih.


(5)

16.Sahabat-sahabat terbaikku di FISIP, banyak cerita dengan kalian bertiga, mulai dari akademik, billiard, wanita, sampe organisasi. Gw akan menggambarkan kalian semua hanya dalam satu kata saja, karena klo cerita bisa banyak, udah juga ditulis di skripsi Ai. Angga Yudawisesa (sahabat), Boy Mareta (SAHABAT), Ferryzar Afriatama Semidang (sahabat). Yang di hati, tidak akan bisa pergi. 17.Untuk Ervina Wahyuni (Maaf atas apa yang udah sy lakuin, terimakasih untuk

julukan ”echo-nya”, sekali lagi sy minta maaf).

18.Dhiah (klo diceritain semua, bisa-bisa lebih tebel sanwacananya dari pada skripsinya. Terimakasih untuk segalanya).

19. Yunda Tika (terimakasih untuk sebutan ”abstrak-nya”, kita banyak kesamaan, terimakasih untuk kopi gelas kuning yang begitu khas. Terimakasih untuk kesediannya jadi Kabid Keperempuanan, maaf ga bisa ngasih alasan logis kenapa Yunda jadi Kabid. Salah satu notes saya di FB sy tujukan untuk Yunda. Sekali lagi terimakasih untuk semuanya).

20.Untuk HMI Komisariat Sosial Politik Unila (Kanda/Yunda Senior dan Alumni, Kawan-kawan seperjuangan, Presidium dan pengurus yang luar biasa, Adinda-adinda yang tangguh. Terimakasih atas semua ilmu, pengalaman dan proses yang sudah diberikan ”Ingatlah semua yang baik tentangku sebisa kalian, dan jangan lupa cintaku yang kekal, militansi tanpa tepi, loyalitas tanpa batas, Yakusa di dadaku !!!”).

21.Temen-temen Ilmu Pemerintahan angkatan 2005 (sukses untuk kita semua, maaf ga bisa ikut foto angkatan). Abang-abang dan mba-mba Ilmu Pemerintahan,


(6)

adek-adek Ilmu Pemerintahan (maaf ga bisa nyebutin namanya satu-satu, soalnya udah mepet waktunya).

22.Temen-temen FISIP lainnya : angga (ane’05), intan, fitri (ane’05), izul (ane’05), eka, ewa, rian prong, qori, lidia, nurha (ani’05), diah, meli, yaya, pia, hendra (sos’05), gitta (semoga awet dgn ajo nurulnya,hehe), heru (kom’05), niken palupi (kom’06, harus tegas bare,hehe), ersad (humas’06, Gubernur FISIP), angga n rahmad kebenaran (bapak PES sedunia), panji (ane’06)

23.Civitas akademika : mas juli, mas puji, mas darman, kiyai herman (gimana terapi lidah buayanya yai,hehe), kiyai dayat, kiyai syam, kantin azzahra, kantin emak yang ada di seluruh unila, mas “foto copy” dan nama yang belum terlampir mohon maaf.

Wassalammualaikum Wr. Wb. Bandar Lampung, Agustus 2010