KRITIK SOSIAL DALAM CERPEN “TYH, WARGA KOTA” KARYA PUTU WIJAYA
Oleh: I Ketut Sudewa Prodi Sastra Indonesia
Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Jl. Nias 13 Denpasar, telp. 0361 224121
Email: sudewa.ketutyahoo.co.id
, Hp. 081338651955 ABSTRACT
The  works  Putu  Wijaya  especially  prose  and  drama  full  of  surprises  and  make  the reader constantly reconstruct its interpretation every time I read. This situation makes his works
contain  multiple  interpretations.  In  addition,  the  theme  of  the  story  is  always  the  actual  story technique  that  is  usually  dominated  by  engineering  dreams,  flashbacks,  and  stream  of
counsiousness.  Short  story  Yth,  Warga  Kota  is  one  of  the  works  that  have  the  theme  Putu Wijaya actual flashback narrative technique, imagery, letters, and reports. All of the techniques
used by the author of this story to express social criticism.
Seen from the point of sociological literature, short stories contain social criticism in the legal field and from the point of psychology literature describes the inner  conflict characters in
deciding a case. A judge was having mind conflict in preparing the final decision for the accused. The  mind  conflict  arising  from  the  experience  of  deciding  a  case  that  is  not  right  before.  In
addition,  because  of  pressure  from  the  community  or  city  residents  to  do  justice  to  punish  the perpetrators severely punished, even though the accused was the son of an official. On the other
hand,  the  defendants  family  also  tried  to  free  the  defendant  from  punishment  in  various  ways, including promises of certain positions for judges. Finally, although the final decision has been
made  by  the  judge  to  severely  punish  the  accused  as  the  demands  of  society,  but  the  judge personal sadness and heavy with the decision taken.
Keywords: social criticism, multiple interpretations, mind conflict
1. Pendahuluan
Putu  Wijaya merupakan salah seorang sastrawan  Indonesia  yang terkenal  tidak hanya di Indonesia,  tetapi  juga  di  luar  Indonesia.  Karya-karya  sangat  kreatif  dengan  mengetangahkan
persoalan-persoalan  tema  yang  terjadi  dalam  kehidupan  masyarakat  yang  sifatnya  aktual. Persoalan masyarakat tersebut biasanya dikemas dalam suatu teknik cerita, seperti teknik mimpi,
flashback,  dan  stream  of  counsiousness.  Dari  sudut  pembaca  atau  penikmat,  tema  dan  teknik cerita  menjadi  dua  unsur  cerita  yang  sangat  menentukan  menarik  atau  tidaknya  karya
bersangkutan. Walaupun temanya menarik dan aktual, tetapi disajikan dengan teknik cerita yang tidak menarik, maka karya sastra tersebut tidak akan menarik juga untuk dibaca. Dalam konteks
ini  kehadiran  pembaca  menjadi  penting  karena  pembacalah  yang  akan  menilai  dan  memberi
makna suatu karya sastra sebagai penyambut Hawkes, 1978:156-157; Pradopo, 1995:106-107. Pembacalah yang akan menentukan perjalanan sejarah suatu karya sastra. Tanpa pembaca, maka
karya  sastra  bersangkutan  sesunggunnya  tidak  pernah  ada  dan  sekaligus  sastrawan  juga  tidak pernah lahir.
Tema  yang  sering  diungkapkan  oleh  Putu  Wijaya  di  dalam  karya-karyanya  adalah  berupa kritik  sosial.  Tema  ini  memang  sering  menjadi  perhatian  para  sastrawan  mengingat  tema  ini
memiliki peranan penting dalam menata kehidupan pemerintahan dan masyarakat kea rah yang lebih  baik.    Karya  sastra  menjadi  salah  satu  sarana  yang  efektif  untuk  menyampaikan  kritik
sosial di samping pers dan gerakan pisik berupa demonstrasi. Ketika jurnalisme media massa sebagai salah satu lembaga yang berfungsi sebagai pengontrol sosial dalam masyarakat melalui
fakta-fakta  dibungkam  fungsinya,  maka  Ajidarma  menyarankan,  sastra  harus  bicara  karena sastra bicara tentang kebenaran 1977:1.
Walaupun  penyampaian  kritik  sosial  terutama  melalui  karya  sastra  membawa  risiko  yang besar, tetapi sastrawan tidak pernah surut menyuarakan kritik sosial itu melalui karya-karyanya.
Keadaan  ini  kuat  terjadi  ketika  berlangsungnya  pemerintahan  Orde  Baru  yang  bersifat  otoriter, seperti  yang pernah dialami oleh WS. Rendra Haryono, ed., 2009:65-66. Tampaknya, karya
sastra  akan  terus  dipakai  untuk  menyampaikan  kritik  sosial  sepanjang  masih  terjadi  persoalan- persoalan sosial dalam masyarakat.
Salah  satu  karya  Putu  Wijaya  yang  mengandung  kritik  sosial  adalah  cerpennya  yang berjudul “Yth, Warga Kota” selanjutnya disingkat “YWK”. Cerpen ini merupakan salah satu
dari 17 cerpen yang ada di dalam antologi BOM 1992:22-35. Cerpen ini di tulis tahun 1970 dan petama  kali  dimuat  di  harian  Kompas  serta  ditulis  kembali  dalam  bentuk  naskah  sandiwara
dengan  judul  Dor  Wijaya,  1983:149.  Walaupun  cerpen  ini  sudah  cukup  lama,  tetapi  selalu menarik  untuk  diapresiasi  dan  diinterpretasi  karena  memiliki  kelebihan  dibandingkan  dengan
cerpennya  yang  lain.  Di  samping  temanya  yang  aktual,  juga  teknik  ceritanya  yang  menarik karena di dalam cerpen ini digunakan beberapa teknik cerita secara bersamaan. Hal inilah yang
menyebabkan  kritik  sosial  yang  terkandung  di  dalam  cerpen  ini  memiliki  kekuatan  yang  besar dan tajam.
Untuk  membahas  kandungan  kritik  sosial  di  dalam  cerpen  ini  digunakan  teori  sosiologi sastra dan didukung oleh teori  lain  yang  relevan, seperti teori  psikologi.  Teori  sosiologi  sastra
dipakai  untuk  mengungkapkan  keadaan  sosial  masyarakat  yang  tergambar  di  dalam  cerpen “YWK”. Hal ini sesuai dengan pandangan Junus 1986:7 yang mengatakan bahwa karya sastra
sebagai  refleksi  dari  realitas.  Cerpen  ini  merefleksikan  keadaan  sosial  masyarakat  Indonesia terutama  di  bidang  hukum  yang  sifatnya  aktual  sampai  sekarang.  Karya  sastra  yang  seperti
inilah oleh Endraswara 2008:77 disebut sebagai karya sastra yang berhasil karena karya sastra tersebut mampu merefleksikan zamannya.
Keadaan  sosial  masyarakat  Indonesia  terutama  yang  memiliki  kekuasaan,  sering mengabaikan keadilan karena kepentingan-kepentingan tertentu. Keadaan ini membuat penegak
hukum seperti hakim yang idealis mengalami tekanan psikis dalam memutuskan suatu perkara, terutama  menyangkut  pihak-pihak  yang  memiliki  kekuasaan.  Terjadi  pertarungan  antara
idealisme dengan pragmatisme di  dalam diri penegak hukum.  Untuk mengungkapkan keadaan ini,  maka  teori  psikologi  sastra  menjadi  penting  kehadirannya.  Psikologi  sastra  adalah  analisis
terhadap  karya  sastra  dengan  mempertimbangkan  relevansi  aspek-aspek  psikologis,  kejiwaan yang terkandung di dalamnya. Psikologi sastra banyak berkaitan dengan unsur-unsur penokohan
dalam  karya  sastra,  di  samping  psikolgi  pengarang  dan  pembaca  Kutha  Ratna,  2013:382. Dalam konteks tulisan ini dilihat keadaan psikologis tokoh cerita di dalam cerpen “YWK”.
2. Pembahasan