S FIS 1001057 Chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang memiliki hakikat sebagai produk, sikap, dan proses. Hakikat fisika sebagai produk berupa pengetahuan tidak terlepas dari fakta, konsep, prinsip, hukum, rumus, teori, dan model. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran fisika di Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi (Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas 2003). Usman (dalam Noviyani, 2012) mengemukakan bahwa indikator ketercapaian penguasaan konsep siswa dapat dilihat dari kesesuaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan guru dengan nilai ujian siswa. Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri Kota Bandung terhadap hasil Ujian Tengah Semester (UTS) siswa kelas XII IPA menunjukkan bahwa 60,5% siswa belum mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) fisika di sekolah tersebut yaitu 75. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penguasaan konsep fisika siswa masih rendah. Salah satu penyebab rendahnya penguasaan konsep siswa adalah anggapan siswa bahwa fisika itu sulit. Hal ini sejalan dengan hasil angket siswa di kelas tersebut menunjukkan bahwa 64,9% siswa menyatakan fisika sulit, baik karena persoalan konsep maupun matematis sehingga menurunkan minat belajar fisika siswa. Van

Den Berg (1991, dalam Tayubi, 2005:4) menyebutkan bahwa ’salah satu sumber

kesulitan utama dalam pelajaran fisika adalah akibat terjadinya kesalahan konsep atau miskonsepsi pada diri siswa.’ Lebih lanjut Suparno (2005) mengungkapkan bahwa siswa yang berminat rendah terhadap fisika cenderung memiliki miskonsepsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berminat tinggi.


(2)

Suparno (2005:7) menyebutkan, “Miskonsepsi dalam bidang fisika banyak terjadi pada subbidang seperti mekanika, termodinamika, optika, bunyi dan gelombang, listrik dan magnet, dan fisika modern.” Sejalan dengan hal tersebut,

Wandersee, Mintzes, dan Novak (1994) dalam artikelnya mengenai Research on

Alternative Conceptions in Science menjelaskan bahwa “Konsep alternatif terjadi dalam semua bidang fisika.” (Suparno, 2005:11). Konsep alternatif yang dimaksud adalah miskonsepsi. Beberapa penelitian tentang miskonsepsi menunjukkan bahwa terdapat 300 penelitian miskonsepsi bidang mekanika, 159 penelitian miskonsepsi bidang listrik, 70 penelitian miskonsepsi bidang panas, optika, dan sifat-sifat materi, 35 penelitian miskonsepsi bidang bumi dan antariksa, serta 10 penelitian miskonsepsi bidang fisika modern (Suparno, 2005). Ini tidak berarti bahwa kebanyakan miskonsepsi terjadi hanya dalam subbidang tersebut saja, tetapi sejauh ini banyak penelitian yang dilakukan dalam bidang itu. Pada kenyataannya, miskonsepsi juga terjadi pada konsep elastisitas. Janulis P. Purba (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi tentang konsep elastisitas antara lain menyatakan jika sebuah pegas dan sebatang kawat tembaga dikenai gaya tertentu (tidak melebihi batas liniernya) maka pegas bertambah panjang sedangkan kawat tembaga tidak mengalami pertambahan panjang. Selain itu, hasil studi pendahuluan yang dilakukan di salah satu SMA Negeri kota Bandung juga menunjukkan bahwa tingkat miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas mencapai 40,91%.

Pada hakikatnya tiap siswa memiliki pengetahuan awal tentang fisika yang diperolehnya dari pengalaman sehari-hari. Ketika siswa memasuki kelas formal, mereka membawa pengetahuan awal tersebut. Namun, pengetahuan awal yang dibawa ada yang tidak sesuai dengan konsep para ilmuan (ahli). Ketidaksesuaian antara konsep awal dan konsep ilmuan ini dapat menimbulkan miskonsepsi siswa. Klammer (1998, dalam Tayubi, 2005) mengungkapkan bahwa miskonsepsi yang terjadi dapat menghalangi proses penerimaan dan asimilasi pengetahuan baru pada siswa sehingga dapat menjadi penghambat keberhasilan siswa dalam belajar lebih lanjut. Jika miskonsepsi ini tidak diketahui oleh guru fisika, maka akan terjadi


(3)

ketidaksesuaian antara penjelasan guru dan cara berpikir siswa. Jika hal ini dibiarkan, siswa akan merasa bingung, menganggap fisika sulit, dan bahkan menurunkan motivasi belajarnya. Hal ini akan berakibat pada prestasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika menjadi rendah.

Pada tahun 1982, Gilbert dan Osborne (dalam Purba, 2013) mengemukakan bahwa implementasi pembelajaran yang kurang tepat dan media yang tidak dapat menggambarkan konsep, merupakan penyebab terjadinya miskonsepsi. Ini disebabkan perencanaan dan penerapan pembelajaran yang digunakan guru berdasarkan asumsi tersembunyi, bahwa pengetahuan fisika dapat ditransfer secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa tanpa mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang miskonsepsi. Berdasarkan asumsi tersebut, bisa jadi guru menganggap bahwa Ia telah mengajar dengan baik namun sebenarnya siswanya tidak belajar dengan baik. Oleh karena itu diperlukan model dan media pembelajaran yang tepat dan mendukung dalam upaya membelajarkan siswa seutuhnya. Dalam hal ini, kegiatan pembelajaran harus beralih dari pembelajaran berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Salah satu model pembelajaran yang berorientasi pada siswa adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Jigsaw merupakan salah satu tipe dalam pembelajaran kooperatif yang terdiri dari kelompok-kelompok belajar siswa yang saling bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pembelajaran ini menganut paham konstruktivisme. Slavin (2009) menyatakan bahwa pendekatan konstruktivis membuat siswa lebih dapat menemukan dan memahami konsep-konsep sulit dengan cara berdiskusi dengan temannya. Sedangkan tugas guru menurut teori konstruktivis sebagai fasilitator agar siswa mengkonstruksi pengetahuannya secara optimal. Beberapa penelitian menemukan bahwa

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw efektif dalam

meningkatkan pemahaman konsep siswa (Rifqie ,2012; Tanty, 2009; Susanna, 2008; Nursalam, 2007; Arianti, 2005; Wardani, S., 2002; Sriwardani, 2002; Anita, 2002). Jigsaw dapat memadukan antara pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan berpikir kritis-kreatif siswa (Tanty, 2009). Dengan jigsaw, siswa


(4)

mendapatkan kesempatan berdiskusi dengan temannya, saling menyampaikan gagasan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga diharapkan siswa dapat lebih

memahami konsep fisika. Proses diskusi dalam jigsaw menekankan pada

tanggungjawab siswa terhadap ketercapaian pembelajaran dirinya dan temannya. Hal ini dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam belajar yang akan berdampak baik pada kualitas interaksi dan komunikasi siswa sehingga antara siswa satu dengan yang lainnya dapat saling memberikan motivasi belajar untuk sama-sama mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Selain dari pembelajaran yang tidak tepat, penyebab terjadinya miskonsepsi juga dapat diperoleh dari penggunaan media yang tidak dapat menggambarkan konsep yang dipelajari secara utuh, seperti konsep-konsep abstrak dalam fisika maupun konsep-konsep yang sulit dipraktikkan langsung di laboratorium sekolah. Dengan berkembangnya teknologi saat ini media pembelajaran berbasis komputer dapat menjadi solusi yang tepat. Kemampuan komputer dalam mengintegrasikan komponen warna, musik, dan animasi grafik membuat komputer mampu menyampaikan materi pembelajaran dengan tingkat realisme yang tinggi (Warsita, 2008). Media pembelajaran berbantuan komputer memanfaatkan gabungan dari seluruh media, seperti teks, grafis, gambar, foto, audio, video, dan animasi menjadi suatu multimedia yang luar biasa kemampuannya (Warsita, 2008). Dengan memanfaatkan keunggulan komputer tersebut maka konsep-konsep fisika maupun fenomena fisika lainnya dapat ditampilkan oleh komputer, salah satunya melalui simulasi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa media simulasi berbasis komputer dapat meningkatkan pemahaman konsep (Yulianti, 2012; Mutaqin, 2011; Ika Sari, 2010; Rika, 2009; Samsudin, 2008; Suwondo, 2008). De Jong dan Joolingen (2000:1) menyatakan bahwa penggunaan media simulasi berbasis komputer merupakan salah satu bentuk pembelajaran konstruktivisme, yaitu scientific discovery learning. Artinya, pembelajaran menggunakan simulasi komputer dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam investigasi ilmiah dan penyelidikan


(5)

pemanfaatan simulasi komputer dapat mengatasi miskonsepsi fisika. Hal ini dikarenakan simulasi komputer dapat meningkatkan daya serap dan konsentrasi siswa (Jong-Heon Kim, et al, 2005). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan simulasi komputer dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kuantitas miskonsepsi siswa. Selanjutnya, penelitian ini berjudul “Implementasi Simulasi Fisika dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Kuantitas Miskonsepsi Siswa pada Konsep

Elastisitas.”

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA Negeri di kota Bandung diketahui bahwa tingkat miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas di sekolah tersebut mencapai 40,91%. Miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas banyak terjadi pada beberapa konsep berikut.

- Daerah keberlakuan hukum Hooke dalam grafik ditunjukkan oleh garis

linier. Namun, siswa menganggap daerah keberlakuan hukum Hooke ditunjukkan oleh garis linier pertama atau kedua saja.

- Nilai modulus Young suatu benda besar menunjukkan benda sulit untuk

bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya. Namun, siswa menganggap nilai modulus Young besar menunjukkan benda lebih elastis yang berarti mudah bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya. - Semua benda pada hakikatnya bersifat elastis pada rentang gaya tertentu.

Namun, siswa menganggap elastis adalah sebuah julukan bagi suatu benda seperti karet gelang pasti elastis sedangkan kawat tembaga tidak elastis.

- Konstanta gaya pegas menunjukkan ukuran kekakuan pegas. Artinya ketika

nilai konstanta gaya pegas besar maka pertambahan panjang akibat gaya yang bekerja pada pegas semakin kecil. Namun, siswa menganggap kendaraan yang nyaman adalah kendaraan yang memiliki konstanta gaya pegas kecil.

- Pertambahan panjang akibat gaya yang bekerja pada pegas terjadi pada


(6)

menganggap pertambahan panjang pegas hanya terjadi pada bagian tertentu dari pegas seperti bagian yang paling dekat dengan beban.

- Konstanta pegas pengganti susunan paralel lebih besar dibandingkan

konstanta pegas pengganti susunan seri dengan jumlah pegas yang sama. Namun, siswa menganggap konstanta pegas pengganti susunan seri lebih besar dari konstanta pegas pengganti susunan paralel. Siswa juga miskonsepsi terhadap bentuk susunan pegas yang diaplikasikan dalam kehidupan seperti pada pegas daun.

- Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun seri besarnya sama dengan gaya yang diberikan. Namun, siswa menganggap gaya yang bekerja pada masing-masing pegas tersebut berbeda seperti gaya terbesar terjadi pada pegas yang dekat dengan beban.

- Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun paralel

besarnya berbeda, bergantung pada nilai konstanta gaya pegasnya dimana F=F1+F2 (jika ada dua pegas yang disusun paralel). Namun, siswa

menganggap gaya yang bekerja pada masing-masing pegas paralel sama dengan gaya yang diberikan dimana F=F1=F2.

Lebih lanjut hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri di kota Bandung menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas sekolah seperti tersedianya laboratorium fisika lengkap dengan alat-alat praktikumnya dan tersedianya proyektor pada masing-masing kelas serta kemampuan siswa yang baik dalam komputer belum dapat dimaksimalkan oleh guru sebagai upaya mengatasi miskonsepsi. Dari hasil observasi ditemukan bahwa pembelajaran fisika yang dilakukan guru masih menggunakan metode ceramah, guru jarang mengajak siswa praktikum fisika di laboratorium, jarang menggunakan media komputer, jarang menggunakan pembelajaran kelompok, dan aktivitas siswa selama pembelajaran terlihat pasif.


(7)

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan hasil identifikasi masalah, maka yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan simulasi fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tanpa simulasi fisika?

Agar lebih dapat mengarahkan penelitian, maka perumusan masalah di atas dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

- Bagaimana persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang

mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika?

- Bagaimana respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?

Dari rumusan masalah tersebut dapat ditentukan batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

- Perbedaan kuantitas miskonsepsi yang dimaksud berupa perbedaan kategori

kuantitas miskonsepsi berdasarkan persentase miskonsepsi antara siswa

yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi

fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika yang diperoleh dari teknik

Certainty of Responses Index (CRI).

- Signifikansi perbedaan kuantitas miskonsepsi antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika dilihat dari perbedaan kategori kuantitas miskonsepsi masing kelompok. Jika kuantitas miskonsepsi masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang berbeda maka kuantitas mikonsepsi berbeda signifikan. Namun, jika kuantitas miskonsepsi masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang sama maka signifikansi perbedaan kuantitas mikonsepsi diuji dengan uji-t

separated varian (untuk data berdistribusi normal) atau uji-t Mann-Whitney (untuk data berdistribusi tidak normal).


(8)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan simulasi fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tanpa simulasi fisika. Adapun tujuan penelitian secara khusus dijabarkan sebagai berikut.

- Menunjukkan persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang

mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika.

- Menunjukkan respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. 1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis terhadap beberapa pihak terkait, diantaranya:

- Manfaat teoritis

Memberikan informasi baru tentang miskonsepsi pada mata pelajaran fisika sehingga dapat bermanfaat untuk pengembangan teori selanjutnya.

- Manfaat praktis

Bagi siswa, dapat meningkatkan pemahaman konsep dan mendapatkan kegiatan pembelajaran baru.

Bagi guru, memperkenalkan penggunaan simulasi komputer dalam pembelajaran dan mempermudah kegiatan belajar mengajar (KBM).

Bagi sekolah, meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Bagi peneliti, menambah pengetahuan.

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bab I meliputi latar belakang masalah penelitian, identifikasi dan perumusan masalah berdasarkan hasil studi pendahuluan, tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan siswa


(9)

simulasi fisika dan tanpa simulasi fisika, serta mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran tersebut. Kemudian dijabarkan manfaat penelitian bagi beberapa pihak terkait dan sekilas tentang struktur organisasi skripsi.

Bab II membahas tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan simulasi fisika, jigsaw, miskonsepsi, tinjauan konsep elastisitas, serta penelitian relevan terkait penelitian ini, kerangka pemikiran, hipotesis, dan asumsi.

Bab III membahas tentang metode dan desain penelitian. Selanjutnya dipaparkan populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian beserta pengembangannya, prosedur penelitian yang dilakukan, serta penjelasan tentang teknik pegumpulan dan analisis data.

Bab IV menjelaskan tentang pemaparan data penelitian yang dilanjutkan dengan pembahasan data penelitian secara keseluruhan. Kemudian, dijabarkan temuan lainnya selama penelitian.

Bab V berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah dan rekomendasi bagi para pengguna hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan temuan penelitian yang telah dilakukan.


(1)

mendapatkan kesempatan berdiskusi dengan temannya, saling menyampaikan gagasan pengetahuan yang dimilikinya, sehingga diharapkan siswa dapat lebih

memahami konsep fisika. Proses diskusi dalam jigsaw menekankan pada

tanggungjawab siswa terhadap ketercapaian pembelajaran dirinya dan temannya. Hal ini dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam belajar yang akan berdampak baik pada kualitas interaksi dan komunikasi siswa sehingga antara siswa satu dengan yang lainnya dapat saling memberikan motivasi belajar untuk sama-sama mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Selain dari pembelajaran yang tidak tepat, penyebab terjadinya miskonsepsi juga dapat diperoleh dari penggunaan media yang tidak dapat menggambarkan konsep yang dipelajari secara utuh, seperti konsep-konsep abstrak dalam fisika maupun konsep-konsep yang sulit dipraktikkan langsung di laboratorium sekolah. Dengan berkembangnya teknologi saat ini media pembelajaran berbasis komputer dapat menjadi solusi yang tepat. Kemampuan komputer dalam mengintegrasikan komponen warna, musik, dan animasi grafik membuat komputer mampu menyampaikan materi pembelajaran dengan tingkat realisme yang tinggi (Warsita, 2008). Media pembelajaran berbantuan komputer memanfaatkan gabungan dari seluruh media, seperti teks, grafis, gambar, foto, audio, video, dan animasi menjadi suatu multimedia yang luar biasa kemampuannya (Warsita, 2008). Dengan memanfaatkan keunggulan komputer tersebut maka konsep-konsep fisika maupun fenomena fisika lainnya dapat ditampilkan oleh komputer, salah satunya melalui simulasi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa media simulasi berbasis komputer dapat meningkatkan pemahaman konsep (Yulianti, 2012; Mutaqin, 2011; Ika Sari, 2010; Rika, 2009; Samsudin, 2008; Suwondo, 2008). De Jong dan Joolingen (2000:1) menyatakan bahwa penggunaan media simulasi berbasis komputer merupakan salah satu bentuk pembelajaran konstruktivisme, yaitu scientific discovery learning. Artinya, pembelajaran menggunakan simulasi komputer dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam investigasi ilmiah dan penyelidikan


(2)

pemanfaatan simulasi komputer dapat mengatasi miskonsepsi fisika. Hal ini dikarenakan simulasi komputer dapat meningkatkan daya serap dan konsentrasi siswa (Jong-Heon Kim, et al, 2005). Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan simulasi komputer dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kuantitas miskonsepsi siswa. Selanjutnya,

penelitian ini berjudul “Implementasi Simulasi Fisika dalam Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Kuantitas Miskonsepsi Siswa pada Konsep Elastisitas.”

1.2 Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada salah satu SMA Negeri di kota Bandung diketahui bahwa tingkat miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas di sekolah tersebut mencapai 40,91%. Miskonsepsi siswa terhadap konsep elastisitas banyak terjadi pada beberapa konsep berikut.

- Daerah keberlakuan hukum Hooke dalam grafik ditunjukkan oleh garis

linier. Namun, siswa menganggap daerah keberlakuan hukum Hooke ditunjukkan oleh garis linier pertama atau kedua saja.

- Nilai modulus Young suatu benda besar menunjukkan benda sulit untuk

bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya. Namun, siswa menganggap nilai modulus Young besar menunjukkan benda lebih elastis yang berarti mudah bertambah panjang ketika suatu gaya bekerja padanya. - Semua benda pada hakikatnya bersifat elastis pada rentang gaya tertentu.

Namun, siswa menganggap elastis adalah sebuah julukan bagi suatu benda seperti karet gelang pasti elastis sedangkan kawat tembaga tidak elastis.

- Konstanta gaya pegas menunjukkan ukuran kekakuan pegas. Artinya ketika

nilai konstanta gaya pegas besar maka pertambahan panjang akibat gaya yang bekerja pada pegas semakin kecil. Namun, siswa menganggap kendaraan yang nyaman adalah kendaraan yang memiliki konstanta gaya pegas kecil.

- Pertambahan panjang akibat gaya yang bekerja pada pegas terjadi pada


(3)

menganggap pertambahan panjang pegas hanya terjadi pada bagian tertentu dari pegas seperti bagian yang paling dekat dengan beban.

- Konstanta pegas pengganti susunan paralel lebih besar dibandingkan

konstanta pegas pengganti susunan seri dengan jumlah pegas yang sama. Namun, siswa menganggap konstanta pegas pengganti susunan seri lebih besar dari konstanta pegas pengganti susunan paralel. Siswa juga miskonsepsi terhadap bentuk susunan pegas yang diaplikasikan dalam kehidupan seperti pada pegas daun.

- Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun seri besarnya

sama dengan gaya yang diberikan. Namun, siswa menganggap gaya yang bekerja pada masing-masing pegas tersebut berbeda seperti gaya terbesar terjadi pada pegas yang dekat dengan beban.

- Gaya yang bekerja pada masing-masing pegas yang disusun paralel

besarnya berbeda, bergantung pada nilai konstanta gaya pegasnya dimana F=F1+F2 (jika ada dua pegas yang disusun paralel). Namun, siswa

menganggap gaya yang bekerja pada masing-masing pegas paralel sama dengan gaya yang diberikan dimana F=F1=F2.

Lebih lanjut hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di salah satu SMA Negeri di kota Bandung menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas sekolah seperti tersedianya laboratorium fisika lengkap dengan alat-alat praktikumnya dan tersedianya proyektor pada masing-masing kelas serta kemampuan siswa yang baik dalam komputer belum dapat dimaksimalkan oleh guru sebagai upaya mengatasi miskonsepsi. Dari hasil observasi ditemukan bahwa pembelajaran fisika yang dilakukan guru masih menggunakan metode ceramah, guru jarang mengajak siswa praktikum fisika di laboratorium, jarang menggunakan media komputer, jarang menggunakan pembelajaran kelompok, dan aktivitas siswa selama pembelajaran terlihat pasif.


(4)

1.3 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan hasil identifikasi masalah, maka yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan simulasi fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tanpa simulasi fisika?

Agar lebih dapat mengarahkan penelitian, maka perumusan masalah di atas dijabarkan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut.

- Bagaimana persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang

mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika?

- Bagaimana respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?

Dari rumusan masalah tersebut dapat ditentukan batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

- Perbedaan kuantitas miskonsepsi yang dimaksud berupa perbedaan kategori

kuantitas miskonsepsi berdasarkan persentase miskonsepsi antara siswa

yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi

fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika yang diperoleh dari teknik Certainty of Responses Index (CRI).

- Signifikansi perbedaan kuantitas miskonsepsi antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika dilihat dari perbedaan kategori kuantitas miskonsepsi masing kelompok. Jika kuantitas miskonsepsi masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang berbeda maka kuantitas mikonsepsi berbeda signifikan. Namun, jika kuantitas miskonsepsi masing-masing kelompok menunjukkan kategori miskonsepsi yang sama maka signifikansi perbedaan kuantitas mikonsepsi diuji dengan uji-t separated varian (untuk data berdistribusi normal) atau uji-t Mann-Whitney (untuk data berdistribusi tidak normal).


(5)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan simulasi fisika dan siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tanpa simulasi fisika. Adapun tujuan penelitian secara khusus dijabarkan sebagai berikut.

- Menunjukkan persentase dan kategori miskonsepsi antara siswa yang

mengikuti pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggunakan simulasi fisika dan tanpa menggunakan simulasi fisika.

- Menunjukkan respon siswa terhadap implementasi simulasi fisika dalam

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis terhadap beberapa pihak terkait, diantaranya:

- Manfaat teoritis

Memberikan informasi baru tentang miskonsepsi pada mata pelajaran fisika sehingga dapat bermanfaat untuk pengembangan teori selanjutnya.

- Manfaat praktis

Bagi siswa, dapat meningkatkan pemahaman konsep dan mendapatkan kegiatan pembelajaran baru.

Bagi guru, memperkenalkan penggunaan simulasi komputer dalam pembelajaran dan mempermudah kegiatan belajar mengajar (KBM).

Bagi sekolah, meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut. Bagi peneliti, menambah pengetahuan.

1.6 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi dalam penelitian ini sebagai berikut:

Bab I meliputi latar belakang masalah penelitian, identifikasi dan perumusan masalah berdasarkan hasil studi pendahuluan, tujuan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kuantitas miskonsepsi yang signifikan siswa


(6)

simulasi fisika dan tanpa simulasi fisika, serta mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran tersebut. Kemudian dijabarkan manfaat penelitian bagi beberapa pihak terkait dan sekilas tentang struktur organisasi skripsi.

Bab II membahas tentang kajian pustaka yang berkaitan dengan simulasi fisika, jigsaw, miskonsepsi, tinjauan konsep elastisitas, serta penelitian relevan terkait penelitian ini, kerangka pemikiran, hipotesis, dan asumsi.

Bab III membahas tentang metode dan desain penelitian. Selanjutnya dipaparkan populasi dan sampel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian beserta pengembangannya, prosedur penelitian yang dilakukan, serta penjelasan tentang teknik pegumpulan dan analisis data.

Bab IV menjelaskan tentang pemaparan data penelitian yang dilanjutkan dengan pembahasan data penelitian secara keseluruhan. Kemudian, dijabarkan temuan lainnya selama penelitian.

Bab V berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian berdasarkan rumusan masalah dan rekomendasi bagi para pengguna hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan temuan penelitian yang telah dilakukan.