Ekspresi Matriks Metalloproteinase-9 Pada Polip Hidung Di Rsup H. Adam Malik Medan Chapter III VI

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif.

3.2

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik

Medan.Untuk pemeriksaan imunohistokimia akan dilakukan diDepartemen
Patologi Anatomi FK USU. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2013
sampai Januari 2015.

3.3

Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


3.3.1

Populasi

Populasi adalah penderita polip nasi yang ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan nasoendoskopi dan hasil
biopsi histopatologi yang berobat ke subdivisi rinologi- alergi imunologi
THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak Juli 2013 sampai
Januari 2015.
3.3. 2

Sampel penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi.
a. Kriteria inklusi
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan steroid maupun operasi.
Bersedia ikut dalam seluruh proses penelitian dan
memberikan


persetujuan

secara

tertulis

setelah

mendapat penjelasan (inform consent)

19
Universitas Sumatera Utara

b. Kriteria eksklusi
Subjek

dengan

hasil


pemeriksaan

histopatologi

keganasan.
3.3. 3

Besar sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah total populasi penelitian.
3.3. 4

Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel penelitian diambil secara non probability
concecutive sampling.

3. 4


Variabel Penelitian

Variabel pada penelitian ini adalah polip hidung, jenis kelamin, umur,
stadium, histopatologi dan ekspresi MMP-9.

3.5

Definisi Operasional

N Variabel
o

Definisi

Cara dan alat Kategori
ukur

1
.


Polip
hidung

massa
lunak
yang
mengandung
banyak
cairan di dalam rongga
hidung, berwarna putih
keabua-abuan.

2
.

Jenis
kelamin

3
.


Umur

ditegakkan
berdasarkan
anamnesis,
pemeriksaan
fisik,
pemeriksaan
nasoendoskopi
dan
hasil
biopsi
histopatologi
Ciri
biologis
yang Rekam medis
1. laki-laki
membedakan
orang

2.perempuan
yang satu dengan yang
lainnya
usia
yang
dihitung Rekam medis
≤ 40 thn
dalam
tahun
dan
≥ 40 thn
perhitungannya
berdasarkan
kalender masehi.

Skala
Nominal

Nominal


Interval

20
Universitas Sumatera Utara

4
.

Stadium
polip

Ukuran polip yang dinilai Berdasarkan
dengan menggunakan pemeriksaan
nasoendoskopi menurut nasoendoskopi
ketentuan Mackay and
Lund,1995

5
.


Histopato
logi polip

Gambaran histopatologi Berdasarkan
polip
yang
dinilai Hellquist 1996
menurut Hellquist 1996

6
.

Ekspresi
MMP-9

Berdasarkan pewarnaan
immunohistokimia
MMP-9
ditemukan
tampilan pulasan warna

coklat pada sitoplasma
sel
stroma.
Kontrol
positif yang digunakan
berasal dari jaringan
plasenta yang dilakukan
pewarnaan
immunohistokimia.
Kontrol negatif yang
digunakan berasal dari
jaringan polip hidung
yang
dilakukan
pewarnaan
immunohistokimia tanpa
memberikan
antibodi
MMP-9


Stadium 0
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3

Ordinal

1.Edematous, Nominal
Eosinophilic
Polyp
2.Chronic
Inflammatory
Polyp
3.Polyp with
Hyperplasia
of
Seromucinou
s
Glands
4.Polyp with
Stromal
Atypia
Ekspresi
Ekspresi
Interval
MMP-9
MMP-9
ditentukan
negatif
dengan
:0–3
pewarnaan
Ekspresi
immunohistoki MMP-9 positif
mia.
Untuk /overekspresi
skor
akhir : 4 – 9
digunakan
skor
imunoreaktif.
Skor
imunoreaktif
diperoleh
dengan
mengalikan
skor
luas
dengan
skor
intensitas.
0 : berarti
Skor luas
negatif
1:pewarnaan
positif < 10%
jumlah sel
2:pewarnaan
positif10-50%
jumlah sel
3:pewarnaan

21
Universitas Sumatera Utara

positif > 50%
jumlah sel
Skor intensitas
(intensitas
pewarnaan)
0 : negative

1 : lemah

2 : moderat

3 : kuat

3.6

Alat dan Bahan Penelitian

3.6.1 Alat penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa peralatan sebagai berikut:
1. Catatan medis penderita dan status penelitian penderita
2. Formulir persetujuan ikut penelitian
3. Alat untuk biopsi: blakesley nasal forcep lurus/bengkok, endoskopi kaku
4 mm, 00.
4. Alat untuk pemeriksaan histopatologi dan immunohistokimia: mesin
pemotong jaringan (microtome), water bath, hot plate, staining jar, rak
kaca objek, kaca objek, rak inkubasi, silanized slide, pap pen, pipet mikro,
tabung sentrifuge, pengukur waktu dan mikroskop cahaya.

22
Universitas Sumatera Utara

3.6.2 Bahan penelitian
1. Jaringan polip hidung yang diambil oleh dokter spesialis THT
dikirimkan kebagian patologi anatomi RSUPHAM untuk dibuat
dalam bentuk blok parafin. Bahan ini dikirimkan kebagian patologi
anatomi

FK

USU

immunohistokimia

untuk

dengan

diperiksa

menilai

histopatologi

immunoreaktivitas

dan

antibodi

MMP-9.
2. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi: formalin 10%, blok
paraffin, aqua destilata, hematoxyllin-eosin.
3. Bahan untuk pemeriksaan immunohistokimia: xylol, alkohol absolut,
alkohol 96%, alkohol 80%, alkohol 70%, H2O2 0,5% dalam
methanol, Tris Buffer Saline (TBS), antibodi MMP-9, santa cruz,
Real EnVision, Chromogen Diamino Benzidine (DAB). Lathium
carbonat jenuh, Tris EBTA, hematoxylin, aqua destilata.

3.6.3 Prosedur kerja pemeriksaan immunohistokimia MMP-9:
1. Deparafinisasi slide (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3) @ 5 menit
2. Rehidrasi (Alkohol absolute, Alk 96%, Alk 80%, Alk70%) @ 4 menit
3. Cuci air mengalir 5´. Masukkan slide ke PT Link Dako Epitope 1
jam
4. Retrieval : set up preheat 650 C,running time 980 C selama 15 menit
5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered Saline pH 7,4 5
menit
6. Blocking dengan peroxidase block

5- 10 menit

7. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4

5 menit

8. Blocking dengan Normal horse Serum (NHS) 3% 15 menit
9. Cuci dalam tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 5 menit
10. Inkubasi dengan Antibody MMP-9 dengan pengenceran 1:40

1

jam
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4/ Tween 20

5

menit
12. Santa cruz Real Envision Rabbit/Mouse

30 menit

23
Universitas Sumatera Utara

13. Cuci dalam Tris Buffered saline (TBS) pH 7,4/Tween 20

5-10

menit
14. DAB + Substrat Chromogen solution dengan pengeceran 20µL
DAB :
15. 1000µL

substrat ( tahan 5 hari disuhu 2-80C setelah di-mix) 5

menit
16. Cuci dengan air mengalir

10 menit

17. Counterstain dengan hematoxylin

3 menit

18. Cuci dengan air mengalir

5 menit

19. Lithium carbonat (5% dalam aqua)

2 menit

20. Cuci dengan air mengalir

5 menit

21. Dehidrasi (Alk 80%,Alk 96%, Alk Abs) @5 menit
22. Clearing (Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3)

@ 5 menit

23. Mounting + cover glass

3.7

Teknik Pengumpulan Data
Data diambil dari hasil pemeriksaan di Departemen THT-KL FK USU /

RSUP H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan imunohistokimia dilakukan
di Departemen Patologi Anatomi FK USU Medan.

3.8

Analisis Data
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel. Data akan dianalisa

secara deskriptif untuk menjelaskan distribusi frekuensi dari masing
masing variabel. Untuk variabel bersifat numerik akan ditampilkan nilai
mean dan standar deviasi, sedangkan persentase akan dihitung untuk
setiap variabel kategorik.

24
Universitas Sumatera Utara

3.9

Kerangka Kerja

Massa di rongga hidung

Biopsi

Bukan polip hidung

Polip hidung

Pemeriksaan MMP-9 secara Imunohistokimia

Negatif :
skor 0-3

Positif :
skor 4-9

25
Universitas Sumatera Utara

BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengambilan sampel
penelitian didapat dari Blok parafin yang telah didiagnosa dengan polip
hidung dari hasil histopatologi di Departemen Patologi Anatomi RSUP. H.
Adam Malik Medan. Kemudian sampel penelitian dikirim ke laboratorium
Patologi Anatomi FK USU untuk pemeriksaan immunohistokimia. Data
penelitian adalah seluruh blok parafin yang memenuhi kriteria populasi.
Tabel 4.1 Karakteristik penderita polip hidung berdasarkan umur dan jenis
kelamin
Karakteristik Penderita
Jenis kelamin
- Laki-laki
- Perempuan

Usia (tahun)
< 40
≥ 40

N

%

22
11

66,7
33,3

13
20

39,4
60,6

Penderita dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 22 orang (66,7%),
sedangkan perempuan sebanyak 11 orang (33,3%).
Usia terbanyak pada kelompok usia ≥ 40 tahun yaitu sebanyak 20 orang
(60,6 %), sedangkan kelompok usia < 40 tahun sebanyak 13 orang (39,4
%). Usia termuda 18 tahun sedangkan usia tertua 78 tahun. Rerata usia
penderita adalah 46 tahun.

26
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi polip hidung berdasarkan tipe histopatologi

Gambaran histopatologi

N

Tipe Allergic Polyp
Tipe Fibroinflammatory
Tipe Polyp with Hyperplasia of Seromucinous Glands
Tipe Polyp with Stromal Atypia

23
10
0
0

Total

33

%
69,7
30,3
0
0
100

Berdasarkan tabel di atas diketahui tipe polip yang terbanyak adalah
tipe Allergic Polyp yaitu sebanyak 23 penderita (69,7%) dan polip tipe
Fibroinflammatory Polyp sebanyak 10 penderita (30,3%).

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi polip hidung berdasarkan stadium
Stadium polip
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Total

N
1
18
14

%
3,1
54,5
42,4

33

100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa stadium klinis yang
terbanyak dijumpai pada stadium II dengan 18 penderita (54,5%) dan
terendah pada stadium I dengan 1 penderita (3,1%). Polip dengan
stadium III dijumpai sebanyak 14 penderita (42,4%).

27
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi polip hidung berdasarkan ekspresi MMP-9.
Skor
Skor luas
0
1
2
3
Skor Intensitas
0
1
2
3
Skor
Imunoreaktif
Negatif
Overekspresi

N

%

7
3
14
9

21,2
9,1
42,4
27,3

7
9
16
1

21,2
27,3
48,5
3,0

16
17

48,5
51,5

Berdasarkan tabel di atas diketahui tampilan skor imunoreaktif mmp-9
(skor luas dikalikan dengan skor intensitas) pada penderita polip hidung
kelompok overekspresi (ekspresi positif) yaitu sebanyak 17 orang (51,5%)
sedangkan kelompok ekspresi negatif yaitu sebanyak 16 (48,5%).
Tabel 4.5

Distribusi

frekuensi

tipe

histopatologi

polip

hidung

berdasarkan ekspresi MMP-9
Ekspresi MMP-9
Gambaran histopatologi

(+)

(-)

N

%

N

%

Total

13

39,4

10

30,3

69,7

Tipe Fibroinflammatory Polyp

4

12,1

6

18,2

30,3

Tipe Polyp with Hyperplasia
of Seromucinous Glands

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

Tipe Allergic Polyp

Tipe Polyp
Atypia.

with

Stromal

Berdasarkan tabel di atas didapatkan ekspresi MMP-9 positif terbanyak
dijumpai pada kelompok polip hidung tipe Allergic Polyp yaitu 13 penderita
28
Universitas Sumatera Utara

(39,4%), pada tipe Fibroinflammatory Polyp ekspresi MMP-9 positif
dijumpai sebanyak 4 penderita (12,1%) sedangkan tampilan ekspresi
MMP-9 negatif kelompok tertinggi adalah tipe Allergic Polyp sebanyak 10
penderita (30,3%) dan kelompok terendah tipe Fibroinflammatory Polyp
yaitu sebanyak 6 penderita polip hidung (18,2%).

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi stadium polip hidung berdasarkan ekspresi
MMP-9
Ekspresi MMP-9
Stadium
Polip
Stadium 1
Stadium 2
Stadium 3

(+)
N
1
5
11

(-)
%
3
15,2
33,3

N
13
3

%
39,4
9,1

Total
3
54,6
42,4

Berdasarkan tabel di atas diketahui stadium klinis pada penderita polip
hidung berdasarkan tampilan overekspresi (ekspresi positif) MMP-9
kelompok tertinggi stadium 3 yaitu sebanyak 11 jaringan polip hidung
(33,3%) dan kelompok terendah masing-masing pada stadium 1 yaitu
sebanyak 1 jaringan polip hidung (3%) dan pada stadium 2 yaitu sebanyak
5 jaringan (15,2%), sedangkan tampilan ekspresi negatif

MMP-9

kelompok tertinggi stadium 2 yaitu sebanyak 13 jaringan (39,4%) dan
stadium 3 sebanyak 3 jaringan polip hidung (9,1%).

29
Universitas Sumatera Utara

BAB 5
PEMBAHASAN
Pengambilan sampel penelitian dari Departemen Patologi Anatomi
RSUP.

H.

Adam

Malik

yang

kemudian

dilakukan

pemeriksaan

histopatologi dan pemeriksaan immunohistokimia di laboratorium Patologi
Anatomi FK USU.
5.1 Distribusi Frekuensi Polip Hidung Berdasarkan Umur dan Jenis
Kelamin
Penelitian ini dilakukan terhadap 33 penderita polip hidung yang
datang berobat ke RSUP H. Adam Malik, Medan sejak bulan Juli 2013
sampai Januari 2015. Penderita polip hidung lebih banyak pada laki laki
22 orang (66,7%) daripada perempuan 11 orang (33,3%). Kelompok
umur ≥ 40 tahun lebih banyak menderita polip hidung yaitu 20 orang
(60,6%) dibandingkan kelompok umur < 40 tahun. Hasil penelitian ini
hampir

sama

sebelumnya.

dengan

penelitian

penelitian

yang

telah

dilakukan

Munir (2005) melaporkan insiden polip tertinggi pada

rentang usia 35 dan 44 tahun dan laki-laki lebih banyak menderita polip
hidung (65%) dibandingkan perempuan (35%). Pearlman

et al (2010)

mendapatkan bahwa insiden polip hidung meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Hal ini disebabkan karena sistem mekanisme
perbaikan DNA yang mengalami mutasi (DNA repair) sudah kurang
berfungsi dengan baik dan penurunan daya tahan tubuh pada usia lebih
dari 40 tahun. Bachert (2011) melaporkan bahwa prevalensi polip hidung
cenderung meningkat dengan bertambahnya umur dan hampir dua kali
lipat lebih sering pada laki laki dibandingkan wanita, hal ini mungkin
disebabkan karena laki laki lebih sering terpapar asap rokok, debu dan
bahan bahan kimia lainnya. Dewi (2011) di RSUP.H. Adam Malik Medan
melaporkan laki-laki dan perempuan menderita polip hidung pada proporsi
yang hampir sama, masing-masing 5,2% dan 48,8%.

30
Universitas Sumatera Utara

5.2 Distribusi Frekuensi Polip Hidung Berdasarkan Tipe Histopatologi
Pada penelitian ini, polip terbanyak adalah polip tipe 1 (allergic polyp)
23 penderita (69,7%) dan tipe 2 (fibroinflammatory polyp) sebanyak 10
penderita (30,3%). Tidak dijumpai tipe adenomatosa dan tipe atipik. Hal ini
sesuai dengan penelitian Munir (2008) yang melaporkan polip alergi lebih
dominan (62%) di RSUP H. Adam Malik Medan. Morinaka dan Nakamura
mendapatkan bahwa jumlah eosinofil, makrofag, plasma sel dan limfosit
meningkat pada polip. Kahveci (2008) menyatakan semua jaringan polip
terdiri dari eosinofil, sel plasma dan limfosit.
Secara histologis, allergic polyp adalah yang paling sering dan
menyumbang 85% sampai 90% dari semua polip hidung. Hal ini ditandai
oleh
dan

edema,

hiperplasia

eosinofilia.

sel

Berbagai

goblet,

membran

basal

menebal

ciri

histologis

lain

adalah

Fibroinflammatory Polyp, yaitu adanya peradangan kronis dan metaplasia
epitel. Meskipun jarang, Polyp with Stromal Atypia ada. Interpretasi
histologis yang cermat penting untuk menghindari kebingungan dengan
tumor ganas. Epitel permukaan polip hidung sama dengan epitel saluran
pernapasan. Pada polip, tampak sejumlah besar sel goblet dan adanya
perubahan metaplasia. Adanya area deskuamasi, ulserasi dan nekrosis
serta membran basal yang menebal dan hialinisasi. Adanya sel inflamasi
seperti eosinofil, neutrofil, limfosit, plasmocytes dan sel mast merupakan
struktur histologis di sebagian besar polip hidung. Sel-sel inflamasi yang
dominan di temukan di polip hidung adalah eosinofil. eosinofil terletak
terutama di sub endotel dan ruang perivaskular dari polip (Lacroix et al,
2002).
5.3 Distribusi Frekuensi Polip Hidung Berdasarkan Stadium Klinis
Gejala yang paling umum dari polip hidung adalah sumbatan hidung.
Hipoksia, hiperkapnia, mendengkur, gangguan tidur, dan peningkatan
risiko hipertensi dapat bertambah pada pasien dengan polip hidung. Polip
dapat menghalangi aliran udara ke celah penciuman dan menyebabkan
hilangnya sensasi bau. Selain itu, pasien mungkin memiliki gejala

31
Universitas Sumatera Utara

obstruksi sinus. Untuk menentukan perjalanan penyakit dalam hidung dan
sinus, dapat dengan menggunakan endoskopi dan Computer tomografi
(Assanasen & Naclerio 2001, Wright 2008).
Penderita polip yang terbanyak dijumpai stadium 2 yakni 18 penderita
(54,5%), hal ini disebabkan karena polip pada stadium 2 sudah keluar dari
meatus media

tetapi

belum

memenuhi

rongga

hidung

sehingga

menimbulkan keluhan yang menyebabkan penderita datang berobat.
5.4

Distribusi Frekuensi Polip Hidung Berdasarkan Ekspresi MMP-9.
Pada

polip

hidung,

MMP-9

dapat

meningkatkan

permeabilitas

pembuluh darah akibat dari degradasi berbagai komponen-komponen
pada lamina basal, yang menyebabkan saluran napas edema dan
transmigrasi sel sel inflamasi. MMP-9 juga bisa memfasilitasi migrasi epitel
dan sel endotel yang diamati selama perkembangan polip (Shimizu et al,
2005).
Diantara semua kemungkinan teori tentang terbentuknya polip hidung,
teori inflamasi lebih dapat diterima. Pada penelitian ini didapatkan
ekspresi MMP-9 positif pada polip hidung sebanyak 51,5%. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Lechapt-Zalcman yang melaporkan peningkatan
ekspresi MMP-9 di kelenjar dan pembuluh darah polip hidung. Kahveci
(2008) mendapatkan ekspresi MMP-9 tinggi dan ekspresi TIMP-1 rendah
pada polip hidung. Watelet et al mendapatkan peningkatan jumlah sel sel
inflamatory MMP-9 pada pembentukan pseudokista jaringan polip, ia
menyatakan adanya hubungan yang potensial antara MMP-9 gene
polymorphism dengan terbentuknya polip. MMP-9 telah dibuktikan
terdapat dalam polip hidung (Kostamo et al, 2007; Lechapt-Zalcman et al,
2001; Watelet et al, 2004; Bhandari et al, 2004; Chen et al, 2007). Studistudi ini telah menunjukkan terdapat MMP-9 di polip hidung dan
menunjukkan bahwa MMP-9 dapat memainkan peran dalam perpindahan
sel inflamasi melalui komponen lamina basal, yang menyebabkan
akumulasi sel inflamasi dan peradangan pada jalan napas.

32
Universitas Sumatera Utara

Kedua MMP dan TIMP telah terbukti menjadi faktor penting dalam
homeostasis matriks ekstra seluler, dengan disfungsi yang terkait dengan
remodeling saluran napas dan penyakit saluran napas bagian bawah yang
lebih buruk. Dua puluh tiga struktural MMP terkait bersama-sama dengan
fungsinya untuk degradasi matriks ekstra seluler, morfogenesis jaringan,
dan perekrutan sel kekebalan tubuh dan terlibat dalam peradangan kronis,
penyakit degeneratif, angiogenesis, dan biologi tumor. Peneliti telah
menyatakan bahwa MMP yang meningkat relatif menurunkan ekspresi
TIMP yang menyebabkan penebalan membran basal dan penyakit
pernafasan progresif. Dengan demikian, rasio ekspresi MMP dan TIMP
menjadi ukuran "keseimbangan" dan merupakan faktor penting dalam
mengendalikan remodeling saluran napas. Remodeling pada saluran
napas penting dalam patogenesis penyakit sinonasal, dan secara khusus
dalam perkembangan polip hidung. Untuk mendukung teori Tos dari
perkembangan polip hidung, disfungsional MMP-TIMP homeostasis dapat
mempengaruhi degradasi

matriks ekstra seluler

berlebihan, yang

menyebabkan epitel pecah, dan akhirnya dapat berkontribusi untuk
pembentukan polip hidung (Mudd et al, 2012).

5.5

Distribusi Frekuensi Tipe Histopatologi Polip Hidung Berdasarkan

Ekspresi MMP-9
Ekspresi positif MMP-9 berhubungan dengan infiltrasi eosinofil dan
peningkatan eosinophilic cationic protein pada jaringan polip. Pada
penelitian ini didapatkan polip hidung tipe alergi dengan ekspresi MMP-9
positif sebanyak 39,4%. Penelitian bugdayci G, Kaymakci M dan Bukan N
(2008) menunjukkan bahwa tingkat MMP-9 lebih tinggi pada pasien
dengan polip alergi dibandingkan pada pasien dengan polip non alergi dan
kontrol. Terdapat korelasi yang signifikan antara Kadar Plasma MMP-9
dengan jumlah eosinofil dalam sirkulasi darah pasien pasien polip alergi.
Kami tidak menemukan korelasi antara tingkat plasma MMP-9 dan jumlah
neutrofil serta kadar IgE total serum pada pasien polip alergi. MMP-9 telah
dibuktikan terdapat dalam polip hidung. Penelitian penelitian yang
33
Universitas Sumatera Utara

sebelumnya telah menunjukkan adanya immunolocalisation MMP-9 pada
polip hidung dan menyebutkan bahwa MMP-9 dapat memainkan peran
dalam transmigrasi sel inflamasi melalui komponen lamina basal,
menyebabkan akumulasi sel inflamasi dan peradangan dalam saluran
napas. Dalam kondisi in vitro, Okada et al. (1997) menyatakan bahwa
MMP-9 diperlukan untuk migrasi eosinofil melalui lamina basal. Sebuah
korelasi yang signifikan telah diamati antara tingkat plasma MMP-9 dan
jumlah eosinofil pada pasien polip hidung alergi (r ¼ 0,717). Peningkatan
kadar MMP-9 telah dicatat dalam cairan lavage broncho-alveolar dari
pasien asma. MMP-9 juga ditemukan meningkat pada cairan lavage
hidung dari pasien dengan rhinitis alergi (Belleguic et al 2002).
5.6 Distribusi Frekuensi Stadium Polip Hidung Berdasarkan Ekspresi
MMP-9
Secara

histologi,

pada

polip

terdapat

sejumlah

besar

cairan

ekstraselular, degranulasi sel mast dan juga eosinofil. MMP dan TIMP
dapat ditemukan di jaringan ekstraseluler, dan merupakan mediator
inflamasi. Polip hidung stadium lanjut mengandung jumlah eosinofil tinggi
dan meningkatkan jumlah sel IgE yang ditemukan dalam spesimen
mukosa pasien dengan polip hidung. Pada polip stadium dini jumlah IgE
tidak berbeda secara signifikan dari sinusitis non polypoid, hal ini
menunjukkan bahwa jumlah IgE tergantung pada stadium polip (Cincik et
al 2013, Polzehl et al 2006).
Pada penelitian ini dijumpai stadium klinis pada penderita polip hidung
berdasarkan tampilan overekspresi (ekspresi positif) MMP-9 kelompok
tertinggi stadium 3 yaitu sebanyak 11 jaringan polip hidung (33,3%) dan
kelompok terendah masing-masing pada stadium 1 yaitu sebanyak 1
jaringan polip hidung (3%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan dari hasil penelitian Allobid & Mullol yang menyatakan
bahwa setelah pemberian kortikosteroid pada pasien polip hidung terjadi
pengurangan dari ukuran polip. Di mana pengurangan ukuran polip ini
disebabkan oleh karena sekresi protein dan gen inflamasi pada fibroblast

34
Universitas Sumatera Utara

hidung yang berkurang. Mekanisme tersebut mengaktifkan reseptor
glukokortikoid intraseluler dan menurunkan regulasi protein gen inflamasi.
Kortikosteroid mengurangi volume polip dan memperbaiki gejala obstruksi
hidung. Dari hasil penelitian tersebut, diasumsikan bahwa stadium polip
yang lebih tinggi yaitu stadium 3 merupakan polip yang memiliki ekspresi
gen inflamasi yang lebih besar termasuk MMP-9 yang dijumpai positif
(overexpression) terbanyak dijumpai pada stadium 3, sebagaimana yang
didapatkan pada penelitian ini.

35
Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa :
1. Pada penelitian ini, penderita polip hidung di RSUP H. Adam Malik,
Medan sejak Juli 2013 sampai Januari 2015 terjadi lebih banyak pada laki
dibandingkan wanita. Kelompok umur ≥40 tahun lebih banyak menderita
polip hidung.
2. Tipe histopatologi polip hidung terbanyak adalah tipe polip alergi.
3. Polip hidung terbanyak adalah polip hidung stadium 2.
4. Ekspresi MMP-9 pada polip hidung di RSUP Haji Adam Malik, Medan
overekspresi.
5. Ekspresi MMP-9 positif lebih banyak dijumpai pada polip hidung tipe
alergi.
6. Ekspresi MMP-9 positif lebih banyak dijumpai pada polip hidung
stadium 3.

6.2 Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat memahami peran MMP-9
dalam progresivitas dan prognosis penyakit pada penderita polip hidung,
sehingga dapat digunakan untuk memberikan terapi yang optimal.

36
Universitas Sumatera Utara