Ekspresi Matriks Metalloproteinase-9 Pada Polip Hidung Di Rsup H. Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Polip Hidung

2.1.1 Definisi
Polip hidung adalah penyakit peradangan kronis dari mukosa sinonasal
ditandai dengan edema, jaringan fibrosa, vaskularisasi, sel-sel inflamasi
dan sel-sel kelenjar dengan infiltrasi sel inflamasi, remodeling jaringan
yang mencakup akumulasi dan fibrosis matriks ekstraselular (Lee et al
2003; Kahveci et al 2008).
2.1.2 Epidemiologi
Tingkat prevalensi polip hidung adalah sekitar 2% pada seluruh
populasi. Meningkat dengan bertambahnya usia, mencapai puncaknya
pada usia 50 tahun keatas. Perbandingan laki-laki : perempuan sekitar
2:1. Polip hidung kejadiannya tinggi pada kelompok pasien yang memiliki
penyakit saluran napas yang spesifik. Tingkat kekambuhan polip
tergantung pada jenis penyakit (Mygind and Lund 2008).
Prevalensi polip hidung di Amerika Serikat dan Eropa sekitar 2,1-4,3%

(Storms,Yawn,Fromer, 2007). Di Finlandia, prevalensi polip hidung sekitar
4,3% (Bachert, Watelet, Gevaert, Cauwenberge 2005). Prevalensi polip
hidung di Swedia sekitar 2,7% dengan laki-laki lebih dominan 2,2:1. Dari
seluruh orang dewasa di Thailand sekitar 1-4% (Akerlund, Melen,
Holmberg, Bende 2003). Di Indonesia, Sardjono Soejak dan Sri Herawati
melaporkan penderita polip hidung sebesar 4,63% dari semua pengunjung
poliklinik THT-KL RS. Dr. Soetomo Surabaya. Rasio pria dan wanita 2-4:1
(Hanis dkk, 2010). Di RSUP H. Adam Malik Medan selama Maret 2004
sampai Februari 2005 kasus polip hidung sebanyak 26 orang terdiri dari
17 pria (65%) dan 9 wanita (35%) (Munir 2008). Selama periode Januari
sampai Desember 2010 didapatkan kasus polip hidung sebanyak 43
orang yang terdiri dari 22 pria (51,2%) dan 21 wanita (48,8%) (Dewi,
2011). Sembiring (2014) melaporkan, didapatkan 29 orang penderita polip

5
Universitas Sumatera Utara

hidung yang belum mendapat intervensi apapun, terdiri dari 19 pria dan
10 wanita.
2.1.3 Histopatologi

Secara histologi, polip terdiri dari stroma fibromyxomatous yang ditutupi
oleh epitel pernapasan khas dengan metaplasia sel skuamosa jinak.
Ujung saraf sangat sedikit pada epitel dan kelenjar submukosa, dan terjadi
penebalan membran basal. Dibandingkan dengan mukosa dinding lateral
hidung yang berdekatan, dijumpai eosinofil dan sel mast yang banyak
pada polip inflamasi (Schlosser and Woodworth 2009).
Polip hidung dengan massa seperti anggur terdiri dari epitel respiratori
dengan

variasi penebalan membran basal, terbungkus, dan dilapisi

stroma yang membedakannya dari submukosa sinus normal. Stroma yang
melapisi polip hidung terbagi pada 3 subtipe : (a) edematous, eosinofilik,
(b) fibroinflamasi, dan (c) glandular. Dari semua subtipe diatas polip
edematous eosinofilik merupakan yang paling sering, sekitar 85%
spesiment polip (Ryan 2014).
Menurut Hellquist terdapat 4 tipe histopatologi polip hidung, yaitu
Edematous Eosinophilic Polyp (Allergic Polyp), Chronic Inflammatory
Polyp (Fibroinflammatory Polyp), Polyp with Hyperplasia of Seromucinous
Glands, dan Polyp with Stromal Atypia.

Inflamasi infiltrat seluler

pada polip hidung

terdiri dari eosinofil,

limfosit, sel plasma, dan sel mast yang serupa dengan yang diamati pada
mukosa bronkus penderita asma, menunjukkan bahwa mekanisme
inflamasi dari dua penyakit mungkin mirip (Lee et al 2003).
2.1.4 Patogenesis polip hidung
Mekanisme dibalik pembentukan polip merupakan multifaktorial. Bukti
terbaru menunjukkan peran penting sitokin proinflamasi, kemokin, dan
faktor chemotactic dalam patogenesis inflamasi polip, bersamaan dengan
berbagai faktor lingkungan, faktor genetik, dan faktor biokimia (Schlosser
and Woodworth 2009).

6
Universitas Sumatera Utara

Polip hidung dianggap sebagai subkelompok rinosinusitis kronis.

Mukosa sinus pada polip hidung ditandai dengan edema stroma, infiltrasi
sel-sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit dan sel plasma, perubahan epitel
di atasnya dan dalam beberapa kasus, terjadi hiperplasia kelenjar
submukosa seromucous. Faktor-faktor yang mengarah pada aspek
morfologi polip hidung, seperti infiltrasi dengan sel-sel inflamasi,
perubahan epitel pernapasan dan komponen ekstraseluler, masih belum
bisa dipastikan. Peningkatan beberapa sitokin dan kemokin telah
terdeteksi dalam sinusitis kronis dan polip hidung. Sampai saat ini
hubungan antara sitokin dan kemokin serta proses terjadinya edema dan
perubahan

dari

matriks

ekstraseluler

masih

dalam


perdebatan.

Kemungkinan faktor permeabilitas pembuluh darah merupakan faktor
pertumbuhan endotel vaskular yang disekresikan oleh sel-sel mast dan
deposisi mediator beracun, seperti protein kationik eosinofil dan protein
dasar utama, oleh degranulasi eosinofil aktif yang merusak epitel.
Proses pembentukan polip hidung dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya :
Tempat terbentuknya polip
Epitel permukaan yang dipengaruhi oleh tipe epitel, defek pada
epitel, dan adanya proses inflamasi
Inervasi saraf
Sel sel goblet
Kelenjar submukosa
Pembuluh darah, exudasi plasma dan edema
Inflamasi, polip hidung merupakan bentuk akhir dari inflamasi pada
saluran nafas atas (Mygind and Lund 2008).

7

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Inflamasi pada polip hidung
Munculnya polip hidung merupakan manifestasi klinis dari proses
inflamasi yang ditandai dengan adanya edema stroma dan adanya infiltrat
seluler. Sejumlah mediator inflamasi, growth factors dan molekul molekul
adhesi telah ditemukan terdapat dalam polip hidung.
Menurut Bernstein polip hidung terbentuk melalui 4 stadium :
Fase I : Iritasi mukosa
Terdapat semakin banyak bukti yang menunjukkan epitel saluran nafas
sebagai penghalang fisik untuk mencegah masuknya partikel berbahaya
ke submukosa, epitel tersebut berperan penting sebagai "metabolik aktif"
penghalang fisik-kimia. Setelah iritasi oleh rangsangan berbahaya,
kemungkinan terjadi peningkatan jumlah:
1. Inflamatori eicosanoids, yang berfungsi sebagai aktivator sel dan
chemoattractants.
2.

Proinflammatory


cytokines,

memiliki

efek

yang

besar

pada

pertumbuhan, differensiasi, migrasi, dan aktivasi sel sel inflamatori.
3. Molekul adhesi sel spesifik, yang berperan penting terhadap masuknya
sel sel inflamasi.
4. Major histocompatibility complex (MHC) class II antigens, yang
berperan penting terhadap presentasi antigen dan aktivasi sel T.
Stimulasi sel epitel oleh berbagai agen dapat menyebabkan degenerasi
sitokin yang berbeda dan aktivasi inflamasi sel tertentu. Perkembangan
awal dari polip hidung di dinding lateral hidung kemungkinan merupakan

hasil dari stimulasi epitel oleh perubahan aerodinamis; sehingga terjadi
iritasi metabolik atau secara fisik mengubah dan merusak epitel
permukaan.
Fase II : Tumour necrosis factor-α (TNF−α) dan interleukin-1β (IL−1β).
Dua sitokin tersebut sering ditemukan meningkat pada epitel mukosa
hidung saat terjadinya iritasi. Sitokin tersebut menyebabkan peningkatan
regulasi ekspresi dari molekul adhesi endotel yang terdapat pada reaksi

8
Universitas Sumatera Utara

inflamatori, terutama endothelial adhesion molecule (ICAM-1) dan
vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1).
Fase III : Eosinofil
Potensi terjadinya kerusakan pada epitel berhubungan dengan mediator
inflamasi dari eosinofil, umumnya major basic protein (MBP). Eosinophil
cationic protein diketahui menstimulasi sekresi mukus saluran nafas,
sedangkan MBP eosinofil menghambat sekresi mukus saluran nafas.
Fase IV : Disregulasi transport cairan dan elektrolit. Sodium channels and
cystic fibrosis transmembrane regulator (CFTR) alteration.

Terdapat cairan ekstraseluler dalam jumlah yang banyak pada polip
diduga akibat disregulasi dari transport cairan dan elektrolit. Hal ini dapat
diketahui karena adanya beberapa mediator inflamasi. Pada umumnya,
histamin diketahui dapat meningkatkan permebilitas vaskular. Vascular
endothelial growth factor adalah mediator yang kuat baik pada
angiogenesis maupun permeabilitas vaskular. Protein tersebut meningkat
pada polip hidung dibandingkan dengan mukosa hidung.
Epithelial alterations in nasal polyps
Bersamaan dengan inflamasi, edema ekstraselular dan terdapatnya
mediator inflamasi, perubahan morfologi seperti hiperplasia sekretori dan
metaplasia squamosa sering ditemukan pada permukaan polip hidung.
Temuan ini diduga merupakan modifikasi dari diferensiasi dan proliferasi
epitel normal pada polip hidung (Ang Hui Chi and Annette 2005).

9
Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Components of nasal polyps.
Albumin and others plasma protein


Histamine

IL-1β, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-8

Interferon-

Granulocyte-macrophage colony-stimulating RANTES
factor
Basic fibroblast growth factor

EOTAXIN

Vascular endothelial growth factor

p-selectin

Granulocyte-macrophage colony-stimulating e-selectin
factor
Transforming growth factor α-1 and -1


MMP-7, MMP-9

Keratinocyte derived growth factor

CD 4+, CD 8+

Intercellular adhesion molecule-1

Macrofag

Vascular cell adhesion molecule-1

Mast cell

Tumor necrosis factor α
Sumber: Bachert,Watelet,Gevaert and Cauwenberge (2005); Shun et al
(2005); Bateman,Fahy and Woolford (2002).

10
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Theories behind the formation of nasal polyps.
Study

Proposed Mechanisms of Action

Ramanathan et al1

↓ Local Th-1 based immune response
↑ Th-2 based activity
↑ eosinophils

Ramanathan et al2

↓ Toll-like receptors-9

Lane et al

↑ Toll like receptor-2

Qiu et al

↑ Expression surviving

Kowalski et al

↓ Apoptosis of eosinophils

Meyer et al

↑ Expression eotaxin

Olze et al

↑ RANTES
↑ Eosinophils

Rudack et al

↑ Eosinophils related cytokine IL-5

Ohori et al

↑ VCAM-1 enhanced by TNF-α

Kim et al

Abcense of lymphangiogenesis in
sinonasal mucosa
↑ Stromal edema and polyp formation

inflamed

Lechapat-Zalcman et Up-regulation of MMP-9 in the glands and
al
vessels
Bernstein et al

Production
of
staphylococcus aureus
superantigen
Van Zele et al
Activation of Th-1 and Th-2 cytokines
Cannady et al

Abnormalities in NO metabolism

Sumber: Aouad and Chiu (2011).

11
Universitas Sumatera Utara

2.1.6 Stadium polip hidung
Tabel 3. Stadium polip menurut Mackay and Lund, 1995.
Kondisi Polip

Stadium

Tidak ada polip
Polip terbatas pada meatus media

0
1

Polip sudah keluar dari meatus media tetapi belum 2
memenuhi rongga hidung
Polip yang massif (memenuhi rongga hidung)
3
Sumber: Assanasen and Naclerio (2001).
Untuk menilai polip hidung peneliti menggunakan naso-endoskopi dan
menentukan stadium berdasarkan stadium polip menurut Mackay and
Lund 1995.

2. 2

Matriks Metalloproteinase (MMP)

Matriks metalloproteinase (MMP) adalah famili dari zinc dan calciumdependent endopeptidases yang memainkan peran kunci terhadap
degradasi matriks ekstraselular (ECM). MMP mampu menghancurkan
semua konstituen matriks ekstra seluler termasuk kolagen, elastin,
proteoglican, laminin dan fibrocintin. Matriks metalloproteinase dan
Tissue Inhibitor Metalloproteinase (TIMP) diproduksi oleh berbagai sel
stroma, makrofag, netrofil, monosit, limfosit, granulosit, platelet darah,
fibroblast, keratinosit, myosit, neuron, astosit, sel endotelial dan hepatosit
serta sel sel neoplastik. MMP penting dalam proses remodeling normal.
Aktivasi dan overekspresi MMP atau ketidakseimbangan MMP dan Tissue
Inhibitor Metalloproteinase (TIMP), berkaitan dengan sejumlah penyakit
tertentu yang terkait dengan kerusakan dan remodelling matriks
ekstraseluler, seperti rheumatoid arthritis, penyakit periodontal, invasi
tumor dan metastasis, dan proses pada pembuluh darah seperti
aterosklerosis, angiogenesis dan aneurisma (De, Fenton and Jones 2005;
Kuzminsky, Przybyszewski, Graczyk and Bartuzi 2012).

12
Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Struktur MMP
Terdapat sekitar 26 MMP, yang dikelompokkan menurut spesifisitas
substratnya. Struktur MMP secara garis besar terdiri dari : 1) sinyal
peptida yang mengarahkan MMP untuk mensekresi atau jalur insersi
membran plasma; 2) prodomain; 3) katalitik domain berikatan dan domain
hemopexin (De, Fenton and Jones 2005 ; Cao and Zucker, 2007).
Secara kolektif, semua famili MMP dapat mendegradasi semua
komponen matriks ekstraseluler dan membran basalis epitel. MMP dan
TIMP berperan terhadap perkembangan otitis media akut dan kronis,
poliposis hidung dan penyakit Sjogren kelenjar ludah ( S De, Fenton and
Jones 2005).
Metalloproteinases dibagi menjadi :
1. Matrilysins (endometalloproteinases)
Grup ini termasuk MMP-1 dan MMP-7. MMP-1 dan MMP-7 dicirikan
dengan kurangnya domain hemopeksin. Substrat dari MMP-1 dan MMP- 7
berupa makromolekul ECM, serta molekul

yang diekspresikan pada

permukaan seluler seperti Fas-ligan, pro-TNF, dan E-cadherin. Akibatnya,
mereka dapat berpartisipasi dalam apoptosis sel.

13
Universitas Sumatera Utara

2. Collagenases (MMP-1, MMP-8, MMP-13)
Molekul molekul ini terdiri dari domain hemopexin yang berhubungan
dengan domain katalitik melalui regio hinge. Substrat dari enzim enzim ini
termasuk kolagen tipe I, II, III, V, dan IX.
3. Stromelysins
Grup ini termasuk 2 enzim : MMP-3 dan MMP-10. Mereka memainkan
peran yang sama tetapi berbeda dalam aktivitas proteolitik. Fungsi
utamanya termasuk hidrolisis komponen ECM dan aktivasi bentuk MMPs
yang tidak aktif.
4. Gelatinases (MMP-2 dan MMP-9)
Mereka ditandai dengan afinitas yang tinggi terhadap kolagen dan
gelatin. Disamping itu, MMP-2 menghidrolisis peptide bonds pada kolagen
tipe I, II, dan III. Diantara semua MMPs, mereka memainkan peran yang
paling signifikan dalam reaksi alergi.
5. Membran MMP, terbagi kedalam dua grup :
- Tipe membrane proteins. Grup ini termasuk MMP-14, MMP-15, MMP16, dan MMP-24;
-

GPI-anchored

proteins



MMP-17

dan

MMP-25

(Kuźmiński,

Przybyszewski, Graczyk and Bartuzi 2012).
Matriks Metalloproteinase berperan pada beberapa proses patologi yang
kompleks, antara lain :
Destruksi jaringan, misalnya pada invasi dan metastasis kanker,
reumatoid artritis, osteoartritis, ulkus dekubitus, ulser gastrikus,
ulserasi kornea, penyakit periodontal, kerusakan otak dan penyakit
neuroinflamasi.
Fibrosis, misalnya pada sirosis hepatis, fibrosis paru, otosklerosis,
aterosklerosis, dan multipel sklerosis.
Kelemahan

matriks,

misalnya

pada

kardiomiopati

dilatasi,

epidermolisis bulosa, aneurisma aorta, dan restenotic lesions
(Amalinei et al 2010).

14
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Peranan MMP pada degradasi matrik ekstra seluler
Matrik

ekstraseluler

merupakan

makromolekul

komplek

seperti

kolagen, polisakarida, dan glikoprotein. Matrik ekstraseluler berperan
dalam proses pertumbuhan dan migrasi sel, pemeliharaan bentuk sel dan
hubungan antar sel. Matrik disintesa oleh fibroblast dan sebagian besar
terdiri dari glikosaminoglikan, kolagen, fibronektin, dan laminin yang
berfungsi sebagai penunjang dan menjaga stabilitas jaringan. Pada
kondisi fisiologis, matrik ekstraseluler diperbaharui secara terus menerus.
Keseimbangan dinamis antara formasi dan degradasi molekul matrik
ekstraseluler memungkinkan perkembangan, remodeling, dan perbaikan
jaringan secara normal. MMP-9 dapat mendegradasi hampir semua
komponen matriks ekstraseluler. Matriks ekstraseluler terdiri dari membran
basal dan matriks interstisial dan merupakan struktur yang kompleks yang
mengelilingi dan mendukung sel-sel mukosa, dan memainkan peran
penting dalam perubahan fisiologis sel-sel ini. Keseimbangan antara
sintesis

dan

homeostasis.

penghancuran
Onset

dan

matriks

remodeling

ekstraseluler
matriks

penting

ekstraseluler

bagi
harus

dikendalikan. Proteolisis tidak terkendali dan kehancuran komponen ini
merupakan bagian dari proses patologis. MMPs adalah kelompok enzim
utama yang mengatur integritas matriks (Kahveci et al 2008).
Pada reaksi inflamasi, termasuk inflamasi alergi, struktur yang ketat
dari matrik ekstraseluler mengendur karena aktifitas enzim spesifik
jaringan seperti matrik metalloproteinases. Akibatnya, berbagai sel dapat
menyusup ke tempat peradangan yang sedang berlangsung, sehingga
memungkinkan pemeliharaan dan modifikasi. Meskipun degradasi pasif
protein matrik ekstraseluler dan fasilitas perpindahan sel mewakili fungsi
utama dari MMP, molekul molekul ini juga dapat merupakan modulator
aktif reaksi inflamasi, melepaskan growth factor, sitokin, dan reseptor
antar

ruangan.

Selain

itu,

MMP

dapat

terlibat

langsung

dalam

pembentukan reseptor baru pada permukaan sel, serta seperti dalam
proses imunologi melalui interaksi langsung dengan molekul yang berada
pada membran sel. Pada kondisi fisiologis, MMP mengontrol dan

15
Universitas Sumatera Utara

mengatur proses perkembangan seperti angiogenesis, embriogenesis,
dan remodeling jaringan. Selain itu, MMP mempertahankan homeostasis
tubuh dan memainkan peran penting dalam proses penyembuhan
(Kuźmiński, Przybyszewski, Graczyk and Bartuzi 2012).
Beberapa

MMP

diketahui

berperan

dalam

degradasi

matriks

ekstraseluler dan aktivasi cytokines. MMP - 9 ( 92 - kDa kolagenase IV )
disekresikan dari berbagai sel termasuk fibroblas, limfosit, sel-sel endotel,
neutrofil, dan makrofag. Ekspresi MMP diatur di berbagai tingkatan;
seperti transkripsi gen, aktivasi proenzim, dan interaksi dengan inhibitor
jaringan dari metaloproteinase (Erbek and Erkan 2008).
Matriks metalloproteinase (MMP) diketahui memainkan peranan
penting dalam invasi terhadap mukosa hidung dengan sel sel inflamasi
melalui degradasi matrik ekstraseluler (Bugdayci, Kaymakci and Bukan
2008).
2.2.2 Matriks metalloproteinase-9 pada polip hidung
Dari keseluruhan jenis MMP yang pernah ditemukan sampai sekarang
ini, jenis gelatinase MMP-2 dan MMP-9 merupakan enzim utama untuk
mendegradasi kolagen type IV, V, VII, X, XI dan XIV, gelatin, elastin,
proteoglycan core protein, myelin basic protein, fibronektin, dan fibrilin -1
dan prekursor TNF-α dan IL- 1b dan mampu memecah kolagen tipe I,
komponen utama yang membentuk struktur molekul stroma (Amalinei,
Caruntu and Balan 2007; Chen, Langhammer, Westhofen and Lorenzen
2007).
Pada polip hidung, perubahan jaringan yang mencakup akumulasi dan
fibrosis matriks ekstraselular (ECM). Inflamasi infiltrat seluler pada polip
hidung telah terbukti terdiri dari eosinofil, limfosit, sel plasma, dan sel mast
ke tingkat yang mirip dengan yang diamati pada mukosa bronkus
penderita

asma.

Matriks

metalloproteinase

(MMP)

tampaknya

bertanggung jawab terhadap edema dan transmigrasi sel, dan perubahan
matriks ekstra seluler pada saluran nafas penderita asma. Aktivasi MMP
dihambat oleh inhibitor dari metalloproteinase (TIMP) yang membentuk

16
Universitas Sumatera Utara

kompleks

1:1 dengan MMP. Kehilangan koordinasi antara MMP dan

TIMP diyakini menghasilkan degradasi jaringan. Eosinofil merupakan
sumber utama MMP; MMP-9 meningkat dengan akumulasi eosinofil pada
saluran nafas pasien asma (Lee et al 2003).
Kebanyakan polip hidung, pada lamina propria tampak eosinofil dan
limfosit dengan jumlah yang banyak. Inflamasi menyebabkan polip hidung
dimediasi oleh neuropeptida, sitokin, dan growth faktor yang dihasilkan
oleh sel sel tersebut. Gambaran umum berupa proses patologis yang
berbeda, edema dan peningkatan sel-sel inflamasi di submukosa.
Beberapa MMP diketahui berperan dalam degradasi matrik ekstraselular
dan aktivasi sitokin. MMP-9 (92-kDa kolagenase IV) disekresikan dari
berbagai sel termasuk fibroblas, limfosit, sel endotel, neutrofil, dan
makrofag. Secara khusus kolagen tipe IV memotong komponen struktural
utama dari membran basal. MMP-9 memainkan peran penting dalam
berbagai penyakit Otolaryngologi (De, Fenton and Jones 2005 ; Kahveci
et al 2008).
Pada polip hidung, MMP-9 dapat meningkatkan permeabilitas vaskular
dengan mendegradasi berbagai komponen lamina basal sehingga
menyebabkan edema saluran pernafasan dan perpindahan sel sel radang.
MMP-9 dapat juga memfasilitasi perpindahan sel epitelial dan sel
endotelial yang terjadi selama pertumbuhan polip (Bugdayci, Kaymakci
and Bukan 2008).

17
Universitas Sumatera Utara

2. 3

KERANGKA KONSEP
Monosit, makrofag, limfosit, granulosit, platelet darah, fibroblast,
keratinosit, miosit, neuron, astrosit, sel endotelial, hepatosit, sel neoplastik

MMPs & TIMPs

Seimbang (fisiologis)

Tidak seimbang {patologis (inflamasi)}

Degradasi protein matriks ekstraseluler

Ruptur epitel, prolaps lamina propria

Formasi dan elongasi kelenjar &
mengubah epitel dan stroma

Infiltrasi sel, oedem, dan
vaskularisasi stroma

Histopatologi
Stadium

Terbentuk polip hidung

Ekspresi MMP-9

18
Universitas Sumatera Utara